GAYA MENYANYI PADA MUSIK KERONCONG TUGU ANALISIS GAYA SAARTJE MARGARETHA MICHIELS.

(1)

GAYA MENYANYI PADA MUSIK KERONCONG TUGU

(ANALISIS GAYA SAARTJE MARGARETHA MICHIELS)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Seni Musik

Oleh

Pinta Resty Ayunda 09005553

JURUSAN PENDIDIKAN SENI MUSIK

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013


(2)

GAYA MENYANYI PADA MUSIK

KERONCONG TUGU (ANALISIS GAYA

SAARTJE MARGARETHA MICHIELS)

Oleh Pinta Resty Ayunda

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

© Pinta Resty Ayunda 2013

Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

GAYA MENYANYI PADA MUSIK KERONCONG TUGU (ANALISIS GAYA SAARTJE MARGARETHA MICHIELS)

Pinta Resty Ayunda 0900553

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I,

Dr. Susi Gustina, M.Si. NIP. 196708221992022001

Pembimbing II,

Henry Virgan, S.Pd., M.Pd. NIP. 197209162003121001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Seni Musik

Dr. phil. Yudi Sukmayadi, M. Pd. NIP. 197303262000031003


(4)

ABSTRAK

Isi penelitian ini berdasarkan penelitian ilmiah yang berjudul “Gaya Menyanyi pada Musik Keroncong Tugu (Analisis Gaya Saartje Margaretha

Michiels)”. Penulis merasa perlu untuk meneliti ini, karena kurangnya penelitian mengenai Keroncong Tugu, khususnya gaya menyanyi keroncong Tugu. Sehingga sangat diharapkan hal ini akan bermanfaat untuk meningkatkan apresiasi masyarakat Indonesia dan lainnya terhadap Keroncong Tugu. Tujuan dari penelitian ilmiah ini adalah untuk memahami gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels, difokuskan kepada pengetahuan musikal Saartje yang mempengaruhi gaya menyanyinya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data-data diperoleh melalui observasi dan wawancara dengan Gaya Saartje Margaretha Michiels dan beberapa komunitas Keroncong Tugu di Kampung Tugu, Cilincing, Jakarta Utara. Objek penelitian ini adalah salah satu dari lagu Keroncong Tugu, yaitu Gatu Du Matu. Penganalisaan melibatkan semua pengalaman musikal dan non musikal Saartje yang diperoleh melalui beberapa wawancara dan juga dokumentasi audio visualnya. Hasil penemuan dalam penelitian ini adalah tentang gaya menyanyi Saartje yang dipengaruhi oleh beragam unsur dalam lingkungan sosialnya, seperti keluarga, pertemanan, religi, juga komunitas keroncong, khususnya komunitas Keroncong Tugu. Gaya menyanyi Saartje diaplikasikan dan disesuaikan dengan kondisi atau konteks sosial dan penonton di setiap penampilannya. Meski demikian, nyanyian Saartje tetap memperlihatkan keunikan gaya yang berbeda dari penyanyi keroncong lainnya, dan hal tersebut sangat memperlihatkan identitas gaya menyanyi Keroncong Tugu. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tentang gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels yang dipengaruhi oleh beragam pengalaman musikal dan non musikal yang konkrit di dalam lingkungan sosialnya. Gaya menyanyi Saartje diaplikasikan dan disesuaikan dengan kondisi atau konteks sosial dan penonton di setiap penampilannya untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap Keroncong Tugu.


(5)

ABSTRACT

The contents of this article are based on scientific research that entitled

“Singing Style In Music of Keroncong Tugu (Analysing of Saartje Margaretha

Michiels’s singing style)”. Authors find it necessary to begin this essay,due to the lack of research about Keroncong Tugu, especially Keroncong Tugu’s singing style. So that hopefully it will be useful to increase people’s appreciation of Keroncong Tugu. The purpose of thisscientific research is to understand Saartje Margaretha Michiels’s singing style, focused on the Saartje’s musical knowledge that influence her singing style. This research uses a qualitative method. The data were achieved by observation and interviews with Saartje Margaretha Michiels and some keroncong Tugu’s communities in Kampung Tugu, Cilincing, North Jakarta. The object of this research is one of Keroncong Tugu songs, i.e. Gatu Du Matu. The analysing involves all Saartje’s musical and non musical experiences that gained through some interviews and also her audio visual documentation. The finding result of this research are about Saartje Margaretha Michiels’s singing style that influeced by variety elements in her social environment, such as family,

friendship, religion, and also keroncong’s communities, especially Keroncong Tugu’s communities. Saartje’s singing style is applied and adjusted to differently condition or context social and audiences in every her performances. However,

Saartje’s singing shows the unique style which is different from other keroncong singers in general, and it shows strong identity of Keroncong Tugu’s singing style. The conclusion of this research is about Saartje Margaretha Michiels’s singing style that influeced by variety of real musical and non-musical experiences in her social environment. Saartje’s singing style is applied and adjusted in differently condition or context social and audiences in every her performances to increase

people’s appreciation of Keroncong Tugu.


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN HALAMAN PENGESAHAN

HALAMAN PERNYATAAN

ABSTRAK ... .... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR PARTITUR ...x

DAFTAR LAMPIRAN ...xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Asumsi Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 6

A. Keroncong dalam Masyarakat Indonesia... 6

B. Keroncong Tugu dan Perkembangannya... 16

C. Gaya Pola Permainan Musik Instrumental Keroncong Tugu... 24

D. Gaya Menyanyi Keroncong Tugu………...………... 28

E. Teknik Menyanyi Keroncong dan Analisis Gaya Menyanyi...……... 33

BAB III. METODE PENELITIAN ... 38

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 38

B. Metode Penelitian ... 39

C. Definisi Operasional ... 40

1. Gaya Menyanyi ... 40


(7)

D. Prosedur Penelitian ... 42

1. Persiapan ... 42

2. Pelaksanaan Penelitian ... 42

3. Penyusunan Laporan Kegiatan ... 43

E. Instrumen Penelitian ... 43

F. Teknik Pengumpulan Data ... 43

1. Observasi ... 43

2. Wawancara ... 45

3. Studi Literatur ... 48

4. Studi Dokumentasi ... 49

G. Teknik Analisis Data ... 49

1. Reduksi Data ... 49

2. Penyajian Data ... 50

3. Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi Data ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Hasil Penelitian 1. Konstruksi Wawasan dan Pembentukan Gaya Menyanyi Saartje Margaretha Michiels...51

a. Sosok Saartje Margaretha Michiels ... 51

b. Pengalaman Musikal Saartje Margaretha Michiels Mengenai Musik Keroncong Tugu (1970-1988) ... 53

c. Awal Saartje Margaretha Michiels Memasuki Dunia Keroncong Hingga Kini (1988-2013) ... 59

d. Prestasi yang telah dicapai oleh Saartje Margaretha Michiels ... 66

1) Prestasi Internasional ...66

2) Prestasi Nasional ...69

2. Gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels dalam pertunjukan musik Orkes Krontjong Toegoe (OKT) ... 76

a. Gatu Du Matu ... 77

b. Analisis Gaya Menyanyi Saartje Margaretha Michiels ... 80

1) Low Range ... 81

2) On the beat ... 82

3) Ornamentasi ... 84

4) Ekspresi Con coração ... 87

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 94

A. Kesimpulan ... 94


(8)

DAFTAR PUSTAKA ... 95 LAMPIRAN-LAMPIRAN ...97 RIWAYAT HIDUP


(9)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keroncong merupakan salah satu genre musik yang terdapat di Indonesia.

“Musik keroncong secara historis memiliki komunitas yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, terutama di seluruh pulau Jawa, di kota-kota besar teristimewa seperti Jakarta, Semarang, Solo (Surakarta), Yogyakarta dan Surabaya” (Harmunah, 1996: 36). Musik keroncong yang dihasilkan masing-masing komunitas tersebut kenyataannya memperlihatkan perbedaan satu sama lain, seperti susunan instrumen, pola atau teknik permainan instrumen, harmonisasi atau gaya pembawaan menyanyinya.

Dalam komunitas pendukung musik keroncong, terdapat pandangan umum bahwa „gaya menyanyi keroncong lebih mengacu pada Keroncong Surakarta, khususnya dalam penggunaan cengkok, gregel, nggandul dan portamento’

(Kornhauser, 1989; Harmunah, 1996). Namun bila diperhatikan lebih lanjut, baik dari segi tekstual maupun kontekstual, perbedaan gaya mengenai bagaimana lagu-lagu keroncong tersebut dinyanyikan oleh penyanyi dalam masing-masing komunitas tetap terlihat dengan jelas. Sejalan dengan ungkapan Herzog dalam

Supanggah, bahwa “... Cukuplah untuk mengatakan bahwa deskripsi tentang „gaya‟ musik sering hanyalah merupakan pembicaraan dari sifat-sifat gaya tertentu yang mewakili bermacam-macam jenis nyanyian; atau bermacam-macam jenis dimana tiap jenis memberikan sejumlah contoh-contoh tertentu” (1995: 113). Perbedaan gaya ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti karakter suara dan wawasan kultural setiap penyanyi. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada seniman-seniman keroncong di Kampung Tugu, Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Propinsi DKI Jakarta.

Salah satu peneliti keroncong, Victor Ganap (2011: 4) dalam buku

Krontjong Toegoe, menyatakan bahwa, “Kampung Tugu adalah basis lahirnya musik keroncong di Indonesia”. Beliau mengakui bahwa „pada 1661 keroncong


(10)

2

sudah ditemukan di Kampung Tugu. Kenyataannya, musik keroncong yang dimiliki komunitas seniman di Kampung Tugu masih bertahan hingga saat ini dan memiliki keunikan dan gaya khas tersendiri. Keunikan ini dapat dilihat dari bentuk instrumentasi yang tetap dipertahankan, yaitu jittera,macina dan prounga, selain mereka masih menggunakan alat instrumen perkusif, seperti rebana atau jimbe‟ (Ganap, 2011: 115-119). Keunikan juga terlihat pada pengolahan musik yang dimainkan, seperti warna suara instrumen yang digunakan, jangkauan wilayah nada, serta pola ritme keroncong khas Tugu saat instrumen-instrumen Keroncong Tugu dimainkan.

Ditinjau dari aspek gaya menyanyi, musik keroncong Tugu memiliki keunikan tersendiri. Berbeda dari ornamen yang digunakan dalam gaya vokal Keroncong Surakarta, gaya menyanyi dalam Keroncong Tugu didasarkan pada metrum yang sangat kuat. Oleh karena itu, ornamen nggandul, cengkok, gregel, ataupun portamento umumnya tidak biasa digunakan oleh para penyanyinya. Kurangnya penggunaann nggandul, cengkok, gregel, dan portamento dalam Keroncong Tugu dapat dipahami karena genre ini tidak mengacu pada gamelan, seperti halnya musik gamelan Jawa. Gaya menyanyi yang berbeda dari gaya menyanyi Keroncong Surakarta itu memperlihatkan identitas tersendiri dalam Keroncong Tugu. „Lagu-lagu dalam genre Keroncong Tugu umumnya menggunakan teks dalam Bahasa Portugis cristāo dan Hindia Belanda. Penggunaan kedua bahasa ini sekaligus memperlihatkan identitas lain dalam Keroncong Tugu. Namun, selain menggunakan lagu-lagu dengan teks Bahasa Portugis dan Hindia Belanda, para pelaku musik Keroncong Tugu juga menggunakan berbagai lagu dalam teks Bahasa Indonesia atau Melayu‟ (Ganap, 2011: 200). Meski demikian, keunikan gaya tersebut tidak mengurangi estetika dan keindahan nyanyian pada vokal keroncong para seniman Tugu.

Kenyataan memperlihatkan bahwa gaya menyanyi para penyanyi Keroncong Tugu tidak sama. Ada yang mengacu pada aturan umum dalam Keroncong Tugu, yaitu memiliki metrum yang tepat, tetapi ada juga penyanyi yang mencoba menggunakan ornamen portamento dan nggandul ketika


(11)

3

menyanyikan lagu-lagu dalam Keroncong Tugu, walaupun berbeda dengan penyanyi Keroncong Surakarta. Salah satu penyanyi yang menggunakan ornamen

portamento dan nggandul itu adalah Saartje Margaretha Michiels, yang bergabung dengan Orkes Krontjong Toegoe (OKT) yang berlokasi di Kampung Tugu, Cilincing, Jakarta Utara. OKT merupakan salah satu komunitas keroncong yang berkembang di Kampung Tugu. Sebagai salah satu vokalis senior OKT, keunikan Saartje Margaretha Michiels di antaranya tampak pada terlihat pembawaan menyanyinya yang memiliki karakter dengan penggunaan vibrato yang kental. Gaya menyanyi yang dimiliki Saartje pun memperlihatkan metrum yang kuat, menggunakan ornamen portamento, serta penggunaan ornamen nggandul yang tidak terlalu luwes. Hal ini yang memperkuat beliau akan identitas gaya menyanyi keroncong Tugu yang dimilikinya.

Keunikan gaya menyanyi yang dimiliki oleh Saartje Margaretha Michiels tentu didasari oleh wawasan kultural yang dimilikinya. Keunikan gaya menyanyi serta wawasan kultural Saartje Margaretha Michiels tersebut menjadi titik tolak ketertarikan peneliti untuk memahami gaya menyanyi dalam musik keroncong Tugu. Oleh karena itu, peneliti mengemukakan judul “Gaya Menyanyi pada Musik Keroncong Tugu (Analisis Gaya Saartje Margaretha Michiels)”. Peneliti berharap penelitian ini memberi pemahaman lebih baik mengenai musik keroncong Tugu, khususnya dalam hal menyanyi keroncong dengan gaya khas Tugu. Selain itu, penelitian ini menggunakan sampel lagu Gatu Du Matu karena lagu ini merupakan “repertoar asli keroncong Tugu, yakni dengan menggunakan bahasa Portugis cristāo” (Ganap, 2011: 195). Lagu Gatu Du Matu ini pun menjadi salah satu masterpiece di hampir setiap penampilan Saartje Margaretha Michiels, khususnya dalam acara-acara besar baik nasional maupun internasional.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti akan memfokuskan masalah pada gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels dalam menyanyikan


(12)

4

lagu khas keroncong Tugu. Beberapa pertanyaan peneliti yang dapat diuraikan dari fokus permasalahan tersebut adalah:

1. Bagaimana gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels tersebut terbentuk? 2. Bagaimana gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels saat menyanyikan

lagu Gatu Du Matu dalam pertunjukan musik Orkes Krontjong Toegoe?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui, menganalisis, menggambarkan, dan mendeskripsikan tentang gaya menyanyi pada musik keroncong Tugu, melalui analisis gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels.

2. Tujuan Khusus

Untuk mendeskripsikan dan menjawab pertanyaan penelitian tentang:

a. Proses memperoleh wawasan menyanyi keroncong dan pembentukan gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels.

b. Gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels saat menyanyikan lagu Gatu Du Matu dalam pertunjukan musik Orkes Krontjong Toegoe.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait. Adapun pihak-pihak tersebut di antaranya:

1. Peneliti

Dapat menambah pemahaman dan informasi mengenai gaya menyanyi seniman-seniman keroncong di Tugu, khususnya gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels. Selain itu, peneliti dapat mengaplikasikan hasil penelitian dalam lingkungan yang berkaitan dengan fokus penelitian.


(13)

5

Dengan adanya penelitian ini diharapkan menjadi bahan referensi tambahan terhadap informasi mengenai gaya menyanyi dalam musik keroncong, khususnya gaya menyanyi keroncong Tugu. Di samping itu, menjadi data dan dokumentasi secara tertulis bagi akademisi yang mengkaji aspek yang sama. 3. Komunitas Keroncong

Mendapat informasi mengenai keanekaragaman gaya menyanyi keroncong di setiap daerah di Indonesia. Semakin menghargai bentuk keragaman dari proses perubahan yang sesuai dengan tata krama serta etika yang ada di tiap daerah di mana musik keroncong berkembang, termasuk di Kampung Tugu. Ikut serta menjadi komunitas budayawan yang melestarikan musik keroncong di kalangannya sendiri maupun bagi kalangan yang lebih luas.

4. Jurusan Pendidikan Seni Musik UPI Bandung

Dapat menjadi dokumentasi akademis secara tertulis mengenai salah satu gaya menyanyi keroncong di Indonesia, yaitu gaya menyanyi keroncong Tugu. Menambah referensi perbendaharaan yang berkaitan dengan penelitian terhadap gaya menyanyi keroncong secara khusus, yang masih minim dalam bentuk tulisan.

E. Asumsi Penelitian

Gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels diperoleh dari beragam pengalaman musikal dan non musikal dalam lingkungan sosial yang dimilikinya. Aspek musikal dan non musikal dalam gaya menyanyi Saartje merupakan bentuk penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial-budaya yang terjadi di sekitarnya, sekaligus mempertahankan identitas musik keroncong Tugu, khususnya gaya menyanyi keroncong Tugu.


(14)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian dilakukan di Kampung Tugu, Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Propinsi DKI Jakarta. Lokasi ini merupakan tempat asal mula lahirnya musik keroncong, yang pada perkembangannya musik keroncong ini menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia. Sebagai salah satu bentuk hasil tradisi nenek moyang masyarakat Tugu, kerapkali musik keroncong Tugu digunakan untuk mengiringi ibadah masyarakat Kampung Tugu di gereja, juga untuk mengiringi acara-acara tradisi masyarakat Tugu seperti mandi-mandi,

rabo-rabo, dan sebagainya. Jadi, meskipun secara umum musik keroncong di Indonesia telah mendapat predikat sebagai musik nasional, bagi masyarakat Kampung Tugu, musik keroncong adalah musik tradisi nenek moyang mereka yang harus tetap dilestarikan dan dijaga identitas keasliannya. Hal ini sangat terlihat baik dalam cara memainkan instrumental maupun gaya pembawaan bernyanyi keroncong khas Tugu.

Musik keroncong Tugu awalnya dirintis oleh para nenek moyang masyarakat Tugu, yaitu komunitas Tugu (kaum Mardijkers) pada tahun 1661. Hingga kini musik musik keroncong Tugu masih dilestarikan oleh para seniman keroncong di Kampung Tugu. Para seniman ini tergabung dalam orkes-orkes keroncong yang aktif mengadakan latihan dan pertunjukan musik keroncong Tugu, seperti Orkes Krontjong Toegoe (OKT) yang saat ini dipimpin oleh Andre Juan Michiels. OKT merupakan wadah beberapa seniman keroncong Tugu yang akan menjadi narasumber penelitian ini. Subjek penelitian adalah Saartje Margaretha Michiels dan beberapa seniman pakar keroncong Tugu lainnya yang tergabung dalam OKT. Saartje Margaretha Michiels adalah salah satu penyanyi senior OKT saat ini, dan merupakan putri bungsu dari Arend Michiels, pendiri pertama OKT. Saartje Margaretha Michiels memiliki gaya serta bentuk vokal yang unik dan berbeda dari penyanyi keroncong Tugu lainnya, namun tetap mempertahankan gaya vokal khas keroncong Tugu. Hal ini memperlihatkan aspek


(15)

menarik untuk dikaji dan dinalisis, yaitu mengenai proses pembentukan gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels dan bagaimana gaya menyanyi Saartje dalam menyanyikan lagu-lagu khas keroncong Tugu sehingga produksi suara yang dihasilkan tetap dikenal sebagai gaya menyanyi keroncong Tugu. Selain itu, objek penelitian yang akan dianalisis adalah rekaman audio visual lagu Gatu Du Matu yang dinyanyikan Saartje saat melakukan penampilan bersama Orkes

Krontjong Toegoe (OKT) di acara Peringatan 500 tahun Persahabatan Indonesia-Portugal pada 23 Mei 2012.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

„Pendekatan kualitatif merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata‟(Nasution dalam Prastowo, 2011: 14). Metode deskriptif dilakukan berdasarkan pengalaman empiris yang didapat dan melaporkan keadaan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya yang memperhatikan karakteristik, kualitas, keterkaitan antara kegiatan. Metode ini sangat berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan dengan bidang pendidikan dan tingkah laku manusia.

Penelitian deskriptif yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan suatu bentuk penelitian paling dasar yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang bersifat ilmiah ataupun tanpa rekayasa. Untuk itu, peneliti terlebih dahulu mengumpulkan data yang diperlukan sebanyak-banyaknya, kemudian menganalisis, menggambarkan serta mendeskripsikan data-data secara sistematis dan akurat. Data yang di analisis berupa data diperoleh dari penelitian lapangan seperti informasi lisan dan tulisan, serta dokumentasi berupa rekaman lagu-lagu yang menginformasikan hal-hal yang berkaitan dengan gaya vokal Saartje Margaretha Michiels dalam menyanyikan lagu-lagu keroncong khas Tugu, serta proses pembentukan gaya menyanyinya. Semua data ini diolah secara kualitatif, kemudian dianalisis dengan


(16)

tujuan untuk mengurai masalah-masalah yang berhubungan dengan penelitian, untuk selanjutnya diverifikasi dan dapat diambil kesimpulannya sesuai dengan data yang dibutuhkan.

C. Definisi Operasional

Untuk menyamakan persepsi mengenai judul penelitian ini, peneliti merasa perlu untuk memberikan batasan istilah-istilah yang digunakan:

1. Gaya Menyanyi

Pengertian gaya dalam aspek musikal sangatlah luas. Salah satunya, terdapat pendapat sebagai berikut:

Gaya dalam musik berarti irama dan lagu dalam nyanyian, musik, dsb. Artinya untuk membawakan lagu tsb harus dengan irama yang identik dengan ciri khas daerahnya: pola irama (yang tak jarang berkaitan dengan iringan dan tarian), warna vokal, konteks alam kehidupan dari suku ybs. Gaya tak jarang berkaitan dengan detil-detilnya yang tak boleh dihilangkan” (Prier, 2009:52).

Jadi, gaya menyanyi dapat diartikan sebagai pembawaan lagu dengan irama yang sesuai dengan detil-detil yang merupakan identitas atau ciri khas suatu daerah tertentu. Adapun menurut Singgih Sanjaya, mengenai gaya pembawaan dalam menyanyikan lagu-lagu keroncong secara umum, bahwa: “Gaya pembawaan adalah merupakan roh atau jiwa pada musik keroncong. Pada vokal ada beberapa pakem pembawaan dalam menyanyikan sebuah lagu keroncong, khususnya keroncong asli, yaitu nggandul, cengkok, gregel dan luk (Sanjaya, 2009).

Peneliti keroncong lainnya berpendapat mengenai gaya pembawaan menyanyi keroncong, yaitu Victor Ganap yang mengatakan bahwa: “Dalam membawakan fado atau keroncong, Amália Rodrigues dan Waldjinah tidak sekedar menyanyikan melodi lagu dan syairnya saja karena mereka mengekspresikannya dari lubuk hati yang dalam (dentro do meu coração) (Ganap, 2011:191). Namun batasan penelitian ini khusus berkaitan dengan aspek musikal yang terdapat dalam gaya vokal penyanyi keroncong.

2. Keroncong Tugu

“Nama Krontjong Toegoe dalam khasanah musik Indonesia telah


(17)

dari komunitas Kampung Tugu” (Ganap, 2011:98). Jadi, Keroncong Tugu adalah musik keroncong yang dilahirkan dari komunitas Tugu. Komunitas Tugu ini disebutkan dalam buku Krontjong Toegoe sebagai „komunitas yang pertama mendiami Kampung Tugu sejak tahun 1661. Mereka mengenal tarian dan lagu rakyat Portugis; berbahasa, berbudaya dan berbusana Portugis; menggunakan

nama Portugis; serta memiliki keahlian membuat instrumen gitar Portugis‟

(Ganap, 2011:98).

Data pertama tentang Krontjong Toegoe pada masa Hindia Belanda ditulis oleh Den Haan dalam Bahasa Belanda dan diartikan sebagai berikut:

Tetapi tanpa suatu keraguan, yang secara umum dikenal dan dibicarakan orang pada zaman Portugis, sesuatu yang tidak pernah ada di Jawa, yaitu musik keroncong Portugis. Musik itu juga telah membuktikan bagaimana kelompok Mardijkers masuk ke dalam masyarakat pribumi (De Haan, 1922: 527)

Pernyataan tersebut menjelaskan keberadaan musik keroncong yang dibawa oleh sekelompok orang yang disebut Mardijkers, yang merupakan komunitas Tugu pertama yang bermukim di Kampung Tugu dan mengenalkan musik keroncong saat mereka melebur ke dalam masyarakat Batavia. Hal ini diperkuat dengan penjelasan De Haan berikutnya, bahwa:

Keroncong sebetulnya berarti tambourine, sebuah instrumen bersama dengan sebuah gitar, sebagai permainan instrumental Portugis dalam lukisan milik seorang mestizo di Batavia tahun 1714 di bawah nama Portugis Pandeiro. Tetapi musik lainnya, setelah tambourine tidak dimainkan, yang dimaksudkan sebagai keroncong adalah sebuah gitar dengan lima dawai pada waktu itu, dan musik keroncong yang menggunakan flute, biola, gitar, dan rebana atau tambourine tetap ada. Lagu-lagu Portugis cocok dimainkan dengan gitar, seperti yang masih dikenal di kalangan masyarakat pribumi Batavia sekitar tahun 1830, bahkan jauh kemudian setelah itu masih dikenal di Toegoe (De Haan, 1922: 527-528).

Dengan demikian, pernyataan tersebut cukup jelas menggambarkan sekilas data mengenai musik keroncong yang disebut dengan musik Keroncong Tugu.


(18)

D. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah atau prosedur penelitian perlu dipersiapkan sebaik mungkin agar penelitian ini berjalan dengan baik. Adapun langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini adalah:

1. Persiapan

Sebelum melakukan kegiatan penelitian, peneliti melakukan perancangan dan penyusunan proposal penelitian dalam hal pengajuan judul untuk medapatkan persetujuan dari pihak Jurusan Pendidikan Seni Musik, kemudian diajukan ke Fakultas hingga memperoleh Surat Keputusan dari Fakultas.

2. Pelaksanaan Penelitian

Setelah persiapan selesai, peneliti melakukan penelitian sesuai dengan metode yang digunakan. Peneliti melakukan observasi awal dengan pengamatan terhadap literatur mengenai keroncong Tugu untuk mendapatkan penggambaran umum khususnya mengenai gaya menyanyi pada musik keroncong Tugu. Peneliti juga pengamatan data-data dokumentasi seperti rekaman audio maupun audio visual Orkes Krontjong Toegoe, khususnya lagu-lagu keroncong yang pernah dinyanyikan oleh Saartje Margaretha Michiels, baik dari internet, VCD rekaman Orkes Krontjong Toegoe, maupun sumber lainnya. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan penggambaran mengenai gaya menyanyi pada Saartje Margaretha Michiels. Kemudian, peneliti mencoba mendatangi kediaman keluarga Michiels di Jl. Raya Gereja Tugu No.7 RT 001 RW 009, Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Dalam hal ini, peneliti memfokuskan kegiatan penelitian kepada pengenalan dan pemahaman sosok Saartje Margaretha Michiels, keluarga dan kondisi lingkungan sosial sekitarnya termasuk masyarakat yang tinggal di wilayah Kampung Tugu. Selanjutnya peneliti mengumpulkan data sebanyak banyaknya yang berkaitan dengan pertanyaan penelitian, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan gaya menyanyi keroncong Tugu, juga pengalaman hidup musikal dan nonmusikal yang mempengaruhi pembentukan gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels. Hal ini dilakukan dengan mewawancarai Saartje Margaretha Michiels selaku subjek utama dalam penelitian ini, sekaligus beberapa


(19)

narasumber pendukung yaitu beberapa seniman keroncong Tugu, seperti Andre Juan Michiels, Arthur James Michiels, Illo Djer dan Usman Hasbullah,. Peneliti kemudian mentranskrip data-data tersebut ke dalam kata-kata atau kalimat baku sebagai data awal.

3. Penyusunan Laporan Kegiatan

Setelah proses pengumpulan data selesai, peneliti membuat laporan kegiatan penelitian yang diperoleh selama penelitian berlangsung berupa catatan dokumentasi, hasil wawancara yang kemudian dianalisis dan dituangkan ke dalam tulisan berupa uraian deskripsi. Laporan penelitian ini disetujui oleh pembimbing satu dan pembimbing dua untuk kemudian dipresentasikan kepada dosen penguji dalam sidang sebagai persyaratan kelulusan jenjang S1.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri, didukung oleh pedoman observasi dan pedoman wawancara. Pedoman observasi berisikan kegiatan pengamatan dan menganalisis data-data yang ditemukan di lokasi penelitian sebagai sumber informasi bagi peneliti akan hal-hal yang berkaitan dengan gaya menyanyi pada musik keroncong Tugu, khususnya gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels. Sedangkan pedoman wawancara merupakan susunan pertanyaan-pertanyaan yang akan digunakan pada kegiatan wawancara kepada narasumber utama maupun pendukung. Hal ini berguna untuk mengetahui informasi-informasi yang berkaitan dengan gaya menyanyi pada musik keroncong Tugu, serta pengalaman hidup musikal dan nonmusikal yang mempengaruhi pembentukan gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels.

F. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan beberapa cara sebagai berikut:

1. Observasi

Arikunto mengungkapkan bahwa: ”Observasi adalah semua bentuk


(20)

mengukur dan mencatat” (Arikunto, 2006: 223). Maka, observasi dalam penelitian ini merupakan suatu teknik atau cara yang dilakukan untuk mengumpulkan data dengan jalan melakukan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung di lokasi penelitian.

Observasi dilakukan pada tanggal 20-25 Agustus 2013 yaitu di Kampung Tugu, Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Kegiatan observasi yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut.

a. Observasi Pertama: Selasa, 20 Agustus 2013, sore hari peneliti tiba di kediaman keluarga Michiels, yang merupakan kediaman Saartje Margaretha Michiels di Jl. Raya Gereja Tugu No.7 RT 001 RW 009, Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari keluarga Michiels, Rumah Tua milik alm.Opa Arend Julinse Michiels, ayah Saartje ini menjadi saksi bisu perjuangan para seniman keroncong Tugu dalam hal pelestarian musik keroncong Tugu hingga kini. Rumah ini kini didiami oleh Saartje Margaretha Michiels dan kedua anaknya, yaitu Citra Augusta Magriette Michiels dan Juliette Angela Ermestina Michiels, Deetje Sepang selaku ibunda Saartje, Arthur James Michiels, juga Lucas Alandave Michiels beserta istrinya. Peneliti mengikuti kegiatan keseharian keluarga Michiels, kemudian pukul 18.30 peneliti mendatangi gereja GPIB Tugu, tempat dimana para seniman muda Tugu, khususnya para keturunan Mardijkers sedang berlatih keroncong untuk kegiatan acara di gereja GPIB Tugu. Dan malam harinya, sambil bersantai dan berbincang, peneliti melakukan wawancara informal dengan Arthur James Michiels, selaku seniman keroncong Tugu sekaligus basist Orkes Krontjong Toegoe, mengenai perkembangan keroncong Tugu dari awal kelahiran sampai saat ini. b. Observasi kedua: Rabu, 21 Agustus 2013, pagi hari peneliti mengikuti kegiatan keseharian narasumber utama, yaitu Saartje Margaretha Michiels, kemudian melihat-lihat studio tempat latihan Orkes Krontjong Toegoe dan Orkes D’Mardijkers Junior di belakang rumah Saartje. Di dalam studio terlihat alat-alat musik keroncong Tugu seperti macina, prounga, gitar, bass


(21)

ruangan tersebut terlihat banyak sekali piagam prestasi baik nasional maupun internasional yang telah diperoleh oleh Orkes Krontjong Toegoe. Lalu, siang harinya peneliti melakukan kegiatan wawancara informal dengan Saartje Margaretha Michiels mengenai gaya menyanyi Keroncong Tugu. Sore harinya, peneliti pun melakukan wawancara informal dengan Andre Juan Michiels mengenai gaya menyanyi keroncong Tugu.

c. Observasi ketiga: Kamis, 22 Agustus 2013, peneliti melakukan kegiatan wawancara informal dengan Arthur James Michiels dan Saartje Margaretha Michiels.

d. Observasi keempat: Jumat, 23 Agustus 2013, peneliti mengamati catatan-catatan Saartje yang berisikan lirik-lirik lagu yang biasa dinyanyikannya, termasuk lagu-lagu khas keroncong Tugu.

e. Observasi kelima: Sabtu, 24 Agustus 2013, peneliti berkeliling kampung Tugu sambil mengenal lebih dekat masyarakat Kampung Tugu, dan bertanya mengenai tanggapan masyarakat setempat mengenai musik keroncong Tugu. Ke perpustakaan GPIB Tugu, mencari data tertulis mengenai hal-hal yang berkaitan dengan musik keroncong Tugu.

f. Observasi keenam: Minggu, 25 Agustus 2013, peneliti mengikuti kegiatan Saartje Margaretha Michiels bersama Orkes Krontjong Toegoe dalam acara Festival Jetski Internasional di Pantai Mutiara, Jakarta Utara. Mewawancarai beberapa personel OKT lainnya, seperti Usman Hasbullah dan Illo Djer mengenai gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels.

2. Wawancara

Rohidi mengungkapkan bahwa: “Wawancara adalah suatu teknik yang

digunakan untuk memperoleh informasi tentang kejadian yang oleh peneliti tidak dapat diamati sendiri secara langsung, baik karena tindakan atau peristiwa yang terjadi dimasa lampau ataupun karena peneliti tidak diperbolehkan hadir di tempat kejadian itu” (2007: 208). Dalam penelitian ini, wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data untuk studi pendahuluan untuk menemukan masalah yang harus diteliti, juga untuk mengetahui hal-hal dari responden yang lebih


(22)

mendalam. Melalui wawancara diperoleh data-data untuk melengkapi pembahasan yang tidak didapatkan melalui observasi.

Bentuk wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara pembicaraan informal, sebagaimana diungkapkan Moleong:

Wawancara pembicaraan informal dipandang perlu dilakukan berkaitan dengan peneliti yang terlibat dan berperan sebagai objek yang diteliti. Wawancara pembicaraan informal, yaitu yang bergantung pada spontanitas pewawancara dalam mengajukan pertanyaan kepada yang diwawancarai. Hubungan pewawancara dengan yang diwawancarai adalah dalam suasana biasa dan wajar. Pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti pembicaraan biasa dalam kehidupan sehari-hari” (1994: 135).

Jadi, aktivitas wawancara dilakukan dalam suasana yang informal, untuk menimbulkan rasa nyaman pada narasumber sendiri. Adapun jenis pertanyaan yang digunakan merupakan pertanyaan-tidak-terstruktur atau pertanyaan terbuka. Jenis pertanyaan ini akan membuka pemikiran para peserta diskusi sehingga dapat menanggapinya dari berbagai dimensi. Pertanyaan berkembang sesuai kondisi di lapangan dengan tetap mengedepankan pertanyaan inti penelitian itu sendiri.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara terhadap beberapa tokoh seniman yang bersangkutan dengan musik keroncong Tugu, seperti Saartje Margaretha Michiels sebagai narasumber utama, juga beberapa narasumber pendukung seperti Andre Juan Michiels, Arthur James Michiels, Illo Djer dan Usman Hasbullah. Kegiatan wawancara dilakukan pada tanggal 20-25 Agustus 2013. Permasalahan yang diwawancarai meliputi proses memperoleh wawasan menyanyi keroncong dan pembentukan gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels sehingga produksi suara yang dihasilkan tetap dikenal sebagai gaya menyanyi keroncong Tugu; serta gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels dalam pertunjukan musik Orkes Krontjong Toegoe (OKT), khsususnya dalam menyanyikan lagu Gatu Du Matu.

a. Wawancara Pertama: Selasa, 20 Agustus 2013, sore hari peneliti tiba di kediaman keluarga Michiels, yang merupakan kediaman Saartje Margaretha Michiels di Jl. Raya Gereja Tugu No.7 RT 001 RW 009, Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Berdasarkan informasi yang


(23)

diperoleh dari keluarga Michiels, Rumah Tua milik alm.Opa Arend Julinse Michiels, ayah Saartje ini menjadi saksi bisu perjuangan para seniman keroncong Tugu dalam hal pelestarian musik keroncong Tugu hingga kini. Rumah ini kini didiami oleh Saartje Margaretha Michiels dan kedua anaknya, yaitu Citra Augusta Magriette Michiels dan Juliette Angela Ermestina Michiels, Deetje Sepang selaku ibunda Saartje, Arthur James Michiels, juga Lucas Alandave Michiels beserta istrinya. Peneliti mengikuti kegiatan keseharian keluarga Michiels, kemudian pukul 18.30 peneliti mendatangi gereja GPIB Tugu, tempat dimana para seniman muda Tugu, khususnya para keturunan Mardijkers sedang berlatih keroncong untuk kegiatan acara di gereja GPIB Tugu. Dan malam harinya, sambil bersantai dan berbincang, peneliti melakukan wawancara informal dengan Arthur James Michiels, selaku seniman keroncong Tugu sekaligus basist Orkes Krontjong Toegoe

mengenai banyak informasi yang berkaitan dengan musik keroncong Tugu, baik sejarah maupun perkembangan musik keroncong d Kampung Tugu. b. Wawancara kedua: Rabu, 21 Agustus 2013, siang harinya peneliti melakukan

kegiatan wawancara informal dengan Saartje Margaretha Michiels mengenai pengalaman musikal dan non musikal khususnya yang berkaitan dengan menyanyi keroncong, sambil sesekali beliau mencontohkan bagaimana gaya menyanyi keroncong Tugu yang dilakukannya. Sore harinya, peneliti pun melakukan wawancara informal dengan Andre Juan Michiels mengenai perkembangan gaya menyanyi keroncong Tugu, diselingi beliau mencontohkan gaya menyanyikan lagu-lagu keroncong Tugu.

c. Wawancara ketiga: Kamis, 22 Agustus 2013, pagi harinya peneliti melakukan kegiatan wawancara informal Om Arthur mengenai perkembangan gaya menyanyi keroncong Tugu, dan mengenai makna beberapa lagu khas keroncong Tugu, seperti Cafrinho, Gatu Du Matu, Schoon Ven Van U dan lain-lain. Siang harinya, peneliti melakukan kegiatan wawancara informal lanjutan dengan Saartje Margaretha Michiels pengalaman musikal dan non musikal khususnya yang berkaitan dengan menyanyi keroncong, dan


(24)

mengenai gaya pembawaan Saartje dalam menyanyikan lagu-lagu keroncong Tugu dalam pertunjukannya, serta makna dari lagu Gatu Du Matu.

d. Wawancara keempat: Sabtu, 24 Agustus 2013, peneliti berkeliling kampung Tugu sambil mengenal lebih dekat masyarakat Kampung Tugu, dan bertanya kepada beberapa masyarakat Tugu tentang peran penting musik keroncong di Kampung Tugu.

e. Wawancara keenam: Minggu, 25 Agustus 2013, mengikuti kegiatan Saartje Margaretha Michiels bersama para personel Orkes Krontjong Toegoe dalam acara Festival Jetski Internasional di Pantai Mutiara, Jakarta Utara. Mewawancarai beberapa personel OKT lainnya, seperti Usman Hasbullah dan Illo Djer mengenai gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels.

3. Studi Literatur

Kajian tentang musik keroncong telah banyak dilakukan oleh para peneliti, seperti A. Th. Manusama (1919), Judith Becker (1976), Antonia Pinto Da França (1985), Bronia Kornhauser (1989), Harmunah (1996), Victor Ganap (2001, 2011), dan Galih Sutresna (2012). Beberapa diantaranya seperti Victor Ganap, yang pernah meneliti tentang keberadaaan Keroncong Tugu, dalam artikelnya yang berjudul Musik Keroncong Tugu, Sebuah Sintetis Budaya Hibrida (2001) dan buku Krontjong Toegoe (2011). Beliau menjelaskan mengenai sejarah komunitas Kampung Tugu, sejarah musik Keroncong Tugu, paguyuban orang-orang Tugu, diskursif musikologis mengenai Keroncong Tugu. Adapun Harmunah juga pernah menuliskan mengenai keroncong dalam bukunya yang berjudul Musik Keroncong, namun tidak menspesifikan mengenai Keroncong Tugu, terutama vokal Keroncong Tugu. Meski demikian, Harmunah juga menjelaskan tentang gaya musik keroncong, termasuk gaya bernyanyi keroncong secara umum yang lebih mengacu kepada gaya vokal keroncong Surakarta. Selain itu, ada juga Bronia Kornhauser, yang menjelaskan musik keroncong, namun lebih banyak kepada teknik memainkan musik keroncong.

Berdasarkan beberapa peneliti tersebut, belum ada yang memfokuskan pada gaya bernyanyi pada satu penyanyi keroncong secara spesifik. Itu lah alasan


(25)

pertimbangan peneliti memilih fokus penelitian ini. Untuk itu, peneliti mencoba meneliti mengenai gaya vokal pada musik keroncong Tugu, khususnya gaya vokal Saartje Margaretha Michiels. Tidak adanya penelitian mengenai gaya bernyanyi Saartje Margaretha Michiels ini menjadi celah bagi peneliti untuk mengisi kekurangan tersebut dalam penelitian mengenai Keroncong Tugu, khsusunya gaya vokal pada musik Keroncong Tugu.

4. Studi dokumentasi

Studi dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan mempelajari dokumentasi-dokumentasi dalam bentuk rekaman audio maupun audio visual, khususnya mengenai gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels yang diiringi para personel Orkes Krontjong Toegoe (OKT). Beberapa lagu diantaranya seperti: lagu Kampung Serani, Schoon Ver Van U, Stambul Cha-Cha, Langgam Bunga, Untuk Sebuah Nama, dan Gatu Du Matu. Dokumentasi-dokumentasi tersebut merupakan media informasi sebagai data faktual yang penting dalam pengkajian serta sangat bermanfaat dalam melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian gaya menyanyi keroncong Tugu, khususnya gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels.

G. Teknik Analisis data

Gray dan Malins dalam Rohidi mengungkapkan bahwa: „analisis bukan merupakan tahap akhir dalam proses penelitian. Analisis senantiasa berjalan seiring dengan pengumpulan dan penelusuran data dan dalam satu proses siklus. Analisis berfungsi dan memberi peluang untuk saling-silang bagi setiap tahapan kegiatan untuk menegaskan satu dengan yang lainnya sebagai satu kesatuan proses‟ (2007: 230). Rohidi (2007: 231) berpendapat pula bahwa: “Analisis merupakan suatu kegiatan reflektif, bertujuan untuk bergerak dari data ke tahap konseptual”. Adapun langkah-langkah analisis data yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Kegiatan reduksi data tidak dapat dipisahkan dari kegiatan analisis. Kegiatan ini merupakan langkah awal dalam menganalisis data yaitu suatu proses


(26)

pemilihan, pemilahan, mengatur serta menyederhanakan data melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian yang ringkas, menggolongkannya ke dalam satu pola yang lebih luas dan sebagainya. Dengan demikian kegiatan ini dapat memudahkan peniliti dalam memahami data yang dikumpulkan di lapangan. Adapun melakukan semua kegiatan observasi dan wawancara, peneliti mentranskrip data-data lapangan ke dalam tulisan,dan mengklasifikasikannya ke dalam dua sub materi yaitu yang berkaitan dengan proses pembentukan gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels dan gaya menyanyi Saartje dalam menyanyikan lagu-lagu keroncong Tugu, khususnya lagu Gatu Du Matu.

2. Penyajian Data

Langkah kedua setelah melakukan reduksi data yaitu menyajikan data-data secara sistematis dan jelas, yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian yakni gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels. Hal ini peneliti lakukan untuk memperoleh pemahaman dan menyusun pembahasan tentang hasil penelitian yang telah didapatkan dari data lapangan mengenai proses pembentukan gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels dan gaya menyanyi Saartje dalam menyanyikan lagu-lagu keroncong Tugu, khususnya lagu-lagu Gatu Du Matu, untuk selanjutnya mencari suatu kesimpulan.

3. Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi Data

Langkah terakhir dalam menganalisi data yaitu pengambilan kesimpulan berupa intisari hasil penelitian guna memberikan gambaran secara pasti fokus masalah dalam penelitian ini. Selanjutnya verifikasi data adalah sebuah upaya untuk mempelajari kembali data-data yang telah dikumpulkan, khususnya mengenai proses pembentukan gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels dan gaya menyanyi Saartje dalam menyanyikan lagu Gatu Du Matu. Kemudian meminta pertimbangan berbagai pihak yang relevan dalam penelitian ini,seperti narasumber utama, serta para dosen pembimbing.


(27)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada pokok pembahasan sebelumnya, peneliti mendapatkan kesimpulan mengenai Gaya Menyanyi pada Musik Keroncong Tugu (Analisis Gaya Saartje Margaretha Michiels). Kesimpulan yang diperoleh adalah konstruksi pengetahuan dalam pembentukan gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels diperoleh dari beragam pengalaman musikal dan non musikal yang diperoleh secara nyata baik formal maupun non formal dalam lingkungan sosialnya. Gaya menyanyi tersebut diaplikasikan secara berbeda oleh Saartje dan disesuaikan dengan konteks sosial dalam pertunjukan yang dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap musik keroncong Tugu.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan diatas, peneliti juga berkeinginan menyampaikan rekomendasi dalam bentuk saran, khususnya untuk: 1. Jurusan Pendidikan Seni Musik UPI Bandung

Untuk menjadi pelopor kemajuan eksistensi musik keroncong, dengan mengadakan seminat-seminar atau menyelenggarakan pertunjukan musik keroncong yang mengandung unsur wawasan edukatif secara praktisi dan teori. 2. Komunitas Keroncong

Untuk semakin menghargai bentuk keragaman dari proses perubahan yang sesuai dengan tata krama serta etika yang ada di tiap daerah di mana musik keroncong berkembang, termasuk di Kampung Tugu. Ikut serta menjadi komunitas budayawan yang melestarikan musik keroncong di kalangannya sendiri maupun bagi kalangan yang lebih luas.


(28)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini. (2006). Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktis). Jakarta: PT Bina Aksara.

Banoe, Pono. (2003). Kamus Musik. Yogyakarta: Kanisius.

Becker, Judith. (1976). Kroncong, Indonesian Popular Music. Dalam Asian Music. Journal of the Society for Asian Music. Vol.VII no.1.

Burnell, Arthur Coke, ed. (1885). The Voyage of John Huygen van Linschoten to the East India. From The Old English Translation. (1598). Vol.20. London: The Hakluyt Society.

Castelo-Branco, Salwa El-Shawan. (2002). Portugal: Historical and Cultural Background. Dalam Stanley Sadie, ed. The New Grove Dictionary of Music and Musicians Vol.20. London: Macmillan Publishers Limited.

Da França, Antonio Pinto. (1985). Portuguese Influence in Indonesia. Lisbon: Calouste Gulbenkian Foundation.

De Haan, Frederic. (1922). Oud Batavia. Dalam Eerste Deel. Batavia: G.Kolff & Co.

Frieda Manusama-Moniaga, ed. (1976). Berita Ikatan Keluarga Besar Tugu

Vol.1-3. Jakarta: IKBT.

Ganap,Victor. (2001). Musik Keroncong Tugu, Sebuah Sintetis Budaya Hibrida. Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta.

Ganap, Victor. (2011). Krontjong Toegoe. Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta. Harmunah. (1996). Musik Keroncong. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.

Heins, Ernst. (1976). Kroncong and Tanjidor: Two Cases of Urban Folk Music in Jakarta. Dalam Asian Music, Journal of the Society for Asian Music Vol. VII No.I.

Herzog, George. (1935). Special Song Types in North American Indian Music. Dalam Zeitschrift fur Vergleichende Musikwissenscahft 3(1/2): 1-11. Kamien, Roger. 2002. Music An Appreciation Fourth Brief Edition. New York:

The McGraw-Hill Companies Inc.


(29)

Punta Resty Ayunda, 2013

Gaya Menyani Pada Musik Keroncong Tugu (Analisis Gaya Saartje Margaretha Michiels)

Kornhauser, Bronia. (1989). In Defence Of Kroncong. Australia: Monash University.

Koentjaraningrat. (1986). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru Lomax, Alan. (1968). Folk Song Style and Culture. Washington, DC.

Manusama, A. Th. (1919). Krontjong: als muziekinstrument, als melodie en als gezang. Batavia: Boekhandel G Kolff & Co.

Merriam, Alan P. (1964). The Anthropology of Music. United States of America: Northwestern University Press.

Mudjilah, H.S. (2004). Diktat Teori Musik Dasar. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Moleong, Lexy J. (1994). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nasution. (2003). Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Phillips, Kenneth H. (1996). Teaching Kids to Sing. Belmont, CA: Thompson

Learning.

Prastowo, Andi. (2011). Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Prier, Karl-Edmund. (2009). Kamus Musik.Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi. Sanjaya, Singgih. (2009). Keroncong Masuk Kurikulum Sekolah. Makalah: tidak

diterbitkan.

Supanggah, Rahayu. (1995). Entomusikologi. Surakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI)

Sutresna, Galih. (2012). Orkes Kerontjong Toegoe, Kampung Tugu Kec. Koja Jakarta Utara (Studi tentang Kontinuitas dan Perubahan) 1971-2012. Tesis Magister pada Pascasarjana UPI Bandung.

Tjetjep Rohendi Rohidi. (2007). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Tobing, W. Lumban. (1953) Sejarah Musik Indonesia. Dalam Radio Musyawarah Indonesia, no. 29-30.


(1)

mengenai gaya pembawaan Saartje dalam menyanyikan lagu-lagu keroncong Tugu dalam pertunjukannya, serta makna dari lagu Gatu Du Matu.

d. Wawancara keempat: Sabtu, 24 Agustus 2013, peneliti berkeliling kampung Tugu sambil mengenal lebih dekat masyarakat Kampung Tugu, dan bertanya kepada beberapa masyarakat Tugu tentang peran penting musik keroncong di Kampung Tugu.

e. Wawancara keenam: Minggu, 25 Agustus 2013, mengikuti kegiatan Saartje Margaretha Michiels bersama para personel Orkes Krontjong Toegoe dalam acara Festival Jetski Internasional di Pantai Mutiara, Jakarta Utara. Mewawancarai beberapa personel OKT lainnya, seperti Usman Hasbullah dan Illo Djer mengenai gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels.

3. Studi Literatur

Kajian tentang musik keroncong telah banyak dilakukan oleh para peneliti, seperti A. Th. Manusama (1919), Judith Becker (1976), Antonia Pinto Da França (1985), Bronia Kornhauser (1989), Harmunah (1996), Victor Ganap (2001, 2011), dan Galih Sutresna (2012). Beberapa diantaranya seperti Victor Ganap, yang pernah meneliti tentang keberadaaan Keroncong Tugu, dalam artikelnya yang berjudul Musik Keroncong Tugu, Sebuah Sintetis Budaya

Hibrida (2001) dan buku Krontjong Toegoe (2011). Beliau menjelaskan

mengenai sejarah komunitas Kampung Tugu, sejarah musik Keroncong Tugu, paguyuban orang-orang Tugu, diskursif musikologis mengenai Keroncong Tugu. Adapun Harmunah juga pernah menuliskan mengenai keroncong dalam bukunya yang berjudul Musik Keroncong, namun tidak menspesifikan mengenai Keroncong Tugu, terutama vokal Keroncong Tugu. Meski demikian, Harmunah juga menjelaskan tentang gaya musik keroncong, termasuk gaya bernyanyi keroncong secara umum yang lebih mengacu kepada gaya vokal keroncong Surakarta. Selain itu, ada juga Bronia Kornhauser, yang menjelaskan musik keroncong, namun lebih banyak kepada teknik memainkan musik keroncong.

Berdasarkan beberapa peneliti tersebut, belum ada yang memfokuskan pada gaya bernyanyi pada satu penyanyi keroncong secara spesifik. Itu lah alasan


(2)

pertimbangan peneliti memilih fokus penelitian ini. Untuk itu, peneliti mencoba meneliti mengenai gaya vokal pada musik keroncong Tugu, khususnya gaya vokal Saartje Margaretha Michiels. Tidak adanya penelitian mengenai gaya bernyanyi Saartje Margaretha Michiels ini menjadi celah bagi peneliti untuk mengisi kekurangan tersebut dalam penelitian mengenai Keroncong Tugu, khsusunya gaya vokal pada musik Keroncong Tugu.

4. Studi dokumentasi

Studi dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan mempelajari dokumentasi-dokumentasi dalam bentuk rekaman audio maupun audio visual, khususnya mengenai gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels yang diiringi para personel Orkes Krontjong Toegoe (OKT). Beberapa lagu diantaranya seperti: lagu Kampung Serani, Schoon Ver Van U, Stambul Cha-Cha, Langgam Bunga, Untuk Sebuah Nama, dan Gatu Du Matu. Dokumentasi-dokumentasi tersebut merupakan media informasi sebagai data faktual yang penting dalam pengkajian serta sangat bermanfaat dalam melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian gaya menyanyi keroncong Tugu, khususnya gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels.

G. Teknik Analisis data

Gray dan Malins dalam Rohidi mengungkapkan bahwa: „analisis bukan merupakan tahap akhir dalam proses penelitian. Analisis senantiasa berjalan seiring dengan pengumpulan dan penelusuran data dan dalam satu proses siklus. Analisis berfungsi dan memberi peluang untuk saling-silang bagi setiap tahapan kegiatan untuk menegaskan satu dengan yang lainnya sebagai satu kesatuan proses‟ (2007: 230). Rohidi (2007: 231) berpendapat pula bahwa: “Analisis merupakan suatu kegiatan reflektif, bertujuan untuk bergerak dari data ke tahap konseptual”. Adapun langkah-langkah analisis data yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Kegiatan reduksi data tidak dapat dipisahkan dari kegiatan analisis. Kegiatan ini merupakan langkah awal dalam menganalisis data yaitu suatu proses


(3)

pemilihan, pemilahan, mengatur serta menyederhanakan data melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian yang ringkas, menggolongkannya ke dalam satu pola yang lebih luas dan sebagainya. Dengan demikian kegiatan ini dapat memudahkan peniliti dalam memahami data yang dikumpulkan di lapangan. Adapun melakukan semua kegiatan observasi dan wawancara, peneliti mentranskrip data-data lapangan ke dalam tulisan,dan mengklasifikasikannya ke dalam dua sub materi yaitu yang berkaitan dengan proses pembentukan gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels dan gaya menyanyi Saartje dalam menyanyikan lagu-lagu keroncong Tugu, khususnya lagu Gatu Du Matu.

2. Penyajian Data

Langkah kedua setelah melakukan reduksi data yaitu menyajikan data-data secara sistematis dan jelas, yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian yakni gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels. Hal ini peneliti lakukan untuk memperoleh pemahaman dan menyusun pembahasan tentang hasil penelitian yang telah didapatkan dari data lapangan mengenai proses pembentukan gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels dan gaya menyanyi Saartje dalam menyanyikan lagu-lagu keroncong Tugu, khususnya lagu-lagu Gatu Du Matu, untuk selanjutnya mencari suatu kesimpulan.

3. Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi Data

Langkah terakhir dalam menganalisi data yaitu pengambilan kesimpulan berupa intisari hasil penelitian guna memberikan gambaran secara pasti fokus masalah dalam penelitian ini. Selanjutnya verifikasi data adalah sebuah upaya untuk mempelajari kembali data-data yang telah dikumpulkan, khususnya mengenai proses pembentukan gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels dan gaya menyanyi Saartje dalam menyanyikan lagu Gatu Du Matu. Kemudian meminta pertimbangan berbagai pihak yang relevan dalam penelitian ini,seperti narasumber utama, serta para dosen pembimbing.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada pokok pembahasan sebelumnya, peneliti mendapatkan kesimpulan mengenai Gaya Menyanyi pada Musik Keroncong Tugu (Analisis Gaya Saartje Margaretha Michiels). Kesimpulan yang diperoleh adalah konstruksi pengetahuan dalam pembentukan gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels diperoleh dari beragam pengalaman musikal dan non musikal yang diperoleh secara nyata baik formal maupun non formal dalam lingkungan sosialnya. Gaya menyanyi tersebut diaplikasikan secara berbeda oleh Saartje dan disesuaikan dengan konteks sosial dalam pertunjukan yang dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap musik keroncong Tugu.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan diatas, peneliti juga berkeinginan menyampaikan rekomendasi dalam bentuk saran, khususnya untuk: 1. Jurusan Pendidikan Seni Musik UPI Bandung

Untuk menjadi pelopor kemajuan eksistensi musik keroncong, dengan mengadakan seminat-seminar atau menyelenggarakan pertunjukan musik keroncong yang mengandung unsur wawasan edukatif secara praktisi dan teori.

2. Komunitas Keroncong

Untuk semakin menghargai bentuk keragaman dari proses perubahan yang sesuai dengan tata krama serta etika yang ada di tiap daerah di mana musik keroncong berkembang, termasuk di Kampung Tugu. Ikut serta menjadi komunitas budayawan yang melestarikan musik keroncong di kalangannya sendiri maupun bagi kalangan yang lebih luas.


(5)

Punta Resty Ayunda, 2013

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini. (2006). Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktis). Jakarta: PT Bina Aksara.

Banoe, Pono. (2003). Kamus Musik. Yogyakarta: Kanisius.

Becker, Judith. (1976). Kroncong, Indonesian Popular Music. Dalam Asian Music. Journal of the Society for Asian Music. Vol.VII no.1.

Burnell, Arthur Coke, ed. (1885). The Voyage of John Huygen van Linschoten to the East India. From The Old English Translation. (1598). Vol.20. London: The Hakluyt Society.

Castelo-Branco, Salwa El-Shawan. (2002). Portugal: Historical and Cultural Background. Dalam Stanley Sadie, ed. The New Grove Dictionary of Music and Musicians Vol.20. London: Macmillan Publishers Limited.

Da França, Antonio Pinto. (1985). Portuguese Influence in Indonesia. Lisbon: Calouste Gulbenkian Foundation.

De Haan, Frederic. (1922). Oud Batavia. Dalam Eerste Deel. Batavia: G.Kolff & Co.

Frieda Manusama-Moniaga, ed. (1976). Berita Ikatan Keluarga Besar Tugu Vol.1-3. Jakarta: IKBT.

Ganap,Victor. (2001). Musik Keroncong Tugu, Sebuah Sintetis Budaya Hibrida. Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta.

Ganap, Victor. (2011). Krontjong Toegoe. Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta. Harmunah. (1996). Musik Keroncong. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.

Heins, Ernst. (1976). Kroncong and Tanjidor: Two Cases of Urban Folk Music in Jakarta. Dalam Asian Music, Journal of the Society for Asian Music Vol. VII No.I.

Herzog, George. (1935). Special Song Types in North American Indian Music. Dalam Zeitschrift fur Vergleichende Musikwissenscahft 3(1/2): 1-11. Kamien, Roger. 2002. Music An Appreciation Fourth Brief Edition. New York:

The McGraw-Hill Companies Inc.


(6)

Punta Resty Ayunda, 2013

Gaya Menyani Pada Musik Keroncong Tugu (Analisis Gaya Saartje Margaretha Michiels)

Kornhauser, Bronia. (1989). In Defence Of Kroncong. Australia: Monash University.

Koentjaraningrat. (1986). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru Lomax, Alan. (1968). Folk Song Style and Culture. Washington, DC.

Manusama, A. Th. (1919). Krontjong: als muziekinstrument, als melodie en als gezang. Batavia: Boekhandel G Kolff & Co.

Merriam, Alan P. (1964). The Anthropology of Music. United States of America: Northwestern University Press.

Mudjilah, H.S. (2004). Diktat Teori Musik Dasar. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Moleong, Lexy J. (1994). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nasution. (2003). Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Phillips, Kenneth H. (1996). Teaching Kids to Sing. Belmont, CA: Thompson

Learning.

Prastowo, Andi. (2011). Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Prier, Karl-Edmund. (2009). Kamus Musik.Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi. Sanjaya, Singgih. (2009). Keroncong Masuk Kurikulum Sekolah. Makalah: tidak

diterbitkan.

Supanggah, Rahayu. (1995). Entomusikologi. Surakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI)

Sutresna, Galih. (2012). Orkes Kerontjong Toegoe, Kampung Tugu Kec. Koja Jakarta Utara (Studi tentang Kontinuitas dan Perubahan) 1971-2012. Tesis Magister pada Pascasarjana UPI Bandung.

Tjetjep Rohendi Rohidi. (2007). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Tobing, W. Lumban. (1953) Sejarah Musik Indonesia. Dalam Radio Musyawarah Indonesia, no. 29-30.