Pengaruh suplementasi multivitamin mineral terhadap kadar vitamin A serum dan respon imun (Limfosit dan sel ink) pada wanita usia produktif

(1)

PENGA

MINER

KADAR V

RESPON LI

GIZI MASY

GARUH SUPLEMENTASI MULTIVI

ERAL DAN ASUPAN ZAT GIZI TER

R VITAMIN A SERUM KAITANNYA

LIMFOSIT DAN SEL NK PADA WA

PRODUKTIF

Oleh :

FIRDAUS

A54104053

PROGRAM STUDI

SYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELU

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

VITAMIN

TERHADAP

A DENGAN

ANITA USIA

KELUARGA

BOGOR


(2)

PENGARUH SUPLEMENTASI MULTIVITAMIN

MINERAL DAN ASUPAN ZAT GIZI TERHADAP

KADAR VITAMIN A SERUM KAITANNYA DENGAN

RESPON LIMFOSIT DAN SEL NK PADA WANITA USIA

PRODUKTIF

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh: Firdaus A54104053

PROGRAM STUDI

GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(3)

JUDUL : PENGARUH SUPLEMENTASI MULTIVITAMIN MINERAL DAN ASUPAN ZAT GIZI TERHADAP

KADAR VITAMIN A SERUM KAITANNYA

DENGAN RESPON LIMFOSIT DAN SEL NK PADA WANITA USIA PRODUKTIF

Nama Mahasiswa : Firdaus Nomor Pokok : A54104053

Disetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Rimbawan

NIP. 131 629 744

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr.

NIP. 131 124 019


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi, tepatnya di kampung Bulak Temu pada tanggal 08 Desember 1985 dari ayah Muhammad Namun dan Ibu Hj. Esah. Penulis merupakan putra ke-7 dari delapan bersaudara.

Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar pada tahun 1992, di SD Negeri 1 Bulak Temu, lulus pada tahun 1998, kemudian dilanjutkan ke SMP Negeri 1 Sukatani lulus pada tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi di SMU Negeri 1 Cikarang Utara, lulus tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis mengikuti seleksi untuk masuk IPB melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI), dan diterima pada program studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian IPB.

Selama kuliah penulis pernah menjabat sebagai ketua seminar gizi populer control yourself from 3 hypers “Kiat Sehat Mencegah dan Mengendalikan Hipertensi, Hiperkolesterol, dan Hiperglikemia , penulis juga pernah mengikuti beberapa lomba program kreativitas mahasiswa (PKM), peserta pelatihan HACCP Industri makanan dan jasa makanan serta pengenalan ISO 22000-2005 tentang Standar Baru Keamanan Pangan dan juga panitia pada pelucuran Biosketsa Prof. Muhilal dan seminar Global Nutrition and Health Going Forward oleh Prof. Alfred Sommer. Penulis menyusun tugas akhir dengan judul Pengaruh Suplementasi Multivitamin Mineral dan Asupan Zat Gizi Terhadap kadar Vitamin A Serum kaitannya dengan Respon Limfosit dan sel NK pada Wanita Usia Subur di bawah bimbingan Dr. Rimbawan, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Pertanian Institut Pertanan Bogor.


(5)

PRAKATA

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah Subhanahu wata’ala atas limpahan rahmat, hidayah dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada suri tauladan kita Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam beserta keluarganya dan para sahabatnya.

“Tidak bersyukur kepada Allah, orang yang tidak berterima kasih kepada manusia” (HR. Tirmidzi). Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan teriring doa kepada semua pihak yang dengan keikhlasan telah banyak membantu penulis selama proses perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini. Yakni kepada :

1. Dr. Rimbawan selaku pembimbing skripsi atas segala ilmu, arahan, masukan, perbaikan dan motivasi yang selama ini diberikan dan juga kesabaran dalam pembimbingan. Semoga apa yang telah dilakuakan menjadi sebuah amalan yang lebih disisi allah subhanahu wata’ala.

2. Kedua orang tua, Ayahanda Muhammad Namun (Semoga Allah merahmatinya) dan Ibunda Hj. Esah atas segala kasih sayang dan didikan yang tiada henti serta jerih payah, usaha kesabaran dan pengorbanan yang tak terbalaskan.

3. Kakak-kakakku, Murtani, Nadih Pinardi, Dulgani, Siti Maemunah, Pidana, Murdiono dan adikku Mardiana Febrianti serta kakak-kakak Iparku, teh Warni, teh Lia, teh Evi dan teh Husna atas perhatian, kesabaran motivasi dan dukungan baik materil maupun moril yang diberikan selama ini kepada penulis.

4. Keponakan-keponakanku, Ismail, Arman, Salsabila, Ahmad Dai, Nurkholifah, Hanun Hanifah, Effendi, Nurdilah Zahrotunnisa, Oktamevia Nurhandiani Salsabila, keisya adelia Suci Nuradhamira dan Nayla atas canda tawa dan keceriaan yang menjadi dorongan semangat bagi penulis untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Keluarga Bapak Dr. Nuraidi dan Ibu Fitrah Ernawati MSc atas segala bantuan selama penelitian, ilmu, sumber-sumber acuan pustaka yang diberikan kepada penulis dan masukan-masukan dalam hal metode dan pembahasan, terutama


(6)

solusi-solusi bagi penulis sehingga dapat memperlancar penyelesaian skripsi ini serta, kesabaran dalam memberikan arahan dan juga kesediaan dalam mewakili pembimbing pada saat seminar.

6. PT. Bayer Indonesia yang telah memdanai penelitian ini,

7. Dosen dan Staf tata usaha departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga atas segala ilmu dan bantuan serta dukungan selama 4,5 tahun masa studi. sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Dr. Ikeu Tanzih, Ms selaku pembimbing akademik atas bimbingan, masukan bagi penulis selama menempuh perkuliahan.

9. Alia, Mba Ririn, bu Tri, Bu Sondang, dr. Rustam, Mba Ega, Mba Yussi, Kak Juzmarwan atas segala bantuan selama penelitian, dorongan semangat dan motivasi yang telah diberikan.

10. Teknisi Laboratorium Makmal Terpadu FKUI : Dra. Eva Zakiyah, Mba Nilda, Mba Sri dan Mba Dewi atas canda tawa, motivasi dan kesabaran selama proses penelitian.

11. Mba Wida Suherman yang dengan kesediaannya telah mempermudah penulis dalam pencarian sumber-sumber pustaka.

12. Pemilik serta Segenap karyawan PT. Ricky Putra Globalindo TBk atas izin penelitian di perusahaan dan kesediaan karyawan sebagai responden penelitian, tanpa kalian penelitian ini tidak akan dapat berjalan.

13. Mba Ine Sri Handayani atas segala bantuan dan masukan bagi penulis serta ilmu dalam analisis statistik sehingga memperlancar penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

14. Keluarga bapak Husein dan Ibu Eni tempat penulis tinggal atas dukungan dan motivasi yang terus diberikan, dan juga cemilan yang sering diberikan pada saat proses penulisan.

15. Pak gatot dan Bu Gatot yang senantiasa menyediakan konsumsi untuk responden dan penulis, sehingga proses penelitian dapat berjalan baik, juga atas motivasi dan doa hingga tugas akhir ini selesai.

16. Teman-teman GMSK 41 yang telah banyak membantu selama perkuliahan dan penyelesaian skripsi dan juga atas motivasi yang tak henti-hentinya diberikan yakni Yulia, Dewi kusumah, Ima, devita, Icha, rizka, bagus, dan


(7)

teman-teman yang tak bisa penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih atas kebersamaan dan persahabatan yang terjalin selama ini.

17. Teman-teman alih jenjang terutama mas Dian Gozali atas kesediaannya berbagi ilmu dan pengalaman, motivasi, semangat dan nilai-nilai persahabatan yang begitu erat sejak di tingkat awal perkuliahan serta kemauan dan usahanya yang keras untuk memperoleh sesuatu yang menjadi inspirasi bagi penulis untuk berusaha lebih baik lagi.

18. Teman-teman KKP desa Sirnajaya kecamatan Sukamakmur Kabupaten Bogor : Raden Irsan, Prima adriyani, Tina Suhartini, Melina dan Sari Oktaviani atas kenangan yang manis dan kebersamaan yang singkat selama 2 bulan.

19. Mas Insan Kurnia Indra Efendi, fitri Ardi, Muhammad Maulana, khadi Kurniawan, Yogi Purno Yudho, Agung Sulistyo, Asep Sutya serta Dicka Arrachim atas segala bantuan, teladan dan kebersamaan serta ukhuwah islamiyah yang terjalin selama ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, semoga Allah membalas kebaikan mereka semua dan Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Amien.

Bogor, Januari 2009


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang...1

Tujuan ... 3

Kegunaan... 4

TINJAUAN PUSTAKA...5

Masalah Kurang Vitamin A (KVA) dengan Kesehatan ... 5

Vitamin A ... 5

Metabolisme Vitamin A dalam Tubuh ... 7

Fungsi Vitamin A ... 8

Pangan Sumber Vitamin A ... 10

Kecukupan Vitamin A... 11

Vitamin A kaitannya dengan Sistem Kekebalan Tubuh ... 12

Sistem Imunitas Spesifik dan Nonspesifik ... 13

Pola Konsumsi Pangan ... 16

METODE PENELITIAN...18

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18

Subyek Penelitian ... 18

Pemberian Suplemen ... 20

Desain Penelitian dan Rancangan Percobaan ... 21

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 22

Pengolahan dan Analisis Data ... 23

Definisi Operasional... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

Pelaksanaan Penelitian ... 26

Karakteristik Responden ... 29


(9)

Status Ekonomi ... 30

Besar Keluarga ... 32

Tingkat Pendidikan Responden ... 33

Status Gizi Responden ... 34

Frekuensi Konsumsi Responden ... 35

Frekuensi Konsumsi Sumber Karbohidrat ... 35

Frekuensi Konsumsi Sumber Protein ... 36

Frekuensi Konsumsi Sumber Buah-buahan ... 38

Frekuensi Konsumsi Sayuran ... 39

Pengaruh Suplementasi terhadap Kadar Vitamin A Serum (Retinol Serum) ... 40

Pengaruh Suplementasi terhadap Kadar Vitamin A Serum Kelompok Kontrol ... 41

Pengaruh Suplementasi terhadap Kadar Vitamin A Serum Plasebo ... 41

Pengaruh Suplementasi terhadap Kadar Vitamin A Serum Plasebo + TT ... 42

Pengaruh Suplementasi terhadap Kadar Vitamin A Serum Kelompok Perlakuan ... 43

Pengaruh Suplementasi terhadap Kadar Vitamin A Serum MVM ... 43

Pengaruh Suplementasi terhadap Kadar Vitamin A Serum MVM + TT ... 44

Pengaruh Suplementasi terhadap Imunitas Responden ... 50

Gambaran Imunitas Responden ... 50

Limfosit ... 50

Sel NK ... 52

Pengaruh Kadar Vitamin A Serum terhadap Kadar Imunitas Responden . 53 Limfosit ... 53


(10)

KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

Kesimpulan ... 58

Saran ... 59


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Angka Kecukupan Vitamin A untuk Orang Indonesia (µg RE/hari) ... 11

2. Efek Defisiensi Vitamin A pada Pertahanan Tubuh ... 13

3. Komposisi Suplemen Multivitamin Mineral ... 21

4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Penelitian ... 22

5. Kategori dan Variabel Data Responden ... 24

6. Sebaran Responden pada Tiap Kelompok menurut Kategori Usia ... 30

7. Sebaran Responden pada Tiap Kelompok menurut Status Ekonomi... 31

8. Sebaran Responden pada Tiap Kelompok menurut Jumlah Anggota Keluarga ... 33

9. Sebaran Responden pada tiap Kelompok menurut Tingkat Pendidikan ... 34

10. Sebaran Status Gizi Responden pada Tiap Kelompok menurut IMT (Kg/M2) ... 35

11. Sebaran Responden menurut Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Karbohidrat per minggu ... 36

12. Sebaran Responden menurut Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Protein Nabati per minggu ... 37

13. Sebaran Responden menurut Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Protein Hewani per minggu ... 37

14. Sebaran Responden menurut Frekuensi Konsumsi Buah-Buahan per minggu ... 38

15. Sebaran Responden menurut Frekuensi Konsumsi Sayuran per minggu . 39 16. Kadar Vitamin A Serum Sebelum (Baseline) Enam Minggu (intermediate) dan Sepuluh Minggu (Endline) Perlakuan Suplementasi... 40

17. Pengaruh Suplementasi erhadap Profil Imunitas ... 52


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Struktur Vitamin A dan Karotenoid ... 6 2. Alur Penelitian ... 20 3. Kadar Vitamin A Serum Kelompok Plasebo Sebelum (Baseline), Enam Minggu (Intermediate) dan Sepuluh Minggu (Endline) ... 42 4. Kadar Vitamin A Serum Kelompok Plasebo + TT Sebelum (Baseline), Enam Minggu (Intermediate) dan Sepuluh Minggu (Endline) ... 43 5. Kadar Vitamin A Serum Kelompok MVM Sebelum (Baseline), Enam Minggu (Intermediate) dan Sepuluh Minggu (Endline) ... 44 6. Kadar Vitamin A Serum Kelompok MVM + TT Sebelum (Baseline), Enam Minggu (Intermediate) dan Sepuluh Minggu (Endline) ... 45 7. Pengaruh Suplementasi terhadap Total Limfosit pada Sebelum, Enam Minggu dan Sepuluh Minggu Perlakuan Suplementasi ... 51 8. Pengaruh Suplementasi terhadap Jumlah Sel NK pada Sebelum, Enam Minggu dan Sepuluh Minggu Perlakuan Suplementasi ... 53


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Persetujuan Etik (Ethical Clearance) Penelitian ... 66 2. Surat Persetujuan untuk Pemeriksaan (Informed Consent)... 67 3. Formulir Monitoring Intervensi Responden ... 68 4. Kuisioner Identitas Responden, Antropometri, Sosial Ekonomi,

Pemeriksaan Kesehatan Pemeriksaan Laboratorium, Pemeriksaan

Klinis dan Food Frequencies Quostionare ... 69 5. Sebaran Responden Menurut Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber

Karbohidrat ... 74 6. Uji Korelasi antara Kadar Vitamin A Serum dengan Pangan Sumber Karbohidrat yakni : Nasi, Mie, Roti, Jagung, Biskuit dan Ubi Jalar... 81 7. Uji Regresi antara Vitamin A Serum pada Sebelum Suplementasi

(Baseline) dengan Pangan Sumber Karbohidrat Nasi ... 82 8. Uji Korelasi antara Kadar Vitamin A Serum dengan Pangan sumber

Protein Nabati antara lain : Tempe, Tahu dan Oncom ... 83 9. Uji Korelasi antara Kadar Vitamin A Serum dengan Pangan sumber

Protein Hewani antara lain : Telur, Ayam, Daging Sapi, hati sapi,

Hati Ayam, Ikan Segar, Susu Bubuk dan Keju ... 84 10. Uji Regresi antara Vitamin A Serum pada Sebelum Suplementasi

(Baseline) dengan Pangan Sumber Protein Hewani yakni Daging Sapi, Hati Sapi dan Ikan Segar ... 85 11. Uji Korelasi antara Kadar Vitamin A Serum dengan Pangan sumber

Buah-Buahan yakni Jambu Biji, Pepaya dan Jeruk ... 87 12. Uji Korelasi antara Kadar Vitamin A Serum dengan Pangan sumber

Sayur-Sayuran yakni Bayam, Kangkung, Daun Singkong, Kacang Panjang, Selada Air, Sawi dan Daun Katuk ... 88 13. Uji Korelasi antara Kadar Vitamin A Serum dengan Jumlah Sel NK

pada Sebelum, Enam minggu dan Sepuluh Minggu Perlakuan . ..89 14. Uji Korelasi antara Kadar Serum Vitamin A pada Minggu Kesepuluh


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat secara utuh dan menyeluruh. Tinggi rendahnya kualitas hidup dan kehidupan masyarakat dapat diukur dengan berbagai indikator yang secara makro sering dikenal dengan indikator kesejahteraan masyarakat (Syarif & Rustiawan, 1992).

Pada saat ini perkembangan Indonesia memerlukan manusia-manusia yang siap bersaing karena pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia yang berkualitas, yaitu sumberdaya manusia yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima disamping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan tujuan meningkatkan kualitas manusia tersebut diperlukan berbagai upaya, salah satunya dengan meningkatkan status gizi dan konsumsi pangan.

Status gizi berperan dalam menentukan sukses tidaknya upaya peningkatan sumberdaya manusia. Konsumsi pangan merupakan faktor yang secara langsung berpengaruh terhadap status gizi. Rendahnya konsumsi pangan atau kurang seimbangnya gizi makanan yang dikonsumsi mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan organ dan jaringan tubuh, terjadinya penyakit defisiensi zat gizi dan atau lemahnya daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit serta menurunnya kesehatan dan aktivitas atau produktivitas kerja.

Berdasarkan sensus penduduk tahun 1990 dan 2000, BPS mengemukakan kecenderungan perubahan proporsi kelompok umur, yakni kelompok usia produktif dan usia 50 tahun keatas yang proporsinya terus meningkat. Diperkirakan pada tahun 2025 proporsi usia produktif yakni usia 15-64 tahun menjadi 68,4 persen, dengan wanita memiliki peningkatan persentasi jumlah yang lebih besar jika dibandingkan dengan pria (Atmarita & Fallah, 2004).

Wanita usia produktif merupakan salah satu sumber tenaga kerja terbanyak yang dimiliki negarai, sebagai TKI (tenaga kerja indonesia) mereka memberikan sumbangan devisa bagi negara yang terus meningkat dari tahun ke tahun (Anonim, 2008). Tingginya aktivitas kerja, pola makan yang tidak beragam dan


(15)

tidak teratur menyebabkan mereka termasuk dalam kelompok yang rawan terhadap defisiensi zat gizi. Tingkat kesehatan dan produktivitas kerja mereka dapat terganggu apabila terjadi penurunan status kesehatan akibat terjadinya penyakit.

Bank dunia mengemukakan bahwa ada tiga jenis zat gizi mikro (Micronutrients) yang menjadi fokus perhatian internasional saat ini, yaitu Iodium, zat besi dan vitamin A. Kebutuhan manusia terhadap ketiga zat gizi mikro tersebut hanya dalam jumlah yang sangat kecil, akan tetapi mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses fisiologi tubuh, oleh karena itu, kekurangan zat gizi mikro (micro defficiency) akan mempunyai dampak yang cukup serius terhadap kualitas sumberdaya manusia (SDM).

Semakin tingginya angka morbiditas merupakan akibat panjang dari rendahnya imunitas yang dapat disebabkan karena kurangnya pembentukan immunoglobulin, salah satunya yakni karena defisiensi zat gizi mikro. Defisiensi zat gizi mikro khususnya vitamin A dapat berakibat pada kerusakan sistem imun dan penyebab terhambatnya pertumbuhan jaringan.

Defisiensi vitamin A merupakan penyebab utama meningkatnya tingkat kesakitan dan kematian di seluruh dunia, di negara berkembang jutaan wanita hamil dan menyusui termasuk ke dalam kelompok yang berisiko tinggi mengalami defisiensi vitamin A, karena sebagai salah satu mikronutrien penting, peran vitamin A dalam fungsi imunitas mungkin memiliki karakteristik yang paling luas, dan penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat peran vitamn A yang beranekaragam dalam banyak aspek dari imunitas (Semba, 2002).

Penelitian mengenai vitamin A telah banyak dilakukan, namun hampir sebagian besar berawal dari kejadian defisiensi vitamin A yang telah terjadi di masyarakat. Data penelitian mengenai bagaimana suplementasi vitamin A berpengaruh terhadap sistem imunitas pada orang dengan status kesehatan yang baik belum banyak tersedia (Wolvers et al 2006 dan Semba et al, 2002). Yakni tentang peran vitamin A sebagai salah satunya faktor sistem kekebalan tubuh dalam pertahanan pertama dari serangan penyakit.


(16)

Peranan vitamin A sebagai suatu zat gizi yang sangat dibutuhkan telah dikenal umum. Vitamin A memainkan peran yang penting dalam pengaturan fungsi imun, baik imunitas bawaan dan imuntas yang diperantarai sel (cell-mediated immunity / CMI) maupun respon antibodi humoral (Wintergerst et al, 2007).

Beberapa studi menunjukkan vitamin A dosis tinggi dapat meningkatkan respon antibodi terhadap Tetanus toxoid (Brown et al, 1990 dan Semba et al, 1992). Pada kasus defisiensi, peningkatan status vitamin A pada anak-anak yang mengalami defisiensi dengan suplementasi vitamin A dosis tinggi secara substansial menghasilkan penurunan tingkat morbiditas dan mortalitas pada anak (Rahman et al, 1999).

Pertumbuhan berat badan terutama integritas beberapa jaringan sangat dipengaruhi oleh adanya vitamin A, selain itu, vitamin A berperan pula dalam ketahanan tubuh terhadap inveksi (Husaini, 1982). Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut pengaruh suplementasi multivitamin mineral terhadap kadar vitamin A serum kaitan dengan respon sistem kekebalan tubuh (limfosit dan natural killer cell) pada orang dengan status kesehatan yang baik yakni pada wanita usia produktif .

Tujuan

Tujuan Umum :

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suplementasi multivitamin mineral dan asupan zat gizi terhadap kadarvitamin A serum pada wanita usia produktif.

Tujuan khusus :

1. Menganalisis karakteristik demografi responden.

2. Menganalisis pengaruh suplementasi multivitamin mineral dan asupan zat gizi terhadap peningkatan kadar vitamin A serum responden dibandingkan dengan plasebo.

3. Menganalisis hubungan antara kadar vitamin A serum dengan respon limfosit dan natural killer cell.


(17)

Kegunaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bukti ilmiah tentang manfaat suplemen bagi tubuh terutama terhadap respon sistem kekebalan dan sebagai informasi dan wadah pembelajaran bagi masyarakat terutama bagi wanita usia produktif mengenai pentingnya zat gizi terutama vitamin A bagi tercapainya tingkat kesehatan hidup dan produktivitas kerja yang lebih baik.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Masalah Kurang Vitamin A (KVA) dengan Kesehatan

Gizi dan kesehatan mempunyai peranan yang penting dalam pengembangan kualitas sumberdaya manusia (SDM). Untuk mewujudkan derajat kesehatan dan status gizi yang optimal diperlukan pelayanan kesehatan dan konsumsi gizi yang memadai, istilah gizi dan kesehatan bagaikan satu keping uang logam yang tidak dapat dipisahkan, saling terkait seperti ikatan kimia yang saling mempengaruhi (Widayani 2007).

Di negara berkembang, defisiensi vitamin A sangat terkait dengan meningkatnya tingkat kesakitan dan tingkat kematian anak-anak akibat penyakit infeksi yang beragam, dan salah satunya hasil suplementasi vitamin A dapat mengurangi frekuensi dan gejala menderita penyakit akibat infeksi (Nimaggada et al, 1998).

Kurang vitamin A (KVA) di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama, meskipun KVA tingkat berat (xeropthalmia) sudah jarang ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum menunjukkan gejala nyata, masih menimpa masyarakat luas. KVA subklinis ini hanya dapat diketahui dengan memeriksa kadar vitamin A dalam darah di laboratorium.

Masalah KVA dapat diibaratkan sebagai fenomena gunung es yaitu masalah xeropthalmia yang hanya sedikit tampak dipermukaan, padahal level subklinis yang ditandai dengan rendahnya kadar vitamin A dalam darah masih merupakan masalah besar yang perlu mendapat perhatian. Hal ini menjadi penting lagi karena erat kaitannya dengan masih tingginya angka penyakit infeksi dan kesakitan yang berujung pada menurunnya sistem kekebalan tubuh.

Vitamin A

Vitamin A adalah sekelompok senyawa organik komplek yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang relatif kecil tetapi sangat penting untuk pertumbuhan dan menjaga kesehatan. Pada umumnya keberadaan vitamin tidak dapat disintesis dari dalam tubuh. Oleh karena itu, untuk mendapatkan jumlah vitamin yang cukup harus diperoleh dari asupan makanan (Linder, 1992). Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan penyakit defisiensi klinis, pencegahan dan pengobatan dapat dilakukan hanya dengan memberikan vitamin A pada menu


(19)

makanan, apabila kadarnya berlebih dalam kapasitas metabolik tubuh, kemungkinan akan memberikan tanda keracunan (toxicity) (Bender 2006).

Istilah vitamin A digunakan untuk menamakan dua jenis senyawa, yaitu retinol (Vitamin A alkohol) dan dehidro retinol (Vitamin A2). Vitamin A hanya terdapat

pada jaringan hewan dan tidak terdapat dalam jaringan tanaman (Andarwulan dan Koswara, 1992).

Menurut Groof dan Gropper istilah vitamin A ditujukan pada senyawa retinol (vitamin A alkohol) dan retinal (bentuk aldehid), asam retinoat merupakan hasil metabolik dari retinal. Retinoid terdiri dari unit isoprenoid yang cara berikatan pada bagian kepala dan ekor struktur. Provitamin A sendiri yakni β -karoten dan -karotenoid lain yang menunjukkan aktivitas biologi dari β-karoten dan α-karoten dan γ-karoten (Gambar 1).

Sedangkan menurut Olson (1990), vitamin A dapat berupa ester-ester dari retinal yang disebut retinyl ester, dan bentuk aldehidnya termasuk retinal atau retinaldehyde. Vitamin A dengan gugus utama berasal dari grup karboksil disebut retinoic acid. Vitamin A yang memiliki aktivitas biologi signifikan yakni dalam bentuk 3-dehydroretinol, yang disebut juga vitamin A2. Baik vitamin A (retinol)

dan berbagai macam carotenoid seperti β-caroten, α-karoten, dan Kriptosantin secara biologi aktif sebagai Vitamin A (Olson, 1987).


(20)

Aktivitas biologis vitamin A bagi manusia dan hewan, terdapat pada senyawa alami maupun sintetik. Secara alami, aktivitas Vitamin A membutuhkan satu seri hidrokarbon C20 dan C40 tidak jenuh yang tersebar di dalam

tumbuh-tumbuhan dan hewan. Senyawa dengan aktivitas vitamin A yang terdapat dalam tanaman termasuk dalam kelompok karotenoid akan diubah menjadi vitamin A pada proses metabolisme tubuh setelah dikonsumsi oleh manusia atau hewan. Didalam tubuh hewan, vitamin A paling banyak disimpan dalam hati dalam bentuk alkohol atau ester (Andarwulan dan Koswara, 1992).

Menurut Moeldjohardjo (1993), vitamin A1 (C20H29OH) adalah alkohol

tinggi yang terdiri dari alkohol tetraenoid yang terikat pada cincin β-ionon. Vitamin A adalah cairan minyak kental yang larut dalam lemak, rentan terhadap oksidasi dan panas. Zat tersebut termasuk fraksi lemak tak-tersabunkan.

Vitamin A adalah nama generik yang menunjukkan semua senyawa karotenoid yang memperlihatkan aktivitas biologi retinol. Vitamin A merupakan kristal berwarna kuning larut lemak ysng dapat tercampur secara merata didalam minyak. Tubuh akan mudah mengabsorpsi Vitamin A dengan adanya minyak. Bentuk aktif vitamin A adalah vitamin A alkohol (retinol), vitamin A aldehid (retinal), Vitamin A asam (asam retinoat), dan Vitamin A ester (ester retinil). (Gagriansky dan Ranum, 1998).

Metabolisme Vitamin A Dalam Tubuh

Dalam makanan yang berasal dari hewan vitamin A ada dalam bentuk retinol ester dan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan ada dalam bentuk karoten sebagai pigmen yang berwarna kuning. Retinol ester dalam lumen usus akan dihidrolisa kemudian akan diabsorpsi langsung dari lumen usus. Sedangkan karoten akan dipecah secara oksidasi dengan perantara enzim caroten dehydrogenase. Pemecahan ini memerlukan oksigen dan garam empedu yang akan menghasilkan 2 molekul retinaldehid. Pada mukosa usus akan terjadi reduksi dengan perantara enzim retinaldehid reductase, sebagian besar akan menjadi retinol dan sebagian kecil akan menjadi retinoic acid. Retinoic acid akan diabsorpsi langsung melalui porta pembuluh darah balik yang kemudian akan dimetabolisme dan dikeluarkan melalui kencing dan empedu. Retinol yang diabsorpsi kemudian diesterifikasi dengan asam lemak jenuh rantai panjang


(21)

masuk kedalam pembuluh limfa (chylomicron) dan selanjutnya masuk keduktus torusikus kemudian masuk ke pembuluh darah nadi dan ke hati (Martin 1981 dalam Sulaiman 1989).

Dalam hati, maka retinol ester masuk kedalam hepatosit yang kemudian akan mengalami hidrolisa dan akan bergabung dengan asam amino dan seterusnya akan keluar dari hepatosit dalam bentuk holo retinol binding protein (holo RBP). Dalam plasma holo RBP akan bergabung dengan albumin membentuk retinol RBP PA komplek (1:1:1). Kemudian akan beredar dalam sirkulasi darah untuk mencapai sel target (Googman, 1980).

Vitamin A dilepaskan dari hati sebagai holo RBP. RBP dalam bentuk holo RBP dikenali oleh permukaan reseptor dari sel-sel target, retinol ditransfer melewati plasmalemma masuk kedalam sel, dan sekitar 8 persen retinol yang ditranspor ke periperal sel target disirkuasi kembali masuk kedalam hati (Olson, 1987).

Fungsi Vitamin A

Vitamin A mempunyai keunikan sebagai vitamin larut lemak yang pertama kali diketahui. Fungsi yang paling dikenal dari vitamin A adalah peranannya dalam penglihatan. Bentuk retinal (11-cis-retinaldehyde) dari vitamin A diperlukan oleh mata untuk transduksi cahaya menjadi sinyal-sinyal saraf yang diperlukan untuk penglihatan (Muhilal dan Sulaeman, 2004). Vitamin A essensial untuk penlihatan, pertumbuhan, diferensiasi sel, reproduksi, dan integritas dari sistem kekebalan tubuh (Olson, 1987).

Bentuk asam retinoat diperlukan untuk mempertahankan diferensiasi kornea dan membran konjungtiva, sehingga mencegah xeropthalmia, dan untuk photoreseptor sel rod (batang) dan cone (kerucut) dari retina. Vitamin A juga dibutuhkan untuk integritas sel ephitel diseluruh tubuh. Asam retinoat, melalui aktivasi reseptor asam retinoat (RAR) mengikat all-trans-retinoid acid atau retinoic acid dan reseptor retinoid X (RXR) dalam nukleus yang mengikat 9-cis-retinoic acid (Bender 2006), mengatur ekspresi berbagai gen yang mengkode untuk protein struktural (seperti keratin kulit), enzim (seperti alkohol dehidrogenase), protein matriks ekstraseluler (seperti laminin), dan retinol binding protein dan reseptor. Asam retinoat juga memainkan peranan penting dalam


(22)

perkembangan embrio dan terlibat dalam pembentukan tungkai dan lengan, jantung, mata, dan telinga, diferensisasi dan proliferasi di dalam respon terhadap rangsangan kekebalan. Lebih lanjut, pertumbuhan, diferensiasi, dan aktivasi B-lymphocyte memerlukan retinol. Selain itu dilaporkan bahwa vitamin A diperlukan dalam hemopoesis, pertumbuhan tulang dan untuk fertilitas pada pria dan wanita (Muhilal dan Sulaeman, 2004).

Sedangkan menurut Olson (2001), masing-masing retinoid utama (retinol, retinal, asam retinoat) mempunyai fungsi biologis tersendiri. Retinol dalam kedudukan oksidasinya berfungsi sebagai hormon, retinal diperlukan sebagai prekursor pigmen penglihatan rodopsin. Asam retinoat dan metabolitnya mempengaruhi diferensiasi sel epithel dan dapat berfungsi sebagai pengemban oligosakarida pada sintesis glikoprotein.

Suplementasi Vitamin A secara prinsip digunakan untuk dua situasi, yaitu untuk perawatan bagi seseorang yang mengalami xeropthalmia akut, dan bagi individu lain yang memiliki risiko tinggi dan membutuhkan asupan Vitamin A dengan segera guna meningkatkan status kesehatan dan juga untuk mencegah defisiensi Vitamin A (WHO, 1997).

Fungsi vitamin A di dalam tubuh adalah: diferensiasi sel penglihatan, spermatogenesis, perkembangan embrio, imunitas, mempengaruhi indera perasa, pendengaran, nafsu makan serta pertumbuhan (Bagriansky & Ranum 1998). Menurut Olson (1996) vitamin A penting untuk penglihatan, diferensiasi seluler, perkembangan bentuk sel, dan sebagai transpor transmembran (pada bakteri). Banyak proses komplek lainnya pada mahluk hidup sebagai fungsi dari vitamin A seperti perkembangan, reproduksi, dan respon kekebalan tubuh.

Vitamin A mempunyai peran atau fungsi umum dan fungsi yang khas. Vitamin A mutlak diperlukan dalam memelihara sel-sel epitel dan memberikan rangsangan bagi pertumbuhan sel-sel baru. Vitamin A juga memelihara ketahanan tubuh terhadap infeksi, juga menyebabkan sel hidup lebih lama dan menghambat proses penuaan. Fungsi vitamin A yang paling banyak diketahui ialah pada fungsi penglihatan (Moeljohardjo, 1993).


(23)

Pangan Sumber vitamin A

Pangan sumber vitamin A dapat berasal dari pangan hewani ataupun pangan nabati. Pangan kaya β-karoten (buah dan sayuran) merupakan salah satu sumberdaya hayati yang mudah dijumpai di sekitar kita. Kelompok pangan ini mudah diperoleh dan harganya relatif murah, tetapi sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Pangan kaya β-karoten kebanyakan berasal dari berbagai jenis sayuran daun berwarna hijau gelap, ataupun buah-buahan yang berwarna kuning, jingga dan merah. Pangan ini merupakan sumber pro-vitamin A dan mineral basi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh, untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh (Oomen et al., 1984 diacu dalam Widyastuti, 2004).

Sumber vitamin A adalah bahan makanan yang berasal dari hewani, terutama minyak ikan laut yang berasal dari hati ikan. Ikan laut dan mamalia menghasilkan vitamin A1 , sedang ikan air tawar mengandung terutama vitamin

A2. Sumber vitamin A yang lazim dikonsumsi ialah susu segar dan telur. Secara

tidak langsung vitamin A berasal dari pigmen tumbuhan berupa senyawa-senyawa karotena, yang dalam saluran pencernaan bisa diubah menjadi vitamin A. (Moeljoharjo, 1993). Pangan hewani asal ternak adalah sumber gizi yang dapat diandalkan untuk mendukung perbaikan gizi masyarakat yang kaya vitamin A. Termasuk ke dalam pangan hewani adalah telur, daging susu dan ikan (Khomsan 2004).

Menurut Olson (1990), sumber bahan makanan yang mengandung vitamin A berasal dari berbagai produk yang berasal dari susu, seperti susu, keju, mentega, dan es krim. Telur, hati dan organ bagian dalam hewan seperti ginjal dan jantung, dan beberapa ikan seperti herring, sarden, dan tuna. Sumber yang paling kaya yakni minyak hati ikan hiu, ikan laut, seperti halibut, dan mamalia laut.

Berkenaan dengan karotenoid, wortel dan sayuran hijau daun, seperti bayam, secara umum mengandung karotenoid dalam jumlah yang besar. Meskipun tomat mengandung beberapa Vitamin A dengan karotenoid aktif, pigmen yang dikandung yakni lycopene, yang tidak memiliki aktivitas gizi. Buah-buahan seperti pepaya dan jeruk mengandung karotenoid yang dapat diperhitungkan. Sedangkan sereal seperti gandum secara umum mengandung sangat sedikit vitamin A (Olson, 1990).


(24)

Kecukupan Vitamin A

Banyak sekali keadaan yang mempengaruhi keadaan status vitamin A seseorang. Salah satu faktor yang terpenting ialah kecukuan asupan vitamin A dan provitamin A. Asupan yang dianjurkan bergantung pada usia, jenis kelamin serta keadaan fisiologis (Arisman 2002).

Untuk menyatakan aktivitas vitamin A dalam karotenoid dalam diit secara umum, satu kelompok ahli gabungan FAO/WHO pada tahun 1967 memperkenalkan konsep retinol equivalent (RE) yang kemudian juga di adopsi oleh National Research Council (1989). Dalam konsep ini satu RE setara dengan 1 mikrogram retinol atau 6 mikrogram beta karoten (1 µg β karoten = 0,167 µg RE) atau 12 mikrogram β-karoten campuran (1 µg karotenoid lainnya = 0,084 µg RE) (Muhilal & Sulaeman 2004).

Angka kecukupan vitamin A adalah jumlah vitamin A yang harus dikonsumsi per hari untuk mempertahankan status vitamin A pada level memuaskan atau cukup. Mengingat penting dan banyaknya peranan vitamin A, maka kekurangan asupan vitamin A dapat menyebabkan beberapa konsekuensi serius (Muhilal & Sulaeman 2004). Seseorang dikatakan memiliki level vitamin A cukup apabila dalam hatinya mengandung >20 µg/g berat basah, dan tidak akan menunjukkan tanda defisiensi walaupun tanpa asupan vitamin A untuk sekitar 3 bulan. Angka kecukupan vitamin A untuk orang Indonesia seperti pada Tabel 2.

Tabel 1. Angka kecukupan vitamin A untuk orang Indonesia (RE/hari)

Golongan Umur Angka Kecukupan

4 – 6 tahun 450

7 – 9 tahun 500

Pria:

10 – 12 tahun 600

13 – 18 tahun 600

19 – 59 tahun 600

>60 tahun 600

Wanita:

10 – 12 tahun 600

13 – 18 tahun 600

19 – 59 tahun 500

>60 tahun 500

Wanita Hamil + 300

Wanita Menyusui:

0 – 6 bulan + 350


(25)

Sumber : Muhilal et al. 2004

Vitamin A kaitannya dengan Sistem Kekebalan Tubuh

Fungsi vitamin A dalam menjaga struktur dan fungsi sistem kekebalan tubuh telah dikenal sebagai istilah yang umum sejak awal tahun 1920an. Berdasarkan studi cahaya mikroskopik secara komprehensif terhadap tikus yang mengalami defisiensi vitamin A (Ross 1996). Beberapa karotenoid terutama β -karoten mempunyai kemampuan penagkapan efektif terhadap teroksil radikal dan singlet oksigen (Halliwel dan Gutyeridge, 1989 dalam Palupi et al, 2007), secara in-vivo senyawa β-karoten mampu menghambat peroksidasi lemak pada konsentrasi oksigen yang rendah. Hasil penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa β-karoten dapat menjadi pencegah kanker (Nabet, 1996).

Wolback dan Howe menyimpulkan bahwa gejala defisiensi dikaitkan dengan adanya tanda-tanda perubahan morfologi jaringan epitel pada beberapa organ (contohnya trakea dan kornea). Jaringan kornea dari tikus yang mengalami defisiensi vitamin A menunjukkan adanya keratinisasi pada bagian phenotype yang mensekresikan lendir secara normal, dan ketidaknormalan lapisan (squamous metaplasia) pada bagian jaringan yang memiliki bentuk kolumnar dan kuboidal. Pada organ lympoid, penbesaran kelenjar gondok (thymic atrophy) telah diobservasi dengan defisiensi vitamin A yang lebih luas dan perubahan jaringan menandakan akumulai dari kerusakan jaringan yang terlihat jelas pada node limpa (Ross 1996). Defisiensi ringan (Mild) akan membawa pada meningkatnya kemungkinan terkena penyakit infeksi dan juga sintesis dari RBP berkurang dalam merespon inveksi, menurunkan konsentrasi sirkulasi vitamin A dalam darah dan bahkan berdampak pada sistem imun (Bender 2006).

Beberapa tahun setelah ditemukan, vitamin A diduga menjadi faktor esensial untuk perkembangan sistem lympoid dan untuk menjaga permukaan mukosa lapisan saluran pencernaan, saluran pernapasan dan saluran kandung kemih (Clausen, 1934; Robertson, 1934 dalam Semba, 2002).

Pada kasus defisiensi dibeberapa wilayah, tingginya tingkat kesakitan dan tingkat kematian anak-anak di Eropa dan Amerika Serikat pada awal abad ke-20, sebanding dengan yang ditemukan di negara-negara berkembang saat ini, mulanya


(26)

berasal dari defisiensi vitamin A, susu, krim dan mentega yang kaya akan vtamin A telah dianjurkan untuk mengurangi infeksi pada anak-anak (Bloch, 1924). Telah disadari pada saat ini bahwa vitamin A mengatur banyak aspek berbeda dari fungsi kekebalan tubuh, termasuk beberapa komponen baik sistem kekebalan non-spesifik (contohnya phagocytosis, menjaga permukaan mukosa) dan sistem kekebalan spesifik (contohnya respon antibodi secara umum) (Semba, 2002). Defisiensi vitamin A berdampak pada kekebalan bawaan yakni akibat terhambatnya regenerasi normal dari dinding mukosa sel epitel selama terjadi infeksi dan berdampak pada berkurangnya resistensi terhadap infeksi patogen. Suplementasi vitamin A telah terbukti dapat meningkatkan proses regenerasi dari permukaan sel mukosa pada anak yang mendapatkan perlakuan pemulihan dari diare dibandingkan dengan anak yang menerima plasebo. Efek defisiensi vitami A terkait dengan aspek fiungsi sistem kekebalan tubuh seperti pada Tabel 2.

Tabel 2 Efek defisiensi vitamin A pada pertahanan tubuh

Ketidaknormalan ekspresi keratin pada saluran pernapasan, saluran pencernaan dan permukaan okular

Hilangnya cilia dari epitel saluran pernapasan Hilangnya mikrovilli dari saluran usus halus

Bekurangnya sel goblet dan produksi musin pada epitel mukosa Berdampak pada fungsi neutrophil

Berdampak pada fungsi NK sel dan berkurangnya jumlah NK sel Berdampak pada aspek haematopoiesis

Terjadi perubahan terhadap repon kekebalan T-Helper tipe 1 Menurunnya jumlah dan fungsi dari β-lymphocyte

Berdampak pada respon antibodi T-cell dependent dan independent antigen Sumber : Semba, 2002.

Sistem Imunitas Spesifik dan Nonspesifik

Sistem imunitas seluler termasuk sistem imunitas spesifik yang memiliki kemampuan untuk mengenal mikroorganisme atau antigen yang muncul dalam tubuh. Protein asing seperti mikroorganisme atau antigen yang menginfeksi tubuh segera dikenal oleh sistem imunitas spesifik sehingga terjadi sensitasi sel-sel imun tersebut. Sel-sel imunitas tersebar diseluruh tubuh dan ditemukan didalam darah, limfa, timus, kelenjar limfa, saluran nafas, saluran cerna dan saluran kemih. Apabila sel-sel imunitas spesifik berpapasan kembali dengan protein asing yang sama, maka sistem ini dapat bekerja tanpa bantuan sistem imunitas non spesifik


(27)

untuk menghancurkan protein asing yang berbahaya bagi kesehatan tubuh (Baratawidjaja, 2006).

Sel-sel imunitas yang ditemukan dalam jaringan dan organ disebut sistem limfoid yang terdiri dari limfosit, sel epitel dan stroma. Organ limfoid primer diperlukan untuk pematangan sel T dan B, diferensiasi dan proliferasi sehingga menjadi limfosit yang dapat mengenal antigen.sedangkan organ limfoid sekunder yang terdiri dari limfa, kelenjar limfa dan jaringan mukosa berfungsi melindungi tubuh dari invasi patogen dengan mengaktifkan sensor sel T (Sunaryo, 2004).

Limfosit merupakan sel yang memiliki diameter 6-8 m, 20-30% dari bagian leukosit darah, inti relatif besar, bulat sedikit cekungan pada satu sisi, kromatin inti padat, mengandung sedikit sekali sitoplasma, sedikit basofilik, ditemukannya tanda-tanda molekular khusus pada permukaan membran sel-sel tersebut, beberapa diantaranya membawa reseptor seperti imunoglobulin yang mengikat antigen spesifik pada membrannya. Limfosit dalam sirkulasi darah normal dapat berukuran 10-12 m. Ukuran yang lebih besar ini disebabkan sitoplasmanya yang lebih banyak (Zukesti, 2003).

Limfosit dikenal sebagai kunci pengontrol sistem imunitas. Terdiri atas sel B, sel T (Th, CTL/cytotoxic T lymphocyte) dan sel NK (Natural killer cell) (Baratawidjaja 2006). Kemampuan limfosit untuk mengenali antigen disebabkan adanya reseptor pada permukaan sel yang disebut TCR. Sel B mengenal antigen melalui TCR (T Cell Receptor) yang berupa immunoglobulin pada permukaan sel B. TCR sel T ditemukan pada sel T yang matang yang mampu mengenali peptida antigen yang berhubungan dengan molekul MHC (Mayor Histocompability Complex) sel tubuh kita. Dengan kemampuan mengenal, mengingat dan mengopi antigen, limfosit mampu membuat antibdi untuk menghancurkan antigen (Sunaryo, 2004)..

Limfosit bersirkulasi terutama berasal dari timus dan organ limfoid perifer, limfa, limfonodus, tonsil dan sebagainya. Akan tetapi mungkin semua sel pregenitor limfosit berasal dari sum-sum tulang, beberapa diantara limfosit yang secara relatif tidak mengalami diferensiasi ini bermigrasi ke timus, lalu memperbanyak diri, disini sel limfosit memperoleh sifat limfosit T, kemudian dapat masuk kembali kedalam aliran darah, kembali kedalam sum-sum tulang atau


(28)

ke organ limfoid perifer dan dapat hidup beberapa bulan atau tahun (Zukesti, 2003).

Limfosit B atau sel B berperan dalam sistem imunitas spesifik humoral sel B berasal dari sel multipoten atau sel bakal. Apabila sel B dirangsang oleh protein asing, maka sel B akan berproliferasi dan berkembang menjadi sel plasma yang dapat membentuk antibodi. Fungsi utama antibodi ini adalah pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler virus, bakteri dan menetralisir toksinnya (Sunarya, 2004). Menurut Zukesti (2003), Sel B bertugas untuk memproduksi antibodi humoral, antibodi respon yang beredar dalam peredaran darah dan mengikat secara khusus dengan antigen asing yang menyebabkan antigen asing tersalut dengan antibodi, kompleks ini mempertinggi fagositosis, lisis sel dan sel NK dari organisme yang menyerang.

Limfosit T atau sel T berperan dalam sistem imunutas seluler. Sel T berasal dari sel multipoten atau sel bakal yang berproliferasi dan berdiferensiasi didalam kelenjar timus beradasarkan stimulus dari timosin. Sel T terdiri dari beberapa sel subset dengan fungsi yang berbeda antara lain T helper, T supresor,T sitotoksik dan T memori. Fungsi utama sel T adalah pertahanan tubuh terhadap infeksi bakeri yang hidup intraseluler seperti virus, jamur, parasit dan peradangan Zukesti (2003).

Sel NK merupakan limfosit bergranula besar yang bekerja pada sistem imunitas nonspesifik terhadap virus dan sel tumor, jumlahnya sekitar 5-15% dari limfosit dalam sirkulasi dan 45% dari limfosit dalam jaringan. Ciri-ciri lain sel ini memiliki banyak sekali sitoplasma dan pseudopodia, sel NK berperan pada imunitas keganasan dan sel terinfeksi yang tidak mengekspresikan MHC-1 (Baratawidjaja 2006).

Dalam fungsinya, sel NK menjalankan peran pembunuhan ekstraseluler. Virus tidak memiliki peralatan untuk memperbaharui diri dengan demikian virus harus menembus sel-sel host yang terinfeksi agar dapat mengambil fungsi reflikasi sel T, agar tidak berkembang, maka sel NK akan membunuh sel-sel terinfeksi virus tersebut sebelum virus mempunyai kesempatan membelah diri kembali (Roitt 2002).


(29)

Sel NK bereperan pada sistem imunitas nonspesifik, tidak memerlukan paparan dan pengenalan mikroba melalui molekul MHC. Sel NK secara alamiah sudah merupakan limfosit sitotoksik yang ditemukan sejak lahir yang berfungsi pada sistem imun nonspesifik selular. Jumlah dan aktivitasnya dapat ditingkatkan oleh sistem imun spesifik antara lain atas pengaruh IL-2 dan IFN (Baratawidjaja 2006).

Pola Konsumsi Pangan

Pangan bagi mahluk hidup umumnya manusia khususnya merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi untuk dapat mempertahankan hidup serta melaksanakan kewajiban-kewajiban hidup. Tetapi berbeda dengan kebutuhan hidup yang lain, kebutuhan pangan hanya dibutuhkan secukupnya. Baik kurang maupun lebih dari kecukupan yang diperlukan, terutama apabila dialami dalam jangka waktu lama, akan berdampak buruk pada kesehatan (Muhilal et al. 1998).

Menurut Hardinsyah & Martianto (1992), pola konsumsi pangan merupakan susunan jenis pangan yang dikonsumsi berdasarkan kriteria tertentu. Makan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Pangan yang cukup dapat digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akan kebutuhan za gizi seperti energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan air (Suharjo 1989). Pemilihan jenis makanan yang baik akan menyediakan berbagai jenis zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, sedangkan jenis makanan yang tidak lengkap akan mengakibatkan tubuh kekurangan zat-zat gizi sehingga fungsi metabolisme terganggu (Almatsier 2004). Berdasarkan fungsinya, bahan makanan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu sumber energi atau tenaga seperti padi-padian dan serealia, umbi-umbian dan hasil olahannya; sumber pembangun yang terdiri atas protein nabati dan protein hewani; serta sumber zat pengatur seperti buah-buahan dan sayuran (Almatsier 2004).

Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh individu atau kelompok orang (keluarga dan rumah tangga) pada periode tertentu. Berbagai jenis zat gizi diperlukan oleh tubuh berguna untuk melakukan aktivitas, pemeliharaan, dan pertumbuhan tubuh terutama pada bayi, anak-anak, remaja, orang dewasa, dan lanjut usia (Hardinsyah & Martianto 1992).


(30)

Pola konsumsi pangan individu atau keluarga dapat berfungsi sebagai cerminan dari kebiasaan makan individu atau keluarga. Frekuensi makan per hari merupakan salah satu aspek dalam kebiasaan makan. Frekuensi makan ini bisa menjadi penduga tingkat kecukupan konsumsi gizi, artinya semakin tinggi frekuensi makan, maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin besar. Makan makanan yang beraneka ragam relatif akan menjamin tercukupinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan ibu hamil (Khomsan 1993 diacu dalam Chairunita 2003).

Penilaian konsumsi pangan dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Pada penilaian secara kualitatif, data yang dikumpulkan lebih menitikberatkan pada aspek-aspek yang berhubungan dengan kebiasaan makan, frekuensi menurut jenis makanan yang dikonsumsi maupun cara memperoleh makanan. Menurut Kusharto dan Sa’diyyah (2006), pada metode penilaian secara kualitatif, penggunaan frekuensi pangan bertujuan untuk memperoleh data konsumsi pangan secara kualitatif dan informasi dekriptif tentang pola konsumsi.


(31)

Penelitian ini di yang berlokasi di K sebagai tempat penel Jabodetabek, kemuda mengontrol kepatuha responden.

Analisis kadar vi biokimia Pusat Pene (Puslitbang Gizi), seda Makmal Terpadu UI bulan Februari – Mei

Subyek peneliti terdiri atas kelompok spesifik seharusnya s retinol. Penelitian ini responden kedalam assigment), yakni dua vaksinasi tetanus tox suplementasi antara la Multivitamin Mineral

Jumlah Sampel kelompok independen

N = jumlah

σ = SD tit Zα= 5% =1,96

1-α = 95% 1-α/2 = 100%

1-β = power

δ = Kenai dari hasil perhitun

METODE PENELITIAN

Lokasi dan waktu penelitian

ni dilaksanakan di pabrik garmen PT. Ricky P Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor, loka nelitian karena memiliki jumlah karyawan wa udahan dalam mendistribusikan suplemen, kem uhan responden, serta homogenitas aktivitas

r vitamin A serum dan total limfosit dilakukan enelitian dan Pengembangan Gizi dan m sedangkan analisis jumlah sel NK dialakukan

UI Jakarta. Pelaksanaan penelitian lapang be 2008.

Subyek Penelitian

litian yakni wanita dewasa dengan usia 20 – pok pekerja usia produktif. Menurut Gibson (2005)

a selalu digunakan ketika menginterpretasika n ini terdiri dari empat kelompok perlakua m kelompok perlakuan dilakukan secara dua kelompok kontrol antara lain plasebo dan toxoid (plasebo + TT), dan dua kelom

a lain kelompok Multivitamin Mineral (MVM) ral dengan vaksinasi Tetanus Toxoid (MVM+TT pel Penelitian ini menggunakan rumus uji beda nden dengan menggunakan rumus Lemeshow (1993)

lah sampel

titer kadar Vitamin A dari penelitian sebelumnya 18 (Ste

%-(5%/2) = 100%-2,5% = 97,5%

er of test 90% =1,28

naikan titer Vitamin A yang diharapkan setelah mendapa itungan didapat nilai n minimum = 14 sampel per kelom

Putra Globalindo lokasi ditetapkan wanita terbesar di kemudahan dalam tas yang dimiliki

kukan di laboratorium makanan Bogor kukan di laboratorium berlangsung dari

– 45 tahun, yang 2005), kriteria usia ikan kadar serum kuan dan alokasi a acak (random dan plasebo dengan ompok perlakuan M) dan kelompok

TT).

da rata rata pada 2 (1993) :

Stephensen, 2000 )

pat intervensi = 21 lompok.


(32)

Pembedaan perlakuan dengan vaksinasi TT dan non-TT digunakan untuk mengukur parameter respon imunitas yakni kadar limfosit dan sel NK. Perlakuan suplementasi diberikan setiap hari kepada sampel selama sepuluh minggu, perlakuan vaksinasi TT diberikan pada akhir minggu keenam sampai minggu kesepuluh (empat minggu). Sebelum diberikan perlakuan suplemetasi, serum sampel diukur sebagai Darah 0 (baseline) sebanyak 50 sampel. Pada akhir minggu keenam, serum darah diukur sebagai darah 1 (Intermediate). Suplementasi dilanjutkan sampai empat minggu kemudian yakni hingga minggu kesepuluh, serum sampel diukur sebagai darah 2 (endline) sebanyak sampel yang sama pada pengukuran sebelumnya dari masing-masing kelompok, diambil 35 sampel untuk dianalisis di laboratorium yang dipilih secara acak dari rata-rata 50 sampel, pengambilan 35 sampel untuk dianalisis dianggap telah mewakili populasi dari tiap kelompok perlakuan. Kemudian berdasarkan perbedaan drop out dari tiap kelompok, pada tahap akhir diperoleh 28 sampel untuk kelompok plasebo, dan masing-masing 30 sampel untuk kelompok plasebo + TT, MVM dan MVM + TT yang kemudian ditentukan sebagai sampel yang dianalisis (Wolvers et al, 2006).

Penjaringan subyek penelitian dengan melakukan screening terhadap 780 orang karyawan tetap yang keseluruhannya adalah wanita. Karyawan yang memenuhi syarat berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi kemudian dijadikan sebagai responden penelitian yakni diperoleh 200 orang karyawan sebagai responden terpilih, screening dilakukan dari bulan Desember 2007 – Januari 2008, responden terlebih dahulu menjalani pemeriksaan profil darah. Protokol pelaksanaan penelitian ini telah mendapatkan etical clearance dari Badan Peneliti dan Pengembangan Kesehatan (Departemen Kesehatan RI) No. LB.03.04./KE/4294/2007 (Lampiran 1).

Kriteria inklusi subyek adalah : sehat, tidak menderita penyakit kronis, tidak sedang melakukan diet, tidak sedang mengandung, titer antibodi tetanus positif (+). dapat berdiri tegak, tidak minum alkohol, tidak merokok, tidak sedang menstruasi pada saat pengambilan sampel darah, tidak sedang hamil dan tidak sedang menyusui dan bersedia mengikuti tahap penelitian secara konsisten. Sedangkan kriteria eksklusi penelitian ini adalah : sedang mengkonsumsi obat yang mempengaruhi imunitas, minum obat cacing dan pada akhir penelitian


(33)

mengkonsumsi suplemen kurang dari 80 persen dari suplemen yang diberikan. Untuk lebih jelasnya alur penelitian seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Alur penelitian Plasebo

n = 28

Plasebo + TT n = 30

MVM n = 30

MVM + TT n = 30 Random

MVM MVM + TT

200 responden

Kriteria Inklusi dan Eksklusi 780 karyawan

Plasebo n = 50

Plasebo n = 50

MVM n = 50

MVM n = 50

Minggu ke-0 Darah awal

(Base line)

Random

Plasebo Plasebo + TT Minggu ke-6

Darah I (intermediate)

Minggu ke-10

Pengambilan darah tahap akhir (II) (end line)


(34)

Pemberian Suplemen

Suplemen diberikan kepada responden selama sepuluh minggu oleh peneliti dan perawat di perusahaan. Suplemen yang diberikan berbentuk tablet, memiliki bentuk, ukuran, warna dan rasa yang sama, komposisi dari masing-masing label kapsul sejak awal tidak diketahui oleh peneliti, begitu juga responden tidak mengetahui komposisi dari masing-masing label kapsul yang dikenakan terhadap dirinya. Komposisi suplemen seperti pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3 Komposisi suplemen multivitamin mineral

Zat Gizi Satuan Kandungan AKG

a

% AKG UL Batasan BPOM 19-29 th 30-49 th

Vitamin E mg 45 15 15 300 1000 400 IU

A µg 700 500 500 140 5000 1500

B6 mg 6.5 100 100

Asam folat µγ 400 400 400 100 1000 800

B12 µγ 9.6 2.4 2.4 685 ND 200

D µγ 10 5 5 200 50 400IU

Mineral Zn mg 10 9.3 9.8 102b 40 30

Se µγ 110 30 30 366 400 200

Cu mg 0.9 10 30

Fe mg 5 26 26 19.2 45 30

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2004 Institute of Medicine (2004), Surat Keputusan kep. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (2004) Ket : AKG : Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan, UL : Tolerable Upper Intake Levels, BPOM : Badab Pengawas Obat dan Makanan, ND : not determined

Kandungan vitamin A yang terdapat dalam suplemen multivitamin mineral adalah 2333 IU atau setara dengan 700 g retinol (RE). Kadar ini masih dalam batasan aman dari Tingkat Asupan Atas yang dapat Ditolerir atau Tolerable Upper Intake Level (UL) yang menururt Lachance (1998) UL untuk orang dewasa kemungkinan sekitar 5000 g retinol (RE) atau setara dengan 15.000 IU perhari. IU digunakan untuk menentukan kemungkinan konsumsi berlebih dari zat gizi, jika intik harian gizi kurang dari UL, risiko pengaruh penyimpangan intik berlebih adalah kecil (Muhilal dan Sulaeman 2004).


(35)

D

Penelitian ini Randomized Clinical Rancangan percobaan design). Rancangan p faktor-faktor yang di Sumertajaya, 2002), y antara lain : plasebo, multivitamin mineral +

Jenis data dala umur, pendidikan, p pangan, data kadar vi limposit dan jumlah wawancara dengan pengukuran tinggi b pengumpulan data pen Tabe

Var Jenis data Karakteri

• Pola kons Limfosit,l

Penilaian stat indikator indeks mass berikut:

Keterangan: IMT = inde Data pola kons dikonsumsi contoh ya

Desain Penelitian dan Rancangan Percobaan

ni menggunakan desain Pure Eksperimental nical Trial (Ekperimental Murni Teracak

an yang digunakan yakni rancangan Petak Ter n percobaan ini dipilih karena adanya tingkat ke

dilibatkan sebagai kelompok yang ditelit 2002), yakni sejak awal telah ditetapkan bahwa kelom

bo, plasebo + vaksinasi TT, multivitamin mune al + vaksinasi TT (MVM + TT).

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

dalam penelitian meliputi data karakteristik re n, pendapatan dan besar keluarga), data freku

vitamin A serum responden, data imunitas dal ah sel NK. Data karakteristik responden dipe n menggunakan kuesioner, untuk IMT dipe i badan dan penimbangan berat badan. J penelitian disajikan pada Tabel 4.

abel 4 Jenis dan cara pengumpulan data peneli ariabel

eristik responden

IMT Pengukpenimba

Umur, pendidikan, besar keluarga Wawanc

onsumsi pangan Wawanc

it,leukosit dan kadar vitamin A serum Analisi

status gizi melalui antropometri dilakukan assa tubuh (IMT). Nilai IMT dihitung dengan

ndeks massa tubuh; BB = berat badan (kg); TB = ting konsumsi pangan merupakan data frekuensi oh yang diperoleh melalui wawancara dengan me

aan

ntal Double Blind k Buta Ganda). erpisah (Split plot t kepentingan dari liti (Mattjik dan lompok perlakuan uneral (MVM) dan

k responden (IMT, ekuensi konsumsi dalam hal ini total diperoleh melalui diperoleh dengan Jenis dan cara

elitian Metode ukuran dan mbangan ancara ancara lisis laboratorium

kukan menggunakan an rumus sebagai

tinggi badan (m) nsi pangan yang


(36)

frequency questinare (FFQ). Data kadar vitamin A serum, data limfosit dan data sel NK diperoleh melalui pemeriksaan serum darah responden secara laboratorium. Sampel darah diambil setelah responden puasa selama delapan jam, pengambilan darah contoh dilakukan oleh petugas terlatih dari Puslitbang Gizi dengan cara mengambil sebanyak 6 ml, sampel darah diambil dari pembuluh darah vena yang berada di daerah lipatan siku, darah kemudian disentrifugasi untuk diambil serumnya. Untuk analisis vitamin A serum, digunakan sampel darah contoh sebanyak 2 ml tanpa koagulan, serum kemudian dianalisis dengan menggunakan alat High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Untuk analisis jumlah limfosit digunakan sampel darah sebanyak 0,5 ml, darah kemudian dianalisis dengan menggunakan alat Hematocytometer, sedangkan 2,5 ml darah digunakan untuk analisis jumlah sel NK dengan menggunakan alat Flowcytometer.

Analsis dengan menggunakan metode HPLC merupakan metode yang paling umum digunakan untuk analisis vitamin A dan merupakan salah metode yang paling sensitif untuk mengukur vitamin A (Olson, 1990), metode ini juga digunakan untuk pemisahan dan analisis retinol serum karena metode ini memiliki ketelitian (presisi) pada konsentrasi rendah (de Pee dan Dery, 2002). Menurut WHO metode ini spesifik dan mudah digunakan (Gibson, 2005).

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data meliputi editing kuesioner, coding, entry, cleaning, dan analisis data yang dilakukan dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan Stasistical Program for Social Science (SPSS) versi 12 for Windows.

Data usia dibedakan atas usia 20-29 tahun, 30-39 tahun, dan ≥40 tahun (Saidin et al, 2003). Data pendapatan dibagi menjadi dua kategori yaitu sejahtera dan tidak sejahtera. besar keluarga dibedakan atas keluarga kecil (anggota keluarga ≤4 orang), keluarga sedang jika (anggota keluarga 5-7 orang), dan keluarga besar (anggota keluarga >7 orang). Data pendidikan yang diukur yakni tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, tidak tamat SMP, tamat SMA dan perguruan tinggi. Sedangkan (BKKBN, 1998). Data status gizi responden dikategorikan menjadi : gizi buruk (<17.0), gizi kurang (17.0-18.4), gizi baik


(37)

(18.5-24.9), gizi baik (18.5-24.9), gizi lebih/overweight(25.0-27.0) dan obesitas (>27.0). Data karakteristi responden dianalisis secara deskriptif.

Frekuensi konsumsi dibedakan atas konsumsi pangan responden dalam minggu, responden dengan fekuensi konsumsi minimal satu kali dalam sehari termasuk frekuensi konsumsi setiap hari apabila konsumsi pangan > 7 kali, sering apabila 3-5x /minggu, jarang apabila 1-2x /minggu, sangat jarang apabila 1-3x /bln dan tidak pernah. Data kadar serum vitramin A dikelompokkan berdasarkan kategori marginal, cukup, dan berlebihan. Data kategori dan variabel data responden seperti pada Tabel 5.

Tabel 5 Kategori dan variabel data responden

No Variabel Kategori Sumber

1 Usia 20-29 tahun (Saidin et al, 2003)

30-39 tahun

≥40 tahun

2 Status ekonomi Sejahtera BPS 2007

Tidak sejahtera

3 Besar keluarga keluarga kecil ( ≤4 orang) BKKBN (1998) keluarga sedang (5-7 orang)

keluarga besar (>7 orang)

4 Tingkat pendidikan Tamat SD

Tamat SMP Tidak tamat SMP Tamat SMA dan

Perguruan tinggi

5

Status gizi responden

(IMT) Gizi buruk (< 17.0) Depkes RI (1996)

Gizi kurang (17.0-18.4) Gizi baik (18.5-24.9)

Gizi lebih (overweight) (25.0-27.0)

Obesitas (>27.0)

6 Frekuensi konsumsi Setiap hari (>7 kali) Sering (3-5x /minggu)

Jarang (1-2x /minggu) Sangat jarang (1-3x /bln

Tidak pernah

9 Kadar serum vitamin A Defisiensi ( <10 µg/dl) Olson (1994) Marginal ( 10-19,9 µg/dl)

Cukup (20-50,9 µg/dl)


(38)

Definisi Operasional

a. Sampel adalah bahan berupa darah yang dianalisis kandungan vitamin A serum secara laboratoris.

b. Contoh penelitian adalah wanita pekerja usia subur berusia 20 – 45 tahun bekerja sebagai pegawai tetap perusahaan dan bersedia secara suka rela mengikuti secara konsisten setiap tahap penelitian.

c. Pola konsumsi pangan adalah susunan beragam pangan yang dikonsumsi responden yang bisa dilihat dari frekuensi mengkonsumsi jenis-jenis pangan pada setiap kelompok pangan yang meliputi kelompok pangan sumber karbohidrat, protein hewani, protein nabati, lemak, sayuran, buah dan susu. d. Kapsul perlakuan adalah kapsul yang berisi multivitamuin mineral yang

komposisinya antara lain vitamin A 2333 IU, vitamin D 400 IU, vitamin E 45 mg, vitamin B6 6,5 mg, asam folat 400 g, vitamin B12 9,6 g, zat besi 5

mg, tembaga 900 g, zink 10 mg dan selenium 110 g.

e. Kapsul plasebo adalah kapsul yang secara fisik sama dengan kapsul pelakuan dari bentuk, ukuran, warna dan rasa, tetapi hanya selulosa, pengisi dan pewarna yang diberikan.

f. Profil imunitas seluler adalah parameter imunitas yang diwakili oleh jumlah sel imunitas (total limfsoit dan natural killer) yang diambil dari plasma darah responden. Pengukuran dilakukan pada seluruh responden setiap kelompok perlakuan suplementasi pada sebelum, enam minggu dan sepuluh minggu perlakuan suplementasi.

g. Kadar vitamin A serum adalah kandungan serum vitamin A dalam darah responden yang merupakan pencerminan hasil asupan zat gizi, konsumsi suplemen dan penggunaan vitamin A dalam tubuh dengan pemeriksaan laboratorium biokimia.

h. Status vitamin A adalah kadar vitamin A dalam serum contoh penelitian yang diukur dengan metode HPLC yang dinyatakan dengan µg/dl dan digolongkan sebagai berikut :

• < 10 µg/dl = defisiensi • 10-20 µg/dl = Marginal • 20-50 µg/dl = Cukup


(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan Penelitian

Penjaringan (screening) terhadap karyawan perusahaan merupakan tahapan awal pelaksanaan penelitian, untuk mencari sampel yang kemudian dijadikan sebagai responden. Karyawan yang dijaring berjumlah 780 orang karyawan yang keseluruhannya adalah wanita berasal dari divisi dan lokal kerja yang berbeda, mereka yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi kemudian ditetapkan sebagai responden dalam hal ini diperoleh 200 responden.

Pada tahap perencanaan dan pelaksanaan suplementasi, peneliti berusaha untuk menngkatkan validitas data, yakni dilakukan antara lain randomisasi sampel oleh petugas khusus independen yang tidak terlibat dalam penelitian, menetapkan persyaratan inklusi dan eksklusi, mengadakan pengarahan kepada responden sebelum suplementasi diberikan, memotivasi responden untuk mengkonsumsi suplemen, menyertakan izin pelaksanaan penelitian dari badan yang berwenang yakni dalam hal ini dari pihak perusahaan dan Etical Clearance (Lampiran 1) dari Badan Peneliti dan Pengembangan Kesehatan (Departemen Kesehatan RI) dan berusaha meyakinkan responden untuk bersedia mengikuti tiap tahapan penelitian secara konsisten yang dibekali dengan pernyataan Informed consent (Lampiran 2) yang diisi secara sukarela oleh responden. Disamping itu juga, dari segi teknis, alat ukur timbangan, tinggi badan, dan alat analisis darah yang digunakan telah dikalibrasi sebelum digunakan dan analisis sampel darah dilakukan oleh tenaga ahli di laboratorium Biokimia Puslitbang Gizi dan Makanan Depkes Bogor.

Titer Immunoglobuline G (IgG) merupakan salah satu kriteria yang dikenakan paling awal. Karyawan yang dapat terjaring yakni yang memiliki titer IgG positif (+), karyawan dengan titer IgG negatif (-) dinyatakan keluar dari kriteria responden. Selanjutnya karyawan melewati tahapan kriteria inklusi lainnya antara lain sehat, tidak menderita penyakit kronis, tidak sedang melakukan diet, tidak sedang mengandung, dapat berdiri tegak, tidak minum alkohol, tidak merokok, tidak sedang menstruasi pada saat pengambilan sampel darah, tidak sedang hamil dan tidak sedang menyusui.


(40)

Kriteria eksklusi berlaku pada saat setelah pelaksanaan penelitian dilakukan, yakni responden keluar sebagai sampel penelitian apabila melakukan kriteria ini, antara lain sedang mengkonsumsi obat yang mempengaruhi imunitas, minum obat cacing pada saat pelaksanaan suplementasi dan pada akhir penelitian mengkonsumsi kurang dari 80 persen dari suplemen yang diberikan.

Sebelum suplementasi diberikan, dilakukan pengambilan darah awal atau darah 0 (Baseline), responden dipuasakan selama delapan jam (sepanjang malam) kemudian darah diambil pada pagi harinya oleh petugas khusus terlatih dari Puslitbang Gizi sebanyak 6 ml dengan menggunakan winged infusion set 23Gx3/4”

(Terumo) dialirkan dari pembuluh darah vena yang berada di daerah lipaatan siku, yang kemudian ditampung pada tabung reasksi, kemudian darah disimpan pada boks es dan secepatnya dimobilisasi ke laboratorium yakni laboratorium biokimia Puslibang Gizi dan laboratorium Makmal terpadu FKUI Jakarta untuk segera di analisis. Analisis sel NK, sebanyak 2,5 ml darah ditampung pada tabung yang berisi tripotasium EDTA dan bebas metal (Becton Dickinson) dengan menggunakan alat flowcytometer. Analisis kadar serum vitamin A dan total limfosit dilakukan di laboratorium Biokimia Puslitbang Gizi Bogor, diambil 2 ml darah yang selanjutnya disentrifugasi untuk diambil serumnya, serum kemudian dianalisis dengan menggunakan alat High Performance Liquid Chromatography (HPLC), sedangkan untuk total limfosit digunakan 0,5 ml darah yang kemudian dianalisis dengan menggunakan alat Hematocytometer.

Obat cacing diberikan kepada semua responden pada minggu pertama sebelum suplementasi, perlakuan ini diberikan untuk menghindari faktor yang mengganggu hasil analisis serum di laboratorium karena cacing dalam tubuh dapat menyebabkan terganggunya penyerapan terhadap zat gizi yang dikonsumsi.

Suplementasi dilaksanakan selama sepuluh minggu, penelitian menggunakan empat perlakuan yakni plasebo, plasebo + TT, multivitamin mineral (MVM) dan multivitamin mineral + TT (MVM + TT), pada tahap awal masing-masing perlakuan berjumlah 50 responden. Kapsul diberikan 2 butir perhari kepada tiap respoden, dan untuk memastikan bahwa suplemen telah dikonsumsi, sebagian besar responden meminum suplemen didepan petugas dengan menggunakan air yang telah disiapkan.


(41)

Pengambilan darah selanjutnya dilakukan pada minggu keenam dan minggu kesepuluh suplementasi dengan cara yang sama seperti pada baseline. Vaksinasi Tetanus toxoid (TT) diberikan setelah pengambilan darah pada minggu keenam (intermediate) terhadap responden dari kelompok yang terpilih secara acak sebagai kelompok perlakuan vaksinasi. Imunisasi aktif dengan Tetanus toxoid terbukti efektif dan aman (Bleck 1991).

WHO merekomendasikan bayi yang baru lahir seharusnya dilindumgi secara pasif dengan perlakuan pemberian sedikitnya dua dosis Tetanus toxoid yang diberikan kepada ibu mereka pada saat mereka masih dalam kandungan dan anak-anak tersebut selanjutnya seharusnya mendapatkan setidaknya tiga dosis vaksin diphtheria-tetanus-pertusis (DPT) (Dietz et al. 1997). Vaksinasi tetanus toxoid juga telah banyak digunakan dalam beberapa studi dibeberapa negara dan terbukti aman (Christenson et al 1991; Passeti et al. 1997; Aboud et al. 2000).

Pola konsumsi makan digali dengan menggunakan metode FFQ (Lampiran 4). Metode ini merupakan metode yang umum dipakai untuk mengukur intik pangan dan gizi jangka panjang dan merupakan alat yang biasa digunakan untuk menentukan perkiraan konsumsi pangan individu termasuk kelompok dalam waktu lama (Spark 2007). Pengukuran status gizi antropometri dilakukan oleh petugas dan peneliti, penimbangan berat badan dilakukan dengan menggunakan timbingan digital dan pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan alat microtois. Identitas responden digali dengan wawancara menggunkan kuesioner yang dilakukan oleh peneliti, meliputi nama, tempat tanggal lahir, pendidikan terakhir, merokok, minum alkohol, sedang berdiit, jumlah anggota keluarga status sosial ekonomi responden dan juga data-data morbiditas.pemeriksaan kesehatan klinis dilakukan oleh petugas khusus yang dilakukan oleh seorang dokter dari Puslitbang Gizi. Pemerikasaan kesehatan meliputi pemerikasaan fisik responden (Lampiran 4).

Keluhan yang di alami responden dicatat pada tiap harinya, baik karena keluhan minum kapsul, terlalu lelah karena beban kerja, maupun karena sakit ringan seperti pilek, batuk, mual, pegal-pegal dan demam. Selama penelitian tidak terdapat responden yang mengalami penyakit yang dapat membahayakan kesehatan seperti penyakit kronis.


(42)

Kepatuhan terhadap konsumsi kapsul merupakan faktor penting dalam validasi data, peneliti melakukan cross chek kepada responden dengan menanyakan sehari setelahnya apakah telah meminum kapsul atau belum (Lampiran 3), responden yang menyatakan tidak meminum kapsul kemudian dicatat oleh petugas, karena apabila responden tidak mengkonsumsi lebih dari duapuluh persen, maka responden dinyatakan keluar dari kriteria responden penelitian.

Pada penelitian ini drop-out terjadi karena bebrapa hal, antara lain, tidak mau mengkonsumsi kapsul, tidak di izinkan suami, tidak mau lagi diambil darah dan merasa kesehatannya menurun setelah mengkonsumsi kapsul. Angka drop-out paling tinggi terjadi pada kelompok plasebo, dengan jumlah responden keluar mencapai 44%, sedangkan kelompok plasebo + TT, MVM, MVM + TT masing-masing mencapai 40%. Sesuai dengan studi suplementasi pada wanita remaja yang dilakukan tanpa supervisi tingkat drop-out bisa mencapai 40-50% (Soekarjo et al. 2004; Ahmed et al. 2001). Meskipun demikian, jumlah ini masih memenuhi persyaratan minimum sampel berdasarkan rumus uji beda rata rata pada 2 kelompok independen dengan menggunakan rumus Lemeshow. Hasil perhitungn yang merujuk dari penelitian sebelumnya (Stephensen 2000) jumlah sampel minimum yang diperlukan yakni 14 orang.

Bias data berusaha diatasi peneliti dengan metode desain penelitian yang digunakan yakni dengan Double Blind sedangkan faktor lain yang dapat terjadi karena pengaruh penggunaan obat yang mempengaruhi imunitas pada penelitian ini kecil kemungkinan terjadi. Responden yang menyatakan dirinya kurang sehat melaporkan kepada peneliti atau memberikan keterangan ketika ditanya peneliti mengenai obat yang diminumya, konsumsi obat yang biasa untuk mengobati gangguan kesehatan ringan masih dapat ditolerir.

Karakteristik Responden

Sampel dalam penelitian ini yakni wanita dan telah menikah. Pemilihan wanita sebagai sampel berkaitan dengan status responden yang pernah mendapat vaksinasi Tetanus toxoid (TT) pada saat sebelum menikah dan akan hamil. Pemberian perlakuan vaksinasi TT dihubungkan dengan respon fungsi kekebalan pada responden. Karakteristik sampel terpilih yang kemungkinan sebagai faktor


(43)

yang mempengaruhi kadar vitamin A serum meliputi usia, status ekonomi, besar keluarga, tingkat pendidikan dan juga satus gizi responden, akan tetapi karakteristik ini merupakan gambaran secara umum responden dan tidak diteliti responnya terhadap peningkatan kadar vitamin A serum setelah perlakuan suplementasi.

Kategori Usia

Tabel 6 menunjukkan lebih dari setengah responden dari semua kelompok perlakuan termasuk kategori usia 30-39 tahun. Responden dengan kategori usia 20-29 tahun memiliki variasi antara 16,7%-35,7%, sedangkan proporsi kategori usia terendah terdapat pada kategori usia >40 tahun dengan persentase dibawah 13,3%. Menurut Papalia dan Olds (1981) sebagian besar usia responden tersebut tergolong ke dalam dewasa muda (20-40 tahun). Menurut Atmarita dan Fallah, (2004) usia responden tersebut termasuk dalam kisaran usia produktif yakni abtara usia 15-64 tahun.

Tabel 6 Sebaran responden pada tiap kelompok menurut kategori usia

Kelompok Kategori usia n % p

Plasebo

20 - 29 Tahun 10 35,7

0,277

30 - 39 Tahun 17 60,7

> 40 Tahun 1 3,6

Plasebo + TT

20 - 29 Tahun 5 16,7

30 - 39 Tahun 21 70

> 40 Tahun 4 13,3

MV M

20 - 29 Tahun 8 26,7

30 - 39 Tahun 20 66,7

> 40 Tahun 2 6,7

MVM + TT

20 - 29 Tahun 10 16,7

30 - 39 Tahun 17 70

> 40 Tahun 3 13,3

Pengkategorian usia responden mengacu pada Saidin et al. (2003). Rata-rata usia responden lebih dari 30 tahun dimana usia terendah terdapat pada kelompok plasebo meskipun tidak berbeda nyata (p>0,05).

Status Ekonomi

Salah satu gambaran yang menentukan status ekonomi keluarga responden adalah pendapatan atau pengeluaran untuk pangan dan gizi (Suhardjo & Khumaidi


(44)

1997). Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Kurangnya pendapatan akan berakibat buruk pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli untuk dikonsumsi pangan keluarga yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan dan status gizi (Berg 1986).

Melihat kesamaan posisi pekerjaan, pembagian jam kerja dan juga dalam hal penerimaan gaji yang relatif sama disamping pendapatan lain, berdasarakan World bank, pengkategorian status ekonomi responden, lebih dari setengah responden pada kelompok plasebo dan plasebo + TT termasuk ke dalam status ekonomi miskin, begitu juga pada kelompok multivitamin dan kelompok multivitamin + TT hampir sebagian besar responden termasuk ke dalam kategori miskin (Tabel 7).

Berdasarkan batas kemiskinan kabupaten Bogor menurut BPS (2007) sebesar Rp. 183.067,00,-/kapita/bulan, data pendapatan responden dikategorikan menjadi sejahtera dan tidak sejahtera. Seluruh kelompok perlakuan pada penelitian ini dikategorikan status ekonomi sejahtera. Hanya 3.3% responden pada kelompok MVM tergolong kategori tidak sejahtera (Tabel 1). Tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam pemerolehan pendapatan anta kelompok perlakuan (P>0,05).

Tabel 7 Sebaran responden pada tiap kelompok menurut status ekonomi

Perlakuan

Kategori

pendapatan n % p

Plasebo

Tidak

sejahtera 0 0.0

0.426

Sejahtera 28 100.0

Plasebo + TT

Tidak

sejahtera 0 0.0

Sejahtera 30 100.0

MVM

Tidak

sejahtera 1 3.33

Sejahtera 28 96.7

MVM + TT

Tidak

sejahtera 0 0.0

Sejahtera 30 100.0

Total pendapatan rata-rata responden sebagian besar berasal dari gaji sebagai karyawan (sudah termasuk upah lembur) ditambah dengan pendapatan


(45)

dari anggota keluarga lainnya. Apabila dikaitkan dengan standar pendapatan menurut batas kemiskinan World Bank bagi negara berkembang sebesar 2 dolar (kurs Rp. 9300,00,-/dolar), status ekonomi lebih dari setengah kelompok kontrol dan sebagian besar kelompok perlakuan suplementasi pada penelitian ini dikategorikan tidak sejahtera.

Pendapatan keluarga akan mempengaruhi daya beli keluarga untuk pangan dan memenuhi kebutuhan pangan keluarga (Sajogyo 1983). Pendapatan seseorang sangat menentukan pemilihan pangan yang akan dikonsumsi, dengan pendapatan tinggi maka kemampuan untuk membeli bahan pangan akan semakin beragam, sebaliknya dengan pendapatan yang rendah menyebabkan daya beli yang rendah, maka kemampuan untuk membeli pangan yang beragam akan terbatas, sehingga keluarga tidak mampu memenuhi kecukupan konsumsi pangan yang akhirnya berakibat buruk terhadap status gizi (Widyastuti 2004).

Besar Keluarga

Besar keluarga menurut BKKBN (1998) di bagi menjadi keluarga kecil jika anggota keluarga ≤ 4 orang, keluarga sedang jika 5-6 orang, dan keluarga besar jika ≥ 7 orang.

Jumlah anggota keluarga juga akan mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang tersedia dalam keluarga. Terdapat hubungan yang sangat nyata antara jumlah anggota keluarga dengan status gizi, khususnya pada keluarga yang berpenghasilan rendah. Pemenuhan makanan akan lebih mudah jika jumlah anggota keluarganya sedikit. Pada taraf yang sama, keluarga miskin dengan jumlah anak yang banyak akan sulit memenuhi jika dibandingkan dengan keluarga yang memiliki jumlah anak banyak (Suhardjo 1989)

Menurut Sediaoetama (1989) pengaturan pengeluaran untuk pangan sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga banyak. Hal ini menyebabkan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi anggota keluarga tidak mencukupi kebutuhan.

Berdasarkan Tabel 8, diketahui bahwa sebagian besar responden merupakan keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga kurang dari atau berjumlah 4 orang, dengan persentase terbesar berada pada kelompok MVM. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga responden memiliki jumlah anak 2


(1)

sangat jarang (1-3x

/bln 5 17.8 8 26.7 4 13.3 8 26.7

tidak pernah 20 71.4 22 73.3 26 86.7 20 66.7

Hati ayam

sering (3-5x /minggu) 3 10.7 3 10.0 2 6.7 0 0

jarang (1-2x /minggu) 11 39.3 14 46.7 6 20.0 11 36.7

sangat jarang (1-3x

/bln 10 35.7 9 30 10 33.3 11 36.6

tidak pernah 4 14.3 4 13.3 12 40.0 7 23.3

Ikan segar

setiap hari (>7) 1 3.6 0 0 1 3.3 1 3.3

sering (3-5x /minggu) 3 10.7 9 30.0 7 23.3 6 20.0

jarang (1-2x /minggu) 16 57.1 16 53.3 12 40.0 17 56.7

sangat jarang (1-3x

/bln 6 21.4 4 13.4 9 30 2 6.6

tidak pernah 2 7.1 1 3.3 1 3.3 3 10.0

Susu bubuk

setiap hari (>7) 3 10.7 1 3.3 1 3.3 1 3.3

sering (3-5x /minggu) 1 3.6 0 0 0 0 1 3.3

jarang (1-2x /minggu) 2 7.1 4 13.3 4 13.3 5 16.7

sangat jarang (1-3x

/bln 0 0 4 13.3 2 6.7 1 3.3

tidak pernah 22 78.6 21 70.0 23 76.7 21 70.0

Keju

sangat jarang (1-3x

/bln 0 0 1 3.3 0 0 1 3.3


(2)

(Lanjutan) Sebaran responden menurut frekuensi konsumsi pangan sumber buah-buahan

kelompok

pangan frekuensi

Perlakuan

Plasebo (n=28) Plasebo + TT (n=30) MVM + TT (n=30) MVM (n=30)

n % n % n % n %

Jambu biji

setiap hari (>7) 1 3.6 1 3.3 1 3.3 1 3.3

sering (3-5x /minggu) 5 17.9 11 36.7 6 20.0 10 33.3

jarang (1-2x /minggu) 13 46.4 6 20.0 6 20.0 9 30.0

sangat jarang (1-3x /bln 3 10.7 4 13.3 5 16.7 3 10

tidak pernah 6 21.4 8 26.7 12 40.0 6 20.0

Pepaya

setiap hari (>7) 1 3.6 0 0 0 0 0 0

sering (3-5x /minggu) 4 14.3 4 13.3 4 13.3 6 20.0

jarang (1-2x /minggu) 14 50.0 11 36.7 11 36.7 12 40.0

sangat jarang (1-3x /bln 2 7.1 9 30 7 23.4 6 30

tidak pernah 7 25.0 6 20.0 8 26.7 5 16.7

Jeruk

setiap hari (>7) 3 10.7 3 10.0 3 10.0 2 6.7

sering (3-5x /minggu) 11 39.3 9 30.0 7 23.3 14 46.7

jarang (1-2x /minggu) 12 42.9 13 43.3 15 50.0 10 33.3

sangat jarang (1-3x /bln 1 3.6 4 13.4 4 13.3 2 6.7


(3)

(Lanjutan) Sebaran responden menurut frekuensi konsumsi pangan sumber sayuran kelompok

pangan frekuensi

Perlakuan

Plasebo (n=28) Plasebo + TT (n=30) MVM + TT (n=30) MVM (n=30)

n % n % n % n %

Bayam

setiap hari (>7) 1 3.3

sering (3-5x /minggu) 5 17.9 8 26.7 5 16.7 6 20.0

jarang (1-2x

/minggu) 18 64.3 13 43.3 15 50.0 13 43.3

sangat jarang (1-3x

/bln 1 3.6 5 16.7 4 23.4 4 23.4

tidak pernah 4 14.3 4 13.3 6 20.0 5 16.7

Kangkung

setiap hari (>7) 1 3.3

sering (3-5x /minggu) 4 14.3 7 23.3 3 10.0 5 16.7

jarang (1-2x

/minggu) 13 46.4 16 53.3 14 46.7 17 56.7

sangat jarang (1-3x

/bln 2 7.1 2 6.6 8 26.7 3 13.3

tidak pernah 9 32.1 5 16.7 4 13.3 3 10.0

Daun singkong

setiap hari (>7)

sering (3-5x /minggu) 11 39.3 5 16.7 3 10.0 3 10.0

jarang (1-2x

/minggu) 11 39.3 18 60.0 11 36.7 18 60.0

sangat jarang (1-3x

/bln 4 14.2 6 20 11 36.7 6 20

tidak pernah 2 7.1 1 3.3 5 16.7 2 6.7


(4)

panjang jarang (1-2x

/minggu) 10 35.7 19 63.3 16 53.3 18 60.0

sangat jarang (1-3x

/bln 4 14.3 2 6.7 6 20 3 10

tidak pernah 4 14.3 4 13.3 3 10.0 4 13.3

Selada air

sering (3-5x /minggu) 1 3.6

jarang (1-2x

/minggu) 1 3.6 1 3.3 5 16.7

sangat jarang (1-3x

/bln 4 14.2 5 16.7 5 16.6

tidak pernah 22 78.6 28 93.3 24 80.0 19 63.3

Sawi

setiap hari (>7) 1 3.3

sering (3-5x /minggu) 9 32.1 6 20.0 5 16.7 7 23.3

jarang (1-2x

/minggu) 12 42.9 13 43.3 16 53.3 14 46.7

sangat jarang (1-3x

/bln 2 7.2 4 13.3 4 13.3 4 13.4

tidak pernah 5 17.9 7 23.3 5 16.7 3 10.0

Daun katuk

setiap hari (>7)

sering (3-5x /minggu) 1 3.6 1 3.3

jarang (1-2x

/minggu) 7 25.0 1 3.3 4 13.3 3 10.0

sangat jarang (1-3x

/bln 1 3.6 6 20.0 3 10 3 10


(5)

89

Lampiran 13 Uji hubungan antara kadar vitamin A serum dengan jumlah sel NK pada sebelum, enam minggu dan sepuluh minggu perlakuan

Correlations

retinol retinol_2 retinol_3 NK1 NK2 NK3

retinol Pearson

Correlation 1 ,690(**) ,575(**) 0,03 0,079 0,006

Sig.

(2-tailed) . 0 0 0,747 0,397 0,951

N 118 118 118 118 118 118

retinol_2 Pearson

Correlation ,690(**) 1 ,689(**) 0,091 0,103 0,174

Sig.

(2-tailed) 0 . 0 0,324 0,268 0,06

N 118 118 118 118 118 118

retinol_3 Pearson

Correlation ,575(**) ,689(**) 1 0,147 ,242(**) ,219(*)

Sig.

(2-tailed) 0 0 . 0,112 0,008 0,017

N 118 118 118 118 118 118

NK1 Pearson

Correlation 0,03 0,091 0,147 1 0,08 ,602(**)

Sig.

(2-tailed) 0,747 0,324 0,112 . 0,39 0

N 118 118 118 118 118 118

NK2 Pearson

Correlation 0,079 0,103 ,242(**) 0,08 1 0,03

Sig.

(2-tailed) 0,397 0,268 0,008 0,39 . 0,75

N 118 118 118 118 118 118

NK3 Pearson

Correlation 0,006 0,174 ,219(*) ,602(**) 0,03 1

Sig.

(2-tailed) 0,951 0,06 0,017 0 0,75 .

N 118 118 118 118 118 118

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(6)

90

Lampiran 14 Uji korelasi antara kadar serum vitamin A pada minggu kesepuluh dengan respon sel NK pada minggu kesepuluh

regression

Variables Entered/Removed(b)

Model Variables

Entered

Variables

Removed Method

1 NK3(a) . Enter

a All requested variables entered. b Dependent Variable: retinol_3

Model Summary

Model R R

Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Change Statistics R Square Change F

Change df1 df2

Sig. F Change

1 ,219(a) 0,048 0,04 10,681 0,048 5,832 1 116 0,017

a Predictors: (Constant), NK3

ANOVA(b)

Model Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

1

Regression 665,261 1 665,261 5,832 ,017(a)

Residual 13232,77 116 114,076

Total 13898,04 117

a Predictors: (Constant), NK3 b Dependent Variable: retinol_3

Coefficients(a)

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 25,377 2,374 10,691 0

NK3 0,008 0,003 0,219 2,415 0,017