Pengaruh penerapan aturan etika, pengalaman dan skeptisme profesional auditor terhadap pendekteksian kecurangan : studi empiris beberapa kantor akuntan publik di dki jakarta

(1)

PENGARUH PENERAPAN ATURAN ETIKA, PENGALAMAN DAN SKEPTISME PROFESIONAL AUDITOR TERHADAP

PENDETEKSIAN KECURANGAN

(Studi Empiris Beberapa Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh: Sri Hasanah NIM: 206082004009

JURUSAN AKUNTANSI / AUDITING FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

PENGARUH PENERAPAN ATURAN ETIKA, PENGALAMAN, DAN SKEPTISME PROFESIONAL AUDITOR TERHADAP PENDETEKSIAN

KECURANGAN

(Studi Empiris Beberapa Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh: Sri Hasanah NIM: 206082004009

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM. Yessi Fitri, SE., MSi., Ak.

NIP:196902032001121003 NIP: 197609242006042002

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

Pada hari Selasa Tanggal 18 Bulan Mei Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Komperhensif atas nama Sri Hasanah, NIM: 206082004009, dengan judul skripsi Pengaruh Penerapan Aturan Etika, Pengalaman, dan Skeptisme Profesional Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 18 Mei 2010

Tim Penguji Komprehensif

Hepi Prayudiawan, SE., Ak., MM. Rahmawati, SE., MM.

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM. Penguji Ahli


(4)

Pada hari Selasa Tanggal 15 Bulan Juni Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Sri Hasanah, NIM: 206082004009, dengan judul skripsi Pengaruh Penerapan Aturan Etika, Pengalaman, dan Skeptisme Profesional

Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 15 Juni 2010

Tim Penguji Skripsi

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM. Yessi Fitri, SE., MSi., Ak.

Penguji I Penguji II

Dr. Amilin, SE., Ak., MSi. Yusro Rahma, SE., MSi. Penguji Ahli I Penguji Ahli II


(5)

v ABSTRAK

Pengaruh Penerapan Aturan Etika, Pengalaman, dan Skeptisme Profesional Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penerapan aturan etika, pengalaman, dan skeptisme profesional auditor terhadap pendeteksian kecurangan. objek yang diteliti adalah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang berada di wilayah Jakarta. Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah convenience sampling. Kuesioner yang telah dikirim sebanyak 100 kuesioner dengan tingkat pengembalian 89 kuesioner atau 89% dari total kuesioner yang dikirim. Data tersebut dianalisis dengan metode regresi berganda dan diolah dengan program SPSS versi 16.

Hasil penelitian menunjukan bahwa baik secara parsial maupun simultan penerapan aturan etika, pengalaman, dan skeptisme profesional auditor berpengaruh secara signifikan terhadap pendeteksian kecurangan. Penelitian ini juga menunjukan bahwa variabel skeptisme profesional auditor merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan

Kata kunci: Penerapan Aturan Etika, Pengalaman, Skeptisme Profesional Auditor dan Pendeteksian Kecurangan.


(6)

iv ABSTRACT

The Impact Application of The Ethics Rules, Experience and Auditor Professional Skepticism Detection For Fraud

The research aims to examine the impact application of the ethics rules, experience, and professional auditor skepticism detection for fraud. Object of this research is accountant public office in Jakarta. The sample of this research was collected by using convenience sampling. There are one hundred questionnairs which are sent but only eighty nine or eighty nine present questionnairs return. That data are analyzed by multiple regression method and SPSS program version 16.

The results of this research show that application of the ethics rules, experience, auditors’ professional skepticism significantly affect the detection of fraud. The results of this research also show that application of the ethics rules, experience, and auditors’ pprofessional skepticism simultaneously affect the detection for fraud. The research also shows that the auditor’s professional skepticism variable is the most dominant variable affect detection for fraud.

Keywords: Application of The Ethics Rules, Experience, Auditor’s Professional Skepticism and Fraud Detect.


(7)

ix DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Skripsi ... i

Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ... ii

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Abstract ... v

Abstrak ... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 6

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis ... 9

1. Dasar-Dasar Audit ... 9

2. Etika ... 18

3. Pengalaman Auditor ... 29

4. Skeptisme Profesional Auditor ... 33

5. Pendeteksian Kecurangan ... 38

B Keterkaitan Antar Variabel Penelitian ... 42

C. Penelitian Terdahulu ... 44 Hal.


(8)

x

D. Kerangka Pemikiran ... 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian... 47

B. Metode Penentuan Sampel ... 47

C. Metode Pengumpulan Data ... 48

1. Penelitian Lapangan ... 48

2. Penelitian Kepustakaan ... 48

D. Metode Analisis Data ... 49

1. Uji Kualitas data ... 49

2. Uji Asumsi Klasik ... 51

3. Uji Hipotesis ... 53

E. Operasional Variabel Penelitian ... 55

1. Variabel Independen ... 56

2. Variabel Dependen... 57

BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian... 60

B. Analisis dan Pembahasan ... 65

1. Uji Kualitas Data ... 65

2. Uji Asumsi Klasik ... 69

3. Uji Hipotesis ... 72

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan ... 79

B. Implikasi... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 81


(9)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu ... 44

Tabel 3.1. Operasional Variabel Penelitian ... 57

Tabel 4.1. Tingkat Pengembalian Kuesioner ... 61

Tabel 4.2. Jabatan Responden ... 61

Tabel 4.3. Pendidikan Responden... 62

Tabel 4.4. Jenis Kelamin Responden ... 62

Tabel 4.5. Usia Responden ... 63

Tabel 4.6. Lama Bekerja Responden ... 63

Tabel 4.7. Statistik Deskriptif ... 64

Tabel 4.8. Hasil Uji Reliabilitas ... 65

Tabel 4.9. Hasil Uji Validitas Variabel Penerapan Aturan Etika ... 66

Tabel 4.10. Hasil Uji Validitas Variabel Pengalaman ... 67

Tabel 4.11. Hasil Uji Validitas Variabel Skeptisme Profesional Auditor... 67

Tabel 4.12. Hasil Uji Validitas Variabel Pendeteksian Kecurangan ... 68

Tabel 4.13. Hasil Uji Multikolonieritas ... 69

Tabel 4.14. Koefisien Determinasi ... 72

Tabel 4.15. Uji F ... 74

Tabel 4.16. Uji t ... 75 Hal.


(10)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Model Penelitian ... 41 Gambar 4.1. Hasil Uji Heteroskendastisitas ... 70 Gambar 4.2. Hasil Uji Normalitas ... 71


(11)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian ... 84

Lampiran 2. Matriks Tabulasi Data ... 93

Lampiran 3. Hasil Uji Kualitas Data ... 101

Lampiran 4. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 108

Lampiran 5. Hasil Uji Hipotesis ... 111

Lampiran 6. Nama Kantor Akuntan Publik... 112 Hal.


(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian.

Para pelaku bisnis mempunyai peluang yang besar untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya, meskipun dengan cara yang tidak dibenarkan oleh hukum apalagi oleh nilai etika. Etika merupakan nilai-nilai hidup dan norma-norma serta hukum yang mengatur tingkah laku manusia. Etika pada dasarnya berkaitan erat dengan moral yang merupakan kristalisasi dari ajaran-ajaran, patokan-patokan, kumpulan aturan, dan ketetapan baik lisan maupun tertulis (Enjel, 2006:2). Etika dinyatakan secara tertulis atau formal disebut sebagai kode etik, maka dari itu sebagai seorang auditor harus mentaati aturan etika dan menghayati serta mengamalkan kode etik dalam melaksanakan tugasnya.

Rand (2003) dalam Ludigdo (2006:14) menyatakan bahwa etika merupakan kode nilai-nilai untuk memandu pilihan dan tindakan manusia, yaitu pilihan dan tindakan yang menentukan tujuan dan jalannya kehidupan manusia. Dengan tidak mengabaikan nilai positif dari etika profesi yang telah ada, langkah dekonstruktif yang dilakukan untuk membangun etika profesi dengan memperhatikan secara cermat konteks sosial dan budaya masyarakat Indonesia sangat diperlukan, karena dimensi pemikiran etika dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, baik pribadi, sosial, ekonomi maupun politik.


(13)

2 Preston at.al (2002) dalam Winartono (2004) menyatakan etika harus dilihat dari sudut pandang organisasi dan kelembagaan dibandingkan pada pemahaman bahwa dalam lingkungan perusahaan, kumpulan individu menjadi faktor penentu dalam pencapaian tujuan bersama, tanpa mengabaikan tanggung jawab individu. Etika harus dibangun dalam suatu prosedur kegiatan dan pengambilan keputusan suatu organisasi. The American Heritage Dictionary menyatakan etika sebagai suatu aturan atau standar yang menentukan tingkah laku para anggota dari suatu profesi, pengembangan etis/moral memainkan peran kunci dalam semua area profesi akuntan (Louwers 1997, dalam Gusti dan Ali, 2006:5).

Boner dan Walker (1994) dalam Herman (2009) menyatakan bahwa peningkatan pengetahuan yang muncul dari pelatihan formal sama bagusnya dengan yang didapat dari pengalaman khusus. Oleh karena itu, pengalaman kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting dalam memprediksi kinerja akuntan publik, sehingga pengalaman dimasukan sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh ijin menjadi akuntan publik. (SK Menkeu No. 359/KMK.06/2003) tentang perubahan atas Kep Menkeu No. 423/KMK.06/2002 tentang jasa akuntan publik (Depkeu, 2003). Pengalaman dan pemahaman seorang auditor akan jenis dan karakteristik kecurangan akan sangat membantu dalam hal penyusunan dan pelaksanaan prosedur pemeriksaan. Ada kecenderungan pihak penyaji laporan keuangan akan menyembunyikan kecurangan yang terjadi, untuk itu diperlukan


(14)

3 auditor yang betul-betul berpengalaman sesuai dengan bidang pemeriksaan yang menjadi tugasnya.

Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Diah (2008), Taufik (2008), dan Herman (2009) menyatakan bahwa pengalaman kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan. Seseorang yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan, dan mencari penyebab munculnya kesalahan (Indri 2005, dalam Ananing 2006).

Seorang auditor dalam menjalankan penugasan audit di lapangan seharusnya tidak hanya sekedar mengikuti prosedur audit yang tertera dalam program audit, tetapi juga harus disertai dengan sikap skeptisme profesional. Standar profesional akuntan publik mendefinisikan skeptisme profesional sebagai sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (IAI, 2001, SA seksi 316.06).

Seorang auditor yang skeptis, tidak akan menerima begitu saja penjelasan dari klien, tetapi akan mengajukan pertanyaan untuk memperoleh alasan, bukti, dan konfirmasi mengenai objek yang dipermasalahkan. Tanpa menerapkan skeptisme profesional, auditor hanya akan menemukan salah saji yang disebabkan oleh kekeliruan saja dan sulit untuk menemukan salah saji yang disebabkan oleh kecurangan, karena kecurangan biasanya akan disembunyikan oleh pelakunya.


(15)

4 Secara psikologis, seorang auditor sering kali diwarnai oleh rasa terlalu curiga atau sebaliknya terkadang terlalu percaya terhadap asersi manajemen. Padahal seharusnya seorang auditor secara profesional menggunakan

kecakapannya untuk “balance” antara sikap curiga dan sikap percaya

tersebut, ini yang kadang sulit diharapkan, apalagi pengaruh-pengaruh di luar diri auditor yang bisa mengurangi sikap skeptisme profesional tersebut.

Pengaruh itu bisa berupa “self-serving bias” karena auditor dalam

melaksanakan tugasnya mendapat imbalan dari audite. Auditor harus menggunakan kemahiran profesional secara cermat dan seksama dalam menentukan jenis pemeriksaan yang akan dilaksanakan dan standar yang akan diterapkan terhadap pemeriksaan, menentukan lingkup pemeriksaan, memilih metodologi, menentukan jenis dan jumlah bukti yang akan dikumpulkan, atau dalam memilih pengujian dan prosedur untuk melakukan pemeriksaan. Kemahiran profesional harus diterapkan juga dalam melakukan pengujian dan prosedur, serta dalam melakukan penilaian dan pelaporan hasil pemeriksaan.

Beberapa penelitian menunjukan bahwa subjek yang suspicious (curiga) terhadap validitas informasi akan meningkatkan proses penelitiannya (Petty dan Caccioppo, 1977; Schul, 1993; Kruglanski & Freund, 1983; Mayseless dan Kruglanski 1987; Schul et al., 1996). Dalam seting auditing, auditor yang melakukan penugasan audit akan menerima berbagai informasi yang berkaitan dengan bukti audit, tetapi sulit untuk menentukan informasi yang mana yang valid dan mana yang tidak valid. Diduga penaksiran risiko


(16)

5 kecurangan akan meningkatkan kecurigaan auditor terhadap bukti audit yang diterimanya sehingga skeptisme profesional auditor akan meningkat.

Penelitian yang dilakukan oleh SEC (Securities and Exchange Commission) menemukan bahwa urutan ketiga dari penyebab kegagalan audit adalah tingkat skeptisme profesional yang kurang memadai. Dari 45 kasus audit yang diteliti SEC, 24 kasus (60%) diantaranya terjadi karena auditor tidak menerapkan tingkat skeptisme profesional yang memadai (Beasley, 2001 dalam Noviyanti, 2008:103). Jadi rendahnya tingkat skeptisme profesional dapat menyebabkan kegagalan dalam mendeteksi kecurangan. kegagalan ini selain merugikan kantor akuntan publik secara ekonomis, juga menyebabkan hilangnya reputasi akuntan publik dimata masyarakat dan hilangnya kepercayaan kreditor dan investor di pasar modal. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Herman (2009) dan penelitian yang dilakukan oleh Enjel (2006) dimana Herman meneliti tentang pengaruh hubungan pengalaman dan skeptisme profesional terhadap pendeteksian kecurangan sedangkan Enjel meneliti hubungan antara penerapan aturan etika dengan peningkatan profesionalisme auditor internal.

Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya, yaitu penambahan variabel penerapan aturan etika (menggunakan variabel penelitian Enjel, 2006) yang akan dihubungkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Herman (2009) yang meneliti hubungan pengalaman dan skeptisme profesional auditor terhadap pendeteksian kecurangan, sedangkan


(17)

6 penelitian Enjel lebih menitik beratkan pada tingkat profesional auditor internalnya bukan pada pendeteksian kecurangannya.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraiankan, maka penelitian ini mengangkat judul:

“Pengaruh Penerapan Aturan Etika, Pengalaman, Dan Skeptisme Profesional Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah penerapan aturan etika, pengalaman, dan skeptisme profesional auditor mempunyai pengaruh signifikan terhadap pendeteksian kecurangan?

2. Variabel manakah yang paling dominan antara penerapan aturan etika pengalaman, skeptisme profesional auditor yang berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian.

Berdasarkan dari perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Menganalisis pengaruh penerapan aturan etika, pengalaman, dan skeptisme profesional auditor terhadap pendeteksian kecurangan.


(18)

7 b. Menganalisis variabel yang paling dominan antara penerapan aturan etika, pengalaman, dan skeptisme profesional auditor yang berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan.

2. Manfaat Penelitian.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: a. Bagi Akademisi.

Penelitian ini dapat memberikan ide untuk pengembangan penelitian selanjutnya, disamping sebagai sarana untuk menambah wawasan dan juga memberikan sumbangan pengetahuan yang lebih tentang sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh seorang auditor dalam melakukan penugasan audit, terutama yang berhubungan dengan pendeteksian kecurangan.

b. Bagi Akuntan Publik (Auditor Independen).

Penelitian ini dijadikan bahan dalam melaksanakan praktik audit, dan dapat membantu para akuntan publik dalam mengidentifikasi hal-hal yang berpengaruh terhadap pendeteksian kecurangan, sehingga diharapkan akuntan publik dapat meningkat kualitas audit, dengan adanya penerapan aturan etika, pengalaman dan sikap skeptisme profesioanal yang dimiliki dapat mempermudah auditor dalam mendeteksi kecurangan.


(19)

8 c. Bagi Pembaca.

Memberikan pengetahuan baru bagi masyarakat pada umumnya dan bagi mahasiswa FEB pada khususnya. Skripsi ini dapat dijadikan sumbangan karya ilmiah yang bermafaat dan menambah pengetahuan bagi para pembaca, dan dapat dijadikan sumber informasi untuk menambah wawasan dan masukan bagi penelitian lain yang berminat untuk meneliti kembali tentang hal-hal yang berkaitan dengan pendeteksian kecurangan.


(20)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis 1. Dasar-Dasar Audit

a. Pengertian Audit

Halim (2001,1), ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts) mendefinisikan auditing sebagai berikut:

Suatu proses sistematik untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan.

Audit adalah suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan (Arens et all 2006: 4).

Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan tentang karakteristik audit:

1) Audit merupakan suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti atau informasi.

2) Adanya bukti audit (evidence) yang merupakan informasi atas keterangan yang digunakan oleh seorang auditor untuk menilai tingkat kesesuaian informasi.


(21)

10 3) Adanya tingkat kesesuaian dan kriteria tertentu.

4) Audit harus dilakukan oleh seorang auditor yang memiliki kualifikasi yang diperlukan untuk melakukan audit. Seorang auditor harus kompeten dan independen terhadap fungsi atau satuan usaha yang diperiksanya.

5) Adanya pelaporan dan pengkomunikasian hasil audit kepada pihak yang berkepentingan.

b. Tujuan Audit

Tujuan umum audit adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran, dalam semua hal yang material posisi keuangan dan hasil usaha serta arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Untuk mencapai tujuan ini auditor perlu menghimpun bukti kompeten yang cukup, auditor perlu mengidentifikasikan dan menyusun sejumlah tujuan audit spesifik untuk setiap akun laporan keuangan.

Tujuan audit spesifik ditentukan berdasarkan asersi yang dibuat oleh manajemen yang tercantum dalam laporan keuangan. Laporan keuangan meliputi asersi manajemen yang bersifat eksplisit maupun implisit. Asersi dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Halim, 2003): 1) Keberadaan dan keterjadian (existence and occurance)

2) Kelengkapan (completeness)


(22)

11 4) Penilaian dan pengalokasian (valuation and allocation)

5) Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure)

c. Jenis-Jenis Audit

Ada beberapa jenis audit yang dikemukakan oleh Arens, et all (2006: 14-15) yaitu:

1) Audit Operasional (Operational Audits)

Audit operasional adalah suatu tinjauan terhadap setiap bagian prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektivitas kegiatan entitas tersebut. Pada akhir pemeriksaan operasional biasanya diajukan saran-saran rekomendasi pada manajemen untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas operasi perusahaan.

2) Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audits)

Audit laporan keuangan berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti tentang laporan-laporan entitas dengan maksud agar dapat memberikan pendapat apakah laporan-laporan tersebut telah disajikan secara wajar sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, yaitu prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (Generally Accepted Accounting Principles, GAAP).


(23)

12 3) Audit Kepatuhan (Compliance Audits)

Audit berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan memeriksa bukti-bukti untuk menetapkan apakah kegiatan keuangan atau operasi suatu entitas telah sesuai dengan persyaratan, ketentuan atau peraturan tertentu. Kriteria yang ditetapkan dalam audit jenis berasal dari berbagai sumber. Sebagai contoh, berkenaan dengan kondisi kerja, partisipasi dalam program pensiun, serta pertentangan kepentingan.

d. Jenis-Jenis Auditor

Arens, et all (2006:15-16) menyatakan bahwa terdapat empat jenis auditor yang umum dikenal dalam masyarakat, yaitu:

1) Auditor independen (Akuntan Publik)

Akuntan publik disebut juga auditor eksternal atau auditor independen. Akuntan ini bertanggung jawab atas pemeriksaan atau mengaudit laporan keuangan organisasi yang dipublikasikan, dengan memberikan opini atas informasi yang diauditnya. Rahayu dan Suhayati (2010:13) menjelaskan persyaratan profesional yang dianut dari auditor independen adalah seorang auditor yang memiliki pendidikan dan pengalaman praktik sebagai auditor independen, dan bukan termasuk orang yang terlatih dalam profesi dan jabatan lain (auditor tidak dapat bertindak dalam


(24)

13 kapasitas sebagai penasehat hukum meskipun auditor mengetahui hukum).

2) Auditor Pemerintah

Aditor pemerintah dilaksanakan oleh auditor pemerintah sebagai karyawan pemerintah. Audit ini mencakup audit laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional. Dan laporan audit ini diserahkan kepada kongres, dalam hal ini untuk Indonesia adalah Dewan Perwakilan Rakyat. Rahayu dan Suhayati (2010: 14) menyatakan aktivitas yang dilakukan oleh auditor pemerintah adalah:

a) Audit keuangan (Financial Audits) yang terdiri atas audit laporan keuangan dan audit atas hal-hal yang berkaitan dengan keuangan.

b) Audit kinerja (performance audits) yang terdiri atas audit ekonomi dan efisiensi operasi organisasi dan audit atas program pemerintah dan BUMN (efektifitas).

3) Auditor Pajak

Auditor pajak mempunyai tanggung jawab terhadap pelaksanaan pada pembayaran pajak oleh wajib pajak. Lingkup pengerjaannya adalah memeriksa apakah wajib pajak telah benar menghitung pajaknya sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku.


(25)

14 4) Auditor Internal

Auditor internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan Negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.

Tujuan auditor internal adalah untuk membantu manajemen dalam melaksanakan tangung jawabny a secara efektif. Auditor internal terutama berhubungan dengan audit operasional dan audit kepatuhan. Meskipun demikian pekerjaan auditor internal dapat mmendukung audit atas laporan keuangan yang dilakukan auditor independen. Agar dapat mmenjalankan tugasnya dengan baik, maka auditor internal harus berada diluar fungsi lini suatu organisasi, kedudukannya independen dari auditee. Auditor internal wajib memberikan informasi bagi manajemen pengambil keputusan yang berkaitan dengan operasional perusahaan. Sehingga memerlukan dukungan dari manajemen informasi dari auditor internal tidak banyak dimanfaatkan bagi pihak ekstern karena independensinya terbatas (tidak independen bagi pihak


(26)

15 ekstern) hal ini yang membedakan auditor internal dan akuntan publik (Rahayu dan Suhayati, 2010:16).

e. Standar Audit

Menurut PSA No. 1 (SA seksi 150), standar auditing adalah sebagai berikut:

1) Standar Umum

a) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai seorang auditor.

b) Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

c) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

2) Standar Pekerjaan Lapangan

a) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disuvervisi dengan sebaik-baiknya. b) Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern

harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang dilakukan.


(27)

16 c) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui

inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan akuntan.

3) Standar Pelaporan

a) Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

b) Laporan audit harus menunjukan keadaan yang didalamnya prinsip akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dalam hubungannya dengan prinsip akuntansi yang diterapkan dalam periode sebelumnya.

c) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit.

d) Laporan audit harus memuat suatu pertanyaan pendapat mengenai laporan keuangan secara menyeluruh, atau secara asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat yang menyeluruh tidak dapat diberikan.


(28)

17 f. Risiko Audit

Resiko audit adalah resiko bahwa audior tanpa sadar tidak melakukan modifikasi pendapat sebagaimana mestinya atas laporan keuangan yang mengandung salah saji. Laporan audit standar menjelaskan bahwa audit dirancang untuk memperoleh keyakinan yang memadai bukan absolut bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji material. Karena audit tidak menjamin bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji material, maka terdapat beberapa derajat risiko bahwa laporan keuangan mengandung salah saji yang tidak terdeteksi oleh auditor.

Para auditor menguraikan risiko audit sebagai suatu fungsi dari tiga komponen yaitu (1) risiko bawaan, (2) risiko pengendalian, (3) risiko deteksi (Halim, 2003: 118-121):

1) Risiko Bawaan

Risiko bawaan (inherent risk) adalah kerentanan suatu asersi terhadap kemungkinan salah saji material, dengan asumsi tidak terdapat pengendalian internal yang terkait.

2) Risiko Pengendalian

Risiko pengendalian (control risk) adalah risiko terjadinya salah saji material dalam suatu asersi yang tidak akan dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh struktur pengendalian intern entitas.


(29)

18 3) Risiko Deteksi

Risiko deteksi (detection risk) adalah risiko yang timbul karena auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi.

2. Etika

a. Pengertian Etika

Pengertian moral sering disama artikan dengan etika. Moral berasal dari bahasa latin moralia , kata sifat dari mos (adat istiadat) dan mores (perilaku) sedangkan Etika dalam bahasa latin “Ethica” berarti falsafah moral, yang merupakan pedoman cara bertingkah laku yang baik dari sudut pandang budaya, sosial, serta agama. Makna kata etika dan moral memang sinonim, namun menurut Siagian (1996) dalam Wiwik dan Fitri (2006: 5) antara keduanya mempunyai nuansa konsep yang berbeda. Moral atau moralitas biasanya dikaitkan dengan tindakan seseorang yang benar atau salah. Sedangkan etika ialah studi tentang tindakan moral atau sistem atau kode berperilaku yang mengikutinya. Etika sebagai bidang studi menentukan standar untuk membedakan antara karakter yang baik dan tidak baik atau dengan kata lain etika merupakan studi normatif tentang berbagai prinsip yang mendasari tipe-tipe tindakan manusia.

Sedangkan menurut Keraf (1997:10) dalam Enjel (2006:4), etika


(30)

19

etha) yang artinya sama persis dengan moralitas, yaitu adat kebiasaan yang baik, adat kebiasaan yang baik ini menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak ukur tingkah laku yang baik dan buruk.

Pengertian etika jika dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998), memiliki tiga arti, yang salah satunya adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Menurut Barney (1992) dalam Enjel (2006:7), menyatakan:

“Ethics may be defined as the set ofimoral principles that distinguish what is right from what is wrong. It is a normative field because it prescribes what one should do or obstainfrom doing”

Jadi etika merupakan seperangkat aturan/norma/pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok/segolongan manusia/ masyarakat/profesi.

Menurut Siagian (1996) dalam Wiwik & Fitri (2006:5), menyebutkan bahwa setidaknya ada empat alasan mengapa mempelajari etika itu sangat penting, yaitu:

1) Etika memandu manusia dalam memilih berbagai keputusan yang dihadapi dalam kehidupan.

2) Etika merupakan pola perilaku yang didasarkan pada kesepakatan nilai-nilai sehingga kehidupan harmonis dapat tercapai.


(31)

20 3) Dinamika dalam kehidupan manusia menyebabkan perubahan

nilai-nilai moral sehingga perlu dilakukan analisa dan ditinjau ulang.

4) Etika mendorong tumbuhnya naluri moralitas dan mengilhami manusia untuk sama-sama mencari, menemukan dan menerapkan nilai-nilai hidup yang hakiki.

Menurut Keraf dan Imam (2001: 33-35) dalam Farid dan Suranta (2006: 5), etika dapat dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:

1) Etika Umum

Etika umum berkaitan dengan bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak, serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat dianalogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.

2) Etika Khusus

Etika khusus adalah penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Etika khusus dapat dibagi menjadi dua yaitu:

a) Etika Individual, menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.


(32)

21 b) Etika Sosial, berkaitan dengan kewajiban, sikap dan pola

perilaku manusia dengan manusia lainnya yang salah satu bagian dari etika sosial adalah etika profesi akuntan.

b. Etika Bisnis

Etika (ethics) berkaitan dengan prinsip-prinsip perilaku yang digunakan orang dalam membuat pilihan dan yang mengarahkan perilakunya dalam situasi yang melibatkan konsep salah dan benar. Secara lebih spesifik etika bisnis (business ethics) mencakup pencarian jawaban atas dua pertanyaan berikut:

1) Bagaimana manajer memutuskan apa yang benar dalam menjalankan bisnisnya?

2) Ketika para manajer telah mengetahui apa yang benar, dan bagaimana cara mereka mencapainya?

Permasalahan etika dalam bisnis dapat dibagi menjadi empat yaitu kesetaraan, hak, kejujuran dan penerapan kekuasaan perusahaan. Banyak orang yang meyakini bahwa istilah etika bisnis adalah oksimoron (dua hal yang berbeda/bertolak belakang namun berdampingan). Akan tetapi, perilaku etis yang baik seharusnya juga bagus untuk bisnis. Perilaku etis adalah hal yang penting, tetapi bukan merupakan satu-satunya kondisi yang dapat membuat bisnis menjadi sukses. Menurut Hall & Singleton (2007: 253) permasalahan etika dalam bisnis yang sering terjadi diantaranya:


(33)

22 1) Kesetaran, biasanya berkaitan dengan gaji eksekutif, nilai yang

seimbang, penghitungan harga produk, proses hak perusahaan, perlindungan kesehatan karyawan, privasi karyawan.

2) Hak, biasanya berkaitan dengan pelecehan seksual, tindakan afirmatif, peluang bekerja yang setara, konflik kepentingan karyawan dan pihak manajemen, keamanan data dan catatan perusahaan.

3) Kejujuran, biasanya berkaitan dengan iklan yang menyesatkan, praktik bisnis yang meragukan di Negara asing, pelaporan laba pemegang saham secara akurat serta keamanan di tempat kerja. 4) Penerapan kekuasaan perusahaan, biasanya berkaitan dengan

keamanan produk, masalah lingkungan, pembebasan kepentingan, kontribusi politik perusahaan, perampingan perusahaan dan penutupan pabrik.

Menurut Keraf dan Imam (1995: 70-77) dalam Farid dan Suranta (2006: 6) terdapat beberapa prinsip dalam etika bisnis yang meliputi: 1) Prinsip otonomi. Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia

untuk bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Dalam prinsip otonom ini terkait dua aspek yaitu: aspek kebebasan dan aspek tanggung jawab.


(34)

23 2) Prinsip Kejujuran, aspek ini meliputi:

a) Kejujuran terwujud dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak.

b) Kejujuran juga menemukan wujudnya dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu yang baik.

c) Kejujuran menyangkut hubungan kerja dalam perusahaan Prinsip kejujuran ini sangat berkaitan dengan aspek kepercayaan. Kepercayaan ini merupakan modal dasar yang akan mengalirkan keuntungan yang besar dimasa depan.

3) Prinsip tidak berbuat jahat dan prinsip berbuat baik. Prinsip ini memiliki dua bentuk yaitu prinsip berbuat baik menuntut agama secara aktif dan maksimal kita semua berbuat hal yang baik bagi orang lain dan dalam bentuk yang minimal dan pasif, menuntut agar kita tidak berbuat jahat kepada orang lain.

4) Prinsip keadilan, prinsip ini menuntut agar kita memperlakukan orang lain sesuai dengan haknya.

5) Prinsip hormat pada diri sendiri, prinsip ini sengaja dirumuskan secara khusus untuk menunjukkan bahwa setiap individu itu mempunyai kewajiban moral yang sama bobotnya untuk menghargai diri sendiri.

Sebagian besar orang mengembangkan kode etik akibat lingkungan keluarga mereka, pendidikan formal, dan pengalaman pribadi. Teori tahapan keperilakuan menyatakan bahwa semua orang


(35)

24 melalui beberapa tahapan evolusi moral sebelum sampai pada sebuah tingkat pemikiran etika (Boston & Irwin, 1993) dalam Hall & Singleton (2007).

c. Kode Etik

1) Pengertian Kode Etik

Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat harus memiliki kode etik, yang merupakan seperangkat prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang prilaku profesional. Alasan yang mendasari diperlukannya

2) Tujuan Kode Etik

Menurut Muljono (1991;13) dalam Enjel (2006: 32) tujuan kode etik adalah:

“(1) Dengan adanya kode etik akan mengikat para anggota

profesi pada nilai-nilai sosial tertentu yang memungkinkan manusia hidup produktif baik dibidang ekonomi, sosial maupun cultural, sesuai martabat manusiawi sebagaimana dituntut perkembangan zamannya; (2) Dengan adanya kode etik akan mengikat pula para anggota profesi pada suatu bentuk disiplin untuk mengejar, dan berbakti pada nilai-nilai yang diakuinya lebih tinggi, dengan demikian etika profesional harus diarahkan pada nilai-nilai sosial yang lebih tinggi dan bukan ditunjukan kepada pembuktian untuk kepentingan kelompok profesional yang bersangkutan”.

3) Pentingnya Kode Etik Profesional

Nadirsyah (1993) dalam Enjel (2006: 32) mengemukakan tiga alasan pentingnya kode etik profesional yaitu:“ (1) Memberikan referensi yang secara ekspilit mengatur suatu kriteria


(36)

25 aturan untuk suatu profesi, (2) Memberi pengetahuan kepada seseorang apa yang diharapkan profesinya, (3) Dari pandangan organisasi profesi, kode etik adalah pernyataan umum aturan-aturan”.

Jadi kode etik profesional sangat penting karena memberikan informasi yang secara eksplisit mengatur suatu kriteria umum untuk suatu profesi, memberi pengetahuan kepada seseorang apa yang diharapkan profesinya, dan merupakan pernyataan umum prinsip-prinsip sehingga kode etik profesional sangat mempengaruhi reputasi suatu profesi dan kepercayaan masyarakat terhadap profesi tersebut.

d. Kode Etik Akuntan

Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota IAI disatu sisi dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI. Kode Etik Akuntan Indonesia yang baru tersebut terdiri dari tiga bagian (Prosiding kongres VIII, 1998), yaitu: 1) Kode Etik Umum

Terdiri dari delapan prinsip etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota, yang meliputi:


(37)

26 a) Kompetensi

Kompetensi di bidang audit merupakan suatu keharusan bagi seorang yang akan melaksanakan tugasnya di bidang audit. Disamping pengetahuan di bidang audit, auditor tentunya diharapkan mempunyai pengetahuan yang memadai dalam substansi yang diaudit.

b) Integritas

Dalam melaksanakan tugasnya, seorang auditor wajib mengedepankan integritasnya. Dimana pada masa sekarang ujian bagi integritas seorang auditor semakin berat. Apalagi, jasa audit yang diberikan merupakan jenis pekerjaan yang ditopang oleh kepercayaan dari penerima jasa. Apabila kepercayaan hilang maka seumur hidup orang tidak akan percaya.

c) Objektifitas

Dalam melaksanakan tugasnya seorang auditor harus selalu dapat bertindak objektif sesuai dengan bukti-bukti otentik yang diperolehnya selama mengadakan pemeriksaan, begitu juga sebelum melaporkan hasil audit hendaknya mengadakan review dan pengujian kembali atas data/fakta/informasi yang diperolehnya.


(38)

27 d) Independensi

Independensi merupakan sikap tidak memihak yang perlu dimiliki oleh seorang auditor dalam menjalankan tugasnya. Sikap tidak memihak ini merupakan suatu faktor yang akan mengangkat kualitas audit ketingkat yang lebih tinggi. Tentu saja independensi ini bukan berarti auditor akan memasang sikap bermusuhan dengan pihak yang diaudit.

e) Kehati-Hatian

Sikap hati-hati juga harus dimiliki oleh auditor dalam melaksanakan tugasnya. Disamping itu, bukti yang cukup juga harus diperoleh dengan cara-cara yang lazim dilakukan untuk memperoleh kesimpulan audit yang handal.

f) Kerahasiaan

Kerahasiaan terhadap informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan audit juga perlu dijaga dengan baik oleh auditor. Hal ini untuk mencegah terjadinya ketegangan yang tidak perlu antara auditor dengan pihak auditan, atau antara pihak auditan dengan pihak ketiga. Dengan demikian auditor perlu bersikap hati-hati untuk mengungkapkan hasil auditnya kepada publik, terutama bila audit masih sedang berjalan.


(39)

28 2) Kode Etik Akuntan Kompartemen.

Kode Etik Akuntan Kompartemen disahkan oleh Rapat Anggota Kompartemen dan mengikat seluruh anggota Kompartemen yang bersangkutan.

3) Interpretasi Kode Etik Akuntan Kompartemen

Interpretasi Kode Etik Akuntan Kompartemen merupakan panduan penerapan Kode Etik Kompartemen.

4) Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya Aturan dan Interpretasi baru yang menggantikanya.

Di Indonesia, penegakan Kode Etik dilaksanakan oleh sekurang-kurangnya enam unit organisasi, yaitu: Kantor Akuntan Publik. Unit Peer Review Kompartemen Akuntan Publik- IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik- IAI, Dewan Pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan RI, dan BPKP. Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap Kode Etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP. Hal ini tercermin di dalam rumusan Kode Etik Akuntan Indonesia Pasal 1 ayat 2, yang berbunyi:

setiap anggota harus selalu mempertahankan integritas dan objektifitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan bertindak jujur, tegas, dan tanpa pretense. Dengan mempertahankan objektifitas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan/permintaan pihak tertentu/ kepentingan pribadinya”.


(40)

29 Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI. Ada dua sasaran pokok dari kode etik ini, yaitu: Pertama, kode etik ini bermaksud untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian, baik secara sengaja maupun tidak sengaja dari kaum profesional. Kedua, kode etik ini bertujuan untuk melindungi keluhuran profesi tersebut dari pelaku-pelaku buruk orang-orang tertentu yang mengaku dirinya profesional (Keraf, 1998) dalam (Farid dan Suranta, 2006: 7).

3. Pengalaman Auditor

Pengetahuan auditor tentang audit akan semakin berkembang dengan bertambahnya pengalaman bekerja. Pengalaman bekerja akan meningkat seiring dengan semakin meningkatnya kompleksitas kerja (Ratnadi, 2005 dalam Dian 2008: 160).

Pengalaman sebagai salah satu variabel yang banyak digunakan dalam berbagai penelitian. Marinus (1997) dalam Herliansyah dan Illyas (2006) menyatakan bahwa secara spesifik pengalaman dapat diukur dengan rentang waktu yang telah digunakan terhadap suatu pekerjaan atau tugas. Penggunaan pengalaman didasarkan pada asumsi bahwa tugas yang dilakukan secara berulang-ulang memberikan peluang untuk belajar melakukannya dengan yang terbaik.


(41)

30 Widiyanto dan Yuhertina (2005) dalam Kusumawati (2008) menyatakan bahwa pengalaman adalah keseluruhan pelajaran yang dipetik oleh seorang dari peristiwa-peristiwa yang dialami dalam perjalanan hidupnya. Pengalaman berdasarkan lama bekerja merupakan pengalaman auditor yang dihitung berdasarkan suatu waktu/tahun. Sehingga auditor yang telah lama bekerja sebagai auditor dapat dikatakan auditor berpengalaman. Karena semakin lama bekerja menjadi auditor, maka akan dapat menambah dan memperluas pengetahuan auditor dibidang akuntansi dan auditing.

Indri (2005) dalam Herman (2009: 16) memberikan kesimpulan bahwa seseorang yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya: (1). Mendeteksi kesalahan, (2). Memahami kesalahan, (3). Mencari penyebab munculnya kesalahan. Keunggulan tersebut bermanfaat bagi pengembangan keahlian. Berbagai macam pengalaman yang dimiliki individu akan mempengaruhi pelaksanaan suatu tugas. Seseorang yang berpengalaman memiliki cara berpikir yang lebih terperinci, lengkap, dan sophisticated

dibandingkan seseorang yang belum berpengalaman ( Taylor dan Tood, 1995 dalam Ananing, 2006).

Menurut pendapat Tubbs (1992) dalam Taufik (2009) jika seorang auditor berpengalaman maka: (1). Auditor menjadi sadar terhadap lebih banyak kekeliruan, (2). Auditor memiliki salah pengertian yang lebih sedikit tentang kekeliruan, (3). Auditor menjadi sadar mengenai


(42)

31 kekeliruan yang tidak lazim atas hal-hal yang terkait dengan penyebab kekeliruan departemen tempat terjadinya kekeliruan dan pelanggaran serta tujuan pengendalian internal menjadi relatif lebih menonjol.

Menurut Herliansyah (2006) memperlihatkan bahwa seseorang dengan lebih banyak pengalaman dalam suatu bidang memiliki lebih banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya dan dapat mengembangkan suatu pemahaman yang baik mengenai peristiwa-peristiwa. Maka dengan adanya pengalaman kerja yang semakin lama diharapkan auditor dapat semakin baik dalam pendeteksian kecurangan yang terjadi dalam perusahaan klien. Menurut Sularso dan Na’im (1999:156) dalam Herman (2009:18), mengungkapkan bahwa akuntan pemeriksa yang berpengalaman membuat judgment lebih baik dalam tugas-tugas profesional ketimbang akuntan pemeriksa yang belum berpengalaman. Hal ini dipertegas oleh Haynes dkk., (1998) dalam Herman (2009: 18) yang menemukan bahwa pengalaman audit yang dipunyai auditor ikut berperan dalam menentukan pertimbangan yang diambil.

Pengalaman kerja seseorang menunjukan jenis-jenis pekerjaan yang pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik. Semakin luas pengalaman kerja seseorang, semakin terampil melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola pikir dan sikap dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Puspaningsih, 2004 dalam Herman, 2009:19).


(43)

32 Menurut Boner & Walker (1994) dalam Ananing (2009) menyatakan bahwa peningkatan pengetahuan yang muncul dari penambahan pelatihan formal sama bagusnya dengan yang didapat dari pengalaman khusus dalam rangka memenuhi persyaratan sebagai profesional. Auditor harus menjalani pelatihan yang cukup. Pelatihan disini dapat berupa kegiatan-kegiatan seperti seminar, symposium, lokakarya, dan kegiatan penunjang keterampilan lainnya. Selain kegiatan-kegiatan tersebut, pengarahan yang diberikan oleh auditor senior kepada auditor pemula (junior) juga bisa dianggap sebagai salah satu bentuk pelatihan karena kegiatan ini dapat meningkatkan kerja auditor, melalui program pelatihan dan praktek-praktek audit yang dilakukan para auditor juga mengalami proses sosialisasi agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan situasi yang akan ditemui, struktur pengetahuan auditor yang berkenaan dengan kekeliruan mungkin akan berkembang dengan adanya program pelatihan auditor ataupun dengan bertambahnya pengalaman auditor.

Trotman dan Wright (1996) dalam Herman (2009: 20) memberikan bukti empiris bahwa dampak auditor akan signifikan ketika kompleksitas tugas dipertimbangkan. Pengalaman akan berpengaruh signifikan ketika tugas yang dilakukan semakin kompleks. Seseorang yang memiliki pengetahuan tentang kompleksitas tugas yang lebih ahli dalam melaksanakan tugas-tugas pemeriksaan, sehingga memperkecil tingkat


(44)

33 kesalahan, kekeliruan, ketidakberesan, dan pelanggaran dalam melaksanakan tugas.

Tentang dampak pengalaman dalam kompleksitas tugas, tugas spesifik dan gaya pengambilan keputusan, memberi kesimpulan bahwa kompleksitas tugas merupakan faktor terpenting yang harus dipertimbangkan dalam pertambahan pengalaman. Auditor junior biasanya memperoleh pengetahuan dan pengalamannya terbatas dari buku teks sedangkan auditor senior mengembangkan pengetahuan dan pengalaman lewat pelatihan dan pengembangan lebih lanjut dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan.

4. Skeptisme Profesional Auditor

Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP), 2001:230.2, menyatakan skeptisme profesional auditor sebagai suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Sedangkan menurut Shaub dan Lawrence (1996) dalam Noviyanti (2008: 108) mengartikan skeptisme profesional auditor

sebagai berikut: “profesional scepticism is a choice to fulfill the

profesional auditor’s duty to prevent or reduce or harmful consequences of another person’s behavior…”. Selain itu juga skeptisme profesional dapat diartikan juga sebagai pilihan untuk memenuhi tugas auditor profesionalnya untuk mencegah dan mengurangi konsekuensi bahaya dan prilaku orang lain (SPAP, 2001:230.2).


(45)

34 Skeptisme profesional perlu dimiliki oleh auditor terutama pada saat memperoleh dan mengevaluasi bukti audit. Auditor tidak boleh mengasumsikan begitu saja bahwa manajemen adalah tidak jujur, tetapi auditor juga tidak boleh mengasumsikan bahwa manajemen sepenuhnya jujur (IAI, 2000, SA seksi 230; AICPA, 2002, AU 230). Pernyataan yang hampir sama juga terdapat pada ISA No. 200 (IFAC, 2004) yang menyatakan bahwa auditor harus merencanakan dan melaksanakan audit dengan sikap skeptisme profesional, dengan mengakui bahwa ada kemungkinan terjadinya salah saji dalam laporan keuangan.

Noviyanti (2008: 107) menyatakan bahwa skeptisme profesional auditor adalah suatu sikap (attitude) dalam melakukan penugasan audit. Maka hal yang pertama yang akan dibahas adalah mengenai sikap manusia. Eagly dan Chaiken (1993) dalam The Handbook of Attitudes

(2005) mendefinisikan sikap sebagai “a psychological tendency that is

expressed by evaluating a particular entity with some degree of favor or disfavor”. Hal tersebut tidak berbeda jauh dari pakar psikologi lain

(Siegel dan Marconi, 1989; Petty et al., 1997; Ajzen, 2001) yang juga mendefinisikan sikap sebagai tanggapan atau respon seseorang yang merupakan hasil evaluasi terhadap objek yang ditangkapnya seperti orang, objek, ide, atau situasi tertentu. Tanggapan ini dapat berupa perasaan menyukai (favorable) atau perasaan tidak menyukai (unfavorable), dapat juga berupa derajat efek positif atau derajat efek negatif.


(46)

35 Skeptisme profesional auditor merupakan sikap (attitude) auditor dalam melakukan penugasan audit dimana sikap ini mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Karena bukti audit dikumpulkan dan dinilai selama proses audit, maka skeptisme profesional harus digunakan selama proses tersebut (IAI, 2000, SA, seksi 230; AICPA, 2002, AU, 230). Skeptisme merupakan manifestasi dari obyektivitas. Skeptisme tidak berarti bersikap sinis, terlalu banyak mengkritik, atau melakukan penghinaan. Auditor yang memiliki skeptisme profesional yang memadai akan berhubungan dengan pertanyaan berikut: (1) apa yang perlu saya ketahui? (2) Bagaimana cara saya bisa mendapatkan informasi tersebut dengan baik? dan (3) Apakah informasi yang saya peroleh masuk akal?. Skeptisme profesional auditor akan mengarahkannya untuk menanyakan setiap isyarat yang menunjukan kemungkinan terjadinya kecurangan (Louwers, 2005 dalam Noviyanti, 2008: 108).

Auditor menerapkan skeptisme profesional pada saat mengajukan pertanyaan dan menjalankan prosedur audit, dengan tidak cepat puas dengan bukti audit yang kurang persuasif yang hanya didasarkan pada kepercayaan bahwa manajemen dan pihak terkait bersikap jujur dan mempunyai integritas (IFAC, 2004, ISA 240.23-25). Dalam ISA No. 200, dikatakan bahwa sikap skeptisme profesional berarti auditor membuat penaksiran yang kritis (critical assesment), dengan pemikiran


(47)

36 yang selalu mempertanyakan (questioning mind) terhadap validitas dari bukti audit yang diperoleh, waspada terhadap bukti audit yang bersifat kontradiksi atau menimbulkan pertanyaan sehubungan dengan reliabilitas dari dokumen, dan memberikan tanggapan terhadap pertanyaan-pertanyaan dan informasi lain yang diperoleh dari manajemen dan pihak yang terkait (IFAC, 2004). Skeptisme profesional dalam penelitian ini menggunakan definisi yang digunakan oleh standar profesional akuntan publik di Indonesia yaitu sebagai sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (IAI, 2000, SA seksi 230.06; AICPA, 2002, AU 230.07).

Siegel dan Marconi (1989) dalam Noviyanti (2008) menyatakan bahwa skeptisme profesional auditor dipengaruhi oleh faktor sosial (kepercayaan), faktor psikologikal (penaksiran risiko kecurangan), dan faktor personal (kepribadian).

a. Kepercayaan (trust)

Auditor independen yang melakukan audit dilapangan akan melakukan interaksi sosial dengan klien, manajemen dan staf klien. Interaksi sosial ini akan menimbulkan trust (kepercayaan) dari auditor terhadap klien. Model teoritis yang dikembangkan oleh Kopp dkk., (2003) dalam Noviyanti (2008: 103) menyatakan bahwa kepercayaan (trust) dalam hubungan auditor-klien akan mempengaruhi skeptisme profesional. Tingkat kepercayaan auditor


(48)

37 yang rendah terhadap klien akan meningkatkan sikap skeptisme auditor, sedangkan tingkat kepercayaan auditor yang terlalu tinggi akan menurunkan sikap skeptisme profesionalnya.

b. Penaksiran risiko kecurangan (fraud risk assesment)

Payne dan Ramsay (2005) dalam Noviyanti (2008: 104) membuktikan bahwa skeptisme profesional auditor dipengaruhi oleh penaksiran risiko kecurangan (fraud risk assesment) yang diberikan oleh atasan auditor (auditor in charge) sebagai pedoman dalam melakukan audit di lapangan. Auditor yang diberi penaksiran risiko kecurangan yang rendah menjadi kurang skeptic dibandingkan dengan auditor yang diberi penaksiran risiko kecurangan yang tinggi.

c. Kepribadian (personality)

Tipe kepribadian seseorang diduga juga mempengaruhi sikap skeptisme profesionalnya. Petty dkk., (1997) dalam Noviyanti (2008: 104) mengakui bahwa sikap mempunyai dasar genetik. Sikap yang mempunyai dasar genetik cenderung lebih kuat dibandingkan dengan sikap yang tidak mempunyai dasar genetik. Jadi dapat dikatakan bahwa perbedaan kepribadian individual menjadi dasar dari sikap seseorang termasuk sikap skeptisme profesionalnya. Kepribadian (personality) didefinisikan sebagai karakteristik dan kecenderungan seseorang seperti cara berpikir, berperasaan, dan bertindak.


(49)

38 5. Pendeteksian Kecurangan

Ramaraya (2008) menyatakan bahwa pendeteksian kecurangan bukan merupakan tugas yang mudah dilaksanakan oleh auditor, dari literatur yang ada beberapa faktor yang teridentifikasi yang menjadikan pendeteksian kecurangan menjadi sulit dilakukan, sehingga auditor gagal dalam usaha mendeteksi kecurangan tersebut. Faktor-faktor penyebab tersebut diantaranya: karakteristik terjadinya kecurangan, standar pengauditan mengenai pendeteksian kecurangan, lingkungan pekerjaan audit yang mengurangi kualitas audit, metode dan prosedur audit yang tidak efektif dalam pendeteksian kecurangan. Identifikasi atas faktor-faktor penyebab, menjadi dasar untuk kita memahami kesulitan dan hambatan auditor menjalankan tugasnya dalam mendeteksi kecurangan.

SA Seksi 312.2 (PSA No. 25) paragraph 03 dan 04 menyatakan,

“konsep materialitas mengakui bahwa beberapa hal, baik secara

individual atau keseluruhan, adalah penting bagi kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berlaku Umum (PABU) di Indonesia”. Laporan keuangan mengandung salah saji material apabila dampaknya secara individual atau keseluruhan cukup signifikan sehingga mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berlaku Umum (PABU) di Indonesia. Salah saji dapat terjadi sebagai akibat kekeliruan dan kecurangan.


(50)

39 Kecurangan (fraud) perlu dibedakan dengan kekeliruan (error).

Kekeliruan dapat di deskripsikan sebagai “unintentional mistake”

(kesalahan yang tidak disengaja). Kekeliruan dapat terjadi pada setiap tahap dalam pengelolaan transaksi, dari terjadinya transaksi, pendokumentasian, pencatatan, pengikhtisaran hingga proses menghasilkan laporan keuangan.

Kekeliruan (error) berarti salah saji (misstatement) atau hilangnya jumlah pengungkapan dalam laporan keuangan yang tidak disengaja. Boynton dan Kell (1996:55) dalam Ferdinand dan Na’im (2006: 6) membagi kekeliruan menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Kekeliruan dalam mengambil atau memproses data akuntansi yang akan digunakan untuk membuat laporan keuangan.

2. Kekeliruan perkiraan akuntansi yang diakibatkan oleh kekeliruan interprestasi terhadap fakta.

3. Kekeliruan dalam penerapan prinsip akuntansi terkait dengan jumlah, klasifikasi, tujuan dan pengungkapan.

Sementara irregularities atau kecurangan adalah salah saji atau hilangnya jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan yang disengaja (Yusuf, 2001:66 dalam Ferdinand dan Na’im, 2006: 6). Kekeliruan dan kecurangan dibedakan melalui apakah tindakan yang mendasarinya dan berakibat pada terjadinya salah saji dalam laporan keuangan berupa tindakan yang disengaja atau tidak disengaja. Menurut SA Seksi 316.2 (PSA No. 70), kecurangan berarti” salah saji atau


(51)

40 penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan”. Kecurangan (irregularities) meliputi:

1. Manipulasi, pemalsuan atau mengubah catatan akuntansi atau dokumen pendukung dari laporan keuangan yang disajikan.

2. Salah interpretasi atau penghasilan keterangan atas suatu kejadian, transaksi atau informasi lain yang signifikan

3. Salah penerapan yang disengaja atas prinsip-prinsip akuntansi yang berhubungan dengan jumlah tertentu, klasifikasi dan penyajian serta pengungkapan.

Secara umum penyebab terjadinya kecurangan diakibatkan oleh faktor utama (faktor internal atau dari diri orang yang bersangkutan) dan faktor sekunder atau faktor eksternal. Penyebab utama (internal) terjadinya kecurangan, antara lain adalah (Vanables and Impey, 1988

dalam Ferdinand dan Na’im, 2006: 8):

1. Penyembunyian (concealment). Kesempatan yang ada tidak terdeteksi oleh pengendalian internal perusahaan, sehingga kesempatan tersembunyi ini diketahui oleh seorang yang kemudian melakukan kecurangan.

2. Kesempatan (opportunity). Pelaku perlu berada pada tempat yang tepat, waktu yang tepat agar dapat mendapatkan keuntungan atas kelemahan khusus dalam sistem dan juga menghindari deteksi dini.


(52)

41 3. Motivasi (motivation). Pelaku membutuhkan motivasi untuk

melakukan aktivitas demikian, suatu kebutuhan pribadi seperti ketamakan/ kerakusan dan motivasi lain.

4. Daya Tarik (attraction). Sasaran kecurangan akan direncanakan biasanya jika merupakan sesuatu yang menarik atau yang menguntungkan pelaku.

5. Keberhasilan (success). Pelaku perlu menilai peluang berhasil atau tidaknya suatu tindakan kecurangan, yang dapat menghindari penuntutan atau deteksi.

Adapun penyebab sekunder terjadinya kecurangan, antara lain: 1. Kurangnya pengendalian internal perusahaan, yaitu dengan

memanfaatkan fasilitas perusahaan yang dianggap sebagai suatu tunjangan karyawan

2. Hubungan antara pemberi kerja dan pekerja yang jelek, yaitu kurang adanya saling pecaya dan penghargaan yang tidak semestinya. Pelaku dapat menemukan alasan bahwa kecurangan hanya merupakan kewajiban.

3. Balas dendam (revenge), yaitu ketidaksukaan yang berlebihan terhadap organisasi dapat mengakibatkan pelaku berusaha merugikan organisasi tersebut.

4. Tantangan (challenge), yaitu karyawan yang bosan dengan lingkungan kerja mereka dapat mencari stimulasi dengan berusaha


(53)

42

untuk “merusak sistem”, sehingga mendapatkan kepuasan sesaat

atau pembebasan prustasi.

B. Keterkaitan Antar Variabel Penelitian dan Perumusan Masalah 1. Variabel pendeteksian kecurangan dengan penerapan aturan etika.

Etika pada dasarnya berkaitan dengan moral yang merupakan kristalisasi dari ajaran-ajaran, patokan-patokan, kumplan aturan dan suatu ketetapan baik lisan maupun tertulis. Etika dinyatakan tertulis yang disebut kode etik. Pengembangan kesadaran terhadap aturan etika memainkan peran kunci dalam semua area profesi akuntan. Seorang auditor harus mentaati aturan etika dalam melaksanakan tugasnya untuk memudahkan auditor dalam mendeteksi adanya kecurangan (Louwers, 1997 dalam Gusti dan Ali, 2006). Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam penelitian ini akan dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ha1: Penerapan aturan etika berpengaruh signifikan terhadap

pendeteksian kecurangan.

2. Variabel pendeteksian kecurangan dengan pengalaman.

Penelitian dalam psikologi (Hayes-Roth and Hayes-Roth 1975; Hutchinso 1983; Murphy and Wright 1984) telah menunjukan bahwa seseorang dengan pengalaman lebih pada suatu bidang kajian tertentu, mempunyai lebih banyak hal yang disimpan dalam ingatannya. oleh karena itu, dengan bertambahnya pengalaman auditing, jumlah kecurangan yang diketahui oleh auditor diharapkan akan bertambah. Berdasarkan


(54)

43 penjelasan tersebut, dalam penelitian ini akan dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ha2: Pengalaman berpengaruh signifikan terhadap pendeteksian

kecurangan .

3. Variabel pendeteksian kecurangan dengan skeptisme profesional auditor. Standar Profesional Akuntan Publik menyatakan skeptisme profesional sebagai sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Auditor yang skeptis tidak akan menerima begitu saja penjelasan dari klien, tetapi akan mengajukan pertanyaan untuk memperoleh alasan, bukti, dan konfirmasi mengenai objek yang dipermasalahkan, tanpa menerapkan skeptisme profesional, auditor hanya akan menemukan salah saji yang disebabkan oleh kekeliruan kekeliruan saja dan sulit untuk menemukan salah saji yang disebabkan oleh kecurangan, karena kecurangan biasanya akan disembunyikan oleh pelakunya (Novyanti, 2008: 2). Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam penelitian ini akan dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ha3: Skeptisme professional auditor berpengaruh signifikan terhadap


(55)

44 C. Penelitian Terdahulu

Berikut ini merupakan penelitian yang telah dilakukan yang berkaitan dengan penerapan aturan etika, pengalaman, skeptisme profesional auditor dan pendeteksian kecurangan seperti yang terlihat pada tabel:

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No. Judul & Peneliti Variabel Penelitian

Alat

Pengukuran Hasil Penelitian

1. Hubungan Antara Penerapan Aturan Etika dengan Peningkatan Profesionalisme Auuditor Internal Enjel (2006) Variabel Independen Penerapan Aturan Etika Variabel Dependen Profesional Auditor Internal Deskriptif dengan Pendekatan Survei Penerapan aturan etika mempunyai hubungan korelasi yang dapat diinterpretasikan mempunyai hubungan derajat yang kuat. Hal ini berarti seakin baik penerapan aturan etika maka profesional auditor internal akan semakin meningkat. 2. Pengaruh

Pengalaman Kerja, dan Pendidikan Profesional Auditor Internal Terhadap Kemampuan Mendeteksi Fraud Taufik (2008) Variabel Independen Pengalaman Kerja Pendidikan Profesional Auditor Variabel Dependen Kemampuan Mendeteksi Fraud Regresi Berganda Pengalaman kerja dan pendidikan profesional secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan mendeteksi Fraud

3. Skeptisme Profesional Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan Noviyanti (2008) Variabel Independen Trust (Kepercayaan) Fraud Risk Assesment Tipe Kepribadian Variabel Dependen Desain Eksperimen Apabila seseorang diberi penaksiran resiko kecurangan yang tinggi akan menunjukan skeptisme profesional yang lebih tinggi dalam


(56)

45

No. Judul & Peneliti Variabel Penelitian

Alat

Pengukuran Hasil Penelitian

Skeptisme Profesional mendeteksi kecurangan dan kepribadian mempengaruhi sikap skeptisme profesional auditor

4. Pengaruh Pengalaman dan Skeptisme Profesional Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan Herman (2009) Variabel Independen Pengalaman Skeptisme Profesional Auditor Variabel Dependen Pendeteksian Kecurangan Regresi Berganda Pengalaman dan skeptisme profesional auditor berpengaruh secara signifikan terhadap pendeteksian kecurangan dalam pelaksanaan mengaudit suatu perusahaan. 5. Analisis Pengaruh

Pengalaman, Kompetensi, & Integritas Auditor Eksternal Dalam Mendeteksi Kecurangan Widiyastuti (2009) Variabel Independen Pengalaman Kopetensi Integritas Auditor Eksternal Variabel Dependen Kemapuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan Regresi Berganda Kompetensi auditor berpengaruh secara signifikan dalam mendeteksi kecurangan dan untuk variabel pengalaman dan integritas auditor tidak berpengaruh signifikan dalam mendeteksi kecurangan.

D. Kerangka Pemikiran

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Pendeteksian kecurangan, dan akan diuji dengan hal yang mepengaruhinya yaitu meliputi penerapan aturan etika, pengalaman, dan skeptisme profesional auditor. Untuk itu, dalam penelitian ini akan dirumuskan dalam kerangka pemikiran berikut:


(57)

46 Gambar 2.1

Model Hubungan Penerapan Aturan Etika, Pengalaman, dan Skeptisme Profesional Auditor Terhadap Pendeteksian Kecurangan

Pendeteksian Kecurangan

Herman (2009) & Widiyastuti (2009)

Pengalaman

Herman (2009) &Widiyastuti (2009)

Penerapan Aturan Etika

Enjel (2006)

Skeptisme Profesional


(58)

47 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian empiris. Populasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP) yang berada di wilayah Jakarta. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh variabel independen (penerapan aturan etika, pengalaman, dan skeptisme profesional auditor) terhadap pendeteksian kecurangan.

Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) yang berada di wilayah Jakarta. Lokasi ini dipilih sebagai lokasi penelitian karena daerah-daerah tersebut mudah dijangkau, memiliki kondisi sosial ekonomi yang relatif sama antara kota satu dan yang lain yang ada di wilayah Jakarta.

B. Metode Penentuan Sampel

Prosedur penentuan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan

convenience sampling yang termasuk dalam non probability sampling yaitu tehnik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Metode ini dapat mengambil sampel dari elemen populasi


(59)

48 yang tidak terbatas yang bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan (Indriantoro dan Supomo, 2002:120).

C. Metode Pengumpulan Data

Penentuan metode pengumpulan data dipengaruhi oleh jenis dan sumber data penelitian yang dibutuhkan. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data melalui:

1. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data-data primer yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, yaitu dengan cara memberikan kuesioner tersebut kepada auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP). Kuesioner disebarkan dengan cara datang langsung ke Kantor Akuntan Publik yang dituju.

2. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data-data sekunder yang dijadikan sebagai tinjauan pustaka. Hal ini dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data-data baik yang berasal dari buku-buku, catatan-catatan kuliah, maupun literatur-literatur yang tekait.


(60)

49 D. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik, sehingga pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Uji Kualitas Data

Data-data yang akan digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana penelitian ini dapat diteruskan dan layak untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.

a. Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas bertujuan untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. “suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban dari responden terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu” (Ghazali, 2005:41).

Pengujian reliabilitas yang digunakan adalah One Shot atau pengukuran sekali saja, yang mana pengukuran hanya sekali saja dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur konstruk tertentu menunjukan tingkat reliabilitas yang digunakan adalah teknik Cronbach Alpha yaitu pengujian yang

paling umum digunakan. “suatu variabel dikatakan reliabel jika

menunjukan nilai Cronbach Alpha lebih besar dari pada 0,60’


(61)

50 b. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan di ukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2005:45). Pengujian ini memastikan bahwa masing-masing item pertanyaan dalam kuesioner akan terklasifikasi pada variabel-variabel yang telah ditentukan (construct validity).

Uji validitas ini dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi antar skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk atau variabel. Setelah itu tentukan hipotesis Ho: skor butir pertanyaan berkorelasi positif dengan total skor konstruk dan Ha: skor butir pertanyaan tidak berkorelasi positif dengan total skor konstruk. Setelah menentukan hipotesis Ho: dan Ha, kemudian uji dengan membandingkan r hitung (tabel corrected item-total correlation) dengan r tabel (tabel Product Moment dengan signifikansi 0,05) untuk degree of freedom (df) = n-2. Suatu kuesioner dinyatakan valid apabila r hitung > r tabel (Ghazali, 2005:45).

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Likert,

skala lima tingkatan yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, kondisi, dan persepsi tentang fenomena sosial. Dalam penelitian ini pengukurannya akan digolongkan ke dalam lima kategori yaitu sangat tidak setuju (STS) dengan skor nilai 1


(62)

51 (satu), tidak setuju (TS) dengan skor nilai 2 (dua), Netral (N) dengan skor nilai 3 (tiga), Setuju (S) dengan skor nilai 4 (empat), dan Sangat setuju (ST) dengan skor 5 (lima).

2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen, Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas didalam model regresi adalah sebagai berikut apabila nilai tolerance kurang dari 0,10 atau sama dengan nilai Varance Inflation Factor (VIF) lebih dari 10, maka dapat menunjukan adanya multikoloieritas dan begitu pula sebaliknya (Ghazali,2005:92)

b. Uji Heteroskendastisitas

Uji heteroskendastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut


(63)

52 homoskendastisitas dan jika berbeda disebut heteroskendastisitas (Ghazali, 2005:105). Deteksi ada atau tidaknya heteroskendastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED, dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di-studentized. Model regresi yang baik adalah yang homoskendastisitas atau tidak terjadi heteroskendastisitas. Jika plot membentuk pola tertentu (bergelobang, melebar, kemudian menyempit), maka dapat mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas (Ghazali, 2005:105).

c. Uji Normalitas

Uji dalam penelitian dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji F dan uji t mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Jika data (titik) menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis


(64)

53 diagonal maka menunjukkan pola distribusi normal yang mengindikasikan bahwa model regresi memenuhi asumsi normal (Ghazali, 2005: 110).

3. Uji Hipotesis

Pada penelitian ini menggunakan dua variabel independen dan satu variabel dependen. Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah metode regresi berganda (multiple regression), yaitu regresi yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, yang digunakan untuk menguji Ha1, Ha2, Ha3, dan Ha4 dengan pendekatan interaksi yang

bertujuan untuk memenuhi ekspektasi penelitian mengenai pengaruh penerapan aturan etika, pengalaman, dan skeptisme profesional auditor terhadap pendeteksian kecurangan. Persamaan regresinya adalah sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ε Keterangan:

Y : pendeteksian kecurangan

a : konstanta

b1b2b3 : koefisien regresi X1 : penerapan aturan etika X2 : pengalaman

X3 : skeptisme profesional auditor


(1)

PAE.1 PAE.2 PAE.3 PAE.4 PAE.5 PAE.6 PAE.7 PAE.8 PAE.9

1 5 5 5 5 5 3 3 5 5 41

2 5 5 5 5 5 5 5 5 5 45

3 5 5 5 5 5 3 3 5 5 41

4 5 5 5 5 4 3 3 4 4 38

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 45

6 4 4 4 4 5 4 4 5 4 38

7 5 5 5 5 4 2 4 5 5 40

8 5 5 5 5 5 5 5 4 5 44

9 3 4 5 5 5 5 4 3 4 38

10 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36

11 5 5 5 5 5 3 3 5 5 41

12 5 5 5 5 4 4 4 4 4 40

13 4 5 4 4 4 4 4 5 5 39

14 5 5 5 5 5 4 5 5 5 44

15 5 5 5 5 4 5 4 5 5 43

16 5 5 5 5 4 5 4 5 5 43

17 5 5 5 5 4 5 4 5 5 43

18 5 5 5 5 5 4 4 4 4 41

19 5 5 5 5 4 2 4 5 5 40

20 4 4 4 5 4 4 4 4 5 38

21 5 5 5 5 5 5 5 5 5 45

22 5 5 5 5 5 5 5 5 5 45

23 5 5 4 4 4 4 4 4 4 38

24 4 5 5 2 4 5 5 5 5 40

25 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36

26 5 5 5 5 5 4 4 4 5 42

27 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36

28 5 5 5 5 5 4 5 5 5 44

29 5 5 5 5 5 2 5 5 5 42

30 4 5 4 4 4 2 4 4 4 35

31 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36

32 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36

33 4 4 4 4 4 3 4 4 4 35

34 3 4 5 4 3 3 4 4 5 35

35 5 4 4 5 5 3 3 4 3 36

36 4 4 4 5 4 4 4 4 3 36

37 4 4 4 4 4 4 5 4 5 38

38 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36

39 4 4 4 4 5 5 5 5 5 41

40 4 4 4 4 4 3 4 4 4 35

41 5 5 5 5 4 4 5 5 5 43

42 5 4 5 4 4 4 2 5 5 38

43 5 5 4 4 5 4 4 3 4 38

44 5 5 5 5 5 3 3 4 4 39

45 5 5 5 5 5 3 3 5 5 41

46 5 5 5 5 5 5 4 4 5 43

47 5 5 5 5 5 4 4 5 5 43

48 5 5 5 5 5 4 4 5 5 43

49 5 5 5 5 5 5 4 4 5 43

50 4 4 4 4 4 4 4 3 4 35

51 4 5 5 5 5 5 5 4 5 43

52 5 5 5 5 5 4 4 5 5 43

53 4 4 4 4 4 3 3 4 4 34

54 4 5 4 4 4 2 4 4 4 35

Jawaban Responden (Penerapan Aturan Etika)

Total Responden


(2)

55 4 4 4 4 5 5 5 5 5 41

56 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36

57 4 4 4 4 4 3 3 4 4 34

58 4 5 5 5 5 5 5 4 5 43

59 3 4 5 4 3 3 4 4 5 35

60 4 4 4 4 4 4 5 4 5 38

61 5 5 5 5 5 3 3 5 5 41

62 4 4 4 4 5 5 5 3 3 37

63 4 5 5 5 5 4 3 4 5 40

64 4 3 4 4 5 4 4 4 4 36

65 5 4 5 5 4 5 5 5 4 42

66 4 5 5 4 4 5 3 3 4 37

67 4 4 4 3 4 3 2 2 3 29

68 4 4 5 4 3 4 3 4 3 34

69 4 4 4 4 4 3 4 4 4 35

70 5 5 5 4 4 2 4 5 5 39

71 5 5 5 5 5 4 4 4 5 42

72 5 5 5 5 5 3 3 5 4 40

73 5 5 4 4 3 4 3 3 4 35

74 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36

75 3 4 4 4 4 3 4 3 3 32

76 4 5 4 4 5 3 4 5 5 39

77 3 4 2 3 3 3 4 3 3 28

78 5 4 5 5 5 5 5 5 5 44

79 4 5 4 4 4 5 4 4 5 39

80 3 3 4 3 3 3 3 4 4 30

81 4 4 4 4 4 4 4 5 4 37

82 4 4 4 5 5 3 4 4 4 37

83 5 5 5 4 5 4 5 4 5 42

84 4 5 4 5 4 5 4 5 4 40

85 4 5 5 4 5 4 5 4 5 41

86 4 5 5 5 5 4 3 4 4 39

87 5 4 5 4 4 3 5 4 4 38

88 5 4 4 5 4 5 5 5 5 42

89 5 4 4 4 4 5 5 5 5 41


(3)

PA.1 PA.2 PA.3 PA.4 PA.5 PA.6 PA.7 PA.8 PA.9

1 3 3 4 4 4 3 4 3 4 32

2 5 5 5 5 5 5 5 5 5 45

3 5 5 5 4 5 5 4 4 5 42

4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 33

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 45

6 4 5 4 4 4 4 5 3 4 37

7 3 4 2 3 4 2 3 2 3 26

8 4 4 2 4 4 4 4 2 5 33

9 4 3 4 4 4 3 4 3 5 34

10 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36

11 3 3 4 4 4 3 4 3 4 32

12 5 5 5 4 4 4 4 4 4 39

13 5 5 4 4 4 4 4 5 5 40

14 5 4 4 4 4 4 4 2 4 35

15 3 4 2 3 4 2 3 2 3 26

16 3 4 2 3 4 2 3 2 3 26

17 3 4 2 3 4 2 3 2 3 26

18 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36

19 3 4 2 3 4 2 3 2 3 26

20 5 4 5 4 4 4 4 4 5 39

21 4 3 3 3 3 5 5 2 5 33

22 4 4 4 4 4 3 4 3 4 34

23 4 4 4 4 4 3 3 3 4 33

24 4 5 4 5 4 5 4 4 4 39

25 4 3 3 4 4 4 4 3 4 33

26 5 4 4 4 4 4 4 3 4 36

27 2 4 4 4 4 4 4 4 4 34

28 4 4 4 5 5 4 5 4 5 40

29 5 5 2 4 5 4 5 2 4 36

30 4 3 3 5 5 4 3 3 4 34

31 5 4 5 4 4 4 4 3 4 37

32 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36

33 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36

34 3 4 4 5 5 4 4 3 3 35

35 3 3 4 4 4 4 5 2 4 33

36 4 4 4 4 4 4 4 3 4 35

37 4 4 4 4 4 5 4 4 4 37

38 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36

39 5 5 5 3 3 4 3 3 4 35

40 4 4 4 4 4 4 4 2 4 34

41 4 4 4 3 3 3 3 3 4 31

42 3 4 5 3 4 5 4 3 5 36

43 5 5 5 4 4 5 4 4 3 39

44 4 3 4 4 3 3 4 4 4 33

45 3 3 4 4 4 3 4 3 4 32

46 5 5 5 4 5 5 4 4 5 42

47 4 3 4 4 3 3 4 4 4 33

Lanjutan:


(4)

PA.1 PA.2 PA.3 PA.4 PA.5 PA.6 PA.7 PA.8 PA.9

48 3 3 4 4 4 3 4 3 4 32

49 5 3 5 5 4 5 4 3 3 37

50 3 3 3 3 4 3 3 3 4 29

51 5 5 5 5 5 5 5 4 5 44

52 5 5 5 5 5 5 5 3 4 42

53 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36

54 4 3 3 5 5 4 3 3 4 34

55 5 5 5 3 3 4 3 3 4 35

56 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36

57 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36

58 5 5 5 5 5 5 5 4 5 44

59 3 4 4 5 5 4 4 3 3 35

60 4 4 4 4 4 5 4 4 4 37

61 3 3 4 4 4 3 4 3 4 32

62 4 4 2 3 4 2 3 2 3 27

63 5 5 5 3 3 4 3 3 4 35

64 4 3 4 4 4 4 4 2 4 33

65 5 4 5 5 5 5 5 1 5 40

66 4 4 5 3 3 3 4 4 4 34

67 3 4 4 3 3 2 2 2 3 26

68 3 2 2 3 2 3 2 2 2 21

69 5 4 5 4 4 4 3 4 3 36

70 3 4 2 3 2 3 2 3 4 26

71 5 3 5 5 4 5 4 3 3 37

72 3 3 4 4 4 3 4 3 4 32

73 4 4 4 4 4 3 3 4 3 33

74 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36

75 4 4 4 4 4 3 3 3 4 33

76 2 3 4 4 4 2 3 2 4 28

77 4 3 4 4 4 3 4 4 3 33

78 5 5 5 5 5 5 5 5 4 44

79 4 5 5 5 5 4 4 5 5 42

80 3 2 3 3 3 4 4 3 3 28

81 4 4 3 4 3 4 5 4 5 36

82 4 4 5 4 4 4 4 3 4 36

83 4 5 3 4 3 4 3 4 5 35

84 4 5 4 4 3 3 3 3 4 33

85 4 3 3 3 4 4 4 4 3 32

86 4 4 4 4 4 4 4 4 3 35

87 5 4 4 4 3 4 4 2 4 34

88 3 3 2 2 3 4 4 3 4 28

89 3 3 3 4 3 4 3 4 4 31


(5)

SPA.1 SPA.2 SPA.3 SPA.4 SPA.5 SPA.6 SPA.7 SPA.8 SPA.9 SPA.10

1 4 4 4 4 3 4 4 3 3 3 36

2 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50

3 4 5 5 5 5 4 4 4 5 5 46

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50

6 4 4 4 4 2 4 4 4 4 2 36

7 3 3 4 5 4 4 4 4 4 4 39

8 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40

9 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 37

10 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40

11 4 4 4 4 3 4 4 3 3 3 36

12 4 4 5 5 5 4 4 4 4 5 44

13 5 4 5 5 4 4 5 5 4 5 46

14 5 5 5 5 4 4 4 5 4 5 46

15 3 3 4 5 4 4 4 4 4 4 39

16 3 3 4 5 4 4 4 5 4 4 40

17 3 3 3 5 4 4 4 4 4 4 38

18 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 41

19 3 3 4 5 4 4 4 4 4 4 39

20 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 41

21 4 5 4 4 4 5 5 5 5 4 45

22 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50

23 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40

24 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 38

25 5 3 4 4 3 4 4 4 4 4 39

26 3 4 4 4 3 3 3 4 3 4 35

27 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40

28 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 48

29 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 47

30 4 4 3 4 3 3 4 4 4 4 37

31 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3 34

32 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 38

33 4 4 4 4 4 4 3 2 4 4 37

34 3 4 4 5 3 3 3 5 4 4 38

35 5 3 5 5 5 4 4 3 4 5 43

36 3 3 4 4 4 4 4 3 3 4 36

37 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40

38 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40

39 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 31

40 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40

41 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 32

42 4 3 4 5 4 3 3 4 4 4 38

43 4 5 5 5 4 4 4 5 5 4 45

44 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 39

45 4 4 4 4 3 4 4 3 3 3 36

46 4 5 5 5 5 4 4 4 5 5 46

47 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 39

Lanjutan:


(6)

SPA.1 SPA.2 SPA.3 SPA.4 SPA.5 SPA.6 SPA.7 SPA.8 SPA.9 SPA.10

48 4 3 4 4 3 4 4 3 3 3 35

49 4 5 5 5 4 5 4 5 5 5 47

50 5 5 4 3 4 4 4 4 4 5 42

51 4 4 4 5 5 5 4 4 5 5 45

52 3 3 3 3 3 4 3 4 4 5 35

53 4 4 3 4 4 4 4 3 3 3 36

54 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 37

55 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 31

56 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40

57 4 4 3 4 4 4 4 3 3 3 36

58 4 4 4 5 5 5 4 4 5 5 45

59 3 4 4 5 3 3 3 5 4 4 38

60 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40

61 4 3 4 4 3 4 4 3 3 3 35

62 3 3 4 5 4 4 4 4 4 4 39

63 3 3 4 5 5 5 4 4 5 5 43

64 4 4 4 5 3 2 4 4 3 4 37

65 5 4 5 4 3 1 5 5 3 5 40

66 3 4 3 4 5 3 4 4 4 4 38

67 3 4 3 4 4 3 3 3 4 4 35

68 4 3 4 4 4 3 4 4 4 5 39

69 3 4 4 4 4 4 3 3 3 3 35

70 3 3 4 5 4 4 4 4 4 4 39

71 4 5 5 5 4 5 4 3 4 5 44

72 4 4 4 4 3 4 4 3 3 3 36

73 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 37

74 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40

75 3 3 4 4 3 3 3 4 4 4 35

76 4 4 5 5 5 4 3 2 4 4 40

77 3 3 3 3 4 3 3 2 2 2 28

78 4 4 4 5 4 4 5 4 4 5 43

79 5 5 5 5 4 4 5 5 5 4 47

80 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 31

81 4 3 5 5 4 5 4 5 4 4 43

82 4 4 4 3 3 4 4 4 4 5 39

83 3 4 4 4 5 4 5 4 5 4 42

84 4 4 3 4 4 5 4 3 3 3 37

85 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 39

86 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 41

87 4 4 5 5 3 4 4 4 5 4 42

88 5 5 4 3 4 5 4 4 4 5 43

89 5 5 3 4 4 4 4 4 5 5 43


Dokumen yang terkait

Pengaruh pengalaman, pelatihan dan skeptisisme profesional auditor terhadap pendektesian kecurangan: studi empiris pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Jakarta

1 8 87

Pengaruh etika, Indenpendensi, pengalaman, dan keahlian auditor terhadap opini audit : studi empiris pada kantor akuntan publik di jakarta

3 14 155

Analisis pengaruh profesionalisme, independensi, keahlian, dan pengalaman auditor dalam mendeteksi kekeliruan (studi empiris pada kantor akuntan publik di DKI Jakarta)

0 4 118

Pengaruh sikap skeptisme auditor profesionalisme auditor dan tekanan anggaran waktu terhadap kualitas audit (studi empiris pada kantor akuntan publik di Jakarta Utara)

2 12 137

Pengaruh Pengalaman, Independensi dan Skeptisme Profesional, Auditor terhadap Pendeteksian Kecurangan (Studi Empiris pada KAP di Wilayah Jakarta)

9 46 147

pengaruh tindakan supervisi pengalaman kerja, komitmen organisasi, dan komitmen profesional terhadap kepuasan kerja auditor (studi empiris pada kantor akuntan publik di DKI Jakarta)

3 43 157

Pengaruh profesionalisme dan independensi Auditor terhadap kualitas audit dengan etika Auditor sebagai variabel moderating (studi empiris pada kantor akuntan publik di dki jakarta)

1 5 124

PENDAHULUAN Pengaruh Orientasi Etika Dan Komitmen Profesional Terhadap Sensitivitas Etika Auditor (Studi Empiris Pada Auditor di Kantor Akuntan Publik Kota Surakarta).

0 2 10

PENGARUH ORIENTASI ETIKA DAN KOMITMEN PROFESIONAL TERHADAP SENSITIVITAS ETIKA AUDITOR Pengaruh Orientasi Etika Dan Komitmen Profesional Terhadap Sensitivitas Etika Auditor (Studi Empiris Pada Auditor di Kantor Akuntan Publik Kota Surakarta).

2 7 14

PENGARUH PENERAPAN ATURAN ETIKA, PENGALAMAN KERJA, DAN PERSEPSI PROFESI TERHADAP PROFESIONALISME AUDITOR (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik wilayah Yogyakarta).

0 0 154