Ketangguhan Tegangan Tarik Sambungan Las dan Foto Mikro dari Material Aluminium-Magnesium pada Sayap Pesawat Tanpa Awak

(1)

KETANGGUHAN TEGANGAN TARIK SAMBUNGAN LAS

DAN FOTO MIKRO DARI MATERIAL

ALUMINIUM-MAGNESIUM PADA SAYAP PESAWAT TANPA AWAK

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk

Melengkapi

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Teknik

ALI MARTHIN NAINGGOLAN NIM.080401063

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini. Tugas sarjana yang berjudul” Ketangguhan Tegangan Tarik Sambungan Las Dan Foto Mikro Dari Material Aluminium-Magnesium Pada Pesawat Tanpa Awak” ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Teknik Mesin Program Reguler di Departemen Teknik Mesin – Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Selama pembuatan tugas sarjana ini dimulai dari penelitian sampai penulisan, saya banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr.ing.ir. Ikhwansyah Isranuri selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku ketua Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Kedua orangtuaku, Ibunda tercinta Dameria tampubolon dan Ayahanda Hotman nainggolan ,juga abang dan kakak saya yang telah memberikan perhatian, do’a, nasehat dan dukungan baik moril maupun materil yang terus menerus memberikan masukan selama pembuatan tugas sarjana ini.

4. Dahlan Tanjung selaku teman satu tim yang membantu dalam menyelesaikan tugas sarjana ini.

5. Sahabat-sahabat tercinta yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang setia berbagi suka dan duka.


(7)

6. Adek-adek 2010 yang selalu memberi motivasi.

Saya menyadari bahwa tugas sarjana ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik dari pembaca sekalian sangat diharapkan demi kesempurnaan skrispi ini. Semoga tugas sarjana ini bermanfaat dan berguna bagi semua pihak. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, April 2014 Penulis

Ali marthin nainggolan


(8)

ABSTRAK

Pembangunan konstruksi dengan menggunakan logam pada masa sekarang ini banyak melibatkan unsur pengelasan khususnya bidang rancang bangun karena sambungan las merupakan salah satu pembuatan sambungan yang secara teknis memerlukan keterampilan yang tinggi bagi pengelas, agar diperoleh sambungan dengan kualitas baik.pada penelitian ini menggunakan campuran logam aluminium-magnesium pada pengelasan oxy asetilen welding (OAW). Salah satu faktor yang mempengaruhi ketangguhan material adalah sifat mekanik dari material tersebut. Jika material diberi proses pengelasan, maka akan dapat merubah sifat mekanik dari material tersebut. Untuk mengkaji hal tersebut disusunlah sebuah konsep penelitian yang terdiri dari dua tahapan. Mengukur kekuatan tarik pengelasan pada Aluminium-Magnesium dan pengujian Metalography. Pengujian pada pengelasan oksi-asitilen, menunjukkan bahwa sudut kampuh dan penambahan kadar magnesium mempengaruhi hasil lasan (kekuatan tarik ). Dan dimana pada pengujian metalografi terlihat warna putih keperakan menunjukan aluminium dan butiran berwarna hitam menunjukan magnesium

Kata kunci: Pengelasan oxy-acetylene, pengujian tarik, - metalography, aluminium magnesium.


(9)

ABSTRACT

Mechanical construction using metal at the present time involves many elements of welding,especially in the field of building design for welded joints is one of the manufacture of welded joint which require technical skills in order to obtain high for welders good quality in conection with this study using aluminum metal magnesium on oxy asitilen(OAW).One of the factors that affect material toughness is the mechanical properties of the material . If the material given welding process , it will be able to change the mechanical properties of the material . To look into the matter was composed of a concept study consisted of two phases . measuring the tensely strength of magnesium and aluminium welding on metalography testing, testing on welding oxy-asitilen showed that addition of angular hem and magnesium effect the outcome of welds (tensili strength) and where the testing of metalography look silvery white color shows the details of black aluminium of magnesium show

Keywords: oxy-acetylene gas welding, tensile strenght, metalography, aluminium-magnesium


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ………. iii

DAFTAR ISI ……….. iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR NOTASI ………... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang ……….... 1

1.2 Perumusan Masalah ……… 3

1.3 Batasan Masalah ………. 3


(11)

1.4.1 Tujuan Umum ……….. 4

1.4.2 Tujuan Khusus ……….. 4

1.5 Mamfaat Penelitian ………... 4

1.6 Sistematika penelitian……… 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………. 6

2.1 Aluminium ………...………….. 6

2.1.1 Paduan Aluminium………. ………. 7

2.1.2 Sifat-sifat aluminium ……….………… 7

2.2 Magnesium ………... ……….. 10

2.2.1 Sifat-Sifat Magnesium………….. ……….. 10

2.3 Paduan Aluminium Magnesium ……… 10

2.4 Proses Pengecoran ……… 12

2.5 Pengelasan……….. 15

2.5.1 Klasifikasi Cara-Cara Pengelasan.……… 16

2.5.2 Las Oxy-Acetylene………. 18

2.5.3 Kampuh las……….. 24


(12)

2.9 Pesawat tanpa awak………. 39

` 2.9.1 Gaya-gaya yang bekerja pada pesawat ……… 40

2.9.2 Air foil...……… 41

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ……… 51

3.1 Jadwal Dan Lokasi Penelitian…………. ………. 51

3.2 Bahan Dan Alat Penelitian ……… 51

3.2.1 Bahan………. ………... 51

3.2.2 Alat Penelitian……….. 52

3.3 Spesimen………….. ...………... 58

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Proses Pengelasan spesimen……… 58

3.42 Proses pengelasan pesawat tanpa awak ……….. 60

3.4.2 Prosedur Pengujian Tarik……… 64

3.3.3 Prosedur Pengujian Metalografy………. 64

3.5 Diagram Alir Penelitian……… 65

BAB 4 ANALISA DATA……. ……….. 67

4.1 Hasil Pengujian Tarik ………... 67


(13)

4.3 Hasil pengelasan pesawat tanpa awak………... 75

4,4 Tegangan tarik sambungan las………. 78

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN………... 84

5.1 Kesimpulan ………. 84

5.2 Saran ……… 84

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Diagram Fasa Al-Mg……... 11

Gambar 2.2 Klasifikasi Pengelasan... 17

Gambar 2.3 Tabung Oksigen dan Acetylen... 18

Gambar 2.4 Nyala Karbulasi ………... 20

Gambar 2.5 Nyala Oksidasi………... 21

Gambar 2.6 Nyala Netral22……….. ... 22

Gambar 2.7 Jenis sambungan las……… 27

Gambar 2.8 Baut tembus... 28

Gambar 2.9 Baut tanam... 29

Gambar 2.10 Baut tap... 30

Gambar 2.11 Skema Mesin Uji tarik……… ….…... 31

Gambar 2.12 Hasil Dan Kurva Pengujian Tarik… ………... 31

Gambar 2.13 Kurva Tegangan Regangan………... 33

Gambar 2.14 Diagram Tegangan-regangan………. ... 34

Gambar 2.15 Skema Perjalanan Sinar Pada Mikroskop Optik... 38

Gambar 2.16 Pesawat tanpa awak... 40

Gambar 2.17 Gaya-gaya yang bekerja pada pesawat... 41

Gambar 2.18 Aircraft Design... 46

Gambar 2.19 Sudut serang dan nomenklatur air foil... 50


(15)

Gambar 3.2 Gergaji Besi ………... ………... ... 53

Gambar 3.3 Gerinda Tangan …….….. ………... 53

Gambar 3.4 Tabung Oksigen dan Acetylene ……….... …. 54

Gambar 3.5 Mesin Sekrap ………... 55

Gambar 3.6 Alat uji Tarik ………….. ……….……… 56

Gambar 3.7 Mikroskop optik ……… ……… 57

Gambar 3.8 Spesimen Uji Tarik………..……….. 58

Gambar 3.9 Spesimen Sebelum Dilakukan Pengelasan Pada Uji Tarik.... 59

Gambar 3.10 Spesimen Sebelum Dilakukan Pengelasan foto mikro…… 59

Gambar 3.11 Spesimen Setelah Dilakukan Pengelasan………. 60

Gambar 3.12 Body dan sayap pesawat sebelum dilas………... 61

Gambar 3.13 Pesawat setelah disatukan……… 61

Gambar 3.14 Bagian sayap pesawat sebelum dilas..………. 62

Gambar 3.15 Pesawat tanpa awak setelah dilas……… 62

Gambar 3.16 Proses grinding/polishing pesawat tanpa awak…………... 63

Gambar 3.17 Pesawat tanpa awak setelah di polish………... 63

Gambar 3.18 Spesimen uji mikro setelah dilas ……… 65

Gambar 3.19 Spesimen uji mikro setelah dietsa ……….. 65

Gambar 3.20 Diagram alir penelitian ……….…………. 66

Gambar 4.1 Hasil spesimen uji tarik ……….. 68 Gambar 4.2 Bentuk perpatahan setelah pengujian tarik untuk


(16)

Gambar 4.3 Kurva hasil u ji tarik Pada Spesimen 1………... 69

Gambar 4.4 Kurva hasil uji tarik Pada Spesimen 2………... 70

Gambar 4.5 Kurva hasil uji tarik pada spesimen 3……….. 71

Gambar 4.6 Spesimen uji mikro……… 76

Gambar 4.7 Hasil Foto Mikro Batas Daerah Las Paduan Al-Mg……….. 76

Gambar 4.8 Hasil photo mikro daerah Lasan Dengan Perbesaran 200x.. 77

Gambar 4.9 Hasil pengelasan pada sayap pesawat tanpa awak………… 79

Gambar4.10 Hasil pengelasan pesawat tanpa awak ……… 79

Gambar4.11 Dimensi sayap pesawat tanpa awak……… 80

Gambar 4.12 Profil sayap pesawat tanpa awak………80

Gambar4.13 Tipe sambungan las……….. 81


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Sifat fisik aluminium………. 9

Tabel 2.2 Harga modulus elastisitas dari berbagai suhu ……… 34

Tabel 4.1 Hasil pengujian tarik……….. 71

Tabel 4.2 Tabel nialai regangan………. 73


(18)

DAFTAR NOTASI

Simbol Nama keterangan satuan

A _ Luas penampang mm2

ρ

Rho Massa jenis kg/mm3

E _ Modulus elastisitas N/mm2

σ

Sigma Tegangan N/mm2

P _ Beban kgf

m _ massa kg

L _ Panjang mm


(19)

ABSTRAK

Pembangunan konstruksi dengan menggunakan logam pada masa sekarang ini banyak melibatkan unsur pengelasan khususnya bidang rancang bangun karena sambungan las merupakan salah satu pembuatan sambungan yang secara teknis memerlukan keterampilan yang tinggi bagi pengelas, agar diperoleh sambungan dengan kualitas baik.pada penelitian ini menggunakan campuran logam aluminium-magnesium pada pengelasan oxy asetilen welding (OAW). Salah satu faktor yang mempengaruhi ketangguhan material adalah sifat mekanik dari material tersebut. Jika material diberi proses pengelasan, maka akan dapat merubah sifat mekanik dari material tersebut. Untuk mengkaji hal tersebut disusunlah sebuah konsep penelitian yang terdiri dari dua tahapan. Mengukur kekuatan tarik pengelasan pada Aluminium-Magnesium dan pengujian Metalography. Pengujian pada pengelasan oksi-asitilen, menunjukkan bahwa sudut kampuh dan penambahan kadar magnesium mempengaruhi hasil lasan (kekuatan tarik ). Dan dimana pada pengujian metalografi terlihat warna putih keperakan menunjukan aluminium dan butiran berwarna hitam menunjukan magnesium

Kata kunci: Pengelasan oxy-acetylene, pengujian tarik, - metalography, aluminium magnesium.


(20)

ABSTRACT

Mechanical construction using metal at the present time involves many elements of welding,especially in the field of building design for welded joints is one of the manufacture of welded joint which require technical skills in order to obtain high for welders good quality in conection with this study using aluminum metal magnesium on oxy asitilen(OAW).One of the factors that affect material toughness is the mechanical properties of the material . If the material given welding process , it will be able to change the mechanical properties of the material . To look into the matter was composed of a concept study consisted of two phases . measuring the tensely strength of magnesium and aluminium welding on metalography testing, testing on welding oxy-asitilen showed that addition of angular hem and magnesium effect the outcome of welds (tensili strength) and where the testing of metalography look silvery white color shows the details of black aluminium of magnesium show

Keywords: oxy-acetylene gas welding, tensile strenght, metalography, aluminium-magnesium


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengembangan teknologi dibidang konstruksi yang semakin maju tidak dapat dipisahkan dari pengelasan karena mempunyai peranan penting dalam rekayasa dan reparasi logam. Pembangunan konstruksi dengan logam pada masa sekarang ini banyak melibatkan unsur pengelasa khususnya bidang rancang bangun karena sambungan las merupakan salah satu pembuatan sambungan yang secara teknis memerlukan keterampilan yang tinggi bagi pengelas agar diperoleh sambungan dengan kualitas baik.

Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam kostruksi sangat luas meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, sarana transportasi, rel, pipa saluran dan lain sebagainya. Dalam pekerjaan konstruksi, pengelasan bukan tujuan utamanya melainkan sarana untuk mencapai tujuan yang lebih sempurna (baik).

Dalam pengerjaan pengelasan kita harus memperhatikan kesesuaian pada konstruksi las agar tercapai hasil yang maksimal. Untuk itu pengelasan harus diperhatikan beberapa hal yang penting, diantaranya efisiensi pengelasan, penghematan tenaga, penghematan energi, dan tentunya dengan biaya yang


(22)

Pengelasan adalah proses penyambungan antara dua bagian logam atau lebih dengan menggunakan energi panas, secara umum pengelasan dapat diartikan sebagai suatu ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan saat logam dalam keadaan cair.

Sambungan las merupakan bagian yang paling rawan terjadi kegagalan pada komponen mesin/konstruksi karena terjadi perubahan sifat material akibat pengaruh panas dan kecenderungan terdapat cacat pengelasan pada sambungan. Pada komponen/konstruksi yang mengalami beban dinamis, hal tersebut merupakan salah satu faktor penentu dalam ketangguhan material. Berbagai upaya dilakukan untuk mengantisipasi kerawanan tersebut seperti pengelasan yang benar sesuai WPS (Welding Procedure Specification).

Aluminium dan paduan aluminium termasuk logam ringan yang memiliki kekuatan tinggi, tahan terhadap karat dan merupakan konduktor listrik yang cukup baik. Aluminium memiliki ductility yang bagus pada kondisi dingin dan memiliki daya tahan korosi yang tinggi.. Aluminium dan paduannya memiliki sifat mampu las yang kurang baik. Hal ini disebabkan oleh sifat aluminium itu sendiri seperti konduktivitas panas yang tinggi, koefisien muai yang besar, reaktif dengan udara membentuk lapisan aluminium oxide serta berat jenis dan titik cairnya yang rendah.


(23)

1.2Perumusan masalah

Aluminium paduan banyak diaplikasikan pada konstruksi yang sama seperti: bangunan, otomotif , pesawat dan kapal laut. Kekuatan dan ketahanan terhadap korosi dari kedua material tersebut berbeda karena mempunyai sifat metalurgi yang berbeda.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik melakukan Penelitian menggunakan bahan bermaterial Aluminium-magnesium pada sayap pesawat tanpa awak yang diberi perlakuan pengelasan dengan menggunakan las oxy-acetylene. Spesimen dilakukan uji tarik (Tensile Test.) dan foto mikro (Metalography Test). Pada dasarnya unsur Magnesium dapat meningkatkan kemampuan serap bunyi dan kekuatan tarik (tensile strength) jika dibandingkan dengan unsur Aluminium murni. Tetapi jika kadar yang diberikan berlebihan, maka terdapat kemungkinan kekuatan tarik akan menurun.

1.2 Batasan masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Bahan yang digunakan adalah paduan Aluminium dan Magnesium pada sayap pesawat tanpa awak.

2. Jenis las yang digunakan adalah jenis las oxy-acetylene.


(24)

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dari kekuatan las dari paduan Aluminium-Magnesium melalui sifat mekaniknya (mechanical properties) terhadap sayap pesawat tanpa awak setelah di lakukan pengelasan dengan menggunakan las material aluminium-magnesium

1.4.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian adalah: Melakukan proses peleburan

a. Melakukan proses pembuatan spesimen dan proses pengelasan b. Melakukan pengujian uji tarik (tensile strengh) untuk mendapatkan

nilai regangan, modulus elastisitas dari paduan Aluminium-Magnesium dan foto mikro dari spesimen

c. Untuk mengetahui kualitas paduan material Al 96%-Mg 4% pada sayap pesawat tanpa awak

1.5 Mamfaat penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai literatur pada penelitian yang sejenisnya dalam rangka pengembangan teknologi khususnya dibidang pengelasan.

2. Bagi akademik dapat menambah pengetahuan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan guna referensi penelitian selanjutnya.


(25)

3. Bagi industry dapat memberikan mamfaat apabila pada suatu konstruksi yang menggunakan proses pengelasan terutama pada material Aluminium-magnesium.

1.5Sistematika Penulisan

Agar penyusunan sikripsi ini dapat tersusun secara sistematis dan mempermudah pembaca memahami tulisan ini, maka skripsi ini dibagi dalam beberapa bagian yaitu: Halaman judul, Lembar pengesahan, Abstrak, Kata Pengantar, daftar isi, Daftar tabel, Bab I Pendahuluan( Pada bab ini dijelaskan latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan skripsi), Bab II Tinjauan pustaka (Pada bab ini berisikan Berisikan tentang Aluminium, sifat-sifat Aluminium, Magnesium, sifat-sifat Magnesium, paduan Aluminium-Magnesium, proses pengecoran proses pengelasan oxy_acitelene.,uji tarik dan foto mikro), Bab III Metodologi

Penelitian (Pada bab ini berisikan urutan dan cara yang dilakukan.

Dimulai dari alat, bahan, dan proses yang dilaksanakan.) Bab IV Analisa data dan pembahasan( Pada bab ini berisikan tentang hasil-hasil penelitian yang meliputi data dan perbandingan pengujian dari uji tarik dan uji metalography), Bab V Kesimulan dan Saran (Pada bab ini berisikan jawapan dari tujuan penelitian),Daftar pustaka, Lampiran.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aluminium

2.1.1 Paduan alumunium

Aluminium murni mempunyai sifat lunak dan kurang kuat terhadap gesekan. Berat Jenis Alumunium murni 2643 kg/m3 sedangkan titik cair aluminium 660oC. Kekerasan permukaan aluminium murni 17 BHN sedangkan kekuatan tarik maksimum adalah 4,9 kg/m2. Untuk memperbaiki sifat mekanis aluminium dilakukan dengan memadukan dengan unsur-unsur lain seperti tembaga, silisium, magnesium, mangan, dan nikel. Padauan aluminium ini memiliki beberapa keunggulan misainya Al-Si, Al-Cu-Si digunakan untuk bagian mesin, Al-Cu-Ni-Mg dan Al-Si-Cu-Ni-Mg digunakan untuk bagian mesin yang tahan panas, sedangkan Al-Mg untuk bagian yang tahan korosi.

Secara historis, pengembangan praktek pengecoran untuk Aluminium dan paduannya merupakan prestasi yang relatif baru. Paduan Aluminium tidak tersedia dalam jumlah yang substansial untuk pengecoran tujuan hingga lama. Setelah penemuan pada tahun 1886 dari proses elektrolitik pengurangan Aluminium oksida oleh Charles Martin Hall di Amerika Serikat dan Paul Heroult di Perancis. Meskipun penemuan Hall disediakan Aluminium dengan biaya sangat kecil, nilai penuh dari Aluminium sebagai bahan pengecoran tidak didirikan sampai paduan cocok untuk proses pengecoran yang sedang


(27)

berkembang. Sejak sekitar 1915, kombinasi keadaan-secara bertahap mengurangi biaya, perluasan transportasi udara, pengembangan pengecoran paduan spesifik, sifat yang lebih baik, dan dorongan yang diberikan oleh dua perang dunia telah mengakibatkan penggunaan terus meningkat dari Aluminium coran. Aluminium dan Magnesium paduan coran, logam ringan, yang membuat langkah-langkah cepat ke arah penggunaan teknik yang lebih luas.

Pada paduan Aluminium-Silisium dengan kandungan silisium 2 % mempunyai sifat mampu cor baik, tetapi mempunyai sifat mekanis buruk hal ini disebabkan karena memiliki struktur butiran silisium yang besar, untuk memperbaiki sifat mekanik bahan dilakukan dengan menambahkan Mg, Cu atau Mn dan dilakukan proses perlakuan panas. Paduan Aluminium dengan kandungan Si (7 - 9) % dan Mg (0,3 - 1,7) % dikeraskan dengan presipitasi, dimana akan terjadi presipitasi Mg2Si dan memiliki sifat mekanis yang sangat baik. Paduan Aluminium yang mengandung magnesium sekitar (4 - 10) % mempunyai sifat yang baik terhadap korosi, memiliki tegangan tarik 30 kg/mm2 dan sifat mulur diatas 12 %. Paduan Aluminium-Tembaga dan Aluminium-Magnesium merupakan paduan aluminium yang sangat baik jika diberikan proses perlakuan panas.


(28)

2.1.2 Sifat-sifat Aluminium

Adapun sifat-sifat Aluminium antara lain sebagai berikut: a)Ringan

Memiliki bobot sekitar 1/3 dari bobot besi dan baja, atau tembaga dan banyak digunakan dalam industri transportasi seperti angkutan udara.

b) Tahan terhadap korosi

Sifatnya durabel sehingga baik dipakai untuk lingkungan yang dipengaruhi oleh unsur-unsur seperti air, udara, suhu dan unsur-unsur kimia lainnya, baik di ruang angkasa atau bahkan sampai ke dasar laut.

c) Kuat

Aluminium memiliki sifat yang kuat terutama bila dipadu dengan logam lain. Digunakan untuk pembuatan komponen yang memerlukan kekuatan tinggi seperti: pesawat terbang, kapal laut, bejana tekan, kendaraan dan lain-lain. d) Mudah dibentuk

Proses pengerjaan Aluminium mudah dibentuk karena dapat disambung dengan logam/material lainnya dengan pengelasan, brazing, solder, adhesive bonding, sambungan mekanis, atau dengan teknik penyambungan lainnya. e) Konduktor listrik

Aluminium dapat menghantarkan arus listrik dua kali lebih besar jika dibandingkan dengan tembaga. Karena Aluminium tidak mahal dan ringan, maka Aluminium sangat baik untuk kabel-kabel listrik overhead maupun bawah tanah


(29)

f) Konduktor panas

Sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada mesin-mesin/alat-alat pemindah panas sehingga dapat memberikan penghematan energi.

g) Memantulkan sinar dan panas

Aluminium dapat dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki kemampuan pantul yang tinggi yaitu sekitar 95% dibandingkan dengan kekuatan pantul sebuah cermin. Sifat pantul ini menjadikan Aluminium sangat baik untuk peralatan penahan radiasi panas.

h) Non magnetik

Aluminium sangat baik untuk penggunaan pada peralatan elektronik, pemancar radio/TV dan lain-lain. Dimana diperlukan faktor magnetisasi negatif.


(30)

2.2 Magnesium

2.2.1 Sifat-Sifat Magnesium

Magnesium merupakan logam yang ringan, putih keperak-perakan dan cukup kuat. Magnesium mudah ternoda di udara, dan Magnesium yang terbelah-belah secara halus dapat dengan mudah terbakar di udara dan mengeluarkan lidah api putih yang menakjubkan.

Magnesium digunakan di fotografi, flares, pyrotechnics, termasuk incendiary bombs. Magnesium sepertiga lebih ringan dibanding Aluminium dan dalam campuran logam digunakan sebagai bahan konstruksi pesawat dan missile. Logam ini memperbaiki karakter mekanik, fabrikasi dan las Aluminium ketika digunakan sebagai alloying agent. Magnesium digunakan dalam memproduksi grafit dalam cast iron, dan digunakan sebagai bahan tambahan conventional propellants. Magnesium juga digunakan sebagai agen pereduksi dalam produksi uranium murni dan logam-logam lain dari garam-garamnya. Hidroksida (milk of magnesia), klorida, sulfat (Epsom salts) dan sitrat digunakan dalam kedokteran. Magnesite digunakan untuk refractory, sebagai batu bata dan lapisan di tungku-tungku pemanas.

2.3 Paduan Aluminium-Magnesium

Aluminium lebih banyak dipakai sebagai paduan daripada logam paduan sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya serta mampu cornya diperbaiki dengan menambah unsur-unsur lain. Unsur-unsur paduan yang tidak ditambahkan pada Aluminium murni selain dapat menambah


(31)

kekuatan mekaniknya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi dan ketahanan aus.

Keberadaan Magnesium hingga 15,35% dapat menurunkan titik lebur logam paduan yang cukup drastis, dari 660oC hingga 450oC. Namun, hal ini tidak menjadikan Aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan mudah karena korosi akan terjadi pada suhu di atas 60oC. Keberadaan Magnesium juga menjadikan logam paduan dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang sangat rendah, di mana kebanyakan logam akan mengalami failure pada temperatur tersebut. Gambar diagram fasa Aluminium-Magnesium dapat dilihat pada gambar 2.1.


(32)

2.4 Proses Pengecoran

Proses pengecoran akan dihasilkan Aluminium dengan sifat-sifat yang diinginkan. Aluminium murni memiliki sifat mampu cor dan sifat mekanis yang tidak baik, maka dipergunakanlah Aluminium alloy untuk memperbaiki sifat tersebut. Beberapa elemen alloy yang sering ditambahkan diantaranya Tembaga, Magnesium, Mangan, Nikel, Silikon dan sebagainya.

Pada desain coran perlu dipertimbangkan beberapa hal sehingga diperoleh hasil coran yang baik, yaitu bentuk dari pola harus mudah dibuat, cetakan dari coran

hendaknya mudah, cetakan tidak menyebabkan cacat pada coran. Untuk membuat cetakan, dibutuhkan saluran turun yang mangalirkan cairan logam kedalam rongga cetakan. Besar dan bentuknya ditentukan oleh ukuran, tebalnya irisan dan macam logam dari coran. Selanjutnya diperlukan penentuan keadaan-keadaan penuangan seperti temperatur penuangan dan laju penuangan. Karena kualitas coran tergantung pada saluran turun, penambah, keadaan penuangan, maka penentuannya memerlukan pertimbangan yang teliti.

Sistem saluran adalah jalan masuk bagi cairan logam yang dituangkan ke dalam rongga cetakan. Tiap bagian diberi nama, dari mulai cawan tuang dimana logam cair dituangkan dari ladle, sampai saluran masuk ke dalam rongga cetakan.

Bagian-bagian tersebut terdiri dari: cawan tuang, saluran turun, pengalir, dan saluran masuk.


(33)

a.Cawan tuang

Merupakan penerima yang menerima cairan logam langsung dari ladle. Cawan tuang biasanya berbentuk corong atau cawan dengan saluran turun di bawahnya. Cawan tuang harus mempunyai konstruksi yang tidak dapat melakukan kotoran yang terbawa dalam logam cair dari ladle. Oleh karena itu cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal. Kalau perbandingan antara: H tinggi logam cair dalam cawan tuang dan d diameter cawan, harganya terlalu kecil, umpamanya kurang dari 3, maka akan terjadi pusaran-pusaran dan timbullah kerak atau kotoran yang terapung pada permukaan logam cair. Karena itu dalamnya cawan tuang sebaiknya dibuat sedalam mungkin. Sebaliknya kalau terlalu dalam, penuangan menjadi sukar dan logam cair yang tersisa dalam cawan tuang akan terlalu banyak sehingga tidak ekonomis. Oleh karena itu kedalaman cawan tuang biasanya 5 sampai 6 kali diameter.

b. Saluran turun

Salurun turun adalah saluran yang pertama yang membawa cairan logam dari cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Saluran turun dibuat lurus dan tegak dengan irisan berupa lingkaran. Kadang-kadang irisannya sama dari atas sampai bawah, atau mengecil dari atas kebawah yang pertama dipakai kalau dibutuhkan pengisian yang cepat dan lancar, sedangkan yang kedua dipakai apabila diperlukan penahan kotoran sebanyak mungkin. Salurun turun dibuat dengan melubangi cetakan dengan mempergunakan satu


(34)

Samot ini cocok untuk membuat salurun turun yang panjang. Ukuran diameter saluran turun bervariasi, tergantung dari berat coran.

c. Pengalir

Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun ke bagian-bagian yang cocok pada cetakan. Pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran sebab irisan demikian mudah dibuat pada permukaan pisah, lagi pula pengalir mempunyai luas permukaan yang terkecil untuk satu luas irisan tertentu, sehingga lebih efektif untuk pendinginan yang lambat. Pengalir lebih baik sebesar mungkin untuk melambatkan pendinginan logam cair. Logam cair dalam pengalir masih membawa kotoran yang terapung, terutama pada permulaan penuangan sehingga harus dipertimbangkan untuk membuang kotoran tersebut. Perpanjangan pemisah dibuat pada ujung saluran pengalir agar logam cair yang pertama masuk akan mengisi seluruh ruang pada cetakan, serta membuat kolam putaran pada saluran masuk dan membuat saluran turun bantu.

d. Saluran Masuk

Saluran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir kedalam rongga cetakan. Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil dari pada irisan pengalir, agar dapat mencegah kotoran masuk kedalam rongga cetakan. Bentuk irisan saluran masuk biasanya berupa bujur sangkar, trapesium, segitiga atau setengah lingkaran yang membesar kearah rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan. Kadang-kadang irisannya diperkecil ditengah


(35)

dan diperbesar lagi kearah rongga. Pada pembongkaran saluran turun, irisan terkecil ini mudah diputuskan sehingga mencegah kerusakan pada coran.

posisi saluran masuk diletakkan disamping saluran pengalir, tujuannya penghubung atau aliran cairan kedalam coran yang akan dibentuk. Saluran masuk tidak bagus terlalu panjang, dapat mengakibatkan penurunan temperatur ke dalam coran yang akan dibentuk

2.5 Pengelasan

Pengelasan (welding) adalah salah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam penambah dan menghasilkan sambungan yang continue.

Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Normen) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Dalam proses penyambungan ini adakalanya disertai dengan tekanan dan material tambahan (filler material).

Teknik pengelasan secara sederhana telah diketemukan dalam rentang waktu antara 4000 sampai 3000 SM. Setelah energi listrik dipergunakan dengan mudah, teknologi pengelasan maju dengan pesatnya sehingga menjadi sesuatu


(36)

Pada tahap-tahap permulaan dari pengembangan teknologi las, biasanya pengelasan hanya digunakan pada sambungan-sambungan dari reparasi yang kurang penting. Tapi setelah melalui pengalaman dan praktek yang banyak dan waktu yang lama, maka sekarang penggunaan proses-proses pengelasan dan penggunaan konstruksi-konsturksi las merupakan hal yang umum di semua negara di dunia.

Terwujudnya standar-standar teknik pengelasan akan membantu memperluas ruang lingkup pemakaian sambungan las dan memperbesar ukuran bangunan konstruksi yang dapat dilas. Dengan kemajuan yang dicapai sampai saat ini, teknologi las memegang peranan penting dalam masyarakat industri modern.

2.5.1 Klasifikasi Cara-cara Pengelasan

Sampai pada waktu ini banyak sekali cara-cara pengklasifikasian yang digunakan dalam bidang las, ini disebabkan karena belum adanya kesepakatan dalam hal tersebut. Secara konvensional cara-cara pengklasifikasiaan tersebut pada waktu ini dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu klasifikasi berdasarkan cara kerja dan klasifikasi berdasarkan energi yang digunakan. Klasifikasi pertama membagi las dalam kelompok las cair, las tekan, las patri dan lain-lainnya, sedangkan klasifikasi yang kedua membedakan adanya kelompok-kelompok seperti las listrik, las kimia, las mekanik dan seterusnya..Di antara kedua cara klasifikasi tersebut,berdasarkan klasifikasi ini pengelasan dapat dibagi dalam tiga kelas utama yaitu:


(37)

1. Pengelasan cair adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api gas yang terbakar.

2. Pengelasan tekan adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan dan kemudian ditekan hingga menjadi satu.

3. Pematrian adalah cara pengelasan di mana sambungan diikat dan disatukan dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah. Dalam cara ini logam induk tidak turut mencair.

4. Klasifikasi cara pengelasan dapat dilihat pada gambar 2.2.


(38)

2.5.2 Las Oxy-Acetylene

Pengelasan dengan oxy-acetylene adalah proses pengelasan secara manual dengan pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung sampai mencair oleh nyala gas acetylene melalui pembakaran C2H2 dengan gas O2 dengan atau tanpa logam pengisi. Proses penyambungan dapat dilakukan dengan tekanan sangat tinggi sehingga dapat mencairkan logam.

Pengelasan dengan gas dilakukan dengan membakar bahan bakar gas yang dicampur dengan oksigen (O2) sehingga menimbulkan nyala api dengan suhu tinggi (3000oC) yang mampu mencairkan logam induk dan logam pengisinya. Jenis bahan bakar gas yang digunakan adalah acetylene, propana atau hidrogen, sehingga cara pengelasan ini dinamakan las oxy-acetylene atau dikenal dengan nama las karbit. Gambar tabung oksigen dan acetylene dapat dilihat pada gambar 2.3.


(39)

Nyala acetylene diperoleh dari nyala gas campuran oksigen dan acetylene yang digunakan untuk memanaskan logam sampai mencapai titik cair logam induk. Pengelasan dapat dilakukan dengan atau tanpa logam pengisi. Oksigen diperoleh dari proses elektrolisa atau proses pencairan udara. Oksigen komersil umumnya berasal dari proses pencairan udara dimana oksigen dipisahkan dari nitrogen. Oksigen ini disimpan dalam silinder baja pada tekanan 14 MPa. Gas asetilen (C2H2) dihasilkan dari reaksi kalsium karbida dengan air. Gelembung-gelembung gas naik dan endapan yang terjadi adalah kapur tohor. Reaksi yang terjadi dalam tabung asetilen adalah:

2C2H2 + 5O2 4CO2 + H20

Karbida kalsium keras, mirip batu, berwarna kelabu dan terbentuk sebagai hasil reaksi antara kalsium dan batu bara dalam dapur listrik. Hasil reaksi ini kemudian digerus, dipilih dan disimpan dalam drum baja yang tertutup rapat. Gas acetylene dapat diperoleh dari generator acetylene yang menghasilkan gas acetylene dengan mencampurkan karbid dengan air atau kini dapat dibeli dalam tabung-tabung gas siap pakai. Agar aman tekanan gas asetilen dalam tabung tidak boleh melebihi 100 KPa, dan disimpan tercampur dengan aseton. Tabung acetylene diisi dengan bahan pengisi berpori yang jenuh dengan aseton, kemudian diisi dengan gas acetylene. Tabung jenis ini mampu menampung gas acetylene bertekanan sampai 1,7 MPa.


(40)

tiga macam nyala api dalam las oxy-acetylene seperti ditunjukkan pada gambar di bawah:

1. Nyala acetylene lebih (Nyala karburasi)

Bila terlalu banyak perbandingan gas acetylene yang digunakan maka di antara kerucut dalam dan kerucut luar akan timbul kerucut nyala baru berwarna biru. Di antara kerucut yang menyala dan selubung luar akan terdapat kerucut antara yang berwarna keputih-putihan, yang panjangnya ditentukan oleh jumlah kelebihan acetylene. Hal ini akan menyebabkan terjadinya karburisasi pada logam cair. Nyala ini banyak digunakan dalam pengelasan logam monel, nikel, berbagai jenis baja dan bermacam-macam bahan pengerasan permukaan non-ferous. Gambar 2.4 merupakan gambar nyala karburasi.

Gambar 2.4 Nyala Karburasi. 2. Nyala oksigen lebih (Nyala oksidasi)

Bila gas oksigen lebih daripada yang dibutuhkan untuk menghasilkan nyala netral maka nyala api menjadi pendek dan warna kerucut dalam


(41)

berubah menjadi ungu. Nyala ini akan menyebabkan terjadinya proses oksidasi atau dekarburisasi pada logam cair. Nyala yang bersifat oksidasi ini harus digunakan dalam pengelasan fusion dari kuningan dan perunggu namun tidak dianjurkan untuk pengelasan lainnya. Gambar 2.5 merupakan gambar nyala oksidasi.

Gambar 2.5 Nyala Oksidasi. 3. Nyala netral

Nyala ini terjadi bila perbandingan antara oksigen dan acetylene sekitar satu. Nyala terdiri atas kerucut dalam yang berwarna putih bersinar dan kerucut luar yang berwarna biru bening. Oksigen yang diperlukan nyala ini berasal dari udara. Suhu maksimum setinggi 3300 sampai 3500o C tercapai pada ujung nyala kerucut. Gambar 2.6 merupakan gambar nyala netral.


(42)

Gambar 2.6 Nyala Netral.

Karena sifatnya yang dapat merubah komposisi logam cair maka nyala acetylene berlebih dan nyala oksigen berlebih tidak dapat digunakan untuk mengelas baja. Suhu Pada ujung kerucut dalam kira-kira 3000o C dan di tengah kerucut luar kira-kira 2500o C.

Pada posisi pengelasan dengan oxy-acetylene arah gerak pengelasan dan posisi kemiringan pembakar dapat mempengaruhi kecepatan dan kualitas las. Dalam teknik pengelasan dikenal beberapa cara yaitu:

1. Pengelasan di bawah tangan

Pengelasan di bawah tangan adalah proses pengelasan yang dilakukan di bawah tangan dan benda kerja terletak di atas bidang datar. Sudut ujung pembakar (brander) terletak diantara 60° dan kawat pengisi (filler rod) dimiringkan dengan sudut antara 30°-40° dengan benda kerja. Kedudukan ujung pembakar ke sudut sambungan dengan jarak 2–3 mm agar terjadi panas maksimal pada sambungan. Pada sambungan sudut luar, nyala diarahkan ke tengah sambungan dan gerakannya adalah lurus.


(43)

Pada posisi ini benda kerja berdiri tegak sedangkan pengelasan dilakukan dengan arah mendatar sehingga cairan las cenderung mengalir ke bawah, untuk itu ayunan brander sebaiknya sekecil mungkin. Kedudukan brander terhadap benda kerja menyudut 70° dan miring kira-kira 10° di bawah garis mendatar, sedangkan kawat pengisi dimiringkan pada sudut 10° di atas garis mendatar.

3. Pengelasan tegak (vertikal)

Pada pengelasan dengan posisi tegak, arah pengelasan berlangsung ke atas atau ke bawah. Kawat pengisi ditempatkan antara nyala api dan tempat sambungan yang bersudut 45°-60° dan sudut brander sebesar 80°.

4. Pengelasan di atas kepala (over head)

Pengelasan dengan posisi ini adalah yang paling sulit dibandingkan dengan posisi lainnya dimana benda kerja berada di atas kepala dan pengelasan dilakukan dari bawahnya. Pada pengelasan posisi ini sudut brander dimiringkan 10° dari garis vertikal sedangkan kawat pengisi berada di belakangnya bersudut 45°-60°.

5. Pengelasan dengan arah ke kiri (maju)

Cara pengelasan ini paling banyak digunakan dimana nyala api diarahkan ke kiri dengan membentuk sudut 60° dan kawat las 30° terhadap benda kerja sedangkan sudut melintangnya tegak lurus


(44)

pengelasannya mudah dan tidak membutuhkan posisi yang sulit saat mengelas.

6. Pengelasan dengan arah ke kanan (mundur)

Cara pengelasan ini adalah arahnya kebalikan daripada arah pengelasan ke kiri. Pengelasan dengan cara ini diperlukan untuk pengelasan baja yang tebalnya 4,5 mm ke atas.

Keuntungan dan kegunaan pengelasan oxy-acetylene sangat banyak, antara lain: 1. Peralatan relatif murah dan memerlukan pemeliharaan

minimal/sedikit.

2. Cara penggunaannya sangat mudah, tidak memerlukan teknik-teknik pengelasan yang tinggi sehingga mudah untuk dipelajari.

3. Mudah dibawa dan dapat digunakan di lapangan maupun di pabrik atau di bengkel-bengkel karena peralatannya kecil dan sederhana. 4. Dengan teknik pengelasan yang tepat hampir semua jenis logam

dapat dilas dan alat ini dapat digunakan untuk pemotongan maupun penyambungan.

2.5.3 Kampuh Las

Untuk menghasilkan kualitas sambungan las yang baik, salah satu faktor yang harus diperhatikan yaitu kampuh las. Kampuh las ini berguna untuk menampung bahan pengisi agar lebih banyak yang merekat pada benda kerja, dengan demikian kekuatan las akan terjamin.


(45)

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan jenis kampuh adalah:

1. Ketebalan benda kerja. 2. Jenis benda kerja.

3. Kekuatan yang diinginkan. 4. Posisi pengelasan.

Sebelum memulai proses pengelasan terlebih dahulu ditentukan jenis sambungan las yang akan dipilih. Hal-hal yang harus diperhatikan bahwa sambungan yang dibuat akan mampu menerima beban (beban statis, beban dinamis, atau keduanya).

Dengan adanya beberapa kemungkinan pemberian beban sambungan las, maka terdapat beberapa jenis sambungan las, yaitu sebagai berikut:

1. Kampuh V Tunggal

Sambungan V tunggal juga dapat dibuat tertutup dan terbuka. Sambungan ini juga lebih kuat dari pada sambungan persegi, dan dapat dipakai untuk menerima gaya tekan yang besar, serta lebih tahan terhadap kondisi beban statis dan dinamis. Pada pelat dengan tebal 5 mm–20 mm penetrasi dapat dicapai 100%.

2. Kampuh Persegi


(46)

3. Kampuh V Ganda

Sambungan ini lebih kuat dari pada V tunggal, sangat baik untuk kondisi beban statis dan dinamis serta dapat menjaga perubahan bentuk kelengkungan sekecil mungkin. dipakai pada ketebalan 18 mm-30 mm.

4. Kampuh Tirus Tunggal

Sambungan ini digunakan untuk beban tekan yang besar. Sambungan ini lebih baik dari sambungan persegi, tetapi tidak lebih baik dari pada sambungan V. Letaknya disarankan terbuka dan dipakai pada ketebalan pelat 6 mm-20 mm.

5. Kampuh U Tunggal

Kampuh U tunggal dapat dibuat tertutup dan terbuka. Sambungan ini lebih kuat menerima beban statis dan diperlukan untuk sambungan berkualitas tinggi. Dipakai pada ketebalan 12 mm-25 mm.

6. Kampuh U Ganda

Sambungan U ganda dapat jg dibuat secara tertutup dan terbuka, sambungan ini lebih kuat menerima beban statis maupun dinamis dengan ketebalan pelat 12 mm-25 mm dapat dicapai penetrasi 100%. 7. Kampuh J Ganda

Sambungan J ganda digunakan untuk keperluan yang sama dengan sambungan V ganda, tetapi tidak lebih baik untuk menerima


(47)

beban tekan. Sambungan ini dapat dibuat secara tertutup ataupun terbuka. Jenis-jenis sambungan las diperlihatkan pada gambar 2.7


(48)

2.6 Sambungan baut

Baut adalah alat sambung dengan batang bulat dan berulir, salah satu ujung nya dibentuk kepala baut ( umum nya bentuk kepala segi enam ) dan ujung lain nya dipasang mur/pengunci.dalam pemakaian di lapangan, baut dapat digunakan untuk membuat konstruksi sambungan tetap, sambungan bergerak, maupun sambungan sementara yang dapat dibongkar/dilepas kembali. Dalam penelitian ini sambungan baut digunakan untuk menghubungkan body pesawat dengan sayap pesawat sebelum dilas. Baut dan mur dapat dibedakan sebagai berikut: baut pejepit,baut untuk pemakaian khusus,sekrup mesin,sekrup penetap.

Baut penjepit terdiri dari tiga bagian antara lain: a. Baut tembus

Baut tembus digunakan untuk menjepit dua bagian melalui lubang tembus,dimana jepitan diketatkan dengan sebuah mur. Gambar baut tembus diperlihatkan pada gambar 2.8 dibawah ini.


(49)

b. Baut tanam

Baut tanam merupakan baut tanpa kepala dan diberi ulir pada kedua ujung nya.untuk dapat menjepit dua bagian, baut ditanamkan pada salah satu bagian yang mempunyai lubang berulir dan jepitan diketatkancdengan sebuah mur. Gambar baut tanam diperlihatkan pada gambar 2.9 dibawah ini.

Gambar 2.9. Baut tanam c. Baut tap

Baut tap digunakan menjepit dua bagian dimana jepitan diketatkan dengan ulir yang ditapkan kan pada salah satu bagian. Pada tugas akhir ini body dan sayap dihubungkan menggunakan baut tap yang ditapkan pada sayap pesawat dengan menggunakan enam buah baut tap, masing-masing terdiri dari tiga buah yang di tapkan pada kedua sayap pesawat tanpa awak. Gambar baut tap diperlihatkan pada


(50)

Gambar 2.10 Baut tap

2.7 Pengujian Tarik

Proses pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik benda uji. Pengujian tarik untuk kekuatan tarik daerah las dimaksudkan untuk mengetahui apakah kekuatan las mempunyai nilai yang sama, lebih rendah atau lebih tinggi dari kelompok raw materials. Pengujian tarik untuk kualitas kekuatan tarik dimaksudkan untuk mengetahui berapa nilai kekuatannya dan dimanakah letak putusnya suatu sambungan las.

Pembebanan tarik adalah pembebanan yang diberikan pada benda dengan memberikan gaya tarik berlawanan arah pada salah satu ujung benda. Penarikan gaya terhadap beban akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi) bahan tersebut. Proses terjadinya deformasi pada bahan uji adalah proses pergeseran butiran Kristal logam yang mengakibatkan melemahnya gaya elektromagnetik setiap atom logam hingga terlepas ikatan tersebut oleh penarikan gaya maksimum. Gambar 2.11 Menunjukakan skema alat uji tarik.


(51)

Gambar 2.11 Skema Mesin Uji Tarik.

Bila gaya tarik terus diberikan kepada suatu bahan (logam) sampai putus, maka akan didapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva seperti digambarkan pada Gambar 2.12. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang. Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan tersebut.

Gambar 2.12 Hasil dan Kurva Pengujian Tarik


(52)

pada proses ini disebut dengan tegangan teknik (σeng), dimana didefenisikan sebagai nilai pembebanan yang terjadi (F) pada suatu luas penampang (Ao). Tegangan normal tersebut akibat gaya tarik dapat ditentukan berdasarkan persamaan (2.1.)

�= F

Ao (2.1)

Dimana :

σ = Tegangan tarik (MPa)

F = Gaya tarik (N)

Ao = Luas penampang specimen mula-mula (mm2)

Regangan akibat beban tekan static dapat ditentukan berdasarkan persamaan (2.2).

� =ΔL

Lo x 100 % (2.2)

Dimana : ΔL = L- Lo Keterangan :

ε = Regangan akibat gaya tarik

L = Panjang akhir (mm)

Lo = Panjang specimen mula-mula (mm)

Pada prakteknya nilai hasil pengukuran tegangan pada suatu pengujian tarik pada umumnya merupakan nilai teknik. Regangan akibat gaya tarik yang terjadi, panjang akan menjadi bertambah dan diameter pada specimen akan menjadi kecil, maka ini akan terjadi deformasi plastis (Nash, 1998). Hubungan antara sress dan strain dirumuskan pada persamaan (2.3).


(53)

E = σ / ε

E adalah gradient kurva dalam daerah liner, dimana perbandingan

tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama “ Modulus Elastisitas “ atau “ Young Modulus “. Kurva ini ditunjukkan oleh gambar 2.13.

Gambar 2.13 Kurva Tegangan-regangan

Umumnya, limit elastic bukan merupakan defenisi tegangan yang jelas, tetapi pada besi tidak murni dan baja karbon rendah, titik awal terjadinya deformasi plastis ditandai dengan penurunan beban secara tiba-tiba yang menunjukkan adanya titik luluh atas dan titik luluh bawah. Perilaku luluh ini merupakan karakteristik berbagai jenis logam, khusunya yang memiliki struktur bbc dan mengandung sejumlah kecil elemen terlarut. Untuk material yang tidak memiliki titik luluh yang jelas, berlaku defenisi konvensional mengenai titik


(54)

regangan 0,2 %. Berikut adalah gambar 2.14 diagram tegangan-regangan linier untuk deformasi elastic bahan.

Gambar 2.14 Diagram Tegangan-regangan Linier Untuk Deformasi Elastis.


(55)

Sifat mekanis (pada Tension )dari bahan dapat dilihat pada table 2.3 dibawah ini.

Tabel 2.3 Sifat mekanis bahan pada suhu kamar untuk jenis logam paduan.

2.8 Foto mikro

Struktur bahan dalam orde kecil sering disebut struktur mikro. Struktur ini dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi harus menggunakan alat pengamat struktur mikro. Penelitian ini menggunakan mikroskop cahaya. Persiapan yang dilakukan sebelum mengamati struktur mikro adalah pemotongan specimen, pengampelasan, pemolesan, dan pengetsaan. Setelah dipilih, bahan uji diratakan permukaannya dengan menggunakan kikir. Setelah rata digosok dengan menggunakan ampelas mulai dari yang kasar sampai yang halus.


(56)

menempel pada bahan. Langkah terakhir sebelum dilihat struktur mikro adalah dengan mencelupkan specimen kedalam larutan etsa dengan penjepit tahan karat dan permukaan menghadap keatas. Kemudian specimen dicuci, dikeringkan dan dilihat struktur mikronya.

Untuk mendapatkan kemampuan resolusi dari lensa objektif yang digunakan, kontras bayangan haruslah mencukupi. Kontras bayangan bergantung pada persiapan spesimen dan optika. Perbedaan pada pemantulan sinar dari permukaan spesimen mengakibatkan adanya amplitudo bentuk yang dapat dilihat oleh mata setelah adanya perbesaran. Perbedaan fase yang ditimbulkan oleh pemantulan sinar pasti dapat dilihat dengan penggunaan fase kontras atau dengan menambahkan alat interferensi kontras pada mikroskop. 1. Penyinaran Daerah Terang

Penyinaran daerah terang , merupakan cara pengujian yang paling banyak digunakan. Dalam operasinya, sinar dilewatkan melalui lensa objektif dan menumbuk permukaan spesimen secara tegak lurus. Bentuk permukaan yang normal terhadap sinar datang akan memantulkan sinar itu kembali melalui lensa objektif menuju mata. Permukaan yang miring akan memantulkan sinar lebih sedikit ke lensa objektif dan kelihatan lebih gelap, tergantung pada sudutnya.

2. Penyinaran Miring

Pada beberapa mikroskop, dapat dipasangi dngan kondensator atau cermin sehingga sinar yang lewat melalui lensa objektif menumbuk permukaan spesimen pada sudut yang tidak tegak lurus. Kekasaran permukaan spesimen


(57)

akan membentuk bayangan–bayangan, menghasilkan tampilan tiga dimensi. Hal ini memungkinkan kita untuk menentukan bentuk relif atau lekukan. Namun hanya sedikit tingkat kemiringan yang dapat digunakan, karena cara ini menyebabkan penyinaran menjadi tidak seragam dan mengurangi resolusi. 3. Penyinaran Daerah Gelap

Sinar yang dipantulkan oleh bentuk yang miring, dikumpulkan, dan sinar yang dipantulkan dari bentuk yang normal terhadap pancaran sinar datang diblok. Oleh karena itu kontras merupakan kebalikan dari penyinaran daerah terang; dimana bentuk yang terang pada penyinaran daerah terang kelihatan gelap. Ini akan menghasilkan kontras bayangan yang sangat kuat, dengan adanya kemiringan benda akan kelihatan berkilauan. Pada beberapa kondisi, mungkin tidak bisa melihat bentuk dengan menggunakan penyinaran daerah terang. Cara penyinaran daerah gelap sangatlah praktis untuk digunakan dalam mempelajari struktur-struktur butir, namun intensitas cahaya yang rendah akan membuat fotomikroskop menjadi lebih rumit, namun masalah ini dapat diatasi dengan menggunakan alat pengatur cahaya otomatis.

4. Prinsip Kerja Mikroskop Optik

Secara umum prinsip kerja mikroskop optik adalah sinar datang yang berasal dari sumber cahaya melewati lensa kondenser, lalu sinar datangitu menuju glass plane yang akan memantulkan sinar datang itu menuju spesimen. Sebelum mencapai spesimen sinar datang itu melewati beberapa lensa


(58)

telah terkorosi pada saat pengetsaan. Sinar datang yang dipantulkan kembali ke mikroskop optik akan diteruskan ke lensa okuler sehingga dapat diamati. Urutan jalannya sinar pada mikroskop optik akan dilihat lebih jelas pada Gambar 2.15

Gambar 2.15 Skema Perjalanan Sinar Pada Mikroskop Optik

5. Struktur Mikro Daerah Las

Daerah las_lasan terdiri dari tiga bagian yaitu:daerah logam las,daerah pengaruh panas,(Heat affected zone) dan logam induk yang tidak terpengaruhi panas.

Daerah logam las adalah bagian bagian dari logam yang pada waktu pengelasan mencair dan kemudian membeku.Komposisi logam las terdir dari komponen logam induk dan bahan tambah dari elektroda. Karena logam las dalam proses pengelasan ini mencair kemudian


(59)

membeku, maka kemungkinan besar terjadi pemisahan komponen yang menyebabkan terjadinya struktur yang tidak homogen, ketidak homogennya struktur akan menurunkan ketangguhan logam las.Pada daerah ini,struktur mikro yang terjadi adalah struktur cor.Struktur mikro di logam las dicirikan dengan adanya struktur berbutir panjang (columnar grais). Struktur ini berawal dari logam induk dan tumbuh kea rah tengah daerah logam las.

2.9 Pesawat tanpa awak

Pesawat tanpa awak adalah sebuah mesin terbang yang berfungsi dengan kendali jarak jauh oleh pilot atau mampu mengendalikan dirinya sendiri, menggunakan hukum aerodinamika untuk mengangkat dirinya,bisa digunakan kembali dan mampu membawa muatan baik senjata maupun muatan lain nya.penggunaan terbesar dari pesawat tanpa awak ini adalah dibidang militer. Pesawat tanpa awak memiliki bentuk ukuran konfigurasi dan karakter yang bervariasi, perkembangan kontrol otomatis membuat pesawat sasaran tembak yang sederhana mampu berubah menjadi pesawat tanpa awakm yang kompleks dan rumit.

Kontrol pesawat tanpa awak ada dua variasi utama, variasi pertama yaitu dikontrol melalui pengendali jarak jauh dan variasi kedua adalah pesawat yang terbang secara mandiri berdasarkan program yang dimasukan kedalam pesawat sebelum terbang. Penggunaan terbesar pesawat tanpa awak pada umumnya adalah dibidang militer, saat ini pesawat tanpa awak mampu melakukan misi pengintaian dan penyerangan.pesawat tanpa awak juga semakin banyak digunakan untuk keperluan sipil (non militer ) seperti pemadaman kebakaran,pemetaan bencana alam,atau


(60)

Gambar 2.16 Pesawat tanpa awak

Dalam sebuah Perancangan Pesawat Terbang Tanpa Awak (PPTA), terlebih dahulu mendefinisikan misi penerbangan seperti apa yang akan dilakukan oleh pesawat tersebut. Hal ini harus dilakukan karena tidak ada satu jenis PTTA yang bisa melakukan semua misi yang ada dalam penerbangan. Pesawat terbang tanpa awak dimaksudkan untuk mengemban misi pemantauan udarauntuk melihat objek yanmg diam atau bergerak diatas permukaan tanah. Misi tersebut dilakukan dilakukan diwilayah dengan dukungan insfratruktur yang minim seperti daerah hutan,pegunungan,rawa dan lain-lain dengan misi tersebut, maka PTTA harus merupakan gabungan karakter antara tipe pesawat sport,trainer dan pesawat trainer glider, yaitu berkecepatan rendah,sangat stabil, dapat melayang dan mudah dikendalikan.

2.9.1 Gaya-gaya yang bekerja pada pesawat

Gaya-gaya yang bekerja pada pesawat sering kali disebut sebagai gaya-gaya aerodinamika. Dalam semua kasus aerodinamika, gaya-gaya-gaya-gaya yang bekerja pada benda berasal hanya dari dua sumber dasar ialah distribusi tekanan dan tegangan geser permukaan benda.


(61)

Gambar 2.17 Gaya-gaya yang bekerja pada pesawat

Berikut ini adalah hal-hal yang mendefinisikan gaya-gaya tersebutdalam sebuah penerbangan:

1. Thrust adalah gaya dorong yang dihasilkan oleh baling-baling pesawat. Gaya ini merupakan kebalikan dari gaya tahan (Drag). 2. Drag adalah gaya ke belakang ,menarik mundur,dan disebabkan

oleh ganguan aliran udara pada sayap,fuselage,dan objek-objek lainnya. Drag kebalikan dari Thrust, dan beraksi kebelakang paralel dengan arah angin relativef( relative wind ).

3. Weight adalah (gaya berat) adalah kombinasi berat dari muatan pesawat itu sendiri ,weight menarik pesawat ke bawah karena gaya gravitasi.Weight melawan lift (gaya angkat) dan beraksi vertikal

Gaya angkat (lift)

Gaya dorong (thrust)

Gaya berat (weight) Gaya hambat ( Drag)


(62)

4. Lift ( gaya angkat) melawan gaya dari weight, dan dihasilkan oleh efek dinamis dari udara yang beraksi di sayap, dan beraksi tegak lurus pada arah penerbangan center of lift dari pesawat.

Udara akan mengalir melewati bagian atas sayap dan bagian bawah sayap. Sebenarnya bukan udara yang mengalir melewati sayap pesawat tetapi sayap pesawat lah yang maju menembus udara. Dengan bentuk sayap yang melengkung di atas,maka aliran udara di atas sayap membutuhkan jarak yang lebih panjang dan membuat nya mengalir lebih cepat dibandingkan dengan aliran udara dibawah sayap pesawat. Tekanan dibawah sayap yang lebih besar akan akan mengangkatb sayap pesawat dan disebut gaya angkat (lift) . Karena itu kecepatan pesawat harus dijaga sesuai dengan rancangan nya. Jika kecepatan nya menurun maka lift nya akan berkurang.

Dari riset sebelum nya ( ivan 2008) maka didapat nilai gaya-gaya pada pesawat sebagai berikut:

a.Menghitung Nilai Thrust ( T )

Pesawat bisa terbang karena ada momentum dari dorongan horizontal dari mesin atau baling-baling pesawat, kemudian dorongan mesin penggerak tersebut akan menimbulkan perbedaan kecepatan aliran udara di bawah dan di atas sayap pesawat. Kecepatan udara di atas sayap akan lenih besar daripada di bawah syapa dikarenakan jarak tempuh lapisan udara yang mengalir di atas sayap lebih besar dari pada jarak tempuh di bawah sayap, waktu tempuh lapisan udara yang melalui atas sayap dan di bawah sayap adalah sama. Dorongan inilah yang disebut dengan Thrust. Secara teoritis ,thrust dapat dihitung sebagai berikut

Thrust = Force


(63)

V0 = kecepatan udara yang masuk Vt = kecepatan udara yang dihasilkan

ṁ0 = massa flow rata-rata sebelum masuk per waktu ṁt = massa flow rata-rata sewaktu keluar per waktu P0 = tekanan sebelum masuk

Pt = tekanan ketika keluar

A0 = At = luas penampang sayap pesawat A0 = At = luas penampang sayap pesawat

Dimana luas penampang sayap pesawat tersebut merupakan perkalian antara panjang span dengan lebar chord. Sesuai hasil design maka diperoleh nilai span sebesar 1200 mm dan nilai chord sebesar 500 mm. Berikut ini adalah perhitungan luas penampang sayap pesawat

A = span x chord = 1,2 m x 0,5 m = 0,6 m2

Maka selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mencari massa flow perstuan waktu seperti di bawah ini

m0 =

ρ

.

V

0 .A = 1.161 kg/m3 x 0.6 m2 x 2.8 m/s = 1,95 kg/s mt =

ρ

.

V

t .A = 1.161 kg/m3 x 0.6 m2 x 47.18 m/s = 32,86 kg/s


(64)

T = m

t .

V

t

– m

0

V

0

+ (P

t

– P

0

) A

(Pt – P0) = ΔP didapat dari hukum Bernouli Pt +

1 2ρ V0

2

= Pt + 1

2ρ Vt

2

= Konstan Pt-Po = 0.5 x ρ ( V02- Vt2)

= 0.5 x 1.161 kg/m3 (1,952- 32,862) = -624,6 Pa (kg/ms2)

T = mt Vt- m0 V0 + (Pt-P0) A

T = 32,86 x 47.18 – 1,95 x 2.8 +(-624,6) 0,6 T = 1550.3348 – 5,46 + (- 374,76)

T = 1170,1148 N

Maka besarnya gaya thrust pada pesawat aeromodeling adalah 1170,1148 N

b. Menghitung Nilai Drag ( D)

Drag adalah gaya kebelakang yang menarik mundurdan disebabkan oleh gangguan aliran udara oleh sayap, fuselage, dan objek-objek lain. Drag kebalikan dari thrust, dan beraksi ke belakang paralel dengan arah angin relatif ( relatif wind ). Gaya drag dapat dihitung degan rumus :

D =

�� .� .�

2 .

2

Dimana : D = Drag ( N/s ) Cd = Cofisien Drag


(65)

ρ

= Massa jenis udara ( kg/m3)

V = Kecepatan Pesawat ( m/s ) A = Luas penampang ( m2 )

Dalam hal ini, jenis airfoil yang digunakan adalah NACA 2412 yang memiliki angel of attack ( A0A) sebesar 150 untuk sudut maksimum dan 00 untuk sudut minimum dengan nilai koefisien drag untuk masin-masing sebesar 0,0237 dan 0,0067. Untuk lebih jelasnya, perhitungan nilai drag dapat dilihat sebagai berikut :

 Untuk A0A = 150 dengan nilai Cd = 0,0237

Dmax=

( 0,0237 )( 1,161kg /m3)(47,182)(0,6) 2

= 18.3745 N/s

 Untuk A0A = 00 dengan nilai Cd = 0.0067

Dmax=

( 0,0067 )( 1,161kg /m3)( 47,18)(0,6) 2

= 4.96 N/s

Setelah diperoleh nilai drag dari sayap,maka selanjutnya di hitung nilai drag yang terjadi pada fuselage pesawat aeromodeling. Menurut hasil pemilihan design fuselage, maka fuselage yang dipilih adalahtipe 8 dengan koefisien drag 0,458 untuk lebih jelas dapat ditunjukkan oleh gambar berikut.


(66)

Gambar 4.1 Aircraft Design

Maka perhitungan nilai drag untuk fuselage dapat dihitung dengan menggunakan rumus

D =

�� .� .�2 .�

2

Dimana : D = Drag ( N/s )

Cd = Coefisien Drag fuselage

ρ

= Massa jenis udara (kg/m3 ) V = Kecepatan pesawat (m/s) A = Luas penampang fuselage ( m3)


(67)

A= π r2

, dimana r = 125 mm = 0.125 m A= 3,14 x 0,1252

A = 0,4906 m2

Dfuselage =

( 0,458)( 1,161kg /m3)(47,182 )(0,4906) 2

Dfuselage = 6,2348 N/s

Maka nilai drag total yang terjadi pada pesawat dapat dihitung dengan rumus :

D total = D sayap + D fuselage D total = 18.3745 + 6,2348

D total = 24.6093 N/s

c. Menghitung Nilai LIFT ( L)

Lift ( gaya angkat ) adalah gaya yang dihasilkan oleh efek dinamis dari udara yang beraksi di sayap, dan beraksi tegak lurus pada arah penerbangan melalui center of lift dari sayap. Besarnya gaya lift dapat dihitung sebagai berikut :

L =

�� .� .�

2 .

2


(68)

ρ

=

Massa jenis udara ( kg/m3 ) V = Kecepatan Pesawat (m/s) A = Luas penampang sayap (m2)

Sama seperti perhitungan drag, perhitungan lift pada airfoil NACA 2412 juga memerlukan nilai A0A maksimum dan minimum yaitu sebesar 150 dan 00 dengan coefisien lift masing-masing sebesar 1,005 dan 0,216. Untuk lebih jelasnya, perhitungan lift maksimum dan minimum dapat dilihat sebagai berikut :

 Untuk A0A = 150 dengan nilai Cl = 1,506

L

max

=

( 1,506)(1,161)(47,182)(0,6) 2

=

1167.60 N/s

 Untuk A0A = 00 dengan nilai Cl = 0,265

L

min

=

( 0,265)(1,161)�47,182�(0,6) 2

=

205.45 N/s

d. Menghitung Weight ( W)

Weight (gaya berat) adalah gaya yang menarik pesawat ke bawahkarena gaya gravitasi. Weight melawan lift ( gaya angkat) dan beraksi secara vertikal ke bawah melalui center of gavity dari pesawat. Dalam hal ini massa pesawat aeromodeling adalah sebesar 27 kg.


(69)

Berat = 27 kg W = 27 x 9,8

W =264,6 N

Dan data 4 gaya yang diperoleh adalah:

T = 1170,1148 N

D = 24.6093 N T > D L = 1167.60 N L > W W = 264,6 N

Dari data hasil perhitungan di atas diperoleh bahwa nilai Thrust (T) lebih besar dari pada nilai drag (D) dan nilai Lift (L) lebih besar dari pada berat pesawat sehingga disimpilkan secara teori perancangan pesawat aeromodeling memenuhi syarat untuk dapat terbang.

2.9.2. Airfoil

Airfoil atau aerofoil adalah suatu bentuk geometri yang apabila ditempatkan di suatu aliran fluida akan memproduksi gaya angkat (lift) lebih besar dari gaya hambat (drag). Pada airfoil terdapat bagian-bagian seperti berikut:

a) Leading Edge adalah bagaian yang paling depan dari sebuah airfoil b) Trailing Edge adalah bagaian yang paling belakang dari sebuah


(70)

c) Chambar line adalah garis yang membagi sama besar antara permukaan atas dan permukaan bawah dari airfoil mean chambar line

d) Chord line adalah garis lurus yang menghubungkan leading edge dengan trailing edge.

e) Chord (c) adalah jarak antara leading edge dengan trailing edge f) Maksimum chamber (zc) adalah jarak maksimum antara mean

chamber line dan chord line. Posisi maksimum chamber diukur dari leading edge dalam bentuk persentase chord.

g) Maksimum thickness (tmax) adalah jarak maksimum antara permukaan atas dan permukaan bawah airfoil yang juga diukur tegal lurus terhadap chord line.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.4.


(71)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini akan dijelaskan metode-metode yang dilakukan pada proses pengujian.

3.1. Jadwal Penelitian Dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorim Proses Produksi dan Laboratorium Ilmu Logam Fisik. Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2013.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.2.1 Bahan

Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1.Paduan Aluminium-magnesium

Aluminium adalah salah satu diantara logam ringan yang saat ini kita kenal. Merupakan konduktor panas yangbaik dan kuat. Dapat dicor menjadi bermacam macam bentuk dan mempunyai sifat tahan korosi.

Magnesium adalah salah satu jenis logam ringan yang memiliki titik cair yang lebih rendah dari aluminium. magnesium dengan simbol Mg adalah unsur kimia


(72)

Gambar 3.1 Alumunium-magnesium

3.2.2 Alat Penelitian

Adapun peralatan yang dipergunakan selama penelitian ini adalah : 1. Gergaji (saw)

Mesin gergaji yang digunakan Merk Viebahn 220 V dengan kecepatan potong 10 mm. Gergaji ini digunakan sebagai alat pemotong benda uji, yaitu untuk mengurangi ukuran benda supaya mendapatkan ukuran yang diinginkan. Gambar 3.2 menunjukkan gergaji besi.


(73)

2. Gerinda tangan

Dalam penelitian ini gerinda tangan digunakan untuk merapikan hasil las an pada pesawat tanpa awak. Batu gerinda merupakan komposisi aluminium oksida. gerinda ini dapat mengahsilkan putaran sekitar 11.000- 15.000 rpm.

Gambar 3.3 gerinda tangan

3. Mesin las

Dalalam penelitian ini mesin las yang digunakan adalah mesin las oxy-acetylene . Pengelasan dengan oxy-oxy-acetylene adalah proses pengelasan secara manaual dengan pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung sampai mencair oleh nyala gas acetylene melalui pembakaran C2H2 dengan gas O2 dengan atau tanpa logam pengisi. Proses penyambungan dapat dilakukan dengan tekanan sangat tinggi sehingga dapat mencairkan logam. Gambar tabung oksigen dan acetylene dapat dilihat pada Gambar 3.4.


(74)

Gambar 3.4 Tabung Oksigen dan Acetylene

4.Mesin sekrap

Mesin sekrap yang digunakan adalah type L-450, mesin sekrap digunakan sebagai proses pembentukan benda uji pada uji tarik dan uji impak. Mesin ini menggunakan mata pahat sebagai media pemakanan. Bentuk mata pahat dapat disesuaikan dengan bentuk benda yang diinginkan. Mesin ini juga memiliki ketelitian dimensi serut (pemakanan) sangat akurat yang bertujuan untuk mendapatkan hasil ukuran yang direncanakan. Mesin sekrap dapat dilihat pada gambar 3.5


(75)

Gambar 3.5 Mesin sekrap 5. Alat uji tarik (tensile test)

Dalam penelitian ini, alat uji tarik yang digunakan adalah Alat uji Tarik torsee type AMU-10 dengan kapasitas 10 ton, di laboratorium Departemen Teknik Mesin,USU. Proses pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik benda uji. Pengujian tarik untuk kekuatan tarik daerah las dimaksudkan untuk mengetahui apakah kekuatan las mempunyai nilai yang sama, lebih rendah atau lebih tinggi dari kelompok raw materials. Pengujian tarik untuk kualitas kekuatan tarik dimaksudkan untuk mengetahui berapa nilai kekuatannya dan dimanakah letak putusnya suatu sambungan las. Pembebanan tarik adalah pembebanan yang diberikan pada benda dengan memberikan gaya tarik berlawanan arah pada salah satu ujung benda.


(76)

Gambar 3.6 Alat uji Tarik torsee type AMU-10

Spesifikasi:

Type : AMU-10 Beban max : 10 Ton Force Tahun :1989

Keterangan Gambar: 1. Panel beban 2. Pembaca grafik 3. Tombol ON 4. Tombol UP 5. Chuck atas

1

2 3 4 5

6 7


(77)

6.Grip penjepit spsimen 7. Chuck bawah

6. Mikroskop optic

Mikroskop optic digunakan unutk melihat bentuk mikrostruktur daerah las an. Adapun perbesaran yang digunakan adalah 100,200, dan 500X. Alat mikroskop optic seperti terlihat pada gambar 3.7.

Gambar 3.7 mikroskop optic

Spesifikasi :


(78)

3.3 Spesimen

Spesifikasi specimen pada pengujian tarik dan foto mikro yang digunakan dalam penelitian ini adalah sesuai standar ASME E8.

Spesimen yang digunakan pada penelitian adalah pelat aluminium-magnesium dengan pertimbangan:

1. Aluminium-magnesium banyak digunakan di industri, seperti industri pembuatan kapal laut.

2. Proses pengelasan aluminium-magnesium memerlukan keterampilan khusus dalam proses lasan.

3. Proses pembuatan aluminium-magnesium dilakukan dengan pengecoran tradisional.

Gambar 3.8 Bentuk Spesimen Uji Tarik

3.4 Prosedur penelitian

3.4.1 Proses pengelasan spesimen


(79)

1. Dipersiapakan spesimen untuk pengelasan seperti terlihat pada gambar 3.9 dan 3.10

Gambar 3.9 Spesimen sebelum dilakukan pengelasan pada uji tarik

Gambar 3.10 Spesimen sebelum dilakukan pengelasan untuk photo mikro 2. Sesuaikan nyala api las pad alas oxy acetylene

3. Selanjutnya busur ditarik perlahan bersamaan dengan elektroda mengikuti spesimen yang ingin disambung pada pengelasan.

4. Kemudian didapati hasil pengelsan pada spesimen uji tarik dan uji photo mikro (gambar 3.11)


(80)

Gambar 3.11 Spesimen setalah dilakukan pengelasan

3.4.2 Proses pengelasan pesawat tanpa awak

Pengelesan pesawat tanpa awak menggunakan oksi-asetilien ( Oxyacetylin welding).Dalam proses ini digunakan campuran gas oksigen dan asitilen melalui proses pembakaran C2H2 dengan gas O2, suhu nyala nya mencapai 3500oC. Oksigen disimpan dalam silinder baja pada tekanan 14 MPa.

Adapun prosedur yang dilakukan pada pengelasan pesawat tanpa awak terlihat pada gambar dibawah ini.


(81)

Gambar 3.12 Body dan sayap pesawat sebelum di las


(82)

Gambar 3.14 Bagian sayap pesawat tanpa awak sebelum di las


(83)

(84)

3.4.3 Prosedur Pengujian Tarik (Tensile Test )

Adapun prosedur yang dilakukan pada pengujian tarik (tensile test) adalah :

1. Dipersiapkan spesimen untuk uji tarik (tensile test) sesuai dengan standar ASME E8.

2. Alat uji tarik yang digunakan adalah alat uji tarik Torsee Type AMU-10 Pasanglah spesimen dengan hati-hati pada grip mesin uji tarik,catat lah setiap langkah-langkah operasional setting pengujian dengan seksama. 3. Mulai lah penarikan dan perhatikan dengan baik mekanisme deformasi

yang terjadi pada benda uji serta tampilan grafik,beban perpanjangan yang terlihat pada recorder,teruskan pengamatan hingga terjadi beban maksimum dan dilanjutkan dengan nacking atau perpatahan.

4. Tandailah pada grafik beban perpanjangan titik-titik terjadinya beban maksimum dan perpatahan.

5. Lepaskan spesimen dari grip mesin uji tarik,satukan kembali benda uji dan ukur panjang akhir(L)

6. Catat hasil pengukuran di dalam lembar data.

3.4.4 Prosedur Pengujian Metalografy

Untuk mengetahui sturuktur mikro dari suatu logam pada umumnya dilakukan dengan reflek pemendaran(sinar), maka pada pengujian metalography ini, terlebih dahulu benda uji di potong kemudian diratakan permukaan yang akan dilihat struktur mikronya.Setelah proses perataan


(85)

pada spesimen, kemudian proses pengamplasan dengan kertas pasir ukuran 120, 240, 400, 600, 800, 1000, 1200, dan 1500. Kemudian sampel dipoles dengan kain panel, air dan aluminium dioksida (bubuk alumina) untuk didapat permukaan seperti cermin, kemudian sampel dietsa menggunakan natal 3 % (100 ml alcohol + 3 ml HNO3) dan diamati menggunakan mikroskop optik agar didapat bentuk mikrostrukturnya serta diameter butir sesuai metode planimetri.

Gambar 3.18 spesimen uji mikro setelah dilas.


(86)

\

BAB IV

MULAI

PENGECORAN SAYAP PESAWAT

PENGUJIAN TARIK

ANALISA DATA

SELESAI SPESIMEN

PEMESINAN

SPESIMEN UJI

METALOGRAFI

HASIL

Gambar 3.20 Diagram Alir Penelitian

PENGELASAN SAYAP PESAWAT


(87)

BAB IV

ANALISA DATA

Paduan Aluminium-Magnesium (Al-Mg) yang dipadukan memiliki perbandingan Aluminium 96% dan Magnesium 4%. Jumlah perbandingan paduan tersebut merupakan perbandingan paduan yang ideal untuk digunakan sebagai material sayap pesawat tanpa awak. Selain itu untuk mengetahui sifat mekanisnya dilakukan pengujian sbb ;

• Pengujian Tarik (Tensile strength)

• Pengujian Metallography

• Menghitumg kekuatan sambungan las

Dari pengujian tersebut paduan dibuat dalam bentuk spesimen, pengujian berjumlah 3 spesimen.

4.1 Pengujian Tarik (tensile strength)

Pada penelitian ini pengujian tarik menggunakan alat uji tarik Torsee Type AMU-10 dengan standar uji tarik Annual book ASTM Vol.3 E8M-00b. Pengujian ini dilakukan agar mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap energi tarikan dan sejauh mana material itu bertambah panjang.Hasil dari uji tarik dapat dilihat pada gambar dibawah ini;


(88)

Gambar 4.1 Hasil spesimen Uji tarik

Gambar 4.2 Bentuk perpatahan setelah pengujian tarik untuk spesimen 1 Spesimen 2 dan spesimen 3.


(89)

Berikut adalah gambar dari kurva dan hasil pengujian tarik: 1.Spesimen I

Dari kurva pengujian tarik Spesimen I Terlihat beban Ultimate (Pu) mempunyai nilai 600 kgf,beban fracture (pf) mempuinyai nilai 500 kgf, dan beban yield (py) mempunyai nilai 325 kgf.

Kurva hasil pengujian tarik spesimen I dengan Al 96%- Mg 4% dapat dilihat pada gambar 4.3

Gambar 4.3 kurva hasil uji tarik P (kgf) vs L(mm) spesimen I 2.Spesimen II


(90)

Kurva hasil tarik spesimen II dengan Al 96%- Mg4% dapat dilihat pada gambar 4.4

Gambar 4.4 Kurva hasil uji Tarik P(kgf) vs L (mm) spesimen II 3.Spesimen III

Dari kurva pengujian tarikspesimen III Al96%-Mg4% terlihat beban ultimate (Pu) mempunyai nilai 1000 kgf ,beban fracture (Pf) mempunyai nilai 975 kgf, dan beban yield (Py) 825 kgf.

Kurva hasil pengujian tarik spesimen III dengan variasi Al96%-Mg4% dapat dilihat pada gambar 4.5


(91)

Gambar 4.5 kurva hasil uji tarik P (kgf) vs L (mm) spesimen III Berikut table 4.1 hasil pengunjian tarik .

Spesimen A0 σ(Mpa) F (N)

Lo L (mm)

ΔL

(mm) ε (%)

1 90.144 6.656 599.9985 51.68 53.7 2.02 3.76 2 101.898

4.662

475.0485

53.64 55.64

2 3.59

3 101.28

9.874

1000.039

53 55.7

2.7 4.85

Berikut ini adalah hasil pengujian dan tabel hasil pengujian untuk regangan dan modulus elastisitas dari hasil uji kekuatan tarik maka dilakukan perhitungan sebagai berikut;


(92)

a.Regangan(ε)

Untuk nilai regangan diambil nilai perpanjangan setiap spesimen uji. Maka nilai regangan dapat ditentukan dari persamaan berikut :

Dimana :

ε = Regangan ( %)

Lf = Panjang Akhir (cm) Lo = Panjang Awal(cm) ∆L=Perpanjangan (cm)

Nilai regangan untuk masing-masing spesimen adalah ; 1. Spesimen 1

Maka, 100% 3,90%

68 , 51 02 , 2 %

100 = =

= x x

Lo L ε

2. Spesimen 2

Maka, 100% 3,59%

64 , 55

2 %

100 = =

= x x

Lo L ε

3. Spesimen 3

Maka, 100% 4,85%

53 7 , 2 %

100 = =

= x x

Lo L ε

%

100

x

Lo

L

=

ε


(93)

Nilai regangan dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel Nilai Regangan

Kadar Spesimen ε(%) ε (rata-rata)

Al 96% Mg 4%

1 3,90

4,11333

2 3,59

3 4,85

Dari data diatas memperlihatkan bahwa nilai regangan yang didapat pada spesimen 1,2, dan 3 masih dalam batas normal. Karena semakin besar penambahan unsur Magnesium di dalam Aluminium, maka regangan yang terjadi akan semakin kecil.

b.Modulus elastisitas (E)

ε

σ

=

E

Dimana :

E = Modulus Elastisitas (MPa)

= Tegangan (MPa)


(94)

1. Spesimen 1

Maka,

E =

=

600 3,90%

=

600

0,0390

= 15384,61538 MPa

2. Spesimen 2

Maka,

E =

=

475 3,59 %

=

475

0,0359

= 13231,19777 MPa

3. Spesimen 3

Maka

, E

=

=

1000 4,85 %

=

1000

0,0485


(95)

Nilai modulus elastisitas dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel Nilai Modulus Elastisitas

Kadar

Spesimen฀฀฀฀฀฀

σ ε฀(%) E (MPa) E (rata-rata)

Al 96%

Mg 4%

1 600 3,90 15384,61538

16411,15659

2 475 3,59 13231,1977

3 1000 4,85 20618,5567

Nilai modulus elastisitas paduan Magnesium di dalam Aluminium pada perbandingan 96% Aluminium dan 4% Magnesium mengalami kenaikan (reza-2013). Semakin besar penambahan unsur Magnesiumnya maka modulus elastsitasnya semakin kecil.

4.2 Hasil Pengujian Metallograpy

Sifat-sifat logam terutama sifat mekanis dan sifat teknologis sangat mempengaruhi oleh mikro struktur logam dan paduannya. Struktur mikro dari logam dapat diubah dengan jalan perlakuan panas ataupun dengan proses perubahan bentuk (deformasi) dari logam yang akan diuji. Pengamatan metallography dengan mikroskop optik dapat dibagi dua, yaitu metallography


(96)

metallography mikro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran diatas 100 kali.

Pengujian mikrostruktur dilakukan dengan menggunakan Reflected Metallurgical Microscope dengan type Rax Vision No. 545491, MM-10A,230V-50Hz. Analisa struktur mikro kita dapat mengamati bentuk dan ukuran kristal logam, kerusakan logam akibat proses deformasi, proses perlakuan panas, dan perbedaan komposisi.

Gambar 4.6 Spesimen Uji Mikro


(97)

Gambar 4.7 Hasil foto mikro batas daerah lasan paduan AL-Mg Dari gambar diatas memperlihatkan struktur mikro aluminium setelah ditambah Magnesium, hasilnya memperlihatkan bahwa Magnesium berhasil berpadu kedalam coran Aluminium dalam bentuk potongan.

Aluminium biasanya bergabung bersama-sama dengan elemen lainnya seperti Silikon, copper, mangan, zink, dan besi. Kelarutan dari seluruh elemen ini biasanya meningkatkan dengan peningkatan temperatur. Hal ini menurun dari temperatur tinggi ke konsentrasi yang relatif rendah selama proses pembekuan dan proses heat treatment akan menghasilkan pembentukan fase intermetalik. Sebagai contoh pengendapan Si, Mn, dan Fe akan membentuk fase ��12(����)3 �� (��, 2002).

Aluminium

Porositas Magnesium


(98)

Gambar 4.8 Hasil photo mikro Lasan Dengan Perbesaran 200 x

Gambar diatas memperlihatkan hasil foto daerah lasan dengan perbesaran 200 x, dimana permukaan Aluminium terlihat lebih terang setelah mengalami penambahan kadar Magnesium yang artinya perpaduan yang terjadi secara merata dan sempurna.

Dari kedua foto diatas dapat disimpulkan bahwa hasil foto mikro Aluminium setelah diberi penambahan kadar Magnesium sebesar 4 % dapat berpadu secara merata dan struktur mikro Aluminium setelah diberi penambahan kadar magnesium hasilnya adalah paduan solid solution.

Foto mikro dari kedua gambar diatas menunjukkan tingkat porositas. Peningkatan temperatur tuang pada spesimen akan meningkatkan luas daerah porositas. Porositas yang muncul dapat dibedakan atas ukuran dan

Aluminium Porositas


(99)

penyebabnya. Berdasarkan ukuran dapat digolongkan atas porositas mikro dan makro, sedangkan berdasarkan penyebabnya daapat digolongkan atas porositas penyusutan dengan bentuk tidak teratur dan porositas berbentuk lingkaran. Porositas penyusutan disebabkan oleh ketidakmampuan Magnesium untuk menetralkan penyusutan dan kontraksi panas (Deformasi) selama proses pembekuan.

4.3 Hasil pengelasan sayap pesawat tanpa awak

Sayap disambungkan di masing-masing sisi body pesawat tanpa awak dan merupakan permukaan yang mengangkat pesawat di udara. Sayap pesawat harus memenuhi kebutuhan dari kinerja yang di harapkan untuk rancangan pesawat agar sayap dapat membuat gaya angkat (lift) secara optimal.


(100)

Gambar 4.9 Hasil pengelasan pada kedua sayap pesawat tanpa awak

Gamabar 4.10 Hasil pengelasan pesawat tanpa awak

Untuk menghitung massa ,volume dan luas sayap pesawat digunakan dengan menggunakan software solidworks seperti dibawah ini:


(1)

4.4 Tegangan tarik sambungan las

Berikut adalah tipe sambungan las yang digunakan pada pengelasan sayap pesawat :

Gambar 4.13 Tipe sambungan las

Luas permukaan sayap pesawat yang menempel pada badan pesawat:

Gambar 4.14 penampang sayap yang menmpel pada body

Dari perhitungan solidworks gambar diatas didapat :


(2)

Luas permukaan sayap = 47,40 cm2

Dari tipe sambungan las di atas maka di dapat tegangan tarik sambungan las pada sayap pesawat tanpa awak sebagai berikut :

Dimana :

P = Tegangan Tarik Sambungan las

L = Panjang lasan

t1 = Tebal bagian atas

t2 = Tebal bagian bawah

Ft = Kekuatan tarik ijin untuk bahan las ( 600 kg/cm2)

t1+t2 = Luas permukaan sayap pesawat yang menempel pada body

Maka:

P = (t1 + t2) L.Ft

= 47,40 x 194 x 600 kg/cm2

= 5517360 kg/cm2

t

f

l

t

t


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada pengelasan oksi-asitilen pada paduan aluminum-magnesium,dapat diperoleh beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban dari tujuan penelitian ini. Hasi-hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Variasi waktu pengelasan berpengaruh terhadap gaya geser maksimum hasil pengelasan sedangkan Variasi ketebalan material berpengaruh terhadap waktu pengelasan


(4)

2. Dari hasil pengujian tarik nilai regangan rata-rata 4,11333% ,nilai rata-rata modulus elastisitas 16411,15659 MPa dan Dari hasil photo mikro dilihat bahwa adanya pengaruh suhu nyala api las oksi-asitilen terhadap aluminium-magnesium.

3. Untuk paduan aluminium 96% magnesium4%, bahwa kandungan magnesium,besar sudut kampuh,mempengaruhi hasil lasan (kekuatan tarik).

5.2Saran

1. Prosedur pengelasan harus lebih diperhatiakan agar hasil pengelasan baik dan tidak mengalami retak terutama pengaturan kecepatan pengelasan dan penyesuaian nyala api las

2. Diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk mengembangkan penelitian tentang pengelasan ini agar dapat mendapatkan hasil lasan yang lebih baik lagi seiring dengan perkembangan teknologi.

3. Diharapkan alat uji yang ada di departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dapat di berdayakan keberadaan nya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. ASM Handbook. 1988. Metals HandbookNinth Edition Volume 15

Casting. TheUniversity of Alabama.

2. ASM Handbook. 2000. Volume 9Metallography and Microstructures.

International ASM

3. Harsono Wiryosumatro & Thosie Okumura, Teknologi Pengelasan

Logam. Pradnya Paramita, Jakarta Cetakan ke IX

4 hhtp://WWW.ilmuterbang.com/


(6)

6. Pasaribu, Hisar M. Pedoman Perancangan Awal Pesawat

Terbang,ITB1993.

7. S, Widharto, 2007. Menuju Juru Las Tingkat Dunia, cetakan pertama,

Jakarta, Pradnya Pramita

8. Sindo kou. WELDING METALLURGY. University of Wiconsin

9. Surdia, Tata. & Chijiiwa Kenji. 1991. Teknik Pengecoran Logam.

Jakarta:

PradnyaParamita