Study on plant oil capillarity in wick cook stove

(1)

KAJIAN KAPILARITAS MINYAK NABATI

PADA KOMPOR SUMBU

KUDRAT SUNANDAR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi ” Kajian Kapilaritas Minyak Nabati Pada Kompor Sumbu” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2010

Kudrat Sunandar


(3)

ABSTRACT

KUDRAT SUNANDAR. Study on Plant Oil Capillarity in Wick Cook Stove: KAMARUDDIN ABDULLAH, BUDI INDRA SETIAWAN, AND PRAWOTO.

Rural households consume about 20% of total national consumption of fossil fuel and over 68% of these are in the form of kerosene for household cooking and lighting. Since several years ago Indonesia became net importer of oil including kerosene which have caused a big burden to government budget. Therefore, to overcome this problem, the government has enacted President Regulation No.5, 2006 on National Energy Policy and the Department of Energy and Mineral Resources Regulation No. 32, 2008 on Energy Self-Supporting Village Program.

The objective of this study was to investigate the possibility of using several plant oils an alternative cooking fuel and to determine their respective thermal efficiency. Due to their high viscosity, the velocity of these plant oils in stove wicks is very slow causing inperfect burning condition. There were two methods of improvement to solve the problem, namely, by determining fuel characteristics to meet kerosene cook stove or modifying cooking stove design based on biofuel characteristics. The focus of this study was on the latter method. The first attempt was to reduce the viscosity of plant oil by providing metal bar connecting the flame and oil tank. By determining the capilary height of each plant oil within the wick bundles, it was possible determine the optimum height of the wicks which consequently can shorten the height of the cooking stove. During the test, Coconut oil, jatropha oil, bintaro oil, peanut oil, and used cooking oil had been selected and was used kerosene as control. There were four parameters measured during a series of test runs, namely, the flaming ability, the capillaryy height, fuel consumption, and combustion efficiency. Capillaryy height and oil rising velocity within the wicks of the tested plant oil could be reduced due to heating efect of heat conduction by the installed steel bar. From the experimental studies using modified cook stove with shortened wick length it was found that the thermal efficiency for kerosene, coconut oil, peanut oil, bintaro oil, used palm oil, and jatropha oil were 44.5%, 25.6%, 17.3%, 19.7%, 18.4%, and 24.5% respectively. The overall fuel consumption rate was in the range of 0.56 g/s for kerosene and 0.32–0.37g/s for plant oil and 1.30-2.90 g/s for plant oil-kerosene mixture. The provision of heat conductor had improved the efficiency of the modified stove to 41.2% using pure kerosene, 37.8% with coconut oil-kerosene mixture 19.5%, for peanut oil-kerosene mixture, 34.4%, for bintaro oil-kerosene mixture 22.7%, used plant oil, and 35.7% using physic nut (Jatropha Curcas), respectively. The overall fuel consumption rate was in the range of 2.02 g/s for kerosene, 1.15–1.33 g/s for plant oil and 4.68-10.44 g/s for plant oil-kerosene mixtures.

In order to optimize the capillary effect further, a mathematical model was developed. The model relates the capillary height and the rising velocity of plant oil within the stove wicks with the wicks physical properties and transport properties of the tested plant oils.


(4)

RINGKASAN

KUDRAT SUNANDAR Kajian Kapilaritas Minyak Nabati Pada Kompor Sumbu. Dibimbing oleh KAMARUDDIN ABDULLAH, BUDI INDRA SETIAWAN, DAN PRAWOTO.

Lebih dari 68% rumah tangga mengkonsumsi minyak tanah sebagai energi untuk memasak dan penerangan dan ini merupakan 20% dari total konsumsi minyak nasional yang berasal dari minyak bumi. Hal itu mengakibatkan impor bertambah besar dan subsidisasi minyak tanah semakin memberatkan anggaran pemerintah. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No.5, 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Peraturan Menteri Sumber Daya dan Mineral No. 32, 2008 yang ditindak lanjuti oleh Program Desa Mandiri Energi oleh departemen dalam negeri. Bahan bakar minyak nabati merupakan sumber energi alternatif yang memiliki berbagai keuntungan ekonomi dan ekologi.

Tujuan penilitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik minyak nabati yang akan dipergunakan untuk bahan bakar pada kompor sumbu dan mengukur efisiensi pembakarannya. Karena viskositasnya yang tinggi, kecepatan minyak naik pada sumbu kompor sangat lambat, hal ini akan berpengaruh terhadap kesempurnaan proses pembakaran. Untuk mengatasi masalah tersebut, dikembangkan dua metoda yaitu mengkarakterisasi minyak nabati sedemikian rupa sehingga memiliki karaketristik yang sama dengan minyak tanah agar dapat dipergunakan secara langsung pada kompor sumbu yang ada atau melakukan modifikasi disain kompor sehingga dapat dipergunakan langsung untuk minyak nabati. Dalam penelitian ini, diambil metode kedua. Modifikasi pertama adalah memasang alat pemindah panas yang terbuat dari logam yang bersifat penghantar panas dan yang kedua adalah pemendekan tinggi kolom sumbu. Minyak kelapa, minyak kacang tanah, minyak bintaro, minyak jelantah dan minyak jarak pagar dipilih sebagai bahan bakar uji dan minyak tanah sebagai kontrol. Empat parameter yang diukur dalam penelitian ini, yaitu kemampuan menyala, sifat kapilaritas, konsumsi bahan bakar, dan efisiensi pembakaran.

Pada tahap awal, dilakukan pengujian sifat termofisik minyak nabati meliputi densitas, kekentalan, tegangan permukaan pada beberapa suhu, dan nilai kalor serta pengujian komposisi bahan penyusun dan besarnya porositas sumbu. Tahap selanjutnya adalah pengujian kemampuan menyala, sifat kapilaritas minyak pada sumbu dan penentuan besarnya konsumsi bahan bakar serta efisiensi pembakaran. Hasil pengujian kemampuan nyala, minyak nabati mampu untuk menyala walaupun lama api menyala lebih singkat dibanding minyak tanah atau waktu yang seharusnya sesuai keperluan sebagai bahan bakar. Hal ini akan memberikan pengaruh yang besar pada proses pembakaran saat minyak dipergunakan untuk bahan bakar. Pada pengujian sifat kapilaritas, minyak nabati memperlihatkan sifat kapilaritas yang rendah atau dengan kata lain kecepatan minyak naik sepanjang sumbu sangat lambat, akan tetapi menjadi lebih cepat dengan dengan naiknya suhu. Dalam rangka mengurangi efek kapiler tersebut,


(5)

harus diupayakan suatu proses untuk menaikkan suhu minyak dalam tangki selama proses pemabakaran. Dalam tulisan ini dilakukan dua metode untuk menaikkan suhu minyak, pertama adalah pemasangan alat pemindah panas yang terbuat dari logam dan bersifat penghantar panas yang dihubungkan dari dalam tangki bahan bakar ke bagian atas ruang pembakaran. Pemindah panas yang bersifat sebagai konduktor panas nantinya diharapkan akan mengalirkan panas yang dihasilkan dari pembakaran ke dalam tangki bahan bakar sehingga dapat menaikkan suhu minyak. Modifikasi ke dua, memotong tinggi kolom sumbu sesuai dengan hasil pengujian kapilarisasi minyak nabati dan persamaan model matematika yang dibentuk. Ketinggian kolom sumbu yang dapat dipergunakan untuk minyak nabati diperoleh melalui proses optimasi, hal ini bertujuan selain untuk memperpendek jalur aliran minyak dalam sumbu juga untuk diharapkan dapat menaikkan suhu minyak.

Dalam penelitian ini, kinerja kompor dievaluasi terhadap konsumsi bahan bakar dan efisiensi pembakaran melalui pengujian dengan metode water boiling test (wbt). Parameter tersebut diuji untuk kompor sebelum dimodifikasi (kompor konvensional), kompor dengan pemasangan pemindah panas, dan kompor dengan kolom sumbu pendek. Minyak yang dipergunakan dalam pengujian ini adalah minyak nabati, minyak jelantah, minyak tanah, dan campuran minyak tersebut dalam perbandingan 1:1 (volume). Hasil pengujian menunjukkan adanya peningkatan efisiensi pembakaran pada kompor termodifikasi. Rata-rata efisiensi yang dihasilkan dari pengujian untuk minyak tanah, minyak kelapa, minyak kacang tanah, bintaro, minyak sawit yang digunakan dengan kompor berkolom sumbu pendek adalah 44,5%; 25,6%; 17,3%; 19,7%; 18,4%; dan 24,5% berturut-turut. Penggunaan pemindah panas telah meningkatkan efisiensi pembakaran menjadi 41,2% dari 37,9% dengan bahan bakar minyak tanah dan 37,8%; 19,5%; 34,4%; 22,7%; dan 35,7% berturut-turut untuk bahan bakar campuran minyak nabati-minyak tanah : minyak kelapa-minyak tanah, minyak kacang tanah- minyak tanah, minyak bintaro- minyak tanah, minyak jelantah-minyak tanah, dan minyak jarak pagar-minyak tanah. Konsumsi bahan bakar berkisar di sekitar 0,56 g/menit untuk minyak tanah, 0,32-0,372 g/menit untuk minyak nabati dan 1,30-2,90 g/menit untuk campuran minyak nabati dengan minyak tanah.

Kata kunci : minyak tanah, minyak nabati, kompor sumbu, daya kapilarisasi, efisiensi pembakaran.


(6)

© Hak Cipta milik

Institut Pertanian Bogor

, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh


(7)

KAJIAN KAPILARITAS MINYAK NABATI PADA KOMPOR SUMBU

KUDRAT SUNANDAR

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010


(8)

Penguji pada UjianTertutup: Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si Dr. Ir. Desrial,M.Eng

Penguji pada Ujian Terbuka Prof. Dr.Ing. Raldi A. Koestoer Dr. Ir. Y. Aris Purwanto,M.Sc


(9)

Judul Disertasi : Kajian Kapilaritas Minyak Nabati Pada Kompor Sumbu Nama : Kudrat Sunandar

NIM : F161030081

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Kamaruddin Abdullah, MSA Ketua

Prof. Dr. Ir. Prawoto, MSAE Prof. Dr. Ir. Budi I. Setiawan, M.Agr. Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi

Ilmu Keteknikan Pertanian DekanSekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro,M.S


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Illahi Rabbi, sumber dan segala pemilik ilmu pengetahuan, karena tas izin-Nya pula penelitian dan penulisan disertasi dengan judul “Kajian Kapilaritas Minyak Nabati Pada Kompor Sumbu” ini dapat diselesaikan.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada :

Prof. Dr. Kamaruddin Abdullah,MSA, Prof. Dr. Budi I. Setiawan, M.Agr, dan Prof. Dr. Prawoto,MSAE

Sebagai komisi pembimbing, atas segala pengorbanan waktu, kesabaran, pengetahuan, pemikiran dan jerih payahnya dalam memberikan bimbingan dan mengembalikan semangat selama melakukan penelitian sampai penulisan disertasi ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Rektor IPB, Dekan sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan program Doktor (S3) di IPB.

2. Staf pengajar dan pegawai dilingkup Sekolah Pascasarjana IPB atas segala ilmu pengetahuan dan bantuan yang telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

3. Rektor Institut Teknologi Indonesia, Ketua Program Studi Teknik Kimia ITI, rekan sejawat, staf pegawai dan laboratorium di Program Studi Teknik Kimia ITI, atas ijin, kesempatan dan doa yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program Doktor (S3) di IPB.

4. Dirjen DIKTI yang telah memberikan dukungan dana melalui BPPS.

5. Bapak, Emah dan keluarga besar H A.Sudarjat atas asuhan, didikan, kasih sayang, doa restu serta ungkapan semangat yang tiada henti untuk penulis tetap sabar dan terus berjuang menyelesaikan pendidikan di IPB.

Penulis mendoakan semoga Allah SWT mengangkat derajat dan melimpahkan kesehatan serta keselamatan kepada semuanya. Jazakumullah khairun katsira. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kemashlahatan kita semua.Amin.

Bogor, Januari 2010 Kudrat Sunandar


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pelabuhanratu, Sukabumi jawa Barat pada tanggal 19 Juni 1966 dari Bapak H.A. Sudarjat dan Ibu Hj. I. Djuwarsih (almarhumah), merupakan putra ke sembilan dari dua belas bersaudara.

Pada tahun 1986 penulis diterima sebagai mahasiswa S1 Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Indonesia dan menyelesaikan studi pada tahun 1994. Setelah bekerja selama empat tahun sebagai staf pengajar di Jurusan Teknik Kimia ITI, pendidikan S2 di Universitas Indonesia pada jurusan Teknik mesin dengan konsentrasi Konversi Energi penulis selesaikan dalam waktu dua tahun, terhitung sejak September 1999 sampai September 2001. Selanjutnya sejak Agustus 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa program S3 di Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan dukungan dana dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia dalam bentuk beasiswa BPPS.

Karya ilmiah dengan judul Dehydration, One Step ahead to Reduce Castor Oil Viscosity dan Potensial of Kisamir and Bintaro for Biodiesel Fuel Production in Indonesia telah dipresentasikan pada World Renewable Energy Regional Congress And Exhibition (WRERC): Promoting Opportunities for Renewable Energy Technology and Business for Sustainable Development in Asia African Countries di Jakarta pada tanggal 17-21 April 2005 dan Potential of Kasimir

(Hura Crepitans L) and Bintaro (Cerbera Manghas L) Oils for Alternative

Biodiesel Feedstock telah dipresentasikan pada First World Water Sustainability - Renewable Energy Congress And Exhibition di Maastricht, The Netherland pada tanggal 25-28 November 2007. Selain itu Biodiesel Fuel Production from a Variety of Oil/fat Feed stocks telah ditampilkan sebagai poster presentation pada The 2nd International Symposium On Sustainable Energy System di Kyoto University pada tanggal 17-18 Desember 2004 dan pada Development In Biofuel Production And Biomass Technology di Jakarta pada tanggal 21-22 Februari. 2006.


(12)

Artikel dengan judul Kajian Minyak Kelapa Sebagai Bahan Bakar Alternatif Minyak Tanah telah diterbitkan pada Jurnal Teknologi Voume 3, Edisis Nomor 1, Maret 2009 (ISSN No. 1693-0266, Fakultas Teknologi Indistri Universitas Jayabaya) dan artikel dengan judul Kajian Kompor Minyak Nabati (Plant Oil) sudah diterima untuk diterbitkan dan pada saat ini sedang pada tahap final editing oleh reviewer untuk Jurnal/Majalah Ilmiah Widya yang dikeluarkan oleh Kopertis Wilayah III Departemen Pendidikan Nasional Indonesia.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN x

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

Keterkaitan antar Bab 9

2 PENGUJIAN SIFAT TERMOFISIK MINYAK NABATI 11

Pendahuluan 11

Tujuan penelitian 22

Bahan dan Metode 22

Hasil dan Pembahasan 23

Kesimpulan 35

3 PENGUJIAN SIFAT KAPILARITAS MINYAK 37

Pendahuluan 37

Tujuan Penelitian 44

Bahan dan Metode 44

Hasil dan Pembahasan 45

Kesimpulan 56

4 PENGUJIAN KEMAMPUAN NYALA 58

Pendahuluan 58

Tujuan Penelitian 61

Bahan dan Metode 61

Hasil dan Pembahasan 63


(14)

Halaman

5 MODIFIKASI DISAIN KOMPOR SUMBU 67

Pendahuluan 67

Tujuan Penelitian 71

Bahan dan Metode 71

Hasil dan Pembahasan 72

Kesimpulan 77

6 PENGUJIAN EFISIENSI KOMPOR SUMBU 78

Pendahuluan 78

Tujuan Penelitian 80

Bahan dan Metode 80

Hasil dan Pembahasan 82

Kesimpulan 88

7 PEMBAHASAN UMUM 90

8 KESIMPULAN DAN SARAN 96


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Sifat Fisik dan Kimia Minyak Tanah 3

2 Sifat Fisik Beberapa Minyak Nabati dan Minyak Fosil 4 3 Komposisi Proksimat Daging Kelapa Tua Segar dan Kopra (%Berat) 14

4. Pengujian Kemampuan Menyala Minyak Pada Sumbu 1 63

5. Ketinggian Hasil Simulasi Minyak Nabati 75

6. Efisiensi Pembakaran Minyak Nabati 86

7. Efisiensi Pembakaran Minyak Campuran 86

8. Konsumsi Bahan bakar Minyak Nabati 87

9. Hasil Simulasi Hubungan FCR Terhadap Ketinggian Kolom Sumbu 88


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Skema Keterkaitan Antar Bab 8

2 Buah dan Daging Kelapa 13

3 Diagram Alir Pembuatan Minyak Proses Dingin 14

4 Biji dan Minyak Jarak 15

5 Buah dan Minyak Bintaro 16

6 Biji dan Minyak Kacang Tanah 17

7 Pengaruh Suhu Terhadap Densitas Minyak Tanah 24 8 Pengaruh Suhu Terhadap Kekentalan Minyak Tanah 24

9 Kekentalan Minyak Tanah 25

10 Pengaruh Suhu Terhadap Densitas (a) dan Kekentalan

(b) Minyak Kelapa 25

11 Kekentalan Minyak Kelapa 26

12 Pengaruh Suhu Terhadap Densitas (a) dan Kekentalan

(b) Minyak Jelantah 27

13 Pengaruh Suhu Terhadap Densitas (a) dan Kekentalan

(b) Minyak Jarak Pagar 28

14 Pengaruh Suhu Terhadap Densitas (a) dan Kekentalan

(b) Minyak Kacang Tanah 29

15 Pengaruh Suhu Terhadap Densitas (a) dan Kekentalan

(b) Minyak Bintaro 30

16 Pengaruh Suhu Terhadap Densitas (a) dan Kekentalan

(b) Campuran Minyak Tanah dan Minyak Kelapa 31 17 Pengaruh Suhu Terhadap Densitas (a) dan Kekentalan

(a) Campuran Minyak Tanah dan Minyak Jelantah 31 18 Pengaruh Suhu Terhadap Densitas (a) dan Kekentalan

(b) Campuran Minyak Tanah dan Minyak Jarak Pagar 32 19 Pengaruh Suhu Terhadap Densitas (a) dan Kekentalan

(b) Campuran Minyak Tanah dan Minyak Kacang Tanah 32 20 Pengaruh Suhu Terhadap Densitas (a) dan Kekentalan

(b) Campuran Minyak Tanah dan Minyak Bintaro 33

21 Tegangan Permukaan Minyak Nabati 34

22 Pengaruh Suhu Terhadap Tegangan Permukaan Minyak 34


(17)

Halaman

24 Kapilarisasi 38

25 Kapilarisasi Sebagai Fungsi (a) Jari-Jari Tabung

Dan (b) Densitas 39

26 Pergerakan Cairan Dalam Media Berpori 43

27 Skema Pengukuran Kapilarisasi 45

28 Kapilarisasi Minyak Nabati 46

29 Pengaruh Suhu Pada Kapilarisasi Minyak Tanah 46 30 Pengaruh Suhu pada Kapilarisasi Minyak Kelapa 47 31 Pengaruh Suhu pada Kapilarisasi Minyak Jelantah 48 32 Pengaruh Suhu pada Kapilarisasi Minyak Jarak Pagar 49 33 Pengaruh Suhu Pada Kapilarisasi Minyak Kacang Tanah 49 34 Pengaruh Suhu Terhadap Kapilarisasi Minyak Bintaro 50 35 Pengaruh Suhu Terhadap Kapilarisasi Minyak campuran

(a) 30oC dan (b) 70oC 51

36 Struktur Mikro Pori (a) Sumbu 1 dan (b) Sumbu 2 52 37 Pengaruh Sumbu Terhadap Kapilarisasi Minyak Bintaro (50oc) 53 38 Kurva Kapilarisasi Model Matematika dan Percobaan (a) minyak tanah dan (b) minyak jelantah 54 39 Pengaruh Kekentalan Terhadap Kapilarisasi Minyak 54 40 Pengaruh Porositas Terhadap Kapilarisasi Minyak 55 41 Pengaruh Tegangan Permukaan Terhadap Kapilarisasi Minyak 56 42 Pengaruh Tortuosity Terhadap Kapilarisasi Minyak 56

43 Struktur Penyebaran Api Laminer 61

44 Skema Uji Kemampuan Nyala 62

45 Warna Lidah Api (a) Minyak Tanah dan (b) minyak Nabati 64

46 Sumbu Kompor (a) jenis 1 dan (b) Jenis 2 64

47 Pengaruh Sumbu Terhadap Kemampuan Nyala Minyak 65 48 Tinggi Lidah Api Untuk (a) Sumbu 1 dan (b) Sumbu 2 65

49 Kompor Protos 68

50 Kompor Rancangan ITB 69

51 Kompor Berbahan Bakar Pasta Biji Jarak 70

52 Kompor Hanjuang 70

53 Kompor Sumbu Minyak Jarak 70

54 Alat Pemindah Panas 74


(18)

Halaman

56 Kapilarisasi Minyak Pada Suhu 30oC 75

57 Skema Pemotongan Tinggi Kolom Sumbu 76

58 Profil Suhu Minyak Bintaro pada Kolom Pendek 76

59 Skema Water Boiling Test 79

60 Skema Pengujian Efisiensi Pembakaran 81

61 Seting Alat Pemindah Panas pada Kompor 82

62 Kenaikkan Suhu Minyak (a) tanpa Pemindah Panas dan

(b) dengan Pemindah Panas 83

63 Kenaikkan Suhu Minyak dengan Kolom Pendek 84

64 Kenaikkan Suhu Air (a) tanpa Pemindah Panas dan

(b) dengan Pemindah Panas 84


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Penyelesaian Analitis Persamaan Model Matematika 101 2 Contoh Hasil Optimasi Model Matematika Kapilarisasi 103

3 Simulasi Ketinggian Kolom Sumbu 107

4 Hasil Simulasi Suhu Minyak dan Air Pada Kompor


(20)

DAFTAR SIMBOL

v : kecepatan alir [mm s-1]

 : tegangan permukaan [g s-2]

 : sudut kontak [o]

r : jari-jari pipa kapiler [mm]

 : kekentalan kinematik [mm2 s]

 : kekentalan dinamik [g m-1 s-1]

z : ketinggian cairan dalam pipa

kapiler [mm]

g : konstanta gravitasi [mm s-2]

 : densitas [g mm-3]

 : porositas [-]

 : tortuosity [-]

C : kapasitas panas [J g-1 oC-1]

P : permeabilitas [-]

T : suhu [oC]

t : waktu [s]

m : berat [g]

m

f : konsumsi bahan bakar [g s

-1

]

 : efisiensi pembakaran [%]

d : diameter [mm]

k : konduktivitas termal [W m-1 K-1]

h : konstanta konveksi [W m-1 K-1]

 : konstanta Steven Bolztman [W m-2 K-4]

 : emisivitas [-]

q : laju perpindahan panas [J s-1]

A : luas permukaan [mm2]

p : tekanan [atm]

D : konstanta difusivitas [-]

E : energi aktivasi [J mol-1]

x : jarak [mm]

F : gaya [N]

y,B : koefisien korelasi [-]

X : fraksi mol [-]

V : volume [ml]

: bilangan Avogadro [molecule mol-1]

H : konstanta Planck [J s]

R : konstanta gas ideal [J mol-1 K-1]

: panas penguapan [J]

Tb : titik didih [oC]

a,b,c, j : konstanta [-]


(21)

Indeks

Al : aluminium a : air

p : panci m : minyak b : besi u : udara

tm : tangki minyak f : bahan bakar av : rata-rata (average)


(22)

1 PENDAHULUAN

Latar belakang

Energi memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat dan merupakan parameter penting bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Hampir semua sektor kehidupan termasuk didalamnya industri, rumah tangga, transportasi, jasa, dan lain-lain tidak dapat dipisahkan dari sektor energi. Pada sektor rumah tangga, energi berfungsi untuk penerangan, memasak, pemanas dan pendingin ruangan serta berbagai kegiatan rumah tangga yang lain (Nuryanti & Herdine 2007). Minyak tanah umumnya dikonsumsi oleh rumah tangga untuk memasak dan untuk penerangan, terutama di daerah yang belum tersedia listrik (Nuryanti & Herdine 2007). Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilakukan oleh BPS setiap tiga tahun menunjukkan bahwa minyak tanah dikonsumsi oleh sekitar 65 ribu rumah tangga Indonesia (Dept. ESDM 2004).

Pada tahun 2007 harga minyak mentah dunia meningkat tajam mencapai 72 dollar AS per barrel (Nuryanti & Herdine 2007). Hal ini menyebabkan pemerintah harus mensubsidi lebih besar untuk minyak tanah agar harganya dapat terjangkau oleh masyarakat. Subsidi minyak tanah untuk rakyat sangat memberatkan pemerintah. Disaat anggaran pemerintah dibidang lain terus meningkat, pemerintah harus mengeluarkan subsidi minyak tanah untuk rakyat yang besarnya kurang lebih Rp. 30 triliun setiap tahunnya, yang seharusnya dapat digunakan untuk alokasi dana yang lain khususnya bidang pendidikan (Nuryanti & Herdine 2007).

Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah telah melakukan langkah-langkah strategis melalui kebijakan energinya sesuai Pepres No 5 /2006 tentang kebijakan energi nasional (KEN) dengan langkah kebijakan : intensifikasi, diversifikasi, dan konservasi energi yang dilanjutkan dengan Inpres No 1/2006 dan Permen ESDM No. 32/2008 tentang penyediaan, pemanfaatan, dan tata niaga bahan bakar minyak nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lainnya dan Keppres No


(23)

10/2006 yang ditindak lanjuti oleh Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dept. Dalam Negeri) melalui progam desa mandiri energi berbasis bahan bakar nabati dan non nabati (Dirjen PMD 2008)

Agenda nasional mengenai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam jangka pendek lima tahun ke depan juga telah menyinggung masalah energi, terutama adalah pengembangan energi terbarukan. Hal ini tentu sejalan dengan langkah-langkah strategis untuk mengatasi masalah energi nasional. Jika disinggung masalah energi terbarukan, maka selain sumber energi alternatif seperti angin, surya, gelombang dan lainnya, tentu juga akan mengarah kepada sumber alternatif lainnya yaitu bahan bakar nabati (BBN), khususnya komoditas asal tanaman perkebunan. Penggunaan BBN menjadi salah satu solusi yang dapat dilakukan di Indonesia untuk mengurangi subsidi, sekaligus menyediakan kebutuhan masyarakat terhadap minyak tanah. Menurut Puslitbang Perkebunan (2007) untuk mewujudkan sistim penyediaan dan pemanfaatan energi yang berkelanjutan, Indonesia memadukan konsep optimasi pemanfaatan energi terbarukan melalui penggunaan teknologi energi yang efisien dan membudayakan pola hidup hemat energi, atau lebih dikenal dengan energi hijau (Green Energy).

Dalam rangka upaya untuk menekan penggunaan minyak tanah yang selanjutnya diganti dengan gas dan konversi ke avtur, maka pemakaian bahan bakar minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif merupakan suatu bagian dari proses energi terbarukan yang tidak dapat ditolak (Satriya E. 2007). Dalam hal ini, biofuel sebagai bahan bakar alternatif minyak tanah menjadi hal yang sangat penting. Seperti namanya, biofuel, maka bahan bakar cair ini dibuat dari sumber yang dapat diperbarui. Sumber bahan biofuel ini merupakan minyak atau lemak yang dapat diperoleh dari berbagai macam sumber seperti dari minyak sawit, minyak kelapa, lemak ternak, maupun minyak dari beberapa tanaman yang tidak termasuk dalam komoditas pertanian atau perkebunan seperti jarak pagar, bintaro, kepuh dan lain-lain (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007).

Minyak tanah merupakan salah satu jenis bahan bakar cair yang dihasilkan dari hasil penyulingan bertingkat dari minyak bumi, dipergunakan sebagai bahan bakar rumah tangga dan minyak bakar industri. Secara umum minyak tanah terdiri


(24)

dari senyawa hidrokarbon dengan jumlah rantai atom C berkisar antara C12 sampai

C15 (US Patent). Pada pemakaiannya dalam rumah tangga dan industri skala

kecil, minyak tanah dipakai sebagai bahan bakar untuk kompor sumbu dan kompor bertekanan atau lebih dikenal dengan kompor semawar. Pada kompor sumbu, minyak tanah bekerja akibat gaya kapilaritas terhadap sumbu. Penyalaan terjadi pada bagian ujung sumbu. Sedangkan pada kompor bertekanan, penyalaan terjadi akibat pengkabutan bahan bakar oleh nosel akibat tekanan yang diberikan (WIPO 2007). Dari Tabel 1 tampak minyak tanah mempunyai titik nyala yang rendah, sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan bakar pada kompor sumbu.

Tabel 1. Sifat fisik minyak tanah

Sumber : Pertamina 2007

BBN adalah semua bahan bakar nabati yang bersumber tanaman yang menghasilkan minyak seperti kelapa (daging buah), kelapa sawit (buah), kedelai (biji), bunga matahari (biji), kacang tanah (biji), jagung (biji), kaliki (biji), dan sebagainya. Minyak dari tanaman tersebut berupa minyak kasar (crude oil), umumnya dapat digunakan untuk pengganti minyak tanah dan sejenisnya, melalui peralatan atau kompor yang dimodifikasi (Reksowardojo 2008). Pembeda dalam memilih tanaman penghasil BBN terutama pada parameternya berupa titik bakar, kekentalan, dan nilai kalori seperti tampak pada Tabel 2. Di antara aneka bahan bakar, yang berwujud fasa cair adalah yang paling bernilai ekonomi tinggi, karena berenergi spesifik (energi/satuan volume) besar, mudah ditangani, dibawa dan ditransportasikan secara efisien serta aman, sehingga berperan dominan dalam sektor transportasi dan pembangkitan listrik dengan motor-motor bakar portabel. Berdasarkan pengertian seperti ini, maka komoditas pertanian khususnya perkebunan memiliki banyak jenis yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber

Spesifikasi Nilai

Berat jenis pada 15 oC 0,822

Titik didih, oC

Densitas relatif (air = 1) Titik nyala, oC

150 0,82 37–65


(25)

energi alternatif atau sebagai sumber bahan bakar nabati (Mühlbauer et al. diacu dalam Reksowardojo 2008).

Tabel 2. Sifat fisik beberapa minyak nabati dan minyak fosil Jenis Minyak

Titik Bakar (0C)

Kekentalan (10 -6 m2/s)

Nilai Kalori (MJ/kg)

Jarak Pagar 340 75,7 39,65

Kelapa 270-300 51,9 37,54

Kelapa Sawit 314 88,6 39,54

Rapeseed 317 97,7 40,56

Bunga Matahari 316 65,8 39,81

Minyak Tanah 50-55 2,2 43,50

Minyak Solar 55 2-8 45,00

Luas areal tanaman kelapa sawit di Indonesia adalah sekitar 5,5 juta ha, dengan total produksi CPO sekitar 13,6 juta ton. Konsumsi CPO di dalam negeri hanya sekitar 3,5 juta ton dan lainnya sekitar 8-10 juta diekspor (Ditjenbun 2006) . Saat ini pemakaian minyak kelapa sawit terkonversi menjadi minyak goreng. Dalam pemakaiannya minyak ini menyisakan minyak jelantah yang sampai saat ini masih belum dipergunakan secara optimal (Suirta I.W 2009). Luas tanaman kelapa di Indonesia adalah sekitar 3,875 juta ha, yang tersebar di seluruh wilayah nusantara (Dishutbun 2007). Luas tanaman jarak pagar di Indonesia belum diketahui secara tepat, karena pada saat ini masih dalam tahap percobaan (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007). Gencarnya wacana dan keinginan masyarakat untuk menanam jarak pagar dimulai sekitar tahun 2005 dan diperkirakan luas pertanaman jarak pagar di lapangan sudah mencapai ribuan ha tanaman muda yang belum berproduksi. Luas lahan yang berpotensi sangat cocok untuk pertanaman jarak pagar di Indonesia adalah sekitar 14,2 juta ha (Puslitbun, 2007). Tanaman kacang tanah memiliki peran strategis dalam pangan nasional sebagai sumber protein dan minyak nabati. Produksi kacang tanah nasional selama satu dasawarsa terakhir meningkat dengan pertumbuhan 1,56% per tahun, dengan tingkat produktivitas rata-rata 1,75–2,10 ton per hektar biji kering (Kasno 2005). Tanaman kacang tanah sudah dapat dipanen pada umur 100-110 hari (Sadikin S & Maesen L.J.G. 1993). Sementara ini tanaman bintaro masih ditanam sebagai


(26)

pohon hias di perumahan, jalan atau tumbuh liar di beberapa daerah berawa (Heyne 1987).

Untuk menunjang program pemerintah tersebut saat ini telah ada beberapa kompor berbahan bakar minyak nabati. Kompor yang dikembangkan umumnya adalah kompor bertekanan seperti kompor protos yang dikembangkan oleh Puslitbang Perkebunan dan kompor tekan yang dikembangkan oleh ITB dengan minyak jarak kasar (CJO) sebagai bahan bakarnya. Selain itu, ada jenis kompor yang langsung menggunakan bahan bii jarak pagar sebagai bahan bakarnya seperti kompor yang dikembangkan oleh Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang dan kompor hanjuang. Sedangkan untuk kompor sumbu sampai saat ini masih terbatas. Balitas telah mengembangkan kompor sumbu dengan bahan bakar minyak jarak (Hastomo 2008). Secara keseluruhan, teknologi untuk kompor tekan maupun kompor sumbu dengan bahan bakar minyak nabati dapat dimanfaatkan secara masal oleh masyarakat untuk menggantikan minyak tanah (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007).

Perumusan Masalah

Dalam mengantisipasi kondisi seperti yang disebutkan di atas, pemakaian energi alternatif dari sumber terbaharukan menjadi sesuatu yang tidak dapat ditunda lagi. Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi alam yang sangat beraneka ragam. Dari hasil studi pustaka yang telah dilakukan selama ini ternyata banyak sekali sumber minyak nabati yang dapat dimanfaatkan, misalnya kacang tanah (Arachis hypogea) dengan kandungan minyak 30-50% (Sadikin S & Maesen L.J.G. 1993), bintaro (Cerbera manghas L) dengan kandungan minyak sekitar 30-60% ( Heyne 1987), minyak kelapa (Cocos nucifera L) dengan kandungan minyak sekitar 30-40% (Heyne 1987) dan minyak goreng bekas atau minyak jelantah dari berbagai sisa hasil olahan rumah tangga yang secara umum berasal dari minyak kelapa sawit. Pemakaian minyak di atas sebagai bahan bakar kompor sumbu didasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain minyak jelantah, tanaman kacang tanah, kelapa dan jarak pagar sudah dikenal oleh masyarakat. Walaupun tanaman bintaro belum dikenal oleh masyarakat, tanaman


(27)

tersebut memiliki potensi kandungan minyak yang cukup besar bahkan di daerah Banten sudah dijadikan bahan bakar untuk lampu penerangan (Heyne 1987).

Beberapa hal masih harus dikaji lebih mendalam, antara lain kesesuaian jenis kompor bertekanan jika digunakan dengan beberapa jenis BBN dari tanaman yang berbeda (kelapa sawit, kelapa atau jarak pagar), jenis kompor yang langsung menggunakan bahan biji jarak pagar juga memerlukan pemanasan awal, sedangkan untuk kompor sumbu ada kemungkinan tidak naiknya minyak ke sumbu akibat tingginya angka kekentalan minyak tersebut.

Perspektifnya adalah bahwa untuk keperluan rumah tangga, dapat digunakan satu jenis kompor yang bahan minyaknya dapat berasal dari bermacam-macam jenis minyak seperti minyak kelapa, minyak jarak pagar maupun minyak kelapa sawit. Dengan demikian, masyarakat luas dapat memilih untuk memanfaatkan minyak asal tanaman yang tersedia di sekitarnya dan tidak harus terpaku kepada satu jenis tanaman saja.

Untuk mengatasi hal tersebut di atas, didalam penelitian ini dilakukan beberapa tahapan yang dimulai dengan pengempaan untuk memperoleh minyak dari sumbernya, uji sifat termofisik minyak meliputi densitas, kekentalan, tegangan permukaan, sifat kapilaritas (kecepatan naiknya minyak pada sumbu), uji kemampuan nyala, modifikasi pada kompor sumbu berdasarkan hasil pengujian sifat termofisik minyak dan model matematika yang dibangun, serta pengujian untuk mengetahui besarnya efisiensi pembakaran,

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mendapatkan prototipe kompor sumbu yang dapat dipergunakan dengan bahan bakar minyak nabati. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini dibagi dalam beberapa tujuan khusus yaitu :

1. Mendapatkan data sifat termofisik minyak jelantah, minyak kelapa, minyak kacang tanah, minyak bintaro, dan minyak jarak pagar serta campurannya dengan minyak tanah.


(28)

2. Mendapatkan persamaan model matematika kapilarisasi minyak dalam sumbu

3. Mendapatkan kompor sumbu yang dapat dipergunakan dengan BBN 4. Mendapatkan besarnya efisiensi kompor sumbu

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini adalah kompor sumbu termodifikasi yang dapat dipergunakan dengan bahan bakar minyak nabati dan campuran minyak nabati dengan minyak tanah yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat pengguna kompor sumbu untuk aktifitas memasak, pemanfaatan energi terbarukan khususnya minyak nabati sebagai sumber energi dalam pemakaiannya sebagai bahan bakar kompor, sehingga diharapkan dapat sebagai pemacu diversifikasi energi dan diharapkan dapat menjadi salah satu bentuk nyata dari desa mandiri energi.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji komoditas hasil pertanian berupa minyak kelapa, minyak jarak pagar, minyak kacang tanah, minyak bintaro, dan minyak jelantah sebagai bahan bakar alternatif pengganti dan atau pensubstitusi minyak tanah pada kompor sumbu melalui kajian sifat termofisik minyak nabati serta campurannya dengan minyak tanah, modifikasi sistim kompor sumbu dan pengujian efisiensi pembakaran. Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi dari kompor sumbu yang ada berdasarkan hasil pengujian sifat termofisik minyak nabati yang meliputi densitas, kekentalan, tegangan permukaan, nilai kalor, kemampuan nyala, sifat kapilaritas dan model matematika kapilarisasi minyak pada sumbu. Percobaan dimulai dari pengumpulan bahan baku sumber minyak nabati yaitu kacang tanah, buah kelapa, buah bintaro, biji jarak pagar, dan minyak jelantah.

Pengujian densitas dilakukan dengan metode piknometer, kekentalan dengan metode viskosimeter, dan tegangan permukaan dengan metode cincin du Nouy. Semua pengujian dilakukan dengan tiga ulangan pada tiga suhu yang berbeda. Untuk pengujian nilai kalor digunakan metode kalorimeter dengan tiga


(29)

kali ulangan. Pengujian kemampuan nyala minyak nabati dilakukan untuk setiap jenis minyak pada dua jenis sumbu. Sumbu yang dipergunakan merupakan sumbu yang umum ada dipasaran dan banyak dibeli oleh pengguna kompor sumbu. Pengujian juga dilakukan terhadap komposisi bahan penyusun sumbu dan porositas sumbu. Pada pengujian kemampuan nyala dilihat ketinggian lidah api dan lama nyala api dapat bertahan. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa minyak nabati dapat terbakar pada saat dipergunakan sebagai bahan bakar kompor sumbu. Pada pengujian sifat kapilaritas, data yang diperoleh adalah waktu yang diperlukan minyak untuk naik sepanjang sumbu pada setiap jarak satu sentimenter. Untuk menggambarkan peristiwa kapilarisasi minyak sepanjang sumbu dibangun sebuah persamaan model matematika yang dapat dipergunakan untuk menduga waktu yang diperlukan oleh minyak naik sepanjang sumbu. Dari data ketinggian dan waktu, hasil model matematika dipergunakan untuk menentukan jenis modifikasi yang akan dipilih pada kompor sumbu.

Gambar 1 Skema Keterkaitan antar bab.

Untuk melihat kinerja kompor hasil modifikasi dilakukan pengujian dimulai dari pengukuran suhu minyak, diteruskan dengan efisiensi pembakaran. Pengujian efisiensi menggunakan metode water boiling test (WBT). Pencatatan suhu dilakukan terhadap suhu minyak dalam tangki, suhu air dalam panci untuk setiap selang waktu dua menit dilakukan dengan alat pencatat suhu digital tipe

Uji Kapilarisasi

Spesifikasi minyak Spesifikasi sumbu

Uji Nyala

Simulasi/Optimasi

Modifikasi Kompor Model Matematika


(30)

hibrid. Pencatatan dihentikan pada saat air mencapai suhu simeringnya dan dilakukan dengan tiga ulangan untuk setiap jenis modifikasi dan untuk setiap jenis minyak. Efisiensi dihitung sebagai perbandingan energi masuk panci terhadap energi yang terkandung dalam bahan bakar, sedangkan konsumsi bahan bakar dihitung dari pengurangan berat minyak sebelum dan sesudah pengujian.

Keterkaitan antar Bab

Untuk mendapatkan kompor yang dapat dipergunakan dengan bahan bakar minyak nabati murni, penelitian dilakukan dalam bentuk percobaan-percobaan atau pengujian-pengujian yang saling terkait. Keterkaitan antar bab digambarkan secara sederhana pada Gambar 1. Pengujian laboratorium dilakukan untuk melihat sifat termofisik minyak dan sifat fisik sumbu. Data yang diperoleh, diolah dan dipergunakan untuk melakukan validasi model matematika kapilarisasi sebagai dasar melakukan modifikasi terhadap kompor sumbu yang sudah ada. Terdapat tiga tahapan didalam penelitian ini, pertama, kajian terhadap kemungkinan penggunaan bahan bakar minyak jelantah dan minyak nabati sebagai pengganti minyak tanah yang akan dipakai dalam kompor sumbu. Didalam kajian tersebut dilakukan pengujian sifat termofisik meliputi densitas, kekentalan, dan tegangan permukaan minyak kelapa, minyak jelantah, minyak kacang tanah, minyak bintaro, dan minyak jarak pagar. Pembahasan mengenai pemanfaatan minyak nabati tersebut ditulis dalam Bab 2. Selanjutnya pada tahap kedua, dilakukan pengujian kemampuan nyala untuk setiap jenis minyak pada dua jenis sumbu yang dipaparkan dalam Bab 3. Dari hasil pengujian kemampuan nyala diharapkan akan diperoleh informasi jenis minyak terhadap jenis sumbu yang memberikan kualitas nyala yang paling baik, yang nantinya akan dipergunakan pada kompor.

Dalam Bab 4, dipaparkan kajian sifat kapilaritas dari minyak kelapa, minyak jelantah, minyak kacang tanah, minyak bintaro, dan minyak jarak pagar serta campurannya dengan minyak tanah. Pengujian ini untuk melihat kecepatan naiknya minyak uji pada sumbu. Dari hasil pengujian kecepatan kapilarisasi dan model matematika kapilarisasi yang dibentuk diharapkan akan diperoleh


(31)

informasi yang dipergunakan untuk menentukan jenis modifikasi yang diperlukan. Pemaparan pekerjaan modifikasi disampaikan dalam Bab 5.

Pada Bab 6, dipaparkan hasil pengujian efisiensi pembakaran dari minyak nabati dan campurannya dengan minyak tanah pada kompor sumbu yang telah melalui modifikasi, termasuk hasil pengujian kompor sumbu konvensional melalui pengujian WBT. Tahap terakhir adalah pembahasan umum di Bab 7 dan Bab 8 sebagai bab terakhir berisi kesimpulan umum dan saran.


(32)

2 PENGUJIAN SIFAT TERMOFISIK MINYAK NABATI

Pendahuluan

Dalam penerapan kebijakan energi yang dikeluarkan pemerintah, penerapan teknologi-teknologi yang dapat mengurangi kebutuhan minyak tanah menjadi bagian penting. Salah satu bentuk yang terus dikembangkan adalah pemakaian bahan bakar minyak nabati yang bersifat terbarukan sebagai pengganti minyak tanah dengan memperhatikan sumber daya lokal yang ada (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007). Sebagai negara tropis Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai sumber minyak nabati, seperti kelapa, kacang tanah, jarak pagar, nyamplung, bintaro, dan sebagainya. Sebagian besar minyak nabati dapat digunakan untuk bahan bakar kompor baik yang menggunakan sumbu maupun kompor tekan dan lampu minyak dengan melakukan beberapa modifikasi pada peralatan tersebut. Minyak nabati dan minyak jelantah memiliki sifat fisika dan kimia yang berbeda dengan minyak tanah(Reksowardojo 2008). Pada kompor tekan, minyak nabati menyisakan kerak setelah pembakaran dan menyumbat lubang nosel, sedangkan pada kompor sumbu akan mengakibatkan mengerasnya sumbu kompor yang akan menghambat kapilaritas minyak selanjutnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang kompor yang mampu beradaptasi dengan sifat-sifat minyak tersebut terutama pada sifat densitas dan kekentalannya (Reksowardojo 2008).

Terdapat dua kemungkinan penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif terutama untuk kompor. Pertama, menggunakan secara langsung minyak nabati yang memiliki karakter hampir sama dengan minyak tanah, atau melakukan karakterisasi minyak sehingga sesuai dengan kebutuhan kompor dan kedua, melakukan modifikasi kompor untuk disesuaikan dengan karakteristik minyak nabati tersebut (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007). Dalam penelitian ini dilakukan dua tahapan penelitian, yaitu mempergunakan minyak nabati secara langsung dan melakukan modifikasi kompor sesuai dari hasil percobaan tahap pertama.


(33)

Minyak Nabati

Minyak nabati atau plant oil adalah minyak yang diperoleh dari tanaman melalui proses ekstraksi dari biji, buah atau pun bagian lain dari suatu tanaman. Cukup banyak tanaman di Indonesia sebagai sumber penghasil minyak nabati, misalnya kelapa, kacang tanah, nyamplung, kelapa sawit, jarak pagar, bunga matahari dan lainnya. Minyak nabati murni adalah minyak nabati hasil pengempaan langsung (pure plant oil atau straight plant oil) yang belum maupun sudah dimurnikan atau disaring, namun tanpa dirubah susunan kimianya (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007). Untuk dapat dijadikan sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah, minyak nabati harus memiliki karaketristik yang hampir sama dengan minyak tanah. Salah satu karakteristik yang paling utama adalah angka kekentalan. Minyak nabati memiliki angka kekentalan yang sangat tinggi, sehingga pada pemakainnya minyak nabati harus mengalami proses-proses tertentu untuk menurunkan angka kekentalannya. Kekentalan minyak nabati berkisar antara 50 sampai 97,7 mm2 per detik, sedang minyak tanah hanya 2,2 mm2 per detik (Rahmat 2007). Demikian pula titik bakar minyak nabati berkisar antara 270 hingga 340 0C, padahal minyak tanah sekitar 50 hingga 55 0C (Lide &Frederikse 1995, diacu dalam Puslitbun 2007). Beberapa jenis proses yang dapat dipakai untuk menurunkan angka kekentalan adalah dengan merubah minyak menjadi senyawa ester melalui reaksi esterifikasi dan atau transesterifikasi, pengenceran dengan pelarut organik tertentu dan melalui proses mikro emulsi(Knothe et al. 2004).

Menggantikan minyak tanah dengan minyak nabati murni langsung belum dikenal secara luas oleh masyarakat. Minyak nabati terutama minyak yang diperoleh langsung dari pengempaan seperti jarak pagar, bintaro dan kacang tanah masih mengandung gum yang menyumbat pada pori sumbu pada kmpor sumbu sehingga suplai bahan bakar tidak kontinyu bahkan dapat menghasilkan kerak sisa pembakaran dan menyebabkan nosel tersumbat pada kompor bertekanan. Titik bakar yang cukup tinggi dari minyak murni, memerlukan proses pembakaran tertentu untuk menghasilkan penyalaan yang baik (Reksowardjoyo 2008). Oleh karena itu, penggunaan minyak murni memerlukan peralatan atau kompor khusus.


(34)

Sifat fisikokimia yang berbeda menyebabkan kompor semacam ini harus dimodifikasi agar dapat digunakan untuk BBN (Puslitbun 2007). Sedangkan untuk pemakaian kompor sumbu, minyak harus memiliki kekentalan yang kecil sehingga proses perambatan minyak melalui sumbu dapat berlangsung secara cepat agar proses pembakaran berlangsung secara kontinyu.

Minyak Kelapa

Kelapa (Cocus nucifera) merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial bagi Indonesia selain kakao, kopi, sawit, vanili, dan lada. Komoditas ini telah lama dikenal dan hampir ditanam di seluruh Indonesia, terutama di daerah pantai. Sentra produksinya menyebar di Sumatra, Jawa, Sulawesi, NTT dan Maluku. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar memiliki kebun kelapa terluas di dunia, dengan luas sekitar empat juta hektar yang tersebar di seluruh wilayah nusantara (Dishutbun 2007).

Gambar 2 Daging dan minyak kelapa.

Minyak kelapa yang diperoleh melalui proses fermentasi dingin berwarna cerah dan jernih seperti tampak pada Gambar 2. Secara umum kandungan minyak kelapa tersusun atas asam laurat 51,10%, asam miristat 12,63%, asam kapriliat 8,90%, asam palmitat 7,23%, asam kaprat 7,12%, dan asam linoleat 6,32%. (Heyne 1987). Komposisi proksimat daging kelapa tua yang segar dan yang kering (kopra), disajikan pada Tabel 3. Metode pengambilan minyak-lemak dari daging buah kelapa secara umum dibagi menjadi dua, yaitu proses basah (akuatik) dan proses kering. Bahan mentah proses basah adalah daging kelapa tua segar, sedang bahan mentah proses kering adalah kopra (daging kelapa tua kering). Proses kering adalah pilihan baku pengolahan skala pabrik berskala


(35)

menengah dan besar, sedang proses basah lazim dilakukan pengrajin dan industri skala kecil atau koperasi. Proses basah masih terus dikembangkan untuk penerapan dalam skala besar, karena mutu minyak dan produk sampingnya unggul (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007).

Tabel 3. Komposisi proksimat daging kelapa tua segar dan kopra (% berat) Komponen Daging kelapa tua segar Kopra

Air 35,0 – 52,5 2,6 – 6,0

Minyak-lemak 34,7 – 44,1 66,0 – 74,0

Protein 2,7 – 5,5 4,5 – 7,5

Karbohidrat 9,0 – 11,3 17,0 – 20,0

Serat kasar 2,1 – 3,4 4,5 – 7,2

Abu 0,8 – 1,3 2,3 – 3,5

Minyak kelapa untuk bahan bakar kompor diperoleh melalui proses basah dengan fermentasi ragi. Proses ini tidak memerlukan pemanasan, diagram alir proses pembuatan minyak kelapa seperti ditunjukkan pada Gambar 3 (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007).


(36)

Minyak Jarak

Jarak pagar dengan nama latin Jatropha curcas L atau lebih umum dikenal dengan nama jarak pagar atau jarak saja merupakan tanaman yang dapat tumbuh di lahan kritis dan tidak membutuhkan perawatan secara khusus (Heyne 1987). Luas tanaman jarak pagar di Indonesia secara tepat tidak diketahui, tetapi dengan gencarnya wacana dan keinginan masyarakat untuk menanam jarak pagar dimulai sekitar tahun 2005, diperkirakan luas pertanaman jarak pagar di lapangan sudah mencapai ribuan hektar tanaman muda yang belum berproduksi. Luas lahan yang berpotensi sangat cocok untuk pertanaman jarak pagar di Indonesia adalah sekitar 14,2 juta hektar (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007).

Gambar 4 Biji dan minyak jarak.

Jarak merupakan tanaman semak belukar atau pohon dengan tinggi mencapai 6 meter. Memiliki banyak cabang dengan ranting yang pendek dan gemuk. Berbuah sepanjang tahun, setiap buah berisi tiga sampai lima biji berwarna hitam, sedangkan minyaknya berwarna coklat jernih seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Tanaman jarak menghasilkan biji yang terdiri dari 58 sampai 65% per berat kernel dengan kandungan minyak antara 20 – 40% dari biji kering. Komposisi minyak jarak terdiri dari asam oleat 37-63% , asam linoleat 19-40%, asam palmitat 12-17%, dan asam stearat 5-6% (Heyne 1987).

Minyak Jelantah

Minyak jelantah adalah minyak goreng (minyak kelapa sawit) bekas olahan yang umumnya sudah tidak dipergunakan lagi untuk memasak atau menggoreng, berwarna coklat gelap sampai hitam tergantung dari bahan yang diolah sebelumnya (Suirta I.W 2009). Minyak goreng bekas dapat diperoleh dari


(37)

rumah tangga, restoran-restoran dan juga restoran fast food yang banyak ditemukan di kota-kota besar, selain itu juga diperoleh dari penjual berbagai gorengan atau rumah makan kecil. Biasanya, dalam rumah tangga, minyak goreng dipakai hingga berubah warna, kemudian dibuang ke saluran air atau dibuang begitu saja ke tempat sampah. Minyak goreng bekas itu dimanfaatkan pedagang kecil untuk menggoreng tahu dan jenis gorengan lainnya, padahal minyak goreng yang digunakan berulang kali dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan (Hamid A 2007). Minyak goreng bekas dapat mengatasi masalah kesulitan bahan bakar dan mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, seperti biodiesel yang sedang dikembangkan pada saat ini. Secara umum minyak jelantah mempunyai komposisi yang hampir sama dengan minyak goreng awalnya minyak kelapa sawit yaitu 53% asam oleat, 25% asam palmitat, dan 22% asam stearat (Heyne 1987).

Minyak Bintaro

Bintaro dengan nama latin Cerbera manghas L atau disebagian daerah dikenal dengan bitun merupakan perdu berbatang tegak, tinggi 3-8 meter. Batangnya berkayu, bulat licin, dan bergetah. Tumbuh disekitar aliran sungai berair payau di dataran rendah sampai 800 meter diatas permukaan laut (Heyne 1987). Saat ini belum mulai dibudidayakan sebagai salah satu komoditas perkebunan, hanya dijadikan sebagai tanaman hias di perumahan atau jalan.

Gambar 5 Buah dan minyak bintaro.

Buahnya berwarna hijau pada saat muda dan berubah menjadi merah kecoklatan pada saat tua, berbentuk bulat agak lonjong seperti mangga. Daging buah berupa serabut dan bergetah sedangkan biji dari buah tua berwarna putih yang ditutupi dengan kulit ari yang keras berwarna coklat gelap (Gambar 5). Minyak bintaro


(38)

diperoleh melalui proses ekstraksi dengan pelarut. Biji bintaro mengandung 30-60% minyak yang tersusun terutama atas 43% asam oleat, 31% asam palmitat dan 17% asam linoleat. Minyak bintaro mempunyai sifat beracun (cerebrin) disamping kandungan asam lemak esensialnya yang sangat rendah (Heyne 1987). Hal ini menyebabkan minyak bintaro tidak dapat dipergunakan sebagai minyak pangan. Dengan demikian penggunaannya sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar alternatif merupakan pilihan yang cukup tepat, sehingga tidak menggangu siklus minyak pangan.

Minyak Kacang Tanah

Kacang tanah yang memiliki nama latin Arachis Hypogeae L atau dikenal dengan nama Groundnut atau Peanut merupakan jenis tanaman kacang-kacangan yang sangat popular di IndonesiaTanaman ini berasal dari kawasan Amerika Selatan, tergolong tanaman Legum yang tumbuh baik pada ketinggian 0 - 500 m dpl dan buahnya masuk kedalam permukaan tanah untuk pemasakannya (Sadikin & Maesen 1993). Menurut Kasno A (2005) produksi kacang tanah nasional selama satu dasawarsa terakhir meningkat dengan pertumbuhan 1,56% per tahun, dengan tingkat produktivitas rata-rata 1,75–2,10 ton per hektare biji kering dan dapat dipanen pada umur 100-110 hari (Sadikin dan Maesen 1993). Satu polong biasanya berisi 1 – 6 butir biji, berbentuk silinder, halus terbungkus testa yang tipis, berwarna coklat berukuran 1 – 2 cm x 0,5 – 1 cm seperti tampak pada Gambar 6. Kacang tanah mengandung 30 – 50 % minyak yang berwarna kuning muda diperoleh melalui pengempaan hidrolik, komposisinya terutama tersusun dari 44 % asam oleat, 36 % asam linoleat, 13 % asam palmitat, dan 7 % asam stearat (Manay N & Shadaksharaswamy 1987).


(39)

Densitas

Densitas adalah salah satu sifat fisika suatu materi yang merupakan ukuran kerapatan molekul pembentuk materi(http://en.wikipedia.org/ Density). Secara matematika, densitas () dinyatakan sebagai perbandingan antara massa yang dimiliki oleh suatu materi (m) terhadap volume yang dipenuhi oleh materi tersebut (V).

[ 1]

Secara umum, densitas untuk padatan jauh lebih besar dari densitas cairan dan densitas gas. Perbedaan ini disebabkan akibat jarak antara molekul padatan jauh lebih rapat dibandingkan jarak molekul cairan dan gas. Densitas merupakan parameter yang dipengaruhi oleh suhu, persamaan empiris yang menghubungkan densitas dengan suhu adalah

[ 2]

dengan  sebagai koefisien ekspansi volumetrik.

Pada beberapa kasus, densitas lebih sering dinyatakan sebagai specific gravity

(SG). Persamaan SG dikembangkan oleh Clement (1996) dan Tat et.al (2000) yang dipergunakan untuk biodiesel (Knothe et al. 2004):

SG = yT + B [ 3]

dimana SG adalah spesifik graviti individual, T adalah suhu, y dan B adalah koefisien korelasi. Untuk SG campuran, persamaan tadi menjadi :

SG

mix =

SG

i x

X

i [ 4] dimana Xi adalah fraksi massa komponen i. Densitas (kg/m3) merupakan parameter yang penting karena berhubungan dengan kalor jenis (energy content) bahan bakar. Semakin besar densitas bahan bakar akan menghasilkan daya yang besar, akan tetapi akan menghasilkan asap yang lebih banyak. Berat jenis suatu cairan berhungan dengan berat molekul dan titik didihnya. Titik didih tersebut dipengaruhi oleh berat molekul yang menyusun zat tersebut, semakin berat


(40)

molekul zat tersebut, cenderung menjadi tinggi titik didih zat tersebut dan semakin sulit menjadi uap. Tentunya menjadi semakin sulit bereaksi dengan oksigen, dalam arti memerlukan suhu lingkungan yang tinggi untuk terjadi campuran gas dengan oksigen. Bahan bakar harus mengalami penguapan agar dapat bercampur dengan oksigen yang ada di udara.

Kekentalan

Pada suatu padatan, resistensi terhadap deformasi adalah modulus elastisitas. Modulus geser suatu padatan elastik dinyatakan sebagai (Welty et al. 1963) :

[ 5]

Seperti halnya modulus geser padatan elastik adalah properti padatan yang menghubungkan tegangan geser dengan reganagan geser, ada suatu hubungan yang serupa dengan persamaan [5] yang menghubungkan tegangan geser pada aliran paralel, laminer dengan properti fluida. Hubungan ini dikenal dengan hukum kekentalan Newton (Welty et al. 2004).

[ 6] Sehingga dapat dikatakan bahwa kekentalan suatu fluida adalah sifat fisik suatu fluida yang merupakan ukuran resistensinya terhadap laju deformasi apabila fluida dikenai gaya-gaya geser. Sebagai properti fluida, kekentalan bergantung pada suhu, komposisi, dan tekanan fluida. Dengan menuliskan kekentalan dengan simbol µ , hukum kekentalan Newton dapat ditulis sebagai (Welty et al. 1963)

[7]

Dalam hubungannya dengan suhu, persamaan yang menghubungkan besarnya

kekentalan terhadap suhu adalah (Bird et al. 1965)


(41)

dengan aproksimasi lebih jauh, persamaan [8] menjadi

[9]

Persamaan [9] memperlihatkan penurunan ekpsonensial kekentalan terhadap suhu, yang sudah banyak terbukti untuk beberapa cairan yang umum ditemukan. Akan tetapi kedua persamaan diatas memiliki prosentase kesalahan yang cukup besar yaitu sekitar 30% terutama untuk senyawa dengan jumlah atom C yang banyak (Bird et al. 1965). Kekentalan secara umum dinyatakan sebagai kekentalan kinematik dengan satuan mm2/s dan kekentalan dinamik dengan satuan sentipoise (cp) . Hubungan kedua kekentalan tersebut adalah cp = cSt. (Knothe

et al. 1987). Angka kekentalan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

tingkat keberhasilan pembakaran. Semakin besar angka kekentalannya semakin sulit pembakaran terjadi. Pada kompor sumbu, bahan bakar dengan kekentalan yang tinggi menyebabkan pembasahan sumbu akibat gaya kapilaritasnya terhambat (Knothe et al. 1987). Persamaan empiris untuk memprediksi besarnya angka kekentalan suatu bahan bakar telah banyak dikembangkan. Salah satu persamaan yang dikembangkan oleh Grunberg-Nissan adalah(Knothe et al. 1987)

[10]

dimana adalah kekentalan rata-rata campuran, adalah kekentalan individual asam lemak, Xi dan Xjadalah fraksi mol komponen ke i dan j, Gij adalah parameter interaksi jumlah komponen.

Karena senyawa asam lemak merupakan non-associated liquid yang terdiri dari campuran senyawa yang mempunyai struktur yang relatif sama, maka persamaan [10] dapat disederhanakan menjadi

[11]

dimana yi adalah fraksi masa komponen asam lemak. Persamaan lain yang dapat dipakai untuk memprediksi angka kekentalan yang pada awalnya dipakai untuk memprediksi kekentalan metil palmitat, stearat dan oleat adalah persamaan yang dikembangkan oleh Janarthanan pada tahun 1996 (Knothe et al. 1987):


(42)

[12] dimana a, b dan c adalah konstanta yang berbeda untuk setiap ester asam lemak, T adalah suhu dan  adalah kekentalan individual. Sedangkan untuk memprediksi kekentalan campurannya, persamaan tadi disederhanakan menjadi :

[13]

Tegangan Permukaan

Tegangan permukaan alah gaya yang diakibatkan oleh suatu benda yang bekerja pada permukaan zat cair setiap panjang permukaan yang menyentuh benda tersebut. Fenomena ini terjadi karena selaput zat cair dalam kondisi tegang, tegangan fluida ini bekerja paralel terhadap permukaan dan timbul dari adanya gaya tarik menarik antara molekulnya (Mohtar 2008). Tegangan permukaan  didefinisikan sebagai gaya F persatuan panjang L yang bekerja tegak lurus pada setiap garis di permukaan fluida permukaan fluida yang berada dalam keadaan tegang meliputi permukaan luar dan dalam (selaput cairan sangat tipis tapi masih jauh lebih besar dari ukururan satu molekul pembentuknya), sehingga untuk cincin dengan keliling L yang diangkat perlahan dari permukaan fluida, besarnya gaya F yang dibutuhkan untuk mengimbangi gaya-gaya permukaan fluida 2L

dapat ditentukan dari pertambahan panjang pegas halus penggantung cincin (dinamometer), sehingga tegangan permukaan fluida memiliki nilai sebesar (Mohtar 2008)

[14] dimana  = tegangan permukaan (N/m)

F = gaya (Newton)

L = panjang permukaan selaput fluida (m)

Tegangan permukaan suatu fluida di pengaruhi oleh suhu. Umumnya ketika terjadi kenaikkan suhu, nilai tegangan permukaan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena ketika suhu meningkat, molekul cairan bergerak semakin cepat


(43)

sehingga pengaruh interaksi antar molekul cairan berkurang. Akibatnya nilai tegangan permukaan juga mengalami penurunan. Menurut Eötvös, jika V adalah volume molar dan Tc suhu kritik cairan, maka tegangan permukaan cairan sebagai fungsi suhu adalah ( Gennes et al. 2002)

[15] dengan j adalah konstanta yang berlaku untuk semua jenis fluida ( 2,1×10−7 J/(K mol−2/3).

Tujuan penelitian

Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin diperoleh adalah mendapatkan data pengaruh suhu terhadap densitas, kekentalan, dan tegangan permukaan minyak nabati dan campuran minyak nabati dengan minyak tanah serta nilai kalor minyak nabati.

Bahan dan Metode Waktu dan Tempat

Penelitian untuk pengujian kekentalan dan densitas minyak tanah, minyak nabati, dan campuran minyak tanah dengan minyak nabati dilakukan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen Teknologi Pertanian IPB, dengan waktu penelitian dimulai dari Juni 2007 sampai September 2007. Sedangkan untuk pengujian tegangan permukaan dilakukan di Balai Besar Bahan Industri Jakarta.

Bahan

Pada pengujian kekentalan, densitas, tegangan permukaan, dan nilai kalor minyak dilakukan dengan menggunakan minyak kelapa, minyak kacang tanah, minyak bintaro, minyak jarak, minyak jelantah, dan minyak tanah sebagai kontrol serta campuran minyak nabati dengan minyak tanah.


(44)

Alat

Alat yang dipergunakan adalah piknometer dengan volume 5 ml, viskosimeter Ostwald, neraca torsi Du Noy, pencatat waktu digital, penangas air yang dilengkapi pengatur suhu, neraca analitis, alat-alat gelas kimia, dan kolom kaca.

Prosedur Percobaan

Percobaan diawali dengan pengujian densitas minyak minyak kelapa, minyak jarak, minyak kacang tanah, minyak bintaro, minyak jelantah, minyak tanah, dan campurannya dengan perbandingan 1:1 (volume) pada suhu 30, 50 dan 70oC dengan menggunakan piknometer berukuran 5 ml dan penimbangan dilakukan dengan neraca analitis satu pinggan. Untuk pengujian kekentalan minyak minyak kelapa, minyak kacang tanah, minyak bintaro, minyak jarak, minyak jelantah, minyak tanah, dan campurannya dengan perbandingan 1:1(v) pada suhu 30, 50 dan 70oC digunakan viskosimeter Ostwald dengan ukuran volume 10 ml. Pengujian tegangan permukaan dilakukan dengan metode cincin du Nouy, 5 ml cairan uji ditempatkan kedalam bejana dan cincin dimasukkan ke dalam minyak, besarnya tegangan permukaan diukur dengan pengaturan ulir pengangkat cincin.

Hasil dan Pembahasan Pengujian Densitas dan Kekentalan

Minyak Tanah

Densitas minyak tanah pada suhu kamar adalah 0,8228 gr/l. Dengan bertambah tingginya suhu, densitas minyak tanah mengalami penurunan seperti tampak pada Gambar 7. Sesuai dengan pengertian densitas merupakan perbandingan massa suatu materi dalam hal ini fluida terhadap volumenya. Kenaikkan suhu mengakibatkan bergesernya jarak molekul dalam minyak tanah menjadi lebih besar, sehingga akibat bertambahnya jarak antara molekul, jumlah molekul yang mengisi satu satuan volume menjadi lebih kecil sedangkan volumenya menjadi lebih besar. Dengan bertambah besar volume maka merujuk persamaan [1], angka


(45)

densitas menjadi lebih kecil. Berdasarkan persamaan [2] tampak dengan bertambah besarnya suhu akan memperkecil nilai densitas (). Besarnya penurunan densitas minyak tanah mengikuti persamaan  = -0,01 ln(T) + 0,864 dengan besarnya koefisien determinan 0,949.

Gambar 7 Pengaruh suhu terhadap densitas minyak tanah.

Sedangkan untuk kekentalan minyak tanah, dari hasil pengujian dengan menggunakan metode Ostwald, kekentalan minyak minyak tanah menjadi semakin kecil dengan bertambahnya suhu seperti tampak pada Gambar 8.

Gambar 8 Pengaruh suhu terhadap kekentalan minyak tanah.

Kenaikkan suhu akan mengakibatkan turunnya ikatan antar molekul, yang secara langsung berpengaruh terhadap tegangan geser dari fluida tersebut. Dengan bertambah kecilnya tegangan geser, sesuai dengan persamaan [6], angka kekentalan menjadi lebih kecil. Hal ini diperkuat dengan hubungan

dengan T adalah suhu (Wazer et al. 1963), maka dapat dilihat bahwa dengan naiknya nilai T atau bertambah besarnya suhu, angka kekentalan menjadi lebih kecil. Penurunan kekentalan minyak tanah mengikuti persamaan  = -0,016 T +

= -0,01ln(T) + 0,864, R² = 0,949

0.812 0.814 0.816 0.818 0.820 0.822 0.824 0.826

20 30 40 50 60 70 80

d e n si tas, g/m l

suhu,oC

= -0,016T + 2,003, R² = 0,981 0.00

0.50 1.00 1.50

20 30 40 50 60 70 80

ke ke n talan, m m 2/s


(46)

2,003 dengan besarnya koefisien determinan 0,981. Dengan adanya kenaikkan suhu, besarnya tegangan geser dan koefisien gesek dari minyak terhadap dinding menjadi lebih kecil.

Gambar 9 Kekentalan minyak tanah.

Bila ditinjau dari persamaan [9], besarnya penurunan kekentalan minyak tanah hasil pengujian memiliki bentuk kurva yang sama dengan kurva dari persamaan Newton-Trouton (Gambar 9).

Minyak Kelapa

Densitas minyak kelapa pada suhu kamar adalah 0,9588 gr/l sedikit lebih besar dari minyak tanah. Dari Gambar 10 tampak dengan naiknya suhu, besarnya densitas minyak kelapa semakin kecil.

(a) (b)

Gambar 10 Pengaruh suhu terhadap densitas (a) dan kekentalan (b) minyak kelapa.

Besarnya penurunan densitas minyak kelapa seperti tampak pada Gambar 10(a), mengikuti persamaan  = -0,01 ln(T) + 1,023 dengan besarnya koefisien

0.80 1.00 1.20 1.40 1.60

20 30 40 50 60 70 80

ke ke n talan, (m m 2/s)

suhu, oC

eksperimental Newton-Trouton

= -0,01ln(T) + 1,023 R² = 0,929 0.940

0.945 0.950 0.955 0.960

20 30 40 50 60 70 80

d e n si tas, g/m l

suhu,oC

= -0,545T + 46,35 R² = 0,915 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0

20 30 40 50 60 70 80

ke ke n talan, m m 2/s


(47)

determinan 0,929. Menurut Reid dalam Bird et al. (1987) dengan adanya kenaikkan suhu, jarak molekul dalam minyak tanah menjadi lebih besar, sehingga akibat bertambahnya jarak antara molekul, jumlah molekul yang mengisi satu satuan volume menjadi lebih kecil. Sedangkan untuk kekentalan minyak kelapa, diperoleh bahwa kekentalan minyak kelapa jauh lebih besar dibandingkan dengan angka kekentalan minyak tanah.

Menurut Knothe et.al (2004) semakin panjang jumlah atom C penyusun asam lemak maka akan semakin besar angka kekentalannya dan semakin banyaknya ikatan rangkap dua pada senyawa asam lemak tersebut, maka akan semakin besar pula angka kekentalannya. Minyak tanah tersusun atas senyawa alifatik jenuh berantai C11 sampai C15, sedangkan minyak kelapa tersusun atas

senyawa asam lemak bersuku C tinggi dan senyawa trigliserida dari asam lemak penyusunnya dengan C14 sampai C16. Semakin besar jumlah C penyusunnya,

maka densitasnya memiliki kecenderungan bertambah besar. Begitu pula hal ini berlaku untuk minyak tanah. Besarnya angka kekentalan minyak kelapa hampir 30 kali lebih besar dari angka kekentalan minyak tanah.

Gambar 11 Kekentalan minyak kelapa.

Seperti halnya minyak tanah, kekentalan minyak kelapa mengalami penurunan dengan bertambah besarnya suhu, seperti tampak pada Gambar 10(b), mengikuti persamaan  = -0,545T + 46,35 dengan besarnya koefisien determinan 0,915. Bentuk kurva penurunan kekentalan minyak kelapa terhadap suhu seperti

0 5 10 15 20 25 30

20 30 40 50 60 70 80

ke

ke

n

talan,

(m

m

2/s)

suhu, oC


(48)

ditunjukkan oleh Gambar 11 memiliki kecenderungan yang sama dengan kurva kekentalan menurut hukum kekentalan Newton (Persamaan [9]) dengan prosentase kesalahan yang cukup besar yaitu 34%.

Minyak Jelantah

Hasil pengujian untuk minyak jelantah, densitasnya tidak jauh berbeda dengan dengan densitas minyak kelapa, yaitu 0,9468 g/ml, sedikit lebih kecil dibandingkan dengan minyak kacang tanah. Minyak jelantah yang dipergunakan adalah minyak bekas (bekas proses penggorengan) dari minyak goreng yang umumnya berasal dari minyak kelapa sawit. Pada minyak jelantah, asam lemak penyusunnya hampir sama dengan minyak kelapa sawit secara umum yaitu lebih didominasi oleh dari asam lemak dengan jumlah atom C16 sampai C 18.

(a) (b)

Gambar 12 Pengaruh suhu terhadap densitas (a) dan kekentalan (b) minyak jelantah.

Besarnya penurunan densitas minyak jelantah terhadap kenaikkan suhu seperti tampak pada Gambar 12(a) mengikuti persamaan  = -0,01Ln(T) + 0,980 dengan besarnya koefisien determinan 0,981. Sedangkan untuk kekentalan minyak jelantah yang tampak pada Gambar 12(b), besarnya penurunan kekentalan minyak jelantah mengikuti persamaan  = -0,041t2 + 1,518t + 24,67 dengan besarnya koefisien determinan 0,989.

= -0,01ln(T) + 0,980 R² = 0,981

0.938 0.940 0.942 0.944 0.946 0.948

20 30 40 50 60 70 80

d e n si tas, g/m l

suhu, oC

= - 0,041T2+ 1,518T

+ 24,67 R² = 0,989

10.0 20.0 30.0 40.0 50.0

20 30 40 50 60 70 80

ke ke n talan, m m 2/s


(49)

Minyak Jarak Pagar

Minyak jarak pagar yang dipergunakan adalah minyak jarak pagar yang belum mengalami purifikasi lebih lanjut. Minyak jarak pagar memiliki densitas paling kecil dibandingkan dengan densitas minyak nabati lainnya, yaitu 0,9156 g/ml. Besarnya penurunan densitas minyak jarak terhadap suhu mengikuti persamaan  = -0,0001T + 0,919 dengan besarnya koefisien determinan 1,000 seperti tampak pada Gambar 13(a).

(a) (b)

Gambar 13 Pengaruh suhu terhadap densitas (a) dan kekentalan (b) minyak jarak pagar.

Penurunan kekentalan minyak jarak pagar sebagai fungsi suhu seperti tampak pada Gambar 13(b) mengikuti persamaan linear  = 0,014T2 – 2,408T + 107,6 dengan besarnya koefisien determinan 0,996.

Minyak Kacang Tanah

Hasil pengujian untuk minyak kacang tanah, densitasnya tidak jauh berbeda dengan dengan densitas minyak kelapa, yaitu 0,8615 g/ml, sedikit lebih kecil dibandingkan dengan minyak kacang tanah. Minyak kacang tanah yang dipergunakan adalah minyak hasil pengempaan langsung. Pada minyak kacang tanah, asam lemak penyusunnya didominasi oleh dari asam lemak dengan jumlah atom C 18.

= -0,0001T + 0.919 R² = 1 0.909 0.910 0.911 0.912 0.913 0.914 0.915 0.916

20 30 40 50 60 70 80

d e n si tas, g/m l

suhu, oC

= 0,014T2- 2,408T + 107,6

R² = 0,996

5.0 15.0 25.0 35.0 45.0 55.0

20 30 40 50 60 70 80

ke ke n talan, m m 2 /s


(50)

(a) (b)

Gambar 14 Pengaruh suhu terhadap densitas (a) dan kekentalan (b) minyak kacang tanah.

Besarnya penurunan densitas minyak kacang tanah terhadap kenaikkan suhu seperti tampak pada Gambar 14(a) mengikuti persamaan  = -0,02Ln(T) + 0,955 dengan besarnya koefisien determinan 0,895. Sedangkan untuk kekentalan minyak kacang tanah yang tampak pada Gambar 14(b), besarnya penurunan kekentalannya mengikuti persamaan  = -0,733t + 63,28 dengan besarnya koefisien determinan 0,971.

Minyak Bintaro

Minyak bintaro yang dipergunakan adalah minyak bintaro hasil ekstraksi biji bintaro dengan pelarut (choloroform:metanol pada perbandingan volume 3:1). Minyak bintaro memiliki densitas paling besar dibandingkan dengan densitas minyak nabati lainnya, yaitu 0,9648 g/ml. Besarnya penurunan densitas minyak jarak terhadap suhu mengikuti persamaan  = -0,0001T + 0,975 dengan besarnya koefisien determinan 0,990 seperti tampak pada Gambar 15(a). Sementara kekentalannya 44 mm2/detik Penurunan kekentalan minyak bintaro sebagai fungsi suhu seperti tampak pada Gambar 15(b) mengikuti persamaan linear  = 0,528T + 60,62 dengan besarnya koefisien determinan 0,941.

= -0,02ln(T) + 0,955 R² = 0,895

0.835 0.840 0.845 0.850 0.855 0.860 0.865 0.870

20 40 60 80

d e n si tas, g/m l

suhu, oC

= -0,733T+ 63,28 R² = 0,971

0.00 15.00 30.00 45.00

20 40 60 80

ke ke n talan, m m 2/s


(1)

DATA PARAMETER

suhu 30oC

phi 3.1429

teg.permukaan

,gr/s2 28.4500 a1 0.21185202

porositas,  0.6896 a2 0.0406922

densitas ,  ( gr/cm3) 0.8228 a3 0.00013122

viskositas, cm2/s 0.01485

gravitasi , g (cm/s2) 980.0000 a1/a3 1614.5036

jari-jari, R (cm) 0.0002 a1.a2/a3^2 500675.827

sudut kontak,  0.0000 C1 7566711.71

tortuosity,  1.0000

KURVA MODEL

h t perc t model

0 0 0

1 4 2.597520804

2 13 10.3678604

3 25 23.27792446

4 38 41.29493521

5 59 64.38642747

6 81 92.52024462

7 123 125.6645347

8 152 163.7877468

9 201 206.8586268

10 252 254.8462142

0 2 4 6 8 10 12

0 100 200 300

h

,

cm

t, detik

t model t perc

C

t

h

a

a

a

a

a

h

a

ln

|

2

3

|)

3

2

3

(

1

2



8

1

a

a

2

2

R

cos

2

3

g

R


(2)

MINYAK JARAK PAGAR

DATA PERCOBAAN

t, detik h, cm

0 0

16 1

57 2

159 3

272 4

454 5

765 6

1078 7

1661 8

2000 9

2538 10

PERSAMAAN KURVA Y = 1.765 LN (x) - 5.109

ATAU h = 1.765 LN (t) - 5.109

dh/dt = 1.765 / t

OPTIMASI PARAMETER

t, detik h, mm dh/dt A B C total

0 0

16 1 0.110 0.0301 0.1679 0.0001 0.1378

57 2 0.031 0.0301 0.0942 0.0002 0.0643

159 3 0.011 0.0301 0.0507 0.0003 0.0209

272 4 0.006 0.0301 0.0395 0.0005 0.0098

454 5 0.004 0.0301 0.0296 0.0006 0.0000

765 6 0.002 0.0301 0.0211 0.0007 0.0084

1078 7 0.002 0.0301 0.0174 0.0008 0.0119

1661 8 0.001 0.0301 0.0129 0.0009 0.0163

2000 9 0.001 0.0301 0.0121 0.0010 0.0170

2538 10 0.001 0.0301 0.0106 0.0011 0.0184

total 3.05E-01

y = 1.765ln(x) - 5.109

-1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

h

,

cm

t,detik

cos

2

R

A

B8h dhdt

0 8

cos

2   g R2h

dt dh h

R     


(3)

DATA PARAMETER

suhu 70oC

phi 3.1429

teg.permukaan ,gr/s2 24.3700 a1 1.52180095

porositas,  0.6896 a2 0.03014286

densitas ,  ( gr/cm3) 0.9502 a3 0.00011332

viskositas, cm2/s 0.09237

gravitasi , g (cm/s2) 980.0000 a1/a3 13428.9991

jari-jari, R (cm) 0.0002 a1.a2/a3^2 3572019.61

sudut kontak,  0.0000 C1 8219553.6

tortuosity,  1.0000

KURVA MODEL

h t perc t model

0 0 0

1 16 25.18005486

2 57 100.4692745

3 159 225.4943951

4 272 399.8863083

5 454 623.2799994

6 765 895.3144871

7 1078 1215.632764

8 1661 1583.88174

9 2000 1999.712182

10 2538 2462.778662

0 2 4 6 8 10 12

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

h

,

cm

t, detik

t model

C

t

h

a

a

a

a

a

h

a

ln

|

2

3

|)

3

2

3

(

1

2



8

1


(4)

Lampiran 3. Simulasi Ketinggian Kolom Sumbu

jenis minyak

mt mjp mk mkt mj mb suhu 30oC

FCR g/menit 0,56 0,33 0,36 0,32 0,30 0,37 densitas g/ml 0,8228 0,9156 0,9468 0,9615 0,9588 0,9648 FCR ml/menit 0,68060 0,36042 0,38023 0,33281 0,31289 0,38350 cm3/menit 0,68060 0,36042 0,38023 0,33281 0.31289 0,38350 jari jari sumbu cm 1 1 1 1 1 1 Luas permukaan

sumbu cm2 3,1429 3,1429 3,1429 3,1429 3.1429 3,1429 porositas sumbu 0,7265 0,7265 0,7265 0,7265 0,7265 0,7265 dh/dt cm/menit 0,0050 0,0026 0,0028 0,0024 0,0023 0,0028 suhu 50oC

FCR g/menit 0,56 0,33 0,36 0,32 0,3 0,37 densitas g/ml 0,8118 0,9128 0,9428 0,954 0,9528 0,9599 FCR ml/menit 0,6898 0,3615 0,3818 0,3354 0,3149 0,3855 cm3/menit 0,6898 0,3615 0,3818 0,3354 0,3149 0,3855 Luas permukaan

sumbu cm2 3,1429 3,1429 3,1429 3,1429 3,1429 3,1429 porositas sumbu 0,7265 0,7265 0,7265 0,7265 0,7265 0,7265 dh/dt cm/menit 0,0050 0,0026 0,0028 0,0024 0,0023 0,0028 suhu 70oC

FCR g/menit 0,56 0,33 0,36 0,32 0,3 0,37 densitas g/ml 0,8128 0,91 0,9388 0,9408 0,9441 0,9508 FCR ml/menit 0,6890 0,3626 0,3835 0,3401 0,3178 0,3891 cm3/menit 0,6890 0,3626 0,3835 0,3401 0,3178 0,3891 Luas permukaan

sumbu cm2 3,1429 3,1429 3,1429 3,1429 3,1429 3,1429 porositas sumbu 0,7265 0,7265 0,7265 0,7265 0,7265 0,7265 dh/dt cm/menit 0,0050 0,0026 0,0028 0,0025 0,0023 0,0028


(5)

Persamaan yang dipergunakan

:

Menghitung ketinggian kolom sumbu untuk setiap suhu

suhu,

o

C

JENIS MINYAK

MJP

MK

MKT

MJ

MB

30 2,02 1,95 1,59 1,18 1,35

50 3,98 2,90 2,14 2,45 1,51

55 4,24 3,15 2,40 3,33 2,22

70 7,28 3,26 2,55 4,00 2,34

Ketinggian yang dapat memenuhi semua jenis minyak adalah diantara 2,22 – 3,15 cm

Menentukan besarnya FCR untuk setiap ketinggian kolom sumbu

FCR, ml/menit

minyak tanah minyak jarak pagar minyak kelapa h,cm 30oC 50oC 70oC 30oC 50oC 70oC 30oC 50oC 70oC

5 0,081 0,097 0,307 0,003 0,005 0,003 0,003 0,004 0,005 4 0,101 0,122 0,385 0,003 0,007 0,003 0,004 0,006 0,006 3 0,135 0,163 0,516 0,005 0,009 0,005 0,005 0,008 0,009 2 0,202 0,246 0,776 0,007 0,014 0,007 0,008 0,011 0,013

minyak kacang tanah minyak jelantah minyak bintaro h,cm 30oC 50oC 70oC 30oC 50oC 70oC 30oC 50oC 70oC

5 0,002 0,003 0,004 0,002 0,003 0,005 0,002 0,002 0,004 4 0,003 0,004 0,004 0,002 0,004 0,007 0,003 0,003 0,005 3 0,004 0,005 0,006 0,003 0,005 0,009 0,004 0,004 0,006 2 0,006 0,007 0,009 0,004 0,008 0,013 0,005 0,006 0,010

dt dh h r g r

h

 )

cos 2

(

8

2







8 1

a a22

r

cos

2

3 g r

a

)) 1 / 3 ( / (

) 1 / 2 (

a a dt dh

a a h

 


(6)

Lampiran 4. Hasil Simulasi Suhu Minyak dan Air Pada Kompor Dengan

Pemindah Panas

dTm/dt = (mCp)pb/(mCp)m (Tr-Tpb) - 2huApb/(mCp)m (Tu-Tpb) -

2L

tm

U/(mCp)

tm

ln(r2/r1)

tm

(Tu-Tm)

dTa/dt = kpAp/(mCp)a (Ta-Tp) +



A/(mCp)a (Tp

4

-Tud4) -

ApaU(mCp)a /(Tu-Ta)

25.00 35.00 45.00 55.00 65.00 75.00 85.00 95.00 105.00

0 10 20 30 40

suhu,

oC

waktu, menit