Optimalisasi Pemupukan Dan Pengapuran Untuk Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai Di Lahan Rawa Lebak Dengan Budidaya Jenuh Air

OPTIMALISASI PEMUPUKAN DAN PENGAPURAN
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI
DI LAHAN RAWA LEBAK
DENGAN BUDIDAYA JENUH AIR

ENDRIANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA *
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimalisasi Pemupukan
dan Pengapuran terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai di Lahan Rawa
Lebak dengan Budidaya Jenuh Air adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016
Endriani
A252130321

*

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB
harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait

RINGKASAN
ENDRIANI. Optimalisasi Pemupukan dan Pengapuran untuk Pertumbuhan dan
Produksi Kedelai di Lahan Rawa Lebak dengan Budidaya Jenuh Air. Dibimbing
oleh MUNIF GHULAMAHDI dan EKO SULISTYONO.
Glycine max L. Merril yang dikenal dengan nama kedelai adalah tanaman
pangan penting setelah padi dan jagung. Lahan rawa lebak adalah rawa yang
dipengaruhi oleh adanya genangan dengan lamanya waktu genangan lebih dari 3
bulan dan tinggi genangan lebih dari 50 cm. Penciri utama lahan rawa lebak
adalah tinggi dan waktu terjadinya genangan. Masalah yang dihadapi dalam

pengembangan lahan rawa lebak adalah pengendalian air, pH tanah pada
umumnya rendah, dan ketersediaan unsur hara dalam tanah relatif rendah dengan
tingkat kesuburan tanah yang rendah sampai sedang. Oleh karena itu diperlukan
teknologi budidaya yang dapat menaikkan pH tanah dan meningkatkan kesuburan
tanah yakni teknologi kombinasi pemupukan kimia dan hayati dan ameliorasi
lahan serta pengelolaan air yang tepat dengan sistem budidaya jenuh air.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemupukan dan
memperoleh dosis optimum pupuk N dan P, serta dosis dolomit untuk kedelai
pada lahan rawa lebak. Penelitian dilaksanakan pada dua musim tanam di lahan
rawa lebak yang sudah dibudidayakan secara intensif dan lahan rawa lebak
bukaan baru. Percobaan I dilaksanakan pada bulan September sampai Desember
2014, di lahan rawa lebak yang sudah dibudidayakan secara intensif di Desa
Labuhan Ratu VI, Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan faktorial dalam
rancangan lingkungan rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Faktor kesatu yaitu dosis pupuk N (0, 11.25, 22.50 dan 33.75 kg N ha-1), faktor ke-dua
yaitu dosis pupuk P (0, 36, 72 dan 108 kg P205 ha-1), faktor ke-tiga : pupuk hayati
penambat N dan pelarut P tanpa dan dengan pupuk hayati). Percobaan II
dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2015 di lahan rawa lebak bukaan baru.
Rancangan percobaan disusun menggunakan rancangan faktorial dalam rancangan
lingkungan acak kelompok dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor ke-satu yaitu

pupuk hayati yaitu tanpa dan dengan pupuk hayati. Faktor ke-dua dosis dolomit
yaitu 0, 500, 1000, dan 1500 kg dolomit ha-.1.
Hasil penelitian pada lahan rawa lebak yang sudah dibudidayakan secara
intensif menunjukkan pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P tidak berbeda
nyata terhadap produktivitas kedelai pada lahan rawa lebak. Interaksi pupuk
hayati dengan pupuk N meningkatkan bobot biji per tanaman dan interaksi pupuk
hayati dan pupuk P meningkatkan bobot kering tajuk dan kombinasi ketiga jenis
pupuk meningkatkan serapan hara N, P dan K oleh tanaman, kendati secara
statistik tidak berbeda nyata. Dosis yang direkomendasikan untuk pengembangan
kedelai di lahan rawa lebak yang sudah dibudidayakan secara intensif dengan (pH
7.0, N-total 0.05% , P2O5 74 mg/100 g, dan K2 O 26 mg/100 g) adalah pupuk
hayati + 11.25 kg N ha-1 + 36 kg P2O5 ha-1. Produktivitas maksimum pada lahan
rawa lebak bukaan baru (pH 5.6, N-total 0.12%, K2O 15.2 mg/100 g) diperoleh
pada perlakuan tanpa pupuk hayati sebesar 3.54 ton ha-1 dan pada dosis dolomit
1.5 ton ha-1 sebesar 3.52 ton ha-1 dan berbeda nyata di bandingkan tanpa dolomit
dengan produktivitas sebesar 3.09 ton ha-1.
Kata kunci : dosis, dolomit, fosfat, nitrogen, kesuburan tanah, produktivitas

SUMMARY
ENDRIANI. Optimization of Fertilization and Liming for Growth and Production

of Soybean at The Lowland Swamp with Saturated Soil Cultured. Supervised by
MUNIF GHULAMAHDI and EKO SULISTYONO.
Glycine max L. Merrill, known as soybean is an important food crop after
rice and maize. Lowland swamp is a swamp that is affected by inundation for
more than 3 months and the water level is higher than 50 cm. Primary identifiers
of lowland swamp are height and time of the inundation. The problems that
occurred in the development of lowland swamp are high acidity of soil and the
low availability of nutrients with the low-moderate fertility of soil. Therefore, a
cultivation technology is necessary to increase the soil pH and to improve soil
fertility. That technology can be a combination of chemical and biological
fertilizer, soil amelioration and management of water in water-saturated
cultivation systems.
The study aims at determining the optimum dose of N and P fertilizer and
dolomite of for soybean at lowland swamp. The research was conducted two times
in two planting season at two kinds of lowland swamp namely intensively
cultivated and newly made land. The first experiment was conducted from
September to December 2014, at the lowland swamp that has been intensively
cultivated lowland swamp at Labuhan Ratu VI village, Labuhan Ratu District,
East Lampung. A factorial design in a randomized block design with three
replications was used in this study. The treatments were the level of N fertilizer

(0,11.25, 22.50 and 33.75 kg N ha-1), the level of P fertilization (0, 36, 72 and 108
P2O5 kg ha-1) and biofertilizer application (without and with biofertilizer). The
second experiment was conducted from April to July 2015 at the newly made
lowland swamp. A factorial randomized block design with three replications was
used in this study. The treatments were biofertilizer application (without and with
biofertilizer and the dose of dolomite (0, 500, 1000 and 1500 kg ha- 1).
The results of first experiment showed that the biofertilizer, N and P
fertilizer did not significantly affect the productivity of soybean in the lowland
swamp intensively cultivated. Interaction of biofertilizer and N fertilizer increased
seed weight per plant and the interaction of biofertilizer and P fertilizer increased
shoot dry weight and the combination of all three types of fertilizers improved
nutrient uptake of N, P and K by plants, though statistically not significant. The
recommendation of dosage for the development of soybean in intensively
cultivated lowland swamp with (pH of 7.0, 0.05% N, 74 mg/100 g P2O5 and 26
mg/100g K2O, was 11.25 kg N ha-1 + 36 kg P2O5 ha-1with biofertilizer application.
Meanwhile, for the newly lowland swamp (pH of 5.6, 0.12% N, 12.9 ppm P2O5,
and 6.06 mg/100g K2O) the recommendation rate dose of fertilizer could not be
determined yet. No biofertilizer or with 1.5 ton dolomite ha -1 was required to
produce the highest yield (+ 3.5 ton ha-1).
Keyword: dose, dolomite, fosfor, nitrogen, productivity, soil fertility


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

OPTIMALISASI PEMUPUKAN DAN PENGAPURAN
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI
DI LAHAN RAWA LEBAK
DENGAN BUDIDAYA JENUH AIR

ENDRIANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada ujian Tesis: Ir. Atang Sutandi, M.Si.P.hD

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga Tesis ini berhasil diselesaikan. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa penulisan tesis ini tidak mungkin diselesaikan sendiri tanpa
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dengan penuh
keikhlasan dan penghargaan yang tulus penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1.
2.
3.

4.
5.
6.
7.

8.
9.
10.

11.

Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS dan Dr Ir Eko Sulistyono, M.Si selaku
komisi pembimbing atas semua arahan, saran, dan bimbingan dalam
penyusunan proposal sampai selesainya penulisan tesis.
Dr Ir Joko Susilo Utomo, M.Sc, Prof Dr Ir Setyo Dwi Utomo, M.Sc, Dr Ir
Yulia Pujiharti, MS yang telah memberikan rekomendasi kepada penulis
untuk melanjutkan studi S2 di Institut Pertanian Bogor.
Dr Maya Melati, MS MSc selaku Ketua Program Studi Agronomi dan
Hortikultura atas arahan, saran dan masukan dalam penyusunan tesis dan
penyelesaian studi.

Ir Atang Sutandi, MSi PhD sebagai penguji luar komisi atas semua saran
dan masukan dalam penulisan tesis
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian atas beasiswa selama
menjalani pendidikan di SPS Institut Pertanian Bogor
Bapak Godin dan Bapak Giyarno yang telah berkenan memberi izin
menggunakan lahannya untuk penelitian serta Bapak Dadin Suherlan atas
bantuan teknis selama penelitian.
Rekan-rekan Sekolah Pascasarjana IPB S2 dan S3 AGH angkatan 2012
dan 2013 khususnya Tim Peneliti Kedelai BJA (Dr Hesti Pujiwati, Danner
Sagala, M.Si, Bachtiar M.Si, Toyip Hadiwijaya M.Si, Syafina Pusparani,
M.Si, Nani Herawati, SP) yang telah memberikan semangat dan kerjasama
selama melaksanakan penelitian dan penulisan tesis.
Ayahanda Syahwiruddin dan Ibunda Edi Marni serta adik-adik dan
keluarga besar yang telah membantu dan mendoakan keberhasilan penulis
selama pendidikan S2.
Ibu Mertua Rosmi (alm) dan Bapak Mertua Chaidir (alm) beserta kakak
dan adik ipar yang telah memberikan perhatian dan membantu mengawasi
anak-anakku.
Suami tercinta Heldi Safri, SE dan anak-anakku M Andre Pratama dan
Atikah Ghaisani yang tersayang atas izin, pengertian, ketabahan dan

kesabaran, serta pengorbanan, motivasi dan doanya selama menjalani
pendidikan S2.
Kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penelitian dan
penulisan tesis yang tidak dapat ditulis satu persatu, penulis ucapkan
terimakasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2016
Endriani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

xiii
xiv
xiv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis

1
1
3
4
4
4

2 PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI DI LAHAN RAWA LEBAK
INTENSIF DENGAN KOMBINASI PUPUK HAYATI DAN PUPUK
KIMIA PADA SISTEM BUDIDAYA JENUH AIR (BJA)
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

6
6
8
11
25

3 KOMBINASI PUPUK HAYATI DAN DOLOMIT TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI DI LAHAN RAWA LEBAK
BUKAAN BARU DENGAN SISTEM BUDIDAYA JENUH AIR
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

26
26
27
30
37

4 PEMBAHASAN UMUM

38

5 SIMPULAN DAN SARAN

39

DAFTAR PUSTAKA

40

LAMPIRAN

45

RIWAYAT HIDUP

53

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Sifat fisik dan kimia tanah sebelum penelitian di lahan rawa lebak
intensif
Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P terhadap tinggi tanaman
Pengaruh interaksi pupuk hayati, N, dan P terhadap Tinggi Tanaman 4
MST dan Jumlah Cabang 10 MST.
Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P terhadap jumlah cabang
Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P terhadap jumlah daun
Pengaruh Interaksi pupuk N dengan pupuk P terhadap tinggi tanaman 4
MST, Jumlah daun 2 MST dan 12 MST
Pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif maksimum 8 MST
Pengaruh interaksi pupuk hayati dengan pupuk P terhadap tinggi
tanaman 4 MST, tinggi tanaman panen dan bobot kering tajuk
Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P terhadap Biomass
kedelai
Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P terhadap kadar hara daun
Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P terhadap serapan hara
daun kedelai 8 MST.
Pengaruh interaksi pupuk hayati dengan pupuk N terhadap tinggi
tanaman saat panen, jumlah daun 8 MST, Kadar hara P dan K daun dan
berat biji per tanaman
Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P terhadap komponen hasil
Kedelai
Keragaan generatif tanaman kedelai
Sifat fisik dan kimia tanah sebelum penelitian di lahan rawa lebak
bukaan baru
Pengaruh pupuk hayati dan dosis dolomit terhadap tinggi tanaman
Pengaruh pupuk hayati dan dolomit terhadap jumlah cabang
Pengaruh pupuk hayati dan kapur terhadap jumlah daun
Pengaruh pupuk hayati dan dosis kapur terhadap jumlah bunga dan
jumlah polong
Pengaruh pupuk hayati dan dosis kapur terhadap kadar hara daun
kedelai 8 MST
Serapan hara N, P, dan K Kedelai pada perlakuan pupuk hayati dan
dosis kapur.
Pengaruh interaksi pupuk hayati dengan dolomit terhadap serapan hara
NPK daun kedelai pada umur 8 MST
Pengaruh pupuk hayati dan dosis kapur terhadap komponen hasil
kedelai
Pengaruh pupuk hayati dan kapur terhadap biomassa kedelai

11
14
15
16
16
17
18
18
19
20
21
21
22
23
31
31
32
32
33
34
34
35
36
37

DAFTAR GAMBAR
1

Kerangka berpikir penelitian optimalisasi pemupukan dan pengapuran
terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan rawa lebak

5

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Pembagian zona lahan rawa di sepanjang daerah aliran sungai (DAS)
Kesesuaian lahan untuk tanaman kedelai berdasarkan sifat fisika dan
kimia tanah
Pola tanam Padi - Kedelai di Lahan Rawa Lebak Dangkal Kec.
Labuhan Ratu dengan BJA Tahun 2014
Penggenangan sistem BJA pada petak percobaan ketinggian air
dipertahankan tetap 20 cm dibawah permukaan tanah
Pertumbuhan tanamam kedelai pada umur 35 hari setelah tanam
(HST) pada lahan rawa lebak yang sudah dibudidayakan intensif
Rekapitulasi sidik ragam terhadap komponen pertumbuhan dan
produksi percobaan 1
Korelasi antar peubah-peubah dengan produksi percobaan 1
Keragaan tanaman umur 35 HST pada lahan rawa lebak bukaan baru
Perlakuan pupuk hayati dan dolomit pada kedelai dilahan rawa lebak
bukaan baru
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pupuk hayati dan dosis kapur
dolomit terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan rawa
lebak bukaan baru

46
47
48
49
49
50
50
51
51
52

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan komoditas yang perlu
mendapat perhatian karena kebutuhan dalam negeri cukup tinggi mencapai 2.02
juta ton per tahun, sementara produksi nasional tahun 2013 hanya 742000 ton
(BPS 2013), sehingga untuk memenuhi kekurangan kebutuhan tersebut harus
dipenuhi dari impor. Peningkatan kebutuhan kedelai setiap tahunnya seiring
pertambahan jumlah penduduk. Laju kecepatan kenaikan produksi kedelai tidak
dapat mengimbangi laju kecepatan kenaikan penduduk, penyebabnya antara lain
adalah alih fungsi lahan pertanian produktif ke non pertanian. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan adalah ekstensifikasi pada lahan-lahan sub optimal yang
masih cukup luas dan belum dimanfaatkan secara optimal, antara lain lahan rawa
lebak.
Lahan rawa lebak berpotensi cukup besar untuk pengembangan dan
meningkatkan produksi tanaman pangan. Kedelai dapat di tanam pada lahan rawa
lebak intensif maupun lahan rawa lebak bukaan baru. Luas lahan rawa lebak di
Indonesia 13.3 juta hektar yang tersebar di pulau Sumatera seluas 2.8 juta hektar,
Kalimantan seluas 3.6 juta hektar, Sulawesi seluas 0.6 juta hektar dan Papua
seluas 6.3 juta hektar (Djamhari 2009). Luas lahan rawa lebak yang baru
dimanfaatkan secara intensif sekitar 5 persen dari luasan 13.3 juta hektar (Djafar
2013). Pemanfaatan lahan rawa lebak yang sudah dibudidayakan intensif terutama
digunakan untuk menanam padi.
Menurut Subagyo (2006), berdasarkan tinggi dan lamanya waktu genangan
lahan rawa lebak dikelompokkan menjadi lahan rawa lebak dangkal (tinggi
genangan < 50 cm dengan lama genangan < 3 bulan), lebak tengahan (50-100 cm
dengan 3-6 bulan) dan lebak dalam (> 100 cm dengan >3-6 bulan). Kedelai dapat
ditanam pada lahan rawa lebak yang sudah dibudidayakan intensif maupun pada
lahan rawa lebak bukaan baru. Pemanfaatan lahan rawa lebak intensif selama ini
diperuntukkan untuk budidaya tanaman padi, dengan intensitas pertanaman 1-2
kali setahun, sementara budidaya kedelai jarang dilakukan pada lahan tersebut
karena produktivitasnya rendah.
Kendala yang dihadapi pada lahan rawa lebak adalah genangan air dan
banjir yang datangnya tidak menentu, mendadak pada musim hujan dan apabila
musim kemarau terjadi kekeringan sehingga lahan hanya dapat ditanami satu kali
dalam setahun. Karakteristik lahan rawa lebak merupakan daerah dataran rendah
dan dekat dengan aliran sungai maka dipengaruhi dengan adanya pasang surut air
sungai. Pasang surutnya air dipengaruhi oleh musim, apabila musim hujan air
sungai pasang dan lahan tergenangi air, dan apabila musim kemarau air sungai
surut, maka lahan menjadi kering.
Kendala fisik dan kimia tanah pada lahan rawa lebak adalah tingkat
kesuburan tanah secara umum rendah-sedang, dengan pH tanah 4.0-4.2,
kandungan hara N-total sedang (0.33%), P-tersedia rendah (11.3 me 100g-1), Ktersedia rendah (0.20 me 100g -1), C-org 10.8% (Haryono et al. 2013), untuk itu
perlu dilakukan upaya peningkatan produktivitas kedelai pada lahan rawa lebak
intensif dan lahan rawa bukaan baru.

2
Upaya penting yang dilakukan dalam memperbaiki kondisi tanah dan
meningkatkan produktivitas lahan rawa lebak adalah dengan cara pemupukan dan
pengapuran. Pemberian pupuk dan kapur berdasarkan hasil uji tanah, sesuai status
hara tanah dan perbaikan pengelolaan air. Perbaikan pengelolaan air dapat
dilakukan dengan teknologi budidaya jenuh air yang dapat menjamin kestabilan
air dari sejak tanam sampai matang fisiologis, dengan cara mempertahankan
ketinggiam muka air tanah setinggi 20 cm dari permukaan tanah.
Budidaya jenuh air (BJA) telah memperbaiki pertumbuhan dan
meningkatkan produksi kedelai dibandingkan budidaya kering pada beberapa
varietas kedelai, meningkatkan bobot kering akar dan bintil akar (Troedson et al.
1983, Ghulamahdi 1990). Sistem ini dapat menciptakan lingkungan yang
menjamin ketersediaan air secara stabil bagi tanaman (Ghulamahdi 1999).
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya di lahan rawa pasang surut dengan
budidaya jenuh air pada kedalaman muka air 20 cm di bawah permukaan tanah,
kedelai varietas Tanggamus memiliki produktivitas tertinggi bila diberi kapur 3.29
ton ha-1dibandingkan tanpa kapur 1.60 ton ha-1 dan terjadi peningkatan pH tanah
sebesar 0.83 unit (Noya 2012).
Lahan rawa lebak adalah rawa yang dipengaruhi oleh adanya genangan
dengan lamanya waktu genangan lebih dari 3 bulan dan tinggi genangan lebih dari
50 cm. Penciri utama lahan rawa lebak adalah tinggi dan waktu terjadinya
genangan. Lahan rawa lebak menurut jangkauan pengaruh pasang dan intrusi air
laut termasuk ke dalam zone III (lampiran 1) atau peraiaran air tawar pedalaman
yang bebas dari pengaruh pasang, fluktuasi muka air dipengaruhi oleh curah hujan
dan banjir kiriman. Berdasarkan lama dan tingginya genangan wilayah rawa lebak
dibagi dalam empat tipologi, yaitu lebak dangkal, lebak tengahan, lebak dalam,
dan lebak sangat dalam (Balitbangtan 2013). Masalah utama yang dihadapi dalam
pengembangan lahan rawa lebak adalah pH tanah yang rendah-sedang,
ketersediaan unsur hara dalam tanah relatif rendah.
Ameliorasi dan pemupukan merupakan komponen penting untuk
memecahkan masalah tersebut, khususnya pada lahan rawa. Pemilihan lahan rawa
untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian khususnya pangan dikarenakan
antara lain: ketersediaan lahan cukup luas, ketersediaan air yang melimpah,
topografi yang nisbi datar, mudah diakses dengan melewati sungai dan jalan darat,
lebih tahan deraan iklim, keanekaragaman hayati dan sumber plasma nutfah cukup
kaya dan mempunyai potensi warisan budaya dan kearifan lokal mendukung
(Haryono et al. 2013). Keberhasilan pemanfaatan lahan rawa untuk pertanian
khususnya dalam budidaya tanaman pangan ditentukan banyak faktor antara lain :
tingkat kesesuaian lahan dan lingkungan, sikap dan persepsi petani, kerajinan dan
keuletan, penerapan teknologi budidaya secara baik dan tepat, termasuk penyiapan
lahan. Untuk menjadikan lahan rawa sebagai sumber pertumbuhan produksi
pertanian secara optimal memerlukan inovasi teknologi dan diseminasi hasil-hasil
penelitian secara berkesinambungan.
Salah satu teknik yang telah dikembangkan adalah budidaya jenuh air.
Sistem budidaya jenuh air adalah merupakan penanaman dengan memberikan
irigasi terus-menerus dan membuat tinggi muka air tanah tetap (sekitar 5 cm
dibawah permukaan tanah), sehingga lapisan tanah dibawah perakaran menjadi
jenuh air (Hunter et al. 1980;Sumarno 1986). Pemberian air terus-menerus sejak
tanam sampai matang fisiologis. Air dialirkan melalui parit diantara petak

3
tanaman dengan permukaaan air tetap sekitar 10-20 cm dibawah permukaaan
tanah, sehingga lapisan tanah di bawah perakaran jenuh air.
Pertumbuhan bintil akar dan komponen produksi kedelai dipengaruhi oleh
interaksi antara varietas, pemupukan nitrogen, dan tinggi muka air tanah (Suwarto
et al. 1994). Genangan dalam parit dapat meningkatkan hasil biji kedelai 20%
sampai 80%. Peningkatan hasil tersebut terjadi karena pertumbuhan bintil yang
dapat dipertahankan sampai saat pengisian polong (Indradewa et al. 2004).
Pupuk hayati memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan dan saat ini
semakin diminati oleh petani karena selain ramah lingkungan, juga dapat
meningkatkan produktivitas tanaman. Pupuk hayati merupakan formula pupuk
berisi mikroba, baik tunggal maupun beberapa mikroba, dalam satu bahan
pembawa dengan fungsi untuk menyediakan unsur hara dan meningkatkan
produksi tanaman. Mikroba yang diformulasikan merupakan mikroba yang
bermanfaat dan tidak bersifat sebagai patogen (penyebab penyakit) tanaman.
Beberapa mikroba yang digunakan sebagai pupuk hayati adalah dari
golongan bakteri penambat N2 simbiotik (rhizobia), bakteri penambat N2 nonsimbiotik (antara lain Azotobacter dan Azospirillum), mikroba pelarut P (Bacillus
sp., Pseudomonas sp., Streptomyces sp. dan cendawan Trichoderma sp.,
Aspergillus sp., Penicillium sp.). Pemanfaatan bakteri rhizobium yang toleran
kondisi masam berkadar Al, Mn, dan Fe tinggi dapat menggantikan sebagain
besar pupuk N an-organik pada tanaman kedelai yang ditanam pada lahan masam,
terutama pada lahan-lahan yang belum pernah ditanami kedelai (Harsono et al.
2009).
Pemanfaatan bahan pembenah tanah dan pupuk untuk memperbaiki
kesuburan tanah dapat dilakukan dengan penambahan kapur, bahan organik dan
pupuk NPK. Untuk itu perlu dilakukan penelitian kombinasi pemupukan kimia
dan hayati dan penerapan BJA di lahan rawa lebak untuk meningkatkan
pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan rawa lebak. Penelitian ini bertujuan
mengetahui pengaruh dosis pemupukan dan dosis kapur dolomit pada lahan rawa
lebak intensif dan lahan rawa lebak bukaan baru.
Perumusan Masalah
Permasalahan pemanfaatan lahan rawa lebak adalah pH tanah yang rendahsedang, ketersediaan hara dalam tanah rendah yang menghambat pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Tingkat kesuburan tanah rendah-sedang serta
topografi lahan rawa lebak umunya berada didataran rendah dan fluktuasi muka
air dipengaruhi curah hujan dan banjir oleh luapan sungai yang datang secara
mendadak. Kemasaman tanah mempengaruhi ketersediaan unsur hara, seperti
dijelaskan dalam kerangka pemikiran pada (Gambar 1). Pengelolaan lahan rawa
lebak dengan pemberian amelioran, kombinasi pemupukan kimia dan hayati serta
teknologi budidaya yang tepat dan pengelolaan air, pengaturan pola tanam yang
tepat merupakan kunci keberhasilan dalam budidaya tanaman khususnya kedelai
di lahan rawa lebak. Penggunaan pupuk hayati sebagai suatu alternatif untuk
mengurangi penggunaan pupuk kimia dan untuk menjaga kesuburan tanah dan
lingkungan untuk menciptakan sistem pertanian ramah lingkungan dan
berkelanjutan.

4
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan maka tujuan umum
penelitian ini adalah meningkatkan produktivitas kedelai di lahan rawa lebak
intensif dan mengkaji potensi pengembangan kedelai di lahan rawa lebak bukaan
baru serta pengaturan pola tanam dan pengelolaan air pada lahan rawa lebak.
Tujuan khusus untuk percobaan I Judul : Pertumbuhan dan Hasil Kedelai di Lahan
Rawa Lebak Intesif dengan Kombinasi Pupuk Hayati dan Pupuk Kimia Pada
Sistem Budidaya Jenuh Air adalah:
a.
Mendapatkan dosis optimum pupuk N dan P yang untuk pertumbuhan dan
produksi kedelai di lahan rawa lebak intensif.
b.
Menjelaskan pengaruh pupuk hayati bakteri Penambat N dan Pelarut P
terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan rawa lebak intensif
c.
Mengetahui interaksi pupuk N dan P serta pupuk hayati terhadap efisiensi
pemupukan N dan P untuk pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan
rawa lebak intensif.
Tujuan Percobaan II Judul : Kombinasi Pupuk Hayati dan Dolomit Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Kedelai di Lahan Rawa Lebak Bukaan Baru dengan
Sistem Budidaya Jenuh Air.
a.
Mendapatkan dosis dolomit yang optimum untuk pertumbuhan dan hasil
kedelai dilahan rawa lebak.
b.
Mengetahui pengaruh pupuk hayati bakteri penambat N dan pelarut P
terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan rawa lebak bukaan
baru.
c.
Mengetahui interaksi pupuk hayati bakteri penambat N dan pelarut P dan
dosis dolomit terhdap pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan rawa
lebak bukaan baru.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengurangi
penggunaan pupuk kimia dan mendapatkan dosis pupuk N dan P yang optimum
serta dosis dolomit untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai di
lahan rawa lebak.
Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Percobaan I :
a. Terdapat dosis pupuk N dan P yang optimum untuk pertumbuhan dan
produksi kedelai dilahan rawa lebak intensif .
b. Terdapat pengaruh bakteri penambat N dan Pelarut P terhadap pertumbuhan
dan produksi kedelai di rawa lebak pada musim kemarau dan musim hujan.
c. Terdapat interaksi dosis pupuk N dan P dan bakteri penambat N dan Pelarut P
terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai dilahan rawa lebak intensif.

5
Percobaan II :
a.
b.
c.

Terdapat dosis dolomit yang optimum untuk meningkatkan pertumbuhan dan
produksi kedelai di lahan rawa lebak bukaan baru.
Terdapat pengaruh puuk hayati bakteri penambat N dan pelarut P terhadap
pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan rawa lebak bukaan baru.
Terdapat interaksi pupuk hayati bakteri penambat N dan Pelarut P dan dosis
dolomit terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai dilahan rawa lebak
bukaan baru.
Rawa lebak

Lahan rawa lebak intensif

Lahan rawa lebak bukaan baru

pH netral
P-tersedia sangat tinggi
N-total sangat rendah
K-tersedia sedang

pH rendah
P-tersedia sedang
N-total rendah
K-tersedia sangat rendah
Fe tinggi

Dosis pupuk N&P
Pupuk hayati

Dosis dolomit
Pupuk hayati

Pengetahuan pemupukan pada
lahan rawa lebak
Dosis optimum pupuk N, P
dan dolomit
Gambar 1 Kerangka berpikir penelitian optimalisasi pemupukan dan pengapuran
terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan rawa lebak

6

2 PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI DI LAHAN
RAWA LEBAK INTENSIF DENGAN KOMBINASI PUPUK
HAYATI DAN PUPUK KIMIA PADA SISTEM BUDIDAYA
JENUH AIR (BJA)
Pendahuluan
Upaya peningkatan produksi kedelai melalui perluasan areal panen dan
peningkatan produktivitas bergantung pada penyediaan pupuk kimia dalam
jumlah cukup, diantaranya adalah pupuk kimia sumber hara N. Tanaman kedelai
membutuhkan nitrogen dan hara lain cukup banyak. Mulatsih (1997) menyatakan
untuk menghasilkan 100 kg biji, tanaman kedelai menyerap 8 sampai 10 kg N.
Selanjutnya Ismail dan Effendi (1993) menyatakan untuk menghasilkan 1 ton biji
kering kedelai ha-1 membutuhkan hara N sebanyak 22.5 kg N + 45 kg P205 + 25
kg K20 ha-1 pada lahan kering.
Nitrogen merupakan komponen penyusun asam amino, protein, amida,
nukleotida dan nukleoprotein yang berfungsi dalam pembelahan sel, perpanjangan
sel, dan pertumbuhan (Fujita et al. 1991). Bakteri rhizobium dan tanaman kedelai
dapat melakukan simbiose dengan baik pada tanah yang subur; banyak
mengandung unsur P, Ca, dan Mo, dan pH tanah berkisar antara 5.5-7.0 dan suhu
tanah yang optimum bagi pertumbuhan bakteri berkisar antara 18-20 oC.
Tanggapan kedelai terhadap pemupukan selama ini diketahui tidak konsisten atau
sangat kecil pada tanah-tanah yang sangat rendah kesuburannya. Hasil kedelai
yang tinggi selalu diperoleh dari tanah-tanah yang mempunyai tingkat kesuburan
tinggi. Pemberian pupuk nitrogen biasanya tidak selamanya memberikan
pengaruh terhadap kenaikan hasil.
Menurut beberapa hasil penelitian pengaruh fosfat pada tanaman kedelai
menyatakan bahwa pupuk P berpengaruh positif terhadap tinggi tanaman, jumlah
cabang, jumlah polong serta menaikkan jumlah bintil akar. Selanjutnya Chesney
(1973) melaporkan bahwa hasil kedelai naik secara nyata pada pemupukan 0, 29,
dan 59 kg P ha-1. Sachomsky (1977) menyimpulkan bahwa fosfat sangat penting
untuk mendapatkan biji yang baik dan dosis tidak boleh kurang dari 40-60 kg P
ha-1. Unsur Fosfor (P) di dalam tanah berasal dari bahan organik (pupuk kandang
dan sisa-sisa tanaman), pupuk kimia dan mineral-mineral di dalam tanah
(Hardjowigeno 2007). Batuan fosfat berupa senyawa Ca3(PO4)2 banyak terdapat
di alam, akan tetapi sukar larut dalam air sehingga tidak dapat diserap oleh
tanaman. Fosfor berfungsi memacu pertumbuhan akar pada benih dan tanaman
muda, mempercepat pembungaan dan pemasakan biji atau buah, serta berguna
pada pembentukan asam nukleat (inti sel), fosfolipid (lemak), protein dan
koenzim. Kekurangan fosfor menyebabkan pertumbuhan terhambat, daun mudah
rontok, pembentukan biji dan buah jelek, dan terjadi nekrosis atau kematian sel
(Hardjowigeno 2007).
Sebagian fosfor dalam tanah umumnya tidak tersedia bagi tanaman
meskipun keadaan lapangan paling ideal. Sifat P yang tidak mobil dalam tanah
karena tingkat ketersediaannya dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah (pH),
kadar Al dan Fe, oksida, kadar Ca, kadar bahan organik, tekstur dan pengelolaan
lahan. Penyerapan unsur P oleh tanaman dilakukan oleh akar melalui pembuluh

7
xylem. Proses penyerapan tersebut berupa reaksi penukaran ion. Tanaman
menyerap ion PO43- dan melepaskan OH-. Reaksi pertukaran ion ini terjadi karena
adanya tekanan osmosis antara tanaman dan tanah dan dipengaruhi juga oleh gaya
kohesi antara molekul air yang sangat kuat, sehingga menyebabkan unsur hara
yang terlarut dalam tanah dapat terserap oleh tanaman. Setelah unsur hara berada
dalam tubuh tanaman, maka unsur hara tersebut disebarkan ke seluruh bagian
tanaman melalui pembuluh kapiler (Puspitawati 2013).
Pupuk hayati (Bio-fertilizer)
Salah satu upaya peningkatan produksi kedelai di Indonesia adalah dengan
perluasan areal tanam antara lain ke lahan rawa. Kendala utama yang dihadapi
adalah ketersediaan hara yang rendah diantaranya fosfor (P). Pupuk P yang
diberikan ke tanah pada lahan masam lebih dari 80%.secara cepat ditransformasi
ke bentuk P yang tidak tersedia. Salah satu cara untuk meningkatkan ketersediaan
hara P di tanah masam adalah meningkatkan kelarutannya dengan memanfaatkan
bakteri pelarut fosfat. Pupuk hayati pelarut P dapat meningkatkan P tersedia bagi
tanaman.
Pupuk hayati merupakan formula pupuk berisi mikroba, baik tunggal
maupun beberapa mikroba, dalam satu bahan pembawa dengan fungsi untuk
menyediakan unsur hara dan meningkatkan produksi tanaman. Mikroba yang
diformulakan merupakan mikroba yang bermanfaat dan tidak bersifat sebagai
patogen (penyebab penyakit) tanaman (Simanungkalit et al. 1998).
Beberapa mikroba yang digunakan sebagai pupuk hayati adalah dari
golongan bakteri penambat N2 simbiotik (rhizobia), bakteri penambat N2 nonsimbiotik (antara lain Azotobacter dan Azospirillum), mikroba pelarut P (Bacillus
sp., Pseudomonas sp., Streptomyces sp. dan cendawan Trichoderma sp.,
Aspergillus sp., Penicillium sp.). Pupuk hayati penambat N dan Pelarut P yang
digunakan dalam penelitian ini dengan kandungan bahan aktif Bradhyzobium
(rhizosfer-endofit), Azotobacter vinelandi (rhizosfer), Methylobacterium SP
(filosfer), Bacilus cereus (rhizosfer) (Balitbangtan 2015).
Pupuk hayati yang digunakan mengandung mikroba untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman, sehingga mengurangi penggunaan pupuk kimia. Mikroba
yang terdapat dalam pupuk hayati ini merupakan mikroba unggul penghasil
fitohormon, penambat N2 simbiotik, penambat N2 non siombiotik, pelarut fosfat,
dan menghasilkan senyawa anti patogen (Balitbangtan 2015). Keunggulan dari
pupuk hayati yang digunakan yaitu mengandung bakteri filosfer
Methylobacterium sp., sebagai penghasil fitohormon untuk pertumbuhan vegetatif
tanaman, mengurangi penggunaan pupuk N, P, K anorganik hingga 50%, dapat
diaplikasikan pada tanaman pangan (padi dan kedelai) tanaman hortikultura
(cabai) dan tanaman perkebunan (tebu).
Pupuk P mempunyai nilai efisiensi yang rendah, karena hanya 10% sampai
30% dari pupuk P yang diberikan ke tanah dapat dimanfaatkan oleh tanaman
karena adanya proses pengikatan atau fiksasi P yang cukup tinggi oleh tanah
(Marschner 1995). Tanah yang bersifat basa (pH tinggi), fiksasi P dilakukan oleh
kalsium (Ca) dan terbentuk ikatan Ca-P yang bersifat sukar larut, sehingga P tidak
tersedia bagi tanaman. Tanah yang bersifat masam (pH rendah), fiksasi P
dilakukan oleh besi (Fe) atau aluminium (Al) dan terbentuk ikatan Fe-P atau Al-P
yang juga sukar larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Mikroorganisme tanah

8
seperti bakteri Pseudomonas sp. dan Bacillus sp dapat mengeluarkan asam-asam
organik seperti asam formiat, asetat, dan laktat yang bersifat dapat melarutkan
bentuk-bentuk fosfat yang sukar larut tersebut sehingga menjadi bentuk tersedia
bagi tanaman.
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu
Penelitian terdiri dari dua kegiatan percobaan yang dilaksanakan di lahan
rawa lebak dangkal milik petani di Desa Labuhan Ratu 6 Kecamatan Labuhan
Ratu, Kabupaten Lampung Timur pada akhir MK (September-Desember 2014)
pada agroekosistem lahan rawa lebak yang sudah dibudidayakan secara intensif
dan lahan rawa lebak bukaan baru (April 2015 –Juli 2015). Analisis tanah dan
analisis hara tanaman dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor
dan Laboratorium BPTP Lampung.
Alat dan Bahan
Bahan yang dipergunakan untuk kegiatan di lapangan yaitu : benih kedelai
varietas Tanggamus, pupuk Urea, SP-36, KCl, kapur dolomit, pupuk hayati,
herbisida, pestisida dan insektisida kimia. Bahan-bahan kimia untuk analisis tanah
dan analisis hara di laboratorium. Pada kegiatan percobaan di lapangan diperlukan
alat sebagai berikut : bajak sapi, cangkul, sprayer, tali rafia, mistar, kamera, hand
counter, kantong plastik, terpal, timbangan analitis, alat-alat tulis dan alat-alat
laboratorium untuk analisis tanah dan analisis hara tanaman.
Rancangan Percobaan
Penelitian disusun menggunakan rancangan faktorial dalam rancangan
lingkungan rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Faktor ke-satu: 4 taraf
dosis pupuk N yaitu 0, 11.25, 22.50 dan 33.75 kg N ha-1, faktor ke-dua: 4 taraf
dosis pupuk P yaitu 0, 36, 72 dan 108 kg P205 ha-1, faktor ke-tiga : Pupuk hayati
penambat N dan Pelarut P (A0) tanpa pupuk hayati, (A1) pakai pupuk hayati.
Model linier RAK Faktorial Pada percobaan I
Yijkl = µ + Ni + Pj + Hk + (NP)ij + + (NH)ik + (PH)jk + (NPH)ijk + βl + εijkl
dimana:
Yijkl
= produksi kedelai akibat pupuk N taraf ke- i pupuk P taraf ke -j pupuk
H taraf ke-k dan kelompok ke-l. i =1, 2, 3, 4, j =1, 2, 3, 4,
k = 1, 2, 3, l = 1, 2, 3
µ
= nilai rata-rata umum
Ni
= pengaruh utama pupuk N taraf ke-i
Pj
= pengaruh utama pupuk P pada taraf ke -j
Hk
= pengaruh pupuk hayati taraf ke-k
(NP)ij = pengaruh interaksi pupuk N taraf ke-i dan pupuk P taraf ke-j
(NH)ik = pengaruh interaksi pupuk N taraf ke-i dan pupuk hayati ke-k
(PH)jk = pengaruh interaksi pupuk P taraf ke-j dan pupuk hayati ke-k
(NPH)ijk = pengaruh interaksi komponen dari pupuk N taraf ke-i, P taraf ke-j
dan H taraf ke-k
βl = Pengaruh kelompok ke-l

9
εijkl

= pengaruh galat dari suatu percobaan pupuk N taraf ke-i, P taraf ke-j,
H taraf ke-k dan kelompok ke-l.

Pelaksanaan
Persiapan Lahan
Sebelum persiapan lahan dilakukan pengambilan sampel tanah sebelum
penelitian, untuk mengetahui sifat fisika dan kimia tanah. Sampel tanah diambil
pada 5 titik secara diagonal pada kedalaman olah 20 cm. Persiapan lahan
dilakukan dengan cara TOT (tanpa olah tanah), lahan disemprot dengan herbisida
2 minggu sebelum tanam dengan dosis 4 L ha-1. Selanjutnya membuat petak yang
berukuran lebar 4 meter dan panjang 20 meter dan membuat saluran drainase/parit
dengan lebar 30 cm dan kedalaman 25 cm pada tiap petak percobaan. Kemudian
dilakukan pembuatan petak-petak perlakuan dengan ukuran 4 m x 5 m sebanyak
96 petak satuan percobaan. Satu minggu sebelum tanam diberi kapur dengan dosis
1 ton ha-1 bersamaan dengan pemberian pupuk KCl dengan dosis 100 kg ha-1.
Penanaman
Penanaman dilakukan pada tanggal 14 September 2014. Sebelum benih
ditanam, benih kedelai direndam selama 1 jam dengan larutan pupuk hayati
konsentrasi 5 gram dilarutkan dalam 5 liter air dilakukan pada tempat yang teduh,
tidak terpapar sinar matahari. Penanaman dengan cara ditugal dengan jarak tanam
40 cm x 12.5 cm diisi 2 biji setiap lubang tanam. Air irigasi dialirkan ke parit
petakan sejak tanam dan dipertahankan ketinggian muka air 10-20 cm di bawah
permukaan tanah sampai panen.
Pemupukan
Aplikasi pupuk hayati selanjutnya pada umur 2, 4, dan 6 MST, sebanyak
25 g dilarutkan dalam 25 liter air setiap kali penyemprotan disemprotkan pada
barisan tanaman. Pupuk N dan pupuk P diberikan pada saat tanam sesuai dosis
perlakuan. Pupuk diberikan dalam alur 5-7cm dari baris tanaman kemudian
ditutup dengan tanah bersamaan menutup lubang tanam.
Pemeliharaan
Penyiangan dilakukan secara manual dilakukan sebanyak 3 kali (umur 3,
7, dan 10 MST) dan pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara intensif
berdasarkan hasil pengamatan dilapang.
Panen

Panen dilakukan pada saat tanaman berumur 98 HST saat tanaman matang
fisiologis dengan ciri sebagian daun telah rontok dan berwarna kuning, polong
berwarna coklat.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan sejak tanaman berumur 2 MST sampai panen.
Peubah yang diamati meliputi komponen pertumbuhan dan produksi antara lain:
1) Tinggi tanaman pada umur 2, 4, 6, 8, 10, 12 MST

10
Pengamatan tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung buku
terakhir pada batang utama pada umur 2 MST, 4 MST, 6 MST, 8 MST,10
MST, 12 MST dan saat panen.
2) Jumlah cabang
Pengamatan jumlah cabang dilakukan dengan menghitung cabang yang
tumbuh dari batang utama, setiap dua minggu sekali sampai umur 12 minggu
setelah tanam. Cabang yang dihitung adalah yang telah memiliki lebih dua
daun trifoliat.
3) Jumlah daun
Pengamatan jumlah daun dilakukan secara reguler tiap dua minggu sejak
tanaman berumur dua minggu sampai umur 12 minggu setelah tanam. Daun
trifoliat dihitung bila telah membuka sempurna.
4) Jumlah bintil akar per tanaman pada umur 35 HST
Tanaman sampel diambil sebanyak 1 tanaman pada setiap perlakuan secara
destruktif, kemudian dihitung jumlah bintil akar yang masih segar yang
terdapat pada akar.
5) Jumlah cabang produktif per tanaman 4, 6, 8 10,12 MST
Penghitungan dilakukan terhadap seluruh jumlah cabang yang terdapat pada
batang utama saat panen.
6) Jumlah polong total (buah)
Penghitungan dilakukan terhadap seluruh jumlah polong pada masing-masing
sampel diamati saat panen.
7) Jumlah polong isi per tanaman
Penghitungan dilakukan saat panen terhadap seluruh jumlah polong yang
bernas masing-masing sampel
8) Jumlah polong hampa (buah)
Merupakan banyaknya polong hampa per tanaman, dilakukan dengan
menghitung banyaknya polong hampa tiap 5 tanaman sampel pada setiap
petak pada saat panen dan dirata-ratakan.
9) Bobot kering brangkasan (gram).
Bobot kering brangkasan merupakan bobot kering semua bagian tanaman
(akar, batang dan daun,) kecuali biji, dilakukan dengan menimbang bobot
kering tiap 10 tanaman sampel pada setiap petak. Penimbangan dilakukan
setelah dioven selama 3 X 24 jam pada suhu 70 0C (sampai beratnya
konstan) pada kadar air 12%
10) Produksi per petak (kg/ha) dan kadar air saat panen
Dihitung berdasarkan berat biji kering per petak ubinan, setelah di keringkan
sampai kadar air 12 %.
Analisis Data
Data penelitian dinalisis sidik ragam dengan uji F, apabila terdapat pengaruh
yang nyata dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk
melihat perbedaan antar perlakuan pada taraf α 0.05. Analisis menggunakan
program SAS (Statistical Analysis System).

11
Hasil dan Pembahasan
Kondisi umum lahan rawa lebak intensif
Hasil analisis tanah sebelum penelitian menunjukkan bahwa tanah mempunyai pH
aktual 7.0 dengan kategori netral dan tingkat kesuburan tanah sedang. Kandungan
C-organik pada lahan 0.55% kategori sangat rendah (walkey and Black) dan C/N
dengan nilai 11 termasuk sedang, kandungan N-total tanah sangat rendah dan
KTK tanah rendah dan tidak terdapat pirit. Lahan yang digunakan merupakan
tanah dengan jenis lempung liat berpasir (USDA 1990), tanah mempunyai
kandungan pasir 53%, debu 25%, liat 22 % (Tabel 1).
Tabel 1 Sifat fisik dan kimia tanah sebelum penelitian di lahan rawa lebak
intensif
Parameter
Nilai
Kriteria*
Sifat Fisik :
Tekstur tanah (pipet):
Lempung liat berpasir
- Pasir
53%
- Debu
25%
- Liat
22%
Sifat kimia :
1. pH H2O
7.0
netral
2. pH KCl
6.3
netral
3. C-organik (%)
0.55
sangat rendah
4. N total (%)
0.05
sangat rendah
5. C/N
11
sedang
6. P2O5 ( HCL 25%) (mg/100g) 74
sangat tinggi
7. K20 (HCL 25% (mg/100g) 26
sedang
8. P2O5(Olsen) (ppm)
18
tinggi
9. Ca-dd (cmol/kg)
5.16
sedang
10. Mg-dd (cmol/kg)
1.18
sedang
11. K-dd (cmol/kg)
0.68
tinggi
12. Na-dd (cmol/kg)
0.32
sedang
13. KTK (cmol/kg)
4.97
sangat rendah
14. KB (%)
>100
sangat tinggi
*= Kriteria penilaian hasil analisis tanah Laboratorium Balai Penelitian Tanah
Bogor (2014).
Berdasarkan analisis kesesuaian lahan untuk tanaman kedelai yang terdapat
pada (Lampiran 2). Lahan mempunyai tingkat kesesuaian S3 (agak sesuai) dengan
kendala kapasitas tukar kation tanah yang sangat rendah (KTK). Noor (2007)
menyatakan lahan rawa lebak dengan jenis tanah mineral mempunyai kandungan
bahan organik yang rendah, KTK tanah rendah, namun ketersediaan hara sedang
sampai tinggi. KTK tanah yang rendah menyebabkan mobilisasi hara rendah,
kurang diserap oleh tanaman, walaupun hara yang tersedia di tanah dalam kondisi
optimum. Kandungan C-organik yang sangat rendah, akan tetapi kandungan C/N
tanah termasuk sedang menyebabkan tidak ada kendala yang berarti dalam
kesesuaian lahan untuk tanaman kedelai karena sebagian besar sifat fisika dan

12
kimia tanah memenuhi persyaratan tumbuh untuk tanaman kedelai untuk dapat
tumbuh secara optimal.
Tanah mempunyai kandungan P tersedia tinggi (18 ppm P205), kandungan
P total sangat tinggi (74 mg/100g), N total sebesar (0.05%) termasuk sangat
rendah, dan K termasuk sedang (26 mg/100g K20). Sumarno dan Manshuri (2006)
menyatakan bahwa tesktur tanah menentukan kemudahan akar berkembang,
kemampuan daya serap dan perrmeabilitas terhadap air permukaan. Menurut
petani pemilik lahan, lahan yang digunakan sebelumnya ditanami padi dan setiap
kali bercocok tanam padi maupun sayuran, sisa-sisa hasil panen seperti jerami,
dan daun-daun sisa panen sayuran selalu dikembalikan ke lahan, sehingga dapat
meningkatkan kesuburan tanah.
Faktor lingkungan yang menentukan keberhasilan produksi kedelai selain
faktor tanah adalah faktor iklim. Faktor iklim yang menentukan pertumbuhan dan
produksi tanaman kedelai diantaranya: intensitas sinar matahari, suhu,
kelembaban udara dan curah hujan. Kondisi iklim pada lokasi penelitian yaitu
intensitas cahaya matahari tergolong tinggi, dengan suhu rata-rata harian 320C.
Pada awal pertumbuhan tidak ada hujan, tetapi air cukup tersedia di aliran sungai
dan terdapat juga saluran irigasi teknis sehingga dapat dialirkan ke lahan dan tidak
menghambat pertumbuhan tanaman kedelai. Data curah hujan dan pola tanam
dapat di lihat pada (Lampiran 3).
Secara umum tanah mempunyai tingkat kesuburan tanah yang sedang
berdasarkan hasil analisis tanah sebelum penelitian. Tekstur tanah termasuk dalam
kategori lempung liat berpasir dan sesuai untuk tanaman kedelai. Tanaman kedelai
akan tumbuh sangat baik pada tanah yang mempunyai tekstur sedang, dengan pH
6-7 (netral), C-organik> 0,8% (rendah), N total > sedang, P2O5 tinggi, K2O sedang
(Djaenuddin et al. 1994), dan kejenuhan Al < 20% (Dierolf et al. 2001).
Menurut Haryono et al. (2013), pada umumnya lahan rawa lebak
mempunyai kemasaman tanah sedang (pH tanah > 4,0 - 4,5), lapisan pirit ada
pada kedalaman > 100 cm, kadar aluminium dan besi rendah, dikatakan lahan
potensial karena mempunyai kendala yang lebih ringan dibandingkan lahan sulfat
masam atau lahan gambut.
Lahan rawa lebak yang digunakan merupakan lahan rawa yang sudah
dibudidayakan secara intensif dan sudah seringkali ditanami padi dan tanaman
sayuran, namun jarang ditanami kedelai. Indeks pertanaman padi 1-2 kali dalam
setahun, tergantung musim dan curah hujan setempat. Faktor fisiko-kimia yang
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kedelai adalah tekstur,
struktur, drainase, kedalaman lapisan olah, pH, kandungan hara, kandungan bahan
organik dan kemampuan tanah menyimpan kelembaban.
Kondisi lahan yang mempunyai tingkat kesuburan tanah sedang
menyebabkan respon pemupukan tidak nyata terhadap hasil kedelai, karena hasil
kedelai yang tinggi biasanya diperoleh dari tanah yang mempunyai tingkat
kesuburan tinggi. Tidak ada faktor pembatas yang dominan untuk tanaman kedelai
karena hampir semua kriteria telah sesuai dengan syarat tumbuh kedelai.
Ketersediaan air tidak menjadi faktor pembatas di lokasi penelitian karena di
lokasi penelitian terdapat irigasi dari anak sungai way seputih, namun sistem
pengairan yang diterapkan petani belum baik, kebiasaan petani memberikan air
serupa pada tanaman padi yaitu berselang (intermitten) akan tetapi dengan cara
dilep atau tergenang diatas permukaan tanah dan fase pemberian air tidak sesuai

13
dengan fase pertumbuhan tanaman kedelai. Penerapan sistem BJA pada lahan
rawa lebak dapat meningktakan indeks pertanaman menjadi 3 kali dalam satu
tahun.
Kondisi ini menyebabkan tanaman kedelai akan mengalami kelebihan air
pada suatu waktu dan stress kekurangan air pada suatu waktu tertentu. Kerusakan
tanaman kedelai akibat kelebihan air tidak akan terjadi jika permukaaan air tanah
dipertahankan tetap. Kedelai akan menyesuaikan diri pada lingkungan tanah yang
jenuh air, yakni budidaya basah, sehingga perkembangan dan pertumbuhan
tanaman yang normal akan terbentuk kembali (Hunter et al. 1980).
Pemberian air secara terputus-putus (intermitten) sangat mengganggu
pertumbuhan tanaman karena pada waktu kering akan mengalami stress dan saat
air diberikan terjadi pemulihan namun sebelum pulih tanaman kembali mengalami
stress kekeringan. Penggenangan terputus-putus juga dapat menghambat
penambatan N dibandingkan dengan tanpa penggenangan (Tampubolon 1988),
sehingga penelitian ini dilakukan dengan sistem BJA. BJA merupakan penanaman
dengan memberikan irigasi terus menerus, dan membuat tinggi muka air tanah
tetap (sekitar 5 cm di bawah permukaan tanah) sehingga lapisan di bawah
permukaan tanah jenuh air .
Air diberikan sejak tanaman kedelai berumur 14 hari sampai polong
berwarna coklat (Hunter et al. 1980). Tinggi muka air tetap akan menghilangkan
pengaruh negatif dari kelebihan air pada pertumbuhan tanaman karena kedelai
akan beraklimatisasi dan selanjutnya tanaman memperbaiki pertumbuhannya
(Natahnson et al. 1984). Pemberian air dilakukan dalam parit drainase setinggi 1020 cm dibawah permukaan tanah, sehingga kondisi perakaran jenuh air, seperti
ditunjukkan pada (Lampiran 4). Sistem BJA telah terbukti dapat meningkatkan
produktivitas kedelai pada lahan rawa sulfat masam.
Hasil penelitian Sagala et al. (2011) menunjukkan bahwa perlakuan
pengaturan kedalaman muka air 20 cm menghasilkan 4.63 ton ha -1 kedelai
varietas Tanggamus, sedangkan penelitian Sahuri (2010) menunjukkan bahwa
perlakuan kedalaman muka air 20 cm dengan lebar bedengan 2 meter mencapai
4.15 ton ha-1. Hasil penelitian Welly (2013) menunjukkan bahwa kedalaman muka
air 20 cm menghasilkan 4.13 ton ha-1. Selanjutnya Nugroho AS (2013)
produktivitas kedelai varietas Tanggamus dilahan sulfat masam Lampung Timur
dengan kombinasi pupuk 200 kg ha-1 SP-36, 100 KCl + 1 ton dolomit + 2 ton
pupuk kandang dengan sistem BJA menghasilkan 4.76 ton ha-1. Ghulamahdi et al.
(2009) menyimpulkan bahwa kedalaman muka air 20 cm merupakan kedalaman
terbaik secara ekonomi yang dapat menghasilkan produktivitas tinggi.
Tanggap varietas kedelai terhadap keadaan jenuh air berbeda-beda. Kedelai
yang berumur lebih panjang biasanya mempunyai pertumbuhan lebih baik dan
produksi lebih tinggi daripada kedelai yang berumur pendek (CSIRO, 1983;
Ghulamahdi et al. 1991). Adaptasi kedelai pada kondisi jenuh air secara fisiologis
dimulai dengan adanya pembentukan ACC (1 aminosiklopropan 1 karboksilik
asid) dan selanjutnya pembentukan etilen akar yang merangsang peningkatan
jaringan aerenkima akar dan akar-akar baru, sehingga meningkatkan pembentukan
bintil akar dan penyerapan hara.

14
Keragaan Pertumbuhan Tanaman
Tinggi Tanaman
Pengaruh pupuk hayati terhadap tinggi tanaman pada 2, 6 dan 12 MST (minggu
setelah tanam) berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata. Pupuk N berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 6
MST, dan pengaruh pupuk P terhadap tinggi tanaman tidak berbeda nyata dapat
dilhat pada (Tabel 2).
Tabel 2 Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P terhadap tinggi tanaman
Perlakuan
Pupuk Hayati
Tanpa
Pakai
Pupuk N
0 kg ha-1
11.25 kg ha-1
22.50 kg ha-1