METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. Peneliti mengadakan perlakuan terhadap sampel yang telah ditentukan yaitu berupa hewan coba di laboratorium.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi : Mencit (Mus musculus) jantan dengan galur Swiss webster berusia 2-3 bulan dengan berat badan ± 20 gram.

2. Sampel : Menurut Purawisastra (2001), jumlah sampel yang digunakan

berdasarkan rumus Federer yaitu : (k-1)(n-1) > 15 (4-1)(n-1) > 15

3 ( n-1) > 15 3n > 15+3 n >6

Keterangan : k : Jumlah kelompok n : Jumlah sampel dalam tiap kelompok Keterangan : k : Jumlah kelompok n : Jumlah sampel dalam tiap kelompok

Pada penelitian ini jumlah sampel untuk tiap kelompok ditentukan sebanyak 7 ekor mencit (n > 6), dan jumlah kelompok mencit ada 4 sehingga penelitian ini membutuhkan 28 mencit dari populasi yang ada. Sampel didapatkan dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta.

D. Teknik Sampling

Teknik sampling yang dipakai adalah incidental sampling (Murti, 2010).

E. Desain Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah the post test only controled group design (Taufiqqurohman, 2003).

Gambar 1. Skema Rancangan Penelitian

Keterangan : S

: Subjek Penelitian K : Kelompok Kontrol

KP 1 : Kelompok Perlakuan I KP 2 : Kelompok Perlakuan II

KP 3 : Kelompok Perlakuan III

X 0 : Pemberian aquades peroral 0,3 ml/20 gr BB mencit perhari

selama 14 hari berturut-turut.

Uji statistik

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

X 1 : Pemberian aquades peroral sebanyak 0,3 ml/20 gr BB mencit perhari selama 14 hari dan 2 jam kemudian diberi paparan asap rokok 1 batang perhari.

X 2 : Pemberian jus stroberi peroral dosis I 0,3 ml/20 gr BB mencit perhari selama 14 hari dan diberi paparan asap rokok 1 batang perhari 2 jam setelah pemberian jus stroberi.

X 3 : Pemberian jus stroberi peroral dosis II yaitu 0,6 ml/20 gr BB mencit perhari selama 14 hari dan diberi paparan asap rokok 1 batang perhari 2 jam setelah pemberian jus stroberi.

O 0 : Observasi kelompok kontrol pada hari ke-15 setelah perlakuan. O 1 : Observasi kelompok perlakuan I pada hari ke-15 setelah perlakuan. O 2 : Observasi kelompok perlakuan II pada hari ke-15 setelah

perlakuan. O 3 : Observasi kelompok perlakuan III pada hari ke-15 setelah

perlakuan.

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas Pemberian jus stroberi.

2. Variabel Terikat Kerusakan struktur histologis paru mencit.

3. Variabel luar

a. Variabel luar yang dapat dikendalikan a. Variabel luar yang dapat dikendalikan

Variasi genetik, jenis kelamin, umur, suhu udara, berat badan, dan jenis makanan mencit semuanya diseragamkan.

b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan Kondisi psikologis, keadaan awal paru mencit, dan imunitas masing-masing mencit.

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas Variabel bebas pada penelitian ini adalah pemberian jus stroberi. Jus stroberi diberikan secara peroral dengan sonde lambung dalam 2 dosis. Dosis I: 0,3 ml/20 gr BB mencit/hari diberikan pada mencit KP 2 . Dosis II: 0,6 ml/20 gr BB mencit/hari diberikan pada mencit KP 3 . Pada KP 3 diberikan dosis sebesar dua kali lipat dosis KP 2 untuk melihat adanya perbedaan pengaruh jus stroberi dalam mengurangi kerusakan paru akibat paparan asap rokok pada dosis bertingkat. Pemberian jus stroberi dilakukan 2 jam sebelum mencit dipapar asap rokok dan dilakukan selama 14 hari berturut-turut. Skala pengukuran variabel ini adalah ordinal.

2. Variabel Terikat Variabel terikat pada penelitian ini adalah kerusakan histologis paru mencit. Yang dimaksud dengan kerusakan histologis paru mencit adalah besarnya kerusakan histologis paru mencit yang dipapar asap rokok setelah mencit mendapatkan perlakuan dengan jus stroberi. Parameter yang digunakan untuk menentukan derajat kerusakan histologis tersebut adalah edema interstitial, destruksi septum alveolar, dan infiltrasi sel radang. Penilaian 2. Variabel Terikat Variabel terikat pada penelitian ini adalah kerusakan histologis paru mencit. Yang dimaksud dengan kerusakan histologis paru mencit adalah besarnya kerusakan histologis paru mencit yang dipapar asap rokok setelah mencit mendapatkan perlakuan dengan jus stroberi. Parameter yang digunakan untuk menentukan derajat kerusakan histologis tersebut adalah edema interstitial, destruksi septum alveolar, dan infiltrasi sel radang. Penilaian

dilakukan dengan perbesaran 400x pada 3 lapang pandang untuk masing- masing preparat. Tabel 1. Penilaian Derajat Kerusakan Paru untuk Tiap Lapang Pandang

Tidak ada edema, destruksi septum, maupun

infiltrasi sel radang

Kerusakan ringan Ada edema, destruksi septum, maupun infiltrasi sel radang < 1/3 lapang pandang Kerusakan sedang

Ada edema, destruksi septum, maupun infiltrasi sel radang 1/3-2/3 lapang pandang Kerusakan berat

Ada edema, destruksi septum, maupun infiltrasi sel radang > 2/3 lapang pandang

Skala pengukuran untuk variabel ini adalah ordinal.

3. Variabel Luar

a. Variabel luar yang dapat dikendalikan. Variabel ini dapat dikendalikan melalui homogenisasi.

1) Variasi genetik Jenis hewan coba yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) dengan galur Swiss webster.

2) Jenis kelamin

Jenis kelamin mencit yang digunakan adalah jantan.

3) Umur

Umur mencit pada penelitian ini adalah 2-3 bulan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4) Suhu udara Hewan percobaan diletakkan dalam ruangan dengan suhu udara berkisar antara 25-28 o

C dengan kelembaban 50 % hingga 60 %.

5) Berat badan. Berat badan hewan percobaan + 20 gram.

6) Jenis makanan. Makanan yang diberikan berupa pellet dan minuman dari air PAM.

b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan :

1) Kondisi psikologis mencit dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Lingkungan yang terlalu ramai dan gaduh, pemberian perlakuan yang berulang kali, dan perkelahian antarmencit dapat mempengaruhi kondisi psikologis mencit.

2) Keadaan awal paru mencit tidak diperiksa pada penelitian ini sehingga mungkin saja ada mencit yang sebelum perlakuan parunya sudah mengalami kelainan.

3) Masing-masing mencit mempunyai daya tahan atau imunitas yang tidak sama.

H. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat. Alat yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Kandang mencit 4 buah dengan ukuran 35 x 25 x 12 cm masing-masing untuk 7 ekor mencit

b. Tempat pengasapan mencit dengan asap rokok b. Tempat pengasapan mencit dengan asap rokok

c. Timbangan mencit dan timbangan elektrik

d. Alat bedah hewan percobaan (scalpel, pinset, gunting, jarum, meja lilin).

e. Sonde lambung.

f. Alat untuk pembuatan preparat histologi.

g. Mikroskop cahaya medan terang.

h. Gelas ukur dan pengaduk.

i. Beker glass j. Juicer k. Kamera digital

2. Bahan. Bahan yang akan digunakan adalah sebagai berikut :

a. Rokok kretek

b. Makanan hewan percobaan (pelet)

c. Aquades

d. Bahan untuk pembuatan preparat histologi dengan pengecatan HE

e. Stroberi

I. Cara Kerja

1. Perhitungan Dosis Jus Stroberi Peneliti menggunakan 160 gr stroberi segar yang dicuci bersih kemudian dimasukkan ke dalam juicer. Stroberi sebanyak 160 gr tersebut merupakan jumlah rata-rata stroberi yang dikonsumsi manusia dalam 1 gelasnya. Menurut USDA (2007) untuk diet sehat dianjurkan minum 1 gelas jus stroberi per hari, di mana 1 gelas jus stroberi terdiri dari 8 buah stroberi besar yang kira-kira 1. Perhitungan Dosis Jus Stroberi Peneliti menggunakan 160 gr stroberi segar yang dicuci bersih kemudian dimasukkan ke dalam juicer. Stroberi sebanyak 160 gr tersebut merupakan jumlah rata-rata stroberi yang dikonsumsi manusia dalam 1 gelasnya. Menurut USDA (2007) untuk diet sehat dianjurkan minum 1 gelas jus stroberi per hari, di mana 1 gelas jus stroberi terdiri dari 8 buah stroberi besar yang kira-kira

setara dengan 160 gr stroberi. Nilai konversi dari manusia (70 kg) ke mencit (20 gr) adalah 0,0026 (Ngatidjan, 1991). Jadi dosis untuk mencit adalah 0,0026 x 160 gr = 0,416 gr = 416 mg stroberi/20 gr BB mencit. Dari uji pendahuluan diketahui 160 gr stroberi tanpa pengenceran dihasilkan 100 ml jus stroberi dengan ampas 34,5 gr. Ampas tersebut dibuang, sehingga 100 ml jus stroberi diperoleh dari 160 gr stroberi segar yang dikurangi ampas. Sehingga untuk 20 gr mencit, diberikan dosis yang diperoleh dari perhitungan 0,416 gr dikalikan 100 ml dibagi dengan 125,5 gr (diperoleh dari 160 gr dikurangi 34,5 gr), sehingga diperoleh 0,33 ml yang dibulatkan menjadi 0,3 ml. Dosis pemberian jus stroberi ini diberikan dalam dua dosis, yaitu dosis I = 0,3 ml/20 gr BB mencit perhari dan dosis II = 0,6 ml/ 20 gr BB mencit perhari. Jus stroberi dosis I diberikan per oral dengan sonde lambung sehari sekali selama 14 hari

berturut-turut pada KP 2 . Sedangkan jus stroberi dosis II diberikan per oral dengan sonde lambung sehari sekali selama 14 hari berturut-turut pada KP 3 . Di luar jadwal perlakuan, mencit diberi makan pelet dan minum air PAM ad libitum .

2. Pemberian Paparan Rokok Pengasapan dengan 1 batang rokok setiap hari pada kelompok perlakuan

1, 2, dan 3. Pengasapan rokok dilakukan dalam kandang tertutup berukuran 50 x 35 x 20 cm dengan ventilasi berukuran 20 x 10 cm. Pengasapan ini dilakukan

2 jam setelah pemberian jus stroberi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Persiapan dan Pengelompokan Mencit Mencit diadaptasikan selama tujuh hari di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta. Pada hari ke-8 dilakukan pengelompokan subjek secara random menjadi 4 kelompok. Selain itu dilakukan penimbangan untuk menentukan dosis dan diberi perlakuan. Adapun pengelompokan subjek adalah sebagai berikut:

a. KK = Kelompok kontrol diberi aquadest peroral sebanyak 0,3 ml/20 gr BB mencit perhari selama 14 hari berturut-turut.

b. KP 1 = Kelompok perlakuan I diberi aquades peroral sebanyak 0,3 ml/20 gr BB mencit perhari dan 2 jam kemudian diberi paparan 1 batang asap rokok.

c. KP 2 =

Kelompok perlakuan II diberi jus stroberi peroral sebanyak 0,3 ml/20 gr BB mencit perhari dan 2 jam kemudian diberi paparan 1 batang asap rokok.

d. KP 3 = Kelompok perlakuan III diberi jus stroberi peroral sebanyak 0,6 ml/20 gr BB mencit perhari dan 2 jam kemudian diberi paparan 1 batang asap rokok.

Pemberian jus stroberi dan paparan asap rokok dilakukan selama 14 hari berturut-turut. Setiap sebelum pemberian jus stroberi, mencit dipuasakan dahulu ± 5 jam untuk mengosongkan lambung. Pemberian paparan asap rokok dilakukan ± 2 jam setelah pemberian jus stroberi karena berdasarkan penelitian sebelumnya telah dibuktikan bahwa 2 jam setelah konsumsi buah stroberi terdapat peningkatan kadar antioksidan dalam serum (Cao et al., 1998).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4. Pembuatan Preparat Setelah diberi perlakuan selama 14 hari, semua mencit dikorbankan secara dislokasi leher, diambil organ paru bagian kanan lobus tengah untuk selanjutnya dibuat preparat histologis dengan metode blok parafin dan pengecatan HE. Hal ini dilakukan sehari setelah hari ke-14 agar efek perlakuan masih tampak nyata. Pengambilan paru bagian kanan lobus tengah ini hanya untuk homogenitas sampel. Dari bagian paru yang diambil dari setiap mencit dibuat 3 irisan dengan ketebalan 3-4 µm. Jarak antara irisan yang satu dengan yang lain ± 25 irisan. Dengan demikian dari setiap kelompok mencit terdapat

21 irisan/preparat. Pengamatan preparat jaringan paru mula-mula dengan pembesaran 100x untuk mengamati seluruh bagian dari irisan/preparat, kemudian pengamatan dilakukan dengan perbesaran 400x untuk melihat derajat kerusakan preparat tiap lapang pandang.

5. Pembacaan Preparat Setiap preparat jaringan paru diamati gambaran mikroskopisnya dengan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Dengan perbesaran 400x ini, setiap preparat diamati pada 3 lapang pandang secara acak. Dari setiap lapang pandang, dilihat apakah gambaran yang terlihat normal (tidak ada kerusakan histologis) atau memberikan gambaran mikroskopis kerusakan derajat ringan, sedang, atau berat. Gambaran mikroskopis pada satu lapang pandang dikatakan normal bila dari satu lapang pandang tersebut tidak ditemukan adanya tanda- tanda kerusakan mikroskopis seperti : infiltrasi sel radang, edema interstisial, maupun destruksi septum alveolar. Gambaran mikroskopis pada satu lapang 5. Pembacaan Preparat Setiap preparat jaringan paru diamati gambaran mikroskopisnya dengan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Dengan perbesaran 400x ini, setiap preparat diamati pada 3 lapang pandang secara acak. Dari setiap lapang pandang, dilihat apakah gambaran yang terlihat normal (tidak ada kerusakan histologis) atau memberikan gambaran mikroskopis kerusakan derajat ringan, sedang, atau berat. Gambaran mikroskopis pada satu lapang pandang dikatakan normal bila dari satu lapang pandang tersebut tidak ditemukan adanya tanda- tanda kerusakan mikroskopis seperti : infiltrasi sel radang, edema interstisial, maupun destruksi septum alveolar. Gambaran mikroskopis pada satu lapang

pandang dikatakan memberikan gambaran kerusakan ringan bila dari satu lapang pandang dijumpai adanya salah satu gambaran dari : infiltrasi sel radang, edema interstisial, maupun destruksi septum alveolar atau ketiga- tiganya pada < 1/3 lapang pandang. Gambaran mikroskopis pada satu lapang pandang dikatakan memberikan gambaran kerusakan sedang bila dari satu lapang pandang dijumpai adanya salah satu gambaran dari : infiltrasi sel radang, edema interstisial, maupun destruksi septum alveolar atau ketiga- tiganya pada 1/3-2/3 lapang pandang. Gambaran mikroskopis pada satu lapang pandang dikatakan memberikan gambaran kerusakan berat bila dari satu lapang pandang dijumpai adanya salah satu gambaran dari : infiltrasi sel radang, edema interstisial, maupun destruksi septum alveolar atau ketiga-tiganya pada > 2/3 lapang pandang. Unit analisis untuk penelitian ini adalah lapang pandang pada mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Tiap kelompok terdiri dari 7 mencit, tiap mencit dibuat 3 preparat, tiap preparat diamati 3 lapang pandang. Jadi, di setiap kelompok ada sebanyak 3 x 3 x 7 = 63 unit analisis. Untuk keperluan penghitungan statistik, lapang pandang normal diberi skor 0, lapang pandang dengan derajat kerusakan ringan diberi skor 1, lapang pandang dengan kerusakan sedang diberi skor 2, dan lapang padang dengan derajat kerusakan berat diberi skor 3.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 1. Skema Rancangan Penelitian

J. Teknik Analisis Data Statistik Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan Uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedan yang bermakna di antara semua kelompok perlakuan. Jika terdapat perbedaan yang bermakna maka dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. Derajat kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05 (Murti, 2010).

Kelompok Kontrol

Kelompok Perlakuan 1

Kelompok Perlakuan 2

Kelompok Perlakuan 3

Sampel 28 ekor mencit

Dipuasakan selama + 5 jam

Aquades 0,3 ml

Jus stroberi 0,3 ml/20 gr BB

Setelah + 2 jam

Pengasapan 1 batang rokok

Perlakuan sampai hari ke-14. Pembuatan preparat pada hari ke-15.

Jus stroberi 0,6 ml/20 gr BB

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id