Macam Sambungan Kayu

5.3 Analisis Modulus Penampang Teoritis

Modulus penampang pada masing-masing balok laminasi memiliki nilai yang berbeda. Sambungan finger joint terhadap balok laminasi tersebut dianggap tidak memberikan pengaruh terhadap modulus penampang sehingga luas penampang pada lamina yang memiliki Modulus penampang pada masing-masing balok laminasi memiliki nilai yang berbeda. Sambungan finger joint terhadap balok laminasi tersebut dianggap tidak memberikan pengaruh terhadap modulus penampang sehingga luas penampang pada lamina yang memiliki

Gambar 33. Model penampang benda uji PKL 015 & 025.

sehingga bila

maka

Gambar 34. Model penampang benda uji PKL 215 &

bila

sehingga

maka

Gambar 35. Model penampang benda uji PKL 315 & 325 .

bila

sehingga maka (12)

Keterangan gambar:

= lamina tanpa finger joint

= lamina dengan finger joint

Maka berdasarkan data bahwa b = 50 mm dan a = 15 mm maka diperoleh hasil sebagai berikut

Tabel 3. Hasil analisis modulus penampang teoritis benda uji

Kode

S 0 teoritis S 2 teoritis S 3 teoritis

Perbandingan S

Berdasarkan Tabel 3. Hasil analisis modulus penampang teoritis benda uji modulus penampang pada balok laminasi mengalami penurunan bila jumlah sambungan finger joint bertambah dengan asumsi bahwa Berdasarkan Tabel 3. Hasil analisis modulus penampang teoritis benda uji modulus penampang pada balok laminasi mengalami penurunan bila jumlah sambungan finger joint bertambah dengan asumsi bahwa

5.4 Analisis Kapasitas Momen

Dari hasil pengujian benda uji PKL 015 & 025 diperoleh data sebagai berikut: MOR = 73,5 MPa

0 teoritis = 46875 mm sehingga dapat diperoleh nilai M teroritis dengan cara

Untuk mencari M eksperimen yang diperoleh dari data pengujian benda uji PKL 015 & PKL 025 yaitu P maks = 6,82 kN L

= 1,35 m sehingga diperoleh nilai M eksperimen adalah

Nilai perbandingan antara M eksperimen terhadap M teoritis adalah

Perbedaan nilai antara M teroritis dan M eksperimen merupakan hasil yang wajar karena pada pengujian kuat lentur kayu bebas cacat menggunakan benda uji yang bebas cacat sedangkan untuk pengujian kuat lentur benda uji berukuran struktural diperbolehkan memiliki cacat kayu pada benda uji.

Dalam Forest Products Laboratory, (1974) dinyatakan bahwa untuk memperoleh nilai beban maksimum pada balok kayu berukuran struktural harus dikoreksi dengan faktor koreksi 34% terhadap beban maksimum pada spesimen kayu bebas cacat. Faktor koreksi eksperimental yang diperoleh relatif mendekati faktor koreksi 34% sehingga dinilai baik. Faktor koreksi tersebut berlaku juga pada kapasitas momen yang diperoleh sebelumnya sehingga hasil pengujian benda uji spesimen kecil lebih besar dibandingkan dengan hasil pengujian benda uji berukuran struktural.

Bila M eksperimen setiap benda uji dihitung maka diperoleh hasil seperti pada Tabel 4. Hasil perhitungan M eksperimen pada tiap benda uji di bawah ini.

Tabel 4. Hasil perhitungan M eksperimen pada tiap benda uji.

PKL PKL Kode

315 325 P max (kN)

2,2 1,59 M eksperimen

(kNm) Rerata

0,43 M eksperimen

Rasio perbandingan

0,28 M eksperimen

Penambahan jumlah sambungan sebanyak dua buah dan tiga buah pada balok laminasi menurunkan kapasitas momen sebesar 0,35 dan 0,28. Penurunan tersebut dapat diprediksi dengan persamaan

(15) Keterangan: n

= jumlah sambungan finger joint M n = kapasitas momen dengan benda uji n sambungan M 0 = kapasitas momen dengan benda uji tanpa sambungan S n = modulus penampang dengan benda uji n sambungan S 0 = modulus penampang dengan benda uji tanpa sambungan Persamaan (14) dan (15) hanya dapat digunakan dengan syarat

yaitu:

a. berlaku hanya untuk glulam lima lapis;

b. posisi sambungan finger joint pada tengah bentang adalah simetris;

c. sambungan finger joint dianggap tidak memberi kontribusi pada modulus penampang;

d. proses laminasi tidak sempurna. Akurasi Persamaan (13) di atas berdasarkan kapasitas momen

eksperimen diberikan pada tabel di bawah ini

Tabel 5. Perbandingan hasil pengujian dengan hasil persamaan

Jumlah

n= 0 n= 2 n= 3

sambungan Rasio

perbandingan

0,28 M eksperimen

Pada Tabel 5. Perbandingan hasil pengujian dengan hasil persamaan dapat dilihat hasil akurasi Persamaan (13) mengalami penurunan dengan penambahan jumlah sambungan meskipun tingkat akurasi masih di atas 80%. Persamaan (13) yang digunakan untuk memprediksi penurunan kapasitas momen balok laminasi lima lapisan terhadap letak sambungan finger joint secara simetris dinilai cukup akurat.

5.5 Model Kegagalan

Model kegagalan yang dialami oleh masing-masing benda uji umumnya adalah gagal geser. Hal ini disebabkan kemampuan perekat yang gagal dalam menahan gaya geser yang terjadi ketika dilakukan pengujian.

Kegagalan pada perekat disebabkan karena

a. jumlah perekat yang kurang ketika dilaburkan pada lamina;

b. tekanan kempa yang tidak cukup sehingga perekat tidak dapat melekat dengan baik dan merata;

c. assemble time yang singkat sehingga beberapa bagian perekat telah kering sebelum dikempa.

Pada pengujian pertama yaitu PKL 315 & PKL 325, kegagalan terjadi pada lapisan paling bawah dengan tanda terlepasnya sambungan finger joint akibat gaya tarik yang besar kemudian dilanjutkan dengan gagal geser pada ujung-ujung balok laminasi. Kegagalan geser pada perekat yang terjadi menyebabkan balok laminasi tidak mampu bekerja sebagai satu kesatuan balok sehingga balok laminasi tidak bersifat monolitik. Hal ini menyebabkan masing-masing lamina yang bekerja menahan beban.

Pengujian pada PKL 215 & PKL 225 mengalami kegagalan geser pada ujung-ujung balok laminasi terlebih dahulu kemudian diikuti dengan kegagalan pada lapisan tengah balok laminasi dengan terlepasnya lapisan tengah dengan lapisan lainnya.

Kegagalan pada pengujian PKL 015 & PKL 025 diawali oleh kegagalan geser pada ujung balok laminasi di mana yang gagal adalah lapisan kayu yang mengalami gagal geser kemudian balok laminasi patah pada lapisan paling bawah yang merupakan tanda gagal lentur. Hasil pengujian ini berhasil akibat perilaku pelaburan dan pengempaan balok laminasi yang lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi lainnya.

Gambar 36. Model kegagalan PKL 315

Gambar 37. Model kegagalan PKL 325.

Gambar 38. Mode kegagalan PKL 015.

Gambar 39. Model kegagalan PKL 025.

Gambar 40. Model kegagalan 215.

Gambar 41. Model kegagalan 225.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Penambahan jumlah sambungan finger joint pada tengah bentang balok

laminasi mempengaruhi penurunan kapasitas momen balok tersebut.

b. Rasio perbandingan modulus penampang teoritis (S 0 teoritis ,S 2 teoritis , dan S 3

teoritis ) berturut-turut adalah 1; 0,79; dan 0,21.

c. Rasio perbandingan modulus penampang eksperimen (S 0 eksperimen , S 2

eksperimen ,S 3 eksperimen ) berturut-turut adalah 1; 0,35; dan 0,28.

d. Rasio perbandingan kapasitas momen eksperimen balok laminasi tanpa sambungan (M 0 eksperimen ); balok laminasi dengan dua sambungan (M 2

eksperimen ); dan balok laminasi dengan tiga sambungan finger joint (M 3

eksperimen ) berturut-turut adalah 1; 0,35; dan 0,28.

e. Nilai penurunan kapasitas momen (M n eksperimen ) dapat diprediksi dengan

persamaan untuk balok laminasi lima lapis dengan posisi sambungan

finger joint yang simetris pada tengah bentang dan proses laminasi yang tidak sempurna.

6.2 Saran

Saran yang dapat diberikan untuk memajukan penelitian ini adalah

a. Jumlah kebutuhan kayu dan perekat yang digunakan sebaiknya diperhitungkan dengan baik termasuk kebutuhan untuk pengujian pendahuluan dan pengujian lanjutan.

b. Jumlah alat pembuatan balok laminasi yang kurang memadai sebaiknya diganti dengan yang baru sehingga dapat menghasilkan balok laminasi yang ideal.

c. Pada pengujian pendahuluan dilakukan pengujian kuat geser pada bahan perekat terlebih dahulu untuk mengetahui kekuatan perekat.

d. Pembebanan pada proses pengempaan lebih diperhatikan antara kebutuhan tekanan kempa dengan luas permukaan.

e. Penelitian ini membutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai letak sambungan dan jumlah lapisan yang lebih variatif.

DAFTAR PUSTAKA

Awaludin, A. (2005). Dasar-Dasar Perencanaan Sambungan Kayu (Pertama ed.). Yogyakarta: Biro Penerbit KMTS JTSL FT UGM.

Awaludin, A., & Irawati, I. S. (2002). Konstruksi Kayu (Pertama ed.). Yogyakarta: Biro Penerbit KMTS Jurusan Teknik Sipil FT UGM.

BSI. (1957). British Standard: Methods of Testing Small Clear Specimens of Timber. BSI.

BSN. (1995). SNI 03-3975-1995 Metode Pengujian Kuat Lentur Kayu Konstruksi Berukuran Struktural. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Frick, H., & Moediartianto. (2004). Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu (Edisi ketiga ed.). Yogyakarta: Kanisius.

Gere, J. M., & Timoshenko, S. P. (2000). Mekanika Bahan Jilid 2 (Edisi Keempat ed.). (B. Suryoatmono, Penerj.) Jakarta: Penerbit Erlangga.

Haygreen, J. H., & Bowyer, J. L. (1982). Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. (A. H. Sutjipto, Penerj.) Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hermansyah, D. (2004). Pengaruh Perlakuan Permukaan dan Jumlah Perekat

Labur terhadap Sifat Papan Laminasi Kayu Mindi. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.

jenis-kayu-komersial-indonesia-mindi . (2010, Oktober). Dipetik April 11, 2012, dari informasikehutanan.blogspot.com: http://informasikehutanan.blogspot.com/2010/10/jenis-kayu-komersial- indonesia-mindi.html

Laboratory, Forest Products. (1974). Wood Handbook: Wood as an Engineering Material. Hawaii: University Press of the Pacific Honolulu.

Martawijaya, A., Kartasujana, I., Kadir, K., & Prawira, S. A. (1989). Atlas Kayu

Indonesia Jilid II. Bogor: Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor-Indonesia.

Mindi. (t.thn.). Dipetik April 10, 2012, dari www.indonesianforest.com: www.indonesianforest.com/Tanaman_andalan/Mindi.pdf

Moody, R. C., & Hernandez, R. (1997). Glued-Laminated Timber. Dalam S. Smulski, Engineered wood products : a guide for specifiers, designers and users. (hal. 1-39). Madison, Wisconsin, USA: PFS Research Foundation.

(2011). Pengolahan Papan Partikel. Presentation, Universitas Gadjah Mada, Fakultas Kehutanan, Yogyakarta.

Prawirohatmodjo, S. (2001). Sifat-Sifat Fisika Kayu (Edisi Revisi ed.).

Yogyakarta: Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.

Prayitno, T. A. (2007). Perekat Kayu. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan Universitas Gadah Mada.

Prayitno, T. A. (1996). Perekatan Kayu. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan Unversitas Gadjah Mada.

Safitri, E., & Gunawan, P. (2010, Juli). Pengujian Sambungan Finger Joint untuk

mengkaji kuat lentur pada balok kayu. Media Teknik Sipil , Volume X. Somayaji, S. (2001). Civil Engineering Materials (Second Edition ed.). New

Jersey: Prentice Hall.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data hasil uji kadar air dan berat jenis kayu Mindi

Kadar Berat Kode

Air Jenis Benda Uji (gr)

(%) (gr/cm 3 )

14% 0,51 PKL 012

PKL 011 3,08

13% 0,51 PKL 013

14% 0,52 PKL 014

14% 0,62 PKL 015

14% 0,58 PKL 021

15% 0,53 PKL 022

14% 0,52 PKL 023

13% 0,53 PKL 024

14% 0,48 PKL 025

13% 0,52 PKL 211

13% 0,62 PKL 212

3 12% 0,56 PKL 213

3 13% 0,57 PKL 214

13% 0,53 PKL 215

13% 0,54 PKL 221

13% 0,53 PKL 222

12% 0,50 PKL 223

14% 0,48 PKL 224

13% 0,51 PKL 225

13% 0,51 PKL 311

13% 0,55 PKL 312

13% 0,54 PKL 313

12% 0,44 PKL 314

14% 0,61 PKL 315

13% 0,57 PKL 321

12% 0,51 PKL 322

13% 0,57 PKL 323

13% 0,61 PKL 324

13% 0,60 PKL 325

Rata-rata

Lampiran 2. Data hasil pengujian kuat lentur kayu bebas cacat kayu Mindi

Lendutan

Beban (N)

No. (mm)

Benda Benda

Uji 1

Uji 2

Uji 3

Uji 4

Uji 5 Uji 7

1 1 200

300

300

200

300 200

2 2 500

600

600

400

600 500

3 3 700

900

800

600

900 700

4 4 1000

10

1000

800

10 900

5 5 1200

1200

10

1000

1200 10

6 6 900

1300

1200

1200

1300 1200

7 7 1000

1400

1300

1300

1400 1300

8 8 800

1500

1400

1300

1500 1300

9 9 900

1500

1400

1400

1500 10

10 10 900

1500

1300

600

1300 1200

11 11 900

1600

1200

1400 1300

12 12 600

1500

1000 1300

13 13 600

1200

- 600

14 14 -

- 700

15 15 -

- 700

Lampiran 3. Data pengujian kuat lentur PKL 015

Data Pengujian Kuat Lentur PKL 015

Δ rerata No P (kN)

Δ rerata No P (kN)

Δ 2 Δ rerata

No P (kN)

(mm) (mm)

Lampiran 4. Data pengujian kuat lentur PKL 025

Data Pengujian Kuat Lentur PKL 025

Δ rerata No P (kN)

Δ rerata No P (kN)

Δ 2 Δ rerata

No P (kN)

(mm) (mm)

Lampiran 5. Data pengujian kuat lentur PKL 215

Data Pengujian Kuat Lentur PKL 215

Δ rerata No P (kN)

Δ rerata No P (kN)

Δ 2 Δ rerata

No P (kN)

(mm) (mm)

Lampiran 6. Data pengujian kuat lentur PKL 225

Data Pengujian Kuat Lentur PKL 225

rerata No

rerata No

rerata

(kN) (mm) (mm)

(kN) (mm) (mm)

(kN) (mm) (mm)

(mm)

(mm)

(mm)

Lampiran 7. Data hasil pengujian kuat lentur PKL 315

Data Pengujian Kuat Lentur PKL 315

(kN) (mm) (mm) rerata No (kN) (mm) (mm) rerata No

(kN) (mm) (mm) rerata

(mm)

(mm)

(mm)

Lampiran 7. Lanjutan

Data Pengujian Kuat Lentur PKL 315 P

No Δ1

(kN) (mm) (mm) rerata

(mm)

Lampiran 8. Data pengujian kuat lentur benda uji PKL 325

Data Pengujian Kuat Lentur PKL 325

rerata (kN) (mm) (mm)

rerata

No

rerata No

(kN) (mm) (mm)

(kN) (mm) (mm)

(mm)

(mm)

(mm)

Lampiran 8. Lanjutan

Data Pengujian Kuat Lentur PKL 325

rerata No

(kN) (mm)

(mm)

(kN)

(mm)

(mm)

(mm)

(mm)

76 1,51 72,07

72,13

72,10

101 1,34 101,24 101,38 101,31

77 1,50 72,97

73,06

73,02

102 1,38 102,50 102,66 102,58

78 1,55 73,86

73,97

73,92

103 1,41 103,24 103,41 103,33

79 1,56 74,41

74,54

74,48

104 1,41 104,07 104,26 104,17

80 1,48 74,77

74,91

74,84

105 1,43 105,08 105,28 105,18

81 1,32 74,77

74,91

74,84

106 1,44 105,79 106,01 105,90

82 1,59 78,98

79,42

79,20

107 1,45 106,57 106,80 106,69

83 1,57 79,24

79,67

79,46

108 1,50 107,61 107,73 107,67

84 1,54 80,14

80,53

80,34

109 1,49 107,79 107,72 107,76

85 1,55 80,46

80,88

80,67

86 1,44 84,20

84,60

84,40

87 1,43 84,57

85,03

84,80

88 1,45 85,61

86,15

85,88

89 1,45 86,27

86,83

86,55

90 1,46 86,82

87,41

87,12

91 1,50 87,74

88,34

88,04

92 1,48 87,98

88,61

88,30

93 1,51 90,43

91,15

90,79

94 1,52 90,98

91,71

91,35

95 1,54 97,59

98,48

98,04

96 1,21 98,39

98,48

98,44

97 1,23 98,60

98,69

98,65

98 1,26 98,92

99,02

98,97

99 1,34 100,46 100,59 100,53

100 1,32 100,80 100,94 100,87

- 10 -

- 11 -