Keanekaragaman Fungi pada Serasah Daun Bruguiera cylindrica yang Mengalami Proses Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kampung Nypa, Desa Sei Nagalawan, Sumatera Utara

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1.Bentuk Makroskopis dan mikroskopis fungi yang diisolasi dari
serasahdaunB. cylindrica yang mengalamai proses dekomposisi
selama 90 hari.
1.

Aspergillus sp.1
Ciri Makroskopis : warna koloni bagian atas hitam, dengan permukaan hifa

bawah berwarna putih seperti kapas. Berbentuk bulat-bulat kecil.
Ciri Mikroskopis : konidia berwarna cokelat kehitaman berbentuk bulat.
Konidiofor berdinding halus
2.

Aspergillus sp.2
Ciri Makroskopis : Koloni awalnya berwarna putih, kemudian berubah

menjadi warna kecokelatan. Koloni tumbuh relatif lambat.

Ciri Mikroskopis : Konidia berwarna cokelat kekuningan berbentuk bulat.
Konidiofor berdinding halus.
3.

Aspergillus sp.3
Ciri Makroskopis : Koloni awalnya berwarna putih kemudian berubah

menjadi hitam pekat. Koloni tumbuh dengan cepat, dalam seminggu sudah
menutupi agar dalam cawan petri
Ciri Mikroskopis : Kepala konidia berwarna cokelat. Konidiofor berwarna
kuning dan berdinding halus.
4.

Aspergillus sp.4
Ciri Makroskopis : Koloni berwarna hijau lumut. Koloni tumbuh menyebar

pada agar dalam cawan petri.
Ciri Mikroskopis : Kepala konidia berwarna cokelat kehitaman. Konidiofor
berwarna kuning hingga cokelat pucat dan berdinding kasar.


Universitas Sumatera Utara

5.

Aspergillus sp.5
Ciri Makroskopis : Koloni berwarna hijau kekuningan. Koloni tumbuh

menyebar pada agar dalam cawan petri.
Ciri Mikroskopis : Konidia berbentuk bulat dan berwarna coklat kehitaman.
Konidiofor berdinding halus.
6.

Aspergillus sp.6
Ciri Makroskopis : Koloni berwarna hitam. Koloni tumbuh menyebar pada

agar dalam cawan petri.
Ciri Mikroskopis : Terdiri dari suatu lapisan padat yang terbentuk oleh
konidiofor

berwarna


cokelat

kekuningan

yang

semakin

gelap

dengan

bertambahnya umur koloni
7.

Aspergillus sp.7
Ciri Makroskopis : Koloni berwarna hitam. Koloni tumbuh cepat dalam

seminggu sudah menutupi seluruh agar dalam cawan petri.

Ciri Mikroskopis : Terdiri dari suatu lapisan padat yang terbentuk oleh
konidiofor

berwarna

cokelat

kekuningan

yang

semakin

gelap

dengan

bertambahnya umur koloni
8.


Aspergillus sp.8
Ciri Makroskopis : Koloni berwarna putih cenderung terlihat bening. Koloni

tumbuh relatif lambat
Ciri Mikroskopis :

Konidia

berwarna

cokelat.

Konidiofor

berwarna

kekuningan dengan dinding halus

Universitas Sumatera Utara


9.

Syncephalastrum sp.1
Ciri Makroskopis : Koloni semula berwarna putih, kemudian menjadi abu-

abu. Koloni tumbuh cepat dalam seminggu sudah menutupi seluruh agar dalam
cawan petri.
Ciri Mikroskopis : Sporangium utama membentuk cabang-cabang lateral
yang membengkok dan masing-masing membawa vesikula terminal yang seluruh
permukaannya terbentuk merosporangia.
10. Syncephalastrum sp.2
Ciri Makroskopis : Koloni berwarna cokelat dan tumbuh menyebar pada agar
dalam cawan petri.
Ciri Mikroskopis : Sporangium utama membentuk cabang-cabang lateral
yang membengkok dan masing-masing membawa vesikula terminal yang seluruh
permukaannya terbentuk merosporangia.
11. Syncephalastrum sp.3
Ciri Makroskopis : Koloni berwarna putih dan tumbuh cepat dalam seminggu
sudah menutupi seluruh agar dalam cawan petri.
Ciri Mikroskopis : Sporangium utama membentuk cabang-cabang lateral

yang membengkok dan masing-masing membawa vesikula terminal yang seluruh
permukaannya terbentuk merosporangia.
12. Syncephalastrum sp.4
Ciri Makroskopis : Koloni berwarna cokelat dan tumbuh menyebar pada agar
dalam cawan petri.

Universitas Sumatera Utara

Ciri Mikroskopis : Sporangium utama membentuk cabang-cabang lateral
yang membengkok dan masing-masing membawa vesikula terminal yang seluruh
permukaannya terbentuk merosporangia.
13. Syncephalastrum sp.5
Ciri Makroskopis : Koloni berwarna putih dan bentuk bulat melebar.
Ciri Mikroskopis : Sporangium utama membentuk cabang-cabang lateral
yang membengkok dan masing-masing membawa vesikula terminal yang seluruh
permukaannya terbentuk merosporangia
14. Penicillium spp.
Ciri Makroskopis : Koloni berwarna hijau dan berwarna putih pada
pinggirannya. Koloni tumbuh menyebar pada agar dalam cawan petri
Ciri Mikroskopis : Konidia berwarna kehitaman. Konidiofor berwarna gelap

dan berdinding halus
15. Fungi tidak teridentifikasi 1
Ciri Makroskopis : Koloni berbentuk bulat-bulat kecil berwarna putih. Koloni
tumbuh dengan lambat, dalam seminggu hanya tumbuh disekitar biakan murninya
16. Fungi tidak teridentifikasi 2
Ciri Makroskopis : Koloni berwarna hitam dan terdapat seperti kapas
berwarna putih. Koloni tumbuh cepat dan menyebar pada agar di dalam cawan
petri.

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Jumlah koloni x 10² (cfu/ml) berbagai jenis fungi tiap ulangan pada serasah daun B. cylindrica yang telah mengalami proses
dekomposisi selama 15 sampai 90 hari di lingkungan dengan salinitas 0 – 10 ppt
No

Jenis Fungi

Lama masa dekomposisi (hari)
30
45


15

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Aspergillus sp.1
Aspergillus sp.2
Tidak teridentifikasi
Aspergillus sp.3
Syncephalastrum sp.1
Penicilium spp.

Syncephalastrum sp.3
Syncephalastrum sp.4
Aspergillus sp.6
Aspergillus sp.7

1
15
3
0
0
0
0
0
0
0
0

2
6
4

3
1
0
0
0
0
0
0

3
12
0
0
0
0
0
0
0
0
0

1
17
0
0
0
17
0
0
0
0
0

2
9
2
0
0
7
1
0
0
0
0

3
18
7
0
0
3
0
0
0
0
0

1
23
0
0
0
1
0
0
0
0
0

2
8
0
0
0
0
0
1
0
0
0

3
15
0
0
0
0
3
5
0
0
0

60
1
7
16
0
0
0
0
0
0
33
21

2
10
15
0
0
1
0
0
0
25
30

75
3
7
9
0
0
2
0
0
0
33
17

1
0
0
0
0
0
0
0
0
38
17

2
0
0
0
0
0
0
0
2
18
12

Jumlah
seluruh
koloni

90
3
0
0
0
0
0
0
0
3
20
18

1
0
0
0
0
0
0
0
0
27
33

2
0
0
0
0
0
0
0
0
23
17

3
0
0
0
0
0
0
0
0
15
10

147
56
3
1
31
4
6
5
232
175

Keterangan : 1, 2, dan 3 = ulangan

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Jumlah koloni x 10² (cfu/ml) berbagai jenis fungi tiap ulangan pada serasah daun B. cylindrica yang telah mengalami proses
dekomposisi selama 15 sampai 90 hari di lingkungan dengan salinitas 11– 20 ppt
No

Jenis Fungi
15

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Aspergillus sp.1
Aspergillus sp.2
Aspergillus sp.4
Aspergillus sp.5
Syncephalastrum sp.1
Penicilium spp.
Syncephalastrum sp.2
Syncephalastrum sp.3
Syncephalastrum sp.4
Aspergillus sp.6
Aspergillus sp.7

1
6
5
0
0
4
0
0
0
0
0
0

2
17
2
4
0
0
0
0
0
0
0
0

Lama masa dekomposisi (hari)
30
45
3 1
9 20
0 0
0 0
3 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0

2
8
0
0
0
0
0
29
0
0
0
0

3
16
11
0
0
0
0
0
0
0
0
0

1
13
0
1
0
4
3
0
0
0
0
0

2
8
0
0
0
24
0
0
1
4
0
0

3
12
0
2
0
14
0
0
0
2
0
0

60
1
0
22
0
0
0
0
0
0
0
37
15

2
2
24
0
0
0
0
0
0
0
17
19

75
3
0
25
0
0
3
0
0
0
0
20
23

1
0
0
0
0
0
0
0
0
3
22
7

2
0
0
0
0
3
0
0
0
7
17
7

Jumlah
seluruh
koloni

90
3 1
0 0
0 0
0 0
0 0
0 1
0 0
0 0
0 0
0 0
15 7
9 9

2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
11
8

3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
7

111
89
7
3
53
3
29
1
16
151
104

Keterangan : 1, 2, dan 3 = ulangan

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 4. Jumlah koloni x 10² (cfu/ml) berbagai jenis fungi tiap ulangan pada serasah daun B. cylindrica yang telah mengalami proses
dekomposisi selama 15 sampai 90 hari di lingkungan dengan salinitas 21– 30 ppt
No

Jenis Fungi
15

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Aspergillus sp.1
Aspergillus sp.2
Aspergillus sp.4
Aspergillus sp.5
Syncephalastrum sp.1
Penicilium spp.
Syncephalastrum sp.2
Syncephalastrum sp.3
Syncephalastrum sp.4
Aspergillus sp.6
Aspergillus sp.7
Aspergillus sp.8
Syncephalastrum sp.5
Tidak teridentifikasi

1
4
1
0
1
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0

2
3
0
0
1
6
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Lama masa dekomposisi (hari)
30
45
3 1
7 6
0 14
8 1
0 0
0 2
5 1
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0

2
5
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

3
4
0
3
0
27
0
0
0
0
0
0
0
0
0

1
2
0
0
0
7
1
1
0
1
0
0
0
0
0

2
10
0
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0

3 1
3 0
0 17
0 0
0 0
0 0
0 0
0 1
0 0
1 0
0 15
0 26
0 0
0 0
0 0

60
2
2
12
0
0
1
0
0
0
0
12
31
0
0
0

75
3
5
10
0
0
0
0
0
0
0
25
15
0
0
0

1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
20
8
0
0
0

2
0
0
0
0
2
0
0
0
0
17
10
0
0
0

Jumlah
seluruh
koloni

90
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
19
13
0
0
0

1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
1
2
1

2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
4
0
0

3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
3
0
0
0

51
57
12
2
51
8
2
1
2
111
107
5
2
1

Keterangan : 1, 2, dan 3 = ulangan

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Peta lokasi penelitian, alat, bahan dan prosedur penelitian.

A. Peta lokasi penelitian

B. Alat yang digunakan : 1) cawan petri dan labu erlenmeyer, dan 2) gelas
Beaker

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Lanjutan

C. Alat yang digunakan: 1) Oven, dan 2) Timbangan analitik

D. Bahan yang digunakan: 1) Pembuatan media PDA, dan 2) Air dengan
beberapa tingkat salinitas

E. Bahan yang digunakan: 1) Pengeringan serasah, dan 2) Serasah kering

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Lanjutan

F. Proses perlakuan serasah: 1) Memasukkan serasah ke dalam kantung, dan
2) Proses penempatan serasah di lapangan

Lokasi penempatan serasah dengan tingkat salinitas 20 – 30 ppt.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA
lexopoulus, C.J., C.W. ims
. lackwell. 1
ed. John Wiley & Sons, Inc. New York.

. Introductory

ycology.

Arief. 2007. Hutan Mangrove. Kanisius. Yogyakarta.
Austin, A.T., and Vitousek, P.M. 2000. Precipitation, Decomposition, and Litter
Decomposability of Metrosideros polymorpha in Native Forest on Hawaii.
Journal of Ecology. 88: 129-138
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi: Studi Tentang Ekosistem Air Daratan.
Medan: USU Press. Hlm. 72-73.
Gandjar, I., Samson, A.R., Tweel-Vermeulen, K., Oetari, A., Santoso, I. 2000.
Pengenalan Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Gandjar, I. Sjamsuridzal, W. Oetari, A. 2014. Mikologi Dasar dan Terapan.
Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta.
Gandjar, I. Sjamsuridzal, W. Oetari, A. 2014. Mikologi Dasar dan Terapan : Edisi
Revisi. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta.
Kuriandewa. 2003. Produksi Serasah Mangrove di Kawasan Suaka Margasatwa
Sambilang Provinsi Sumatera Selatan. Pesisir dan Pantai Indonesia – Pusat
Penelitian Oseanografi Lembaga Penelitian Indonesia. Jakarta.
Kustanti, A. 2011. Manajemen Hutan Mangrove. IPB Press. Bogor.
Lear, R. And T. Turner. 1977. Mangrove of Australia. University of Queensland
Press. Hal 45-54.
Mahasneh, A. M. 2001. Bacterial Decomposition of Leaf Litter From al-khor
Aatar-arabian gul. Journal of Biological Sciences. 1(8): 717-719.
Moore-Landecker, E. 1996. Fundamental of Fungi. 4ᵑᵈ edition. New Jersey:
Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs.
Mueller, G.M., G.F. Bills, M.S. Foster, 2004. Biodiversity of Fungi: inventory and
monitoring metodhs. Elsevier Acad Press. Amsterdam.
Odum, H. 1993. Ekologi Sistem Suatu Pengantar. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Ramadhanita, A. 2012. Keanekaragaman Jenis Fungi pada Serasah Daun
Rhizophora apiculata yang Mengalamai Dekomposisi pada Berbagai
Tingkat Salinitas di Kota Pari Pantai Cermin Sumatera Utara. Tesis. USU.
Medan

Universitas Sumatera Utara

Santoso, N. 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Makalah disampaikan
pada Lokakarya Nasional Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem
Laut Tahun 2000. Jakarta.
Simanjuntak, M.D. 2011. Jenis-Jenis Fungi yang Berasosiasi dalam Proses
Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Setelah Aplikasi Fungi
Aspergillus sp. Pada Beberapa Tingkat Salinitas. Skripsi. USU. Medan
Soerianegara, I. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Sutedjo, M.M., A. G. Kartasapoetra, dan Rd. S. Sastroatmodjo. 1991.
Mikrobiologi Tanah. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Wolf, L. 1992. Ekologi Umum. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Yunasfi. 2006. Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina oleh Bakteri dan
Fungi pada Berbagai Tingkat Salinitas. Disertasi. IPB. Bogor.
Yunasfi dan Suryanto, D. 2008. Jenis-jenis fungi yang terlibat dalam proses
dekomposisi serasah daun Avicennia marina pada berbagai tingkat
salinitas. Jurnal Penelitian MIPA 2 hal: 20.

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2015 sampai dengan Juni 2016.
Penelitian ini dilakukan di kawasan hutan mangrove Kampung Nypa, Desa Sei
Nagalawan, Kabupaten Serdang Berdagai, Sumatera Utara dan Laboratorium
Hama dan Penyakit, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan adalah: serasah daun B. cylindrica, Potato Dextrose
Agar (PDA), antibiotik chloramphenicol, alkohol 96%, air dari lokasi penelitian
dengan salinitas 0-10 ppt, 11-20 ppt, 21-30 ppt, aquades, kapas.
Alat yang digunakan adalah : kantong serasah (litter bag), yang terbuat dari
bahan nilon berukuran 40 x 30 cm dengan ukuran pori-pori (mesh) 1mm,
mikroskop cahaya, mortal, autoklaf, oven, hot plate, kulkas, timbangan analitik,
inkubator fungi, cawan petri, tabung reaksi, rak tabung reaksi, aluminium foil,
plastik clingwrap, gelas Beaker, labu Erlenmeyer, spatula, bunsen, spiritus,
mancis, pipet tetes, kertas saring, kertas label, kaca preparat, kotak penyimpanan
biakan, kotak slide, kamera dan penggaris.

Pelaksanaan Penelitian

1. Penentuan lokasi berdasarkan tingkat salinitas
Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan mengukur tingkat salinitas air
dengan menggunakan alat hand refractometer. Pengukuran tingkat salinitas

Universitas Sumatera Utara

dilakukan selama empat hari pada waktu pagi dan sore hari. Penentuan lokasi ini
dimulai dari titik tertentu dari darat ke laut yang terdiri dari 3 lokasi, yaitu :
A. Lokasi I dengan Salinitas 0-10 ppt.
B. Lokasi II dengan Salinitas 11-20 ppt.
C. Lokasi III dengan Salinitas 21-30 ppt.
2. Penempatan serasah
Daun B. cylindrica yang sudah menguning dan gugur dikumpulkan
sebanyak 5 kg. Masing-masing 50 g serasah dimasukkan ke dalam kantong
serasah yang terbuat dari jaring nilon dengan pori-pori 1mm (ukuran 40 x 30 cm)
sebanyak 57 buah. Serasah daun ditempatkan pada kawasan mangrove dengan
perbedaan tingkat salinitas yang dipengaruhi pasang dan surut air laut.
3. Pengambilan serasah daun B. cylindrica
Serasah yang diletakkan pada tiap salinitas diambil setiap 15 hari sekali
sebanyak 6 kali pengambilan. Pada tiap lokasi diambil 3 kantong serasah. Serasah
kemudian dianalisa di laboratorium untuk mengetahui keanekaragaman dan
karakteristik fungi yang diperoleh.
4. Isolasi fungi dari serasah daun B. cylindrica
Alat dan bahan terlebih dahulu disterilkan sebelum digunakan dengan
metode sterilisasi basah dan kering. Sterilisasi basah dengan menggunakan
autoklaf dengan suhu 121˚C selama 15 – 30 menit. Sterilisasi kering
menggunakan oven dengan suhu 80˚C selama 2 jam.
Media yang digunakan untuk biakan fungi yaitu Potato Dextrose Agar
(PDA). Media tersebut dipanaskan di atas hotplate dan disterilkan dengan

Universitas Sumatera Utara

menggunakan autoklaf. Sebelum pembuatan media di cawan petri, terlebih dahulu
dicampurkan larutan media dengan antibiotik Chloramphenicol.
Sebanyak 5 g sampel serasah B. cylindrica dihaluskan dengan mortal dan
alu. Lalu serasah yang telah dihaluskan disuspensikan dengan 90 ml air laut pada
masing-masing salinitas yang telah disterilkan. Kemudian dilakukan pengenceran
10ˉ². Satu milimeter dari masing-masing pengenceran pada setiap perlakuan
diteteskan ke dalam cawan petri yang telah berisi PDA dengan metode agar sebar.
Kemudian diinkubasi selama 5-8 hari. Fungi yang tumbuh dihitung jumlah koloni
dan dicatat ciri-cirinya. Fungi yang tumbuh kemudian dipindahkan ke cawan petri
yang lain untuk mendapatkan biakan murni.
1. Identifikasi makroskopis fungi
Biakan murni diremajakan pada media PDA dan diinkubasi selama 14 hari.
Fungi yang tumbuh pada media diamati ciri-ciri makroskopisnya yaitu ciri koloni
seperti warna koloni, sifat tumbuh koloni dan diameter koloni.
2. Identifikasi mikroskopis fungi
Identifikasi secara mikroskopis dilakukan dengan metode Block square.
Ditumbuhkan pada kaca preparat selama 2 – 3 hari. Pengamatan fungi dilakukan
di bawah mikroskop cahaya dengan mengamati bentuk mikroskopis fungi seperti
hifa, konidia, dan bentuk spora. Diambil gambar dari struktur fungi dan
dicocokkan dengan buku identifikasi fungi menggunakan buku Pengenalan
Kapang Tropik Umum karya Gandjar dkk.

Universitas Sumatera Utara

Analisis Data

Metode yang dipakai untuk mengetahui keanekaragaman fungi yang
diisolasi dari serasah B. cylindrica yang mengalami proses dekomposisi pada
berbagai tingkat salinitas dengan

menggunakan Indeks Diversitas Shannon-

Winner (H’) sebagai berikut :

∑ ( )
Keterangan:
pi = Perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis (ni/N)
H’ = Indeks Keanekaragaman jenis
Ni = Nilai Kuantitatif suatu jenis
N = Jumlah Nilai kuantitatif semua jenis dalam komunitas

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Jenis-jenis fungi yang terdapat pada serasah daun Bruguiera cylindrica yang
mengalami proses dekomposisi pada salinitas 0 – 10 ppt
Hasil pengamatan menunjukkan terdapat 4 genus fungi antara lain
Aspergillus (5 jenis), Syncephalastrum (3 jenis), Penicilium (1 jenis) dan 1 fungi
tidak teridentifikasi yang telah diisolasi dari serasah daun B. cylindrica pada
lokasi 1 (salinitas 0 – 10 ppt). Jumlah koloni dan frekuensi koloni masing-masing
jenis yang telah diisolasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah koloni rata-rata x (10² cfu/ml) tiap jenis fungi tiap 15 hari dan frekuensi
kolonisasinya pada serasah daun B. cylindrica yang telah mengalami proses
dekomposisi selama 90 hari di lingkungan dengan salinitas 0 – 10 ppt
No

Lama masa dekomposisi
(hari)

Jenis
Fungi

Jumlah
seluruh
koloni

Jumlah
koloni
ratarata
8,15

Jumlah
muncul
koloni

Frek.
koloni
sasi
(%ᵅ)
66,6

1.

Aspergillus sp.1

15
11

30
14,6

45
15,3

60
8

75
0

90
0

48,9

2.

Aspergillus sp.2

2,3

3

0

13,3

0

0

18,6

3,1

3

50

3.

Tdk Teridentifikasi 1

1

0

0

0

0

0

1

0,16

1

16,6

4.

Aspergillus sp.3

0,3

0

0

0

0

0

0,3

0,05

1

16,6

5.

Syncephalastrum sp.1

0

9

0,3

1

0

0,3

10,6

1,76

4

66,6

6.

Penicilium spp.

0

0

1

0

0

0

1

0,16

1

16,6

7.

Syncephalastrum sp.3

0

0

2

0

0

0

2

0,33

1

16,6

8.

Syncephalastrum sp.4

0

0

0

0

1,6

0

1,6

0,26

1

16,6

9.

Aspergillus sp.6

0

0

0

29,3

25,3

21,6

76,2

12,7

3

50

10.

Aspergillus sp.7

0

0

0

22,6

15,6

20

58,2

9,7

3

50

218,4

36,37

Total

4

ᵅ: Jumlah kemunculan koloni (kali) / Jumlah pengamatan x 100 %
cfu : colony forming unit

Pada tingkat salinitas 0-10 ppt, Aspergillus sp. 6 mempunyai jumlah
koloni terbesar yaitu 12,7 x 10² cfu/ml dengan frekuensi kolonisasinya 50%.
Sedangkan jumlah koloni terkecil ialah Aspergillus sp. 3 yaitu 0,05 x 10² cfu/ml
dengan frekuensi kolonisasinya 16,6%.
Aspergillus sp.3dan fungi tidak teridentifikasi 1 hanya muncul pada awal
masa dekomposisi, yakni pada tingkat salinitas 0-10 ppt 15 hari. Hal ini diduga

Universitas Sumatera Utara

karena faktor lingkungan dan faktor yang mempengaruhi proses dekomposisi
tidak mendukung pertumbuhan jenis ini. Dalam hal ini nutrisi, O₂, serta salinitas
menjadi faktor pembatas untuk pertumbuhan jenis fungi ini. Sedangkan untuk
Aspergillus sp.1, Aspergillus sp.2, Aspergillus sp.6,

Aspergillus sp.7,

Syncephalastrum sp.1, Syncephalastrum sp.3, Syncephalastrum sp.4 merupakan
fungi yang masih ditemukan dapat bertahan hidup pada serasah daun B. cylindrica
yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas. Ketujuh
fungi ini diduga merupakan jenis fungi halofilik. Menurut Mahasneh (2001)
bahwa kelompok mikroorganisme yang sanggup bertahan hidup pada kondisi
lingkungan yang ekstrem dengan kadar garam tinggi merupakan mikroorganisme
halofilik.
Jenis-jenis fungi yang terdapat pada serasah daun Bruguiera cylindrica yang
mengalami proses dekomposisi pada salinitas 11 – 20 ppt
Jumlah koloni dan frekuensi koloni masing-masing jenis yang telah
diisolasi pada tingkat salinitas 11 – 20 ppt dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah koloni rata-rata x (10² cfu/ml) tiap jenis fungi tiap 15 hari dan
frekuensikolonisasinya pada serasah daun B. cylindrica yang telah mengalami
proses dekomposisi selama 90 hari di lingkungan dengan salinitas 11 – 20 ppt
No

Lama masa dekomposisi
(hari)

1.

Aspergillus sp.1

15
10,6

30
14,6

45
11

60
0,6

75
0

90
0

36,8

Jumlah
koloni
ratarata
6,13

4

Frek.
koloni
sasi
(%ᵅ)
66,6

2.

Aspergillus sp.2

2,3

3,6

0

23,6

0

0

29,5

4,91

3

50

3.

Aspergillus sp.4

1,3

0

1

0

0

0

2,3

0,38

2

33,3

4.

Aspergillus sp.5

1

0

0

0

0

0

1

0,16

1

16,6

5.

Syncephalastrum sp.1

1,3

11,6

14

1

1

0,3

29,2

4,86

6

100

6.

Penicilium spp.

0

0,6

1

0

0

0

1,6

0,26

2

33,3

7.

Syncephalastrum sp2

0

9,6

0

0

0

0

9,6

1,6

1

16,6

8.

Syncephalastrum sp.3

0

0

0,3

0

0

0

0,3

0,05

1

16,6

9.

Syncephalastrum sp.4

0

0

2

0

3,3

0

5,3

0,88

2

33,3

10.

Aspergillus sp.6

0

0

0

24,6

18

7,6

50,2

8,36

3

50

11.

Aspergillus sp.7

0

0

0

19

7,6

8

34,6

5,76

3

50

200,4

33,35

Jenis
Fungi

Total

Jumlah
seluruh
koloni

Jumlah
muncul
koloni

Universitas Sumatera Utara

Hasil pengamatan menunjukkan terdapat 4 genus fungi antara lain
Aspergillus (6 jenis), Syncephalastrum (4 jenis), dan Penicilium (1 jenis) yang
telah diisolasi dari serasah daun B. cylindrica pada lokasi 2 (salinitas 11 – 20 ppt).
Pada tingkat salinitas 11 – 20 ppt, Aspergillus sp. 6 mempunyai jumlah koloni
terbesar yaitu 8,36 x 10² cfu/ml dengan frekuensi kolonisasinya 50%. Sedangkan
jumlah koloni terkecil ialah Syncephalastrum sp. 3 yaitu 0,05 x 10² cfu/ml dengan
frekuensi kolonisasinya 16,6%.
Jenis-jenis fungi yang terdapat pada serasah daun Bruguiera cylindrica yang
mengalami proses dekomposisi pada salinitas 21 – 30 ppt
Jumlah koloni dan frekuensi koloni masing-masing jenis yang telah
diisolasi pada tingkat salinitas 21 – 30 ppt dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah koloni rata-rata x (10² cfu/ml) tiap jenis fungi tiap 15 hari dan frekuensi
kolonisasinya pada serasah daun B. cylindrica yang telah mengalami proses
dekomposisi selama 90 hari di lingkungan dengan salinitas 21 – 30 ppt
No

Lama masa dekomposisi
(hari)

1.

Aspergillus sp.1

15
4,6

30
5

45
5

60
2,3

75
0

90
0

16,9

Jumlah
koloni
ratarata
2,81

2.

Aspergillus sp.2

0,3

5,6

0

9,6

0

0

15,5

2,58

3

50

3.

Aspergillus sp.4

2,6

1,3

0

0

0

0

3,9

0,65

2

33,3

4.

Aspergillus sp.5

0,6

0

0

0

0

0

0,6

0,1

1

16,6

5.

Syncephalastrum sp.1

3,3

9,6

2,6

0,3

0,6

0,3

16,7

2,78

6

100

6.

Penicilium spp.

1,6

0,3

0,6

0

0

0

2,5

0,41

3

50

7.

Syncephalastrum sp2

0

0,3

0,3

0

0

0

0,6

0,1

2

33,3

8.

Syncephalastrum sp.3

0

0

0,3

0

0

0

0,3

0,05

1

16,6

Jenis
Fungi

Jumlah
seluruh
koloni

Jumlah
muncul
koloni
4

Frek.
koloni
sasi
(%ᵅ)
66,6

9.

Syncephalastrum sp.4

0

0

0,6

0

1

0

1,6

0,26

2

33,3

10.

Aspergillus sp.6

0

0

0

17,3

18,6

1

36,9

6,15

3

50

11.

Aspergillus sp.7

0

0

0

24

10,3

1,3

35,6

5,93

3

50

12.

Aspergillus sp.8

0

0

0

0

0

1,6

1,6

0,26

1

16,6

13.

Syncephalastrum sp.5

0

0

0

0

0

0,6

0,6

0,1

1

16,6

14.

Tdk Teridentifikasi 2

0

0

0

0

0

0,3

0,3

0,05

1

16,6

133,6

22,23

Total

ᵅ: Jumlah kemunculan koloni (kali) / Jumlah pengamatan x 100 %
Hasil pengamatan menunjukkan terdapat 4 genus fungi antara lain
Aspergillus (7 jenis), Syncephalastrum (5 jenis), Penicilium (1 jenis) dan 1 fungi

Universitas Sumatera Utara

tidak teridentifikasi yang telah diisolasi dari serasah daun B. cylindrica pada
lokasi 3 (salinitas 21 – 30 ppt). Pada tingkat salinitas 21 – 30 ppt, Aspergillus sp.
6 mempunyai jumlah koloni terbesar yaitu 6,15 x 10² cfu/ml dengan frekuensi
kolonisasinya 50%. Sedangkan jumlah koloni terkecil ialah Syncephalastrum sp. 3
dan jenis fungi yang tidak teridentifikasi yaitu 0,05 x 10² cfu/ml dengan frekuensi
kolonisasinya 16,6%.
Hasil yang didapatkan pada tingkat salinitas 0 – 10 ppt, terdapat 10 jenis
fungi yang berhasil diisolasi dari serasah daun B. cylindrica yang mengalami
proses dekomposisi dari 15 hari sampai 90 hari. Tabel 1 menunjukkan bahwa
terdapat 4 fungi pioner pada proses dekomposisi serasah daun B. cylindrica yaitu
Aspergillus sp1, Aspergillus sp.2, Aspergillus sp.3, dan satu jenis fungi tidak
teridentifikasi yang telah diisolasi pada hari ke-15. Sedangkan 6 fungi lainnya
antara lain Syncephalastrum sp.1, Penicilium spp., Syncephalastrum sp.3,
Syncephalastrum sp.4, Aspergillus sp.6, Aspergillus sp.7 yang muncul pada hari
ke – 30 sampai 90 hari.
Aspergillus sp.3 dan fungi tidak teridentifikasi 1 merupakan jenis fungi
yang hanya ditemukan pada proses dekomposisi serasah pada hari ke-15 dengan
tingkat salinitas 0 – 10 ppt. Pengaruh pasang surut air laut yang menyebabkan
kondisi lingkungan berbeda sehingga fungi tersebut tidak mampu beradaptasi
dengan kondisi lingkungannya. Hal ini seperti dikatakan Gandjar (2006) bahwa
lingkungan

mangrove

pada

waktu

pasang

digenangi

oleh

air,

maka

mikroorganisme yang hidup di daerah tersebut harus memiliki ketahanan terhadap
lingkungan berkadar garam tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Pada tingkat salinitas 0-10 ppt, Aspergillus sp. 6 mempunyai jumlah
koloni terbesar yaitu 6,15 x 10² cfu/ml dengan frekuensi kolonisasinya 50%.
Sedangkan jumlah koloni terkecil ialah Syncephalastrum sp. 3 dan jenis fungi
tidak teridentifikasi 1 yaitu 0,05 x 10² cfu/ml dengan frekuensi kolonisasinya
16,6%. Dengan total jumlah koloni rata-rata sebesar 36,37 x 10² cfu/ml.
Pada tingkat salinitas 11 – 20 ppt, ditemukan 3 jenis fungi baru yaitu
Aspergillus sp.4, Aspergillus sp.5, dan Syncephalastrum sp.2, sedangkan 8 jenis
lainnya merupakan fungi yang telah muncul pada tingkat salinitas sebelumnya (0
– 10 ppt). Pada tingkat salinitas 11 – 20 ppt, Aspergillus sp. 6 mempunyai jumlah
koloni terbesar yaitu 8,36 x 10² cfu/ml dengan frekuensi kolonisasinya 50%.
Sedangkan jumlah koloni terkecil ialah Syncephalastrum sp.3 yaitu 0,05 x 10²
cfu/ml dengan frekuensi kolonisasinya 16,6%. Dengan total jumlah koloni ratarata sebesar 33,35 x 10² cfu/ml.
Pada tingkat salinitas 21 – 30 ppt, ditemukan 3 jenis fungi baru dan hanya
terdapat pada proses dekomposisi hari ke-90 yaitu Syncephalastrum sp.5,
Aspergillus sp.8, dan fungi tidak teridentifikasi 2, sedangkan 13 jenis lainnya
merupakan fungi yang telah muncul pada tingkat salinitas sebelumnya (11 – 20
ppt). Pada tingkat salinitas 21 – 30 ppt, Aspergillus sp. 6 mempunyai jumlah
koloni terbesar yaitu 6,15 x 10² cfu/ml dengan frekuensi kolonisasinya 50%.
Sedangkan jumlah koloni terkecil ialah Syncephalastrum sp. 3 dan jenis fungi
yang tidak teridentifikasi yaitu 0,05 x 10² cfu/ml dengan frekuensi kolonisasinya
16,6%. Dengan total kemunculan koloni rata-rata sebesar 22,23 x 10² cfu/ml.
Jumlah kemunculan koloni rata-rata semakin berkurang seiring dengan
meningkatnya

salinitas

pada

lokasi

proses

dekomposisi

serasah

daun

Universitas Sumatera Utara

B. cylindrica, hal ini dipengauhi oleh kondisi lingkungan yang tidak sesuai
dengan kondisi lingkungan yang dibutuhkan fungi untuk bertahan hidup. Hal ini
sesuai dengan Yunasfi dan Suryanto (2008), tingkat salinitas mempengaruhi
jumlah jenis dan populasi fungi yang terdapat pada serasah A. marina. Semakin
tinggi salinitas air populasi dan jumlah jenis akan semakin menurun.
Bentuk makroskopis dan mikroskopis fungi Aspergillus sp. yang telah
diisolasi dari serasah daun B. cylindrica yang mengalami proses dekomposisi
selama 90 hari pada berbagai tingkat salinitas dapat dilihat pada Gambar 2.

a

b

c

d

e

f

Universitas Sumatera Utara

g
h
Gambar 2. Bentuk makroskopis dan mikroskopis (a) Aspergillus sp.1,(b) Aspergillus sp.2,
(c) Aspergillus sp.3, (d) Aspergillus sp.4, (e) Aspergillus sp.6, (f) Aspergillus
sp.6, (g) Aspergillus sp.7, (h) Aspergillus sp.8 yang diisolasi dari serasah daun
B. cylindrica. Koloni berumur 14 hari pada media PDA.

Bentuk makroskopis dan mikroskopis fungi Syncephalastrum sp. yang
telah diisolasi dari serasah daun B. cylindrica yang mengalami proses
dekomposisi selama 90 hari dapat dilihat pada Gambar 3.

a

c

b

d

e
Gambar 3. Bentuk makroskopis dan mikroskopis (a) Syncephalastrum sp.1,
(b) Syncephalastrum sp.2, (c) Syncephalastrum sp.3, (d) Syncephalastrum
sp.4, (e) Syncephalastrum sp.5 yang diisolasi dari serasah daun B.
cylindrica. Koloni berumur 14 hari pada media PDA.

Universitas Sumatera Utara

Bentuk makroskopis dan mikroskopis fungi Penicilium spp. yang diisolasi
dari serasah daun B. cylindrica yang telah terdekomposisi selama 90 hari pada
berbagai tingkat salinitas dapat dilihat pada Gambar 4.

a
Gambar 4. Bentuk makroskopis dan mikroskopis Penicilium spp., yang diisolasi dari
serasah daun B. cylindrica. Koloni berumur 14 hari pada media PDA.

Bentuk makroskopis dan mikroskopis fungi tidak teridentifikasi yang
diisolasi dari serasah daun B. cylindrica yang telah terdekomposisi selama 90 hari
pada berbagai tingkat salinitas dapat diihat pada Gambar 5.

a
b
Gambar 5. Bentuk makroskopis dan mikroskopis (a) Fungi tidak teridentifikasi 1 dan (b)
Fungi tidak teridentifikasi 2, yang diisolasi dari serasah daun B. cylindrica.
Koloni berumur 14 hari pada media PDA.

Perbandingan jumlah jenis fungi pada berbagai tingkat salinitas
Jenis dan jumlah fungi yang terdapat pada serasah daun B. cylindrica yang
mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas 0 – 10 ppt, 11 – 20 ppt, dan
21 – 30 ppt mempunyai nilai yang berbeda. Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa
jumlah jenis terkecil terdapat pada serasah yang telah mengalami proses
dekomposisi pada tingkat salinitas 0 – 10 ppt yaitu sebanyak 10 jenis fungi. Pada

Universitas Sumatera Utara

tingkat salinitas 11 – 20 ppt terdapat 11 jenis fungi yang telah diisolasi.
Sedangkan jumlah jenis terbesar terdapat pada tingkat salinitas 21 – 30 ppt.
16

Jumlah Jenis Fungi

14
12
10
8
6
4
2
0
0-10 ppt

11-20 ppt
21-30 ppt
Tingkat Salinitas

Gambar 6. Jumlah jenis fungi pada serasah daun B. cylindrica yang telah mengalami
proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas

Jumlah seluruh fungi yang telah diisolasi dari serasah B. cylindrica yaitu
16 jenis fungi. Terdapat beberapa jenis fungi yang ditemukan pada ketiga tingkat
salinitas

yaitu

Aspergillus

Aspergillus

sp.7,

sp.1,

Aspergillus

Syncephalastrum

sp.1,

sp.2,

Aspergillus

Syncephalastrum

sp.6,
sp.3,

Syncephalastrum sp.4, dan Penicilium spp.. Sedangkan beberapa jenis fungi
hanya ditemukan pada satu tingkat salinitas yaitu Aspergillus sp.3 dan fungi tidak
teridentifikasi 1 hanya ditemukan pada tingkat salinitas 0 – 10 ppt dan
Syncephalastrum sp.5 dan fungi tidak teridentifikasi 2 hanya terdapat pada tingkat
salinitas 21 – 30 ppt.
Menurut Austin dan Vitousek (2000) bahwa keberadaan salinitas yang
tinggi merupakan salah satu karateristik dari hutan mangrove. Hidup pada
lingkungan dengan salinitas yang tinggi mengharuskan mikroorganisme harus

Universitas Sumatera Utara

mampus beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Hanya jenis-jenis fungi
tertentu saja yang mampu mengembangkan mekanisme fisiologis dan adaptasi
morfologi dalam menghadapi kondisi salinitas yang tinggi untuk dapat bertahan
hidup. Jenis-jenis fungi yang mampu bertahan hidup pada kadar salinitas tinggi
tersebut umumnya tergolong kedalam fungi halofilik.
Perbandingan populasi fungi pada berbagai tingkat salinitas
Populasi tiap jenis fungi yang terdapat pada serasah daunB. cylindrica
yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas 0 – 10 ppt, 11 – 20
ppt, dan 21 – 30 ppt mempunyai nilai yang berbeda. Populasi fungi rata-rata pada
tiap tingkat salinitas dapat dilihat pada Gambar 7.

Populasi fungix10²(cfu/ml)

40
35
30

25
20
15
10
5
0
0-10 ppt

11-20 ppt
21-30 ppt
Tingkat Salinitas

Gambar 7. Populasi fungi yang terdapat pada serasah daun B. cylindrica yang telah
mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas

Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa populasi fungi terkecil terdapat pada
serasah yang telah mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas 21 – 30
ppt yaitu sebesar 22,23 x 10² cfu/ml. Sedangkan populasi fungi terbesar terdapat
pada tingkat salinitas 0 – 10 ppt yaitu sebesar 36,37 x 10² cfu/ml.

Universitas Sumatera Utara

Hubungan antara tingkat salinitas dan jumlah popluasi fungi yang terdapat
pada serasah daun B. cylindrica yang telah mengalami proses dekomposisi pada
berbagai tingkat salinitas menunujukkan spesies-spesies fungi yang mempunyai
koloni terbesar Aspergillus sp.6 (terbesar pada salinitas 0 – 10 ppt) dan
Aspergillus sp.7 (terbesar pada salinitas 0 – 10 ppt). Hal ini terjadi karena kondisi
ini hampir sama dengan kondisi tawar (payau) yang cukup baik untuk
pertumbuhan dan perkembangan berbagai jenis fungi dibanding dengan konidis
pada tingkat salinitas yang lebih tinggi (Yunasfi dan Suryanto, 2008).
Fungi yang mampu bertahan pada kondisi lingkungan dengan tingkat
salinitas 21 – 30 ppt dapat digolongkan sebagai fungi halofilik. Hal ini
dikarenakan fungi dapat bertahan hidup pada kadar salinitas tinggi. Sedangkan
fungi yang tidak dapat bertahan hidup dengan kadar salinitas tinggi akan
menghilang.
Jenis fungi yang terdapat pada lokasi dengan tingkat salinitas 21 – 30 ppt
lebih banyak dari dua lokasi lainnya (0 – 10 ppt dan 11 – 20 ppt), akan tetapi
jumlah koloni rata-ratanya semakin berkurang. Adanya interaksi antara fungifungi yang ada menyebabkan persaingan diantara populasi jenis fungi. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Simanjuntak (2011), yang mengatakan bahwa semakin
banyak jenis fungi yang bersaing maka semakin sedikit nutrisi yang diperoleh
untuk pertumbuhan tiap jenis fungi sehingga populasi tiap jenisnya akan menurun.
Frekuensi kolonisasi fungi pada berbagai tingkat salinitas
Frekuensi kolonisasi fungi pada serasah daun B. cylindrica yang
mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas menunjukkan hasil
yang hampir sama antara tingkat salinitas yang satu dengan tingkat salinitas

Universitas Sumatera Utara

lainnya. Pada tingkat salinitas 0 – 10 ppt, frekuensi kolonisasi fungi berkisar
antara 16,6 sampai 66,6%. Frekuensi kolonisasi terbesar ditempati oleh
Aspergillus sp.1 dan Syncephalastrum sp.1 yaitu sebesar 66,6%. Jenis fungi
Aspergillus sp.1 mengkolonisasi serasah daun B. cylindrica setelah 15, 30, 45, 60
hari mengalami proses dekomposisi dan Syncephalastrum sp.1 fungi ini
mengkolonisasi serasah daun B. cylindrica setelah 30, 45, 60, dan 90 hari.
Pada tingkat salinitas 11 – 20 ppt frekuensi kolonisasi fungi berkisar
antara 16,6 sampai 100%. Frekuensi kolonisasi terbesar ditempati oleh
Syncephalastrum sp.1 yaitu sebesar 100%. Jenis fungi ini mengkolonisasi serasah
daun B. cylindrica setelah 15, 30, 45, 60, 75 dan 90 hari. Sedangkan frekuensi
kolonisasi terkecil ditempati oleh Aspergillus sp.5 yang mengkolonisasi sersasah
daun B. cylindrica setelah 15 hari, Syncephalastrum sp.2 dan Syncephalastrum
sp.3 yang mengkolonisasi serasah daun B. cylindrica setelah 30 dan 45 hari.
Pada tingkat salinitas 21 – 30 ppt frekuensi kolonisasi fungi berkisar
antara 16,6 sampai 100%. Frekuensi kolonisasi terbesar ditempati oleh
Syncephalastrum sp.1 yaitu sebesar 100%. Jenis fungi ini mengkolonisasi serasah
daun B. cylindrica setelah 15, 30, 45, 60, 75 dan 90 hari. Sedangkan frekuensi
kolonisasi terbesar kedua adalah Aspergillus sp.1 yaitu sebesar 66,6%. Jenis fungi
ini mengkolonisasi serasah daun B. cylindrica setelah 15, 30, 45 dan 60 hari.
Dari semua tingkat salinitas dapat dilihat bahwa nilai frekuensi kolonisasi
fungi tidak berbanding lurus dengan jumlah populasi fungi. Besarnya frekuensi
kolonisasi tidak mempengaruhi tingginya populasi fungi.

Universitas Sumatera Utara

Indeks Keanekaragaman Fungi
Nilai rata-rata Indeks Shannon-Winner untuk keanekaragaman jenis fungi
yang terdapat pada serasah daun B. cylindrica yang telah mengalami proses
dekomposisi

pada

berbagai

tingkat

salinitas

adalah

sedang.

Indeks

keanekaragaman jenis fungi pada serasah daun B. cylindrica yang mengalami
proses dekomposisi pada lingkungan dengan kondisi salinitas 0 – 10 ppt, 11 – 20
ppt, dan 21 – 30 ppt secara berturut-turut adalah 1.64, 1.85, dan 1.80.
Tingginya nilai indeks keanekaragaman fungi pada tingkat salinitas 11 –
20 ppt dan 21 – 30 ppt disebabkan karena jumlah jenis fungi yang terdapat pada
tingkat salinitas ini juga tinggi yaitu sebesar 11 dan 14 jenis. Menurut Barus
(2004), suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang
tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing
spesies relatif merata. Dengan kata lain bahwa apabila suatu komunitas hanya
terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah individu yang tidak merata, maka
komunitas tersebut mempunyai keanekaragaman yang rendah.
Indeks keanekaragaman dipengaruhi oleh persaingan antar fungi yang
berasosiasi pada proses dekomposisi serasah. Hal ini sesuai dengan Odum (1993)
yang mengatakan bahwa kegiatan komunitas bergantung pada penyesuaian diri
setiap individu terhadap faktor-faktor fisik dan biologi yang ada pada suatu
lingkungan. Hal ini dikatakan juga oleh Wolf (1992) dalam hubungan antara
spesies, ini dapat merupakan bentuk ekploitasi makanan yang tersedia dalam
waktu singkat, atau merupakan gangguan bilamana organisme-organisme itu
saling melukai dalam usahanya untuk mendapatkan makanan.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
terdapat lima genus fungi yang telah diisolasi dari serasah daun B. cylindrica pada
berbagai

tingkat

salinitas,

yaitu

Aspergillus

sp.

(Aspergillus

sp.1,

Aspergillus

sp.2,

Aspergillus

sp.3,

Aspergillus

sp.4,

Aspergillus

sp.5,

Aspergillus

sp.6,

Aspergillus

sp.7,

Aspergillus

sp.8),

Penicilium

spp.,

Syncephalastrum

sp.

(Syncephalastrum

sp.1,

Syncephalastrum

sp.2,

Syncephalastrum sp.3, Syncephalastrum sp.4, Syncephalastrum sp.5), dan
terdapat 2 fungi tidak teridentifikasi. Nilai Indeks Shannon-Wiener untuk
keanekaragaman jenis fungi yaitu pada tingkat salinitas 0 – 10 ppt, 11 – 20 ppt,
dan 21 – 30 ppt secara berturut adalah 1.64, 1.85, dan 1.80 dengan tingkat
keanekaragaman sedang.
Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang potensi fungi yang diperoleh
dalam proses dekomposisi serasah daun B. cylindrica pada berbagai tingkat
salinitas.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian dan Ekosistem Hutan Mangrove

Ekosistem hutan mangrove adalah suatu sistem di alam tempat
berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara
makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri,
terdapat pada wilayah pesisir, dipengaruhi pasang surut air laut, dan didominasi
oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin
atau payau (Santoso, 2000).
Secara ekologi, keberadaan habitat hutan mangrove memberikan
kontribusi bagi penyediaan unsur hara dalam ekosistem. Guguran daun mangrove
yang jatuh ke lahan mangrove akan diuraikan oleh mikroorganisme dan berfungsi
sebagai makanan bagi anak udang, kepiting, ikan (Kustanti, 2011).
Menurut Soerianegara (1998), ciri-ciri hutan mangrove adalah sebagai
berikut : tidak dipengaruhi iklim, dipengaruhi pasang surut air laut, tanah
tumbuhnya, dan sekaligus mencegah salinisasi pada wilayah-wilayah di
belakangnya. Melindungi terumbu karang, karena sistem perakarannya mampu
menahan lumpur sungai dan menyerap berbagai bahan polutan. Melindungi
tempat buaya dan berpijanya berbagai jenis ikan dan udang.

Taksonomi dan Morfologi Bruguiera cylindrica

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Universitas Sumatera Utara

Ordo

: Myrtales

Famili

: Rhizophoraceae

Genus

: Bruguiera

Spesies

: Bruguiera cylindrica
Bakau putih merupakan pohon bakau, berakar lutut dan akar papan yang

melebar kesamping dibagian pangkal pohon, ketinggian pohon kadang-kadang
mencapai 23 m. Jenis ini juga memiliki kemampuan untuk tumbuh pada
tanah/substrat yang baru terbentuk dan tidak cocok untuk jenis lainnya.
Kemampuan tumbuhnya pada tanah liat membuat pohon jenis ini sangat
bergantung kepada akar nafas untuk memperoleh pasokan oksigen yang cukup
dan

oleh

karena

itu

sangat

responsif

terhadap

penggenangan

yang

berkepanjangan.

Dekomposisi Serasah

Menurut Lear dan Turner (1997), bagian terbesar dari serasah mangrove
merupakan bahan yang pokok untuk tempat berkumpulnya bakteri dan fungi.
Kemudian bahan-bahan tersebut mengalami penguraian yang merupakan mata
rantai dari hewan-hewan laut. Bagian-bagian partikel daun yang kaya akan protein
dirombak oleh koloni-koloni bakteri dan seterusnya dimakan oleh ikan-ikan kecil.
Perombakan partikel daun ini akan berlanjut terus sampai menjadi partikel yang
berukuran sangat kecil (detritus) dan akhirnya dimakan oleh hewan-hewan
pemakan detritus, seperti molusca dan crustaceae kecil. Selama proses
perombakan ini substansi organik terlarut yang berasal dari serasah sebagian

Universitas Sumatera Utara

dilepas sebagai materi yang berperan bagi fitoplankton dan sebagian lagi
diabsorpsi oleh partikel sedimen yang menyokong rantai makanan.
Serasah yang jatuh ke dalam sungai dan daerah pantai mengalami
dekomposisi yang melibatkan peran mikroorganisme air seperti bakteri dan fungi.
Dekomposisi akan berjalan lebih cepat jika ada mikroorganisme tersebut. Menurut
Moore-Landecker (1996), fungi merupakan organisme penyebab kerusakan yang
memperoleh nutrisi dari material organik yang telah mati. Fungi berperan penting
dalam proses perombakan bahan organik.
Serasah dari dedaunan menyumbang unsur hara ke perairan yang dapat
dimanfaatkan oleh mikroorganisme setempat. Lingkungan mangrove pada waktu
pasang digenagi air laut, maka mikororganisme yang hidup di daerah tersebut
harus memiliki ketahanan terhadap lingkungan berkadar garam tinggi. Selain
serasah dari pepohonan mangrove, sungai-sungai yang bermuara ke daerah
tersebut juga membawa bahan organik dari daratan (Gandjar et al, 2006).

Fungi Hutan Mangrove

Fungi merupakan salah satu mikroorganisme yang berperan dalam proses
dekomposisi berbagai komponen serasah, yang terdiri atas daun, bunga, cabang,
ranting, dan bagian-bagian tumbuhan yang lain. Fungi detritus bukanlah
dekomposer awal yang berperan di dalam pembusukan serasah mangrove.
Arief (2007) menyatakan makrobentos seperti fauna kelas Gastropoda,
Crustaceae, Bivalvia, Hirudinae, Polichaeta dan Amfibi sangat menunjang
keberadaan unsur hara.

Universitas Sumatera Utara

Pada penelitian yang dilakukan oleh Ramadhanita (2012), Aspergillus dan
Penicillium merupakan jenis yang paling banyak dijumpai sewaktu isolasi serasah
daun Rhizophora apiculata yang belum mengalami dekomposisi (kontrol)
maupun yang telah mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas. Fungi
Aspergillus dan Penicillium mendominasi baik dari segi jenis dan jumlah karena
kedua kelompok fungi ini merupakan fungi Ascomycotina yang sering hidup di
tanah sebagai mikroba saprofit.
Hubungan tingkat salinitas dan jumlah koloni fungi yang didapatkan pada
serasah daun yang belum dan telah mengalami dekomposisi, menunjukkan jenisjenis fungi yang mempunyai koloni terbesar, yaitu Aspergillus sp. 2 (terbesar pada
kontrol, < 10, 10 – 20, dan 20 - 30) dan Fusarium sp. 2 (terbesar pada > 30 ppt.
Adapun jumlah koloni fungi terbesar kedua pada serasah daun yang mengalami
dekomposisi

pada

berbagai

tingkat

salinitas,

yaitu

Aspergillus

sp.

4

(Yunasfi, 2006).
Yunasfi (2006) mengatakan bahwa jumlah jenis fungi terbesar terdapat
pada serasah daun yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas

Dokumen yang terkait

Laju Dekomposisi Serasah Daun Bruguiera cylindrica pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kampung Nypa Desa Sei NagalawanK ecamatan Perbaungan

0 3 64

Keanekaragaman Fungi pada Serasah Daun Bruguiera cylindrica yang Mengalami Proses Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kampung Nypa, Desa Sei Nagalawan, Sumatera Utara

0 0 12

Keanekaragaman Fungi pada Serasah Daun Bruguiera cylindrica yang Mengalami Proses Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kampung Nypa, Desa Sei Nagalawan, Sumatera Utara

0 0 2

Keanekaragaman Fungi pada Serasah Daun Bruguiera cylindrica yang Mengalami Proses Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kampung Nypa, Desa Sei Nagalawan, Sumatera Utara

0 0 3

Keanekaragaman Fungi pada Serasah Daun Bruguiera cylindrica yang Mengalami Proses Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kampung Nypa, Desa Sei Nagalawan, Sumatera Utara

0 0 2

Keanekaragaman Fungi pada Serasah Daun Bruguiera cylindrica yang Mengalami Proses Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kampung Nypa, Desa Sei Nagalawan, Sumatera Utara

0 0 11

Laju Dekomposisi Serasah Daun Bruguiera cylindrica pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kampung Nypa Desa Sei NagalawanK ecamatan Perbaungan

0 2 11

Laju Dekomposisi Serasah Daun Bruguiera cylindrica pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kampung Nypa Desa Sei NagalawanK ecamatan Perbaungan

0 0 2

Laju Dekomposisi Serasah Daun Bruguiera cylindrica pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kampung Nypa Desa Sei NagalawanK ecamatan Perbaungan

0 0 4

Laju Dekomposisi Serasah Daun Bruguiera cylindrica pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kampung Nypa Desa Sei NagalawanK ecamatan Perbaungan

0 0 12