13 Keroncong Tugu sendiri pada awalnya adalah sebutan untuk alat musik yang
dibuat di Tugu bernama Macina, yang jika dibunyikan menghasilkan suara crong, crong, crong. Pada gilirannya Keroncong Tugu meluas dan memiliki 3
pengertian, yaitu: 1. Alat musik,
2. Genre musik, dan 3. Pakem Lagu.
Dari penjelasan-penjelasan di atas, penulis menarik sebuah kesimpulan bahwa konsep yang dimaksud penulis dalam tulisan ini yaitu, tradisi musik
Keroncong Tugu adalah sebuah tradisi yang menggambarkan prinsip hidup dan nilai estetik masyarakat di Kampung Tugu yang diekspresikan lewat musik yaitu
musik keroncong tugu yang mana kemudian musik keroncong tugu ini dijadikan sebagai identitas kebudayan mereka karena memiliki tiga unsur penting yang
menjadi bagian dari musik itu sendiri yaikni alat musik, genre musik dan pakem lagu yang dijaga dan terus dipertahankan keasliaannya selama 3,5 abad lebih.
1.4.2 Teori
Dalam memahami tulisan ini ada dua aspek yang penting diketahui, yang pertama adalah aspek sosial dan kedua aspek musikal. Aspek yang terkait
dengan aspek sosial dalam tulisan adalah identitas budaya. Berbicara tentang kebudayaan sekelompok masyarakat, tentunya banyak
hal yang dapat dilihat dan dikaji karena sebuah kebudayaan memiliki kekayaan yang tak ternilai. Kekayaan itu hidup dan menyatu di dalam kebiasaan atau
14 tradisi dalam sekelompok masyarakat tertentu yang terwujud dalam aktivitas
serta diatur oleh norma adat. Dari tradisi atau kebiasaan itulah kita dapat mengenali dan membedakan antara sebuah kebudayaan dengan kebudayaan lain.
Tradisi adalah suatu struktur kreativitas yang sudah establish Joiner dalam Coplan 1993:40, yang memberikan gambaran mentalitas, prinsip-prinsip
ekspresif dan nilai-nilai estetik. Tradisi walaupun mempresentasikan kekinian tetapi tidak terpisahkan dengan masa lalu Beisele dalam Coplan 1993:40. Atau
sebaliknya, tradisi adalah sesuatu yang menghadirkan masa lalu pada masa kini Coplan 1993:47.
Identitas budaya adalah rincian karakteristik atau ciri-ciri sebuah kebudayaan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang kita ketahui batas-
batasnya tatkala dibandingkan dengan karakteristik atau ciri-ciri kebudayaan orang lain Liliweri, 2003: 72.
Kebudayaan menurut Edward B. Taylor 1871 menggunakan kata kebudayaan untuk menunjukkan “keseluruhan kompleks dari ide dan segala
sesuatu yang dihasilkan manusia dalam pengalaman historisnya”. Termasuk di sini adalah pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, kebiasaan dan
kemampuan serta prilaku lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Dari pendapat Edward B. Taylor di atas jelas kita lihat bahwa seni, yang dalam hal ini adalah musik menjadi salah satu aspek yang menyatu di dalam
budaya. Oleh karena itu penulis berpendapat bahwa musik dapat dijadikan
15 sebagai salah satu cara untuk menunjukkan jati diri sebuah kebudayaan atau
dengan kata lain dijadikan sebagai identitas sebuah budaya. Dalam teorinya cultural identity theory, Mary Jane Collier, menyatakan
bahwa “cultural identities are negotiated, co created, reinforced and challenged through comunication”identitas kebudayaan itu dapat diubah, dibentuk,
ataupun ditentang melalui komunikasi. Dengan kata lain, hal ini berarti bahwa suatu identitas kebudayaan
bersifat fleksibel. Mengapa demikian? Karena sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Collier bahwa kebudayaan itu dapat dinegosiasikan. Selain itu
identitas kebudayaan itu juga dapat dikreasikan kembali sehingga identitas itu tetap relevan untuk dipertahankan meskipun pada akhirnya menciptakan
perubahan terhadap identitas budaya itu sendiri. Akan tetapi, dari hal ini penulis melihat sifat fleksibel tehadap kebudayaan justru memperkaya nilai yang sudah
ada di dalam kebudayaan itu sendiri. Sifat-sifat tersebut kemudian mendukung suatu identitas kebudayaan untuk dapat beradaptasi dengan zamannya namun
tetap harus bertahan mengahadapi tantangan itu sehingga kebudayaan itu sendiri tidak kehilangan karakteristiknya.
Pendapat lain disampaikan oleh Bruno Nettl yang adalah seorang etnomusikolog, yang mana dia menegaskan bahwa bahwa banyak orang tidak
lagi merasa puas menunjukkan keunikan kulturalnya melalui pakaian, struktur masyarakat, kebudayaan material, ataupun lokasi tempat tinggalnya, bahasanya
atau agamanya. Sebaliknya orang lebih memilih musik sebagai etnisitasnya. Netll 1985:165
16 Kedua teori di atas menjadi landasan bagi penulis untuk melakukan penelitian
lebih dalam tentang bagaimana tradisi musik kerooncong tugu dijadikan masyarakat Kampung Tugu sebagai identitas kebudyaan mereka.
Selain itu, kedua teori ini juga bagi membuka wawasan penulis bahwa identitas merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah kebudayaan.
Dengan adanya identitas, tentu mudah bagi kita dapat mengenali keberagaman budaya yang ada, khususnya di Indonesia. Selain itu pernyataan Bruno Nettl di
atas menjadi pondasi bagi penulis untuk semakin terfokus dan yakin bahwa musik merupakan pilihan yang tepat untuk dijadikan sebuah alasan bagi suatu
kebudayaan untuk dijadikan sebagai identitasnya. Selain itu musik sendiri juga memiliki karakteristik sehingga dapat dibedakan
dengan jenis musik-musik yang lainnya. Hal ini tentu memperkuat keberadaan musik untuk dijadikan sebagai identitas bagi suatu kebudayaan. Hal ini
disampaikan Bruno Netlle sebagai berikut: ... by style we mean the aggregate of characteristics which a
composition has, and which it shares with others in its cultural complex. When speaking of an individual culture or a single, unfield
corpus of music, we may have no particular occasion to distinguish between the composition and the style as a whole. Of course, a
musical composition cannot exist without having certain characteristics of scalae, melody, rhythm, and form. And this
characteristics, again, are only abstraction which must ride, as it were, on the backs of the concrete musical items, of the musical
content 1964:100.
Dari kutipan di atas berarti bahwa karakteristik atau style gaya dan komposisi dari sebuah musik dapat diketahui dan dapat dibedakan namun tidak
ada wadah yang khusus untuk membedakannya secara jelas antara komposisi
17 musiknya dan juga gaya musiknya secara keseluruhan. Tentu saja sebuah
komposisi musik tidak akan eksis tanpa adanya tangga nada, melodi, ritem, dan bentuk musiknya. Dan karakteristik ini, sekali lagi hanya sebuah keabstrakan
yang harus dimainkan sebagaimana mestinya, menjadi bagian musik yang nyata dari konten musik itu sendiri.
1.5 Metode Penelitian