URAIAN

(1)

UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS

TES PILIHAN GANDA

I. PENGANTAR

Tes pilihan ganda merupakan jenis tes yang paling populer, karena banyak digunakan di sekolah dan sangat sering digunakan sebagai alat seleksi. Namun tes jenis ini tidak jarang menjadi bahan perdebatan. Pro dan kontra terhadap tes bentuk pilihan ganda sangat menonjol beberapa tahun terakhir ini. Yang ekstrim-kontra menuduh bahwa tes ini menjadi biang keladi rendahnya mutu pendidikan kita. Sedang yang pro menyatakan bahwa tes ini lebih praktis dan dapat digunakan untuk jumlah peserta didik yang cukup besar, serta mutunya dapat dipertanggungjawabkan.

Ada sejumlah masalah yang berkaitan dengan penilaian negatif terhadap tes pilihan ganda.

(1) Apa yang menyebabkan kualitas tes pilihan ganda menjadi rendah? (2) Bagaimana upaya guru untuk meningkatkan kualitas tes pilihan ganda?

(3) Benarkah analisis tes dan analisis butir soal merupakan suatu keharusan dalam penyusunan tes pilihan ganda?

(4) Bagaimana cara yang mudah untuk menganalisis tes pilihan ganda?

Dalam pelatihan ini peserta diajak bersama-sama menelaah kualitas tes pilihan ganda dan berupaya meningkatkan mutu tes tersebut. Oleh sebab itu materi utama yang dibahas adalah:

1. Masalah yang berkaitan dengan evaluasi, khususnya tes pilihan ganda. 2. Kriteria tes pilihan ganda yang baik / bermutu.

3. Macam-macam bentuk tes pilihan ganda.

4. Prosedur yang benar dalam penyusunan tes pilihan ganda. 5. Telaah soal-soal pilihan ganda

6. Manfaat analisis tes dan analisis butir soal.


(2)

II. TUJUAN LATIHAN

1. Tujuan umum: kemampuan peserta dalam menyusun tes pilihan ganda meningkat, sehingga dihasilkan tes pilihan ganda dengan kualitas yang lebih baik.

2. Tujuan khusus: setelah pelatihan ini peserta:

a. memahami konsep dasar penyusunan tes pilihan ganda;

b. mengetahui akibat negatif pelaksanaan evaluasi yang menggunakan tes berkulaitas rendah;

c. mampu menyusun soal pilihan ganda dengan kualitas baik;

d. berminat untuk selalu berupaya meningkatkan kualitas tes pilihan ganda termasuk melaksanakan kegiatan analisis tes dan analisis butir soal.

III. PROSES KEGIATAN PELATIHAN

1. Pengantar singkat dari penatar tentang tes pilihan ganda. 2. Tanya jawab sekitar pro dan kontra terhadap tes pilihan ganda.

3. Tanya jawab tentang tes yang baik, prosedur penyusunan tes yang benar dan langkah-langkah yang biasa ditempuh para guru.

4. Simulasi telaah soal-soal pilihan ganda.

5. Kerja kelompok menelaah butir soal pilihan ganda.

6. Kerja kelompok merevisi tes pilihan ganda yang telah dianalisis.

7. Diskusi pleno merumuskan berbagai upaya di sekolah untuk meningkatkan tes pilihan ganda.

Prasarat: Setiap kelompok harus membawa satu tes yang berisi 10 – 40 butir soal.

IV. MATRI POKOK

A. Masalah Yang Berhubungan Dengan Tes Pilihan Ganda

Berbagai masalah berikut dicoba untuk diungkap untuk dicari alternatif pemecahannya. Diakui bahwa jawaban atas permasalahan ini sebagian bersifat hipotetis atau berdasar rujukan, jadi bukan hasil penelitian. Oleh sebab itu terbuka untuk dibahas oleh semua peserta.


(3)

1. Tes pilihan ganda tidak dapat digunakan untuk mengevaluasi proses berpikir, keterampilan menulis, maupun kemampuan berbahasa.

Kelemahan ini tidak dapat diatasi, maka untuk tujuan-tujuan itu harus digunakan tes bentuk uraian di mana siswa menyusun jawaban sendiri (bukan disediakan dalam soal).

2. Karena sebagian/seluruh jawaban sudah tersedia dan peserta didik tinggal memilih saja, maka ada kecenderungan menebak atau hanya main-main dalam menjawab soal pilihan ganda.

Dengan meningkatkan kualitas tes dan menggunakan ragam-soal yang sesuai, kecenderungan menebak dapat dikurangi. Lihat uraian ragam soal pilihan ganda.

3. Seringkali disusun asal-jadi, sehingga tes pilihan ganda rendah sekali mutunya sebab susunan bahasanya sering kurang tertib dan hanya menilai aspek kognitif tingkat rendah saja.

Memang bila disusun asal-jadi, tes pilihan ganda akan lebih buruk dari tes bentuk uraian asal-jadi. Lebih baik tidak menggunakan soal pilihan ganda, daripada menggunakan tes asal-jadi, sebab skor yang diperoleh siswa dapat menyimpang dari keadaan yang sesungguhnya (tidak adil dan tidak obyektif). Penyusunan tes pilihan ganda harus melalui prosedur yang benar. Terutama pembuatan kisi-kisi tidak boleh dilalaikan. Telaah bahasa, analisis butir soal, dan revisi sesuai hasil analisis memungkinkan kualitas tes makin baik.

4. Bila digunakan terus-menerus akan mengurangi motif belajar peserta didik, sebab peserta didik cenderung hanya mempelajari siasat menempuh tes-obyektif.

Upaya membuat dan memanfaatkan bank-soal dapat mengatasi masalah ini.

5. Sulit menyusun soal yang bermutu, sebab banyak faktor yang harus diperhatikan (kaidah bahasa, tingkat kognitif, tingkat kesukaran, dan kesesuaian materi dengan kisi-kisi). Baik buruknya butir soal hanya dapat diketahui setelah analisis butir soal. Memang diperlukan upaya sungguh-sungguh termasuk latihan/praktek ber-ulang-ulang agar guru sebagai penyusun tes makin terampil membuat soal pilihan ganda.


(4)

6. Kemungkinan peserta didik menyontek cukup besar.

Pengawasan yang longgar pada saat pelaksanaan tes memungkinkan siswa menyontek pekerjaan temannya, oleh sebab itu perlu ada jarak antar siswa yang memadai dan pengawasan yang berwibawa dari para guru. Pada sekolah tertentu yang menekankan disiplin dan kejujuran, siswa sudah terbiasa jujur (tidak menyontek), maka masalah ini tidak akan terjadi.

Diskusikan masalah-masalah lain yang berkaitan dengan tes pilihan ganda. Apa masalahnya, mengapa terjadi, adakah upaya untuk mengatasi masalah itu, bagaimana kaitannya dengan kegiatan evaluasi dan pendidikan pada umumnya.

B. Kriteria Tes Pilihan Ganda Yang Baik / Bermutu.

Suatu tes akan mampu mengungkap aspek hasil belajar secara tepat apabila tes tersebut cukup baik. Tes yang baik harus memiliki dan memenuhi syarat-syarat seperti berikut:

1. Memiliki validitas yang tinggi. Artinya mampu mengungkapkan aspek hasil belajar tertentu secara tepat. Misalnya tes Matematika tentang simbol-simbol himpunan, harus mampu mengungkap secara tepat tentang kemampuan murid di dalam memahami dan menggunakan simbol-simbol tersebut.

2. Memiliki reliabilitas yang tinggi. Artinya mampu memberikan gambaran yang relatif tetap dan konsisten tentang kemampuan yang dimiliki seorang peserta didik. Suatu tes yang hasilnya tidak konsisten (dapat berubah dari waktu ke waktu, atau berubah dari satu siswa ke siswa lainnya) akan menimbulkan kesalahan atau bias dalam penarikan kesimpulan hasil penilaian. Seperti meteran yang terbuat dari karet, tidak konsisten untuk mengukur panjang. Menggunakan alat ukur panjang yang terbuat dari karet sangat menyesatkan!

3. Tiap butir soal memiliki daya pembeda yang memadai. Artinya tiap butir dalam tes itu dapat membedakan peserta didik yang belajar/menguasai bahan dan peserta didik yang kurang menguasai bahan. Tes yang buruk bisa sebaliknya, anak yang kurang


(5)

menguasai dapat nilai tinggi dan anak yang mampu/mengusai bahan justru dapat nilai rendah.

4. Tingkat kesukaran tes berdasar kelompok yang akan dites, kira-kira 30% mudah 50% sedang dan 20% sukar.

5. Mudah diadministrasikan. Artinya tes tersebut memiliki petunjuk tentang bagaimana cara pelaksanaannya, cara mengerjakannya, dan cara mengoreksinya.

6. Memiliki norma atau patokan penafsiran data. Apakah norma mutlak (ditentukan sebelum ada skor) ataukah norma relatif (ditentukan setelah pemberian skor).

Bila suatu tes disusun dan diadministrasikan dengan prosedur yang semestinya, kemudian dianalisis dan ditelaah dengan cermat lalu diadakan perbaikan di mana perlu,

maka akan diperoleh sutau tes yang baik dan memenuhi syarat.

C. Penggunaan Berbagai Ragam Soal Pilihan Ganda.

Ada 5 (lima) ragam soal pilihan ganda yakni: (1) melengkapi pilihan (bentuk biasa/asli), (2) hubungan antar soal atau hubungan sebab akbiat, (3) tinjauan kasus, (4) asosiasi pilihan ganda atau pilihan ganda bertingkat, dan (5) membaca diagram. Penggunaan kelima ragam itu memungkinkan soal pilihan ganda dapat mengukur aspek kognitif tingkat tinggi (analisis, sintesis, dan evaluasi).

1. Melengkapi / menjawab pokok soal dengan 4-5 pilihan.

Ragam ini paling banyak digunakan. Pokok soal dapat berupa pertanyaan atau kalimat yang belum selesai. Kekeliruan penggunaan ragam ini umumnya pada segi kaidah bahasa dan penempatan pilihan (option).

2. Hubungan sebab-akibat atau hubungan antar hal.

Soal dengan ragam ini cenderung sulit atau sangat sulit, lebih-lebih di SMP Oleh sebab itu kepada siswa perlu diperkenalkan dengan baik, dilatihkan, dan para guru membiasakan penggunaan ragam ini walau hanya 2-3 soal dalam satu tes.


(6)

Bentuk ragam tinjauan kasus sama dengan ragam butir 1 (melengkapi atau menjawab pertanyaan), hanya isi yang terkandung dalam pokok soal berupa kasus. Peristiwa khusus, hasil kerja di laboratorium, atau kejadian di sekitar kita dapat dijadikan kasus.

4. Asosiasi Pilihan Ganda

Soal dengan ragam asosiasi mengharuskan siswa berpikir lebih komprehensif sebab pilihan jawaban yang benar bisa 3, 2, 1 atau semua salah. Di SMP, soal dengan 4 pilihan adalah:

a. Jika (1), (2), dan (3) betul; b. Jika (1) dan (3) betul; c. Jika (2) dan (4) betul; d. Jika hanya (4) yang betul.

5. Membaca diagram, tabel, gambar, atau grafik.

Bentuk ragam ini sama dengan ragam butir 1 (melengkapi atau menjawab pertanyaan), hanya pokok soal berupa gambar, grafik, atau tabel yang perlu dianalisis oleh siswa. Ragam ini seharusnya banyak digunakan dalam mata pelajaran IPA , namun dalam mata pelajaran lain pun dapat digunakan. Masalah utama penggunaan ragam ini ialah: (1) lembar soal menjadi panjang karena gambar akan makan tempat lebih banyk, (2) sulit membuat gambar/grafik yang betul dan jelas, (3) sulit mengembangkan pertanyaan dalam bentuk grafik/gambar dari pokok bahasan IPS dan Bahasa.

Penggunaan berbagai ragam soal pilihan ganda perlu dibiasakan agar siswa tidak bosan menghadapi bentuk soal yang monoton, dapat mengukur tingkat kognitif yang tinggi, dan semua hal/bagian yang diajarkan kepada siswa dapat ditanyakan melalui soal pilihan ganda.

Sejauh mana Anda telah menggunakan berbagai -ragam soal pilihan ganda seperti diuraikan di atas?

D. Prosedur Yang Benar Dalam Penyusunan Tes Pilihan Ganda.

Prosedur pembuatan dan pengadministrasian tes hasil belajar, baik bentuk uraian maupun pilihan ganda pada prinsipnya sama saja. Bila ada perbedaan dalam prosedur


(7)

relatif hanya sedikit. Prosedur tersebut meliputi: penyusunan butir soal, penggandaan tes dan lembar jawaban, pengadministrasian, penyekoran dan analisis

1. Penyusunan butir soal

Langkah pertama dalam penyusunan tes ialah menetapkan tujuan tes, yakni ditujukan untuk peserta didik kelas dan semester berapa, dalam pelajaran apa, dan mengenai pokok bahasan apa? Lingkup materi ini dapat sangat sempit (satu pokok bahasan saja) dapat juga sangat luas (untuk keperluan UAN). Jadi, tujuan tes harus disesuaikan dengan TIU (Tujuan Instruksional Umum) dan TIK (Tujuan Instruksional Khusus) tertentu.

Tujuan tes tersebut dijabarkan ke dalam kisi-kisi atau kerangka tes. Kisi-kisi memuat pokok-pokok bahasan yang akan dievaluasi, banyaknya butir soal tiap pokok bahasan, banyaknya butir soal berdasar tingkat kesukaran, tingkat kognitif, dan variasi soal, serta jumlah soal secara keseluruhan. Dengan kata lain, kisi-kisi merupakan pedoman induk dalam penyusunan soal tes.

Penyusunan butir-butir soal semuanya didasarkan pada kisis-kisi yang disusun sebelumnya, dengan demikian pembuatan soal yang menyimpang dari tujuan tes dapat dihindari. Setiap butir soal tentu saja harus disusun berdasar kaidah Bahasa Indonesia serta pedoman umum penyusunan butir soal. Pada tes bentuk uraian antara lain antara lain: (1) harus jelas mengukur TIK yang mana, (2) waktu untuk menjawab diperkirakan sesuai dengan keseluruhan waktu yang tersedia, dan (3) jawaban yang diinginkan cukup spesifik.

Pada tes bentuk pilihan ganda, ada sejumlah kaidah penulisan untuk tiap ragam/variasi. Bila tidak mengikuti kaidah ragam tes bersangkutan, maka butir soal itu dapat membingungkan, mudah ditebak atau bahkan menyimpang sama sekali dari tujuan tes. Begitu banyak ketentuan yang harus dipenuhi dalam penulisan butir soal pilihan ganda, menunjukkan bahwa penyusunan tes ini memerlukan kesungguhan dan kecermatan.

2. Penggandaan tes untuk siap pakai

Setelah semua butir soal disusun sesuai dengan kisi-kisi dan kaidah penulisan soal, maka langkah berikutnya ialah menyusun butir soal menjadi satu tes yang siap pakai. Beberapa faktor teknis perlu diperhatikan, antara lain: kejelasan petunjuk pengerjaan,


(8)

format tulisan dan kejelasan huruf-hurufnya, serta penomoran/ pengelompokkan soal dan teknis pengetikan.

Untuk tujuan UAS, UAS/EBTA apalagi EBTANAS/UAN, semua butir soal harus pernah dicobakan dan dianalisis. Sedang untuk tujuan terbatas tidak ada keharusan uji-coba. Bila langkah ini kurang diperhatikan maka jerih payah mendapatkan butir soal yang baik, akan menjadi sia-sia.

3. Pelaksanaan tes (pengadministrasian kepada peserta didik)

Agar hasil evaluasi pilihan ganda dan adil, saat pelaksanaan tes perlu dijaga agar selalu tertib dan lancar. Kecenderungan menyontek, peserta didik bekerja-sama dalam mengerjakan tes, atau penyelewengan pihak pengawas harus dapat dihindari karena dapat menjauhkan dari tujuan evaluasi. Tidak kalah penting adalah pembatasan waktu sesuai dengan rencana, serta kondisi peserta didik pada saat mengerjakan tes.

4. Penyekoran (pemberian skor)

Ada perbedaan besar dalam hal penyekoran tes bentuk uraian dan pilihan ganda. Pada tes pilihan ganda dapat digunakan alat bantu berupa "kunci jawaban" (kertas dilubangi atau transparan yang diberi tanda-tanda) dan tiap lembar jawaban dapat diberi skor sekali-gus. Dengan pertimbangan tertentu, jawaban peserta didik yang salah dapat dipehitungkan sebagai denda yang mengurangi skor akhir.

5. Analisis tes dan butir soal

Kegiatan analisis antara lain meliputi: (1) menghitung reliabilitas tes, (2) analisis butir soal, yang meliputi: analisis daya pembeda, analisis tingkat kesukaran, analisis homoginitas butir soal, dan analisis distraktor, dan (3) analisis validitas: minimal validitas permukaan dan validitas isi atau validitas konstruk. Uraian dan latihan lebih lanjut tentang analisis tes dan analisis butir soal disajikan secara khusus (materi tersendiri).

E. Telaah Butir Soal

Ditjen Dikdasmen bersama Pusat Pengujian (1989) telah menyusun Pedoman Penelaahan, Perbaikan, dan Perakitan Soal. Telaah soal hendaknya dilakukan sebelum tes digunakan, dan diulangi lagi setelah tes digunakan dan dianalisis.


(9)

Telaah soal sebelum tes digunakan, meliputi:

1. Materi

Soal harus sesuai dengan indikator yang terdapat dalam kisi-kisi.

Pengecoh harus homogin, logis, dan diduga ada siswa yang memilih. Pengecoh harus dari ruang lingkup / materi yang sama sehingga homogin atau tidak ada yang mencolok.

Setiap soal hanya ada satu jawaban yang paling benar. Dan perlu diperhatikan penempatannya (tidak ditempatkan secara sistematis tetapi secara acak).

2. Konstruksi

Rumusan pokok soal harus jelas dan tegas, hanya mengandung satu pokok masalah, dan tidak boleh menimbulkan pengertian ganda.

Pokok soal tidak menunjuk kepada kunci jawaban. Jadi, tidak boleh ada kata-kata yang secara tersamar atau secara nyata sesuai dengan kunci jawaban .

Pokok soal jangan menggunakan kata negatif ganda (bukan tidak, tidak sedikit, tidak jarang).

Panjang pendek pilihan jawaban harus relatif sama.

Tidak boleh ada pilihan: “Semua jawaban di atas salah.” atau “Semua jawaban di atas benar.”

Pilihan jawaban berbentuk angka harus tersusun berdasar urutan dari besar ke kecil, atau dari kecil ke besar.

Gambar, grafik, tabel, atau diagram harus tertulis dengan jelas.

Butir soal harus mandiri, artinya tidak dikaitkan dengan butir soal lain.

3. Bahasa

Harus komunikatif, sesuai dengan kemampuan berbahasa siswa bersangktan. Tidak menggunakan bahasa lokal yang akan ditafsirkan berbeda di tempat lain. Kata-kata yang sama dalam semua pilihan jawaban, dipindahkan ke pokok soal. Berdasar pedoman telaah di atas, dapat dibuat ‘Kartu Telaah Soal’ yang digunakan untuk mencatat hasil telaah tiap butir soal. Dapat juga dirangkum menjadi ‘Daftar Telaah Soal’. Lihat lampiran.


(10)

F. Pengembangan Bank Soal

Tes pilihan ganda yang akan digunakan kembali atau akan digunakan ber-ulang-ulang harus dianalisis lebih dahulu. Begitu juga dengan soal-soal yang disimpan dalam bank soal, harus melalui analisis dan revisi butir soal.

Setiap guru dapat mengembangkan sendiri bank soal tentang mata pelajaran yang diasuhnya. Setelah mengajar bertahun-tahun, guru akan memiliki sejumlah soal dalam berbagai pokok bahasan dan berbagai tingkatan/kelas. Dari bank soal pribadi, guru tinggal memilih dan merakit butir-butir soal yang sesuai menjadi satu tes yang bermutu. Secara garis besar, pengembangan bank-soal sebagai berikut.

1. Membuat kartu soal

Tes pertama yang digunakan untuk ulangan akhir semester, atau ujian akhir program, butir-butir soalnya ditulis dalam kartu yang lepas (misalnya kartupos). Dalam kartu lepas itu dicantumkan: (a) nama mata pelajaran, (b) kelas, (c) pokok bahasan, (d) ragam pilihan ganda yakni R1-R5, (e) tingkat kognitif yang diukur yakni K1-K6 (ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi), (f) perkiraan tingkat kesukaran yakni Md-Sd-Sk, (g) tanggal soal itu disusun, dan (h) nama penyusun. Penggunaan kartu soal dapat digantikan dengan komputer, artinya data tiap butir soal ditulis dalam komputer, namun prinsip lepas satu-sama lain harus dipertahankan. Penggunaan komputer lebih efisien sebab guru tidak perlu menulis soal Penggunaan komputer lebih efisien sebab guru tidak perlu menulis soal berulang-ulang. Cukup sekali menulis, soal itu dapat di-copy atau digunakan kapan saja.

2. Melakukan analisis butir soal

Setelah tes diadministrasikan ke sejumlah siswa (satu atau beberapa kelas), lembar jawaban siswa digunakan untuk analisis tes. Hasil analisis tes dan analisis butir soal dicatat / dimasukkan ke dalam setiap kartu soal.

3. Menyeleksi dan menyimpan butir soal

Berdasar analisis dapat diketahui kualitas tiap butir soal. Butir soal yang buruk dibuang saja. Soal yang kurang baik direvisi secukupnya. Soal yang baik dan soal yang telah direvisi menjadi simpanan pada bank soal.


(11)

4. Merakit tes dari bank soal

Dari bank soal dirakit tes baru. Kekurangan soal ditambah dengan membuat

soal baru (yang belum dianalisis). Soal yang baru juga harus ditulis dalam kartu soal.

5. Mengulangi Langkah 2, 3, dan 4

Pengembangan bank soal akan berlanjut melalui langkah 2, 3, 4 di atas. Setelah bertahun-tahun bank soal dapat memiliki puluhan tes bermutu yang diambil dari ribuan soal bermutu.

Catatan: Pengembangan bank soal akan lebih cepat bila dilakukan bersama-sama oleh sekelompok guru di sekolah, atau oleh MGMP, asalkan semua anggotanya memiliki komitmen yang tinggi untuk memiliki dan mengembangkan bank soal.

F. Penutup

Semua guru diharapkan meningkatkan kemampuannya dalam menyusun tes pilihan ganda, lebih-lebih guru di sekolah yang jumlah muridnya cukup banyak. Penggunaan tes pilihan ganda yang bermutu, digabung dengan tes bentuk uraian, tes perbuatan, dan instrumen lainnya, memungkinkan guru dapat mengevaluasi perkembangan siswa secara komprehensif. Dengan instrumen yang bermutu, siswa termotivasi untuk belajar dan merasa diperlakukan secara adil. Muara dari semua upaya meningkatkan mutu alat evaluasi adalah meningkatnya mutu pendidikan , dan meningkatnya kemampuan generasi muda Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1989). Pedoman Penelaahan, Perbaikan, dan Perakitan Soal. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Pengujian.

Karno To, (1996), Mengenal Analisis Tes. Bandung: FIP IKIP Bandung

Nitko, Anthony J. (1996), Educational Assessment of Student, 2nd Edition, Prentice Hall, New Jersey, Ohio.

Subino (1987), Konstruksi dan Analisis Tes, Suatu Pengantar Kepada Teori Tes dan Pengukuran, Proyek LPTK Depdikbud, Jakarta.


(12)

(1)

relatif hanya sedikit. Prosedur tersebut meliputi: penyusunan butir soal, penggandaan tes dan lembar jawaban, pengadministrasian, penyekoran dan analisis

1. Penyusunan butir soal

Langkah pertama dalam penyusunan tes ialah menetapkan tujuan tes, yakni ditujukan untuk peserta didik kelas dan semester berapa, dalam pelajaran apa, dan mengenai pokok bahasan apa? Lingkup materi ini dapat sangat sempit (satu pokok bahasan saja) dapat juga sangat luas (untuk keperluan UAN). Jadi, tujuan tes harus disesuaikan dengan TIU (Tujuan Instruksional Umum) dan TIK (Tujuan Instruksional Khusus) tertentu.

Tujuan tes tersebut dijabarkan ke dalam kisi-kisi atau kerangka tes. Kisi-kisi memuat pokok-pokok bahasan yang akan dievaluasi, banyaknya butir soal tiap pokok bahasan, banyaknya butir soal berdasar tingkat kesukaran, tingkat kognitif, dan variasi soal, serta jumlah soal secara keseluruhan. Dengan kata lain, kisi-kisi merupakan pedoman induk dalam penyusunan soal tes.

Penyusunan butir-butir soal semuanya didasarkan pada kisis-kisi yang disusun sebelumnya, dengan demikian pembuatan soal yang menyimpang dari tujuan tes dapat dihindari. Setiap butir soal tentu saja harus disusun berdasar kaidah Bahasa Indonesia serta pedoman umum penyusunan butir soal. Pada tes bentuk uraian antara lain antara lain: (1) harus jelas mengukur TIK yang mana, (2) waktu untuk menjawab diperkirakan sesuai dengan keseluruhan waktu yang tersedia, dan (3) jawaban yang diinginkan cukup spesifik.

Pada tes bentuk pilihan ganda, ada sejumlah kaidah penulisan untuk tiap ragam/variasi. Bila tidak mengikuti kaidah ragam tes bersangkutan, maka butir soal itu dapat membingungkan, mudah ditebak atau bahkan menyimpang sama sekali dari tujuan tes. Begitu banyak ketentuan yang harus dipenuhi dalam penulisan butir soal pilihan ganda, menunjukkan bahwa penyusunan tes ini memerlukan kesungguhan dan kecermatan.

2. Penggandaan tes untuk siap pakai

Setelah semua butir soal disusun sesuai dengan kisi-kisi dan kaidah penulisan soal, maka langkah berikutnya ialah menyusun butir soal menjadi satu tes yang siap pakai. Beberapa faktor teknis perlu diperhatikan, antara lain: kejelasan petunjuk pengerjaan,


(2)

format tulisan dan kejelasan huruf-hurufnya, serta penomoran/ pengelompokkan soal dan teknis pengetikan.

Untuk tujuan UAS, UAS/EBTA apalagi EBTANAS/UAN, semua butir soal harus pernah dicobakan dan dianalisis. Sedang untuk tujuan terbatas tidak ada keharusan uji-coba. Bila langkah ini kurang diperhatikan maka jerih payah mendapatkan butir soal yang baik, akan menjadi sia-sia.

3. Pelaksanaan tes (pengadministrasian kepada peserta didik)

Agar hasil evaluasi pilihan ganda dan adil, saat pelaksanaan tes perlu dijaga agar selalu tertib dan lancar. Kecenderungan menyontek, peserta didik bekerja-sama dalam mengerjakan tes, atau penyelewengan pihak pengawas harus dapat dihindari karena dapat menjauhkan dari tujuan evaluasi. Tidak kalah penting adalah pembatasan waktu sesuai dengan rencana, serta kondisi peserta didik pada saat mengerjakan tes.

4. Penyekoran (pemberian skor)

Ada perbedaan besar dalam hal penyekoran tes bentuk uraian dan pilihan ganda. Pada tes pilihan ganda dapat digunakan alat bantu berupa "kunci jawaban" (kertas dilubangi atau transparan yang diberi tanda-tanda) dan tiap lembar jawaban dapat diberi skor sekali-gus. Dengan pertimbangan tertentu, jawaban peserta didik yang salah dapat dipehitungkan sebagai denda yang mengurangi skor akhir.

5. Analisis tes dan butir soal

Kegiatan analisis antara lain meliputi: (1) menghitung reliabilitas tes, (2) analisis butir soal, yang meliputi: analisis daya pembeda, analisis tingkat kesukaran, analisis homoginitas butir soal, dan analisis distraktor, dan (3) analisis validitas: minimal validitas permukaan dan validitas isi atau validitas konstruk. Uraian dan latihan lebih lanjut tentang analisis tes dan analisis butir soal disajikan secara khusus (materi tersendiri).

E. Telaah Butir Soal

Ditjen Dikdasmen bersama Pusat Pengujian (1989) telah menyusun Pedoman Penelaahan, Perbaikan, dan Perakitan Soal. Telaah soal hendaknya dilakukan sebelum tes digunakan, dan diulangi lagi setelah tes digunakan dan dianalisis.


(3)

Telaah soal sebelum tes digunakan, meliputi:

1. Materi

Soal harus sesuai dengan indikator yang terdapat dalam kisi-kisi.

Pengecoh harus homogin, logis, dan diduga ada siswa yang memilih. Pengecoh harus dari ruang lingkup / materi yang sama sehingga homogin atau tidak ada yang mencolok.

Setiap soal hanya ada satu jawaban yang paling benar. Dan perlu diperhatikan penempatannya (tidak ditempatkan secara sistematis tetapi secara acak).

2. Konstruksi

Rumusan pokok soal harus jelas dan tegas, hanya mengandung satu pokok masalah, dan tidak boleh menimbulkan pengertian ganda.

Pokok soal tidak menunjuk kepada kunci jawaban. Jadi, tidak boleh ada kata-kata yang secara tersamar atau secara nyata sesuai dengan kunci jawaban .

Pokok soal jangan menggunakan kata negatif ganda (bukan tidak, tidak sedikit, tidak jarang).

Panjang pendek pilihan jawaban harus relatif sama.

Tidak boleh ada pilihan: “Semua jawaban di atas salah.” atau “Semua jawaban di atas benar.”

Pilihan jawaban berbentuk angka harus tersusun berdasar urutan dari besar ke kecil, atau dari kecil ke besar.

Gambar, grafik, tabel, atau diagram harus tertulis dengan jelas.

Butir soal harus mandiri, artinya tidak dikaitkan dengan butir soal lain.

3. Bahasa

Harus komunikatif, sesuai dengan kemampuan berbahasa siswa bersangktan. Tidak menggunakan bahasa lokal yang akan ditafsirkan berbeda di tempat lain. Kata-kata yang sama dalam semua pilihan jawaban, dipindahkan ke pokok soal. Berdasar pedoman telaah di atas, dapat dibuat ‘Kartu Telaah Soal’ yang digunakan untuk mencatat hasil telaah tiap butir soal. Dapat juga dirangkum menjadi ‘Daftar Telaah Soal’. Lihat lampiran.


(4)

F. Pengembangan Bank Soal

Tes pilihan ganda yang akan digunakan kembali atau akan digunakan ber-ulang-ulang harus dianalisis lebih dahulu. Begitu juga dengan soal-soal yang disimpan dalam bank soal, harus melalui analisis dan revisi butir soal.

Setiap guru dapat mengembangkan sendiri bank soal tentang mata pelajaran yang diasuhnya. Setelah mengajar bertahun-tahun, guru akan memiliki sejumlah soal dalam berbagai pokok bahasan dan berbagai tingkatan/kelas. Dari bank soal pribadi, guru tinggal memilih dan merakit butir-butir soal yang sesuai menjadi satu tes yang bermutu. Secara garis besar, pengembangan bank-soal sebagai berikut.

1. Membuat kartu soal

Tes pertama yang digunakan untuk ulangan akhir semester, atau ujian akhir program, butir-butir soalnya ditulis dalam kartu yang lepas (misalnya kartupos). Dalam kartu lepas itu dicantumkan: (a) nama mata pelajaran, (b) kelas, (c) pokok bahasan, (d) ragam pilihan ganda yakni R1-R5, (e) tingkat kognitif yang diukur yakni K1-K6 (ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi), (f) perkiraan tingkat kesukaran yakni Md-Sd-Sk, (g) tanggal soal itu disusun, dan (h) nama penyusun. Penggunaan kartu soal dapat digantikan dengan komputer, artinya data tiap butir soal ditulis dalam komputer, namun prinsip lepas satu-sama lain harus dipertahankan. Penggunaan komputer lebih efisien sebab guru tidak perlu menulis soal Penggunaan komputer lebih efisien sebab guru tidak perlu menulis soal berulang-ulang. Cukup sekali menulis, soal itu dapat di-copy atau digunakan kapan saja.

2. Melakukan analisis butir soal

Setelah tes diadministrasikan ke sejumlah siswa (satu atau beberapa kelas), lembar jawaban siswa digunakan untuk analisis tes. Hasil analisis tes dan analisis butir soal dicatat / dimasukkan ke dalam setiap kartu soal.

3. Menyeleksi dan menyimpan butir soal

Berdasar analisis dapat diketahui kualitas tiap butir soal. Butir soal yang buruk dibuang saja. Soal yang kurang baik direvisi secukupnya. Soal yang baik dan soal yang telah direvisi menjadi simpanan pada bank soal.


(5)

4. Merakit tes dari bank soal

Dari bank soal dirakit tes baru. Kekurangan soal ditambah dengan membuat

soal baru (yang belum dianalisis). Soal yang baru juga harus ditulis dalam kartu soal.

5. Mengulangi Langkah 2, 3, dan 4

Pengembangan bank soal akan berlanjut melalui langkah 2, 3, 4 di atas. Setelah bertahun-tahun bank soal dapat memiliki puluhan tes bermutu yang diambil dari ribuan soal bermutu.

Catatan: Pengembangan bank soal akan lebih cepat bila dilakukan bersama-sama oleh sekelompok guru di sekolah, atau oleh MGMP, asalkan semua anggotanya memiliki komitmen yang tinggi untuk memiliki dan mengembangkan bank soal.

F. Penutup

Semua guru diharapkan meningkatkan kemampuannya dalam menyusun tes pilihan ganda, lebih-lebih guru di sekolah yang jumlah muridnya cukup banyak. Penggunaan tes pilihan ganda yang bermutu, digabung dengan tes bentuk uraian, tes perbuatan, dan instrumen lainnya, memungkinkan guru dapat mengevaluasi perkembangan siswa secara komprehensif. Dengan instrumen yang bermutu, siswa termotivasi untuk belajar dan merasa diperlakukan secara adil. Muara dari semua upaya meningkatkan mutu alat evaluasi adalah meningkatnya mutu pendidikan , dan meningkatnya kemampuan generasi muda Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1989). Pedoman Penelaahan, Perbaikan, dan Perakitan Soal. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Pengujian.

Karno To, (1996), Mengenal Analisis Tes. Bandung: FIP IKIP Bandung

Nitko, Anthony J. (1996), Educational Assessment of Student, 2nd Edition, Prentice Hall, New Jersey, Ohio.

Subino (1987), Konstruksi dan Analisis Tes, Suatu Pengantar Kepada Teori Tes dan Pengukuran, Proyek LPTK Depdikbud, Jakarta.


(6)