FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN KE NONPERTANIAN DI KABUPATEN SRAGEN TAHUN 1990 2009

(1)

commit to user

i

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KONVERSI LAHAN PERTANIAN

KE NONPERTANIAN DI KABUPATEN SRAGEN

TAHUN 1990-2009

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Pertanian dan Agribisnis

Oleh :

TITO SETYO BUDI

S4208024

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN

SURAKARTA


(2)

commit to user


(3)

commit to user


(4)

commit to user


(5)

commit to user

v

MOTTO

v

Yang sukses adalah mereka yang bekerja keras di saat

yang lain tertidur nyenyak

v

Hanya pejalan malam yang akan menemui fajar


(6)

commit to user

vi

Kenangan bagi Osin, Omi, Nug, Amung, dan Uli serta Kevin-mutiara kebanggaan seluruh keluarga


(7)

commit to user

vii

ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN

KE NONPERTANIAN DI KABUPATEN SRAGEN TAHUN 1990-2009

TITO SETYO BUDI S4208024

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui faktor-faktor yang mem-pengaruhi terjadinya konversi lahan pertanian ke nonpertanian di Kabupaten Sragen dalam kurun waktu dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2009. Ada tiga faktor yang diuji secara parsial dalam penelitian ini dengan Uji t, yaitu (1) jumlah penduduk, (2) PDRB, dan (3) investasi. Hasilnya menunjukkan, dua faktor yang pertama yaitu jumlah penduduk dan PDRB berpengaruh secara positif dan signifikan, sedangkan faktor investasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap konversi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian.

Hasil pengujian signifikasi koefisien korelasi berganda R dengan Uji F menunjukkan bahwa jumlah penduduk, PDRB, dan investasi secara simultan berpengaruh terhadap konversi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian di Kabupaten Sragen tahun 1990-2009. Koefisiensi determinasi R2 sebesar 69,6%. Hal ini menunjukkan perubahan yang terjadi pada konversi lahan pertanian 69,6% disebabkan oleh adanya perubahan pada jumlah penduduk, PDRB, dan investasi. Sedangkan sisanya 30,4% disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada variabel-variabel lain yang tidak tercakup dalam penelitian ini.

Berdasarkan data perubahan luas lahan pertanian selama tahun 1990 hingga tahun 2009 nampak adanya kecenderungan naik. Hasil analisis trend dengan melakukan ekstrapolasi beberapa tahun ke depan dengan asumsi trend model linier, nampak sekali luas lahan pertanian di Kabupaten Sragen yang berkurang dari tahun ke tahun.

Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen perlu meninjau kembali pelaksanaan peraturan atau Undang-undang yang mengatur konversi lahan pertanian. Terutama lahan-lahan pertanian yang subur perlu adanya proteksi yang kuat agar predikatnya sebagai lumbung padi Jawa Tengah masih tetap terjaga.

Kata Kunci: Konversi Lahan Pertanian, Jumlah Penduduk, PDRB, Investasi dan Analisis Trend


(8)

commit to user

viii

ABSTRACT

THE FACTORS WHICH INFLUENCE CONVERSION AGRICULTURAL LAND

TO NONAGRICULTURE LAND IN SRAGEN REGENCY IN THE YEAR 1990 -2009

TITO SETYO BUDI S4208024

This research was aimed to know the factors which affect the happening of conversion agriculture land to nonagriculture land in Sragen Regency from 1990 to 2009. There are three factors which is tested partialy in research using t-test, such as (1) total population, (2) GDRP, and (3) investation. The result show, two factors are total population and GDRP influence positively and significantly, while the factor of investation doesn’t influence significantly concern for agriculture land become nonagriculture land.

The result of test signification coefficient correlation fold R with F test show the total of population, GDRP, and investation simultaneously influence toward conversion agriculture land become become nonagriculture land in Sragen regency from 1990 to 2009. Coefficient determination R2 is 69,6%. That is showed the change which happen on conversion agriculture 69,6% it is caused the change of total population, GDRP, and investastion. While the rest is 30,43% cause of the change which it happen on other variables don’t include in this research.

Based on change of the data the widht of agriculture land from 1990 to 2009 show ascend. The result of trend analysis to do extrapopulation to the future based on trend assumption linier model, it shows that the agriculture land in Sragen Regency decrease step by step for some years.

The goverment of Sragen Regency is necessary to observe the carring of regulation or the law which put in order the conversion agriculture land. The most important thing is to protect fertile agriculture land as rice barm in Central Java. Keyword : Conversion of agriculture land, Total Population, Gross Domestic Regional Product and Investation.


(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah mencurahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI

LAHAN PERTANIAN KE NONPERTANIAN DI KABUPATEN SRAGEN TAHUN 1990-2009.

Penulis menyadari bahwa tesis ini sangat jauh dari sempurna. Di sana sini masih terdapat banyak kelemahan. Akan tetapi sebagai bentuk pertanggung-jawaban keilmuan maka penulis telah berusaha semaksimal mungkin memenuhi kaidah akademik dengan bekal semangat dan motivasi yang tinggi.

Tentu ucapan terima kasih layak disampaikan kepada sejumlah pihak. Sebab tanpa bantuannya sulit membayangkan tesis ini bakal terwujud.

Ucapan terima kasih yang setingginya-tingginya perlu penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Evi Gravitiani, M.Si., sebagai Pembimbing Utama atas segala dorongan dan pengarahannya dengan penuh kesabaran hingga tesis ini terselesaikan.

2. Dr. JJ. Sarungu, MS., sebagai Ketua Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan UNS sekaligus sebagai Ketua Tim Penguji atas segala perhatian, dorongan semangat dan saran-sarannya.

3. Drs. Wahyu Agung Setyo, M.Si., sebagai Sekretaris Program Studi MESP UNS sekaligus Pembimbing Pendamping atas segala kepedulian, pengorbanan waktu, pikiran, dan bimbingan yang tanpa lelah hingga studi penulis mencapai tahapan terakhir.

4. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., PhD., selaku Direktur Program Pasca Sarjana UNS atas segala bantuannya hingga penulis secara formal bisa mengakhiri studi S2 MESP.


(10)

commit to user

x

5. Ir. Himawan Pudya Kelana, SE, SH, MM, dan Sutrisno, SE, M.Si dua sahabat dan partner diskusi selama melakukan penelitian dan menyusun tesis.

6. Seluruh staf pengajar MESP UNS yang tak bisa penulis sebut satu persatu yang telah membekali ilmu ekonomi selama menempuh perkuliahan.

7. Dewi Maryam Utami S.Pd., pendamping setia sepanjang perjalanan penulis berumah tangga, yang amat tekun dan sabar selalu memberikan dorongan saat penulis mengalami kelelahan mental dan keputusasaan.

8. Anak-anak, menantu, dan cucu, yang selalu meyakinkan bahwa tak ada kata “tua” untuk belajar.

9. Kawan-kawan seperjuangan di MESP UNS Angkatan ke-8 yang tak rela jika ada salah satu di antara kami ada yang tertinggal di pintu gerbang akhir studi.

10. Teman-teman “the gang of ten” yang saling menyadari dan menyadarkan bahwa kegagalan di tengah jalan adalah sebuah mimpi buruk yang senantiasa mengganggu.

Ucapan terima kasih yang sama tentu saja diberikan kepada pihak-pihak yang tak disebutkan di sini akan tetapi peran sertanya tak bisa diabaikan hingga tesis ini selesai.

Akhirnya perlu disampaikan pula bahwa seluruh kekurangan dan kesalahan yang ada dalam tesis ini tetap merupakan tanggung-jawab penulis sepenuhnya. Demi kebaikan tesis isi maka segala kritik, saran, catatan, akan penulis terima dengan senang hati.

Surakarta, Juni 2011


(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8

A. Kajian Teoritis... 8

1. Sumber Daya Lahan... 8

2. Penggunaan Lahan ... 9

3. Perubahan Penggunaan Lahan ... 10

4. Pertumbuhan Ekonomi... 13

5. Dampak Sosial Perkembangan Wilayah ... 17

6. Jumlah Penduduk ... 20

7. Produk Domestik Regional Bruto ... 23

8. Investasi ... 26


(12)

commit to user

xii

C. Kerangka Pemikiran... 31

D. Hipotesis Penelitian... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34

A. Jenis dan Sumber Data... 34

B. Metode Pengumpulan Data... 34

C. Definisi Operasional ... 34

1.Konversi Lahan ... 34

2. Jumlah Penduduk ... 35

3. PDRB... 35

4. Investasi... 36

D. Teknik Analisis Data... 36

1. Regresi Linier... 36

a. Model Regresi ... 36

b. Uji Statistik ... 37

1). Uji t ... 37

2). Uji F ... 38

3). Koefisien Determinasi ... 39

2. Uji Asumsi Klasik ... 40

a. Uji Normalitas ... 40

b. Uji Multikolinearitas ... 40

c. Uji Heterokedastisitas... 41

d. Uji Autokorelasi ... 42

3. Analisis Trend ... 43

BAB IV ANALISIS DATA DAN PENGUJIAN HIPOTESIS ... 44

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 44

B. Deskripsi Variabel Penelitian ... 44

1.Konversi Lahan ... 44

2. Jumlah Penduduk ... 47

3. PDRB ... 48

4. Investasi ... 49


(13)

commit to user

xiii

1.Analisis Regresi Linier Berganda ... 50

(a) Uji t ... 51

(b) Uji F... 53

(c) Koefisien Determinasi (R2) ... 54

2. Uji Asumsi Klasik... 55

a.Uji Normalitas ... 55

b. Uji Multikolinearitas ... 55

c. Uji Heterokedastisitas... 56

d. Uji Autokorelasi ... 57

C. Interpretasi Hasil Penelitian ... 58

BAB V PENUTUP... 64

A. Kesimpulan ... 64

B. Saran... 65 DAFTAR PUSTAKA


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Konversi Lahan Persawahan... 46

4.2 Jumlah Penduduk... 47

4.3 PDRB ... 48

4.4 Investasi ... 48

4.5 Hasil Uji Regresi Linier Berganda... 50

4.6 Hasil Uji Kebaikan Model Secara Parsial... 52

4.7 Anova ... 53

4.8 Koefisien Determinasi... 54

4.9 Uji Normalitas... 55

4.10 Uji Multikoliniearitas ... 56

4.11 Uji Heteroskedastisitas ... 57

4.12 Analisis Trend Konversi Lahan Tahun 1990-2009 ... 60


(15)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skenario Perubahan Penggunaan Lahan ... 11

2.2 Skema Pengendalian Pertumbuhan Penduduk ... 22

2.3 Skema Kerangka Pemikiran... 32


(16)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Editor SPSS

2 Hasil Output Regresi Linier Berganda 3 Hasil Output Asumsi Klasik

4 Distribusi t-tabel 5 Distribusi F-tabel 6 Durbin-Watson-tabel


(17)

commit to user

xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahan pertanian terkait dengan kehidupan petani dan produksi pertanian menjadi masalah yang krusial di Indonesia. Tiga dasawarsa yang lampau, Dr. Pajaman J. Simanjuntak, tatkala berlangsung konferensi ahli-ahli pertanian, mengungkapkan bahwa masalah utama yang dihadapi penduduk yang bekerja di sektor pertanian adalah kecilnya pemilikan tanah pertanian yang dapat dikelola oleh sebagian besar penduduk yang bekerja di sektor tersebut. Dari 63 persen penduduk mengelola tanah pertanian yang luasnya kurang dari 0,5 ha (Sastroatmadja, 1991:64).

Data empiris, kajian Simatupang (2000) dan Dillon et al. (1999) menyimpulkan bahwa sumber pertumbuhan produksi pangan harus bertumpu pada pertambahan luas areal tanam. Lahan pertanian yang bermetamorfosa menjadi lahan nonpertanian berlangsung secara cepat dan masif. Irawan (2008:119) menegaskan, konversi lahan pertanian pada intinya terjadi sebagai akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan antara sektor pertanian dan sektor nonpertanian. Persaingan dalam pemanfaatan lahan tersebut muncul sebagai akibat adanya tiga fenomena ekonomi dan sosial, yaitu keterbatasan sumberdaya lahan, pertumbuhan penduduk, dan pertumbuhan ekonomi.


(18)

commit to user

xviii

Konversi yang paling memprihatinkan adalah konversi terhadap lahan dengan kesuburan tinggi dan sudah beririgasi. Terjadi kemubaziran prasarana irigasi yang sudah dibangun dengan biaya tinggi (Radjagukguk dalam Sutanto, 2006:302). Dampak negatif yang paling nampak nyata dari konversi lahan sawah ke nonpertanian itu adalah kaitannya dengan masalah pangan sebagai akibat dari berkurangnya kapasitas produksi beras yang seringkali tidak disadari adalah sifat permanennya, yakni bahwa lahan sawah yang telah dikonversi ke nonpertanian tak mungkin diubah kembali menjadi lahan sawah. Di samping itu, upaya lain untuk memulihkan kapasitas produksi pangan dengan pencetakan sawah-sawah baru selama ini lebih sering berhenti pada program-program belaka.

Hasil penelitian Irawan (2005: 116-131) mengenai konversi lahan sawah terhadap produksi padi yang dihitung berdasarkan asumsi dampak yang bersifat permanen selama tahun 2000-2002 peluang produksi padi yang hilang rata-rata 2,41 juta ton per tahun atau 4,97 persen.

Konversi lahan pertanian juga dapat menimbulkan dampak negatif secara sosial dan lingkungan. Secara sosial dampak yang amat jelas adalah berkurangnya ketersediaan lapangan kerja pertanian. Dilihat dari sisi lingkungan, sejumlah manfaat akan ikut raib bersama hilangnya fungsi sawah yang telah dikonversi ke nonpertanian. Menurut Yoshida dalam Irawan, (2005:118-119), setidaknya ada lima jenis manfaat, yaitu: (1) mencegah terjadinya banjir, (2) sebagai pengendali keseimbangan tata air, (3) mencegah terjadinya erosi, (4) mengurangi pencemaran lingkungan yang berasal dari


(19)

commit to user

xix

limbah keluarga, dan (5) mencegah pencemaran udara yang berasal dari gas buangan.

Luas lahan di setiap daerah relatif tetap. Pertumbuhan penduduk pada gilirannya akan semakin meningkatkan kelangkaan lahan. Di samping itu, pertumbuhan ekonomi cenderung mendorong permintan lahan untuk kegiatan nonpertanian dengan laju yang lebih tinggi dibanding lahan untuk kegiatan pertanian. Alasan yang lazim adalah karena permintaan produk nonpertanian lebih elastis terhadap pendapatan.

Mempersalahkan konversi lahan pertanian dengan menyalahkan masyarakat atau penduduk dirasa kurang tepat. Sebab masalah konversi juga berada dalam domain pemerintah sebagai pemegang kebijakan pembangunan ekonomi, sosial, dan pengembangan wilayah. Apabila kebijakan ekonomi bias pada sektor nonpertanian dengan sendirinya akan meningkatkan tarikan permintaan lahan untuk kegiatan nonpertanian. Hal ini juga terjadi pada kebijakan pembangunan wilayah yang telah mememetakan suatu wilayah sebagai kawasan industri, sekolah, atau permukiman akan mendorong terjadinya konversi lahan pertanian di kawasan tersebut.

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) sebagai bidang hukum khusus pertumbuhan telah mengatur kepentingan dan pola interaksi sosial berkenaan dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. Di dalamnya juga mengandung muatan realita sosial yang berkembang pada saat pembentukannya dan yang diinginkan di masa yang akan datang.


(20)

commit to user

xx

Perkembangan yang mengiringi perjalanan UUPA tidak hanya menjadi kendala bagi upaya untuk mewujudkan semua prinsip dan ketentuannya, namun juga memunculkan tuntutan adanya penyesuaian substansinya terhadap perkembangan yang ada. Kondisi ini menciptakan kesenjangan antara amanat dan cita-cita UUPA dengan pelaksanaan atau realita sosial yang berlangsung. Kesenjangan itu terjadi baik dalam tataran normatif ataupun empiris.

Kesenjangan itu ditandai oleh ketidak konsistenan antara amanat dan semangat dari prinsip-prinsip UUPA dengan penjabarannya dalam peraturan pelaksanaannya. Sejumlah peraturan pelaksanaan mencerminkan ketidak- konsistenan tersebut, misalnya :

a. Pemberian tanah yang sangat luas kepada pengusaha di sektor perkebunan, kehutanan, dan properti sehingga menimbulkan akumulasi penguasaan tanah.

b. Ketentuan yang mendorong pemahaman bahwa tanah itu merupakan komoditi (milik ekonomi semata) dan mengabaikan nilai lainnya seperti nilai religius dan fungsi sosial atas tanah.

c. Ketentuan yang mendorong pengabaikan terhadap hak-hak tradisional atas tanah, masyarakat adat; dan

d. Peraturan yang memberi peluang terjadinya pengabaian dan kemerosotan kesejahteraan pemegang hak atas tanah yang terkena pengambilalihan untuk kepentingan pembangunan.

Di wilayah Kabupaten Sragen sendiri, sekitar 200 hektar areal persawahan beralih fungsi setiap tahunnya. Sehingga dalam kurun waktu satu


(21)

commit to user

xxi

dasawarsa Sragen akan kehilangan 2.000 hektar, dua puluh tahun kemudian akan kehilangan 4.000 hektar (Solopos, 14/10/2009). Dengan demikian maka predikat Kabupaten Sragen sebagai lumbung padi Jawa Tengah akan semakin terancam.

Apabila dibandingkan dengan Hasil Sensus Pertanian tahun 2003 menunjukkan bahwa dalam kurun waktu dua tahun, 2002-2003, luas lahan sawah yang dikonversi ke nonpertanian (perumahan, kawasan industri, sarana publik, dll.) rata-rata 187,7 ribu hektar per tahun (Sutomo, 2004). Luas penciptaan sawah baru jauh lebih kecil yakni hanya 46,4 ribu hektar per tahun sehingga luas lahan sawah rata-rata berkurang 141,3 ribu hektar per tahun.

Pasal 55 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sragen Tahun 2011 - 2031 tentang Kawasan Peruntukan Pertanian menegaskan bahwa kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) huruf c terdiri atas kawasan peruntukan tanaman pangan; kawasan peruntukan hortikultura; kawasan peruntukan perkebunan; dan kawasan peruntukan peternakan.

Pasal 56 berbunyi Kawasan peruntukan tanaman pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf a terdiri atas pertanian lahan basah; dan pertanian lahan kering. Pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan luas kurang lebih 40.339 (empat puluh ribu tiga ratus tiga puluh sembilan) hektar berada di seluruh kecamatan di Kabupaten meliputi: (1) Sawah irigasi dengan luas kurang lebih 25.799 (dua puluh lima ribu tujuh ratus sembilan puluh sembilan) hektar; (2) Sawah bukan irigasi


(22)

commit to user

xxii

dengan luas kurang lebih 14.540 (empat belas ribu lima ratus empat puluh) hektar; (3) Pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan luas kurang lebih 24.795 (dua puluh empat tujuh ratus sembilan puluh lima) hektar. (Raperda RTRW/ Bappeda Sragen, 2011)

Kajian bidang ekonomi pembangunan penelitian ini akan dibatasi ruang lingkupnya hanya pada masalah pertumbuhan penduduk dan produk domestik regional bruto (PDRB), dan investasi dalam kaitannya dengan konversi lahan pertanian ke nonpertanian dengan wilayah penelitian yang terbatas pula yaitu Kabupaten Sragen dalam kurun waktu dua puluh tahun, dari tahun 1990-2009. Adapun masalah kebijakan publik yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah setempat tidak dibahas dalam penelitian ini.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, masalah yang muncul dalam dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah jumlah penduduk berpengaruh terhadap konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian di Kabupaten Sragen tahun 1990-2009?

2. Apakah PDRB berpengaruh terhadap konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian di Kabupaten Sragen tahun 1990-2009?

3. Apakah investasi berpengaruh terhadap konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian di Kabupaten Sragen tahun 1990-2009 ?

4. Bagaimana trend konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian di Kabupaten Sragen sepuluh tahun mendatang?


(23)

commit to user

xxiii

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah di atas, tujuan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk terhadap konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian di Kabupaten Sragen tahun 1990-2009. 2. Untuk mengetahui pengaruh PDRB terhadap konversi lahan pertanian

menjadi nonpertanian di Kabupaten Sragen tahun 1990-2009.

3. Untuk mengetahui pengaruh investasi terhadap konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian di Kabupaten Sragen tahun 1990-2009.

4. Untuk mengetahui trend konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian di Kabupaten Sragen sepuluh tahun mendatang (tahun 2010-2020).

D. Manfaat Penelitian

Hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kemanfaatan, baik secara praktis maupun teoretis.

1. Secara praktis, bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen, dapat dipergunakan sebagai acuan dalam mengambil arah kebijakan, terutama dalam hal konversi lahan pertanian.

2. Secara teoretis bisa dipakai sebagai sumbangan ilmu pengetahuan khususnya dalam studi ekonomi pembangunan.


(24)

commit to user

xxiv 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritis

1. Sumberdaya Lahan

Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk pertanian, daerah industri, daerah pemukiman, jalan untuk transportasi, daerah rekreasi atau daerah-daerah yang dipelihara kondisi alamnya untuk tujuan ilmiah. Sitorus (1991) mendefinsikan sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Oleh karena itu sumberdaya lahan dapat dikatakan sebagai ekosistem karena adanya hubungan yang dinamis antara organisme yang ada di atas lahan tersebut dengan lingkungannya (Mather, 1986).

Kebutuhan dan keinginan manusia yang terus berkembang dan untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi, pengelolaan sumberdaya lahan sering kurang bijaksana dan tidak mempertimbangkan aspek keberlanjutannya (untuk jangka pendek) sehingga kelestariannya semakin terancam. Akibatnya, sumberdaya lahan yang berkualitas tinggi menjadi berkurang dan manusia semakin bergantung pada sumberdaya lahan yang bersifat marginal (kualitas lahan yang rendah). Hal ini


(25)

commit to user

xxv

berimplikasi pada semakin berkurangnya ketahanan pangan, tingkat dan intensitas pencemaran yang berat dan kerusakan lingkungan lainnya. Dengan demikian, secara keseluruhan aktifitas kehidupan cenderung menuju sistem pemanfaatan sumberdaya alam dengan kapasitas daya dukung yang menurun. Di lain pihak, permintaan akan sumberdaya lahan terus meningkat akibat tekanan pertambahan penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita (Rustiadi, 2001).

2. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (land use) adalah setiap bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Vink,1975). Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu (1) pengunaan lahan pertanian dan (2) penggunaan lahan bukan pertanian.

Penggunaan lahan secara umum tergantung pada kemampuan lahan dan pada lokasi lahan. Untuk aktivitas pertanian, penggunaan lahan tergantung pada kelas kemampuan lahan yang dicirikan oleh adanya perbedaan pada sifat-sifat yang menjadi penghambat bagi penggunaannya seperti tekstur tanah, lereng permukaan tanah, kemampuan menahan air dan tingkat erosi yang telah terjadi. Penggunaan lahan juga tergantung pada lokasi, khususnya untuk daerah-daerah pemukiman, lokasi industri, maupun untuk daerah-daerah rekreasi (Suparmoko, 1995).


(26)

commit to user

xxvi

Barlowe (1986) menegaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor fisik dan biologis, faktor pertimbangan ekonomi dan faktor institusi (kelembagaan). Faktor fisik dan biologis mencakup kesesuaian dari sifat fisik seperti keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuh-tumbuhan, hewan dan kependudukan. Faktor pertimbangan ekonomi dicirikan oleh keuntungan, keadaan pasar dan transportasi. Faktor institusi dicirikan oleh hukum pertanahan, keadaan politik, keadaan sosial dan secara administrasi dapat dilaksanakan.

3. Perubahan Penggunaan Lahan

Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda. (Wahyunto et al., 2001). Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

McNeill et al., (1998) faktor-faktor yang mendorong perubahan penggunaan lahan adalah politik, ekonomi, demografi dan budaya. Aspek politik adalah adanya kebijakan yang dilakukan oleh pengambil keputusan


(27)

commit to user

xxvii

yang mempengaruhi pola perubahan penggunaan lahan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.1. yang menjelaskan skenario perubahan penggunaan lahan. Selanjutnya pertumbuhan ekonomi, perubahan pendapatan dan konsumsi juga merupakan faktor penyebab perubahan penggunaan lahan. Misalnya, meningkatnya kebutuhan akan ruang tempat hidup, transportasi dan tempat rekreasi akan mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan. Teknologi juga berperan dalam menggeser fungsi lahan. Grubler (1998) mengatakan ada tiga hal bagaimana teknologi mempengaruhi pola penggunaan lahan. P ertama, perubahan teknologi telah membawa perubahan dalam bidang pertanian melalui peningkatan produktivitas lahan pertanian dan produktivitas tenaga kerja. Kedua, perubahan teknologi transportasi meningkatkan efisiensi tenaga kerja, memberikan peluang dalam meningkatkan urbanisasi daerah perkotaan. Ketiga, teknologi transportasi dapat meningkatkan aksesibilitas pada suatu daerah.

Sumber : dimodifikasi dari Bito dan Doi, 1999 Gambar 2.1. Skenario Perubahan Penggunaan Lahan.


(28)

commit to user

xxviii

Adjez (2000) menunjukkan bahwa di negara Afrika Timur, sebanyak 70% populasi penduduk menempati 10% wilayah yang mengalami perubahan penggunaan lahan selama 30 tahun. Pola perubahan penggunaan lahan ini disebabkan karena pertumbuhan penduduk, kebijakan pemerintah pada sektor pertanian dan transmigrasi serta faktor sosial ekonomi lainnya. Akibatnya, lahan basah yang sangat penting dalam fungsi hidrologis dan ekologis semakin berkurang yang pada akhirnya meningkatkan peningkatan erosi tanah dan kerusakan lingkungan lainnya. Konsekwensi lainnya adalah berpengaruh terhadap ketahanan pangan yang berimplikasi semakin banyaknya penduduk yang miskin.

Perubahan penggunan lahan di suatu wilayah merupakan pencerminan upaya manusia memanfaatkan dan mengelola sumberdaya lahan. Perubahan penggunaan lahan tersebut akan berdampak terhadap manusia dan kondisi lingkungannya. Suratmo (1982) mengemukakan dampak suatu kegiatan pembangunan dibagi menjadi dampak fisik-kimia seperti dampak terhadap tanah, iklim mikro, pencemaran, dampak terhadap vegetasi (flora dan fauna), dampak terhadap kesehatan lingkungan dan dampak terhadap sosial ekonomi yang meliputi ciri pemukiman, penduduk, pola lapangan kerja dan pola pemanfaatan sumberdaya alam yang ada.

Penelitian yang membahas tentang perubahan penggunaan lahan dan dampaknya terhadap biofisik dan sosial ekonomi telah banyak dilakukan. Penelitian terhadap struktur ekonomi, yang dilakukan Somaji (1994)


(29)

commit to user

xxix

menyatakan bahwa pada tahun 1984 wilayah industri berperan sebanyak 13,05% dan meningkat menjadi 14,65% pada tahun 1990. Nilai ini dicapai akibat dari kecepatan alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian selama kurun waktu 1981-1990 sebanyak 0,46%. Penelitian Janudianto (2003) menjelaskan perubahan penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh kecenderungan perubahan lahan pertanian (sawah) menjadi lahan pemukiman dan perubahan hutan menjadi lahan perkebunan (kebun teh). Hasil penelitian Heikal (2004) menunjukkan penggunaan lahan di DAS Ciliwung Hulu berpengaruh nyata terhadap peningkatan selisih debit maksimum-minimum sungai. Penurunan luas hutan dan luas sawah meningkatkan selisih debit maksimum-minimum, sedangkan peningkatan luas pemukiman dan kebun campuran meningkatkan selisih debit.

4. Pertumbuhan Ekonomi

Widodo (2001) menjelaskan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari perkembangan PDRB pada daerah tersebut. Pada awal pembangunan ekonomi suatu negara, umumnya perencanaan pembangunan ekonomi berorientasi pada masalah pertumbuhan (growth). Hal ini bisa dimengerti mengingat penghalang utama bagi pembangunan negara sedang berkembang adalah terjadinya kekurangan modal.


(30)

commit to user

xxx

Susanti dkk (1995) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting guna menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi di suatu negara atau daerah. Perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila jumlah balas jasa riil terhadap penggunaan faktor-faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya. Indikator yang lazim digunakan untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi adalah tingkat pertumbuhan angka-angka pendapatan seperti Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Aspek tersebut relevan untuk dipertimbangkan karena dengan demikian kebijakan-kebijakan ekonomi yang diterapkan Pemerintah untuk mendorong aktivitas perekonomian domestik bisa dinilai efektivitasnya.

Widodo (2001) menjelaskan bahwa laju pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Penekanan pada proses karena mengandung unsur dinamis, perubahan, atau perkembangan oleh karena itu pemahaman indikator pertumbuhan ekonomi biasanya akan dilihat dalam kurun waktu tetentu, misalnya tahunan. Laju pertumbuhan ekonomi akan diukur melalui indikator perkembangan PDRB dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ekonomi pada prinsipnya harus dinikmati penduduk, maka pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu dapat dinikmati penduduk jika pertumbuhan penduduk jauh lebih tinggi atau dengan kata lain mengkaitkan laju pertumbuhan ekonomi dengan laju pertumbuhan penduduk akan memberi indikator yang lebih realistis.


(31)

commit to user

xxxi

Sukirno (2004) menjelaskan pertumbuhan ekonomi merupakan suatu perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlangsung dari tahun ke tahun. Tingkat pertumbuhan ekonomi diketahui dengan cara membandingkannya dengan pendapatan nasional berbagai tahun yang dihitung berdasarkan atas harga konstan sehingga perubahan dalam nilai pendapatan hanya semata-mata disebabkan oleh suatu perubahan dalam suatu tingkat kegiatan ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dihitung melalui indikator perkembangan PDRB dari tahun ke tahun. Suatu perekonomian dikatakan baik apabila tingkat kegiatan ekonomi masa sekarang lebih tinggi daripada yang dicapai pada masa sebelumnya.

Faried W (1992) dalam Arsyad (2005) menerangkan dua konsep pertumbuhan ekonomi, yaitu :

a. Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan pendapatan nasional riil. Perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang apabila terjadi pertumbuhan output riil. Output riil suatu perekonomian bisa juga tetap konstan atau mengalami penurunan. Perubahan ekonomi meliputi pertumbuhan, statis ataupun penurunan, dimana pertumbuhan adalah perubahan yang bersifat positif sedangkan penurunan merupakan perubahan negatif.

b. Pertumbuhan ekonomi terjadi apabila ada kenaikan output perkapita dalam hal ini pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup yang diukur dengan output total riil perkapita. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi terjadi apabila tingkat kenaikan output total riil


(32)

commit to user

xxxii

lebih besar daripada tingkat pertambahan penduduk, sebaliknya terjadi penurunan taraf hidup aktual bila laju kenaikan jumlah penduduk lebih cepat daripada laju pertambahan output total riil. Pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah pada waktu yang sama, pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat yang disebut pusat pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda. Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan suatu proses pemerintah daerah dan masyarakatnya dalam mengelola sumberdaya yang ada untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.

Pada saat ini tidak ada satu pun teori yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif, namun beberapa teori yang secara parsial dapat membantu untuk memahami arti penting pembangunan ekonomi daerah. Pada hakekatnya inti dari teori ekonomi regional tersebut berkisar pada metode dalam menganalisis perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas tentang faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi daerah (regional).

Pengertian pertumbuhan ekonomi berbeda dengan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bersangkut paut dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat, sementara pembangunan mengandung arti yang lebih luas. Proses pembangunan mencakup perubahan pada komposisi produksi, perubahan pada pola penggunaan (alokasi) sumber daya produksi diantara sektor-sektor kegiatan ekonomi, perubahan pada pola distribusi kekayaan


(33)

commit to user

xxxiii

dan pendapatan diantara berbagai golongan pelaku ekonomi, perubahan pada kerangka kelembagaan dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh (Djojohadikusuma, 1994).

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ciri pokok dalam proses pembangunan, hal ini diperlukan berhubungan dengan kenyataan adanya pertambahan penduduk. Pertambahan penduduk dengan sendirinya menambah kebutuhan akan pangan, sandang, pemukiman, pendidikan dan pelayanan kesehatan. Adanya keterkaitan yang erat antara pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, ditunjukan pula dalam sejarah munculnya teori-teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.

5. Dampak Sosial Perkembangan Wilayah

Pertambahan penduduk dalam suatu wilayah perkotaan selalu diikuti oleh peningkatan kebutuhan ruang. Kota sebagai perwujudan geografis selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Dua faktor utama yang sangat berperan adalah faktor penduduk (demografis) dan aspek-aspek kependudukan (Yunus, 1987). Segi demografi yang paling penting adalah segi kuantitas. Aspek kependudukan seperti aspek politik, sosial, ekonomi, dan teknologi juga selalu mengalami perubahan. Kuantitas dan kualitas kegiatannya selalu meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk perkotaan, sehingga ruang sebagai wadah kegiatan tersebut selalu meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk


(34)

commit to user

xxxiv

perkotaan, sehingga ruang sebagai wadah kegiatan tersebut selalu mengalami peningkatan.

Kota yang sudah padat bangunannya, semakin berkembangnya penduduk yang tinggal di daerah perkotaan dengan segala aspek kehidupannya, yang berlangsung secara terus-menerus akan mengakibatkan kota tidak lagi dapat menampung kegiatan penduduk. Oleh karena wilayah kota secara administratif terbatas, maka harus mengalihkan perhatiannya ke daerah pinggiran kota. Kemudian, akan mengakibatkan terjadinya proses densifikasi permukiman di dearah pinggiran kota dengan berbagai dampaknya.

Howard pada akhir abad ke 19, diantara daerah perkotaan, daerah perdesaan, dan daerah pinggiran kota, ternyata daerah pinggiran kota memberikan peluang paling besar untuk usaha-usaha produktif maupun peluang paling menyenangkan untuk bertempat tinggal. Manusia sebagai penghuni daerah pinggiran kota selalu mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya. Adaptasi dan aktivitas ini mencerminkan dan juga mengakibatkan adanya perubahan sosial, ekonomi, kultural, dan lain-lain (Daldjoeni, 1987).

Perluasan kota dan masuknya penduduk kota ke daerah pinggiran telah banyak mengubah tata guna lahan di daerah pinggiran terutama yang langsung berbatasan dengan kota. Sebagian besar daerah hijau yang telah berubah menjadi permukiman dan bangunan lainnya (Bintarto, 1983). Hal


(35)

commit to user

xxxv

ini menyebabkan terjadinya proses densifikasi permukiman di daerah pinggiran kota.

Hammond (dalam Daldjoeni, 1987) mengemukakan beberapa alasan tumbuhnya daerah pinggiran kota diantaranya :

a. Adanya peningkatan pelayanan transportasi kota, memudahkan orang bertempat tinggal pada jarak yang jauh dari tempat tinggalnya.

b. Berpindahnya sebagian penduduk dari bagian pusat kota ke bagian tepi-tepinya, dan masuknya penduduk baru yang berasal dari perdesaan.

c. Meningkatnya taraf kehidupan masyarakat.

Turner dalam teori mobilitas tempat tinggal mengemukakan adanya tiga stratum sosial yang berkaitan dengan lama bertempat tinggal di perkotaan yang menentukan pilihan bertempat tinggal yakni : (1)golongan yang baru datang di kota (bridgeheaders), (2)golongan yang sudah agak lama tinggal di daerah perkotaan (consolidators), dan (3)golongan yang sudah lama tinggal di daerah perkotaan (status seekers). Kecenderungan penduduk di daerah pinggiran kota adalah consolodators. Dengan adanya Status consolidators ini mereka memiliki tingkat kehidupan yang sudah agak mapan status sosial ekonominya, sehingga kondisi tingkat pendidikan dan pendapatannya juga sudah cukup baik (Turner dalam Yunus, 2000).

Tanda terjadinya pemekaran kota di daerah pinggiran kota adalah adanya gejala filtering up yaitu pergantian pemukim-pemukim lama


(36)

commit to user

xxxvi

dengan pemukim-pemukim baru yang kondisi ekonominya lebih baik (Yunus, 2000). Kondisi ekonomi yang lebih baik ini membuat para pemukim di daerah pinggiran kota cenderung mempunyai tingkat pendidikan yang lebih baik pula.

6. Jumlah Penduduk

Penduduk merupakan salah satu faktor penting dalam perencanaan pembangunan daerah. Alasanya sederhana, karena penduduk merupakan sumber daya manusia yang partisipasinya sangat diperlukan agar pelaksanaan hasil-hasil perencanaan dapat berjalan dengan baik. Penduduk juga merupakan motor penggerak pembangunan, juga dapat bertindak sebagai obyek, dimana ia akan menjadi salah target dalam setiap proses pembangunan. Oleh karena itu, analisis kependudukan sangat mendukung efisiensi dan efektifitas perencanaan pembangunan agar berhasil sebagaimana diharapkan.

Bila dilihat berdasarkan kajian teoristis, para ahli kependudukan membedakan pengertian antara analisis demografi dan studi kependudukan. Analisis demografi merupakan analisis statistik terhadap jumlah, distribusi dan komposisi penduduk serta komponen-komponen variasinya dan perubahan. Sedangkan analisis kependudukan mempersoalkan hubungan-hubungan antara demografi dan variabel dari sistem lain.


(37)

commit to user

xxxvii

Tujuan dari analisis antara lain :

1. Memperoleh informasi dasar tentang distribusi penduduk, karakteristik dan perubahan-perubahanya.

2. Menerangkan sebab-sebab perubahan dari faktor dasar tersebut.

3. Menganalisis segala konsekuensi yang mungkin sekali terjadi di masa depan sebagai hasil perubahan-perubahan itu.

Sebagai salah satu gambaran mengenai pentingnya memperhatikan masalah kependudukan. Misalnya dalam hal distribusinya pada suatu wilayah, dapat dilihat berdasarkan kebijakan Pemerintah, yang menyatakan bahwa distribusi penduduk memiliki tujuan sebagai berikut :

(1) Peningkatan taraf hidup; (2) Pembangunan daerah;

(3) Keseimbangan penyebaran penduduk;

(4) Pembangunan yang merata di seluruh wilayah;

(5) Pemanfaatan sumber-sumber alam dan tenaga manusia; (6) Kesatuan dan perstuan bangsa;

(7) Memperluas pertahanan dan keamanan nasional. Pentingnya informasi mengenai kependudukan bagi seseorang perencana pembangunan daerah, tidak hanya menyangkut masalah kondisi sosial-ekonomi, kultur yang dianut, atau jenis kelamin saja melainkan juga keadaan mengenai jumlah penduduk, perkembangan antara kelahiran dan kematian, proyeksi penduduk dan sebagainya.


(38)

commit to user

xxxviii

Proses pengendalian pertumbuhan penduduk dikaitkan dengan program yang telah dilaksanakan selama ini di Indonesia dapat dilihat dalam skema di bawah ini :

( Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahatera)

Sumber : Mudrajat Kuncoro (2006:119)

Gambar 2.2 Skema Pengendalian Pertumbuhan Penduduk. Skema di atas mengungkapkan suatu gambaran mengenai pengendalian penduduk sekaligus maksud dan tujuan dari pengendalian penduduk. Sebagaimana layaknya di negara-negara yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Seperti Cina, AS, Rusia, pengendalian penduduk biasanya difokuskan pada masa kelahiran tanpa mengabaikan masalah kesehatan dan kematian. Pengendalian angka

kelahiran lazim dilaksanakan berdasarkan dua hal yaitu pembatasan jumlah

kelahiran anak dan pengaturan jarak kelahiran. Di Indonesia pengendalian penduduk dilakukan, melalui penerapan program Keluarga Berencana (KB) yang pelaksanaannya dilakukan dua cara di atas.

1. Pengendalian kelahiran

2. Penurunan tingkat kematian (terutama kematian anak)

3. Perpanjangan harapan hidup

4. Perkembangan dan penyebaran kerja

KB NKKBS


(39)

commit to user

xxxix

Pengendalian jumlah penduduk diarahkan pada upaya untuk meningkatkan kualitas masyarakat daerah, termasuk bayi yang baru lahir. Peningkatan kualitas yang diharapkan antara lain meliputi kualitas kesehatan, gizi dan penurunan angka kematian, sehingga mampu memperpanjang usia harapan hidup masyarakat, yang berdasarkan standar Internasional dijadikan sebagai salah satu indikator mengenai kualitas masyarakat.

7. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

1) PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (PDRB Adhb) adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah (region). Yang dimaksud Nilai Tambah yaitu merupakan nilai yang ditambahkan kepada barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi dalam proses produksi sebagai input antara. Nilai yang ditambahkan ini sama dengan balas jasa atas ikut sertanya faktor produksi dalam proses produksi. Nilai Tambah Bruto (NTB) didapat dari Nilai Produksi (Output) dikurangi Biaya Antara (BA). Dengan formulasi sebagai berikut :

a) Komponen-komponen Nilai Tambah Bruto (NTB) antara lain : (i) Faktor pendapatan, terdiri dari : (a) Upah dan Gaji sebagai balas jasa pegawai, (b) Bunga modal sebagai balas jasa modal, (c) Sewa tanah sebagai balas jasa tanah’ (d) Keuntungan sebagai balas jasa


(40)

commit to user

xl

PDRN Adhb = PDRB Adhb - Penyusutan

kewiraswastaan; (ii) Penyusutan barang modal tetap; (iii) Pajak tidak langsung netto.

b) Nilai Produksi (Output) adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu periode waktu tertentu. Barang dan jasa yang dihasilkan meliputi : (i) Produksi utama; (ii) Produksi ikutan, maupun; (iii) Produksi sampingan.

c) Biaya Antara (BA) adalah jenis biaya yang terdiri dari barang tidak tahan lama dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Sedangkan barang tidak tahan lama adalah barang yang mempunyai suatu perkiraan umur penggunaan kurang dari 1 tahun.

Contoh : Barang baku dan penolong untuk menghasilkan output, Peralatan dan perlengkapan kerja karyawan, Pengeluaran jasa kesehatan, obat-obatan dan rekreasi, Perbaikan kecil dan penggantian suku cadang yang aus, Iklan, Riset pemasaran dan hubungan masyarakat, Biaya administrasi. 2) Produk Domestik Regional Netto (PDRN) Adhb, perbedaan antara

konsep PDRN dan konsep PDRB adalah, jika PDRB masih terdapat nilai Penyusutan di dalamnya, sedangkan untuk PDRN nilai penyusutan sudah dikeluarkan. Formulasinya sebagai berikut :

Sedangkan Penyusutan yang dimaksud disini adalah susutnya (ausnya) barang-barang modal yang terjadi selama barang modal tersebut ikut serta dalam proses produksi.


(41)

commit to user

xli

3) PDRN atas dasar biaya faktor (PDRN Adbf) adalah PDRN Adhb dikurangi pajak tidak langsung netto. Pajak tidak langsung berupa pajak penjualan, bea ekspor/impor, cukai dan lain-lain pajak, kecuali pajak pendapatan dan pajak perorangan. Biasanya Pemerintah memberikan subsidi kepada unit-unti produksi, yang akhirnya mengakibatkan penurunan harga (contoh subsidi Pupuk, BBM, Obat dan lain-lain). Karena ada subsidi tersebut maka pajak tidak langsung netto merupakan pajak tidak langsung dikurangi subsidi tersebut. PDRN Adbf sebenarnya merupakan jumlah balas jasa faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu region (Daerah/wilayah). Jadi PDRN Adbf merupakan jumlah dari pendapatan yang berupa : (i) Upah dan Gaji sebagai balas jasa pegawai; (ii) Bunga modal sebagai balas jasa modal; (iii) Sewa tanah sebagai balas jasa tanah; (iv) Keuntungan sebagai balas jasa kewiraswastaan. Akan tetapi pendapatan yang dihasilkan tersebut diatas, tidak seluruhnya menjadi milik / pendapatan penduduk region tersebut, sebab ada pendapatan yang diterima oleh penduduk region lain. 4) Pendapatan Regional Pendapatan Regional Netto adalah PDRN Adbf

dikurangi dengan pendapatan yang mengalir keluar region dan ditambah dengan pendapatan yang masuk dari region lain (nett export). Dengan kata lain bahwa produk regional netto (pendapatan regional) adalah jumlah pendapatan yang benar-benar diterima oleh seluruh penduduk yang tinggal di region / wilayah / Daerah di mana dia berdomisili.


(42)

commit to user

xlii

5) Pendapatan Perkapita (income per capita), bila pendapatan-pendapatan di atas dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun yang tinggal di Daerah tersebut, maka akan diperoleh suatu pendapatan perkapita, di antaranya sebagai berikut :

( PDRB Kabupaten Sragen 2008, (2009:12-15)

8. Investasi

Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pengeluaran penanam-penaman modal untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sukirno, 2004). Sedangkan menurut Gilarso (2004), investasi adalah pengeluaran dunia usaha atau pemerintah untuk mengganti dan menambah barang-barang modal yang memperbesar kapasitas produksi (dan menciptakan lapangan kerja); meliputi bangunan dan konstruksi, peralatan dan mesin-mesin, serta penambahan persediaan.

PDRB Adhb a. PDRB Adhb =

Jumlah penduduk pertengahan tahun PDRB Adhk

b. PDRB Adhk Perkapita =

Jumlah penduduk pertengahan tahun Pendapatan regional c. Income Perkapita =


(43)

commit to user

xliii

Investasi memiliki peran yang penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta perbaikan produktivitas tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi sangat tergantung pada tenaga kerja dan jumlan kapital. Investasi akan menambah atau meningkatkan kapital, tanpa adanya investasi tidak akan ada pabrik atau mesin baru, dan dengan demikian tidak ada ekspansi (Nopirin, 1995).

Kegiatan-kegiatan yang dikategorikan sebagai kegiatan investasi atau pembentukan modal atau penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu adalah sebagai berikut: (Sukirno, 2004);

a. Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan.

b. Pengeluaran untuk mendirikan rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik dan bangunan-bangunan lainnya.

c. Pertambahan nilai stok atau persediaan barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun penghitungan pendapatan nasional.

Faktor dapat mendorong atau memicu dilakukannya investasi, antara lain (Gilarso, 2004): (1) Perkembangan teknik, yang membuka kemungkinan cara-cara produksi baru, dengan alat-alat, mesin-mesin dan teknologi yang baru, (2) Kenaikan pendapatan masyarakat, yang berarti kenaikan permintaan efektif masyarakat, (3) Pertambahan penduduk, yang menyebabkan pasar (potensial) bertambah besar. Pandangan para


(44)

commit to user

xliv

pengusaha tentang perkembangan pasar atau permintaan masyarakat, perkembangan harga-harga dan laba yang akan dapat diperoleh, (4) Iklim usaha, yang tergantung dari dan diwarnai oleh situasi politik. keamanan dalam negeri, kestabilan harga, ada tidaknya kepastian hukum, desas-desus tentang akan adanya devaluasi atau tindakan monetcr, dan faktor sosio-budaya lainnya. Tersedianya kredit dari perbankan dan pasar modal, (5) Untuk pemerintah: rencana pembangunan yang telah disusun dan prioritas yang telah ditetapkan oleh pemerintah, (6) Untuk investor dari luar negeri: daya tarik karena harapan akan laba (asal dan selama kestabilan politik dan keamanan modalnya terjamin).

B. Penelitian Terdahulu

Sumaryanto,dkk (2001), melakukan penelitian dengan judul Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Nonpertanian dan Dampak Negatifnya. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui dampak negatif dari konversi lahan sawah ke penggunaan nonpertanian. Kesimpulan yang diambil bahwa secara langsung maupun tidak langsung konversi lahan sawah mempunyai potensi ancaman yang nyata terhadap kapasitas nasional dalam mewujudkan pasokan pangan yang aman untuk mendukung ketahanan pangan yang mantap. Oleh sebab itu kebijaksanaan yang secara khusus ditujukan untuk mengendalikan konversi lahan sawah ke penggunaan lain sangat dirasakan urgensinya agar implementasi kebijaksanaan efektif, sistem perhitungan mengenai kerugian akibat konversi lahan sawah harus komprehensif dan pada


(45)

commit to user

xlv

saat yang sama diperlukan perbaikan dalam sistem pemantauan, pendataan, dan dokumentasi mutasi lahan.

Ruswandi,dkk (2007), melakukan penelitian berjudul Dampak Konversi Lahan Pertanian Terhadap Kesejahteraan Petani dan Perkembangan Wilayah: Studi Kasus di Daerah Bandung Utara. Tujuan penelitian ini adalah 1) mencari faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan pertanian dan 2) menerangkan pengaruh konversi lahan pertanian terhadap perubahan kesejahteraan petani. Hasil penelitian menunjukan bahwa di Kecamatan Lembang dan Parongpong dalam periode 10 tahun (1992-2002) telah terjadi konversi lahan pertanian seluas 3.134,49 hektar (25%) atau 313,5 hektar per tahun (2,96%). Penggunaan lahan hutan merupakan yang paling banyak berkurang (-3.732,12 hektar atau -68%), lahan semak mengalami peningkatan paling tinggi ((2.780,23 hektar atau 1.326%). Beberapa faktor yang mempengaruhi konversi lahan pertanian adalah kepadatan penduduk tahun 1992, kepadatan petani pemilik lahan pertanian tahun 1992, kepadatan petani nonpemilik lahan pertanian tahun 1992, peningkatan kepadatan petani nonpemilik lahan pertanian, persentase luas lahan guntai dalam desa, peningkatan jumlah penduduk miskin, dan jarak desa ke kota kecamatan. Secara umum, konversi lahan pertanian berpeluang menurunkan kesejahteraan petani.

Irawan (2005), melakukan penelitian dengan judul Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya, Dan Faktor Determinan. Penelitian ini untuk menganalisis Potensi Dampak, Pola Pemanfaatan, dan


(46)

commit to user

xlvi

Faktor Determinan dari Konversi Lahan Sawah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pengendalian konversi lahan di masa yang akan datang perlu diarahkan untuk mencapai tiga sasaran yaitu : (1) menekan intensitas faktor sosial dan ekonomi yang dapat merangsang konversi lahan sawah, (2) mengendalikan luas, lokasi, dan jenis lahan sawah yang dikonversi dalam rangka memperkecil potensi dampak negatif yang ditimbulkan, dan (3) menetralisir dampak negatif konversi lahan sawah melalui kegiatan investasi yang melibatkan dana perusahaan swasta pelaku konversi lahan. Irawan juga menyampaikan bahwa, penelitian yang dilakukan oleh Pakpahan dan Anwar (2005), serta Hakim dan Ilham (2004) menunjukkan bahwa PDRB dan kepadatan penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap konversi lahan.

Joko Maryono (2006), dalam penelitiannya yang berjudul Agricultural Land Conversion in Jogyakarta: An Empirical Analysis memaparkan betapa pertumbuhan penduduk dan pembangunan jalan telah banyak mengubah lahan basah menjadi lahan kering. Penelitian Joko Maryono, lahan pertanian di Yogyakarta menyatakan kemunduran yang cepat akibat perkembangan jalan. Pertumbuhan lahan kering lebih cepat dibanding lahan basah. Di samping itu, pertumbuhan ekonomi dan penduduk mempunyai peranan penting terhadap penambahan area bangunan.

Riezkiana Putri (2009), dalam penelitiannya yang berjudul: Analisis Konversi Lahan Pertanian Di Kabupaten Tangerang, menunjukkan secara empiris bahwa: (1) PDRB berpengaruh signifikan terhadap konversi lahan, (2)


(47)

commit to user

xlvii

Konversi lahan pertanian juga dipengaruhi oleh fasilitas ekonomi, fasilitas pendidikan, aksesibilitas ke fasilitas kesehatan, aksesibilitas ke fasilitas pendidikan dan aksesibilitas ke pusat pemerintahan.

Yunus (1987) mengemukakan bahwa pertambahan penduduk dalam suatu wilayah perkotaan selalu diikuti oleh peningkatan kebutuhan ruang. Kota sebagai perwujudan geografis selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Dua faktor utama yang sangat berperan adalah faktor penduduk (demografis) dan aspek-aspek kependudukan. Segi demografi yang paling penting adalah segi kuantitas. Aspek kependudukan seperti aspek politik, sosial, ekonomi, dan teknologi juga selalu mengalami perubahan. Kuantitas dan kualitas kegiatannya selalu meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk perkotaan, sehingga ruang sebagai wadah kegiatan tersebut selalu meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk perkotaan, sehingga ruang sebagai wadah kegiatan tersebut selalu mengalami peningkatan.

C. Kerangka Pemikiran

Tanah merupakan sumberdaya strategis yang memiliki nilai secara ekonomis. Jumlah luasan tanah pertanian tiap tahunnya terus mengalami pengurangan. Berkurangnya jumlah lahan pertanian ini merupakan akibat dari adanya peningkatan jumlah dan aktivitas penduduk serta aktivitas pembangunan sehingga mengakibatkan permintaan akan lahan pun meningkat. Terjadilah konversi lahan pertanian ke nonpertanian seperti perumahan, industri, dan lain sebagainya untuk memenuhi permintaan yang ada. Konversi


(48)

commit to user

xlviii

lahan yang terjadi tidak lepas dari kepentingan berbagai pihak seperti pemerintah, swasta dan komunitas (masyarakat).

Konversi lahan yang dimaksud oleh petani dalam penelitian ini adalah petani yang menjual tanah pertanian miliknya kepada pihak lain, dimana pihak lain yang membeli tanah tersebut menggunakannya untuk fungsi nonpertanian. Berdasarkan pada penelitian-penelitian terdahulu, maka dalam penelitian ini diduga bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya. Faktor-faktor tersebut adalah jumlah penduduk, investasi, dan PDRB Kabupaten Sragen.

Adapun kerangka pemikiran untuk penelitian ini bisa ditunjukkan dengan Gambar 2.2, seperti berikut ini:

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran. Jumlah

Penduduk

PDRB

Investasi

Konversi Tanah


(49)

commit to user

xlix

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah pernyataan tentatif yang berhubungan dengan permasalahan sehingga berguna dalam mencari/ mendapatkan alat pemecahan (Suparmoko, 1999:19). Berdasarkan uraian tinjauan pustaka, penelitian terdahulu dan kerangka pemikiran penelitian maka dimunculkan beberapa hipotesis yang bisa dirumuskan sebagai berikut :

1. Diduga jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian di Kabupaten Sragen tahun 1990-2009. 2. Diduga PDRB berpengaruh positif terhadap konversi lahan pertanian

menjadi nonpertanian di Kabupaten Sragen tahun 1990-2009.

3. Diduga investasi berpengaruh positif terhadap konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian di Kabupaten Sragen tahun 1990-2009.

4. Diduga trend konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian di Kabupaten Sragen sepuluh tahun mendatang akan mengalami kenaikan.


(50)

commit to user

l 34

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data

Penelitian dilakukan di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, dengan menggunakan data sekunder runtun waktu (time series) tahunan, tahun 1990- 2009 yang diperoleh dari BPS (badan Pusat Statistik) yang termuat dalam buku Sragen dalam Angka dan buku Laporan Pengembangan Sistem Informasi Profil daerah (SIPD) Kabupaten Sragen 2009 yang diterbitkan oleh Bappeda Kabupaten Sragen.

B. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan pencatatan data yang diambil dari sumber data. Adapun data yang diperlukan untuk penelitian meliputi:

1. Jumlah penduduk Kabupaten Sragen 1990-2009.

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sragen 1990-2009. 3. Investasi yang ada di Kabupetan Sragen 1990-2009.

C. Definisi Operasional


(51)

commit to user

li

Konversi mempunyai arti yang sama dengan perubahan. Menurut Agus (2004) yang disebut konversi lahan sawah adalah perubahan penggunaan tertentu dari lahan sawah menjadi penggunaan lainnya pada lahan tersebut. Proses konversi berlangsung dari penggunaan lahan dengan land rent yang lebih rendah ke penggunaan lahan dengan land rent yang lebih tinggi. Land rent dalam hal ini diartikan sebagai nilai keuntungan bersih dari aktifitas pemanfaatan lahan per satuan luas lahan dalam waktu tertentu. Konversi lahan sawah dalam penelitian ini diukur dengan satuan hektar (ha).

2. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk adalah keseluruhan orang yang tinggal di daerah tersebut. Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ. Jumlah penduduk diukur berdasarkan satuan orang / jiwa.

3. PDRB

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara/ wilayah/ daerah. Pertumbuhan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya infrastruktur ekonomi.


(52)

commit to user

lii

PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar penghitungannya. PDRB dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan

angka jutaan rupiah pertahun.

4. Investasi

Investasi adalah suatu istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi. Istilah tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan dimasa depan. Investasi disebut juga sebagai penanaman modal. Investasi disini diukur berdasarkan angka jutaan rupiah pertahun.

D. Teknik Analisis Data 1. Regresi Linier a. Model Regresi

Model alat analisis dalam penelitian ini dengan regresi linier berganda dengan variabel bebas pendapatan perkapita, tingkat inflasi dan jumlah penduduk. Untuk mengetahui pengaruh Jumlah penduduk, PDRB dan


(53)

commit to user

liii

a

0

t

tab

investasi terhadap konversi lahan Kabupaten Sragen. Analisis regresi linier berganda dengan model persamaan regresi sebagai berikut :

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e

Di mana:

Y = Konversi lahan X1 = Jumlah penduduk

X2 = Produk Domestik Regional Bruto X3 = Investasi

a = Nilai Konstan b1, b2, b3 = Koefisien Regresi e = Error/ Disturbance

b. Uji Statistik 1). Uji t

Uji-t ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial.

Dengan hipotesis :

a). Ho : b1, b2, b3 = 0 Vs H1 : b1, b2, b3 ≠ 0 b). Menentukan a = 5% ( 0,05).

c). Daerah Kritik, Ho ditolak jika thit > ttab


(54)

commit to user

liv

d). Statistik Uji :

)

37

:

2006

,

(

)

(

)

(

3 2 3 2 Soeharno b b Se b b thit

-=

derajat bebas (degree of freedom) = n-k, n = jumlah sampel data Dimana :

b2, b3 = Koefisien Masing-masing b Se = Standart Deviasi

e). Kriteria Pengujian :

1) Ho diterima jika sign. (probabilitas value ) > α (0,05), berarti variabel independen secara individu tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen pada tingkat signifikansi 95%.

2) Ho ditolak jika sign. (probabilitas value) < α (0,05), berarti variabel independen secara individu ada pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen pada tingkat signifikansi 95%.

2). Uji F

Uji-F ini digunakan untuk menguji keberartian koefisien regresi secara bersama-sama / simultan, dengan uji hipotesis :

a). H0 : b1=b2=b3 = 0 Vs H1 : b1=b2=b3 ≠ 0 b). Menentukan a = 5% ( 0,05).


(55)

commit to user

lv

d). Statistik Uji :

) 34 : 2006 , ( ) /( ) 1 ( ) 1 / 2 2 Soeharno k n R k R Fhit -=

Derajat bebas : (df1) = k-1 , (df2) = n-k R2 = Koefisien R2

n = Jumlah Data

k = Banyaknya Kelompok (dependen dan idependen) e) Dengan Kriteria :

1) Ho diterima jika nilai sign. (probabilitas value) > α (0,05), tidak ada pengaruh yang signifikan secara simultan variabel independen mempengaruhi variabel dependen.

2) Ho ditolak jika nilai sign. (probabilitas value) < α (0,05), ada pengaruh yang signifikan secara simultan variabel independen mempengaruhi variabel dependen.

3). Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi yang dinotasikan dengan R2 merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi, karena dapat menginformasikan baik tidaknya regresi yang teristimasi. Atau dengan kata lain, angka tersebut dapat mengukur seberapa dekatkah garis regresi yang teristimasi dengan data sesungguhnya. Nilai koefisien determinasi ini mencrminkan seberapa besar variasi dari variabel dependen dapat

Daerah penolakan H0


(56)

commit to user

lvi

dijelaskan oleh variabel independen. Secara manual rumus uji tersebut adalah :

) 31 : 2006 , ( 2 2 2 Soeharno TSS ESS Y e R i i = =

å

å

Dimana :

R2 = Koefisien

Σei2 = ESS (Explined Sum Square) = Jumlah Kuadrat Sesatan Σei2 = TSS (Total Sum Square ) = Jumlah Kuadrat

2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak maka dapat dilakukan uji Kolmogorof Smirnov yaitu dengan melihat nilai signifikansinya. Apabila nilai signifikansinya lebih dari 0,05 maka data dikatakan mempunyai distribusi normal. (Ghozali, 2005).

b. Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas


(57)

commit to user

lvii

(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel bebas. (Ghozali, 2005). Deteksi adanya tidaknya Multikolinearitas yaitu dengan menganalisis matrik korelasi variabel-variabel bebas, dapat juga dengan melihat nilai tolerance serta nilai Variance Inflation Vactor (VIF ). Nilai toleransi yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF – 1/tolerance) dan menunjukkan adanya kolinieritas yang tinggi. Nilai kritis yang umum dipakai adalah nilai tolerance 0.10 atau sama dengan nilai VIF di atas 10. Apabila nila VIF kurang dari 10 maka tidak terjadi multikolinearita. Dengan rumus :

)

43

:

2006

,

(

.

)

var(

2 2 Soeharno VIF X b i i i

å

=

s

TOLj = (1- R2j) = 1/ VIFj

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variansi dari residual satu pengamatan kepengamatan yang lain. Jika variansi dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedstisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas . Deteksi adanya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji korelasi Spearman’s. Model regresi dikatakan terbebas dari


(58)

commit to user

lviii

heteroskedastisitas apabila masing-masing variabel mempunyai nilai signifikansinya diatas 0,05.(Ghozali, 2005).

d. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Untuk menguji ada tidaknya problem autokorelasi ini maka dapat melakukan uji Durbin Watson (DW test) yaitu dengan membandingkan nilai DW statistik dengan DW tabel. Dengan rumus DW Statistik :

) 61 : 2006 , ( ) ( 3 2 3 2 1 Soeharno e e e

d t n

t t n t t t t

å

å

= = = = -=

Apabila nilai DW statistik terletak pada daerah no autocorrelation berarti telah memenuhi asumsi klasik regresi. (Ghozali, 2005). Daerah no autocorrelation adalah dU<DW-test <(4-dU).

0 dL dU 2 4-dU 4-dL 4


(59)

commit to user

lix

Pengambilan keputusan :

No Hipothesis Nol Keputusan Apabila

1 Tidak ada Autokorelasi Positif Tolak 0 <d < dL 2 Tidak ada Autokorelasi Negatif Tidak ada kep dL≤ d ≤d U 3 Tidak ada korelasi negatif Tolak 4-dL< d < 4 4 Tidak ada korelasi negatif Tidak ada kep 4-dU≤ d ≤4-dL 5 Tidak ada korelasi positif/negat Jangan ditolak dU< d <4-dU (Sumber : Soeharno, Ekonometrika, 2006:63)

3. Analisis Trend

Melukiskan gerakan keseluruhan dari deret waktu merupakan gerakan rata-rata dapat berupa garis lurus dan dapat berupa garis tidak lurus dari tahun 1990 s.d 2009. Untuk menghitung trend linier dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (Least squares method). Taksiran trend dihitung dengan ketentuan bahwa jumlah deviasi kuadrat antara tiap nilai deret waktu dengan nilai trend adalah minimum. Dengan persamaan garis lurus (straight line equation) dengan rumus (Djarwanto, 1993:274) :

Y = a + bX ==> n

Y

a = S 2

X XY b

S S =

Dimana,

X = Periode waktu 1991 s.d 2010, (n = 20) Y = Pajak daerah (Y1); Retribusi daerah (Y2)


(60)

commit to user

lx a = Besarnya nilai Y, apabila X = 0

b = Besarnya perubahan variabel Y yang terjadi pada setiap perubahan satu unit variabel X (arah condong garis trend).


(61)

commit to user

lxi

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PENGUJIAN HIPOTESIS

Dalam bab ini disampaikan analisis data dan pengujian hipotesis penelitian. Data yang dianalisis dalam bab ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari BPS Kabupaten Sragen. Analisis data yang dilakukan meliputi analisis deskrisptif dan analisis inferensial. Analisis deskriptif dilakukan untuk menjelaskan fakta mengenai variabel penelitian melalui penggunaan statistik. Analisis inferensial dilakukan untuk melakukan pengujian hipotesis. Analisis inferensial yang digunakan adalah regresi linier berganda.

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian

Kabupaten Sragen merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah, letaknya di bagian Tenggara ibukota Provinsi Jawa Tengah (Semarang) yang berbatasan dengan Kabupaten Ngawi Provinsi Jawa Timur, terletak diantara 7 º 15 LS dan 7 º 30 LS dan 110 º 45 BT DAN 111 º 10 BT. Kabupaten Sragen merupakan salah satu Kabupaten di propinsi Jawa Tengah. Secara geografis Kabupaten Sragen berada di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Batas batas wilayah Kabupaten Sragen : Sebelah Timur Kabupaten Ngawi (propinsi jawa timur); Sebelah Barat Kabupaten Boyolali; Sebelah Selatan Kabupaten Karanganyar; Sebelah Utara Kabupaten Grobogan.


(62)

commit to user

lxii

Kemiringan lahan terbesar Konversi lahan 0% - 2% ( datar) seluas 49.551 ha ( di wilayah Kecamatan : Kalijambe, Plupuh, masaran, Kedawung, Gondang, Sambungmacan, Ngrampal, Karangmalang, Sragen, Sidoharjo, Tanon, Gemolong, Sumberlawang, dan Sukodono ), 2, 01% - 15 % ( bergelombang) seluas 40.769 ha ( di wilayah kecamatan : Kalijambe, Kedawung, Sambirejo, Gemolong, Miri, Dumberlawang, mondokan, Sukodono, Gesi, Tangen dan Jenar ).

Dataran dengan ketinggian rata rata 109 M diatas permukaa laut.Sragen menpunyai iklim tropis dengan suhu harian yang berkisar antara 19 31 º C. Curah hujan rata-rata di bawah 3000mm per tahun dengan hari hujan di bawah 150 hari per tahun.

Lahan persawahan Kabupaten Sragen tahun 2009 seluas 40.127,45Ha atau 42,62% dari 94. 155,00 Ha ( luas Kabupaten Sragen). Lahan kering Kabupaten Sragen tahun 2008 seluas 54.027,93 Ha atau 57,38 % dari 94.155,00 Ha ( luas Kabupaten Sragen).

B. Deskripsi Variabel Penelitian 1. Konversi Lahan

Konversi lahan dalam penelitian ini dikonsepsikan sebagai perubahan relatif luas lahan persawahan Konversi lahan tahun ini (t) terhadap luas lahan persawahan tahun sebelumnya (t-1). Deskripsi konversi lahan yang terjadi di kabupaten Sragen selama tahun 1990-2009 disajikan dalam Tabel 4.1.


(63)

commit to user

lxiii

Tabel 4.1 Konversi Lahan Persawahan di Kabupaten Sragen Tahun 1990-2009

Tahun Luas Lahan Sawah Konversi Lahan (ha)

1990 40.703,00 -0,382

1991 40.703,00 -0,360

1992 40.703,00 0,000

1993 40.703,00 0,000

1994 40.313,24 -0,129

1995 40.313,24 0,000

1996 39.793,54 -1,289

1997 40.313,24 1,306

1998 40.156,55 -0,389

1999 40.162,44 0,015

2000 40.133,93 -0,071

2001 40.039,29 -0,236

2002 40.039,29 -0,003

2003 40.039,29 0,000

2004 39.759,00 -0,697

2005 39.759,00 0,000

2006 39.759,00 0,000

2007 40.339,00 1,459

2008 40.339,00 0,000

2009 40.127,45 -0,524

Minimum -1,289

Maksimum 1,459

Rata-rata -0,065

Deviasi standar 0,593

Sumber: Data sekunder diolah, 2011

Tabel 4.1 menyatakan, Konversi Lahan Persawahan di Kabupaten Sragen Tahun 1990-2009, mencapai nilai minimum pada tahun 1996 sebesar – 1, 289 ha. Sedangkan konversi lahan pertanian maksimum mencapai 1,459 ha dengan deviasi standar 0,593%. Konversi lahan tahun tersebut banyak terjadi pembangunan gedung-gedung sekolah sebesar 1.269 sekolah ( Data BPS, 2009).


(64)

commit to user

lxiv

2. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk dalam penelitian ini merupakan jumlah penduduk pria dan wanita. Perkembangan jumlah penduduk kabupaten Sragen selama tahun 1990-2009 disajikan dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kabupaten Sragen Tahun 1990-2009

Tahun Jumlah

Penduduk (jiwa)

1990 844.837

1991 850.885

1992 856.268

1993 861.812

1994 886.694

1995 871.722

1996 877.000

1997 880.719

1998 884.199

1999 888.284

2000 892.362

2001 849.441

2002 851.583

2003 853.711

2004 855.244

2005 858.266

2006 863.914

2007 867.572

2008 869.321

2009 878.014

Minimum 844.837

Maksimum 892.362

Rata-rata 867.092

Deviasi standar 14.612

Sumber: Data sekunder diolah, 2011

Tabel 4.2 tampak bahwa, selama tahun 1990-2009 rata-rata jumlah penduduk di Kabupaten Sragen adalah 867.092 jiwa. Jumlah penduduk


(65)

commit to user

lxv

terbanyak sebesar 892.362 jiwa pada tahun 2000, dan jumlah penduduk terendah sebesar 844.837 jiwa dengan diviasi standar 14.612 jiwa.

3. PDRB

PDRB yang terjadi selama tahun 1990-2009 sebagai berikut : Tabel 4.3 PDRB di Kabupaten Sragen Tahun 1990-2009

Tahun PDRB

(Rp)

1990 1.346.752

1991 1.412.187

1992 1.496.619

1993 1.601.382

1994 1.680.923

1995 1.778.628

1996 1.871.463

1997 1.964.903

1998 2.054.341

1999 2.165.822

2000 2.257.365

2001 2.315.098

2002 2.387.985

2003 2.443.435

2004 2.584.378

2005 2.710.506

2006 2.836.603

2007 2.982.978

2008 3.138.158

2009 3.301.342

Minimum 1.346.751,610

Maksimum 3.301.341,911

Rata-rata 2.216.543,355

Deviasi standar 583.085,996

Sumber: Data sekunder diolah, 2011

Berdasarkan data yang disajikan dalam Tabel 4.3 tampak bahwa, selama tahun 1990-2009 rata-rata besarnya nilai PDRB di Kabupaten


(66)

commit to user

lxvi

Sragen adalah 2.216.543,355. Nilai PDRB terendah yang terjadi di Kabupaten Sragen sebesar Rp3.301.341,911, PDRB maksimum sebesar Rp682.691,736, dengan deviasi standar sebesar Rp 583.085,996.

4. Investasi

Deskripsi tentang investasi yang terjadi di Kabupaten Sragen selama tahun 1990-2009 disajikan dalam Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Investasi di Kabupaten Sragen Tahun 1990-2009

Tahun Investasi

(Rp)

1990 400.357,61

1991 409.181,25

1992 419.930,23

1993 434.683,32

1994 442.458,45

1995 445.519,52

1996 446.683,65

1997 652.125,45

1998 653.337,24

1999 654.007,14

2000 654.450,30

2001 654.605,83

2002 655.099,63

2003 655.648,38

2004 656.586,00

2005 657.856,43

2006 658.092,31

2007 660.103,56

2008 661.523,00

2009 682.691,74

Minimum 400.357,608

Maksimum 682.691,736

Rata-rata 577.747,053

Deviasi standar 113.096,776


(67)

commit to user

lxvii

Tabel 4.4 menjelaskan bahwa, selama tahun 1990-2009 rata-rata besarnya nilai investasi di Kabupaten Sragen adalah Rp.577.747,053. Nilai investasi terendah sebesar Rp.400.357,608, tertinggi sebesar Rp.682.691,736, dengan deviasi standar sebesar Rp113.096,776.

C. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dengan alat analisis regresi linier berganda menggunakan metode selisih kuadrat penyimpangan yang paling kecil : Least square, atau Ordinary Least Square (OLS), untuk mendapatkan hasil yang optimal dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 5%).

Hasil uji hipotesis tersebut sebagai berikut :

1. Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis yang digunakan dalam pengujian hipotesis ini adalah analisis regresi linier berganda. Konversi lahan tingkat signifikansi 5% dalam setiap ujinya dengan bantuan software SPSS 16.0 views. Adapun hasilnya sebagai berikut :

Tabel 4.5 Hasil Uji Regresi Linier Berganda Koefisien

Unstandardized

Koefisien Standardized Model

B Beta

thitung Signifikan

Constan (bo) -12,845 -2,702 0,016

Jml. pdd 0,012 0,288 2,179 0,045

PDRB 0,005 0,922 5,207 0,000

Investasi -6,477E-5 -0,069 -0,395 0,698 Sumber : Data sekunder diolah (Lampiran 1)

Dari hasil estimasi regresi linier berganda dapat disusun persamaan regresi sebagai berikut :


(1)

commit to user

lxxviii

-2,00 -1,50 -1,00 -0,50 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

(

%

)

TREND KONVERSI LAHAN TAHUN 1990-2009

Actual Trend

Dengan persamaan trend konversi lahan :

Y = a + bX, sehingga terjadi persamaan Y = -0,07 + 0,02(X), Yang berarti bahwa :

1) Nilai konversi lahan -0,07% apabila dalam periode waktu nol.

2) Besarnya perubahan nilai konversi lahan yang terjadi Konversi lahan setiap perubahan satu tahun sebesar 0,02 (0,02(1)) dengan arah condong garis trend.

Gambar 4.1 Menunjukkan bahwa nilai trend konversi lahan selalu meningkat. Untuk fluktuasi perubahan nilai trend konversi lahan sebesar 0,02/ th.

Sumber : Data Sekunder diolah, 2011


(2)

commit to user

lxxix No Tahun Konversi lahan

(%)

Deviasi dalam tahunan

Trend

Y X XY X²

1 1990 -0,38 -9 3,44 81,00 -0,24

2 1991 -0,36 -8 2,88 64,00 -0,22

3 1992 0,00 -7 0,00 49,00 -0,20

4 1993 0,00 -6 0,00 36,00 -0,18

5 1994 -0,13 -5 0,64 25,00 -0,16

6 1995 0,00 -4 0,00 16,00 -0,14

7 1996 -1,29 -3 3,87 9,00 -0,12

8 1997 1,31 -2 -2,61 4,00 -0,10

9 1998 -0,39 -1 0,39 1,00 -0,08

10 1999 0,01 0 0,00 0,00 -0,07

11 2000 -0,07 0 0,00 0,00 -0,07

12 2001 -0,24 1 -0,24 1,00 -0,05

13 2002 0,00 2 -0,01 4,00 -0,03

14 2003 0,00 3 0,00 9,00 -0,01

15 2004 -0,70 4 -2,79 16,00 0,01

16 2005 0,00 5 0,00 25,00 0,03

17 2006 0,00 6 0,00 36,00 0,05

18 2007 1,46 7 10,21 49,00 0,07

19 2008 0,00 8 0,00 64,00 0,09

20 2009 -0,52 9 -4,72 81,00 0,11

2010 0,13 10 100,00 0,13

2011 0,15 11 121,00 0,15

2012 0,17 12 144,00 0,17

2013 0,19 13 169,00 0,19

2014 0,21 14 196,00 0,21

2015 0,23 15 225,00 0,23

2016 0,25 16 256,00 0,25

2017 0,27 17 289,00 0,27

2018 0,28 18 324,00 0,28

2019 0,30 19 361,00 0,30

2020 0,32 20 400,00 0,32

JML -1,30 0,00 11,07 570,00 -1,30

a = -0,07 b = 0,02

b) Nilai Trend Konversi Lahan Tahun 2010-2020

Taksiran trend dihitung dengan ketentuan bahwa jumlah deviasi kuadrat antara tiap nilai deret waktu dengan nilai trend adalah minimum, didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.13 Analisis Trend Konversi Lahan Tahun 2010-2020


(3)

commit to user

lxxx

Tabel 4.13 menjelaskan bahwa nilai trend konversi lahan sampai dengan tahun 2020 dengan perhitungan deviasi tahunan (X) untuk tahun berikutnya. Dengan persamaan trend konversi lahan :

Y = a + bX, sehingga dengan persamaan Y = -0,07 + 0,02(X), dengan besarnya perubahan setiap tahunya sebesar 0,02.

Nilai trend konversi lahan tahun 2010-2020 diprediksi sebagai berikut : Tahun 2010 : -0,07 + 0,02 (10) = 0,13 ha

Tahun 2011 : -0,07 + 0,02 (11) = 0,15 ha Tahun 2012 : -0,07 + 0,02 (12) = 0,17 ha Tahun 2013 : -0,07 + 0,02 (13) = 0,19 ha Tahun 2014 : -0,07 + 0,02 (14) = 0,21 ha Tahun 2015 : -0,07 + 0,02 (15) = 0,23 ha Tahun 2016 : -0,07 + 0,02 (16) = 0,25 ha Tahun 2017 : -0,07 + 0,02 (17) = 0,27 ha Tahun 2018 : -0,07 + 0,02 (18) = 0,29 ha Tahun 2019 : -0,07 + 0,02 (19) = 0,31 ha Tahun 2020 : -0,07 + 0,02 (20) = 0,33 ha

Hasil prediksi trend di atas menunjukkan bahwa selama kurun waktu sepuluh tahun lahan pertanian yang berubah menjadi nonpertanian di Kabupaten Sragen sebesar 0,33 hektar. Tentu saja angka tersebut belum menunjukkan angka aktual. Tetapi telah menegaskan konversi lahan pertanian ke nonpertanian terus mengalami kenaikan.


(4)

commit to user

lxxxi BAB V PENUTUP

Bab ini akan disajikan kesimpulan berdasarkan hasil penelitian empiris di lapangan dengan alat analisis regresi linier berganda menggunakan methoda selisih kuadrat penyimpangan yang paling kecil : Least square, atau Ordinary

Least Square (OLS), untuk mendapatkan hasil yang optimal dengan tingkat

kepercayaan 95% (α = 5%). Selanjutnya akan diberikan saran penelitian sesuai

dengan masalah yang dikaji. A. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian di Kabupaten Sragen tahun 1990-2009. Artinya apabila jumlah penduduk naik maka konversi lahan akan mengalami kenaikan pula, dan sebaliknya.

2. Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh positif signifikan secara statistik terhadap konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian di Kabupaten Sragen tahun 1990-2009. Artinya apabila PDRB naik maka konversi lahan juga akan mengalami kenaikan, dan sebaliknya.

3. Investasi, secara statistik ternyata tidak berpengaruh terhadap konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian di Kabupaten Sragen tahun 1999-2009.


(5)

commit to user

lxxxii

4. Konversi lahan pertanian di Kabupaten Sragen berdasarkan analisis trend selama kurun waktu sepuluh tahun ( 2010-2020) menunjukkan gerakan naik seiring pertambahan penduduk dan kenaikan PDRB.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka disarankan kepada Pemerintah Kabupaten Sragen melakukan beberapa hal, antara lain:

1. Sedapat mungkin menekan laju pertumbuhan penduduk dengan menyelenggarakan program Keluarga Berencana sebaik-baiknya. Kebutuhan penduduk terhadap permukiman hendaknya ditata sedemikian rupa misalnya dengan memanfaatkan lahan-lahan yang tidak termasuk lahan pertanian produktif atau lahan-lahan tidur yang masih banyak terdapat di wilayah Kabupaten Sragen. Jika perlu bisa mencontoh model yang dilakukan oleh Pemerintah China dan beberapa Negara Asean lain yang membangun perumahan rakyat dengan gerakan vertikal (apartemen, rumah susun).

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tetap diupayakan terus meningkat, karena itu merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi masyarakat, tetapi hendaknya diupayakan seminim mungkin dampaknya terhadap konversi lahan pertanian ke nonpertanian. Sebaliknya didorong untuk semakin memantapkan budidaya pertanian.


(6)

commit to user

lxxxiii

3. Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur masalah konversi tanah, terutama dari tanah pertanian ke nonpertanian, hendaknya segera disahkan dengan pemberian sanksi yang berat terhadap para pelanggarnya.

4. Pendirian bangunan di lahan-lahan pertanian produktif untuk kepentingan publik seperti gedung sekolah, perkantoran, pasar, yang selama ini berlangsung hendaknya segera dihentikan. Harus dicarikan lahan lain yang tidak mengganggu lahan pertanian produktif namun juga tidak mengurangi kemanfaatannya.

5. Jika kelak di Sragen mengalami pertumbuhan investasi yang pesat agar tetap dijaga agar tidak sampai membuat laju konversi lahan pertanian ke nonpertanian mengalami kenaikan. Agar produktivitas pangan, terutama padi, tetap terjaga sehingga predikat sragen sebagai lumbung padinya Jawa Tengah tetap terjaga.