1
Rizki Rachmani, 2014 Perencanaan teknik role playing untuk mereduksi agresif siswa
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan bukan lagi diterjemahkan sebagai bentuk pembelajaran formal yang ditujukan untuk mengasah kemampuan berpikir saja. Pendidikan lebih diarahkan untuk membantu peserta
didik menjadi mandiri dan terus belajar selama rentang kehidupan yang dijalaninya sehinga memperoleh hal-hal yang membantu menghadapi tantangan dalam menjalani kehidupan.
Pendidikan itu sendiri dapat diartikan sebagai upaya mencerdaskaa bangsa, menanamkan nilai- nilai moral agama, membina kepribadian, mengajarkan pengetahuan, melatih kecakapan,
memberikan bimbingan, arahan , tuntutan, teladan dan disiplin. Pendidikan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, namun dalam lingkup formal,
pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik melaksanakan kegiatan bimbingan,
pengajaran dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya baik yang menyangkut aspek moral- spiritual, intelektual, emosional maupun sosial.
Di lingkungan sekolah, guru mengemban tugas untuk menstimulus dan membina perkembangan intelektual siswa serta membina pertumbuhan nilai-nilai, sikap dan perilaku
dalam diri siswa. Sekolah juga merupakan lingkungan yang khusus mengubah tingkah laku secara menetap dalam hubungan seluruh perkembangan kepribadian sebagai anggota
masyarakat. Menurut Hurlock Yusuf, 2001:95 sekolah merupakan faktor penentu bagi
perkembangan kepribadian anak siswa, baik dalam cara berpikir, bersikap maupun cara berperilaku. Dengan demikian diharapkan remaja tidak melakukan hal-hal yan tidak sesuai atau
bahkan memperlihatkan perilaku yang tidak sesuai dan menjadi salah satu pusat perhatian saat ini adalah tindakan kekerasan yang dikenal dengan perilaku agresif.
Perilaku agresif siswa di sekolah sudah menjadi masalah yang universal Neto, 2005 dan akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat. Perilaku agresif siswa di sekolah, khusunya
pelajar sekolah menengah atas, dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari jumlahnya
2
Rizki Rachmani, 2014 Perencanaan teknik role playing untuk mereduksi agresif siswa
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
maupun variasi bentuk perilaku agresif yang dimunculkan.Perilaku agresif siswa di sekolah sangat beragam dan kompleks. Maraknya tingkah laku agresif akhir-akhir ini yang dilakukan
oleh remaja merupakan sebuah kajian yang menarik untuk dibahas. Menurut Todd, Joana Nataliani, 2006, kekerasan dalam bentuk fisik maupun verbal di
kalangan siswa telah menjadi sebuah masalah serius yang ada di berbagai negara di seluruh dunia. Perilaku agresif siswa telah menimbulkan dampak negatif, baik bagi siswa itu sendiri
maupun bagi orang lain. Anak yang mengalami kekerasan akan mengalami masalah di kemudian hari baik dalam hal kesehatan juga kehidupanya.
Lowick dan Godall Koeswara, 1988 mengungkapkan bahwa remaja cenderung menunjukkan agresivitas dari pada anak-anak dan orang dewasa.
Hurlock 1997 mengungkapkan bahwa salah satu ciri pada masa remaja adalah Masa remaja sebagai periode perubahan, Remaja merupakan masa dimana individu sedang mengalami
periode yang sangat potensial bermasalah. Periode ini sering digambarkan sebagai
storm and drang period
topan dan badai.Remaja berada pada masa bergejolaknya berbagai macam perasaan yang terkadang bertentangan satu samalain. Remaja dihadapkan pada situasi yang
membingungkan, di satu pihak remaja merasa kanak-kanak tapi di lain pihak remaja harus bertingkah laku seperti orang dewasa. Dalam kurun ini timbul gejala emosi dan tekanan jiwa,
sehingga perilaku mereka mudah menyimpang. Dari situasi konflik dan problem ini remaja tergolong dalam sosok pribadi yang tengah mencari identitas dan membutuhkan tempat
penyaluran kreativitas. Jika wadah untuk penyaluran kreativitas itu salah maka akan terjadi kecenderungan bagi remaja untuk berperilaku agresif
.
Perilaku agresif diartikan sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk melukai atau menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikis Berkowitz, 1995; Myers, 2002, yang
menimbulkan kerugian atau bahaya bagi orang lain atau merusak milik orang lain Franzoi, 2003; Anderson Huesmann, 2007. Menurut teori
cognitive neoassociationist model
Berkowitz, 1995dan teori
general affective aggresion model
dari Anderson Lindsay Anderson, 2000 penyebab munculnya perilaku agresif adalah situasi yang tidak menyenangkan
atau mengganggu, dan adanya faktor individual dan situasional yang dapat saling berinteraksi mempengaruhi kondisi internal seseorang. Perilaku agresif tidak hanya dipicu oleh kejadian-
3
Rizki Rachmani, 2014 Perencanaan teknik role playing untuk mereduksi agresif siswa
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
kejadian di lingkungan luar individu, namun juga dimunculkan dari bagaimana kejadian tersebut diterima dan diproses secara kognitif Berkowitz, 1995; Knorth et al., 2007, atau yang disebut
atribusi Berkowitz, 1995. Remaja yang pemarah dan agresif seringkali mengalami bias dalam atribusi, terutama dalam mempersepsi sitasi-situasi sosial, dan hal ini mendorong mereka untuk
berperilaku agresif ketika menghadapi konflik atau kondisi yang tidak menyenangkan Berkowitz, 2003.
Data Poltabes Yogyakarta tahun 2008 menunjukkan adanya 78 kasus perilaku agresif remaja dan telah diproses secara hukum pada tahun 2003 hingga 2006, dengan pelanggaran
berupa penggunaan senjata tajam, penganiayaan, pengeroyokan, pencabulan, pemerkosaan termasuk pencurian dan penggelapan. Rentang usia pelaku berkisar 12 hingga 18 tahun. Selama
Juli 2006 sampai April 2008 di sebuah SMA di Yogyakarta tercatat 73 laporan penganiayaan, pemukulan, pengejaran dan pengeroyokan. Sementara di SMA lainnya, setidak-tidaknya tercatat
8 peristiwa serupa yang terjadi pada periode September 2007 hingga April 2008 Laela Siddiqah, 2010.
Di Kendari, Sulawesi Tenggara, pelajar antara dua SMA dan SMK saling kejar-kejaran di jalanan,
Jumat
792008. Pelajar yang terlibat tawuran adalah siswa SMA Negeri 4 dan siswa SMK STM Negeri 2 Kendari. Akibat tawuran itu, seorang siswa perempuan terluka di bagian
kepala, karena terkena lemparan batu, sehingga ia terpaksa dilarikan ke rumah sakit MetroTVNews, 7 September 2007.
Di Yogyakarta juga terjadi tawuran antar pelajar setelah sekian lama jarang ada kejadian tawuran. Tawuran di DI Yogyakarta, seperti yang terjadi antar pelajar SMA di Jalan Jenderal
Sudirman, Yogyakarta, depan SMA Bopkri II, membuat wali kota Yogya, Herry Zudianto, terusik. Herry mengaku mengundang seluruh kepala SMA dan SMK, negeri dan swasta, di Kota
Yogyakarta. Dalam pertemuan tersebut, ia meminta para kepala sekolah untuk bertanggung jawab jika ada anak didik mereka yang terlibat tawuran Kompas, 5 September 2007
Tidak hanya itu saja, kasus-kasus yang belakangan ini menjadi sorotan masyarakat adalah kasus perkelahian antara kelompok “geng”, seperti kasus kelompok remaja putri yang
menamakan dirinya sebagai Geng Nero menggegerkan Kota Pati, Jawa Tengah. Geng itu disebut-sebut suka menganiaya remaja putri, terutama yang masih SMP dengan alasan
tidak suka
4
Rizki Rachmani, 2014 Perencanaan teknik role playing untuk mereduksi agresif siswa
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
bila ada anak perempuan lain yang menyaingi dan melebihi apa yang dimiliki Geng Nero. Misalnya, gaya berpakaian, gaya rambut, atau penampilan lain.
Parahnya, penganiayaan tersebut
mereka rekam
lewat video
telepon
seluler ponsel,
kemudian disebarkan
http:indonesiabreakingnewsonline.blogspot.com.
Kasus lain terjadi di salah satu Sekolah Menengah Umum Negeri ternama di Kupang, Nusa tenggara Timur. Aksi kekerasan
antar geng pelajar kembali terjadi.Dalam rekaman
video handphone
terlihat perkelahian empat pelajar putri, mereka saling jambak, saling tendang dan saling tampar dengan penuh amarah
http:www.metronews.com.
Kasus serupa juga terjadi SMA Negeri 3 Palu. Sebuah rekaman
video handphone
yang menunjukkan perkelahian dua siswi SMA yang ditonton beberapa rekan-rekannya sambil
berteriak-teriak seolah memberikan semangat. Meski pelaku perkelahian telah jatuh berguling, tidak satu pun penonton melerai kejadian tersebut
http:www.kapanlagi.com.
Di Palembang pada tanggal 23 september 2006 terjadi tawuran antar pelajar yang melibatkan setidaknya lebih dari tiga sekolah, diantaranya adalah SMK PGRI 2 , SMK Gajah
Mada Kertapati, dan SMKN 4 harian pagi Sumatera Ekspres Palembang. Di subang pada tanggal 26 januari 29006 tawuran antara pelajar SMK YPK Purwakarta dan SMK Sukamandi. Di
makasar pada tanggal 19 september 2006 terjadi tawuran anatara pelajar SMA 5 dan SMA 3 harian Pikiran Rakyat. Sedangkan di Semarang sendiri terjadi tawuran antar pelajar SMK 5 dan
SMK 4 pada tanggal 27 November 2007 Bayu, 2008 Data yang bersumber dari laporan masyarakat dan pengakuan pelaku tindak kriminalitas
yang tertangkap tangan oleh polisi mengungkapkan bahwa selama tahun 2007 tercatat sekitar 3.100 orang pelaku tindak pidana adalah remaja yang berusia 18 tahun atau kurang. jumlah
tersebut pada tahun 2008 dan 2009 masing-masing meningkat menjadi sekitar 3.300 remaja dan sekitar 4.200 remaja. hasil analisis data yang bersumber dari berkas laporan penelitian
kemasyarakatan, bapas mengungkapkan bahwa sebelum para remaja nakal ini melakukan perbuatan tindak pidana, mayoritas atau sebesar 60,0 persen adalah remaja putus sekolah dan
mereka pada umumnya atausebesar 67,5 persen masih berusia 16 dan 17 tahun.
http:www.bps.go.id
5
Rizki Rachmani, 2014 Perencanaan teknik role playing untuk mereduksi agresif siswa
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
Data yang bersumber dari studi pendahuluan yang saya melalui observasi dan wawancara di SMK 45 Lembang, ditemukan bahwa terdapat setidaknya 2 kasus pertengkaran, perkelahian
ataupun percekcokan antar siswa dalam kurun waktu 1-2 bulan. Sehubungan dengan perilaku agresif siswa di sekolah, Wilson, et al. 2003: 136
menyatakan:“
These behaviors, even when not overtly violent, may inhibit learning and create interpersonal problems for those involved
”. Selanjutnya, dengan mengutip pendapat Goldstein, Harootunian, Conoley, 1994, Wilson, et al. 2003 menyatakan:
“
In addition, minor forms of aggressive behavior can escalate, and schools that do not effectively counteract this progression
may create an environment in which violence is normatively acceptable
”. Dengan demikian, jika perilaku agresif yang terjadi di lingkungan sekolah tidak segera ditangani, di samping dapat
menggangu proses pembelajaran, juga akan menyebabkan siswa cenderung untuk beradaptasi pada kebiasaan buruk tersebut. Semakin sering siswa dihadapkan pada perilaku agresif, siswa
akan semakin terbiasa dengan situasi buruk tersebut, kemampuan siswa untuk beradaptasi dengan perilaku agresif akan semakin tinggi, dan akan berkembang pada persepsi siswa bahwa
perbuatan agresif merupakan perbuatan biasa-biasa saja, apalagi jika keadaan ini diperkuat dengan perilaku sejumlah guru yang cenderung agresif pula ketika menghadapi murid-muridnya.
Situasi demikian akan membentuk siswa untuk meniru dan berperilaku agresif pula, sehingga perilaku agresif siswa di sekolah dianggap biasa dan akan semakin meluas.
Perilaku agresif pada remaja terjadi karena banyak faktor yang menyebabkan, mempengaruhi, atau memperbesar peluang munculnya, seperti faktor bilogis, temperamen yang
sulit, pengaruh pergaulan yang negatif, penggunaan narkoba, pengaruh tayangan kekerasan, dan lain sebagainya. Remaja yang agresif memiliki toleransi yang rendah terhadap frustasi dan
kurang mampu menunda kesenangan Myers, 2002; Larson, 2008, cenderung bereaksi cepat terhadap dorongan agresinya, kurang dapat melakukan refleksi diri Currie,2004, dan kurang
dapat bertanggung jawab atas akibat perbuatannya Knorth, Klomp, Van der Bergh, Noom,2007.
Cornell, Peterson Rixhards 1999 menyatakan bahwa amarah merupakan faktor predisposisi dari perilaku agresif dan amarah itu paralel dengan dorongan agresi Berkowitz,
1995, sehingga intervensi terhadap amarah perlu dilakukan sebagai sarana mengurangi perilaku
6
Rizki Rachmani, 2014 Perencanaan teknik role playing untuk mereduksi agresif siswa
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
agresif seseorang. Tingkat amarah yang tinggi di kalangan remaja awal awal sering terwujud perilaku kejahatan, antisosial, kekerasan Kellner Bry, 1999, prestasi belajar rendah, dnan
lemahnya kesehatan fisik dan mental hingga masa remaja akhir dan dewasa Currie,2004. Wilkowski Robinson 2008 menyatakan bahwa amarah merupakan kondisi perasaan
internal yang secara khusus berkaitan dengan meningkatkannya dorongan untuk menyakiti orang lain, sedangkan agresif terkait langsung dengan tindakna nyata menyakiti orang lain.
Salah satu bentuk bimbingan untuk mengatasi masalah kenakalan remaja khususnya disekolah diperlukan suatu pelayanan bimbingan dan konseling yang meupakan bagian integral
dari pendidikan.Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu pelayanan pendidikan di sekolah secara langsung yang lebih menekankan pada aspek perilaku siswa, sehingga
mempunyai tugas yang lebih efektif untuk membantu siswa dalam memecahkan permasalhannya.
Dari masalah perilaku agresif remaja, tentunya banyak menimbulkan masalah dalam rentang kehidupan remaja itu sendiri. Perilaku agresif sendiri akan memberikan beberapa
dampak negatif salah satunya menurut Handayani 2004 yaitu pelaku atau siswa yang memiliki perilaku agresif akan dijauhi teman-temannya atau bahkan tidak ada yang mau berteman
dengannya. Artinya secara tidak langsung perilaku agresif akan mempengaruhi sosialisasi siswa. Maka dari itu perilaku agresif tentunya dapat diminimalisir melalui pendidikan dan berbagai
proses agar menjadi lebih baik agar kelak potensi yang dimiliki siswa dapat berkembang secara optimal.
Dari seluruh jenis bimbingan dalam Program Bimbingan dan Konseling disekolah, perilaku agresif sangat erat kaitannya dengan masalah individu dalam dirinya dan individu
dengan lingkungannya yang termasuk ke dalam masalah pribadi-sosial siswa, masalah pribadi sosial hendaknya diatasi oleh Program Bimbingan dan Konseling pribadi- sosial dalah hal ini
berkenaan dengan rancangan teknkik role play untuk mereduksi perilaku agresif siswa. Dengan adanya fenomena-fenomena dan dampak-dampak mengenai perilaku agresif di
atas, maka disusunlah suatu penelitian dengan desain deskriptif sebagai upaya untuk mengurangi perilaku agresif di sekolah dengan rancangan teknik bermain peran
role playing
.
Role Playing
dalam penelitian ini adalah mendramatisasi tingkah laku untuk mengurangi perilaku agresif
7
Rizki Rachmani, 2014 Perencanaan teknik role playing untuk mereduksi agresif siswa
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
dengan cara memainkan peran tokoh-rokoh khayalan yang dirajut dalam sebuah cerita, sehingga siswa berkesempatan melakukan menafsirkan dan memerankan suatu peranan, serta pemecahan
masalahnya. Penelitian melalui bimbingan kelompok dengan teknik role playing dirancang dengan
tujuan untuk membantu siswa agar dapat mengembangkan keterampilan mengurangi tindakan agresif siswa dengan memerankan peran atau dikenal dengan bermain peran yang dapat
menumbuhkembangkan kemampuan atau keunggulan dirinya untuk dapat mengurangi perilaku agresif siswa.
Berdasarkan alasan tersebut, maka penelitian ini diberi judul : “Rancangan Teknik
Role Playing
untuk Mengurangi Perilaku Agresif Siswa Studi Deskriptif Terhadap Siswa Kelas XBisnis Management SMK 45 Lembang Tahun Ajaran 2012-2013.
B. Rumusan Masalah