Pengaruh Pengalaman, Independensi dan Skeptisme Profesional, Auditor terhadap Pendeteksian Kecurangan (Studi Empiris pada KAP di Wilayah Jakarta)

(1)

PENGARUH PENGALAMAN, INDEPENDENSI DAN SKEPTISME PROFESIONAL AUDITOR TERHADAP PENDETEKSIAN KECURANGAN

(Studi Empiris pada KAP di Wilayah DKI Jakarta)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Disusun oleh: Muhammad Yusuf Aulia

(206082004000)

JURUSAN AKUNTANSI AUDIT FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

i

PENGARUH PENGALAMAN, INDEPENDENSI DAN SKEPTISME PROFESIONAL AUDITOR TERHADAP PENDETEKSIAN KECURANGAN

(Studi Empiris pada KAP di Wilayah DKI Jakarta) Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Persyaratan Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh

Muhammad Yusuf Aulia NIM. 206082004000

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ahmad Rodoni Reskino, SE, Ak., M.Si NIP. 19690203 200112 1 003 NIP. 19740928 200801 2 004

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

Hari ini Senin, tanggal 3 Juni 2013 telah dilakukan ujian komprehensif atas Mahasiswa:

1. Nama : Muhammad Yusuf Aulia

2. NIM : 206082004000

3. Jurusan : Akuntansi Audit

4. Judul Skripsi : Pengaruh Pengalaman, Independensi Dan Skeptisme Profesional Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan (Studi Empiris pada KAP di Wilayah DKI Jakarta)

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap ujian skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 3 juli 2013

1. Zuhairan Yunmi Yunan,SE,. M.Sc ( )

NIP. 19800416 200912 1 002 Ketua

2. Rini, Dr, SE, Ak., M.Si ( )

NIP.19760315 200501 2 002 Sekretaris

3. Hepi Prayudiawan, SE, Ak., MM ( )


(4)

iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Hari ini Kamis, tanggal 25 Juli 2013 telah dilakukan ujian Skripsi atas Mahasiswa:

1. Nama : Muhammad Yusuf Aulia

2. NIM : 206082004000

3. Jurusan : Akuntansi Audit

4. Judul Skripsi : Pengaruh Pengalaman, Independensi Dan Skeptisme Profesional Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan (Studi Empiris pada KAP di Wilayah DKI Jakarta)

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 25 Juli 2013

1. Leis Suzanawaty, SE, M.Si ( )

NIP. 19720809 200501 2 004 Ketua

2. Hepi Prayudiawan, SE, Ak., MM ( )

NIP. 19720516 200901 1 006 Sekretaris

3. Yessi Fitri, SE., M.Si, Ak ( )

NIP. 19760924 200604 2 002 Penguji Ahli

4. Prof. Dr. Ahmad Rodoni ( )

NIP. 19690203 200112 1 003 Pembimbing I

5. Reskino, SE, Ak., M.Si ( )


(5)

iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Nama Mahasiswa : Muhammad Yusuf Aulia

NIM : 206082004000

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Jurusan : Akuntansi Audit

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri serta bukan merupakan replikasi maupun saduran dari hasil karya atau hasil penelitian orang lain.

Apabila terbukti skripsi ini plagiat atau replikasi, maka skripsi ini dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul dikemudian hari menjadi tanggung jawab saya.

Jakarta, Juli 2013


(6)

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A.Data Pribadi

1. Nama : Muhammad Yusuf Aulia

2. Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 19 September 1988

3. Alamat : Jl. Aren II No. 26 Rt. 012/003, Pondok Betung, Pondok Aren, Tangerang Selatan

4. Agama : Islam

5. Nama Ayah : H. Azroi Suhaimi 6. Nama Ibu : Hj. Siti Djubaidah 7. Nomor Telepon : 081219534007

8. E-mail : [email protected]

B.Data Pendidikan Formal

1. 1992 - 1994 : TK. Nurul Huda Tangerang Selatan

2. 1994 - 2000 : SDN 08 Pondok Betung Tangerang Selatan 3. 2000 - 2003 : SMP Muhammadiyah 35 Cipulir Jakarta Selatan 4. 2003 - 2006 : SMA Yadika 6 Jurang Mangu Timur Tangerang

Selatan

5. 2006 - 2011 : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (Audit).


(7)

vi ABSTRACT

This study has two main objectives. First, to analyze the effect of experience, independence and auditor professional skepticism to fraud detection, second analyzed (experience, independence and auditor professional skepticism) of the most dominant influence on the dependent variable (fraud detection). This study was done at the public accountant office in Jakarta. The sampling method using sampling techniques convinience. To test the hypothesis test used multiple regression. The results showed that experience, independence and auditor professional skepticism have positive significant effect on fraud detection. The results of multiple linear regression was the most dominant variable was auditor professional skepticism.

Keywords: experience, independence, auditor professional skepticism, fraud detection


(8)

vii ABSTRAK

Penelitian ini memiliki dua tujuan utama; yaitu pertama, menganalisis pengaruh pengalaman, independensi dan skeptisme profesional auditor terhadap pendekteksian kecurangan, kedua menganalisis variabel independen (pengalaman, independensi dan skeptisme profesional auditor) yang paling dominan mempengaruhi variabel dependen (pendekteksian kecurangan), Penelitian ini dilakukan pada auditor pada Kantor Akuntan Publik di wilayah Jakarta. Metode pengambilan sampel dengan menggunakan tekhnik convenience sampling. Uji yang digunakan adalah regresi berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengalaman, independensi dan skeptisme profesional auditor berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendeteksian kecurangan. Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda ditemukan bahwa variabel yang paling dominan adalah variabel skeptisme.

Kata kunci: pengalaman, independensi, skeptisme profesional auditor, pendeteksian kecurangan


(9)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat iman, islam dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pengalaman, Independensi Dan Sketisme Profesional Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan”. Shalawat beserta salam semoga terus tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabat. Peneliti sangat bersyukur atas selesainya penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama proses penyusunan skripsi ini peneliti banyak mendapatkan bimbingan, arahan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya serta tetap menuntun peneliti dijalan yang benar sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 2. Ayahanda dan ibunda tercinta yang selalu memberikan limpahan kasih

sayang, perhatian, dan do’a yang tak pernah putus-putusnya untuk penulis, serta adik-ku dan seluruh keluarga yang telah menyemangati, memberikan keceriaan, do’a dan semangat untuk terus berusaha memberikan yang terbaik. 3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, arahan, dan ilmu pengetahuannya kepada peneliti selama penyusunan skripsi hingga akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan. Terima kasih atas segala masukan guna penyelesaian skripsi ini serta semua motivasi dan nasihat yang telah diberikan selama ini.


(10)

ix

5. Ibu Reskino, SE., Ak., M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, arahan, semangat, dan ilmu pengetahuannya kepada peneliti selama penyusunan skripsi hingga akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan. Terima kasih atas segala bimbingan dan konsultasi yang telah diberikan selama ini.

6. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dan memberi masukan dan inspirasi bagi peneliti, suatu kebahagiaan telah dipertemukan dan diperkenalkan dengan kalian semua, terima kasih banyak.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu kritik dan saran sangat peneliti harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan pengetahuan bagi semua pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Juli 2013


(11)

x DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan Skripsi ... i

Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ... ii

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... iii

Lembar Keaslian Karya Ilmiah ... iv

Daftar Riwayat Hidup ... v

Abtract ... vi

Abtrak ... vii

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi ... x

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Gambar ... xiv

Daftar Lampiran ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Perumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16

A. Tinjauan Umum Atas Audit ... 16

1. Standar Auditing ... 16

2. Tujuan Audit ... 19

3. Klasifikasi Auditor ... 20

4. Risiko audit ... 21

B. Pengalaman Auditor ... 23

C. Independensi ... 28


(12)

xi

E. Pendeteksian Kecurangan ... 35

F. Penelitian Terdahulu ... 40

G. Keterkaitan Antar Variabel ... 44

H. Kerangka Pemikiran ... 49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 51

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 51

B. Metode Penentuan Sampel ... 51

C. Metode Pengumpulan Data ... 52

D. Metode Analisis Data ... 52

E. Operasional Variabel Penelitian ... 60

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 70

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 70

1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 70

2. Karakteristik Responden ... 72

B. Hasil Dan Pembahasan ... 77

1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 77

2. Hasil Uji Kualitas data ... 78

a. Hasil Uji Validitas ... 78

b. Uji Reliabilitas ... 80

3. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 82

a. Hasil Uji Normalitas Data ... 82

b. Hasil Uji Multikolinieritas ... 84

c. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 85

4. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 86

a. Hasil Uji Determinasi(Adjusted R2) ... 86

b. Hasil Uji Persamaan Regresi Linier Berganda ... 87

5. Hasil Uji Hipotesis Penelitian ... 89

a. Hasil Uji Secara Simultan (Uji F) ... 89

b. Hasil Uji Secara Parsial (Uji t) ... 89


(13)

xii

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

A. Kesimpulan ... 96

B. Implikasi ... 96

C. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 100


(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

1.1 Fenomena Kegagalan Auditor Independen pada

Kantor Akuntan Publik (KAP) Yang Berskala Besar ... 2

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 42

3.1 Operasional Variabel ... 67

4.1 Data Distribusi Sampel Penelitian ... 71

4.2 Sampel dan Tingkat Pengembalian ... 72

4.3 Data Statistik Responden ... 72

4.4 Statistik Deskriptif ... 77

4.5 Hasil Uji Validitas Variabel Pengalaman ... 78

4.6 Hasil Uji Validitas Variabel Independensi ... 79

4.7 Hasil Uji Validitas Variabel Skeptisme Profesional Auditor .. 79

4.8 Hasil Uji Validitas Variabel Pendeteksian Kecurangan ... 80

4.9 Hasil Uji Reliabilitas ... 81

4.10 Uji Normalitas Secara Statistik ... 84

4.11 Hasil Uji Multikolonieritas ... 85

4.12 Hasil Uji Determinasi (Adjusted R2) ... 87

4.13 Hasil Uji Regresi Linier Berganda ... 87

4.14 Hasil Uji Statistik F (Simultan) ... 89


(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 50

4.1 Data Statistik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Responden ... 73

4.2 Data Statistik Responden Berdasarkan Umur Responden ... 74

4.3 Data Statistik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Responden ... 75

4.4 Data Statistik Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja ... 76

4.5 Uji Normalitas Data Secara Grafik ... 83

4.6 Uji Heteroskedastisitas ... 86


(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 104

2 Data Mentah Jawaban Responden ... 111

3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 123

4 Hasil Uji Regresi Linier Berganda ... 127


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Kantor akuntan publik merupakan sebuah organisasi yang bergerak di bidang jasa. Jasa yang diberikan berupa jasa audit operasional, audit kepatuhan, dan audit laporan keuangan (Arens dan Loebbecke, 2003). Akuntan publik dalam menjalankan profesinya diatur oleh kode etik profesi. Di Indonesia dikenal dengan nama Kode Etik Akuntan Indonesia. Di samping itu dengan adanya kode etik, masyarakat akan dapat menilai sejauh mana seorang auditor telah bekerja sesuai dengan standar-standar etika yang telah ditetapkan oleh profesinya (Wibowo, 2009:19).

Akuntan publik dalam melaksanakan pemeriksaan akuntan, memperoleh kepercayaan dari klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Klien dapat mempunyai kepentingan yang berbeda, bahkan mungkin bertentangan dengan kepentingan para pemakai laporan keuangan. Demikian pula, kepentingan pemakai laporan keuangan yang satu mungkin berbeda dengan pemakai lainnya. Oleh karena itu, dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa, akuntan publik harus bersikap independen terhadap kepentingan klien, pemakai laporan keuangan, maupun kepentingan akuntan publik itu sendiri (Wibowo, 2009:19).

Kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan terbukti dengan adanya beberapa skandal keuangan yang melibatkan akuntan publik seperti


(18)

2 Enron, Worid Com, Tyco dan kasus-kasus lainnya (tabel 1.1) yang mengakibatkan kegemparan besar dalam pasar modal.

Tabel 1.1

Fenomena Kegagalan Auditor Independen pada Kantor Akuntan Publik (KAP) Yang Berskala Besar

No. Klien (Thn) Tuduhan Kasus Kecurangan KAP/ Auditor yang Terlibat Sanksi bagi KAP/ Auditor 1. Adhelhia

Communications Corp. (2005)

Telah melakukan kesalahan dalam mengaudit Adelphia untuk laporan keuangan tahun 2000.

Deloitte Harus membayar $50 juta kepada SEC

2. Parmalat (2007) Salah satu penyebab bangkrutnya parmalat

Deloitte Membayar $ 149 juta kepada Parmalat 3. Tyco (2007) Terlibat accounting

farud ketika Tyco menyajikan secara overstated

pendapatannya sebesar $5,8 Miliar.

PWC Membayar

denda mencapai $225 juta. 4. Navistar

Financial Corp. (2008) Dianggap tidak melakukan kewajiban profesionalnya dan tidak memiliki bukti yang cukup untuk menerbitkan opini yang bersih.

Christopher Andersen

(Partner Deloitte)

Ijin selama 1 tahun

5. Metropolitan mortgae & securities Co. (2008) Membantu perusahaan untuk menyembunyikan masalah dengan membuat skema invstasi lepas pantai (offshore investment scheme) yang merupakan cara untuk menyembunyikan diri dari naungan pajak.

PWC PWC harus membayar sejumlah uang dengan total $ 30 juta untuk menyelesaikan kasus tersebut kepada investor dari metropolitan mortgage & securities Co. Berlanjut pada halaman berikutnya


(19)

3 Tabel 1.1 (Lanjutan)

No. Klien (Thn) Tuduhan Kasus Kecurangan KAP/ Auditor yang Terlibat Sanksi bagi KAP/ Auditor

7. MFS’s Premium

Income Fund (2009)

KPMG dianggap gagal mendeteksi pinjaman yang tidak layak kedapa perusahaan luar negeri yang tidak memiliki

kemampuan untuk membayar total pinjaman tersebut

KPMG Dituntut sebesar $746 juta

Sumber: Diolah dari berbagai referensi

Berdasarkan kasus kimia farma dan sejumlah bank beku operasi yang melibatkan akuntan publik di indonesia, serta sejumlah kasus kegagalan keuangan lainnya. Penelitian Beasley, dkk. (2001) yang didasarkan pada AAERs (Accounting and Auditing Releases) dari SEC selama 11 periode (Januari 1987 – Desember 1997) menyatakan bahwa salah satu penyebab kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan adalah rendahnya tingkat skeptisme profesional audit.

Ramaraya (2008:23) memberikan contoh kasus yang terjadi pada PT Kimia Farma Tbk (PT KF). PT KF adalah badan usaha milik negara yang sahamnya telah diperdagangkan di bursa. Berdasakan indikasi oleh kementerian BUMN dan pemeriksaan Bapepam (Bapepam, 2002) ditemukan adanya salah saji dalam laporan keuangan yang mengakibatkan salah saji (overstatement) laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3 % dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih. Salah saji ini terjadi dengan cara melebih sajikan penjualan dan


(20)

4 persediaan pada 3 unit usaha dan dilakukan dengan menggelembungkan harga persediaan yang diotorisasi oleh Direktur Produksi untuk menentukan nilai persediaan pada unit distribusi PT. KF per 31 Desember 2001. Selain itu manajemen PT. KF melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada 2 unit usaha. Pencatatan ganda itu dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh auditor eksternal. Auditor eksternal yang mengaudit laporan keuangan PT. KF per 31 Desember 2001, Bapepam menyimpulkan auditor eksternal telah melakukan prosedur audit sampling yang telah diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik dan tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan membantu manajemen PT. KF menggelembungkan keuntungan. Bapepam mengemukakan proses audit tersebut tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan PT KF. Atas temuan ini, kepada PT. KF Bapepam memberikan sanksi administrasi sebesar Rp 500 juta, Rp 1 milyar terhadap direksi lama PT. KF dan Rp 100 juta kepada auditor eksternal (Bapepam, 2002).

Permasalahan yang menimbulkan pertanyaan disini, mengapa auditor eksternal gagal dalam mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan seperti yang dicontohkan di atas? Mestinya bila auditor eksternal yang bertugas pada audit atas perusahaan-perusahaan ini menjalankan audit secara tepat termasuk dalam hal pendekteksian kecurangan maka tidak akan terjadi kasus-kasus yang merugikan ini (Ramaraya, 2008:23).


(21)

5 Auditor dituntut untuk dapat mempertahankan kepercayaan dari kliennya dan dari para pemakai laporan keuangan auditan lainnya. Kepercayaan ini senantiasa harus selalu ditingkatkan dengan didukung oleh suatu keahlian audit. Amanat yang diemban sebagai auditor harus dapat dilaksanakan dengan sikap profesionalisme serta menjunjung tinggi kode etik profesi yang harus dijadikan pedoman dalam menjalankan setiap tugasnya. Mengingat peran dari auditor yang sangat penting dan dibutuhkan dalam dunia usaha, peningkatan profesional auditor sangat penting untuk terus dilakukan dan auditor harus terus-menerus mengikuti perkembangan yang terjadi dalam bisnis dan profesinya dengan mempelajari, memahami, dan menerapkan ketentuan ketentuan baru dalam prinsip akuntansi dan standar auditing yang ditetapkan. Berdasarkan Standar auditing Profesional akuntan Publik (SPAP), akuntan dituntut untuk dapat menjalankan setiap standar yang ditetapkan oleh SPAP tersebut. Standar-standar tersebut meliputi standar auditing, standar atestasi, standar jasa akuntan dan review, standar jasa konsultasi, dan standar pengendalian mutu. Dalam salah satu SPAP diatas terdapat standar umum yang mengatur tentang keahlian auditor yang independen (Asih, 2006:3).

Pengalaman auditor diyakini juga dapat mempengaruhi tingkat skeptisme seseorang auditor dalam mendeteksi kecurangan. Pengalaman yang dimaksudkan disini adalah pengalaman auditor dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangandan penugasan audit dilapangan baik dari segi lamanya waktu, maupun banyaknya penugasan audit yang pernah dilakukan. Semakin banyak auditor melakukan pemeriksaan laporan keuangan, maka semakin tinggi tingkat skeptisme yang dimiliki. Untuk itu, seorang auditor harus


(22)

6 terlebih dahulu mencari pengalaman profesi di bawah pengawasan auditor senior yang lebih berpengalaman (Isalinda, 2011:7).

Kushasyandita (2012:3) menyatakan bahwa Pengalaman audit ditunjukkan dengan jam terbang auditor dalam melakukan prosedur audit terkait dengan pemberian opini atas laporan auditnya. Pengalaman seorang auditor juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi skeptisisme profesional auditor karena auditor yang lebih berpengalaman dapat mendeteksi adanya kecurangan-kecurangan pada laporan keuangan seperti siklus persediaan dan pergudangan, hal ini disebabkan karena auditor berpengalaman lebih skeptis dibandingkan dengan auditor yang tidak berpengalaman. Pengalaman yang dimaksudkan disini adalah pengalaman auditor dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan.

Penelitian Noviyanti & Bandi (2002) memberikan kesimpulan bahwa pengalaman akan berpengaruh positif terhadap pengetahuan auditor tentang jenis-jenis kekeliruan yang berbeda yang diketahuinya. Dengan demikian, pengalaman merupakan unsur professional yang penting untuk membangun pengetahuan dan keahlian auditor dan dengan asumsi bahwa pengetahuan sebagai unsur keahlian serta penelitian yang masih terbatas pada pengalaman dari lamanya bekerja, maka penulis tertarik untuk menentukan topik penelitian yang berkaitan dengan pengalaman yang dihubungkan dengan keahlian yang dimiliki auditor. Pengalaman auditor yang akan diteliti meliputi; pengalaman yang diperoleh dari lamanya bekerja, banyaknya tugas pemeriksaan yang telah dilakukan, dan banyaknya jenis perusahaan yang diaudit.


(23)

7 Tanggung jawab auditor untuk mendeteksi kecurangan ataupun ketidakberesan diwujudkan dalam perencanaan dan pelaksanaan untuk mendapatkan keyakinan yang memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material yang disebabkan oleh kesalahan maupun kecurangan. Dalam merencanakan audit auditor harus menilai resiko terjadinya kecurangan (Setyaningrum, 2010:18). Kemungkinan dimana auditor akan menemukan salah saji tergantung pada kualitas pemahaman auditor (kompetensi) sementara tindakan melaporkan salah saji tergantung pada independensi auditor.

SA seksi 220 dalam SPAP 2001, menyebutkan bahwa ”Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor”. Standar ini mengharuskan bahwa auditor harus bersikap independen, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Dengan demikian auditor tidak dibenarkan untuk memihak. Tanpa adanya independensi, auditor tidak berarti apa-apa. Masyarakat tidak percaya akan hasil auditan dari auditor sehingga masyarakat tidak akan meminta jasa pengauditan dari auditor. Atau dengan kata lain, keberadaan auditor ditentukan oleh independensinya (Setyaningrum, 2010:35).

Berdasarkan ketentuan PSA (Pernyataan Standar Audit) No. 04 (SA Seksi 220), di dalam standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum, dalam hal ini dibedakan dengan auditor yang berpraktik


(24)

8 sebagai auditor intern. Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.

Setyaningrum (2010:43) menyatakan bahwa Hubungan antara independensi auditor terhadap tanggung jawab auditor untuk mendeteksi kecurangan dan kekeliruan laporan keuangan adalah ditinjau dari aspek – aspek independensi yang berupa kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan berbagai fakta yang ditemuinya dalam auditnya. Aspek ini disebut dengan independensi dalam kenyataan atau independence in fact, artinya seorang auditor harus mengungkapkan tentang temuan apa yang didapat dari Laporan keuangan yang disusun oleh manajemen apakah laporan keuangan terjadi suatu kesalahan atau ketidakberesan sesuai dengan temuan atau fakta yang ada. Independensi merupakan sikap mental yang harus dipertahankan oleh auditor jadi dalam menilai kewajaran suatu laporan keuangan seorang auditor tidak mudah dipengaruhi oleh pihak manapun.

Setyaningrum (2010:5) menyatakan bahwa dengan adanya independensi, mereka mampu menarik kesimpulan dan memberikan opini yang tidak memihak. Dan hal ini akan membawa pengaruh pada hasil laporan keuangan auditan suatu perusahaan apakah laporan keuangan yang disajikan suatu perusahaan menunjukkan informasi yang benar dan jujur.

Memberikan opini terhadap kewajaran sebuah laporan keuangan, seorang auditor harus memiliki sikap skeptis untuk bisa memutuskan atau


(25)

9 menentukan sejauh mana tingkat keakuratan dan kebenaran atas bukti-bukti maupun informasi dari klien. Standar profesional akuntan publik mendefinisikan skeptisisme profesional sebagai sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (IAI, 2001). Standar auditing tersebut mensyaratkan agar auditor memiliki sikap skeptisisme profesional dalam mengevaluasi dan mengumpulkan bukti audit terutama yang terkait dengan penugasan mendeteksi kecurangan. Meskipun demikian, dalam kenyataannya seringkali auditor tidak memiliki skeptisisme profesional dalam melakukan proses audit (Khushasyandita, 2012:2).

Berdasarkan literatur psikologi dan auditing menunjukkan bahwa efek dilusi dalam auditing bisa berkurang oleh auditor yang berpengalaman karena struktur pengetahuan yang baik dari auditor yang berpengalaman menyebabkan mereka mengabaikan informasi yang tidak relevan (Herman, 2009). Dengan kata lain kompleksitas tugas yang dihadapi sebelumnya oleh seorang auditor akan menambah pengalaman serta pengetahuannya. Pendapat ini didukung oleh Herman (2009) yang menunjukkan bahwa auditor yang tidak berpengalaman mempunyai tingkat kesalahan yang lebih signifikan dibandingkan dengan auditor yang lebih berpengalaman.

Pengalaman yang lebih akan menghasilkan pengetahuan yang lebih. Herman (2009) mengatakan bahwa peningkatan pengetahuan yang muncul dari pelatihan formal sama bagusnya dengan yang didapat dari pengalaman khusus. Oleh karena itu pengalaman kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting


(26)

10 dalam memprediksi kinerja akuntan publik, sehingga pengalaman dimasukkan sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh izin menjadi akuntan publik. Hal ini sesuai dengan SK Menkeu No. 359/KMK.06/2003 tentang perubahan atas Kep Menkeu No. 423/KMK.06/2002 tentang jasa akuntan publik (Depkeu, 2003:56).

Noviyanti (2007:2) menyatakan bahwa seorang auditor dalam menjalankan penugasan audit di lapangan seharusnya tidak hanya sekedar mengikuti prosedur audit yang tertera dalam program audit, tetapi juga harus disertai dengan sikap skeptisme profesionalnya. Standar profesional akuntan publik mendefinisikan skeptisme profesional sebagai sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (IAI, 2001, SA seksi 230.06). Seorang auditor yang skeptis, tidak akan menerima begitu saja penjelasan dari klien, tetapi akan mengajukan pertanyaan untuk memperoleh alasan, bukti dan konfirmasi mengenai obyek yang dipermasalahkan. Tanpa menerapkan skeptisme profesional, auditor hanya akan menemukan salah saji yang disebabkan oleh kekeliruan saja dan sulit untuk menemukan salah saji yang disebabkan oleh kecurangan, karena kecurangan biasanya akan disembunyikan oleh pelakunya.

Penelitian yang dilakukan oleh SEC (Securities and Exchange Commission) menemukan bahwa urutan ketiga dari penyebab kegagalan audit adalah tingkat skeptisme profesional yang kurang memadai. Dari 40 kasus audit yang diteliti SEC, 24 kasus (60%) diantaranya terjadi karena auditor tidak


(27)

11 menerapkan tingkat skeptisme profesional yang memadai (Beasley, Carcello & Hermanson, 2001 dalam Waluyo, 2011:2). Jadi rendahnya tingkat skeptisme profesional dapat menyebabkan kegagalan dalam mendeteksi kecurangan. Kegagalan ini selain merugikan kantor akuntan publik secara ekonomis, juga menyebabkan hilangnya reputasi akuntan publik di mata masyarakat dan hilangnya kepercayaan kreditor dan investor di pasar modal.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Noviyanti (2007) menyimpulkan bahwa jika auditor diberi penaksiran risiko kecurangan yang tinggi akan menunjukkan skeptisme profesional yang lebih tinggi dalam mendeteksi kecurangan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Taufik (2008) menyimpulkan bahwa pengalaman kerja dan pendidikan profesional secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan (fraud).

Penelitian yang dilakukan oleh Herman (2009) yaitu meneliti tentang pengaruh pengalaman dan skeptisme profesional auditor berpengaruh positif terhadap pendeteksian kecurangan. Penelitian ini juga menunjukan bahwa variabel skeptisme profesional auditor merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan.

Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Herman (2009). Peneliti tersebut menguji pengalaman dan skeptisme profesional auditor dalam meningkatkan pendeteksian kecurangan, serta menguji apakah terdapat pengaruh pengalaman dan


(28)

12 skeptisme profesional auditor terhadap pendeteksian kecurangan. Terdapat Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.

Penulis akan menambahkan satu variabel independen berupa independensi. Penulis ingin mengetahui apakah pengalaman, independensi dan skeptisme profesional auditor dapat mempengaruhi pendeteksian kecurangan. Dalam suatu pelaksanaan audit banyak terjadi kecurangan yang dilakukan auditor yang menyebabkan banyaknya kerugian yang terhadap perusahaan yang diaudit, Kecurangan adalah salah saji atau hilangnya jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan yang disengaja (Ferdian dan Na’im, 2006:6). Menurut Fahmi (2008:46) kecurangan merupakan suatu tindakan yang dilakukan secara disengaja dan itu dilakukan untuk tujuan pribadi atau orang lain, dan tindakan yang disengaja tersebut telah menyebabkan kerugian bagi pihak tertentu atau instansi tertentu. Dengan adanya kecurangan maka perlu adanya peningkatan pendeteksian kecurangan dengan cara meningkatkan pengalaman, independensi dan skeptisme profesional auditor. Dengan meningkatnya pendeteksian kecurangan dapat mengurangi kecurangan - kecurangan yang terjadi dalam penyajian pelaporan keuangan.

Berdasarkan pada uraian di atas, maka peneliti merasa tetarik untuk meneliti pengaruh pengalaman, independensi dan skeptisme profesional auditor terhadap pendeteksian kecurangan. Untuk itu penelitian ini diberi judul: “Pengaruh Pengalaman, Independensi dan Skeptisme Profesional Auditor terhadap Pendeteksian Kecurangan (Studi Empiris pada KAP di Wilayah DKI Jakarta)”.


(29)

13 B.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh pengalaman, indepedensi dan tindakan skeptisme profesional auditor terhadap pendeteksian kecurangan ?

2. Variabel Independen (pengalaman, indepedensi dan skeptisme profesional auditor) manakah yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap pendekteksian kecurangan ?

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti atas hal-hal sebagai berikut:

a. Untuk menganalisis pengaruh pengalaman, independensi dan skeptisme profesional auditor terhadap pendekteksian kecurangan.

b. Untuk menganalisis variabel independen (pengalaman, independensi dan skeptisme profesional auditor) yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap pendekteksian kecurangan.

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi Kantor Akuntan Publik (KAP)

1) Memberikan bukti empiris mengenai ada tidaknya pengaruh antara variabel pengalaman, indepedensi dan skeptisme profesional auditor terhadap perilaku penghentian prematur prosedur audit.


(30)

14 2) Memberikan masukan bagi Kantor Akuntan Publik untuk mengevaluasi kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kemungkinan terjadinya praktik kecurangan dalam proses audit. 3) Memberikan masukan bagi Kantor Akuntan Publik untuk mengevalusi

keahlian dan sikap personal auditor serta peningkatan kualitas laporan audit yang telah ditetapkan.

4) Bagi Ikatan Akuntan Indonesia, hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya sikap pengalaman, indepedensi dan skeptisme profesional yang dapat digunakan auditor dalam mencegah kecurangan-kecurangan yang terjadi dalam proses audit laporan keuangan.

b. Bagi Auditor

Dalam hal ini memberikan masukan kepada auditor dalam hal meningkatkan kemampuan auditor dalam menggunakan pertimbangan profesionalismenya dengan mempertimbangkan berbagai hal yang berpengaruh terhadap perilaku atau sikap auditor yaitu sikap pengalaman, independensi dan skeptisme profesional yang dimiliki oleh auditor terhadap tanggung jawab auditor yaitu kemampuan auditor dalam mendeteksi sejauh mana Laporan Keuangan yang disajikan menunjukkan informasi yang benar dan jujur.

c. Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI)

Menambah pengetahuan auditor mengenai pengaruh faktor situasional pada saat melakukan audit dan faktor karakteristik personal auditor terhadap pendekteksian kecurangan yang terjadi, sehingga dapat


(31)

15 dijadikan sebagai acuan akan pentingnya prosedur audit yang ditetapkan dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) untuk meningkatkan kualitas audit dan sebagai pedoman bagi auditor untuk tetap memelihara profesionalisme dan indepedensi.

d. Pemakai Laporan Keuangan yang telah diaudit (klien)

Melalui peningkatan kualitas audit secara berkesinambungan, klien dapat mengambil keputusan yang tepat berdasarkan laporan keuangan klien yang berkualitas, handal dan dapat dipercaya yang telah dihasilkan oleh auditor.

e. Bagi Akademik

Memberi masukan dan menambah wawasan mengenai apa saja yang melatarbelakangi sikap pendeteksian kecurangan audit serta Dapat dijadikan referensi bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan masalah ini.


(32)

16 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Umum Atas Audit 1. Standar Auditing

Standar Auditing merupakan pedoman untuk membantu auditor dalam memenuhi tanggung jawab profesinya untuk melakukan audit atas laporan keuangan. Standar audit mencerminkan ukuran mutu pekerjaan audit laporan keuangan. Menurut standar audit referensi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), terdiri atas sepuluh standar, dan terbagi dalam tiga kelompok yaitu (Arens, 2010:42):

a. Standar Umum

1) Keahlian dan kompetensi teknis yang memadai 2) Sikap mental yang independen

3) Kemahiran profesional dengan cermat dan seksama b. Standar Pekerjaan Lapangan

Merupakan pedoman auditor dalam melaksanankan prosedur audit. Standar pekerjaan lapangan antara lain:

1) Perencanaan dan Supervisi Audit a) Perencanaan

Merupakan pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan, yang meliputi penentuan: (i) Sifat, luas, dan pelaksanaan audit. (ii) Program audit


(33)

17 b) Supervisi

Mencakup pengarahan usaha asisten dalam mencapai tujuan audit atau penentuan apakah tujuan tersebut tercapai. Unsur supervisi adalah:

(1) Memberikan instruksi kepada asisten.

(2) Menjaga informasi masalah-masalah penting yang dijumpai dalam audit.

(3) Mereview pekerjaan yang dilaksanakan.

(4) Menyelesaikan perbedaan pendapat diantara staf audit kantor akuntan.

(5) Pemahaman memadai atas pengendalian intern, auditor harus memperoleh pemahaman tentang pengendalian intern yang memadai untuk merencanakan audit, menentukan sifat, saat dan ruang lingkup pengujian dengan melaksanakan prosedur untuk memahami desain pengendalian yang relevan dengan audit atas laporan keuangan, dan apakah pengendalian intern tersebut dioperasikan.

(6) Bukti kompeten yang cukup, bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan.


(34)

18 c. Standar Pelaporan

1) Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di indonesia.

2) Laporan auditor harus menunjukkan dan menyatakan, jika ada ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip tersebut dalam periode sebelumnya.

3) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

4) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.

Berdasaran uraian di atas dapat dikatakan bahwa standar auditing berkenaan dengan kriteria atau ukuran mutu pelaksanaan audit serta tujuan yang akan dicapai. Dan secara spesifik standar auditing dikelompokkan menjadi 3, yaitu standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Standar umum mencakup keahlian, sikap mental independen seorang auditor, dan kemahiran profesional kinerja seorang auditor, dengan


(35)

19 standar lapangan yang mencakup Perencanaan dan supervisi audit dan bukti kompeten yang cukup, serta standar pelaporan yang berkaitan dengan pengaturan penyajian laporan hasil audit.

2. Tujuan Audit

Tujuan umum audit adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha serta arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Untuk mencapai tujuan ini auditor perlu menghimpun bukti kompeten yang cukup, auditor perlu mengidentifikasikan dan menyusun sejumlah tujuan audit spesifik untuk setiap akun laporan keuangan. Tujuan audit spesifik ditentukan berdasar asersi yang dibuat oleh manajemen yang tercantum dalam laporan keuangan. Laporan keuangan meliputi asersi manajemen yang bersifat eksplisit maupun implisit. Asersi dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Halim, 2008:147):

a. Keberadaan atau keterjadian (existence or occurance) b. Kelengkapan (completeness)

c. Hak dan kewajiban (right and obligation)

d. Penilaian atau pengalokasian (valuation or allocation) e. Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure)


(36)

20 3. Klasifikasi Auditor

Auditor adalah seorang yang memiliki keahlian dalam mengumpulkan dan dan menafsirkan bukti pemeriksaan. Untuk menilai kewajaran hasil operasi, arus kas, dan asersi laporan keuangan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan yaitu prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pelaksanaan pemeriksaan tersebut dilakukan berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). (Pia, 2009:43).

Orang atau kelompok orang yang melaksanakan audit dapat dikelompokan menjadi tiga golongan yaitu audit independen, auditor pemerintah, dan auditor internal (Mulyadi, 2002:58).

a. Auditor Independen

Auditor independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Audit tersebut terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai informasi keuangan seperti: kreditur, investor, calon kreditur, dan instansi pemerintah (terutama instansi pajak).

Untuk berpraktik sebagai auditor independen, seseorang harus memenuhi persyaratan pendidikan dan pengalaman kerja tertentu. Auditor independen harus telah lulus dari jurusan akuntansi fakultas ekonomi atau mempunyai ijazah yang disamakan, telah mendapat gelar akuntan dari Panitia Ahli Pertimbangan Persamaan Ijazah Akuntan, dan mendapat izin praktik dari Menteri Keuangan.


(37)

21 b. Auditor Pemerintah

Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintahan, atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Meskipun terdapat banyak auditor yang bekerja di instansi pemerintah, namun umumnya yang disebut auditor pemerintah adalah auditor yang bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta instansi pajak.

c. Auditor internal

Auditor internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.

4. Risiko Audit

Risiko audit adalah risiko bahwa auditor tanpa sadar tidak melakukan modifikasi pendapat sebagaimana mestinya atas laporan keuangan yang mengandung salah saji. Laporan audit standar menjelaskan bahwa audit dirancang untuk memperoleh keyakinan yang memadai bukan


(38)

22 absolut bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji yang material. Karena audit tidak menjamin bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji yang material, maka terdapat beberapa derajat risiko bahwa laporan keuangan mengandung salah saji yang tidak terdeteksi oleh auditor.

Para auditor menguraikan risiko audit sebagai suatu fungsi dari tiga komponen yaitu (1) risiko bawaan (2) risiko pengendalian (3) risiko deteksi (Boynton, 2003:204):

a. Risiko Bawaan

Risiko bawaan (inherent risk) kerentanan suatu asersi terhadap kemungkinan salah saji yang material, dengan asumsi tidak terdapat pengendalian internal yang terkait (Boynton, 2003:204).

b. Risiko Pengendalian

Risiko Pengendalian (control risk) adalah risiko terjadinya salah saji yang material dalam suatu asersi yang tidak akan dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh struktur pengendalian intern entitas (Boynton, 2003:205).

c. Risiko Deteksi

Risiko Deteksi (detection risk) adalah risiko yang timbul karena auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi (Boynton, 2003:205).


(39)

23 B.Pengalaman Auditor

Kusumastuti (2008:56) menyatakan bahwa pengalaman adalah keseluruhan perjalanan yang di petik oleh seseorang dari peristiwa-peristiwa yang di alami dalam perjalanan hidupnya. Pengalaman berdasarkan lama bekerja merupakan pengalaman auditor yang dihitung berdasarkan suatu waktu atau tahun. Sehingga auditor yang telah lama bekerja sebagai auditor dapat dikatakan berpengalaman. Karena semakin lama bekerja menjadi auditor, maka akan dapat menambah dan memperluas pengetahuan auditor dibidang akuntansi dan dibidang auditing.

Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Suatu pembelajaran juga mencakup perubahaan yang relatif tepat dari perilaku yang diakibatkan pengalaman, pemahaman dan praktek. (Asih, 2006:12).

Sukriah, dkk (2009:4) menyimpulkan bahwa semakin banyak pengalaman kerja seorang auditor maka semakin meningkat kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukan. Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya akan memberikan hasil yang baik daripada mereka yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup dalam menjalankan tugasnya. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin lama seseorang bekerja maka, semakin banyak pengalaman yang dimiliki pekerja tersebut.Sebaliknya, semakin singkat masa kerja berarti semakin sedikit


(40)

24 pengalaman yang diperolehnya. Pengalaman bekerja memiliki keahlian dan keterampilan kerja yang cukup namun sebaliknya, keterbatasan kerja mengakibatkan tingkat keterampilan dan keahlian yang dimiliki semakin rendah. Kebiasaan untuk melakukan tugas dan pekerjaan sejenis merupakan sarana positif untuk meningkatkan keahlian tenaga kerja.

Indri (2005:24) memberikan kesimpulan bahwa seorang yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya; 1). Mendeteksi kesalahan, 2). Memahami kesalahan, dan 3). Mencari penyebab munculnya kesalahan. Keunggulan tersebut bermanfaat bagi pengembangan keahlian. Berbagai macam pengalaman yang dimiliki individu akan mempengaruhi pelaksanakan suatu tugas. Seseorang yang berpengalaman memiliki cara berpikir yang lebih terperinci, lengkap dan sophisticated dibandingkan seseorang yang belum berpengalaman.

Selain itu, beberapa badan menghubungkan antara pengalaman dan profesionalitas sebagai hal yang sangat penting di dalam menjalankan profesi akuntan publik. AICPA AU section 100-110 mengkaitkan profesional dan pengalaman dalam kinerja auditor:

“The professional qualifications required of the independend auditor are those of person with the education and experience to practice as such. They do not include those of person trained for qualified to


(41)

25 Menurut The Institute of Chartered Account in Australia (1997:28):

“Membership of profession means commitment to asset of value that

serve to define that professional as specific “moral community”. Tobe a good accountant one not only needs to have insight into one’s

profession, but to have accepted and internalized those values. Professional value clarification is an activity both of individual accountants, in identifying and gaining critical insight into the meaning and application of those values, and activity of professional it self ”.

Menurut Taufik (2008:72), memperlihatkan bahwa seseorang dengan lebih banyak pengalaman dalam suatu bidang memiliki lebih banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya dan dapat mengembangkan suatu pemahaman yang baik mengenai peristiwa-peristiwa. Maka dengan adanya pengalaman kerja yang semakin lama diharapkan auditor dapat semakin baik dalam pendeteksian kecurangan yang terjadi dalam perusahaan klien. Dengan bertambahnya pengalaman auditing, jumlah kecurangan yang diketahui oleh auditor diharapkan akan bertambah. Pada saat yang sama, hal ini menjadi lebih mudah untuk membedakan hal-hal yang termasuk dalam kategori yang berbeda. Bertambahnya pengalaman menghasilkan struktur kategori yang lebih tepat (akurat) dan lebih komplek. Oleh karena itu, konsep kecurangan yang dimiliki auditor kemungkinan menjadi lebih dapat ditegaskan dan kemampuan untuk menentukan apakah kecurangan tertentu yang terjadi pada suatu siklus transaksi tertentu kemungkinan akan meningkat dengan bertambahnya pengalaman. Perubahan-perubahan dalam pengetahuan auditor berkenaan dengan kecurangan kemungkinan terjadi bersama perubahan pengalaman.

Menurut Herliansyah (2006:5), mengungkapkan bahwa akuntan pemeriksa yang berpengalaman membuat judgment lebih baik dalam


(42)

tugas-26 tugas profesional ketimbang akuntan pemeriksa yang belum berpengalaman. Hal ini dipertegas oleh Herliansyah (2006:5) yang menemukan bahwa pengalaman audit yang dipunyai auditor ikut berperan dalam menentukan pertimbangan yang diambil.

Pengalaman kerja seseorang menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik. Semakin luas pengalaman kerja seseorang, semakin trampil melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola berpikir dan sikap dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Puspaningsih, 2004).

Pengalaman kerja dapat memperdalam dan memperluas kemampuan kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang sama, semakin terampil dan semakin cepat dia menyelesaikan pekerjaan tersebut. Semakin banyak macam pekerjaan yang dilakukan seseorang, pengalaman kerjanya semakin kaya dan luas, dan memungkinkan peningkatan kinerja (Simanjutak, 2005:26).

Seperti dikatakan Asih (2006:13) bahwa peningkatan pengetahuan yang muncul dari penambahan pelatihan formal sama bagusnya dengan yang didapat dari pengalaman khusus dalam rangka memenuhi persyaratan sebagai seorang professional. Auditor harus menjalani pelatihan yang cukup. Pelatihan disini dapat berupa kegiatan-kegiatan seperi seminar, simposium, lokakarya, dan kegiatan penunjang ketrampilan lainnya. Selain kegiatan-kegiatan tersebut, pengarahan yang diberikan oleh auditor senior kepada auditor pemula (junior) juga bisa dianggap sebagai salah satu bentuk pelatihan karena


(43)

27 kegiatan ini dapat meningkatkan kerja auditor, melalui program pelatihan dan praktek-praktek audit yang dilakukan para auditor juga mengalami proses sosialisasi agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan situasi yang akan ia temui, struktur pengetahuan auditor yang berkenaan dengan kekeliruan mungkin akan berkembang dengan adanya program pelatihan auditor ataupun dengan bertambahnya pengalaman auditor.

Pengalaman yang lebih akan menghasilkan pengetahuan yang lebih (Asih, 2006:56). Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai pengetahuan yang dimilikinya akan memberikan hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak mempunyai pengetahuan cukup akan tugasnya. Kenyataan menunjukkan semakin lama seseorang bekerja maka, semakin banyak pengalaman kerja yang dimiliki oleh pekerja tersebut. Sebaliknya, semakin singkat masa kerja seseorang biasanya semakin sedikit pula pengalaman yang diperolehnya. Pengalaman bekerja memberikan keahlian dan ketrampilan dalam kerja sedangkan, keterbatasan pengalaman kerja mengakibatkan tingkat ketrampilan dan keahlian yang dimiliki semakin rendah. Ini biasanya terbukti dari kesalahan yang dilakukan dalam bekerja dan hasil kerja yang belum maksimal.

Asih (2006:22) memberikan bukti empiris bahwa dampak auditor akan signifikan ketika kompleksitas tugas dipertimbangkan. Pengalaman akan berpengaruh signifikan ketika tugas yang dilakukan semakin kompleks. Seorang yang memiliki pengetahuan tentang kompleksitas tugas akan lebih ahli dalam melaksanakan tugas-tugas pemeriksaan, sehingga memperkecil


(44)

28 tingkat kesalahan, kekeliruan, ketidakberesan, dan pelanggaran dalam melaksanakan tugas.

Tentang dampak pengalaman dalam kompleksitas tugas, tugas spesifik dan gaya pengambilan keputusan, memberikan kesimpulan bahwa kompleksitas tugas merupakan faktor terpenting yang harus dipertimbangkan dalam pertambahan pengalaman. Auditor junior biasanya memperoleh pengetahuan dan pengalamannya terbatas dari buku teks sedangkan auditor senior mengembangkan pengetahuan dan pengalaman lewat pelatihan dan pengembangan lebih lanjut dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan (Asih, 2006:22).

C.Independensi

Independen berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi. Akuntan Publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Akuntan Publik berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik. Setyaningrum (2010:34).

Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya (Mulyadi, 2002:26-27).


(45)

29 Sawyer (2006:35) membagi 3 mengenai independensi, yaitu: independensi dalam verifikasi, independensi dalam program audit, dan independensi dalam pelaporan yang dapat diperuntukkan bagi akuntan publik atau auditor eksternal, tetapi konsep yang sama dapat diterapkan untuk auditor internal dalam bersikap objektif. Independensi dalam hal ini adalah independensi dalam pelaporan dimana menurut Sawyer (2006:36) independensi dalam pelaporan menjadikan auditor internal: harus bebas dari perasaan untuk memodifikasi dampak dari fakta-fakta, harus bebas dari hambatan oleh pihak-pihak yang ingin meniadakan auditor dalam memberikan pertimbangan.

Independensi akuntan publik dapat dibagi ke dalam 3 aspek; 1) Program Independen, yaitu Laporan audit akan mempunyai sedikit nilai jika didukung oleh suatu penyelidikan secara seksama. Suatu penyelidikan sesama mungkin tidak akan diminati oleh direktur. Sekalipun mereka tidak mempunyai apapun untuk disembunyikan, para direktur dapat mengurangi fee audit atau menerbitkan laporan keuangan dengan cepat setelah tahun berakhir dan hal seperti itu mungkin saja terjadi, 2) Independen investigasi (verifikasi), yaitu program independen melindungi kemampuan auditor untuk memilih strategi yang paling sesduai untuk hasil audit mereka dalam bekerja. Sedangkan investigasi independen melindungi cara dimana mereka menerapkan strategi ini. Auditor mempunyai pertanyaan bisnis perusahaan atau perlakuan akuntansi, transaksinya harus dijawab, 3) Laporan Independen, yaitu Jika para direktur berusaha untuk menyesatkan pemegang saham dengan memberitahukan informasi akuntansi yang salah atau tidak sempurna, mereka


(46)

30 pasti mencegah auditor dari perbuatannya terhadap publik. Ketika independen auditor menjadi rumit, tentu banyak kesalah pahaman terjadi dalam hubungan seperti penafsiran siatu standar akuntansi atau suatu perkiraan atau seperti suatu ketetapan untuk hutang yang tidak terbayar (suryaningtiyas, 2007:37).

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa independensi mempunyai tiga buah pengertian bila dihubungkan dengan akuntan publik (Setyaningrum, 2010:34).

1. Dalam berbagai hal, independensi berarti kejujuran, integritas, obyektifitas dan tanggung jawab.

2. Dalam hal yang lebih sempit, bila dihubungkan dengan pemeriksaan akuntansi sehubungan dengan mengeluarkan pendapat atas laporan keuangan, maka independensi berarti menghindari berbagai hubungan yang memungkinkan (sekaligus tanpa sadar) merusak obyektif akuntan publik. 3. Independensi berarti menghindari hubungan yang dapat menimbulkan kesan

seseorang pemeriksa mempunyai suatu konflik kepentingan.

Independensi merupakan salah satu ciri paling penting yang dimiliki oleh profesi akuntan publik. Karena banyak pihak yang menggantungkan kepercayaannya kepada kebenaran laporan keuangan berdasarkan laporan auditor yang dibuat oleh akuntan publik. Sekalipun akuntan publik ahli, apabila tidak mempunyai sikap independensi dalam mengumpulkan informasi akan tidak berguna, sebab informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan haruslah tidak bisa. Akuntan publik harus bersikap indpenden jika melaksanakan praktik publik (public pratice). Pratik publik adalah aktivitas profesi akuntan publik yang mempengaruhi publik (Suryaningtias, 2007:35).


(47)

31 Indepedensi akuntan publik merupakan salah satu karakter yang sangat penting untuk profesi akuntan publik dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap kliennya. Dalam melaksanakan pemeriksaaan, akuntan publik memperoleh kepercayaan dari klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Klien dapat mempunyai kepentingan yang berbeda, bahkan mungkin bertentangan dengan kepentingan para pemakai laporan keuangan. Demikian pula, kepentingan pemakai laporan keuangan yang satu mungkin berbeda dengan pemakai yang lainnya. Oleh karena itu dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa, akuntan publik harus bersikap independen terhadap kepentingan klien, pemakai laporan keuangan, maupun terhadap kepentingan akuntan publik itu sendiri (Manggala, dkk. 2007:124).

D.Skeptisme Profesional Auditor

Skeptisme profesional auditor merupakan sikap (attitude) auditor dalam melakukan penugasan audit dimana sikap ini mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Karena bukti audit dikumpulkan dan dinilai selama proses audit, maka skeptisme profesional harus digunakan selama proses audit, maka skeptisme profesional harus digunakan selama proses tersebut (IAI. 2001, SA seksi 230; AICPA, 2002, AU 230). Skeptisme merupakan manifestasi dan obyektivitas. Skeptisme tidak berarti bersikap sinis, terlalu banyak mengkritik atau melakukan penghinaan. Auditor yang memiliki skeptisme profesional yang


(48)

32 memadai akan berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut : (1) Apa yang perlu saya ketahui?, (2) Bagaimana caranya saya bisa mendapat informasi tersebut dengan baik?, (3) Apakah informasi yang saya peroleh masuk akal?. Skeptisme profesional auditor akan mengarahkannya untuk menanyakan setiap isyarat yang menunjukkan kemungkinan terjadinya (Waluyo, 2008:24).

Waluyo (2008:7) menyatakan bahwa Auditor menerapkan sikap skeptisme profesional pada saat mengajukan pertanyaan dan menjalankan prosedur audit, dengan tidak cepat puas dengan bukti audit yang kurang persuaive yang hanya didasarkan pada kepercayaan bahwa manajemen dan pihak terkait selalu memiliki pikiran kritis, professional, bersikap jujur dan mempunyai sikap percaya diri (IFAC, 2004, ISA 240.23-25). Dalam ISA No. 200, dikatakan bahwa sikap skeptisme profesional berarti auditor membuat penaksiran yang kritis (critical assessment), dengan pikiran yang selallu mempertanyakan (questioning mind) terhadap validitas dan bukti audit yang diperoleh, waspada terhadap bukti audit yang bersifat kontrakdiksi atau menimbulkan pertanyaan sehubungan dengan realiabilitas dan dokumen, dan memberikan tanggapan terhadap pertanyaan-pertanyaan dan informasi lain yang diperoleh dan manajemen dan pihak yang terkait (IFAC, 2004). Skeptisme profesional dalam penelitian ini menggunakan definisi yang digunakan oleh standar profesional akuntan publik di Indonesia yaitu sebagai sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (IAI, 2000, SA seksi 230.06: AICPA, 2002, AU 230.07).


(49)

33 Skeptisme profesional auditor adalah suatu sikap (attitude) dalam melakukan penugasan audit. Maka hal pertama yang akan dibahas adalah mengenai sikap manusia. Noviyanti (2007:7) mendefinisikan sikap sebagai” a psychological tendency that is expressed by evaluating a particular entity with

some degree of favor or disfavor”. Hal tersebut tidak berbeda jauh dari pakar psikologi lain yang juga mendefinisikan sikap sebagai tanggapan atau respon seseorang yang merupakan hasil evaluasi terhadap obyek yang ditangkapnya seperti orang, obyek, ide, atau situasi tertentu. Tanggapan ini dapat berupa perasaan menyukai (favorable) atau perasaan tidak menyukai (unfavorable), dapat juga berupa derajat afek positif atau derajat afek negatif (Noviyanti, 2007:5).

Noviyanti (2007:10) mengatakan bahwa skeptisme profesional auditor dipengaruhi oleh faktor sosial (Kepercayaan), faktor psikologikal (penaksiran risiko kecurangan) dan faktor personal (kepribadian).

1. Kepercayaan (Trust)

Auditor independen yang melakukan audit di lapangan akan melakukan interaksi sosial dengan klien, manajemen dan staf klien. Interaksi sosial ini akan menimbulkan trust (kepercayaan) dari auditor terhadap klien. Model teoritis yang dikembangkan oleh Kopp dkk., (2003) dalam Noviyanti (2007:10) menyatakan bahwa kepercayaan (trust) dalam hubungan auditor-klien akan mempengaruhi skeptisme profesional. Tingkat kepercayaan auditor yang rendah terhadap klien akan meningkatkan sikap skeptisme auditor, sedangkan tingkat kepercayaan auditor yang terlalu tinggi akan menurunkan sikap skeptisme profesionalnya.


(50)

34 2. Penaksiran Risiko Kecurangan (fraud risk assessment)

Noviyanti (2007:11) membuktikan bahwa skeptisme profesional auditor dipengaruhi oleh fraud risk assessment (penaksiran risiko kecurangan) yang diberikan oleh atasan auditor (auditor in charge) sebagai pedoman dalam melakukan audit di lapangan. Auditor yang diberi penaksiran risiko kecurangan yang rendah menjadi kurang skeptis dibandingkan dengan auditor yang diberi penaksiran risiko kecurangan yang tinggi.

3. Kepribadian (Personality)

Tipe kepribadian seseorang diduga juga mempengaruhi sikap skeptisme profesionalnya. Noviyanti (2007:12) mengakui bahwa sikap mempunyai dasar genetik. Sikap yang mempunyai dasar genetik cenderung lebih kuat dibandingkan dengan sikap yang tidak mempunyai dasar genetik. Jadi dapat dikatakan bahwa perbedaan kepribadian individual menjadi dasar dari sikap seseorang termasuk sikap skeptisme profesionalnya. Kepribadian (Personality) didefinisikan sebagai karakteristik dan kecenderungan seseorang yang bersifat konsisten yang menentukan perilaku psikologi seseorang seperti cara berpikir, berperasaan, dan bertindak.

Dalam melaksanakan tugas audit sangat diperlukan pemberian opini akuntan yang sesuai dengan kriteria - kriteria yang ditetapkan dalam SPAP agar hasil audit tidak menyesatkan pihak-pihak yang berkepentingan. Pemberian opini akuntan harus didukung oleh bukti kompeten yang cukup. Dalam mengumpulkan bukti audit, auditor harus senantiasa menggunakan


(51)

35 skeptisme profesionalnya (SPAP. SA seksi 230), yaitu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit agar diperoleh bukti-bukti yang meyakinkan sebagai dasar dalam pemberian opini akuntan (Suraida, 2005:6)

E.Pendeteksian Kecurangan

Dalam Standar Auditing (SA) seksi 316 – Pertimbangan atas Kecurangan Dalam Audit Laporan Keuangan – (PSA No. 70) menyebutkan ada dua tipe salah saji yang relevan dengan pertimbangan auditor tentang kecurangan dalam audit atas Laporan Keuangan:

a. Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan adalah salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabuhi pemakai laporan keuangan. Kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan seperti: (a) manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan (b) representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan (c) salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan.

b. Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan) berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.


(52)

36 Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva entitas dapat dilakukan dengan berbagai cara termasuk penggelapan tanda terima barang/uang, pencurian aktiva, atau tindakan yang menyebabkan entitas membayar harga barang atau jasa yang tidak diterima oleh entitas. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva dapat disertai dengan catatan atau dokumen palsu atau yang menyesatkan dan dapat menyangkut satu atau lebih individu diantara manajemen, karyawan, atau pihak ketiga.

Deteksi kecurangan mencakup identifikasi indikator-indikator kecurangan (fraud indicators) yang memerlukan tindaklanjut auditor untuk melakukan investigasi. Ramaraya (2008:4) menyatakan bahwa pendeteksian kecurangan bukan merupakan tugas yang mudah dilaksanakan oleh auditor. Atas literatur yang tersedia, dapat dipetakan empat faktor yang teridentifikasi yang menjadikan pendeteksian kecurangan menjadi sulit dilakukan sehingga auditor gagal dalam usaha mendeteksi. Faktor-faktor penyebab tersebut adalah: 1. Karakteristik terjadinya kecurangan

2. Memahami Standar pengauditan mengenai pendeteksian kecurangan 3. Lingkungan pekerjaan audit yang mengurangi kualitas audit

4. Metode dan prosedur audit yang tidak efektif dalam pendeteksian kecurangan.

Identifikasi atas faktor-faktor penyebab, menjadi dasar untuk kita memahami kesulitan dan hambatan auditor menjalankan tugasnya dalam mendeteksi kecurangan. Meski demikian faktor-faktor itu tidaklah menjadi alasan untuk menghindarkan upaya pendeteksian kecurangan yang lebih baik.


(53)

37 Ferdian, dkk (2006:2) manyatakan bahwa beberapa ahli pengauditan telah mendokumentasikan jenis-jenis kekeliruan dan kecurangan dalam laporan keuangan yang terjadi di lingkungan audit. Mereka mencoba untuk menghubungkannya dengan peristiwa dan deteksi yang dilakukan. Dalam banyak penelitian, kekeliruan dan kecurangan umum pada laporan keuangan dikodifikasi melalui tujuan audit yang terlanggar atau siklus transaksi yang terkait.

Kecurangan (fraud) perlu dibedakan dengan kekeliruan (error). Kekeliruan dapat dideskripsikan sebagai ”unintentional mistakes” (kesalahan yang tidak disengaja). Kekeliruan dapat terjadi pada setiap tahap dalam pengelolaan transaksi, dari terjadinya transaksi, pendokumentasian, pencatatan, pengikhtisaran hingga proses menghasilkan laporan keuangan (Herman, 2009:26).

Pada dasarnya terdapat dua tipe kecurangan, yaitu eksternal dan internal. Kecurangan eksternal adalah kecurangan yang dilakukan oleh pihak luar terhadap suatu perusahaan/entitas, seperti kecurangan yang dilakukan pelanggan terhadap usaha; wajib pajak terhadap pemerintah. Kecurangan internal adalah tindakan tidak legal dari karyawan, manajer dan eksekutif terhadap perusahaan tempat ia bekerja (Amrizal, 2004:2).

Kecurangan adalah salah saji atau hilangnya jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan yang disengaja (Ferdian, dkk, 2006:6). Menurut Fahmi (2008:28) kecurangan merupakan suatu tindakan yang dilakukan secara disengaja dan itu dilakukan untuk tujuan pribadi atau orang lain, dan tindakan


(54)

38 yang disengaja tersebut telah menyebabkan kerugian bagi pihak tertentu atau instansi tertentu. Kekeliruan dan kecurangan dibedakan melalui apakah tindakan yang mendasarinya dan berakibat pada terjadinya salah saji dalam laporan keuangan berupa tindakan yang disengaja atau tidak disengaja. Kecurangan (irregularities) meliputi:

1. Manipulasi, pemalsuan atau mengubah catatan akuntansi atau dokumen pendukung dari laporan keuangan yang disajikan.

2. Salah interpretasi atau penghilangan keterangan atas suatu kejadian, transaksi atau informasi lain yang signifikan.

3. Salah penerapan yang disengaja atas prinsip-prinsip akuntansi yang berhubungan dengan jumlah tertentu, klasifikasi dan penyajian serta pengungkapan.

Auditor terutama tertarik pada pencegahan, deteksi, dan pengungkapan kesalahan-kesalahan karena alasan-lasan berikut:

1. Eksistensi kesalahan dapat menunjukan pada auditor bahwa catatan akuntansi kliennya tidak dipercaya dan dengan demikian tidak memadai sebagai suatu dasar untuk penyusunan laporan keuangan. Adanya sejumlah besar kesalahan mengakibatkan auditor dapat menyimpulkan bahwa telah dilakukan pencatatan akuntansi yang tidak benar.

2. Apabila auditor ingin mempercayai pengendalian interen, auditor harus memastikan dan menilai pengendalian tersebut dan melakukan pengujian ketaatan (complience test) atas operasi. Apabila pengujian ketaatan


(55)

39 menunjukkan sejumlah besar kesalahan, maka auditor tidak dapat mempercayai pengendalian interen kliennya.

3. Apabila kesalahan cukup material, kesalahan tersebut dapat mempengaruhi kebenaran (truth) dan kewajaran (fairness) laporan keuangan.

Secara umum penyebab terjadinya kecurangan diakibatkan oleh faktor utama (faktor internal atau dari diri orang yang bersangkutan) dan faktor sekunder atau faktor eksternal. Penyebab utama (internal) terjadinya kecurangan, antara lain adalah:

1. Penyembunyian (concealment). Kesempatan yang ada tidak terdeteksi oleh pengendalian internal perusahaan, sehingga kesempatan tersembunyi ini diketahui oleh seorang yang kemudian melakukan kecurangan.

2. Kesempatan (opportunity). Pelaku perlu berada pada tempat yang tepat, waktu yang tepat agar dapat mendapatkan keuntungan atas kelemahan khusus dalam sistem dan juga menghindari deteksi dini.

3. Motivasi (motivation). Pelaku membutuhkan motivasi untuk melakukan aktivitas demikian, suatu kebutuhan pribadi seperti ketamakan/kerakusan dan motivasi lain.

4. Daya tarik (attraction). Sasaran kecurangan akan direncanakan biasanya jika merupakan sesuatu yang menarik atau menguntungkan pelaku.

5. Keberhasilam (success). Pelaku perlu menilai peluang berhasil tidaknya suatu tindak kecurangan, yang dapat menghindari penuntutan atau deteksi.

Adapun penyebab sekunder terjadinya kecurangan, antara lain adalah sebagai berikut:


(56)

40 1. Kurangnya pengendalian internal perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan

fasilitas perusahaan yang dianggap sebagai suatu tunjangan karyawan. 2. Hubungan antara pemberi kerja dan pekerja yang jelek, yaitu kurang adanya

saling percaya dan penghargaan yang tidak semestinya. Pelaku dapat menemukan alasan bahwa kecurangan hanya merupakan kewajibannya. 3. Balas dendam (revenge), yaitu ketidaksukaan yang berlebihan terhadap

organisasi dapat mengakikatkan pelaku berusaha merugikan organisasi tersebut.

4. Tantangan (challenge), yaitu karyawan yang bosan dengan lingkungan kerja mereka dapat mencari stimulasi dengan berusaha untuk “merusak sistem”, sehingga mendapatkan kepuasan sesaat atau pembebasan frustasi.

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Herman (2009) tentang pengaruh pengalaman dan skeptisme profesional auditor berpengaruh positif terhadap pendeteksian kecurangan. Penelitian ini juga menunjukan bahwa variabel skeptisme profesional auditor merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan.

Penelitian Taufik (2008) tentang Pengaruh Pengalaman Kerja dan Pendidikan Profesional Auditor Internal terhadap Kemampuan Mendeteksi Fraud, yang berkesimpulan bahwa pengalaman kerja dan pendidikan profesional secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan mendeteksi fraud.

Penelitian Noviyanti (2007) tentang skeptisme profesional auditor dalam mendeteksi kecurangan, yaitu meneliti faktor-faktor yang


(57)

41 mempengaruhi skeptisme profesional auditor. Dengan kesimpulan bahwa jika auditor diberi penaksiran risiko kecurangan yang tinggi akan menunjukkan skeptisme profesional yang lebih tinggi dalam mendeteksi kecurangan, dan kepribadian mempengaruhi sikap skeptisme profesional auditor.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Fitriany (2012), dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Beban Kerja, Pengalaman Audit Dan Tipe Kepribadia Terhadap Skeptisme Profesional Dan Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan. Hasil penelitian menyatakan bahwa beban kerja berpengaruh negatif terhadap peningkatan kemampuan auditor dalam mendeteksi gejala-gejala kecurangan, sedangkan pengalaman audit dan skeptisme profesional terbukti berpengaruh positif terhadap peningkatan kemampuan auditor mendeteksi gejala-gejala kecurangan.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Matondang (2010), dalam penelitian menyatakan bahwa pengalaman, independensi dan keahlian professional berpengaruh terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan.

Penelitian yang dilakukan oleh Herty (2010), dalam penelitiannya menunjukkan bahwa variabel independensi dan profesionalisme auditor internal berpengaruh signifikan dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud.


(58)

42 Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu

No. Nama

Peneliti Judul

Variabel

Hasil Penelitian

Persamaan Perbedaan

1 Fitriany (2012)

Pengaruh Beban Kerja,

Pengalaman Audit Dan Tipe Kepribadia Terhadap Skeptisme Profesional Dan Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan Pengalaman, pendeteksian kecuranga, skeptisme

Tipe kepribadian Hasil pengujian menunjukkan bahwa beban kerja berpengaruh negatif terhadap peningkatan kemampuan auditor dalam mendeteksi gejala-gejala kecurangan, sedangkan pengalaman audit dan skeptisme profesional terbukti berpengaruh positif terhadap peningkatan kemampuan auditor mendeteksi gejala-gejala kecurangan.

2. Noviyanti (2007) Skeptisme Profesional Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan Sketisme Profesional Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan

Independensi Apabila seseorang diberi penaksiran resiko kecurangan yang tinggi akan menunjukan skeptisme profesional yang lebih tinggi dalam mendeteksi kecurangan dan kepribadian mempengaruhi sikap skeptisme profesional auditor

3 Waluyo (2005) Skeptisme Profesional Auditor Dalam Mendeteksdi Kecurangan Skeptisme, mendeteksi kecurangan Independensi, pengalaman menyatakan bahwa tipe skeptisme yang terdiri dari

dukungan data dan tipe kepripadian berpengaruh pendeteksian kecurangan. Bersambung pada halaman berikutnya


(59)

43 Tabel 2.1 (Lanjutan)

No. Nama

Peneliti Judul

Variabel

Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan

4. Edy Herman (2009) Pengaruh Pengalaman Dan Skeptisme Profesional Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan Pengalaman, skeptisme, pendeteksian kecurangan

independensi hasil penelitianya menyatakan bahwa skeptisme dan pengalaman berpengaruh positif terhadap pendeteksian kecurangan

5. Matondang

(2010) Pengaruh Pengalaman, independensi dan keahlian profesionalisme terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan Pengalaman dan independensi keahlian

profesionalisme Hasil penelitian menyatakan bahwa pengalaman, independensi dan keahlian professional berpengaruh terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan 6. Herty

(2010) Pengaruh Independensi Dan Profesional Auditor Internal Dalam Upaya Mencegah Dan Mendeteksi Terjadinya Fraud Independensi dan pendeteksian kecuarangan Profesional

Auditor Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel independensi dan profesionalisme auditor internal berpengaruh signifikan dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud. Sumber: Jurnal Penelitian Terdahulu


(60)

44 G.Keterkaitan Antar Variabel

1. Pengalaman Auditor dengan Pendeteksian Kecurangan.

Pengetahuan dan pengalaman merupakan keahlian yang berhubungan dengan profesionalisme dalam akuntansi yang diperlukan dalam auditing karena itu, pengetahuan dan pengalaman merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam tugas-tugas yang dilaksanakan oleh seorang auditor (Lee, 1995 dalam Arum, 2008:5).

Penelitian Noviyani dan Bandi (2002) yang didukung oleh penelitian Tirta dan Sholihin (2004) dan Mui (2010) juga menyebutkan bahwa auditor yang berpengalaman akan memiliki pengetahuan tentang kekeliruan dan kecurangan yang lebih banyak sehingga akan menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam mendeteksi kasus-kasus kecurangan dibandingkan dengan auditor yang tidak berpengalaman. Penelitian lain yang dilakukan fitriyani (2012) menyatkan bahwa pengalaman dan skeptisme berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan.

Menurut Asih (2006:12) memberikan kesimpulan bahwa seorang karyawan yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal sebagai berikut: a) Mendeteksi kesalahan, b) Memahami kesalahan dan, c) Mencari penyebab munculnya kesalahan. Keunggulan tersebut bermanfaat bagi pengembangan keahlian.

Penelitian dalam psikologi (Hayes-Roth and Hayes-Roth 1975; Hutchinso 1983; Murpy and Wright 1984) telah menunjukan bahwa


(61)

45 seseorang dengan pengalaman lebih pada suatu bidang kajian tertentu, mempunyai lebih banyak hal yang disimpan dalam ingatannya. Oleh karena itu, dengan bertambahnya pengalaman auditing, jumlah kecurangan yang diketahui oleh auditor diharapkan akan bertambah. Berdasarkan konsep di atas maka peneliti menduga bahwa semakin banyak pengalaman audit yang dimiliki auditor maka auditor akan semakin meningkatkan skeptisme profesionalnya. Selain itu, auditor yang telah berpengalaman diduga akan semakin meningkatkan kemampuan mendeteksinya bila dihadapkan dengan gejala-gejala kecurangan. Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam penelitian ini akan dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ha1 : Pengalaman berpengaruh positif terhadap pendeteksian kecurangan.

2. Pengaruh Independensi terhadap Pendeteksian Kecurangan.

Menurut Arens (2010:56) independensi adalah cara pandang yang tidak memihak didalam pelaksanaan pengujian evaliasi hasil pemeriksaan dan penyusunan laporan audit. Menurut Mulyadi (2008:26) mendefinisikan independensi sebagai “keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan dari pihak lain, tidak terpengaruh terhadap orang lain” dan akuntan publik yang independen haruslah akuntan publik yang tidak terpengaruh dan tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar dari akuntan dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpai dalam pemeriksaan.


(62)

46 Hubungan antara Independensi auditor terhadap tanggung jawab auditor untuk mendeteksi kecurangan dan kekeliruan Laporan Keuangan adalah ditinjau dari aspek – aspek independensi yang berupa kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan berbagai fakta yang ditemuinya dalam auditnya. Aspek ini disebut dengan independensi dalam kenyataan atau independence in facts, artinya seorang auditor harus mengungkapkan tentang temuan apa yang didapat dari Laporan Keuangan yang disusun oleh manajemen apakah Laporan Keuangan terjadi suatu kesalahan atau ketidakberesan sesuai dengan temuan atau fakta yang ada, oleh karena itu aspek tersebut disebut independence in fact, independensi merupakan sikap mental yang harus dipertahankan oleh auditor, jadi dalam menilai kewajaran suatu laporan keuangan seorang auditor tidak mudah dipengaruhi oleh pihak manapun. Setyaningrum (2010:42). Selain itu auditor independen atau independensi auditor membantu memelihara integritas dan efisiensi dalam laporan keuangan yang disajikan kepada lembaga keuangan untuk mendukung pemberi pinjaman dan kepada pemegang saham untuk memperoleh modal. (Mulyadi dan Kanaka 1998:56).

Penelitian mengenai independensi cukup banyak diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Matondang (2010), dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Pengalaman, independensi dan keahlian profesionalisme terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian laporan


(1)

Pendeteksian Kecurangan

Case Processing Summary

N %

Cases

Valid 103 100.0

Excludeda 0 .0

Total 103 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha

N of Items

.871 13

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

PK1 4.03 .707 103

PK2 4.06 .698 103

PK3 4.12 .690 103

PK4 4.08 .667 103

PK5 4.16 .711 103

PK6 3.93 .704 103

PK7 4.06 .698 103

PK8 4.05 .677 103

PK9 3.89 .699 103

PK10 4.02 .727 103

PK11 4.13 .710 103

PK12 4.08 .710 103

PK13 4.05 .719 103

Item-Total Statistics Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

PK1 48.61 27.691 .602 .859

PK2 48.58 28.481 .496 .865

PK3 48.52 28.173 .548 .862

PK4 48.56 28.699 .492 .865

PK5 48.49 29.095 .400 .870

PK6 48.71 27.483 .635 .857

PK7 48.58 27.246 .677 .854

PK8 48.59 29.224 .407 .869

PK9 48.75 29.073 .412 .869

PK10 48.62 27.375 .625 .857

PK11 48.51 28.389 .499 .865

PK12 48.56 27.445 .634 .857

PK13 48.59 27.322 .642 .856

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


(2)

Lampiran 4: Hasil Uji Regresi Linier Berganda

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

PG 103 2.89 5.00 4.0354 .49886

ID 103 3.00 5.00 4.0441 .43661

SK 103 3.00 5.00 4.0379 .44438

PK 103 3.00 5.00 4.0491 .43927

Valid N (listwise) 103

Correlations

PK PG ID SK

Pearson Correlation

PK 1.000 .716 .794 .839 PG .716 1.000 .584 .729 ID .794 .584 1.000 .880 SK .839 .729 .880 1.000 Sig. (1-tailed)

PK . .000 .000 .000

PG .000 . .000 .000

ID .000 .000 . .000

SK .000 .000 .000 .

N

PK 103 103 103 103

PG 103 103 103 103

ID 103 103 103 103

SK 103 103 103 103

Model Summaryb Model R R Square Adjusted

R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .865a .748 .741 .22362 2.165

a. Predictors: (Constant), SK, PG, ID b. Dependent Variable: PK

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 14.731 3 4.910 98.200 .000b

Residual 4.950 99 .050

Total 19.682 102

a. Dependent Variable: PK

b. Predictors: (Constant), SK, PG, ID

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1

(Constant) .360 .219 1.645 .103

PG .228 .066 .259 3.461 .001 .453 2.207


(3)

(4)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

PG ID SK PK

N 103 103 103 103

Normal Parametersa,b Mean Std. Deviation 4.0354 4.0441 .49886 .43661 4.0379 4.0491 .44438 .43927 Most Extreme Differences

Absolute .084 .086 .074 .068

Positive .064 .086 .068 .068

Negative -.084 -.054 -.074 -.066

Kolmogorov-Smirnov Z .849 .874 .751 .685

Asymp. Sig. (2-tailed) .466 .430 .626 .736

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh pemberian sertifikasi qualified internal auditor (QIA) dan pengalaman kerja auditor internal terhadap kemampuan dalam mendeteksi fraud (studi empiris pada Perusahaan di Jakarta)

2 18 132

Pengaruh pengalaman, pelatihan dan skeptisisme profesional auditor terhadap pendektesian kecurangan: studi empiris pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Jakarta

1 8 87

Pngaruh pengalaman audit, indenpendensi, dan keahlian profesional terhadap pencegahan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan; studi empiris pada kantor akuntansi publik di DKI Jakarta

1 10 154

Pengaruh penerapan aturan etika, pengalaman dan skeptisme profesional auditor terhadap pendekteksian kecurangan : studi empiris beberapa kantor akuntan publik di dki jakarta

2 24 126

Pengaruh pengalaman, pengetahuan dan skeptisme profesional auditor terhadap pendeteksian kerugian daerah: studi pada inspektorat Provinsi Kalimantan Barat

0 5 129

Pengaruh Pengalaman Audit, Independensi Auditor dan Kode Etik terhadap Audit Judgment (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Jakarta Selatan)

2 15 98

Pengharuh Kompetensi Dan Skeptisme Profesional Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan (survey Pada KAP di WIlayah Bandung yang Terdaftar di BPK)

6 86 32

PENGARUH PENERAPAN KODE ETIK, SKPETISME PROFESIONAL AUDITOR, PENGALAMAN AUDITOR, DAN INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP PENDETEKSIAN KECURANGAN (STUDI EMPIRIS PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI MEDAN).

1 6 30

PENGARUH BEBAN KERJA, PENGALAMAN AUDIT, TIPE KEPRIBADIAN DAN SKEPTISME PROFESIONAL TERHADAP Pengaruh Beban Kerja, Pengalaman Audit, Tipe Kepribadian Dan Skeptisme Profesional Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan (Studi empiris pada Kant

0 1 16

PENGARUH SKEPTISME PROFESIONAL, INDEPENDENSI, DAN SKEPTISME PROFESIONAL TERHADAP KEMAMPUAN AUDITOR MENDETEKSI KECURANGAN (Studi Empiris pada Inspektorat Daerah Istimewa Yogyakarta).

0 0 158