PENGARUH PENGALAMAN AUDITOR, INDEPENDENSI, TEKANAN WAKTU, DAN SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR TERHADAP KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN (FRAUD) (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Yogyakarta dan Semarang)

PENGARUH PENGALAMAN AUDITOR, INDEPENDENSI, TEKANAN
WAKTU, DAN SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR TERHADAP
KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN
(FRAUD)
(Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Yogyakarta dan Semarang)
THE INFLUENCE OF AUDITOR EXPERIENCE, INDEPENDENCY,
TIME PRESSURE, AND AUDITOR PROFESSIONAL SCEPTICISM ON
FRAUD DETECTION ABILITY OF AUDITOR
(Emipirical Study on Accounting Public Office in Yogyakarta and Semarang)

Oleh :
ISTI FATIMAH
20130420203

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016

PENGARUH PENGALAMAN AUDITOR, INDEPENDENSI, TEKANAN
WAKTU, DAN SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR TERHADAP
KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN

(FRAUD)
(Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Yogyakarta dan Semarang)
THE INFLUENCE OF AUDITOR EXPERIENCE, INDEPENDENCY,
TIME PRESSURE, AND AUDITOR PROFESSIONAL SCEPTICISM ON
FRAUD DETECTION ABILITY OF AUDITOR
(Emipirical Study on Accounting Public Office in Yogyakarta and Semarang)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh :
ISTI FATIMAH
20130420203

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016

PERNYATAAN


Dengan ini saya,
Nama

: Isti Fatimah

Nomor Mahasiswa

: 20130420203

Menyatakan

bahwa

skripsi

ini

dengan


judul

:

“PENGARUH

PENGALAMAN AUDITOR, INDEPENDENSI, TEKANAN WAKTU, DAN
SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR TERHADAP KEMAMPUAN
AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN (FRAUD) (Studi Empiris
pada Kantor Akuntan Publik di Yogyakarta dan Semarang)” tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah
ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka
saya bersedia karya tersebut dibatalkan.
Yogyakarta, 16 Desember 2016

Isti Fatimah


iv

Motto

“Orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja karena terinspirasi, namun
mereka menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja. Mereka tidak menyianyiakan waktu untuk menunggu inspirasi”.
(Ernest Newman)

“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu maka Allah akan memudahkan
padanya jalan menuju ke surga.”
(H.R. Muslim)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan Rahmat Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji syukur
kepada-Mu atas segala nikmat dan karunia yang telah memberikan kekuatan,
kesehatan, kesabaran, dan kemudahan untukku dalam menyelesaikan skripsi ini. Aku
persembahkan karya sederhana ini kepada orang-orang terkasih di kehidupanku.
Kedua orang tuaku (Bp. Tumadi dan Ibu Sartini), adikku (Muhammad Syafi’i)

dan keluarga besar, terima kasih selama ini selalu mensupport baik moril maupun
materil, dan banyak kuucapkan terima kasih pada kalian atas segala doa yang telah
kalian panjatkan demi kelancaran skripsi ini.
Kepada sahabatku SULBI (Intan, Reni, Pungki, Izza, Tika) yang selalu ada dan
memberiku support, terima kasih sudah menjadi teman, sahabat dan saudara yang baik
selama lebih dari tiga tahun ini. Terima kasih juga untuk tomket-tomketku (Putri, Intan,
Maulin, Wiga, Atri), maafkan aku sering merepotkan kalian.
Kepada teman-teman KKN 20 ceria, meskipun kita hanya satu bulan hidup
bersama tapi kalian telah memberi memori yang serasa paket komplit.
Kepada rekan kerja PT. Aseli Dagadu Djokdja : Garda Depan 55, tim Oblong
Training, tim Supervisor, tim Kasir, tim Marketing dan keluarga besar PT ADD, terima
kasih untuk pengalaman 8 bulan yang luar biasa hebat bersama orang-orang yang
hebat.
Dan skripsi ini ku persembahkan untuk Almamaterku tercinta 
vi

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, kelancaran,
rahmat, dan hidayah-Nya dalam penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh
Pengalaman Auditor, Independensi, Tekanan Waktu, dan Skeptisisme

Profesional Auditor Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi
Kecurangan (Fraud)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya serta tetap
menuntun peneliti dijalan yang benar sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Kedua orang tua dan keluarga besar yang selalu memberikan dukungan baik
moril maupun materil kepada penulis.
3. Bapak Rudy Suryanto, S.E., M.Acc., Akt., CA selaku DPS yang telah sabar
membimbing penulis.
4. Ibu Dr. Ietje Nazaruddin, M.Si., Akt., selaku Kepala Program Studi Akuntansi
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
5. Bapak Dr. Nano Prawoto, S.E., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

ix

6. Ibu Caesar Marga Putri SE., M.sc., selaku Dosen Pembimbing Akademik
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta.
7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan ilmu dan
pengetahuan kepada penulis selama dibangku perkuliahan.
8. Saudara, sahabat, teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan doa,
dukungan dan bantuan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan studi tepat
waktu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu kritik dan saran sangat peneliti harapkan.
Semoga penelitian ini dapat berguna bagi semuanya, dan juga teman-teman yang ingin
melakukan penelitian berikutnya khususnya untuk Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta, 16 Desember 2016

Penulis

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................

i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ....................................

ii

HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................................

iii

HALAMAN PERNYATAAN ..............................................................................

iv

HALAMAN MOTO ............................................................................................

v


HALAMAN PERSEMBAHAN ..........................................................................

vi

INTISARI .............................................................................................................

vii

ABSTRACT ..........................................................................................................

viii

KATA PENGANTAR .........................................................................................

ix

DAFTAR ISI .........................................................................................................

xi


DAFTAR TABEL ................................................................................................

xv

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................

xvii

BAB 1

PENDAHULUAN .........................................................................

1

A. Latar Belakang Penelitian ........................................................

1

B. Batasan Masalah ......................................................................


10

C. Rumusan Masalah ....................................................................

10

D. Tujuan Penelitian .....................................................................

11

xi

BAB II

E. Manfaat Penelitian ...................................................................

11

TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................

13

A. Landasan Teori ........................................................................

13

1. Teori Agensi (Agency Theory) .........................................

13

2. Kecurangan (Fraud) .........................................................

14

3. Fraud Triangle .................................................................

17

4. Mendeteksi Kecurangan ...................................................

19

5. Pengalaman Auditor .........................................................

23

6. Independensi .....................................................................

26

7. Tekanan Waktu (Time Pressure) ......................................

28

8. Skeptisisme Profesional Auditor ......................................

31

B. Penelitian Terdahulu ................................................................

34

C. Penurunan Hipotesis ................................................................

39

1. Pengaruh Pengalaman Auditor Terhadap Kemampuan
Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan (Fraud) .............

39

2. Pengaruh Independensi Terhadap Kemampuan Auditor
dalam Mendeteksi Kecurangan (Fraud) ...........................

40

3. Pengaruh Tekanan Waktu Terhadap Kemampuan Auditor
dalam Mendeteksi Kecurangan (Fraud) ...........................
4. Pengaruh Skeptisisme Profesional Auditor Terhadap
Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan

xii

43

BAB III

BAB IV

(Fraud) .............................................................................

44

D. Model penelitian ......................................................................

46

METODE PENELITIAN .............................................................

47

A. Subjek Penelitian .....................................................................

47

B. Jenis Data .................................................................................

47

C. Teknik Pengambilan Sampel ...................................................

47

D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................

48

E. Definisi Operasional Variabel .................................................

48

1. Variabel Dependen ...........................................................

49

2. Variabel Independen .........................................................

50

F. Teknik Analisis dan Pengujian Hipotesis ................................

59

1. Analisis Deskriptif ............................................................

59

2. Uji Kualitas Data ..............................................................

59

3. Uji Asumsi Klasik ............................................................

60

4. Uji Hipotesis .....................................................................

60

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................

63

A. Deskripsi Data .........................................................................

63

B. Karakteristik Responden ..........................................................

65

C. Hasil dan Analisis Data ...........................................................

68

1. Uji Statistik Deskriptif ......................................................

68

2. Uji Kualitas Data ..............................................................

69

xiii

BAB V

3. Uji Asumsi Klasik ............................................................

73

4. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ..........................

77

5. Uji Hipotesis .....................................................................

78

D. Pembahasan ..............................................................................

82

SIMPULAN KETERBATASAN DAN SARAN .........................

89

A. Simpulan ..................................................................................

89

B. Keterbatasan Penelitian ...........................................................

89

C. Saran ........................................................................................

90

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiv

DAFTAR TABEL
2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu ....................................................................

36

3.1. Operasional Variabel ..................................................................................

54

4.1. Sampel Penelitian .......................................................................................

64

4.2. Penyebaran Kuisioner .................................................................................

65

4.3. Karakteristik Responden .............................................................................

66

4.4. Statistik Deskriptif ......................................................................................

68

4.5. Hasil Uji Validitas Pengalaman Auditor ....................................................

69

4.6. Hasil Uji Validitas Independensi ................................................................

70

4.7. Hasil Uji Validitas Tekanan Waktu ............................................................

70

4.8. Hasil Uji Validitas Skeptisisme Profesional Auditor .................................

71

4.9. Hasil Uji Validitas Kemampuan Mendeteksi Kecurangan (Fraud) ...........

71

4.10. Hasil Uji Reliabilitas ...................................................................................

72

4.11. Hasil Uji Normalitas ...................................................................................

74

4.12. Hasil Uji Multikolinearitas .........................................................................

75

4.13. Hasil Uji Heteroskedastisitas ......................................................................

76

4.14. Hasil Uji F ..................................................................................................

79

xv

4.15. Hasil Uji t ....................................................................................................

80

4.16. Hasil Uji Koefisien Determinasi .................................................................

82

xvi

DAFTAR GAMBAR
2.1. Fraud Triangle ...........................................................................................

17

2.2. Model Penelitian .........................................................................................

46

xvii

ABSTRACT

This research was aimed at identifying the influence of auditor experience,
independency, time pressure, and auditor professional skepticism on fraud detection
ability of auditor. The subject in this research that the auditor who works in Public
Accounting Office in Yogyakarta and Semarang. In this research, sample of 55
respondents were selected using convenience sampling method. A sixty questionnaires
administered then 55 questionnaires were return and could be examined using the
multiple linear regression model. Analysis tool used in this research is the SPSS 22.
The result of the research in experience auditor, independency, and auditor
professional skepticism affected positively significantly fraud detection ability of
auditor. The time pressure affected negative significantly fraud detection ability of
auditor.
Key Word : Experience Auditor, Independency, Time Pressure, Auditor Professional
Skepticism, Fraud Detection Ability Of Auditor.

viii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Semakin berkembangnya perusahaan-perusahaan go public membuat
profesi akuntan publik sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis untuk memberikan
pelayanan jasanya dalam memeriksa laporan keuangan yang telah disajikan oleh
perusahaan. Auditor eksternal berperan untuk memberikan keyakinan yang
memadai dan membuktikan kewajaran laporan keuangan yang dibutuhkan oleh
para pemakai laporan keuangan maupun perusahaan untuk pengambilan
keputusan. Dalam hal ini, auditor harus memastikan bahwa laporan keuangan
tersebut bebas dari segala bentuk salah saji materil.
Srikandi (2015) menyatakan bahwa salah saji dapat disebabkan karena
kekeliruan (error) atau kecurangan (fraud). Pada dasarnya kecurangan dan
kekeliruan memiliki makna yang berbeda tergantung dari tindakan yang
mendasarinya. Kecurangan dilakukan dengan unsur kesengajaan dengan tujuan
untuk menyesatkan pihak lain. Sedangkan kekeliruan terjadi jika tindakan tersebut
dilakukan karena adanya unsur ketidaksengajaan.
Disamping banyaknya perusahaan yang telah go public, dewasa ini muncul
berbagai kasus kecurangan dengan jenis dan cara yang semakin berkembang.
Dalam pelaksanaan kegiatan auditnya, kemungkinan auditor akan dihadapkan
dengan berbagai kasus kecurangan seperti kasus-kasus korupsi yang saat ini
1

2

tengah merebak di Indonesia (Simanjuntak, 2015). Selain itu, tingginya intensitas
kasus kecurangan yang belum terselesaikan dan menemukan titik terang termasuk
kasus-kasus yang menyangkut diri auditor membuat profesi akuntan publik
menjadi sorotan publik. Masyarakat mulai mempertanyakan kemampuan dan
kinerja auditor dalam mendeteksi serta mengungkapkan kasus kecurangan.
Praktik manipulasi akuntansi yang menyangkut profesi akuntan publik mulai
menjadi perhatian publik berawal dari terbongkarnya skandal akuntansi Enron dan
WorldCom pada tahun 2001 dan 2002 yang mengakibatkan profesi akuntan publik
kehilangan kepercayaan dari masyarakat dunia usaha. Kasus tersebut memberi
bukti terkait kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan, dan memberikan
kesadaran bahwa secanggih apapun penyusunan standar auditing maupun standar
akuntansi yang sudah ada ternyata belum cukup mampu mencegah terjadinya
kecurangan dalam pelaporan keuangan (Sarwoko, 2014). Dalam kasus Enron
auditor eksternal memiliki peran ganda yakni sebagai auditor dan jasa konsultan.
Selain itu, auditor yang bertanggung jawab atas audit laporan keuangan
perusahaan tersebut justru mendukung praktik bisnis tidak sehat yang dijalankan
oleh perusahaan. Dampak kasus ini yaitu munculnya standar baru audit ISA
(International Standard on Auditing) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
bukti audit serta kualitas hasil audit melalui peningkatan individu auditor.
Di Indonesia, banyak terjadi kasus-kasus manipulasi akuntansi. Seperti pada
kasus PT Kimia Farma yang melakukan mark up dan kasus Bank Lippo terkait
laporan keuangan ganda. Dalam kasus tersebut, kesalahan auditor yakni terlambat

3

menyadari dan melaporkan adanya ketidakberesan dalam laporan keuangan yang
dimiliki perusahaan meskipun auditor telah menerapkan prosedur yang ada
(Nasution, 2012). Kasus yang terjadi pada PT Telkom dimana United States
Securities and Exchange Commision (pemegang otoritas saham terbesar pasar
modal di Amerika Serikat) tidak mengakui atas laporan keuangan PT Telkom yang
diaudit oleh KAP Eddy Pianto dan rekan-rekan. Sehingga pihak PT Telkom
diharuskan untuk melakukan pengauditan kembali atas laporan keuangannya.
Kasus manipulasi lainnya seperti yang dilakukan oleh Batavia Air yang
akhirnya memilih dipailitkan agar lolos dari tuntutan membayar hutang yang jatuh
tempo. Tuankotta (2013) mengungkapkan bahwa Dudi Sudibyo mencurigai laba
yang dilaporkan Batavia Air dalam laporan keuangan tahun 2011. Hal ini
disebabkan karena pada tahun 2010 Batavia Air tengah dalam kondisi yang tidak
bagus.
Survei Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) di tahun 2010
mengungkapkan bahwa internal audit hanya mampu mendeteksi kecurangan
sebanyak 13,7% kasus. Sedangkan auditor eksternal hanya mampu mendeteksi
4,2% dari total kasus kecurangan yang dilaporkan. Laporan ACFE (2014)
menunjukkan bahwa ada sebanyak 1,483 kasus fraud yang terjadi di lebih dari 100
negara. Jika dilihat dari geographic region di Asia-Pasifik, Indonesia
menyumbang kasus terbanyak yaitu sebanyak 19 kasus.
Kasus-kasus tersebut merupakan kasus yang melibatkan auditor eksternal
dan praktik manipulasi yang dilakukan oleh manajemen. Sebagai pihak yang

4

independen, auditor perlu untuk meningkatkan kemampuan yang dimilikinya
dalam mendeteksi kecurangan dan terus mengikuti berbagai perkembangan dalam
dunia bisnis dan profesinya, yaitu dengan cara melakukan pemahaman serta
penerapan ketentuan baru yang termuat dalam prinsip akuntansi dan standar
auditing.
Kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan akan berdampak pada
pemberian opini hasil audit. Untuk meningkatkan kemampuannya, maka auditor
harus mengetahui serta memahami kecurangan baik dari jenisnya, karakteristik
kecurangan maupun cara mendeteksinya (Simanjuntak, 2015). Auditor juga perlu
untuk melihat tanda ataupun sinyal dari suatu tindakan atau kondisi yang dirasa
tidak wajar atau tidak normal. Cara tersebut dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya kecurangan yang membutuhkan tindak pemeriksaan lebih lanjut.
Namun yang menjadi permasalahannya, auditor mempunyai keterbatasan
dalam kemampuannya mendeteksi kecurangan yang akan berakibat pada
kegagalan audit (Anggriawan, 2014). Keterbatasan ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti pengalaman auditor, independensi, tekanan waktu (time
pressure) yang disebabkan karena situasi yang diterima auditor di lingkungan
kerja, ataupun kurangnya sikap skeptis yang dimiliki auditor.
Permasalahan keterbatasan tersebut menjadi suatu tantangan bagi auditor.
Bahwa tidak semua auditor mampu menemukan kecurangan ataupun pernah
menangani kasus kecurangan dalam proses pemeriksaan auditnya (Anggriawan,
2014). Sehingga auditor tidak banyak memiliki pengalaman terkait kecurangan.

5

Minimnya pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki auditor tersebut, akan
mempersulit dalam proses pendeteksian maupun menemukan salah saji baik
karena kekeliruan (error) atau kecurangan (fraud).
Adnyani dkk (2014) mengungkapkan bahwa pengalaman auditor
berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan pendeteksian kecurangan dan
kekeliruan laporan keuangan. Sementara Anggriawan (2014) menyatakan bahwa
auditor yang memiliki tingkat jam kerja yang tinggi akan menemui banyak kasus
atau masalah-masalah yang dapat memperdalam pengetahuan dan keahliannya.
Seringnya auditor melakukan pemeriksaan membuat kemampuan auditor dalam
mendeteksi adanya kesalahan yang tidak wajar akan semakin tinggi. Pengalaman
akan memudahkan auditor dalam menemukan, mendeteksi dan mencari sebab dari
adanya kecurangan-kecurangan yang ada, serta dapat meningkatkan tingkat
kepekaannya terhadap munculnya gejala-gejala ketidakwajaran pelaporan
keuangan. Dengan demikian, pengalaman merupakan unsur penting yang dapat
berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.
Independensi diatur dalam Standar Akuntansi seksi 220 dalam SPAP tahun
2001 yang menyatakan bahwa :
“Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam
sikap mental harus dipertahankan oleh auditor”.
Berdasarkan standar tersebut seorang auditor tidak dibenarkan untuk
memihak kepentingan siapapun, yang artinya dalam memberikan opini atau
pendapatnya dan bebas dari pengaruh dan kendali orang lain. Simanjuntak (2015)

6

menyatakan bahwa keberanian atas tindakan auditor untuk mengungkapkan
adanya kesalahan dan temuan kecurangan bergantung pada independensi yang
dimilikinya.
Independensi berpengaruh terhadap keyakinan laporan keuangan audit
perusahaan, apakah laporan keuangan tersebut disajikan secara benar dan jujur.
Permasalahan yang sering dihadapi oleh auditor yaitu auditor sering kali
dihadapkan pada keadaan yang membuat auditor sulit untuk mempertahankan
independensinya. Adnyani dkk (2014) menunjukkan bahwa kondisi tersebut dapat
disebabkan karena adanya faktor hubungan auditor dengan klien maupun
persaingan antar KAP.
Auditor selain mempertahankan independensinya, juga diharuskan untuk
menghindari suatu keadaan atau kondisi yang menyebabkan pandangan negatif
bagi publik seperti meragukan independensinya (Mulyadi, 2002). Keadaan atau
dilema

yang

banyak

dihadapi

oleh

auditor

dalam

mempertahankan

independensinya yaitu lepasnya klien atau besarnya fee audit yang diberikan oleh
klien. Penekanan sikap independensi pada auditor dilakukan untuk tujuan menjaga
tingkat profesionalisme auditor dalam melaksanakan audit (Fuad, 2015). Seorang
auditor yang dapat mempertahankan sikap independensinya akan mampu
menghasilkan output auditing yang berkualitas.
Dalam kondisi tertentu kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan
dapat menurun. Adanya tekanan waktu (time pressure) yang diterima auditor dapat
menjadi faktor penyebab kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

7

Tenggat waktu yang ditentukan dalam penyelesaian audit membuat auditor
memiliki masa sibuk yang akan berakibat pada buruknya kualitas hasil audit.
Braun (2000) menunjukkan bahwa auditor yang bekerja di bawah tekanan waktu
cenderung kurang sensitif terhadap gejala atau sinyal (red flags) kecurangan,
sehingga kemampuan untuk dapat mendeteksi kecurangan sangat rendah.
Penelitian Anggriawan (2014) juga menyimpulkan bahwa tekanan waktu akan
memperburuk kualitas hasil audit dan kemungkinan auditor gagal dalam
mendeteksi kecurangan.
Tekanan waktu yang diterima auditor akan menurunkan tingkat ketelitiannya
dalam menyelesaikan kegiatan audit. Ketika waktu yang diestimasikan auditor
tidak sesuai dengan waktu yang dibutuhkan sebenarnya, auditor akan
mengabaikan hal-hal kecil sehingga waktu yang diperkirakan sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan sebenarnya. Hal ini akan menurunkan tingkat kepercayaan atas
laporan keuangan yang telah diaudit. Bahkan kemungkinan besar dapat
memberikan celah terjadinya kecurangan yang tidak terdeteksi akibat menurunnya
tingkat ketelitian auditor. Auditor juga cenderung akan memprioritaskan beberapa
tugas

tertentu

dibandingkan

tugas

lainnya

(Braun,

2000).

Sehingga

memungkinkan auditor akan kehilangan beberapa bukti audit yang dapat
berpengaruh pada hasil pemeriksaannya.
Berkaitan dengan bukti audit, seorang auditor harus memiliki sikap
skeptisisme professional yang tinggi. Skeptisisme profesional auditor merupakan
suatu sikap yang meliputi pikiran yang selalu mempertanyakan dan mengevaluasi

8

terhadap bukti-bukti audit secara krisis (IAI, 2001). Penelitian Beasley et al (2001)
yang didasarkan pada AAERs (Accounting and Auditing Releases) menyatakan
bahwa rendahnya sikap skeptisisme profesional yang dimiliki auditor menjadi
salah satu penyebab kegagalan mendeteksi kecurangan. Sikap skeptis ini akan
berpengaruh terhadap pemberian opini auditor dalam menilai kewajaran suatu
laporan keuangan. Auditor menggunakan sikap skeptisisme porofesionalnya untuk
menentukan tingkat kebenaran dan keakuratan bukti audit ataupun informasi yang
diperoleh dari manajemen
Noviyanti (2008) yang menyatakan bahwa salah satu penyebab kegagalan
auditor dalam mendeteksi kecurangan yaitu karena rendahnya skeptisisme
profesional yang dimiliki auditor. Auditor akan dengan mudah percaya atas
informasi yang diberikan klien tanpa adanya bukti pendukung yang memperkuat
asersi manajemen. Auditor yang memiliki sikap skeptis yang tinggi akan mampu
memutuskan sejauh mana tingkat keyakinan serta keakuratan dari bukti-bukti audit
dan informasi manajemen. Tanpa sikap skeptis, auditor akan gagal dalam
mendeteksi salah saji akibat kecurangan. Karena pada dasarnya kecurangan
merupakan tindakan yang sengaja disembunyikan oleh manajemen dan pada
umumnya dilakukan oleh pihak perusahaan yang dipercayai oleh seluruh anggota
perusahaan.
Dalam melaksanakan kegiatan auditnya, auditor selain mengikuti standar
ataupun prosedur audit juga perlu menerapkan sikap skeptisisme profesional untuk
mengetahui kemungkinan adanya indikasi salah saji yang disebabkan oleh

9

tindakan kecurangan (Srikandi, 2015 dan Tuanakotta, 2013). Seperti pada kasus
PT Kimia Farma, auditor gagal dalam mendeteksi adanya manipulasi akuntansi
dalam laporan keuangan perusahaan meskipun auditor menerapkan prosedur audit
yang berlaku (Bapepam, 2002).
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Anggriawan (2014)
yang menguji tentang pengaruh pegalaman kerja, skeptisisme profesional dan
tekanan waktu terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.
Peneliti menambahkan satu variabel independen yaitu independensi yang diambil
dari penelitian Fuad (2015) yang berjudul pengaruh independensi, kompetensi, dan
prosedur audit terhadap tanggung jawab dalam pendeteksian fraud serta
menambahkan sampel penelitian yaitu auditor eksternal yang bekerja di Kantor
Akuntan Publik Semarang.
Seperti penjelasan di atas, bahwa kecurangan yang terjadi menimbulkan
kerugian bagi berbagai pihak. Sehingga perlu peningkatan kemampuan auditor
dalam mendeteksi yaitu dapat dilakukan dengan meningkatkan pengalaman
auditor, independensi, dan skeptisisme profesional auditor serta peningkatan
kemampuan auditor dalam menggunakan dan memanfaatkan tenggat waktu untuk
penyelesaian audit.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Pengaruh Pengalaman Auditor, Independensi,
Tekanan waktu dan Skeptisisme Profesional Auditor Terhadap Kemampuan
Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan (Fraud)”

10

B. Batasan Masalah
Berdasarkan penjelasan dan latar belakang masalah yang telah dibahas
sebelumnya, peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Kemampuan auditor
dalam mendeteksi kecurangan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, namun
peneliti hanya membatasi pada faktor pengalaman auditor, independensi, tekanan
waktu dan skeptisisme profesional auditor. Faktor tersebut dipilih karena masih
banyak ditemui kasus-kasus kecurangan yang menyangkut kegagalan auditor
dalam mendeteksi kecurangan. Penelitian ini dilaksanakan pada auditor yang
bekerja pada Kantor Akuntan Publik di Yogyakarta dan Semarang.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah pengalaman auditor berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor
dalam mendeteksi kecurangan (fraud) ?
2. Apakah independensi berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan (fraud) ?
3. Apakah tekanan waktu berpengaruh negatif terhadap kemampuan auditor
dalam mendeteksi (fraud) ?
4. Apakah skeptisisme profesional auditor berpengaruh positif terhadap
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud) ?

11

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah :
1. Pengalaman auditor berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan (fraud)
2. Independensi berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan (fraud)
3. Tekanan waktu berpengaruh negatif terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan (fraud)
4. Skeptisisme profesional auditor berpengaruh positif terhadap kemampuan
auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud)
E. Manfaat Penelitian
Bagi Kantor Akuntan Publik, penelitian ini diharapkan dapat membantu
dalam menentukan dan mengambil suatu tindakan yang harus dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan dan sensitivitas auditor dalam mendeteksi kecurangan
(fraud). Segala bentuk kecurangan yang tersaji dalam laporan keuangan harus
dapat dideteksi oleh auditor karena akan berpengaruh terhadap pemberian opini
hasil audit.
Bagi auditor, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk
dapat mempertahankan sikap independensi, meningkatkan pengalaman dan sikap
skeptisisme profesionalnya serta dapat memanfaatkan waktu yang telah ditetapkan
dengan sebaik mungkin.

12

Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan
dan tambahan wawasan bagi penelitian selanjutnya mengenai pengaruh
pengalaman auditor, independensi, tekanan waktu, dan skeptisisme professional
auditor terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud). Serta
dapat digunakan untuk menerapkan berbagai teori yang telah diperoleh di
perkuliahan dengan keadaan dan fakta di lapangan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Agensi (Agency Theory)
Menurut Hartadi (2012), teori agensi menghubungkan permasalahan
konflik kepentingan yang muncul dari adanya hubungan kontraktual dari
pihak principal dan agent yang mana kedua pihak tersebut memiliki
informasi yang berbeda. Sehingga perbedaan informasi ini menimbulkan
asimetri informasi yang akan menyebabkan perbedaan kepentingan.
Teori ini menyebutkan adanya hubungan antara principal (pemilik)
dan agent (manajemen). Dalam hal ini principal dapat dikatakan sebagai
pemilik perusahaan atau investor yang memberikan tugas dan tanggung
jawab untuk menjalankan operasional perusahaan kepada agent. Agent
adalah pihak-pihak atau para manajer yang diberikan tanggung jawab oleh
principal untuk menjalankan kegiatan perusahaan dengan tujuan
memperoleh laba.
Konflik kepentingan antara agent dan principal bermula ketika
principal memiliki perjanjian untuk memberikan kompensasi tinggi
kepada agent jika perusahaan memperoleh laba yang tinggi (Hanifa,
2015). Sedangkan agent memiliki perjanjian kepada princal untuk
menjalankan kewajibannya terhadap jalannya kegiatan operasional
perusahaan. Semakin tinggi tingkat laba yang dihasilkan, harga saham

13

14

perusahaan tersebut juga akan semakin tinggi serta akan semakin bagus
citra perusahaan di mata masyarakat. Dengan demikian permasalahan
utama antara principal dan agent yaitu tingkat pemerolehan laba.
Pada kenyataannya hal ini memunculkan permasalahan atau
benturan kepentingan yang mana para agent memiliki keinginan untuk
memperoleh kompensasi yang maksimal atas hasil kerjanya sedangkan
para prinsipal atau pemegang saham memiliki keinginan berupa return
atau tingkat pengembalian yang tinggi atas investasinya pada perusahan
tersebut (Rahmanti, 2013). Sehingga adanya benturan kepentingan ini
memunculkan adanya konflik kepentingan. Dalam hal ini agent lebih
banyak memiliki informasi terkait kondisi dan prospek masa depan
perusahaan dibandingkan informasi yang dimiliki principal. Keadaan ini
akan memicu adanya asimetri informasi diantara principal dan agent.
Timbulnya keinginan untuk memperoleh kompensasi yang tinggi,
memunculkan

kecenderungan bagi agent untuk bersikap oportunis

dengan menghalalkan segala cara agar perusahaan memiliki tingkat laba
yang tinggi. Motivasi untuk memperoleh kompensasi ini akan
menyebabkan agent melakukan tindakan manipulasi atau melakukan
kecurangan pada laporan keuangannya.
2. Kecurangan (Fraud)
Fraud dapat diartikan sebagai penyimpangan, demikian pula
dengan error (kesalahan) dan irregularities (ketidakberesan dalam
masalah financial) diartikan sebagai kekeliruan dan ketidakberesan

15

(Rozmita, 2013). Sedangkan IAI (2009 : 316. 2 & 3) mendefinisikan
kekeliruan (error) sebagai salah saji atau misstatement atau hilangnya
jumlah yang terdapat dalam laporan keuangan yang dilakukan secara
tidak disengaja. Ketidakberesan (irregularities) dilakukan secara sengaja
dengan tujuan untuk memberikan informasi yang menyesatkan dalam
laporan

keuangan

yang

disebut

kecurangan

manajemen

atau

penyalahgunaan aktiva (penggelapan).
Definisi kecurangan (fraud) menurut Tuanakotta (2013) adalah
sebagai berikut :
“Any illegal acts characterized by deceit, concealment or violation
of trust. These acts are not dependent upon the application of threats
of violence or physical force. Frauds are perpetrated by individuals,
and organization to obtain money, property, or services; to avoid
payment or loss of services; or to secure personal or business
advantage.”
Tuanakotta (2013) mendefinisikan kecurangan (fraud) sebagai
suatu tindakan melawan hukum yang memiliki unsur kesengajaan,
penipuan, niat jahat, menyembunyikan dan penyalahgunaan kepercayaan.
Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
perbedaan kecurangan dan kekeliruan terletak pada tindakan yang
mendasarinya yang berakibat pada terjadinya salah saji laporan
keuangan, yaitu terkait apakah tindakan yang tersebut merupakan
tindakan yang dilakukan secara sengaja atau tidak disengaja. Fraud atau
kecurangan dilakukan dengan unsur kesengajaan untuk tujuan memenuhi
kepentingan pribadi dengan menimbulkan kerugian bagi pihak lain.

16

Sedangkan error (kesalahan) diartikan sebagai tindakan yang dilakukan
karena adanya unsur ketidaksengaan dan tidak ada motivasi untuk
menimbulkan kerugiann terhadap pihak lain.
Association of Certified Fraud Examiner (ACFE) mengklasifikasikan kecurangan (fraud) menjadi tiga macam (ACFE, 2005) :
a. Korupsi (Coruption)
Korupsi dapat dikelompokkan menjadi empat macam yaitu suap
(bribery), pertentangan kepentingan (conflict of interest), pemerasan
ekonomi (economic extortion), dan pemberian ilegal (illegal gratuity).
b. Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation)
Penyalahgunaan asset (asset misappropriation) terbagi menjadi
dua kategori, yaitu penyalahgunaan kas yang dapat dilakukan dengan
skimming, larceny atau fraudulent disbursements, dan penyalahgunaan
non kas yang dapat dilakukan dengan penyalahgunaan (misuse) atau
pencurian (larceny) terhadap persediaan dan aset-aset lainnya.
c. Laporan keuangan yang dimanipulasi (Fraudulent Statements)
Laporan keuangan yang dimanipulasi dapat dilakukan dalam hal
financial maupun non-financial. Pada bagian financial, laporan
keuangan

yang

dimanipulasi

dapat

dilakukan

yaitu

dengan

asset/revenue understatement dan asset /revenue overstatement.
Employment credentials dilakukan pada manipulasi non-financial.
Kecurangan dalam laporan keuangan dapat dilakukan dengan berbagai
cara misalnya : mencatat pendapatan fiktif (fictitious revenues),

17

mencatat pendapatan / beban dalam periode yang tidak sesuai atau
tidak tepat, menyembunyikan kewajiban dan beban agar perusahaan
seolah-olah

terlihat

untung

atau

dapat

dilakukan

dengan

menghilangkan informasi salah yang terdapat dalam laporan keuangan
secara disengaja.
3. Fraud Triangel
Fuad (2015) menyebutkan bahwa ada tiga hal yang melatarbelakangi seseorang melakukan tindakan kecurangan (fraud), diantaranya
yaitu tekanan (pressure), kesempatan (opportunity) dan pembenaran atas
tindakan (rationalization). Ke tiga hal tersebut dikenal dengan fraud
triangle.
Kesempatan

Fraud
Triangle
Tekanan

Rasionalisasi

Gambar 2.1. Fraud Triangle
Menurut Sukirman (2013) unsur tekanan (pressure) dapat berupa
tekanan finansial dan non finansial. Tekanan finansial muncul ketika
seseorang

memiliki

keinginan

untuk

mempunyai

gaya

hidup

berkecukupan atau memuaskan diri secara materi. Sedangkan faktor non
finansial dapat mendorong seseorang untuk berbuat kecurangan (fraud)

18

seperti sifat seseorang yang serakah atau tindakan yang ingin
menyembunyikan suatu kinerja yang buruk.

Elemen ke dua dalam fraud triangle yaitu kesempatan yang
diakibatkan karena seseorang yang mempercayai bahwa tindakan yang
mereka lakukan tidak terdeteksi oleh orang lain. Peluang tersebut dapat
terjadi ketika sistem pengendalian suatu organisasi yang lemah,
kurangnya pengawasan dari manajemen maupun prosedur yang tidak
memadai yang dapat menciptakan peluang atau kesempatan bagi
seseorang untuk melakukan kecurangan (fraud).

Sedangkan unsur rasionalitas merupakan suatu pembenaran yang
dilakukan oleh para pelaku dengan cara mencari berbagai alasan rasional
atas tindakan yang telah dilakukannya. Dalam hal ini, pelaku sudah
mempertimbangkan secara matang atas tindakannya. Misalkan seorang
manajer yang ingin melakukan kecurangan, ia akan membuat sutu politik
tertentu untuk menguntungkan pribadi atau kelompoknya. Rendahnya
etika yang dimiliki pihak manajemen juga dapat mendukung pembenaran
pribadi atas tindakan kecurangan yang telah dilakukan. Pihak manajemen
justru memanfaatkan standar akuntansi yang memberikan berbagai
pilihan

alternatif,

untuk

menjustifikasi

tindakan

melakukan rekayasa akuntansi laporan keuangan.

mereka

dalam

19

4. Mendeteksi Kecurangan (Fraud)
Menurut Sucipto (2007) kemampuan auditor dalam mendeteksi
kecurangan (fraud) merupakan kualitas yang dimiliki oleh seorang
auditor dalam menjelaskan adanya ketidakwajaran suatu laporan
keuangan yang telah disajikan oleh perusahaan, disertai dengan
pengidentifikasian serta pembuktian atas kecurangan (fraud) yang
terkandung dalam laporan keuangan tersebut.

Mendeteksi kecurangan merupakan suatu proses untuk dapat
menemukan atau mengungkapkan tindakan menyimpang yang dilakukan
secara disengaja dan berakibat pada kesalahan saji suatu laporan
keuangan. Tidak semua auditor dapat mendeteksi dan menemukan
kecurangan (fraud). Karena pada umumnya bukti adanya kecurangan
hanya dapat diketahui melalui tanda, gejala atau sinyal dari tindakan
yang diduga menimbulkan adanya kecurangan tersebut.

Petunjuk lainnya untuk menemukan kecurangan (fraud) yaitu
dengan melihat red flags atau kondisi yang berbeda (janggal) dari
keadaan normal (Widiyastuti, 2009). Red flags merupakan petunjuk
adanya sesuatu yang dirasa janggal dan perlu untuk dilakukan penyidikan
lebih lanjut (Sitinjak, 2008). Amrizal (2004) dalam Widiyastuti (2009)
menyebutkan bahwa meskipun red flags tidak selalu menunjukkan
adanya suatu kecurangan, tetapi pada umumnya red flags selalu muncul

20

pada setiap kasus kecurangan, sehingga dapat digunakan sebagai sinyal
atau tanda atas terjadinya kecurangan.

Pendeteksian kecurangan tidak mudah dilakukan oleh setiap
auditor. Koroy (2008) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang
menyebabkan auditor gagal dalam mendeteksi kecurangan (fraud),
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Karakteristik terjadinya kecurangan (fraud)
Kecurangan (fraud) selalu berkaitan dengan penyembunyian bukti
atas kecurangan tersebut yang dapat berupa catatan akuntansi atau
dokumen. Johnson et al (1991) menyatakan bahwa manajer dapat
melakukan tiga cara untuk menipu auditor, yakni :
1) Membuat deskripsi menyesatkan seperti mengatakan bahwa
perusahaan menurut sebagi akibat proses pertumbuhan perusahaan
tersebut.

Hal

ini

menyebabkan

auditor

beranggapan

atau

berekspektasi yang salah sehingga auditor gagal dalam menilai dan
mengenali ketidakkonsistenan yang terjadi.
2) Menciptakan suatu bingkai (frame) terhadap ketidakberesan yang
terjadi sehingga menimbulkan hipotesis

bahwa tidak ada

ketidakberesan atau ketidakwajaran terkait dengan evaluasi atas
ketidakberesan yang terdeteksi.
3) Menyembunyikan ketidakwajaran dengan cara membuat berbagai
manipulasi kecil atas akun-akun tertentu dalam laporan keuangan

21

sehingga membentuk rasionalisasi atas jumlah saldo dalam laporan
keuangan tersebut.
b. Standar pengauditan mengenai pendeteksian kecurangan
Salah satu permasalahan dalam pendeteksian kecurangan yaitu
terkait tidak memadainya standar yang berlaku dalam memberikan
arahan yang tepat. Hal ini terlihat pada perkembangan standar
pengauditan mengenai pendeteksian kecurangan yang terus-menerus
mengalami perubahan. Perbaikan tersebut muncul karena adanya
kenyataan bahwa tanggung jawab dalam pendeteksian kecurangan
pada prakteknya belum dilaksanakan secara efektif.

Terdapat perubahan Statement

on Auditing Standard (SAS)

No.53 menjadi SAS No.82 dan kemudian menjadi SAS No.99.
Perubahan SAS No.53 menjadi SAS No.82 karena memiliki
kelemahan yaitu tidak memberikan perbedaan spesifik antara
kekeliruan dan ketidakberesan. Sehingga SAS No.82 muncul untuk
mengatasi kelemahan SAS No.53. SAS ini menganggap bahwa
auditor memiliki upaya lebih untuk mendeteksi kecurangan yaitu
auditor diharuskan untuk dapat melihat isyarat kecurangan dan
melakukan perencanaan audit atas risiko kecurangan.

Kelemahan standar ini yakni para auditor masih menggunakan
prosedur yang sama sehingga dianggap masih kurang efektif dalam
mendeteksi kecurangan. Kemudian muncul SAS No.99 yang

22

dirancang untuk memperluas prosedur audit berkenaan dengan
kecurangan pada laporan keuangan. SAS ini menekankan bahwa
auditor harus mengesampingkan hubungan masa lalu dan tidak
beranggapan bahwa klien jujur.
c. Lingkungan pekerjaan audit yang mengurangi kualitas audit
Lingkungan
pendeteksian

audit

kecurangan.

dapat

mengurangi

Tekanan-tekanan

kualitas

yang

berasal

dalam
dari

lingkungan pekerjaan dapat berupa tekanan kompetisi atas fee,
tekanan waktu dan relasi hubungan auditor-auditee. Tekanan tersebut
harus dikelola dengan tepat agar tidak berdampak buruk pada kualitas
audit terutama pendeteksian kecurangan.
d. Metode dan prosedur audit yang digunakan tidak efektif dalam
mendeteksi kecurangan
Prosedur dan teknik audit secara tradisional belum memberikan
keyakinan dalam mendeteksi kecurangan. Penelitian Johnson et al
(1991) menunjukkan bahwa fault model lebih efektif mendeteksi
kecurangan dibandingkan dengan functional model.

Fault

model

lebih

memperhatikan

pada

hal-hal

yang

mengandung kesalahan. Model ini diperoleh melalui pengalaman
penemuan adanya kekeliruan atau kecurangan material atas penugasan
yang diterima, atau pengalaman di bidang industri tertentu. Fault
model memfokuskan pada manipulasi yang terjadi, sehingga auditor

23

dapat menerapkan sikap skeptisismenya. Sedangkan functional model
diterapkan pada metode dan prosedur audit tradisional yang
memberikan ekspektasi atas hubungan antar akun-akun, seperti
penjualan dan marjin laba.

Tujuan auditor bukan hanya sebatas untuk menentukan ada atau
tidak terhadap salah saji materil dalam laporan keuangan. Tetapi
tujuan auditor yaitu untuk merencanakan serta melaksanakan kegiatan
audit berdasarkan peraturan yang berlaku untuk memperoleh bukti
audit yang memadai. Sehingga dapat digunakan untuk menilai serta
mengevaluasi apakah laporan keuangan klien (auditee) terbebas dari
segala bentuk salah saji materil tanpa memperdulikan penyebab salah
saji tersebut karena dilakukan secara sengaja atau tidak disengaja.

Kemampuan

auditor

dalam

mendeteksi

fraud

sangat

berpengaruh terhadap reputasi perusahaan maupun reputasi KAP
dimana ia bekerja. Ketidakamampuan auditor mendeteksi fraud akan
menimbulkan citra negatif dari masyarakat terhadap auditor. Sehingga
kepercayaan publik akan berkurang dan independensi auditor akan
dipertayakan.

5. Pengalaman Auditor
Webster’s

Ninth

New

Collegiate

dalam

Sucipto

(2007)

mendefinisikan pengalaman sebagai suatu pengetahuan yang diperoleh
auditor melalui pengamatan atau partisipasi secara langsung dari suatu

24

peristiwa. Asih (2006) menyatakan bahwa pengalaman adalah suatu
proses pembelajaran serta perkembangan potensi dalam tingkah laku
yang diperolehnya melalui pendidikan formal maupun informal.
Pengalaman juga dapat didefinisikan sebagai proses yang telah dijalani
seorang individu yang dapat membawanya pada suatu pola sikap dan
tingkah laku yang lebih baik.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengalaman pada dasarnya merupakan proses yang dijalani individu di
masa lalu pada suatu pekerjaan tertentu yang membuat individu tersebut
lebih memahami pekerjaan dan ketrampilannya secara mendalam.
Auditor yang berpengalaman adalah auditor yang tidak hanya mampu
mendeteksi,

memahami,

tetapi

juga

mampu

mencari

penyebab

kecurangan yang terjadi (Anggriawan, 2014).

Pratiwi dan Indira (2013) menyatakan bahwa pengalaman audit
merupakan pengalaman yang dimiliki auditor dalam melakukan audit
laporan keuangan baik dari segi banyaknya penugasan yang pernah
ditangani maupun lamanya waktu auditor menggeluti profesinya.
Banyaknya pengalaman yang dimiliki auditor, tidak hanya membuat
auditor memiliki kemampuan dalam menemukan error (kekeliruan) atau
fraud (kecurangan) dalam laporan keuangan tetapi juga dapat
memberikan penjelasan terhadap temuannya dibandingkan auditor yang

25

hanya memiliki sedikit pengalaman (Libby dan Frederick, 1990 dalam
Nasution, 2012).

Pengalaman auditor jika dilihat berdasarkan lama waktu bekerja
dihitung berdasarkan suatu waktu atau tahun. Auditor dikatakan
berpengalaman jika ia telah lama bekerja sebagai auditor. Semakin lama
auditor bekerja dalam profesinya, semakin luas pengetahuan yang
dimiliki auditor di bidang akuntansi maupun auditing. Auditor yang
memiliki

banyak

pengalaman

kerja

akan

menghasilkan

output

pemeriksaan yang lebih berkualitas (Sukriah dkk, 2009).

Purnamasari (2005) menyatakan bahwa pengalaman yang tinggi
akan memberikan beberapa keunggulan, seperti : (1) mampu mendeteksi
salah saji atau kesalahan, (2) memahami kesalahan, (3) mencari
penyebab timbulnya kesalahan tersebut. Beberapa kelebihan tersebut
akan membantu dalam pengembangan keahlian. Pengalaman yang
dimiliki oleh auditor akan berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas.
Pengalaman memungkinkan auditor untuk berfikir lebih rinci dan kritis
terhadap permasalahan atau temuan dalam melaksanakan tugas.

Pengetahuan

auditor

dapat

meningkat

bersamaan

dengan

pengalaman yang dialami auditor dalam suatu peristiwa tertentu.
Pengetahuan tersebutakan memperdalam serta memperluas kemampuan
auditor dalam bekerja. Semakin banyak jenis pekerjaan yang dilakukan,

26

semakin luas pengalaman yang dimilikinya serta memungkinkan individu
dalam peningkatan kinerja (Simanjuntak, 2005).

6. Independensi
Independensi

diartikan sebagai sikap mental yang tidak

terpengaruh, tidak bergantung dan tidak dikendalikan pihak lain.
Independensi

juga

berarti

kejujuran

seorang

auditor

ketika

mempertimbangkan fakta dan memberikan opininya (Mulyadi, 2002 :2627). Setyaningrum (2010) menyatakan bahwa independen yaitu akuntan
publik tidak mudah dipengaruhi, tidak memihak kepentingan siapapun
dan jujur kepada manajemen, pemilik perusahaan serta kreditur dan
pihak yang berkepentingan lainnya yang memberikan kepercayaan
kepada akuntan publik.

Dari beberapa definisi di atas disimpulkan bahwa independensi
merupakan sikap mental yang tidak memihak dan bebas dari berbagai
pengaruh dalam melakukan audit laporan keuangan. Independensi bisa
juga diartikan sebagai sikap netral terhadap kepentingan siapapun. Sikap
independensi ini harus dimiliki oleh setiap auditor dalam melaksanakan
tugas audit laporan keuangan.

Mulyadi (2002) membagi independensi ke dalam tiga aspek, yaitu
sebagai berikut :

27

a. Independensi dalam fakta (independence in fact)
Independensi ini berupa sikap jujur yang dimiliki auditor dalam
mempertimbangkan

fakta

yang

ditemuinya

serta

mampu

mempertahankan sikap tidak bias dalam auditnya.
b. Independensi dalam penampilan (perceived independence atau
independence in appearance)
Merupakan tinjauan pihak lain yang mengetahui informasi yang
bersan

Dokumen yang terkait

Pengaruh pemberian sertifikasi qualified internal auditor (QIA) dan pengalaman kerja auditor internal terhadap kemampuan dalam mendeteksi fraud (studi empiris pada Perusahaan di Jakarta)

2 18 132

Pengaruh pengalaman, pelatihan dan skeptisisme profesional auditor terhadap pendektesian kecurangan: studi empiris pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Jakarta

1 8 87

Pengaruh penerapan aturan etika, pengalaman dan skeptisme profesional auditor terhadap pendekteksian kecurangan : studi empiris beberapa kantor akuntan publik di dki jakarta

2 24 126

Pengaruh Pengalaman, Independensi dan Skeptisme Profesional, Auditor terhadap Pendeteksian Kecurangan (Studi Empiris pada KAP di Wilayah Jakarta)

9 46 147

Pengaruh Pengalaman Audit, Independensi Auditor dan Kode Etik terhadap Audit Judgment (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Jakarta Selatan)

2 15 98

PENGARUH PENGALAMAN AUDITOR, ETIKA PROFESI DAN TIPE KEPRIBADIAN TERHADAP SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR DAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN (Studi Empiris pada KAP di Yogyakarta, Solo dan Semarang)

7 48 21

PENGARUH PENGALAMAN AUDITOR, ETIKA PROFESI DAN TIPE KEPRIBADIAN TERHADAP SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR DAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN (Studi Empiris pada KAP di Yogyakarta, Solo dan Semarang)

13 75 159

PENGARUH PENERAPAN KODE ETIK, SKPETISME PROFESIONAL AUDITOR, PENGALAMAN AUDITOR, DAN INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP PENDETEKSIAN KECURANGAN (STUDI EMPIRIS PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI MEDAN).

1 6 30

PENGARUH PENGALAMAN AUDITOR, INDEPENDENSI, TEKANAN WAKTU DAN BEBAN KERJA TERHADAP KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN

0 1 16

PENGARUH SKEPTISME PROFESIONAL DAN INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN (FRAUD) (STUDI EMPIRIS BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN (BPKP) DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA) - UMBY repository

0 0 10