ANALISIS TEGANGAN, DEFLEKSI, PEMERIKSAAN KEBOCORAN PADA FLANGE, PERBANDINGAN GAYA DAN MOMEN PADA NOZZLE PIPA DISCHARGE FEED WATER TAKUMA BOILER MILIK PT. SUPARMA

(1)

TUGAS AKHIR

DIAJUKAN GUNA MEMENUHI PERSYARATAN UNTUK MEMPEROLEH GELAR S-1 SARJANA TEKNIK

Disusun Oleh :

CANDRA ARDI KURNIAWAN 20120130076

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA 2016


(2)

(3)

TUGAS AKHIR

DIAJUKAN GUNA MEMENUHI PERSYARATAN UNTUK MEMPEROLEH GELAR S-1 SARJANA TEKNIK

Disusun Oleh :

CANDRA ARDI KURNIAWAN 20120130076

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA 2016


(4)

(5)

iii kesarjanaan di Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebutkan sumbernya dalam naskah dan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 1 Agustus 2016


(6)

iv Laporan Tugas Akhir dengan judul ANALISIS TEGANGAN, DEFLEKSI, PEMERIKSAAN KEBOCORAN PADA FLANGE, PERBANDINGAN GAYA DAN MOMEN PADA NOZZLE PIPA DISCHARGE FEED WATER TAKUMA BOILER MILIK PT. SUPARMA”

Laporan Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi Jurusan Teknik Mesin di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis menghaturkan ucapan terima-kasih kepada :

1. Bapak Novi Caroko, S.T., M.Eng selaku Kepala Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Tito Hadji Agung Santosa, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing I. 3. Bapak Ir. Aris Widyo Nugroho, M.T., Ph.D selaku Dosen Pembimbing II. 4. Bapak Thoharudin, S.T., M.T. selaku Dosen Penguji.

5. Teman-teman Selenk dan Mahasiswa Teknik Mesin UMY yang telah mensupport saya.

6. Orangtua saya Bapak MCY Iswantoni dan Ibu Isti Rohyani, kakak-kakak saya Krisna, Lina, Yoga, Shinta serta keluarga besar di Yogyakarta dan Kediri yang terus tanpa henti mensupport saya.

7. Rekan-rekan MM23 Kampung Wonocatur, Banguntapan, Bantul.

8. Kepada Ardi, Anggit, Ari, Priyo, Kunthi, Vicky, Luthfi, Isa, Amalia, dkk. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun.

Penulis berharap Laporan Tugas Akhir ini dapat berguna dan bermanfaat khususnya bagi kita civitas akademika dan umumnya bagi pembaca semua, Amin.


(7)

v terdapat kemungkinan terjadinya jalur kritis, yaitu jalur yang mengalami tegangan yang melebihi tegangan izin material yang dapat mengakibatkan kegagalan pada pipa, oleh karena itu harus dilakukan analisa tegangan pipa pada jalur tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis tegangan, defleksi, membandingkan gaya dan momen pada nozzle serta memeriksa kebocoran pada flange.

Analisa tegangan pipa dimulai dengan memodelkan sistem perpipaan discharge feed water ini menggunakan perangkat lunak Caesar II 2014 sesuai dengan data sistem perpipaan yang dibuat atau diketahui sebelumnya dengan inputan beban statik meliputi beban berat, tekanan, dan beban suhu serta beban dinamik meliputi beban angin dan gempa.

Setelah dilakukan analisis pada jalur pipa discharge feed water pada Takuma boiler milik PT. SUPARMA ini, dapat disimpulkan bahwa terjadi defleksi yang melebihi dari nilai yang diizinkan. Sehingga perlu dilakukan modifikasi pada jalur pipa yang mengalami defleksi yang tinggi, dengan menambahkan beberapa pipe support untuk mengurangi nilai defleksi yang melebihi dari nilai yang diizinkan tersebut.

Kata Kunci : analisa tegangan, defleksi, gaya dan momen, kebocoran flange, Caesar II 2014


(8)

vi Piping system is a system that serves as a means of transport fluid from one component to another. In a piping system there is the possibility of a critical path, that path is stressed that permission voltage exceeds materials that can lead to failure in the pipe, therefore pipe stress analysis must be performed on the track. The purpose of this study is to analyze the stress, deflection, comparing the forces and moments on the nozzle and check for leaks at the flange.

Analysis pipe stress begins by modeling the piping system discharge feed water using software Caesar II in 2014 in accordance with the data piping system created or previously unknown to input static load includes a heavy load, pressure, and load temperatures and dynamic loads include wind load and earthquake.

After analyzing the discharge pipe line Takuma boiler feed water at PT. Suparma this, it can be concluded that there is a deflection in excess of the allowed values. So that needs modification to the pipeline deflection high, adding some support to reduce the pipe deflection value that exceeds the allowed values.

Keywords: stress analysis, deflections, forces and moments, leaking flange, Caesar II 2014


(9)

vii

KATA PENGANTAR ... iv

INTISARI ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Batasan Masalah... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II DASAR TEORI ... 4

2.1. Teori Tegangan – Regangan Umum ... 4

2.2. Macam-macam Tegangan yang Terjadi Pada Suatu Material ... 6

2.3. Kode Standar Desain Pipa ... 10

2.4. Beberapa Tahap Perancangan Dalam Analisis Tegangan Pipa ... 11

2.5. Teori Dasar Tegangan Pipa ... 12

2.6. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Tegangan Dalam Pipa ... 13

2.7. Teori Tegangan Normal Maksimum ... 17

2.8. Teori Tegangan Geser Maksimum ... 17

2.9. Teori Energi Distorsi Maksimum ... 18


(10)

viii

2.15. Tegangan Dan Defleksi Karena Beban Bobot Mati ... 29

2.16. Jarak Antar Support Maksimum ... 31

2.17. Metode analisis pemeriksaan kebocoran flange ... 32

BAB III SISTEM PERPIPAAN ... 38

3.1. Pipa ... 38

3.2. Penentuan Rating Pipa ... 46

3.3. Washer ... 56

3.4. Gasket ... 56

3.5. Katup (Valve) ... 60

3.6. Penyangga Pipa (Pipe Support) ... 66

BAB IV PERANGKAT LUNAK (SOFTWARE) CAESAR II VERSI 2014 ... 71

4.1. Kemampuan-kemampuan Caesar II 2014 ... 72

4.2. Menu Utama pada Caesar II 2014 ... 75

4.3. Static Analysis ... 84

BAB V METODOLOGI ... 85

5.1. Diagram Alir Pemodelan dan Pemeriksaan Tegangan, Defleksi, Kebocoran pada Flange, dan Perbandingan Gaya dan Momen ... 91

5.2. Diagram Alir Pemodelan dan Analisis Tegangan dan Defleksi ... 92

5.3. Diagram Alir Pemeriksaan Kebocoran Pada Flange ... 93

5.4. Diagram Alir Pemeriksaan Gaya dan Momen ... 94

5.5. Penggunaan Software dan Alat Bantu Lainnya ... 95

5.6. Standar and Code yang digunakan sebagai referensi ... 95


(11)

ix

6.2. Pemodelan dengan Caesar II 2014 ... 117

6.3. Visualisasi pemodelan desain ... 117

6.4. Analisis Tegangan Pipa (Stress Summary) ... 118

6.5. Analisis Defleksi Pipa ... 119

6.6. Analisis kebocoran flange ... 123

6.7. Analisis force dan moment... 128

BAB VII PENUTUP ... 131

7.1. Kesimpulan ... 131

7.2. Saran ... 133

DAFTAR PUSTAKA ... 135


(12)

x

Tabel 2.3. Koefisien beta pada static loads and dinamic loads ... 36

Table 3.1. Material Perpipaan dan Aplikasinya ... 42

Tabel 3.2. Material Perpipaan yang Umum Digunakan ... 43

Tabel 3.3. Schedule Pipa ... 45

Tabel 3.4. Hubungan sambungan socket-welded dan threaded ... 48

Tabel 3.5. ASME B16.5 (Tabel 1A) ... 55

Tabel 3.6. ASME B16.5 (2-1.1) ... 56

Tabel 3.7. Pemilihan Material Gasket ... 58

Tabel 3.8. Pemilihan gasket ... 59

Tabel 3.9. Aplikasi Gasket ... 60

Tabel 3.10. ASME B16.34 (tabel 1 grup 2) ... 65

Tabel 3.11. ASME B16.34 (tabel 2-2.4) ... 66

Tabel 5.1. Data Spesifikasi Material ... 97

Tabel 6.1. Rincian Data ... 99

Tabel 6.2. Satuan-satuan yang tersedia pada program Caesar II ... 100

Tabel 6.3. Nomer Pemodelan ... 107

Tabel 6.4. Analisys High Stresses Summary ... 119

Tabel 6.5. Defleksi Maksimum tiap load case sebelum modifikasi ... 120

Tabel 6.6. Defleksi Maksimum tiap load case setelah modifikasi ... 123

Tabel 6.7. Data pengecheckan kebocoran flange ... 125

Tabel 6.8. Besar Gaya dan Momen yang diijinkan ... 129


(13)

xi

Gambar 2.3. Momen Lentur ... 7

Gambar 2.4. Gaya geser Tunggal ... 8

Gambar 2.5. Batang Silindris dengan Beban Puntiran ... 9

Gambar 2.6. Hubungan Antara Beberapa Disiplin Ilmu ... 12

Gambar 2.7. Prinsip Arah Tegangan pada Pipa ... 13

Gambar 2.8. Sambungan pada Pipa ... 15

Gambar 2.9. Kurva Maksimum Range dari Tegangan ... 20

Gambar 2.10. Profil Beban Angin... 23

Gambar 2.11. Profil Beban Gempa ... 24

Gambar 2.12. Relief Valve ... 26

Gambar 2.13. Profil Beban Water atau Fluid Hammer ... 27

Gambar 2.14. Tumpuan Terdistribusi Merata ... 30

Gambar 2.15. Tumpuan Sederhana ... 30

Gambar 2.16. Tumpuan Jepit ... 30

Gambar 2.17. Local Axis ... 33

Gambar 3.1. Jenis-jenis Elbow ... 49

Gambar 3.2. Jenis-jenis Reducer ... 50

Gambar 3.3. Jenis-jenis Tee ... 50

Gambar 3.4. Flange jenis WN (Welding Neck) ... 51

Gambar 3.5. Flange jenis SO (Slip-On) ... 52

Gambar 3.6. Flange Lap Join ... 53

Gambar 3.7. Jenis-jenis Flange ... 54

Gambar 3.8. Bagian-Bagian Katup ... 61

Gambar 3.9. Katup Pintu (Gate Valve) ... 62

Gambar 3.10. Katup Bola (Globe Valve) ... 62


(14)

xii

Gambar 3.16. Penyangga pipa bracket ... 68

Gambar 3.17. Pembaringan pipa (Pipe Sleeper) ... 69

Gambar 3.18. Pipe Hanger ... 69

Gambar 3.19. Penyangga pipa ... 70

Gambar 4.1. New file ... 76

Gambar 4.2. Make new unit files ... 76

Gambar 4.3. Unit files maintenance ... 77

Gambar 4.4. Input pemulai pemodelan desain ... 78

Gambar 4.5. Spreadsheet overview ... 79

Gambar 4.6. Bend jenis elbow ... 80

Gambar 4.7. Bend pada Spreadsheet... 81

Gambar 4.8. Valve dan flange pada Spreadsheet ... 81

Gambar 4.9. Reducer pada Spreadsheet ... 82

Gambar 4.10. SIF atau Tee pada Spreadsheet ... 83

Gambar 4.11. Restraint pada Spreadsheet ... 84

Gambar 4.12. Load Case ... 85

Gambar 4.13. Error Checking ... 86

Gambar 4.14. Static Output Processor ... 87

Gambar 4.15. Static Output Report ... 88

Gambar 5.1. Diagram Alir Pemodelan dan Pemeriksaan Tegangan, Defleksi, Kebocoran pada Flange, dan Perbandingan Gaya dan Momen .... 91

Gambar 5.2. Diagram Alir Pemodelan dan Analisis Tegangan dan Defleksi ... 92

Gambar 5.3. Diagram Alir Pemeriksaan Kebocoran Pada Flange ... 93

Gambar 5.4. Diagram Alir Pemeriksaan Gaya dan Momen ... 94

Gambar 5.5. 3D modeling piping system atau isometric drawing ... 96


(15)

(16)

xiv Netral

g ... Kostanta Gravitasi h ... Bend Characteristic i ... SIF (Stress Intensification

Factor)

k ... Flexibility Factor l ... Panjang

m ... Massa r ... Jari-jari

i

r ... Jari-jari Dalam o

r ... Jari-jari Luar m

r ... Mean Radius t ... Tebal

w ... Lebar. Berat Beban x.y.z ... Axis Koordinat A ... Luas Permukaan B ... Kostanta Material C ... Konstan, Cold Spring Factor

Do ... Diameter Luar

E ... Modulus Elastisitas Young c

E ... Modulus Elastisitas Young Pada Suhu Dingin

h

E ... Modulus Elastisitas Young Pada Suhu Panas

F ... Gaya

G ... Shear Modulus I ... Inersia Penampang Ip ... Inersia Polar L ... Panjang M ... Momen

b

M ... Bending Momen t

M ... Torsional Momen N ... Number of Cycle R ... Jari-jari, Rasio

S ... Tegangan, Tegangan Lelah b


(17)

(18)

terdapat kemungkinan terjadinya jalur kritis, yaitu jalur yang mengalami tegangan yang melebihi tegangan izin material yang dapat mengakibatkan kegagalan pada pipa, oleh karena itu harus dilakukan analisa tegangan pipa pada jalur tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis tegangan, defleksi, membandingkan gaya dan momen pada nozzle serta memeriksa kebocoran pada flange.

Analisa tegangan pipa dimulai dengan memodelkan sistem perpipaan discharge feed water ini menggunakan perangkat lunak Caesar II 2014 sesuai dengan data sistem perpipaan yang dibuat atau diketahui sebelumnya dengan inputan beban statik meliputi beban berat, tekanan, dan beban suhu serta beban dinamik meliputi beban angin dan gempa.

Setelah dilakukan analisis pada jalur pipa discharge feed water pada Takuma boiler milik PT. SUPARMA ini, dapat disimpulkan bahwa terjadi defleksi yang melebihi dari nilai yang diizinkan. Sehingga perlu dilakukan modifikasi pada jalur pipa yang mengalami defleksi yang tinggi, dengan menambahkan beberapa pipe support untuk mengurangi nilai defleksi yang melebihi dari nilai yang diizinkan tersebut.

Kata Kunci : analisa tegangan, defleksi, gaya dan momen, kebocoran flange, Caesar II 2014


(19)

path, that path is stressed that permission voltage exceeds materials that can lead to failure in the pipe, therefore pipe stress analysis must be performed on the track. The purpose of this study is to analyze the stress, deflection, comparing the forces and moments on the nozzle and check for leaks at the flange.

Analysis pipe stress begins by modeling the piping system discharge feed water using software Caesar II in 2014 in accordance with the data piping system created or previously unknown to input static load includes a heavy load, pressure, and load temperatures and dynamic loads include wind load and earthquake.

After analyzing the discharge pipe line Takuma boiler feed water at PT. Suparma this, it can be concluded that there is a deflection in excess of the allowed values. So that needs modification to the pipeline deflection high, adding some support to reduce the pipe deflection value that exceeds the allowed values.

Keywords: stress analysis, deflections, forces and moments, leaking flange, Caesar II 2014


(20)

1 Di dalam sejarah dunia, penggunaan pipa sudah ada ribuan tahun yang lalu. Sistem perpipaan ribuan tahun yang lalu digunakan untuk mengalirkan air sebagai kebutuhan air minum serta irigasi. Penggunaan sistem perpipaan sudah mengalami perkembangan yang pesat, saat ini penggunaan sistem perpipaan sangat luas di dalam dunia industri, terutama di industri minyak dan gas. Sistem perpipaan berfungsi sebagai media untuk mengalirkan suatu fluida kerja dari suatu equipment ke equipment lainnya. Sistem perpipan harus mampu menahan semua beban-beban yang bekerja, baik itu beban statik yaitu beban yang besarnya tetap sepanjang waktu, maupun beban dinamik yaitu beban yang berubah-ubah menurut fungsi dari waktu.

Sistem perpipaan selalu mempunyai kemungkinan terjadinya jalur pipa kritis (critical pipe line). Jalur pipa kritis adalah jalur perpipaan yang mengalami tegangan melebihi dari kekuatan izin material. Penyebab timbulnya daerah kritis ini antara lain karena diameter pipa yang besar atau fluida kerja yang bersuhu dan bertekanan tinggi. Efek yang dapat ditimbulkan dari jalur pipa kritis ini adalah terjadinya kegagalan.

Maka dari itu analisis tegangan pipa wajib dilakukan pada jalur-jalur kritis, agar dampak buruk dari kegagalan material pipa dalam menerima beban dapat diminimalisir bahkan dihindari. Analisa tegangan pipa sendiri adalah suatu metode terpenting untuk meyakinkan dan menetapkan secara numerik bahwa sistem perpipaan dalam engineering adalah aman, atau suatu cara perhitungan tegangan (stress) pada pipa yang diakibatkan oleh beban statik dan beban dinamik.

Perhitungan tegangan yang terjadi dalam sistem perpipaan merupakan suatu analisis statik yang tidak tentu, sehingga perhitungan dengan cara manual akan memerlukan banyak waktu dan kurang praktis, sehingga program bantuan komputer perangkat lunak (software) diperlukan untuk melakukan analisis tegangan pipa.


(21)

Perangkat lunak tersebut tentu saja telah memenuhi kaidah persyaratan sebagai alat bantu dalam menganalisis tegangan pipa berdasarkan standar code untuk perpipaan.

Permasalahan perlu dilakukannya analisa tegangan disini adalah setelah mengetahui kasus yang diterima di PT INDONESIAN MARINE bahwa di PT SUPARMA sering terjadi kerusakan yang terus menerus setiap bulan nya pada mechanical seal pompa sulzer. Dari teknisi sulzer suspect line menganalisa bahwa terjadinya masalah di jalur pipanya, sehingga perlu dilakukan proses analisa. Proses analisa tersebut meliputi proses analisa tegangan, defleksi, perbandingan gaya dan momen pada nozzle serta pemeriksaan adakah flange yang mengalami kebocoran pada jalur pipa discharge feed water pada Takuma boiler milik PT SUPARMA ini dengan menggunakan bantuan Software CAESAR II 2014.

1.2.Rumusan Masalah

Masalah yang akan diteliti pada tugas akhir ini antara lain :

1. Berapa besar tegangan yang terjadi akibat beban sustained, ekspansi atau occasional pada jalur pipa dengan inputan beban statik dan dinamik menggunakan Software CAESAR II version 2014.

2. Berapa besar defleksi yang terjadi pada jalur pipa dengan menggunakan Software CAESAR II version 2014.

3. Berapa besar perbandingan gaya dan momen pada nozzle pompa dengan gaya dan momen yang disediakan dengan menggunakan bantuan Software CAESAR II version 2014.

4. Apakah terjadi kebocoran flange pada jalur pipa dengan menggunakan Software CAESAR II version 2014.


(22)

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Untuk melakukan analisis tegangan pada pipa discharge feed water Takuma boiler milik PT SUPARMA dengan inputan beban statik dan dinamik menggunakan Software CAESAR II version 2014.

2. Untuk mengetahui defleksi yang terjadi pada jalur pipa dengan menggunakan Software CAESAR II version 2014.

3. Untuk mengetahui besar gaya dan momen pada nozzle pompa dengan menggunakan Software CAESAR II version 2014.

4. Untuk mengetahui apakah terdapat kebocoran pada flange dengan menggunakan Software CAESAR II version 2014.

1.4.Batasan Masalah

Batasan masalah pada penulisan laporan tugas akhir ini adalah :

1. Menghitung tegangan, defleksi, gaya dan momen pada nozzle pompa serta pemeriksaan kebocoran flange dengan menggunakan beban statik dan dinamik, beban statik meliputi beban thermal, berat, dan tekanan internal. Sedangkan beban dinamik meliputi beban gempa dan angin. 2. Perhitungan menggunakan bantuan perangkat lunak CAESAR II version

2014.

1.5.Manfaat Penelitian

Manfaat utama dari penyusunan tugas akhir ini adalah dapat dijadikan sebagai referensi lain bagi PT INDONESIAN MARINE maupun PT SUPARMA guna mengatasi permasalahan yang terjadi pada jalur pipa discharge feed water pada Takuma boiler milik PT SUPARMA.


(23)

4 BAB II

DASAR TEORI 2.1. Teori Tegangan – Regangan Umum

Untuk merancang sistem perpipaan yang baik dan benar, seorang engineer harus memahami perilaku sistem perpipaan akibat pembebanan dan regulasi yang mengatur perancangan sistem perpipaan itu sendiri. Perilaku pada sistem perpipaan antara lain digambarkan dengan parameter-parameter fisik berikut, seperti : perpindahan, percepatan, tegangan, gaya, momen, dan besaran-besaran lainnya. Kegiatan di dalam engineering untuk memperoleh perilaku sistem perpipaan ini dikenal dengan analisis tegangan pipa.

Tegangan () dalam suatu elemen mesin adalah besarnya gaya yang bekerja tiap satuan luas penampang. Tegangan dapat diketahui dengan melakukan pengujian, dan besarnya kekuatan sangat tergantung pada jenis material yang diuji. Bahan yang sering dan umum digunakan adalah baja (steel). Rumus untuk mencari nilai tegangan, yaitu:

A F

 ..……...(2.1) Dengan :

 = Tegangan (N/m2) F = Gaya yang diberikan (N) A = Luas penampang (m2)

Regangan () merupakan perubahan panjang per satuan panjang awal. Regangan rata-rata dinyatakan oleh perubahan panjang dibagi dengan panjang awal, atau secara matematis dapat dituliskan :

L ΔL


(24)

Dengan :

 = Regangan L

 = Perubahan panjang batang (m) = L1L

1

L = Akhir panjang batang (m) L = Panjang batang awal (m)

Gambar 2.1. Kurva Tegangan – Regangan untuk Baja Karbon. Pradana (2014) 1. Titik a adalah batas proporsional

2. O – B adalah daerah elastis, dimana :

 Regangan (deformasi = perubahan bentuk) akan sebanding dengan tegangan yang bekerja :

σ = E .ε (Hukum Hooke) Dengan : σ = Tegangan

E = Modulus elastisitas ε = Regangan

Apabila beban tidak bekerja lagi, maka material akan kembali ke bentuk semula.

3. X2 – X3 adalah daerah plastis, dimana :


(25)

material, maka perubahan bentuk yang terjadi akan permanen meskipun beban ditiadakan.

4. X4 adalah daerah tegangan material tertinggi, dimana :

 Tegangan mencapai harga kekuatan tarik (tensile strength) material, maka material akan mengecil di bagian tertentu dan akhirnya patah/putus.

2.2. Macam-macam Tegangan yang Terjadi Pada Suatu Material 2.2.1. Tegangan Normal

Syidad (2016) mengatakan tegangan normal ( ) adalah intensitas gaya yang bekerja normal (tegak lurus) terhadap irisan yang mengalami tegangan. Bila gaya-gaya luar yang bekerja pada suatu batang yang sejajar terhadap sumbu utamanya dan potongan batang penampang tersebut konstan, tegangan internal yang dihasilkan adalah sejajar pada sumbu-sumbu tersebut. Terdapat beban-beban yang menyebabkan terjadinya tegangan normal, yaitu:

A.Gaya Tarik

Kekuatan dari gaya tarik dapat diperoleh dengan melakukan percobaan uji tarik terhadap spesimen yang mempunyai luas penampang A dan panjang L, seperti ditunjukkan pada gambar 2.3. Spesimen dijepit pada mesin uji lalu diberikan gaya tarik berlawanan arah, hingga spesimen tersebut putus. Spesimen tersebut akan mengalami yang disebut pertambahan panjang (∆L) dan pengecilan luas penampang pada bagian yang memiliki kekuatan yang lebih besar.


(26)

Gambar 2.2. Spesimen Uji Tarik. Ceper (2011)

A F

t  ... (2.3) Dengan :

σt = Tegangan tarik (N/m2) F = Gaya yang diberikan (N) A = Luas penampang (m2) B. Momen Lentur


(27)

2.2.2. Tegangan Geser

Mytho (2010) mengatakan tegangan geser () adalah tegangan yang bekerja sejajar dengan bidang pembebanan. Tegangan geser terjadi jika suatu benda bekerja dengan dua gaya yang berlawanan arah, tegak lurus sumbu batang, tidak segaris gaya namun pada penampangnya tidak terjadi momen. Tegangan ini banyak terjadi pada konstruksi. Macam-macam beban yang menyebabkan terjadinya tegangan geser adalah sebagai berikut :

A. Gaya Geser

Gaya geser cenderung untuk memutar bahan searah jarum jam dan bekerja kebagian bawah. Gaya geser ada dua macam yaitu geser tunggal dan geser ganda, sebagaimana ditunjukan pada gambar 2.4 ini adalah gaya geser tunggal :

Gambar 2.4. Gaya geser Tunggal. Subhan (2015)

A F

g  ...(2.4) Dengan :

g

= Tegangan geser (N/m 2) F = Gaya geser yang bekerja (N) A = Luas penampang (m2)


(28)

B. Momen Puntir

Puntir adalah suatu kondisi yang dialami oleh suatu benda, dimana terjadi akibat adanya gaya yang bekerja berlawanan arah terhadap kedua ujungnya. Khoonah (2014) mengatakan bila material mendapat beban puntiran, maka antara suatu penampang lintang dengan penampang lintang yang lain akan mengalami pergeseran sebagaimana ditunjukan pada gambar 2.5 yang menunjukkan terjadinya pergeseran yang akan mengakibatkan rotasi pada penampang lintangnya.

Gambar 2.5. Batang Silindris dengan Beban Puntiran. Khoonah (2014) 2.3. Kode Standar Desain Pipa

Kode standar desain pipa adalah pedoman untuk mendesain atau membangun suatu sistem perpipaan yang dibuat dengan berdasarkan pengalaman-pengalaman para engineer dibidang industri, tujuan utamanya adalah sebagai solusi dari masalah-masalah mengenai terjadinya banyak kegagalan pada sistem perpipaan karena tidak dibuat atau dirancang dengan aman.

Menurut Santoso (2014) pada saat ini terdapat beberapa kode standard dari komite B31, yang sering dipakai sebagai pedoman di Indonesia sesuai dengan kebutuhan masing-masing industri, yaitu :

- ASME / ANSI B31.1 digunakan pada sistem perpipaan di industri pembangkit listrik.

- ASME / ANSI B31.3 digunakan pada sistem perpipaan di industri proses & petrokimia


(29)

- ASME / ANSI B31.4 digunakan pada pipe transport minyak dan zat cair lainnya.

- ASME / ANSI B31.5 digunakan pada sistem perpipaan pendingin - ASME / ANSI B31.8 digunakan pada pipa transport gas

Selain ASME B31, ada beberapa kode standar pipa yang lain, baik dari Amerika maupun dari negara lain, seperti :

1. ASME Boiler and pressure Vessel, section III, subsection NB, NC, ND, untuk sistem perpipaan di industri pembangkit listrik tenaga nuklir.

2. API kode seri untuk industri di bidang migas. 3. Stoomwezen dari Belanda.

4. SNCT kode dari Prancis untuk petrokimia. 5. Canadian Z662 dari Kanada.

6. BS7195 dari Inggris.

7. NORWEGIAN dan DNV dari Norwegia.

Kode standar desain pipa ini bukanlah buku petunjuk perancangan yang memberi instruksi bagaimana cara merancang atau membuat sistem perpipaan. Kode standar desain pipa ini hanya sebuah alat yang digunakan untuk mengkaji sebuah rancangan sistem perpipaan dengan memberikan persamaan-persamaan yang telah disederhanakan guna menentukan besarnya tegangan dan menjamin keamanan pada sistem perpipaan.

2.4. Beberapa Tahap Perancangan Dalam Analisis Tegangan Pipa

Analisis tegangan pipa adalah suatu ilmu yang membahas tentang aspek tegangan yang terjadi dalam suatu instalasi perpipaan akibat beban-beban yang terjadi. Berfungsi untuk memeriksa tegangan maksimum yang terjadi pada sistem perpipaan agar tidak melebihi tegangan yang diizinkan material.

Menurut Santoso (2007) analisa tegangan pipa juga sebagai salah satu bagian dari proses perancangan sistem perpipaan dan pipe transport, yang berkaitan erat dengan tata letak pipa, perancangan pada sistem spesifikasi pipa, serta perancangan


(30)

tumpuan pipa (piping support). Sebagaimana ditunjukan pada gambar 2.6. Hubungan antara beberapa disiplin ilmu yang berhubungan dengan analisa tegangan pipa :

Perancangan Tata Letak Pipa

Analisis Fleksibilitas dan Tegangan Pipa Diagram Proses dan

Instrumentasi Sistem Spesifikasi Pipa

Gambar Akhir Tata Letak Pipa

Laporan Analisa Tegangan Perancangan Tumpuan

Pipa

Gambar 2.6. Hubungan Antara Beberapa Disiplin Ilmu. Santoso (2007) Hasil-hasil yang dihasilkan dari kelompok analisa tegangan pipa mencakup dan menginformasikan mengenai data yang berisi gambar isometrik pipa beserta informasi mengenai tegangan, gaya dan perpindahan, serta data input dan output dari perangkat lunak (software). Hasil-hasil yand diperoleh dapat digunakan atau difungsikan sebagai acuan perubahan tata letak pipa, tumpuan pipa, dan penyusunan laporan analisa tegangan.

2.5. Teori Dasar Tegangan Pipa

Dalam perancangan suatu sistem perpipaan, seorang engineer harus mengerti prinsip dasar tegangan pipa dan hal-hal yang berhubungan dengan tegangan pipa. Sebuah konstruksi pipa akan dinyatakan rusak apabila tegangan dalam yang terjadi melebihi tegangan batas material atau tegangan yang diizinkan.

Tegangan dalam pipa disebabkan oleh beban luar seperti berat mati, tekanan, pemuaian termal dan bergantung pada geometri pipa dan jenis material pipa.


(31)

Sedangkan tegangan batas yang diizinkan lebih banyak ditentukan oleh jenis material dan metode produksinya.

Dalam membahas kode standar, pengertian tegangan pipa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Tegangan pipa aktual, yaitu tegangan hasil pengukuran dengan perhitungan analisa secara manual ataupun dengan perangkat lunak komputer.

b. Tegangan pipa kode, yaitu tegangan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan tegangan yang tertera dalam kode standar tertentu.

Menurut Santoso (2007) tegangan adalah besaran vektor yang selain memiliki nilai juga memiliki arah. Nilai dari tegangan didefinisikan sebagai gaya (F) per satuan luas (A). Untuk mendefinisikan arah pada tegangan pipa, sebuah sumbu prinsip pipa dibuat saling tegak lurus sebagaimana ditunjukan pada gambar 2.7

Gambar 2.7. Prinsip Arah Tegangan pada Pipa. Santoso (2007)

Sumbu terletak di bidang tengah dinding pipa dan salah satu yang arahnya sejajar dengan panjang pipa disebut sumbu axial atau longitudinal. Sumbu yang tegak lurus terhadap dinding pipa dengan arahnya bergerak dari sudut pipa menuju luar


(32)

pipa disebut sumbu radial, sedangkan sumbu yang sejajar dengan dinding pipa tapi tegak lurus dengan sumbu axial disebut sumbu tangensial.

2.6. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Tegangan Dalam Pipa

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan tegangan dalam pipa, antara lain: 1. Beban panas (thermal)

2. Beban berat (komponen-komponen pipa dan fluida) 3. Tekanan internal

2.6.1 Beban Panas (Thermal)

Menurut Santoso (2007) suhu yang sangat tinggi tentu saja akan menimbulkan perubahan panjang pada pipa. Perubahan panjang pipa :

0 0 1 0

1 L α.(T T ).L L

ΔL    ...(2.15) Tegangan aksial yang terjadi, 

0 0 0 1 0 .L L ) T E.α.α L ΔL . E ε .

E   

 ...(2.16) ) T (T . α .

E 10

 ...(2.17) Dengan :

 = Tegangan (N/m2)  = Regangan (m)

E = Modulus elastisitas (N/m2) L

 = Perubahan panjang batang (m) 0

T = Suhu awal atau instalasi (0F) 1

T = Suhu operasi (0F)

 = Koefisien muai material pipa 1

L = Pertambahan panjang batang(m) 0


(33)

2.6.2 Beban Berat

Tegangan-tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan juga diakibatkan oleh pengaruh berat. Gaya berat ini arahnya sama dengan pada umumnya yaitu vertikal ke bawah sesuai dengan arah gravitasi. Beban tersebut dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Beban mati (dead load)

Beban mati adalah beban dengan kondisi atau besar yang konstan, meliputi berat pipa dan berat komponen-koponen pipa.

2. Beban hidup (live load)

Beban hidup adalah seluruh beban yang tidak tetap, meliputi berat pipa, komponen-komponen pipa dan berat fluida yang mengalir.

Beban berat sendiri akan menimbulktan terjadinya defleksi atau lengkungan. Masalah yang terjadi pada beban berat rata-rata dialami pada pipa-pipa yang memiliki diameter besar. Arah dari beban berat sendiri adalah ke bagian bawah.

Sebuah beban berat dapat diatasi dengan menambah penyangga pipa (pipe support), untuk menghemat jumlah penyangga pipa dapat dilakukan dengan membuat bentangan (span) yang besar, namun span yang besar juga pasti akan menimbulkan lengkungan yang besar sehingga pasti akan menimbulkan tegangan yang besar . Sehingga penambahan bentangan (span) maksimum yang diperbolehkan, tergantung dari diameter dan schedule pipa.

2.6.3 Tekanan Internal

Tekanan Internal dari fluida kerja yang mengalir di dalam pipa akan menimbulkan tegangan-tegangan pada pipa. Menurut Santoso (2007) untuk tekanan yang relatif kecil, pengaruh tegangan yang ditimbulkan juga relatif kecil, sebaliknya untuk tekanan tinggi akan menyebabkan tegangan yang tinggi pula, sebagaimana ditunjukan pada gambar 2.8


(34)

(a) Sambungan Transversal/Tangensial (b) Sambungan Longitudinal/Aksial Gambar 2.8. Sambungan pada Pipa. Santoso (2007)

Jenis-jenis tegangan yang terjadi menurut jenis sambungan pada pipa adalah : A. Tegangan Longitudinal atau Aksial

Tegangan longitudinal adalah tegangan yang arahnya sejajar dengan pipa. Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya tegangan longitudinal seperti axial force dan internal pressure.

B. Tegangan Transversal

Tegangan transversal ini terjadi pada pipa dengan jenis sambungan longitudinal atau aksial.

2.7. Teori Tegangan Normal Maksimum

Teori tegangan normal maksimum merupakan sebuah teori kegagalan yang sederhana, Santoso (2007) mengatakan kegagalan akan terjadi bila tegangan normal maksimum terjadi melebihi dari tegangan luluhnya.

2.8. Teori Tegangan Geser Maksimum (TRESCA)

Teori ini sering disebut juga dengan teori Tresca. Tresca menulis suatu paper yang penting, berhubungan dengan teori tegangan geser maksimum pada tahun 1864,


(35)

dan J Guest dari Inggris menguji penggunaan teori ini sekitar tahun 1900. Oleh karena itu teori tegangan geser ini kemudian disebut dengan teori Tresca atau teori Guest.

Guest J (1900) menyatakan bahwa konstruksi akan berada di daerah aman apabila beban yang diberikan memberikan tegangan normal yang tidak lebih dari tegangan luluhnya dan tegangan geser tidak lebih dari setengah tegangan luluhnya.

2.9. Teori Energi Distorsi Maksimum (Von Mises)

Energi elastis total dibagi ke dalam dua bagian yaitu yang berhubungan dengan perubahan volumetrik bahan, sedang yang lain menyebabkan distorsi geser (gangguan), untuk material-material ulet, misalnya baja dan besi cor.

Von Mises dan Hencky (1925) bahan ulet (ductile) yang dibebani dalam berbagai arah (hidrostatik), mempunyai batas tegangan yang lebih besar dari tegangan batas yang dihitung seperti pada teori Tresca. Batas tegangan tersebut disebut tegangan ekuivalen.

2.10. Kelelahan Metal

Sistem perpipaan mempunyai banyak komponen perpipaan, dimulai dari pipa, bejana, dan peralatan-peralatan yang sering mengalami kerusakan setelah beroperasi selama bertahun-tahun. Kegagalan-kegagalan pada suatu komponen seperti ini dikenal dengan nama kelelahan metal (fatigue), yang disebabkan oleh pembebanan berulang-ulang yang besarnya cenderung rendah. Kegagalan dapat terjadi dimana tegangan pipa lebih rendah dibandingkan kekuatan luluhnya. Menurut Ceria (2012) kelelahan metal disebabkan karena konsentrasi tegangan yang besar menyebabkan deformasi plastis yang pada akhirnya menyebabkan timbulnya retakan-retakan halus, sementara tegangan rata-rata pada keseluruhan penampang pipa maupun bejana tekan jauh di bawah kekuatan luluhnya. Jika beban ini terjadi secara berulang kali maka retakan halus tersebut akan merambat sampai kegagalan yang menyeluruh pada dinding pipa maupun komponen-komponen sistem perpipaan lainnya.


(36)

Secara umum kelelahan metal disebabkan oleh beban perpindahan, bukan oleh beban gaya (force load). Santoso (2007) mengatakan jika beban perpindahan menyebabkan tegangan lokal di material pipa yang melebihi titik plastis atau tegangan luluh, maka akan terjadi beberapa hal yang penting. Bila beban perpindahan ini diulang, maka tegangan residu harus dilawan dahulu, lalu kemudian tegangan luluh yang baru dapat dilampaui. Fenomena ini menghasilkan tegangan absolute yang lebih rendah daripada beban perpindahan yang sama besar sebagaimana ditunjukan pada gambar 2.9. dimana maksimum range dari tegangan dibatasi sebesar dua kali tegangan luluh (2Sy).

Gambar 2.9. Kurva Maksimum Range dari Tegangan. Santoso (2007)

Berdasarkan fenomena ini, besar maksimum dari perbedaan tegangan ekspansi (Stress espansion range) pada pipa adalah dua kali tegangan lelah.

2.11. Tegangan Primer dan Tegangan Sekunder

Tegangan kode memberikan standar kriteria kegagalan untuk perancangan sistem pipa. Ada dua kriteria kegagalan yang berbeda, yaitu :

1. Kegagalan yang disebabkan oleh beban primer. 2. Kegagalan yang disebabkan oleh beban sekunder.


(37)

2.11.1.Beban Primer

Karakteristik beban primer diantaranya adalah :

a. Beban primer pada umumnya disebabkan oleh gaya (force), seperti : tekanan, gaya berat (bobot mati), gaya pegas (spring), gaya dari relief valve dan fluid hammer.

b. Beban primer tidak bersifat membatasi diri (self limiting), artinya setelah deformasi plastis terjadi, selama beban itu bekerja, maka deformasi akan berlanjut hingga kesetimbangan gaya dapat tercapai.

c. Beban sifatnya tidak berulang-ulang (kecuali beban dengan variasi tekanan, selain dikategorikan sebagai beban primer, juga dikategorikan sebagai beban sekunder).

d. Batas tegangan yang diijinkan pada tegangan primer didapatkan melalui teori kegagalan, seperti : teori Von Mises, Tresca, dan Rankine.

e. Kegagalan dapat terjadi oleh satu beban tunggal yang menimbulkan deformasi plastis total atau patah.

2.11.2.Beban sekunder

Karakteristik Beban Sekunder adalah :

a. Beban sekunder pada umumnya biasa disebabkan oleh perpindahan (displacement), seperti : ekspansi thermal, getaran, dan perpindahan anchor. b. Beban sekunder bersifat membatasi diri sendiri (self limiting), artinya setelah

deformasi plastis terjadi, deformasi tidak berlanjut terus menerus karena tegangan berkurang dengan sendirinya bahkan cenderung menghilang. c. Beban sekunder memiliki sifat berulang.

d. Batas tegangan yang diizinkan untuk tegangan sekunder didapat berdasarkan jumlah siklus beban dari kegagalan kelelahan metal.

Kegagalan tidak dapat terjadi olehs atu beban tunggal, melainkan kerusakan dapat terjadi setelah sejumlah beban berulang bekerja pada sistem perpipaan. Maka


(38)

dari itu, meskipun sebuah sistem perpipaan sudah sukses beroperasi bertahun-tahun, hal ini tidak menjamin perancangan perpipaan yang baik.

2.12. Beban Occational

Beban occational adalah beban primer yang terjadi dalam waktu yang singkat dan jarang terjadinya. Karena beban ini hanya bekerja sebentar, beban ini tidak akan mengakibatkan kegagalan karena rangkak (creep), sehingga tegangan yang terjadi diperbolehkan melebihi tegangan akibat beban primer yang tetap (sustained load).

Yang termasuk beban occational pada sistem perpipaan adalah: 1. Beban angin

2. Beban gempa

3. Beban fluid transient, karena perubahan tekanan maupun suhu seperti beban kejut.

Beban occational memiliki sifat yang dinamis baik besarnya maupun arahnya, sangat cepat sehingga pipa tidak cukup waktu untuk merespon seperti pada beban statis. Karena itu untuk mengevaluasi akibat beban ini, seharusnya dilakukan dengan analisa dinamis. Beban Occasional dapat dibedakan menurut profil beban sebagai fungsi waktu , yaitu beban yang acak (random) dan beban kejut.

2.12.1.Beban Random

Beban acak (random) mengalami perubahan besar dan arah secara acak. Beban yang termasuk tipe ini adalah :

A. Beban angin

Santoso (2007) mengatakan jika udara mengalir membentur permukaan

dinding pipa maka akan menimbulkan “tekanan equivalen” pada pipa, yang diakibatkan berkurangnya momentum yang dimiliki angin tersebut. Walaupun angin memiliki sifat yang tidak bisa diperdiksi seperti arah dan kecepatan rata-rata, namun perubahan arah dan kecepatan sering terjadi, misalnya karena hembusan angin kuat yang datang secara tiba-tiba. Perubahan arah dan kecepatan angin ini besifat acak


(39)

(random) sebagaimana ditunjukan pada gambar 2.10

Gambar 2.10. Profil Beban Angin. Santoso (2007)

Menurut Santoso (2007) perumusan yang digunakan dalam menghitung besarnya beban angin sebagai berikut :

θ sin . A . C . G . q

FWLz z d ...………...………...(2.27) Dengan :

qz = tekanan ekuivalen angin Gz = Gust-Factor

Cd = koefisien bentuk

= 0,5-1,2 tergantung kekasaran dan tinggi pipa A = D.l

θ = sudut antara sumbu aksial pipa dan arah angin

Menurut Santoso (2007) tekanan equivalen angin (qz) adalah energi angin yang besarnya berbanding lurus dengan berat jenis udara dan kecepatan angin dalam kuadrat, sering ditulis dalam kode setelah nilai berat jenis dimasukkan dan memperhatikan koefisien exposure (Kz) dan koefisien Impotance (I) dan juga koefisien topografi (Kzt).

) N/m ( . I . .V K . K . 0,613

qzz zt 2 2 ………..…………..(2.28)


(40)

Kz = koefisien exposure Kzt = koefisien topografi

V = kecepatan dasar angin (mph atau ./dtk) I = faktor importansi dari kehunian

B. Beban Gempa

Beban gempa disebut juga dengan beban seismic, disebabkan oleh bergeraknya tanah secara random atau acak. Sebagaimana ditunjukan pada gambar 2.11

Gambar 2.11. Profil Beban Gempa. Santoso (2007)

Menurut Santoso (2007) rumus beban total akibat gempa sebagai berikut : W . S . C . K . I . Z

V .……….……...…………...……(2.29) Dengan:

Z = koefisien zona gempa

= 1/8 untuk zona 0 (hanya pada ANSI 58.1) = 3/16 untuk zona 1

= 3/8 untuk zona 2 = 3/4 untuk zona 3 = 1 untuk zona 4

I = importance factor pemakai = 1,0 untuk pipa dan bejana tekan


(41)

K = konstanta jenis ukur

= 2,0 untuk struktur selain gedung termasuk pipa dan bejana tekan C = faktor beban geser = 1/(15T)1/2<0,12

T = periode natural dari struktur S = koefisien soil

= 1,0-1,5 dimana CS<0,14 W = berat mati dari pipa

2.12.2. Beban Kejut

Perubahan tekanan dan temperatur secara mendadak karena sebuah proses, dapat menimbulkan tegangan dan gaya yang perlu diperhitungkan besarnya. Beban yang terjadi akibat perubahan mendadak ini memiliki karakteristik kejut, yaitu dari beban yang minimum menjadi maksimum, kemudian setelah durasi tertentu aksi beban ini menghilang kembali. Contoh dari jenis beban ini adalah:

A. Beban relief valve

Katup relief valve adalah katup yang membatasi tekanan rangkaian maksimum, mencegah bagian tekanan menjadi tekanan deengan beban berlebih, dan mengontrol torsi yang dibangitkan oleh motor dan silinder hidrolik. Sistem perpipaan mencapai level tertentu, maka relief valve akan terbuka dan membebaskan fluida keluar untuk menurunkan tekanan dalam pipa, pada saat melepaskan fluida tersebut timbul gaya yang bekerja pada katup (valve) atau pipa. Gaya ini berubah dari nihil sampai nilai maksimum selama valve mengalami pembukaan, lalu nilai itu tetap selama valve terbuka penuh untuk melepaskan fluida secukupnya, sehingga tekanan berlebih akan menghilang. Kemudian valve menutup, dimana besar gaya dari nilai maksimum berkurang sampai nihil selama proses menutupnya valve tersebut. Sebagaimana ditunjukan pada gambar 2.12. berikut.


(42)

Gambar 2.12. relief valve. Lit2 (2008) B. Beban karena water atau fluid hammer

Menurut Prastowo dan Sisiwanto (2014) mengungkapkan bahwa jika aliran fluida dihentikan secara tiba-tiba oleh pompa atau valve yang menutup, fluida dari pipa upstream tidak akan dapat berhenti secara langsung. Fluida ini memberikan tambahan kompresi (tekanan) di area penutupan. Di sisi lainnya dari area penutupan (valve atau pompa), aliran meninggalkan tempat penutupan tersebut menyebabkan penurunan tekanan. Perubahan tekanan ini ikut mengalir dengan fluida. Perbedaan tekanan ini pada pipa lurus antara dua bend atau elbow menyebabkan gaya aksial yang tidak balance, karena batas perbedaan tekanan ini ikut mengalir, dengan kecepatan suara di fluida. Beban yang tidak balance ini juga berpindah dari satu segment pipa lurus, ke segment pipa lurus lainnya sebagaimana ditunjukan pada gambar 2.13. berikut.


(43)

Gambar 2.13. Profil Beban Water atau Fluid Hammer. Sisiwanto, Prastowo, dan Cahyono (2014)

2.13. Persamaan Tegangan Kode ASME/ANSI B31.3

1. Menurut Santoso (2007) rumus tegangan karena beban tetap (Sustained Load)

h o 2 o o 2 i i m ax

l S

t . 4 d . P Z M . i M . i A F

S      .….….(2.30)

Tegangan Longitudinal pipa disebabkan oleh bobot berat dan tekanan. Dengan :

Fax =gaya aksial karena beban tetap (lb)

Mi = momen lendutan dalam bidang (in plane) karena beban tetap (in-lb) Mo = momen lendutan luar bidang (out plane) karena beban tetap (in-lb) ii, io = faktor intensifikasi (SIF) in plane dan out plane

Sh = tegangan dasar yang diizinkan oleh material menurut Appendiks A dari ASME/ANSI B31.3 code.

2. Menurut Santoso (2007) tegangan karena beban Ekspansi (Expansion Load)

 

 

l h C A 2 T 2 o o 2 i i

E S f . 1,25 . S 1,25 . S - S Z M . 4 M . i M . i


(44)

Tegangan kombinasi pipa disebabkan oleh perbedaan temperature (beban ekspansi thermal.)

Dengan :

Mi = momen lendutan dalam bidang (in plane) karena beban ekspansi (in-lb)

Mo = momen lendutan luar bidang (out plane) karena beban ekspansi (in-lb)

MT = faktor intensifikasi (SIF) in plane dan out plane

Sh = tegangan dasar yang diizinkan oleh material menurut Appendiks A dari ASME/ANSI B31.3 code pada temperatur terendah (dingin)

Sh = tegangan dasar yang diizinkan oleh material menurut Appendiks A dari ASME/ANSI B31.3 code pada temperatur tertinggi (panas)

f = faktor reduksi dengan mempertimbangkan kelelahan material (beban dinamis yang berulang)

3. Menurut Santoso (2007) tegangan karena beban okasional (Occasional Load) h

occ

l S 1,33 . S

S   ..……….. ………(2.32)

Tegangan kombinasi pipa karena beban perpindahan tumpuan, anchor misalnya karena gempa bumi dan sebagainya.

2.14. Pembatasan Tegangan Perpipaan Menurut Caesar II

Caesar II mendefinisikan beberapa beban kombinasi seperti beban sustained, beban ekspansi, beban occational (kadang-kadang), dan beban operasi. Menurut Santoso (2007) berikut perumusan untuk masing-masing beban :

1. Beban Sustained - Stress :

A F Z ) M . I ) M . (I ) D -(D D . P S axl 2 0 0 2 i i 2 i 2 0 2 i L     …….…(2.33).


(45)

- Allowable : Sh(Stress yang diizinkan untuk bahan pipa saat beroperasi) - Rasio :

h L S S

- Combin : W+P (Berat + tekanan) - Aturan Aman : SL < Sh

2. Beban Expansion

- Stress : SE = Sb24St2 ………...……….(2.34) - Allowable : SA = f[1,25(ScSh)Sl]

- Rasio : A E S S

- Combin : Cold to T ( Temperatur ) - Aturan Aman : SE SA

3. Beban Occasional

- Stress : b lp

ax

0 S S

A F

S    ………..(2.35)

- Allowable : K . Sh

- Rasio : SLO / (1,33 . SH )

- Combin : W+P+T+(beban dinamis) - Aturan Aman : SL < 1,33 . SH

4. Beban Operating : Beban operating merupakan beban yang didefinisikan oleh pengguna Caesar dan tidak memiliki allowable stress karena tidak diatur oleh kode, fungsinya untuk mengetahui besar tegangan apabila beberapa beban di kombinasikan.

2.15. Tegangan Dan Defleksi Karena Beban Bobot Mati

Bobot mati dari pipa diasumsikan terdistribusi merata per satuan panjang pipa, dan pipa dianggap ditumpu oleh support secara kontinyu pada jarak (pipe


(46)

support span) yang sama, sebagaimana ditunjukan pada gambar 2.14. berikut, maka teori dasar batang elastis dapat diterapkan.

Gambar 2.14. Tumpuan Terdistribusi Merata. Santoso (2007)

Permasalahan yang masih ada dalam menerapkan teori batang elastis ini adalah bagaimana memodelkan jenis tumpuan tadi dalam teori, yaitu apakah tumpuan sederhana (pinned support / simply supported) sebagaimana ditunjukan pada gambar 2.15 di mana rotasi bebas sepenuhnya.

Gambar 2.15. Tumpuan Sederhana. Santoso (2007)

Atau tumpuan jepit (fixed / clamped support) sebagaimana ditunjukan pada gambar 2.16. di mana rotasi sepenuhnya ditahan.


(47)

2.16. Jarak Antara Support Maksimum (Maximum Pipe Span)

Manufacturur Standardization Society of the Valve and Fitting Industry (MSS) dalam MSS-SP-69 telah mempublikasikan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus-rumus di atas setelah dimodifikasi dengan menggunakan satuan lb, psi, ft-in.

Kemudian mengambil asumsi berikut :

a. Ketebalan pipa yang digunakan adalah standard pipa ANSI b. Tidak ada beban terkonsentrasi di antara dua support

c. Tidak ada perubahan arah pipa horizontal maupun vertikal di antara dua support

d. Stress Intensification Factor, SIF di support diabaikan

e. Maksimum tegangan yang diizinkan 15.000 psi (carbon steel) f. Maksimum lendutan yang diizinkan 0,1 inchi


(48)

Untuk kasus dimana asumsi di atas tidak berlaku, maka engineer harus memberi perhatian lebih jauh, misalnya jika ada perubahan arah horizontal mengharuskan maksimum pipe span dikurangi sampai 75% dari nilai acuan dari tabel. Jika hal ini tidak diperhatikan, maka tip sagging bisa menimbulkan masalah tegangan yang besar. Posisi support yang terbaik adalah tepat pada belokan (bend), hanya saja ini biasanya tidak dibolehkan oleh kode pipa karena menyebabkan masalah lain, yaitu konsentrasi tegangan (SIF) yang tinggi.

Untuk kasus dimana ada beban terkonsentrasi, seperti : valve, maka standard MSS merekomendasikan supaya valve dipasang sedekat mungkin dengan support. Reduksi dari pipe span acuan juga bisa digunakan sampai di bawah 50%.

Perubahan arah vertikal bisa dianggap sebagai beban terkonsentrasi pada bagian pipa mendatar dengan berat riser sebagai beban konsentrasinya. Pipe span di bagian pipa vertikal (riser) tidak ditentukan dengan standard ini, karena beban berat tidak menimbulkan tegangan dan defleksi seperti yang diuraikan di atas. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahaya buckling akibat tegangan kompresi di riser, oleh karena itu direkomendasikan riser support yang menahan berat diletakkan di atas titik berat riser.

2.17. Metode analisis kebocoran

Analisa kebocoran membahas tentang aspek kebocoran yang terjadi dalam suatu instalasi perpipaan akibat beban-beban yang terjadi. Berfungsi untuk menganalisa dan memeriksa kebocoran yang terjadi pada sistem perpipaan agar tidak melebihi pembebanan yang di izinkan oleh standard komponen - komponen fitting pada sistem perpipaan.

2.17.1.Flange

1. Periksa tekanan keseluruhan pada flange :

Menurut Santoso (2007) metode perhitungan dengan tekanan equivalen (peq) berdasarkan standard ASME Section III, Flange Check (NC-3658) base oil adalah:


(49)

ASME P P

peq  ...(2.43) Dengan :

PASME = tekanan kerja pada temperature desain ASME B16.5, B16.47 (bar)

P = tekanan operasi (bar) Peq = tekanan equivalen (bar)

Sedangkan, nilai tekanan equivalen (peq) berdasarkan standard ASME Section III, Flange Check (NC-3658) base oil adalah:

2 3 G FA x 127 G MF x 509296

Peq  ...(2.44) Dengan :

Peq = tekanan equivalen (bar)

MF = resultan momen puntir pada kondisi desain (DaN.m) FA = gaya aksial pada kondisi desain (DaN)

G = diameter gasket efektif (mm) 2

2 Mo Mi

MF  ...(2.45)


(50)

Metode ini berlaku untuk semua Welding Neck Flanges in Carbon Steel or Stainless Steel or Duplex stainless steel pada temperatur < 1200C dan terhubung pada vessel or equipment. Untuk temperatur >1200C, tekanan equivalen-nya (peq), harus dibagi lagi dengan faktor koreksi (β), faktor koreksi (β) ditetapkan oleh perusahaan/intansi terkait untuk menghindari batasan suhu dan tekanan.

2. Menurut Santoso (2007) kesimpulan dari persamaan metode pembagian faktor koreksi :

ASME P

β

P peq

...(2.46) Dengan :

Peq = tekanan equivalen (bar)

PASME = tekanan kerja pada temperature desain ASME B16.5,

B16.47 (bar)

P = tekanan operasi (bar)


(51)

(52)

Tabel 2.3. Koefisien beta pada static loads and dinamic loads. Santoso (2007)

2.17.2.Gasket

Gasket adalah materi atau gabungan dari beberapa materi yang diapit diantara dua sambungan mekanis yang dapat dipisah. Fungsi utama dari gasket sendiri adalah untuk mencegah kebocoran selama jangka waktu tertentu.


(53)

34 BAB III

SISTEM PERPIPAAN

Sistem perpipaan adalah suatu sistem yang digunakan untuk transportasi fluida antar peralatan (equipment) dari suatu tempat ke tempat yang lain sehingga proses produksi dapat berlangsung.

Komponen sistem perpipaan secara umum terdiri dari : 1. Pipa

2. Fitiing (elbow, reducer, tee, flange, dll).

3. Instrumentasi (peralatan untuk mengukur dan mengendalikan parameter aliran fluida, seperti temperatur, tekanan, laju aliran massa, level ketinggian, dll).

4. Peralatan atau equipment (penukar kalor, bejana tekan, pompa compressor, dll).

5. Penyangga pipa (pipe support dan pipe hanger). 6. Komponen khusus (strainer, drain, vent, dll).

Pada tugas akhir ini akan dibahas mengenai analisis pada jalur pipa discharge feed water pada Takuma boiler milik PT Suparma. Boiler secara umum dalam teori sistem perpipaan adalah bejana bertekanan dengan bentuk dan ukuran yang didesain untuk menghasilkan uap panas. Uap panas dengan tekanan tertentu kemudian digunakan untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Boiler Feed Water Pump merupakan salah satu aplikasi penggunaan pompa sentrifugal berukuran besar pada industri pembangkit listrik tenaga uap. Pompa ini berfungsi untuk mengontrol dan memberikan air pada jumlah tertentu yang berasal dari tanki air (Feed Water Tank) menuju boiler dengan spesifikasi tekanan tertentu. Air tersebut sebelum masuk ke boiler biasanya mengalami pemanasan awal (pre-heating). Sehingga air yang dipompa oleh BFWP juga memiliki temperatur tertentu yang cukup panas. Istilah Feedwater disini adalah air yang dimasukan ke dalam boiler untuk dipanaskan dan di


(54)

ubah menjadi uap. Feedwater yang digunakan dalam boiler adalah alat untuk mentransfer energi panas dari bahan bakar yang dibakar menjadi energi mekanis putaran turbin uap.

3.1.Pipa

Pipa adalah suatu komponen berbentuk silindris yang digunakan untuk memindahkan fluida bertekanan yang didesain sedemikian rupa sesuai dengan spesifikasi material tertentu. Pada bab ini akan membahas untuk pipa baja dan pipa besi, karena kedua jenis pipa ini yang paling banyak digunakan terutama pada industri-industri perminyakan. Secara umum pipa dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu pipa tanpa sambungan (seamless) dan pipa dengan sambungan las (welded).

3.1.1. Pipa Tanpa Sambungan (Seamless Steel Pipe)

Pipa seamless terbuat dari bahan berbentuk silindris pejal, yang kemudian dibor pada bagian tengahnya, sedangkan bagian luarnya dilakukan pengerolan.

3.1.2. Pipa dengan Sambungan Las (Welded Steel Pipe)

Pipa welded terbuat dari bahan plat yang di roll dan kemudian dilakukan pengelasan pada kedua ujungnya. Proses pengelasan ini dapat dibedakan menjadi :

Electric Resistance Welding (ERW), berdasarkan tahanan listrik (elektroda lelah).

Electric Fusion Welding (EFW), dengan pemanas filter metal oleh gas. Meskipun pipa Seamless dan Welded keduanya dipakai dalam industri perpipaan, namun seamless pipe umumnya dipakai pada tekanan yang tinggi. Jika pipa welded dipakai pada tekanan tinggi, maka harus dilakukan perhitungan terhadap ketebalan dengan memperhitungkan efisiensi pengelasan (relatif terhadap pipa seamless). Mengenai efisiensi sambungan las pada Welded Steel Pipe ini diatur dalam Code (misal pada ANSI B31.1 untuk Power Piping).


(55)

3.1.3. Material Pipa

Material-material pipa secara umum adalah carbon steel, carbon moly, galvanees, ferro nikel, stainless steel, PVC (paralon), chrome moly, viber glass, aluminum (aluminium), wrought iron (besi tanpa tempa), copper (tembaga), red brass (kuningan merah), nickel copper=monel (timah tembaga), nickel chrom iron= inconel (besi timah chrom).

Dalam industri, material pipa yang paling umum digunakan adalah carbon steel. Carbon steel (baja karbon) adalah material logam yang terbentuk dari unsur utama Fe dan unsur kedua yang berpengaruh pada sifat sifatnya adalah karbon, maksimum kandungan karbon pada baja karbon kurang lebih sebesar 17%. Sedangkan unsur lain yang berpangaruh menurut prosentasenya. Kandungan minimum pada baja karbon adalah chrom (Cr), nikel (Ni), molybdenum (Mo) dimana unsur ini akan menambah kekuatan, kekakuan, dan ketahanan terhadap korosi.

Secara umum sifat baja ditentukan oleh kandungan C (carbon) berdasarkan kandungan C (carbon) dan unsur-unsur lainnya, maka dikenal :

1. Low carbon steel

Baja karbon rendah adalah baja yang mengandung karbon kurang dari 0,3% C. Baja karbon rendah mudah di-machining dan dilas, keuletan dan ketangguhannya sangat tinggi tetapi keuletannya sangat rendah dan aus

2. High carbon steel

Baja karbon tinggi adalah baja yang mengandung kandungan karbon 0,6% C-1,7% C dan memiliki tahan panas yang tinggi, kekerasan tinggi namun keuletannya rendah. Baja karbon tinggi mempunyai kuat tarik paling tinggi dan banyak digunakan untuk material tools.

3. Alloy steel

Baja paduan di definisikan sebagai suatu baja yang dicampur satu atau lebih unsur campuran seperti nikel, mangan, molybdenum, chromium, vanadium, dan wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki seperti sifat kekuatan, kekerasan dan keuletannya.


(56)

4. Low and intermediate allow steel

Baja ini digunakan untuk pemakaian temperatur tinggi, dispesifikasikan oleh ANSI B31.1 dengan kandungan logam utamanya adalah chrom (Cr) dan molybdenum (Mo).

5. Austenite stainless steel

Baja Austenite stainless steel adalah baja yang mempunyai kandungan nikel (Ni) dan baja ini tahan terhadap korosi serta temperature tinggi.

3.1.4. Standarisasi Pipa

Ukuran, berat, diameter, schedule, ketebalan, dan toleransi telah distandarkan dari berbagai tipe dan material pipa. Beberapa organisasi dan lembaga telah mengembangkan standar tersebut, misalnya American Society Of Mechanical Engineer (ASME/ANSI), American Petroleum Institute (API), American Society of Testing Materials (ASTM), Japanese Industrial Standard (JIS) dan sebagainya.

Menurut Santoso (2007) standard dimensi pipa, dimensi dan material pipa diatur menurut standard code tertentu, antara lain :

1. ANSI B36.10  mengatur tentang welded dan seamless wrought steel pipa. 2. ANSI B36.19 mengatur tentang stainless steel pipe.

3. ANSI A21.50 dan A21.51  mengatur tentang ductile iron pipe.

3.1.5. Industrial Material

Semua material yang digunakan dalam industri (misal : pembangkit listrik power piping, ANSI B31.1) didefinisikan oleh ASTM (American Society for Testing and Material) dan ASME (American Society of Mechanical Engineer).

Ketentuan yang diatur oleh ASTM (American Society for Testing and Material) meliputi: komposisi kimia, sifat mekanik, finishing, dan test yang diperlukan terhadap material.

Spesifikasi yang diatur oleh ASME adalah identik dengan ASTM, tetapi ASME lebih ketat karena untuk pemakaian yang kritis dan biasanya diperlukan


(57)

ASME Stamp. Sebagai contoh untuk material A 106 (ASTM) akan menjadi SA 106 (ASME). Beberapa material pipa dan aplikasinya dapat dilihat pada tabel 3.1. berikut.

Table 3.1. Material Perpipaan dan Aplikasinya. Santoso (2007)

No Spesifikasi Produk Range NPS Aplikasi

1 ASTM A-53 Seamless /

Welded 1/8” –26”

Ordinary use

in gas, air, oil, water, steam

2 ASTM A-106 Seamless 1/8” –48”

High-temperature service (steam, water, gas, etc.)

3 ASTM A-369 Forged & Bored Custom High-temperature service

4 ASTM A-335 Seamless Custom High-temperature service

5 ASTM A-333 Seamless / Welded

1/8” &

larger

Service requiring excellent fracture toughness at low temperature 6 ASTM A-671

EFW (Electric

Fussion Welded)

16” and larger

Low-temperature service

7 ASTM A-672

EFW (Electric

Fussion Welded)

16” and larger

Moderate-temperature service

8 ASTM A-691

EFW (Electric

Fussion Welded)

16” and larger

High-temperature service

9 ASTM A-312 Seamless / Welded

1/8” &

larger

Low to High-temperature and corrosive service 10 API 5L Seamless /

Welded

Line pipe, refinery, and transmission service

Beberapa material pipa dan komponen-komponen pipa yang umum digunakan sesuai dengan standar kode ANSI B31.1, B31.3, dan B31.4 dapat dilihat pada Tabel 3.2


(58)

Tabel 3.2. Material Perpipaan yang Umum Digunakan. Santoso (2007) No Commodity B31.1 (Power

Piping)

B31.3 (Process Piping)

B31.4 (Liquid Fuel Transp. Piping)

1 Pipe ASTM A 106 ASTM A 53

API 5L

ASTM A 53 API 5L API 5L X

2 Pipe

(Low Temp) ASTM A 333 Gr.6 ASTM A 333 Gr.6 ASTM A 333 Gr.6

3 Pipe

(High Temp) ASTM A 106 ASTM A 106 ASTM A 106

4 Bolting ASTM A 193 B7 ASTM A 193 B7

ASTM A 320

ASTM A 193 B7 ASTM A 320 5 Nut ASTM A 194 2H ASTM A 194 2H ASTM A 194 2H

6 Fittings ASTM A 234 WPB ASTM A 234 WPB

7 Fittings (Low Temp)

ASTM A 420 WPL6

ASTM A 420 WPL6

ASTM A 420 WPL6 8 Fittings

(High Temp)

ASTM A 234 WPB ASTM A 216 WCB

ASTM A 234 WPB

ASTM A 216 WCB ASTM A 234 WPB

9 Flanges

ASTM A 105 ASTM A 181 ASME B16.5

ASTM A 105 ASTM A 181 ASME B16.5

ASTM A 105 ASTM A 181 ASME B16.5

10 Flanges

(Low Temp)

ASTM A 350 LF2 ASTM A 352 LCB

ASTM A 350 LF2

ASTM A 352 LCB ASTM A 350 LF2

11 Flanges

(High Temp)

ASTM A 105 ASTM A 181 ASTM A 216 WCB

ASTM A 105 ASTM A 181 ASTM A 216 WCB

ASTM A 105 ASTM A 216 WCB

12 Valves ASTM A 105

ASME B16.34

ASTM A 105 API 600

API 6D API 600

13 Valves

(Low Temp)

ASTM A 350 LF2 ASTM A 352 LCB

ASTM A 350 LF2 ASTM A 352 LCB

14 Valves

(High Temp) ASTM A 216 WCB ASTM A 216 WCB

3.1.6. NPS (Nominal pipe size), Diameter, Schedule, dan Ukuran Tebal Pipa. Pipa diidentifikasikan dengan NPS (Nominal pipe size) dan nomor Sch (Schedule). NPS menunjukkan diameter nominal pipa dalam satuan inchi. NPS bukanlah diameter dalam (ID) maupun diameter luar (OD).

NPS difungskikan untuk memudahkan dalam penentuan ukuran pipa dalam perdagangan atau pembelian pipa. Schedule pipa menunjukkan ukuran ketebalan


(59)

dinding pipa. Untuk suatu NPS tertentu ukuran diameter luar (OD) adalah sama yang berbeda adalah diameter dalam (ID) yang tergantung dari nomor schedule-nya. Tebal dinding pipa didefinisikan atau ditunjukkan dengan :

1. Nomor schedule (Standard ANSI atau ASME) 2. API designation (Standard API)

3. Manufacturer’s weight (Standard ASTM)

Ukuran tebal dinding pipa menurut beberapa standar adalah sebagai berikut : 1. Standard ANSI atau ASME

No. Schedule : 5, 10, 20, 30, 40, 60, 80, 100, 120, 160 2. Standard ASTM (Manafacturer’s Weight)

Schedule STD (standard), XS (extra strong), XXS (double extra strong) 3. Standard API


(60)

(61)

Tube adalah istilah untuk pipa-pipa berukuran kecil (NPS 2” dan lebih kecil). Tube sering digunakan pada pipa-pipa alat penukar kalor (Shell & Tube Heat Exchanger) dan pemasangan alat ukur suhu, sistem control secara hidrolik atau sistem pneumatik, misalnya katup (control/control valve).

3.2. Penentuan Rating Pipa

Penentuan rating pipa ditentukan berdasarkan ketebalan pipa/nomor schedule. Menurut Santoso (2007) penentuan tebal pipa minimum adalah sebagai berikut :

A 2.S P.D t a   Dimana :

t = tebal dinding pipa minimum yang dibutuhkan (inchi) P = tekanan internal (lb/in2, psig)

Sa = tegangan izin material basic allowable stress (lbf/in2, psi) A = allowance (untuk corrosion allowance, A=1/8”)

3.2.1. Fitting

Fitting merupakan komponen sistem perpipaan yang memungkinkan perubahan arah jalur pipa, perubahan diameter jalur pipa dan percabangan pipa. Fitting berfungsi untuk penyambungan, baik pipa dengan pipa, pipa dengan fitting, dan pipa dengan peralatan.

Jenis fitting dapat digolongkan secara umum berdasarkan metode penyambungan yang menyatakan jenis ujung fitting-fitting tersebut. Metode penyambungan dapat digolongkan menjadi :

1. Butt-Welding (Pengelasan ujung)

Sambungan jenis las ujung ini mempunyai karakteristik dan fungsi sebagai berikut :

- Digunakan pada tekanan operasi tinggi. - Sambungan tahan bocor.


(62)

- Digunakan untuk jalur pipa NPS 2” dan lebih besar.

- Ketahanan terhadap getaran dan momen bending yang tinggi. - Digunakan untuk kebanyakan perpipaan proses, utility, dan servis.

- Kelemahannya setelah dilakukan pengelasan pada ujung fitting, logam las dapat menetes dan tertinggal dalam pipa dan mempengaruhi aliran.

2. Socket-Welding (ujung fitting jenis socket, dan di las) - Digunakan pada tekanan operasi tinggi.

- Sambungan tahan bocor (baik digunakan untuk penanganan jenis-jenis fluida berbahaya).

- Digunakan untuk jalur pipa NPS 2” dan lebih kecil.

- Mudah dalam pemasangan, sisa logam tidak tertinggal didalam jalur pipa. - Ketahanan terhadap getaran dan momen bending kurang.

- Umumnya digunakan pada jalur transport material yang mudah terbakar, beracun dan mahal.

- Terdapat sedikit celah sambungan yang dapat menjebak cairan yang dapat menyebabkan korosi celah (creive corrosion).

3. Screwed/Threaded (ujung fitting berulir) - Digunakan pada tekanan operasi rendah.

- Sambungan kurang tahan bocor (tidak baik untuk fluida yang beracun, bersifat radioaktif, dan yang mudah terbakar).

- Digunakan untuk jalur pipa dengan NPS 2” dan lebih kecil. - Mudah dalam pemasangan.

- Ketahanan terhadap getaran dan momen bending kurang. - Digunakan pada pipa service dan pipa proses.

- Mudah dibuat dari pipa dan fitting lain di on-site (lapangan).

- Dapat meminimalkan terjadinya kebocoran saat pemasangan perpipaan pada daerah yang terdapat gas atau cairan yang mudah terbakar.

- Kekuatan pipa berkurang karena sebagian tebal dinding digunakan untuk pembuatan ulir.


(63)

3.2.2. Penentuan Rating/Kelas Fitting Jenis Sambungan Ujung Butt-Welding Untuk fitting dengan sambungan ujung Butt-Welding rating tekanan atau schedule menyesuaikan dengan rating atau kelas pipanya. Misalnya pada jalur dengan pipa NPS 4” Sch STD, maka untuk fitting juga menggunakan 4” dan Sch STD.

3.2.3. Penentuan Rating/Kelas Fitting Jenis Socket-Welded dan Threaded

Fitting jenis sambungan ujung socked-welded mempunyai rating tekanan : 3000, 6000, dan 9000. Sedangkan fitting dengan jenis sambungan ujung berulir (threaded/screwed) mempunyai kelas atau rating tekanan : 2000, 3000, dan 6000.

Menurut Santoso (2007) terdapat hubungan praktis antara schedule pipa dengan rating atau kelas untuk fitting berjenis sambungan ujung diulir (threaded/screwed) dan jenis sambungan ujung socked welded, yaitu sebagai berikut :

Tabel 3.4. Hubungan sambungan socket-welded dan threaded. Santoso (2007)

Pressure Class 2000 3000 6000 9000

Socket-Welded Fitting - 80 / XS 160 XXS

Threaded Fitting 80 / XS 160 XXS -

Keterangan : suatu jalur dengan NPS 2” dan lebih kecil.

- Misalkan dari perhitungan tebal pipa (penentuan schedule pipa) didapatkan schedule 80. Dalam jalur pipa tersebut terdapat fitting dengan jenis sambungan diulir (threaded). Maka kelas/rating fitting jenis sambungan ujung threaded dalam jalur pipa tersebut mempunyai rating/kelas rating tekanan minimum 2000.

- Misalkan dari perhitungan tebal pipa (penentuan schedule pipa) didapatkan schedule 80. Dalam jalur pipa tersebut terdapat fitting dengan jenis sambungan diulir (threaded). Maka kelas /rating fitting jenis sambungan ujung threaded dalam jalur pipa tersebut mempunyai rating/kelas rating tekanan minimum 3000.


(64)

Jika dilihat dari bentuk dan fungsinya fitting terdapat beberapa jenis antara lain :

3.2.4. Fitting dengan Sambungan Ujung Butt-Welding

1. BW Elbow sudut 45o dan 90o digunakan untuk membelokkan aliran. Berdasarkan radius elbow, elbow digolongkan menjadi :

- LR (Long Radius)

Radius dari centerline elbow sebesar : 1,5 NPS (Nominal Pipe Size). Untuk elbow dengan NPS ¾” dan yang lebih besar.

- SR (Short Radius)

Radius dari centerline elbow sebesar 1,0 NPS (Nominal Pipe Size). Berdasarkan ada tidaknya pengecilan diameter sebagaimana ditunjukan pada gambar 3.1. elbow digolongkan menjadi :

- Straight Elbow (tidak terdapat pengecilan diameter). - Reducing Elbow (terdapat pengecilan diameter).


(65)

2. BW Reducer berfungsi untuk pengecilan dan pembesaran jalur pipa. Berdasarkan garis sumbunya sebagaimana ditunjukan pada gambar 3.2. reducer dibedakan menjadi reducer jenis:

- Concentric (sesumbu)

- Eccentric (jarak antar sumbu / offset = 0,5 (IDmax-IDmin)

Gambar 3.2. Jenis-jenis Reducer. Ammu (2015)

3. Tee digunakan untuk percabangan 900. Berdasarkan ukuran diameter cabang terhadap diameter pipa utama (header) sebagaimana ditunjukan pada gambar 3.3. tee dibedakan menjadi :

- Straight Tee dimana ukuran cabang = ukuran pipa header. Misal : Tee 6×6×6

- Reducing Tee dimana ukuran pipa tidak sama dengan ukuran pipa header. Misal : Red Tee 6×6×4


(66)

4. Flange digunakan untuk menyambung pipa dengan pipa , pipa dangan katup, pipa dengan fitting (misal : elbow dengan jenis sambungan ujung butt-welding).

Jenis-jenis flange antara lain : a. Welding Neck Flange

Berdasarkan panjang leher (neck), WN Flange dibedakan menjadi: - Regular WN Flange digunakan untuk sambungan dengan pipa - Long WN Flange digunakan untuk sambungan dengan

peralatan

Karakteristik tipe sambungan dengan WN Flange sebagaimana ditunjukan pada gambar 3.4. adalah sebagai berikut :

- ketahanan sambungan terhadap kejutan dan getaran pipa (akibat laju aliran fluida yang besar dalam pipa) tinggi

- relatif mahal

- terdapat jenis Expander WN Flange (WN Flange dengan perbesaran diameter), biasanya digunakan untuk penyambungan ke : katup, nosel dari kompresor dan pompa.


(67)

b. Slip On Flange

Karakteristik dan fungsi tipe sambungan dengan SO Flange sebagaimana ditunjukan pada gambar 3.5. adalah sebagai berikut:

- ketahanan sambungan terhadap kejutan dan getaran pipa rendah.

- relatif lebih murah daripada WN Flange. - digunakan untuk sambungan antar pipa.

- dapat digunakan dengan LR elbow, Reducer, dan swage. - mudah dalam instalasi.

- terdapat jenis reducer SO Flange (dengan pengecilan diameter).

Gambar 3.5. Flange jenis SO (Slip-On). Ammu (2015) c. Lap Joint Flange

Karakteristik dan fungsi tipe sambungan dengan Lap joint Flange sebagaimana ditunjukan pada gambar 3.6. adalah sebagai berikut :


(68)

- ketahanan terhadap kejutan dan getaran pipa rendah. - relatif murah.

- biasanya digunakan pada pemasangan lubang baut yang sulit, misalnya ke nosel dari vessel dengan banyak lubang baut.

Gambar 3.6. Flange Lap Joint. Ammu (2015) d. Expander Flange (Exp Flange)

e. Flange Faces

Flange faces mempunyai lima tipe yang biasa ditemukan, tapi pembahasan di sini hanya beberapa tipe sebagaimana ditunjukan pada gambar 3.7. diantaranya:

- Raised Face (RF)

Raised face yang paling umum biasanya digunakan dengan broze, ductile iron, and steel flanges. RF dengan tinggi 1/16 in untuk kelas 150 dan kelas 300 dan 1/4 in untuk semua tekanan, lebih tinggi dari kelas 300.

- Ring type joint (RTJ)

Ring type joint secara khas dalam tugas-tugas berat, sebagai contoh gas pipa yang bekerja dengan tekanan yang


(69)

tinggi.Ring type metal gasket harus digunakan pada flange face tipe ini.

Gambar 3.7. Jenis-jenis Flange. Ammu (2015) 3.2.5. Penentuan Rating/Kelas Fitting Jenis Flange

Untuk rating atau kelas jenis flange, tergantung dari diameter pipanya. Untuk

pipa NPS s/d 24” menggunakan ASME B16.5 sedangkan untuk pipa NPS 26” – 60”

menggunakan ASME B16.47. Terdapat dua jenis tabel yang digunakan yaitu tabel 1 dan tabel 1. Menurut Diktat Analisis Tegangan Pipa (Tito H.A.S., 2007) langkah-langkah penentuan rating flange adalah sebagai berikut :

Langkah-langkah :

- Langkah 1 : tentukan jenis material dan proses pembuatan fitting tersebut (casting, forging, atau dari plat). Misalnya material flange ASTM A-105, proses pembuatan dengan cara ditempa (forging).


(70)

- Langkah 2 : tentukan material grup dari tabel 1A (List of Material Specification). Didapatkan material grup nya 1.1

- Langkah 3 : tentukan rating flange dari table 2-1.1 (rating for grup 1.1 Material), dengan suhu dan tekanan operasi sebagai data masukan.

Misalkan pada suhu operasi 600o F dan tekanan operasi 150 Psig, maka rating flange tersebut adalah 300#, tekanan operasi maksimum yang diizinkan sampai 550 oF. pada rating 150#, tekanan operasi maksimum yang diizinkan hanya sampai 140 Psig < tekanan operasi dalam jalur tersebut.


(71)

Tabel. 3.6 ASME B16.5 (1996)

3.3. Washer

Washer yaitu ring plate digunakan untuk memberikan pre-tension pada baut dan nut, sehingga sambungan flange tersebut tidak lepas dan tetap aman terhadap beban dinamik yang terjadi.

3.4. Gasket

Gasket digunakan bersamaan dengan flange, baut, dan mur berfungsi untuk mencegah kebocoran fluida. Gasket diletakkan pada permukaan flange.


(72)

Standar untuk gasket antara lain: - ASME B16.20

Ring-Joint Gaskets and Grooves for Steel Pipe Flanges (Metalic Gasket). - ASME B16.21

Non-Mectalic Gasket for Pipe Flange.

Gasket tipe full-face digunakan untuk flat-face flange (FF Flange) dan gasket tipe ring digunakan untuk raised face yang diberi groove (RF) flange.

Material gasket yang sering digunakan adalah compressed asbestos (dengan

tebal 1/16”) dan asbestos-filled metal (spiral wound dengan tebal 0,175”). Asbestos-filled-metal gasket sangat baik digunakan untuk suatu jalur pipa yang sering dilakukan perawatan (flange sering dibuka), karena jenis gasket ini dapat digunakan lagi.

Pemilihan gasket ditentukan oleh :

- Suhu, Tekanan, dan sifat korosi dari fluida yang ditransportasikan.

- Apakah sering dilakukan perawatan atau operasi yang membutuhkan pembukaan flange (jalur pipa).

- Code atau persyaratan lingkungan yang dapat dipertimbangkan. - Aspek biaya.

Pabrikan gasket memberikan informasi tentang pemilihan material gasket sebagaimana ditunjukan pada tabel 3.7.


(1)

126 1. Berdasarkan analisis tegangan, defleksi, pemeriksaan kebocoran pada flange, dan perbandingan gaya dan momen nozzle jalur pipa discharge feed water pada Takuma boiler milik PT. SUPARMA ini dinyatakan bahwa terjadi defleksi yang melebihi nilai yang diizinkan.

2. Untuk mengurangi defleksi yang melebihi dari nilai yang diijinkan, perlu dilakukan modifikasi pada jalur pipa.

3. Setelah dilaksanakan modifikasi dengan menambahkan beberapa penyangga pipa pada jalur pipa yang mengalami defleksi berlebihan, tidak ada nilai dari pemeriksaan tegangan, defleksi, pemeriksaan kebocoran pada flange, dan perbandingan gaya dan momen pada nozzle yang melebihi dari nilai yang diijinkan.

7.2. Saran

Setelah dilakukan proses analisa tegangan, defleksi, gaya dan momen pada nozzle, dan pemeriksaan kebocoran pada flange pada jalur pipa discharge feed water pada Takuma boiler milik PT SUPARMA, jalur pipa tersebut mengalami defleksi yang cukup tinggi. Sehingga disarankan untuk menambah beberapa restrain atau penyangga pipa pada beberapa titik yang mengalami defleksi tinggi. Arah dan bentuk penyangga pipa tersebut harus mengacu pada bentuk atau kejadian aktual yang terjadi.

Tetap mewaspadai besaran – besaran angka gaya (force) dan momen yang disebabkan oleh tingginya angka beban Operating, beban Occassional, dan beban Expansion yang dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran pada flange, dapat mempengaruhi tingginya angka beban pada nozzle pompa dan dapat terjadinya


(2)

127

DAFTAR PUSTAKA

Alfiyyah. 2016. “Tegangan, Regangan dan Modulus Elastisitas”. Melalui, <http://fisikazone.com/tegangan-regangan-dan-modulus-elastisitas/> [02/07/16] Ammu, A. 2015. “Instalasi Sistem Perpipaan”. Melalui,

<http://www.slideshare.net/amirulammu/instalasi-perpipaan> [18/05/16] ASME B16.5. 1996.“Pipe Flanges and Flange Fitting”, USA. ASME B31.3. 1999.“Process Piping”, USA. Ceria, F.T.K. 2012. “Fatigue dan Kelelahan”. Melalui,

<https://ftkceria.wordpress.com/2012/04/21/fatigue-kelelahan/> [10/06/16]

Didit. 2013. “Macam Jenis Baja Carbon Steel”. Melalui,

<http://diditnote.blogspot.co.id/2013/04/macam-jenis-baja-karbon-carbon-steel.html> [06/06/16]

Frandhoni. 2015. “Feed Water And Steam System Components”. Melalui,

<frandhoni.blogspot.co.id/2015/05/feedwater-and-steam-systemcomponents_21.html> [01/06/16]

Santoso, T.H.A. 2007. Diktat Sistem Perpipaan. Yogyakarta Santoso, T.H.A. 2007. Diktat Analisis Tegangan Pipa. Yogyakarta

Haris, S. 2015. “Perencanaan Elemen Lentur”. Melalui, <http://slideplayer.info/slide/2815013/> [07/06/16]

Khoonah, B. 2014. “Konsep Dasar Torsi”. Melalui, <https://engineeringofficer.wordpress.com/2014/05/25/konsep-dasar-torsi/>

[08/06/16]

Mytho, F. 2012. “Definisi dan Macam-macam Tegangan”. Melalui, <http://funny-mytho.blogspot.co.id/2010/12/definisi-dan-macam-macam-tegangan.html>

[01/07/16]

Onny. 2016. “Pengertian Boiler”. Melalui, <http://artikel-teknologi.com/pengertian-boiler-ketel-uap/> [03/06/16]

Pradana, C. 2014. “Pembentukan Logam”. Melalui, <http://www.slideshare.net/candrappradana/pembentukan-1-2> [07/06/16]


(3)

Subhan, R. 2015. “Konsep-konsep Dasar Analisa Struktur”. Melalui, <http://slideplayer.info/slide/2597107/> [08/06/16]

Sisiwanto, T.A., Prastowo, H., dan Cahyono, B. 2014. Analisa Pengaruh Water Hammer Terhadap Nilai Stress Pada Pipa Sistem Loading-Offloading PT. DABN. Jakarta.


(4)

129


(5)

[02/07/16]

Ammu, A. 2015. “Instalasi Sistem Perpipaan”. Melalui, <http://www.slideshare.net/amirulammu/instalasi-perpipaan> [18/05/16] ASME B16.5. 1996.“Pipe Flanges and Flange Fitting”, USA. ASME B31.3. 1999.“Process Piping”, USA. Ceria, F.T.K. 2012. “Fatigue dan Kelelahan”. Melalui,

<https://ftkceria.wordpress.com/2012/04/21/fatigue-kelelahan/> [10/06/16] Didit. 2013. “Macam Jenis Baja Carbon Steel”. Melalui,

<http://diditnote.blogspot.co.id/2013/04/macam-jenis-baja-karbon-carbon-steel.html> [06/06/16]

Frandhoni. 2015. “Feed Water And Steam System Components”. Melalui,

<frandhoni.blogspot.co.id/2015/05/feedwater-and-steam-systemcomponents_21.html> [01/06/16]

Santoso, T.H.A. 2007. Diktat Sistem Perpipaan. Yogyakarta Santoso, T.H.A. 2007. Diktat Analisis Tegangan Pipa. Yogyakarta

Haris, S. 2015. “Perencanaan Elemen Lentur”. Melalui, <http://slideplayer.info/slide/2815013/> [07/06/16]

Khoonah, B. 2014. “Konsep Dasar Torsi”. Melalui, <https://engineeringofficer.wordpress.com/2014/05/25/konsep-dasar-torsi/> [08/06/16]

Mytho, F. 2012. “Definisi dan Macam-macam Tegangan”. Melalui, <http://funny-mytho.blogspot.co.id/2010/12/definisi-dan-macam-macam-tegangan.html> [01/07/16]

Onny. 2016. “Pengertian Boiler”. Melalui, <http://artikel-teknologi.com/pengertian-boiler-ketel-uap/> [03/06/16]

Pradana, C. 2014. “Pembentukan Logam”. Melalui, <http://www.slideshare.net/candrappradana/pembentukan-1-2> [07/06/16]


(6)

Subhan, R. 2015. “Konsep-konsep Dasar Analisa Struktur”. Melalui, <http://slideplayer.info/slide/2597107/> [08/06/16]

Sisiwanto, T.A., Prastowo, H., dan Cahyono, B. 2014. Analisa Pengaruh Water Hammer Terhadap Nilai Stress Pada Pipa Sistem Loading-Offloading PT. DABN. Jakarta.