Tugas Akhir Hendra Theodarmo Ke

TUGAS AKHIR PENGARUH LETAK SAMBUNGAN JARI (FINGER JOINT) TERHADAP PERILAKU LENTUR DAN KAPASITAS MOMEN BALOK KAYU MINDI LAMINASI LIMA LAPIS

Disusun Oleh :

HENDRA THEODARMO 08/269070/TK/34243

JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR

PENGARUH LETAK SAMBUNGAN JARI (FINGER JOINT) TERHADAP PERILAKU LENTUR DAN KAPASITAS MOMEN BALOK KAYU MINDI LAMINASI LIMA LAPIS dipersiapkan dan disusun oleh

HENDRA THEODARMO 08/269070/TK/34243 Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Pada tanggal :

20 Juli 2012 Susunan Dewan Penguji Dosen Pembimbing

Ali Awaludin, ST., M.Eng., Ph.D.

Dosen Penguji I Dosen Penguji II

Inggar Septhia Irawati, ST., MT.

Dr. Ir. Ahmad Rifa’i, MT.

Tugas Akhir ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Tanggal .......................................... Mengetahui

Ketua Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan

Prof. Ir. Bambang Suhendro, M.Sc., Ph.D. NIP. 195612261980101001

LEMBAR PERSEMBAHAN

Saya persembahkan tugas akhir ini untuk Buddha Gautama guru agung yang mengajarkan arti kehidupan Kedua orangtua saya Rustam dan Tan Lie Bie yang selalu memberikan semangat kepada saya Suryanti Theodarmo dan Lisa yang selalu memberi perhatian kepada saya Vidyasena Vihara Vidyaloka tempat belajar menempa diri saya Teman-teman teknik sipil 2008 sahabat yang selalu mendukung saya Universitas Gadjah Mada almamater yang saya banggakan Indonesia

negri tercinta saya dilahirkan

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun menghaturkan kepada Sang Tiratana atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penelitian dan laporan Tugas Akhir dengan judul “Pengaruh Letak Sambungan Jari (Finger Joint)

Terhadap Perilaku Lentur Dan Kapasitas Momen Balok Kayu Mindi Laminasi Lima Lapis ”.

Penelitian dan penyusunan laporan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan tidak lepas dari dukungan dan bantuan serta bimbingan beberapa pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada :

1. Orang tua dan keluarga tercinta yang selalu mendoakan dan mendukung penyelesaian laporan Tugas Akhir ini,

2. Ali Awaludin, S.T., M.Eng., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan baik,

3. Inggar Septhia Irawati, ST., MT. dan Dr. Ir. Ahmad Rifa’i, MT., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan perbaikan untuk Laporan Tugas Akhir ini,

4. para laboran Laboratorium Teknik Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan UGM yang telah membantu dan membimbing selama melakukan praktikum,

5. Saudari Lisa yang terus mendorong dan menyemangati hingga penyelesaian laporan Tugas Akhir ini,

6. Niken Palaeowati, Septian Hariadi, Lasinta Ladisa, ST., dan rekan-rekan mahasiswa sipil terutama angkatan 2008 serta seluruh civitas akademik Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penyusun,

Penyusun berharap semoga penelitian ini dapat dijadikan salah satu referensi untuk penelitian sejenis berikutnya dan dapat terus disempurnakan demi kemajuan ilmu ketekniksipilan.

Yogyakarta, Juli 2012

Penyusun

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keterangan penggunaan kode benda uji. ................................................ 28 Tabel 2. Hasil pengujian MOR dan MOE kayu Mindi berdasarkan British

Standard BS 373:1957 ................................................................................... 41 Tabel 3. Hasil analisis modulus penampang teoritis benda uji ............................. 47 Tabel 4. Hasil perhitungan M eksperimen pada tiap benda uji. ................................... 49 Tabel 5. Perbandingan hasil pengujian dengan hasil persamaan .......................... 51

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data hasil uji kadar air dan berat jenis kayu Mindi ........................ - 1 - Lampiran 2. Data hasil pengujian kuat lentur kayu bebas cacat kayu Mindi ..... - 2 - Lampiran 3. Data pengujian kuat lentur PKL 015 .............................................. - 3 - Lampiran 4. Data pengujian kuat lentur PKL 025 .............................................. - 4 - Lampiran 5. Data pengujian kuat lentur PKL 215 .............................................. - 5 - Lampiran 6. Data pengujian kuat lentur PKL 225 .............................................. - 6 - Lampiran 7. Data hasil pengujian kuat lentur PKL 315...................................... - 7 - Lampiran 8. Data pengujian kuat lentur benda uji PKL 325 .............................. - 9 -

INTISARI

Kebutuhan kayu sebagai bahan baku untuk berbagai keperluan semakin meningkat terutama untuk bahan bangunan. Namun ketersediaan kayu yang berukuran besar sulit diperoleh. Hal ini diakibatkan kecepatan antara pemanenan dan penanaman kembali pohon yang tidak seimbang. Dengan mempertimbangkan jumlah ketersediaan kayu yang semakin berkurang masyarakat beralih ke kayu rakyat yang cepat tumbuh dan berdiameter kecil. Salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas kayu rakyat agar memenuhi persyaratan bahan konstruksi bangunan adalah dengan teknologi laminasi dan teknologi sambungan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh letak finger joint terhadap perilaku lentur balok laminasi, membandingkan nilai modulus penampang balok laminasi dengan finger joint terhadap balok laminasi tanpa finger joint, memprediksi nilai rasio penurunan kapasitas momen balok laminasi akibat adanya finger joint.

Dalam penelitian ini, balok laminasi dibuat dari kayu Mindi dengan jumlah lapisan sebanyak lima lapis. Pada tengah bentang diberi variasi perletakan sambungan jari (finger joint). Jenis perekat yang digunakan dalam sambungan dan lamina-lamina kayu adalah jenis Poly Urethane. Pengujian kuat lentur yang dilakukan menggunakan SNI 03-3975-1995 Metode Pengujian Kuat Lentur Kayu Konstruksi Berukuran Struktural. Metode pembebanan yang dilakukan adalah metode third point loading untuk memperoleh momen lentur murni ketika pengujian kuat lentur balok laminasi. Nilai modulus penampang teoritis diperoleh dengan asumsi bahwa penampang yang memiliki sambungan finger joint tidak memberikan kontribusi pada balok laminasi sedangkan nilai modulus eksperimen diperoleh melalui pengujian kuat lentur.

Melalui hasil penelitian diperoleh bahwa rasio perbandingan modulus penampang teoritis (S 0 teoritis , S 2 teoritis , dan S 3 teoritis ) berturut-turut adalah 1; 0,79; dan 0,21 sedangkan rasio perbandingan modulus penampang eksperimen (S 0 eksperimen , S 2 eksperimen , S 3 eksperimen ) berturut-turut adalah 1; 0,35; dan 0,28. Rasio perbandingan kapasitas momen eksperimen balok laminasi tanpa sambungan (M 0 eksperimen ); balok laminasi dengan dua sambungan (M 2 eksperimen ); dan balok laminasi dengan tiga sambungan finger joint (M 3 eksperimen ) berturut-turut adalah 1; 0,35; dan 0,28. Hal ini menunjukkan penambahan jumlah sambungan jari (finger joint) pada tengah bentang balok laminasi mempengaruhi penurunan kapasitas momen balok tersebut. Untuk memprediksi penurunan kapasitas momen balok laminasi akibat sambungan finger joint diperoleh rumusan 1/(1+n) dimana n adalah jumlah sambungan untuk balok laminasi lima lapis dengan posisi sambungan finger joint yang simetris pada tengah bentang dan proses laminasi yang tidak sempurna.

Kata kunci : Balok laminasi, finger joint, modulus penampang, kapasitas momen

ABSTRACT

The needs of wood as raw materials for various purposes is increasing, especially for building materials. However, the availibility of large blocks of hard wood is difficult to obtained. This is due to the speed between harvesting and growing of the trees that are unbalancing. Considering the diminishing supply of wood that people turn to fast-growing local wood with smaller diameter. One effort to improve the quality of local wood to fulfill the requirements of construction materials are lamination technology and connection technology. The purpose of this study was to determine the influence of the location of the finger joint bending behavior of laminated beams, to compare the value of beam section modulus with a finger joint laminated to laminated beams without finger joint, to predict the moment capacity reduction ratio of laminated beams due to the finger joint.

In this study, glued laminated beams are made from Mindi wood with five layers lamina. Various of finger joint connection position are given at midspan. Type of adhesive used on connection and lamina-lamina is Poly Urethane .

Flexural strength test were performed using SNI 03-3975-1995 Method of Flexural Strength Testing for Structural Timber Size. Loading method used is third point loading to obtain a pure bending moment when testing being performed. Theoritical modulus of cross section value obtained with assumed that cross section with finger joint do not contribute to glued laminated beam whereas experimental modulus of cross section value obtained from flexural strength test.

Through this research results obtained that compared ratio of theoritical modulus of cross section (S 0 theoritical ,S 2 theoritical , dan S 3 theoritical ) is 1; 0,79; and 0,21 whereas compared ratio of experimental modulus of cross section (S 0 experimental ,S 2

experimental , S 3 experimental ) is 1; 0,35; and 0,28. The compared ratio of exprimental moment capacity of glued laminated beam without finger joint (M 0 experimental ); with two finger joint (M 2 experimental ); with three finger joint (M 3 experimental ) is 1; 0,35; and

0,28. It shows the increasing number of finger joint at midspan influenced the decreasing of glued laminated beam flexural strength. To predict the decreasing of glued laminated beam moment capacity due to finger joint, it obtained an equation 1/(1+n) whereas n is number of finger joint for five layers glued laminated beam with symmetrical finger joint position on midspan and unperfect laminating process.

Key Words : Glued laminated beam, finger joint, modulus of cross section, flexural strength.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kebutuhan kayu sebagai bahan baku untuk berbagai keperluan semakin meningkat terutama untuk bahan bangunan. Namun ketersediaan kayu yang berukuran besar sulit diperoleh. Hal ini diakibatkan kecepatan antara pemanenan dan penanaman kembali pohon yang tidak seimbang. Dengan jumlah ketersediaan kayu yang semakin berkurang, masyarakat beralih ke kayu rakyat yang cepat tumbuh dan berdiameter kecil. Hal ini memberi dampak terhadap kualitas kayu yang diperoleh karena umur kayu yang relatif muda dan mengandung banyak cacat seperti mata kayu, miring serat, cacat bentuk dan sebagainya. (Awaludin & Irawati, 2002)

Salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas kayu rakyat yang diperoleh agar memenuhi persyaratan bahan konstruksi bangunan adalah dengan teknologi laminasi dan teknologi sambungan. Keuntungan menggunakan teknologi laminasi adalah mampu menghasilkan produk kayu dengan dimensi yang lebih besar, memperoleh susunan kayu yang lebih seragam sehingga cacat kayu dapat dikurangi, mudah didesain sesuai bentuk yang diinginkan, kekuatan yang diinginkan dapat didesain dari kayu yang berkekuatan lemah.

Melalui teknologi laminasi ini maka kayu – kayu berukuran yang tidak sesuai untuk bahan konstruksi dapat dimodifikasi sehingga mampu menjadi bahan konstruksi dengan spesifikasi yang diinginkan. Melalui Melalui teknologi laminasi ini maka kayu – kayu berukuran yang tidak sesuai untuk bahan konstruksi dapat dimodifikasi sehingga mampu menjadi bahan konstruksi dengan spesifikasi yang diinginkan. Melalui

Kombinasi antara teknologi laminasi dan sambungan pada kayu memungkinkan manusia untuk memanfaatkan kayu dalam berbagai dimensi dan kualitas. Teknologi ini juga mampu menampilkan nilai estetika yang tinggi. Berikut adalah contoh aplikasi konstruksi kayu laminasi sebagai berikut

Gambar 1. Gereja St. Paul's, Brentford. (Sumber: www.glulam.co.uk )

Gambar 2. Kompleks perbelanjaan Merry Hill, Midlands Barat. (Sumber: www.glulam.co.uk)

Gambar 3. Vancouver, Washington. (Sumber: www.luxorcorp.com)

1.2 Rumusan Masalah

Dimensi balok kayu mempengaruhi kuat lentur balok kayu. Semakin kecil dimensi kayu semakin kecil kuat lentur pada balok kayu. Namun ketersediaan balok kayu dengan dimensi yang besar telah sulit diperoleh seiring berkembangnya kehidupan manusia. Salah satu upaya Dimensi balok kayu mempengaruhi kuat lentur balok kayu. Semakin kecil dimensi kayu semakin kecil kuat lentur pada balok kayu. Namun ketersediaan balok kayu dengan dimensi yang besar telah sulit diperoleh seiring berkembangnya kehidupan manusia. Salah satu upaya

Melalui penelitian ini diharapkan dapat menemukan pengaruh letak sambungan finger joint terhadap perilaku lentur balok, perbandingan nilai modulus penampang balok laminasi dengan finger joint terhadap balok laminasi tanpa finger joint dan rasio penurunan kapasitas momen balok laminasi akibat adanya finger joint.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah

a. Mengetahui pengaruh letak finger joint terhadap perilaku lentur balok laminasi.

b. Membandingkan nilai modulus penampang balok laminasi dengan finger joint terhadap balok laminasi tanpa finger joint.

c. Memprediksi nilai rasio penurunan kapasitas momen balok laminasi akibat adanya finger joint.

1.4 Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat seperti:

a. Memperoleh data berupa kapasitas momen balok laminasi dengan variasi finger joint yang dapat berguna dalam pembuatan balok laminasi.

b. Menjadi dasar penelitian selanjutnya.

1.5 Batasan Penelitian

Untuk mencapai tujuan penelitian yang sesuai maka penelitian ini memiliki batasan-batasan sebagai berikut:

a. Ukuran lamina dengan dimensi 50 x 15 x 1600 mm.

b. Jumlah lapisan balok laminasi adalah lima lapis.

c. Kuat lentur yang diteliti adalah kuat lentur murni.

d. Jenis sambungan yang digunakan adalah finger joint.

e. Letak finger joint berada di tengah bentang dengan variasi jumlah lapisan.

f. Jenis perekat yang digunakan adalah Poly Urethane (PU).

1.6 Keaslian Penulisan

Penelitian yang dilakukan oleh Endah Safitri dan Purnawan Gunawan (2010) dengan judul “Pengujian Sambungan Finger Joint untuk Mengkaji Kuat Lentur pada Balok Kayu” dilakukan dengan metode Penelitian yang dilakukan oleh Endah Safitri dan Purnawan Gunawan (2010) dengan judul “Pengujian Sambungan Finger Joint untuk Mengkaji Kuat Lentur pada Balok Kayu” dilakukan dengan metode

Penelitian yang dilakukan penyusun untuk mengetahui pengaruh sambungan finger joint dengan variasi jumlah lapisan pada balok laminasi lima lapis. Pengujian kuat lentur balok laminasi menggunakan metode third point loading dengan jenis kayu Mindi (Melia azedarach).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Kayu

Kayu merupakan salah satu bahan konstruksi yang berasal dari tumbuhan dan telah digunakan sejak zaman dahulu. Bahan kayu merupakan bahan konstruksi yang dapat langsung digunakan meskipun langsung berupa batang pohon. Bahan kayu sebagai bahan bangunan sering digunakan dalam kuda-kuda, kusen, balok, kolom, pintu, dan sebagainya.

Keuntungan kayu sebagai bahan bangunan antara lain adalah

a. Mudah diperoleh karena bahan kayu adalah sumber daya alam yang dapat diperbarui.

b. Harga kayu umumnya relatif murah sebagai bahan bangunan.

c. Bahan kayu mudah dikerjakan tanpa alat berat dan tidak membutuhkan keahlian khusus dalam pengerjaan kayu.

d. Bahan kayu merupakan bahan isolasi panas sehingga dalam rumah kayu akan terasa sejuk dan nyaman.

e. Bahan kayu tahan terhadap serangan bahan kimia dan bukan bahan yang korosif.

f. Bahan kayu merupakan bahan yang ringan sehingga dalam bila digunakan dalam konstruksi rumah tahan gempa sangat menguntungkan dalam mengurangi berat bangunan sendiri.

g. Bahan kayu memiliki nilai estetika yang cukup tinggi dengan menampilkan tekstur kayu yang beragam dan sangat indah.

h. Rasio perbandingan berat jenis dan kuat tekan bahan kayu lebih tinggi dibandingkan dengan bahan konstruksi lainnya.

Kerugian kayu sebagai bahan bangunan sebagai berikut

a. Bahan kayu merupakan bahan yang mudah terbakar.

b. Sifat bahan kayu dalam satu batang pohon sangat beragam sehingga membutuhkan perancangan yang cermat.

c. Kekuatan dan keawetan setiap bahan kayu berbeda-beda sesuai dengan jenis dan umur pohonnya.

d. Membutuhkan perawatan dan pengawetan secara berkala karena dapat dimakan oleh serangga seperti rayap, bubuk, dan kumbang.

e. Bahan kayu adalah bahan yang higroskopis sehingga akan selalu mengalami penyusutan dan pengembangan akibat kadar air yang berbeda sehingga dimensi kayu selalu berubah.

f. Bahan kayu selalu memiliki cacat seperti mata kayu, lubang, busuk, dan sebagainya.

2.2 Teknologi Laminasi

Teknologi laminasi adalah teknologi perekatan beberapa papan kayu yang memiliki ketebalan 20 sampai dengan 45 mm dengan bahan perekat tertentu dan tekanan tertentu (Awaludin, 2002). Penggunaan teknologi laminasi telah umum digunakan sejak lama. Keunggulan Teknologi laminasi adalah teknologi perekatan beberapa papan kayu yang memiliki ketebalan 20 sampai dengan 45 mm dengan bahan perekat tertentu dan tekanan tertentu (Awaludin, 2002). Penggunaan teknologi laminasi telah umum digunakan sejak lama. Keunggulan

Kebutuhan manusia dalam bidang konstruksi kayu terutama kayu dengan dimensi yang sangat besar mampu dipenuhi dengan teknologi laminasi ini. Melalui teknologi laminasi juga kayu-kayu berdimensi kecil mampu disatukan dan dikembangkan menjadi sebuah elemen struktur yang dapat digunakan. Hal ini membantu mengurangi sisa penggunaan kayu yang banyak terjadi dalam pengerjaan kayu di bidang manapun.

Dalam teknologi laminasi, kunci kekuatan produk laminasi adalah kekuatan perekat. Kekuatan perekat yang digunakan dalam laminasi kayu harus lebih kuat dibandingkan dengan kekuatan kayu tersebut. Bila dalam pengujian kuat geser kayu apabila bagian yang bergeser adalah bidang rekat kayu maka dapat disimpulkan bahwa kinerja perekat gagal. Perkembangan teknologi laminasi juga mendorong perkembangan teknologi perekatan terutama dalam bidang kayu. Penggunaaan teknologi laminasi membutuhkan kecermatan dalam pemilihan jenis kayu dan jenis perekat yang sesuai. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang optimal.

2.3 Glued-Laminated Lumber (Glulam)

Glulam atau balok laminasi adalah produk kayu yang terdiri dari balok-balok kecil yang dilaminasi dengan bahan perekat sehingga memperoleh balok laminasi yang memiliki dimensi lebih besar (Somayaji, 2001). Balok laminasi dapat difabrikasi dalam berbagai bentuk dan ukuran sehingga hal ini memberikan keuntungan bagi balok laminasi yang dapat dibentuk sesuai dengan arsitektural yang rumit sekalipun. Penggunaan balok laminasi sebagai sebagai bahan struktural masih jarang digunakan di dalam Indonesia karena teknologi ini masih kurang populer di kalangan masyarakat.

Menurut Moody & Hernandez (1997) beberapa kelebihan balok laminasi dibanding balok tanpa laminasi adalah sebagai berikut:  Ukuran

Balok laminasi dapat digunakan untuk memproduksi balok dengan ukuran yang lebih besar dari balok tanpa laminasi. Hal ini memberikan keunggulan tersendiri bagi balok laminasi dalam bidang konstruksi mengingat kebutuhan terhadap komponen struktural yang kuat semakin besar. Dengan teknologi laminasi pada balok kayu memberikan kemudahan dalam bidang konstruksi dalam menentukan dimensi besar yang diinginkan.

 Kebebasan desain arsitektural Keindahan alami dari kayu mampu memberikan keindahan pada sisi

arsitektural sehingga pemilihan kayu sebagai bahan kostruksi juga arsitektural sehingga pemilihan kayu sebagai bahan kostruksi juga

 Kualitas lamina Balok-balok kecil yang akan direkatkan menjadi satu balok laminasi

disebut lamina. Pada pabrik balok laminasi sebelum proses perekatan akan dilakukan pengeringan kayu lamina dengan kelembaban standar 10-15 % dan dipilah kayu-kayu yang memiliki cacat kayu seperti retak, mata kayu, dan lain-lain. Hal ini dilakukan untuk memperoleh kayu lamina yang seragam sehingga hasil kayu laminasi yang diproduksi dapat maksimal.

 Luas penampang yang bervariasi Teknologi laminasi kayu mampu menghasil sebuah balok kayu dengan luas penampang yang bervariatif sesuai kebutuhan. Sebagai contoh pada balok laminasi dengan bentang panjang, pada bagian tengah memiliki luas penampang lebih tebal dibanding dengan pada bagian kedua ujungnya. Hal ini karena bagian tengah bentang harus memiliki kuat lentur yang lebih besar dibanding kedua ujungnya.

 Efisiensi penggunaan Jenis kayu yang digunakan dalam teknologi laminasi kayu ini dapat

beragam jenis dan kualitas. Dengan penempatan yang tepat dapat dilakukan efisiensi dalam produksi balok laminasi. Misalkan untuk jenis kayu lamina yang memiliki kualitas bagus dapat ditempatkan pada bagian struktural yang memiliki tegangan tinggi pada balok laminasi seperti pada bagian tengah bentang atau tepi atas dan bawah balok laminasi.

 Ramah lingkungan Berbagai macam bahan konstruksi seperti kayu, beton, baja, dan

lainnya yang telah didiskusikan hingga saat kini menyimpulkan bahwa kayu merupakan bahan konstruksi yang dapat diperbaharui, membutuhkan energi yang sedikit untuk memproduksinya, kemmpuan menyerap karbon yang relatif tinggi, dan mampu digunakan kembali dalam berbagai macam hal. Kayu pada akhirnya menjadi salah satu alternatif dalam bidang konstruksi sebagai bahan yang ramah lingkungan.

Kekurangan pada teknologi laminasi adalah sebagai berikut:  Biaya produksi Proses produksi kayu laminasi membutuhkan biaya yang lebih besar

dibandingkan dengan kayu gergajian. Hal ini dikarenakan kualitas kayu laminasi yang lebih diperhatikan dibanding dengan kayu gergajian yang tidak seragam meski dalam satu balok kayu. Biaya dibandingkan dengan kayu gergajian. Hal ini dikarenakan kualitas kayu laminasi yang lebih diperhatikan dibanding dengan kayu gergajian yang tidak seragam meski dalam satu balok kayu. Biaya

 Tenaga ahli Dalam produksi kayu laminasi membutuhkan tenaga ahli yang lebih banyak dibanding dalam memproduksi kayu gergajian. Hal ini

disebabkan proses produksi kayu laminasi yang lebih banyak dibandingkan dengan produksi kayu gergajian. Pengetahuan dan keahlian tenaga kerja produksi kayu laminasi juga sangat dibutuhkan.

2.4 Kayu Mindi

Kayu Mindi yang memiliki nama ilmiah Melia azedarach memiliki beberapa nama di berbagai daerah di Indonesia. Nama daerah kayu Mindi adalah geringging, mementin, mindi (Jawa), jempinis(NTB), belile, bere, embora, kemel, lamoa, lemua, menga, mera (NTT). Tanaman Mindi tersebar di seluruh Jawa, Bali, NTB, dan NTT (jenis-kayu-komersial- indonesia-mindi, 2010)

Tanaman Mindi merupakan jenis tanaman yang cepat tumbuh dan habitat berada pada dataran rendah hingga tinggi dengan ketinggian 0 - 1200 m di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata per tahun 600

– 2000 mm, dan dapat tumbuh di berbagai tipe tanah. Pohon Mindi dapat mencapai ketinggian 45 m dengan panjang cabang bebas 8 - 20 m dan – 2000 mm, dan dapat tumbuh di berbagai tipe tanah. Pohon Mindi dapat mencapai ketinggian 45 m dengan panjang cabang bebas 8 - 20 m dan

Gambar 4. Pohon Mindi. (Sumber: www.ufrgs.br)

Gambar 5. Bentuk daun pohon Mindi. (Sumber: www.ibiblio.org)

2.5 Kadar air

Kadar air (moisture content) adalah jumlah air yang terkandung dalam kayu dinyatakan dalam prosentase berat kering tanur kayu (Prawirohatmodjo, 2001). Kadar air kayu yang berada di bawah titik jenuh Kadar air (moisture content) adalah jumlah air yang terkandung dalam kayu dinyatakan dalam prosentase berat kering tanur kayu (Prawirohatmodjo, 2001). Kadar air kayu yang berada di bawah titik jenuh

Perbedaan kadar air dalam kayu yang cukup tinggi akan mempercepat proses penguapan air dari kayu. Proses ini akan berlangsung terus-menerus hingga mengakibatkan penumpukan bahan ekstraktif di permukaan kayu, sehingga apabila proses perekatan dikerjakan akan menghasilkan keteguhan rekat yang rendah atau bahkan gagal (Prayitno, 1996).

2.6 Berat Jenis (Specific Gravity)

Berat jenis adalah perbandingan antara kerapatan suatu material dengan kerapatan material standar pada suhu tertentu (Prawirohatmodjo, 2001). Pada umumnya berat jenis disebut specific gravity dan tanpa satuan. Material standar yang digunakan umumnya air destilasi dengan suhu 40 ⁰C dengan kerapatan 1 gr/cm 3 . Berat jenis kayu umumnya dipengaruhi oleh

ukuran sel, ketebalan dinding sel, dan jumlah sel. Kayu Mindi yang umumnya berwarna putih kemerahan hingga merah kecoklatan ini memiliki berat jenis antara 0,5 – 0,65 dengan rerata 0,53 dengan kelas kuat termasuk dalam III-II dan kelas awet IV-V sesuai standard PPKI (jenis-kayu-komersial-indonesia-mindi, 2010). Menurut

Martawijaya et al (1989) juga bahwa kayu Mindi termasuk dalam kayu kelas menengah dengan berat jenis sebesar 0,53 dengan kelas kuat III-II.

2.7 Kuat lentur statis

Kuat lentur statis adalah kemampuan kayu untuk menahan beban tegak lurus kayu memanjang serat di tengah-tengah balok yang memiliki dua tumpuan di kedua ujung balok kayu (Haygreen & Bowyer, 1982). Kekuatan lentur statis ada dua macam yaitu MOE (Modulus of Elasticity) dan MOR (Modulus of Rupture). MOE adalah nilai kemampuan kayu dalam menahan lenturan akibat gaya yang bekerja di tengah-tengah kayu dengan tumpuan pada kedua ujung balok. MOR adalah tegangan patah kayu saat menerima beban maksimum. Martawijaya et al (1989) menyatakan bahwa kayu Mindi memiliki MOE sebesar 8200 MPa dan MOR sebesar 54,8 MPa.

2.8 Macam Sambungan Kayu

Berbagai macam metode sambungan dalam teknik sambungan kayu telah dikembangkan saat ini. Metode yang ada sangat bervariasi dan dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan. Kekuatan sambungan kayu diperoleh dari jenis ikatan sambungan yang ada dan juga kekuatan perekat yang digunakan. Berikut adalah beberapa sambungan kayu yang umum digunakan dalam teknik sambungan kayu.

a. Sambungan tegak (butt joint)

Sambungan tegak adalah sambungan dengan dua permukaan bilah rata dan direkatkan kedua ujungnya.

Gambar 6. Sambungan tegak.

b. Sambungan jari (finger joint)

Sambungan jari adalah sambungan yang memiliki bilah berbentuk jari-jari runcing yang direkatkan dan memiliki kekuatan ikat dari jari- jari yang terbentuk.

Gambar 7. Sambungan jari.

c. Sambungan miring (scarf joint)

Sambungan yang memiliki bilah miring untuk mendapatkan luas rekatan yang lebih besar.

Gambar 8. Sambungan miring.

d. Sambungan lidah dan alur (tongue and groove joint)

Sambungan yang berbentuk lidah pada bagian ujungnya. Sambungan ini umumnya digunakan dalam sambungan penutup lantai atau langit- langit, panel kayu, dan sebagainya.

Gambar 9. Sambungan lidah dan alur.

e. Sambungan bangku (desk joint)

Sambungan ini memiliki bentuk sambungan seperti tangga atau bangku yang umumnya digunakan dalam penyambungan papan kayu.

Gambar 10. Sambungan bangku.

2.9 Pengempaan

Dalam pembuatan balok laminasi maupun produk laminasi kayu lainnya membutuhkan proses pengempaan sehingga hasil yang diperoleh optimal. Dalam Pengolahan Papan Partikel (2011) menyebutkan bahwa tujuan pengempaan adalah sebagai berikut

a. Membantu pemerataan perekat terhadap luas rekat kayu.

b. Membantu proses penembusan perekat terhadap pori-pori permukaan kayu yang direkatkan.

c. Menahan kayu dengan tekanan yang sesuai sehingga permukaan kayu

yang direkatkan tidak terpisah sebelum perekat mengering.

d. Meningkatkan kerapatan kayu laminasi sehingga ikatan antara perekat dan kayu menjadi kuat. Proses pengempaan dibagi menjadi tiga sistem berdasarkan suhu pengerjaan yaitu d. Meningkatkan kerapatan kayu laminasi sehingga ikatan antara perekat dan kayu menjadi kuat. Proses pengempaan dibagi menjadi tiga sistem berdasarkan suhu pengerjaan yaitu

b. Pengempaan dingin Pengempaan dingin adalah proses pengempaan yang dilakukan dalam keadaan suhu dingin atau suhu kamar. Sistem kempa dingin ini dapat digunakan sebagai pengempaan permulaan sebelum dimulai pengempaan panas. Pengempaan dingin juga merupakan tahap akhir dari proses pematangan perekat setelah pengempaan panas selesai. Namun sistem kempa dingin juga dapat langsung diaplikasikan dalam proses pembuatan kayu laminasi. Sistem kempa dingin memerlukan waktu yang lebih panjang sehingga menurunkan kapasitas produksi. Namun biaya produksi menjadi murah bila hanya menggunakan sistem kempa dingin.

c. Pengempaan frekuensi tinggi Pengempaan frekuensi tinggi ini digunakan dalam pabrik laminasi. Sistem kempa ini memerlukan suhu panas saat pengempaan seperti sistem kempa panas. Namun ketika proses pengempaan dilakukan, papan laminasi akan diberi gelombang dengan frekuensi tinggi untuk c. Pengempaan frekuensi tinggi Pengempaan frekuensi tinggi ini digunakan dalam pabrik laminasi. Sistem kempa ini memerlukan suhu panas saat pengempaan seperti sistem kempa panas. Namun ketika proses pengempaan dilakukan, papan laminasi akan diberi gelombang dengan frekuensi tinggi untuk

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengempaan adalah

a. durasi pengempaan,

b. suhu pengempaan,

c. tekanan pengempaan,

d. metode pengempaan,

e. kecepatan penutupan plat kempa,

f. kadar air dan distribusi perekat dalam kayu.

BAB III LANDASAN TEORI

3.1 Pengujian Kadar Air

Pengujian kadar air kayu mengacu pada peraturan British Standard BS 373:1957 Methods of testing small clear specimens of timber . Kadar air kayu Mindi dihitung pada setiap lamina yang digunakan. Benda uji kadar air diambil dengan ukuran 20 x 20 x 15 mm pada masing-masing lamina kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan temperatur 103±2 ⁰ C . Kadar air dapat dihitung dengan rumus umum sebagai berikut:

Keterangan: MC = kadar air (%)

W b = berat awal (g) W kt = berat kering tanur (g)

3.2 Pengujian Berat Jenis (Specific Gravity)

Pengujian berat jenis kayu mengacu pada peraturan British Standard BS 373:1957 Methods of testing small clear specimens of timber . Benda uji dengan ukuran 20 x 20 x 15 mm dimasukkan ke dalam oven dengan temperatur 103±2 ⁰ C sampai benda uji mencapai berat kering tanur. Berat jenis kayu dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut

Keterangan: BJ

= berat jenis W kt = berat kering tanur (g)

V 3 ku = volume kering udara (cm ) γ air = kerapatan air 1 (gr/cm 3 )

3.3 Pengujian Kuat Lentur Kayu Bebas Cacat

Pengujian kuat lentur kayu bebas cacat ini bertujuan untuk memperoleh nilai MOR dan MOE kayu Mindi. Pengujian menggunakan peraturan Bristish Standards BS 373:1957 Methods od Testing Small Clear Specimens of Timber . Benda uji memiliki dimensi 20 x 20 x 300 mm dengan bentang efektif adalah 280 mm. Pengujian dengan metode one point loading dengan beban satu titik di tengah bentang dan jarak antartumpuan sebesar 280 mm. Berikut persamaan perhitungan MOR dan MOE :

Keterangan: MOR = Modulus of Rupture (MPa) MOE = Modulus of Elasticity (MPa) P maks = beban maksimum (N)

P’ = beban pada batas proporsional (N) diambil 0,1 P ≤ P’ ≤ 0,4 P Δ’

= lendutan pada batas proporsional (mm)

b = lebar penampang (mm)

h = tebal penampang (mm)

Gambar 11. Skema pengujian one point loading. (Sumber BS 373:1957).

3.4 Pengujian Kuat Lentur Balok Struktural

Standar pengujian kuat lentur balok laminasi menggunakan SNI 03-3975-1995 Metode Pengujian Kuat Lentur Kayu Konstruksi Berukuran Struktural. Kuat lentur benda uji dihitung dengan persamaan berikut:

Keterangan:

a = jarak antara beban titik dan tumpuan terdekat (mm)

2 w 3 = momen tahanan 1/6bh (mm )

3.5 Defleksi Balok

Dalam Gere & Timoshenko (2000) menjelaskan rumus singkat mengenai defleksi maksimum yang dapat dicapai dengan berbagai perilaku pembebanan. Salah satu pembebanan adalah third point loading dengan persamaan umum sebagai berikut:

½P

½P

Gambar 12. Skema pengujian third point loading.

bila maka

Keterangan : Δ maks = defleksi maksimum (mm) L

= bentang antartumpuan (mm)

E = modulus elastisitas bahan (MPa)

I 4 = momen inersia (mm )

3.6 Modulus Penampang

Modulus penampang yang dimaksud adalah modulus penampang elastis bahan. Modulus penampang merupakan nilai perbandingan antara momen inersia terhadap jarak sumbu netral hingga sisi terjauh suatu penampang.

(8)

Keterangan: M

= momen lentur (Nmm) y

= jarak sisi terjauh terhadap sumbu netral penampang (mm) S 3 = modulus penampang (mm )

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Bagan Alir

Setelah memilih kayu Mindi yang akan digunakan untuk pembuatan balok laminasi, pengujian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui berat jenis, kadar air, MOR dan MOE kayu Mindi kemudian dilanjutkan dengan pembuatan benda uji. Pengujian benda uji dilakukan untuk mengetahui nilai kapasitas momen eksperimen pada masing-masing jenis balok laminasi sehingga dapat digunakan untuk memprediksi penurunan kapasitas momen balok laminasi akibat penambahan sambungan finger joint. Bagan alir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 13. Bagan alir penelitian.

Bahan dan Alat Pengujian

Bahan balok yang digunakan adalah kayu Mindi dengan tebal lamina 15 mm dengan total tebal balok laminasi adalah 5 x 15 mm = 75 mm. Dalam SNI 03-3975-1995 disebutkan bahwa benda uji harus memiliki panjang minimal 20 kali tinggi nominal penampang benda uji yaitu 1500 mm.

Panjang total benda uji ditentukan dengan persamaan berikut

Keterangan: l tot = panjang total benda uji (mm)

h = tinggi penampang benda uji (mm)

Mulai

Studi Pustaka

Pemilihan Kayu Pengujian

Pendahuluan

Pengujian Kuat Lentur Pengujian Kadar Air

Pengujian Berat Jenis

Kayu Bebas Cacat

Pembelahan

Penyerutan

Pemotongan Pengempaan Finger

Pembuatan Finger Joint Pelaburan Perekat

Joint

Pengempaan Benda Uji

Pengujian Benda Uji

Analisis dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 13. Bagan alir penelitian.

Bahan perekat yang digunakan adalah Poly Urethane (PU) yang memiliki assemble time selama 10 menit. Alat pengujian yang digunakan adalah

a. Alat pada proses laminasi balok adalah meteran, kaliper, spidol, penjepit papan, mesin gergaji kayu, mesin penyerut, alat kempa, kuas.

b. Alat pada pengujian kuat lentur adalah kaliper, data logger, dial gauge , papan kaca, resin perekat papan kaca, batang tumpuan , batang besi, batang tumpuan beban, mesin uji lentur.

Gambar 14. Skema benda uji PKL 015 & PKL 025.

Gambar 15. Skema benda uji PKL 215 & PKL 225.

Gambar 16. Skema benda uji PKL 315 & PKL 325.

Tabel 1. Keterangan penggunaan kode benda uji.

Sketsa gambar Kode Benda Uji Keterangan

Gambar 14.

PKL 015

0 = tanpa sambungan

5 = jumlah lapisan Gambar 15.

PKL 025

PKL 215

2 = dua sambungan

5 = jumlah lapisan Gambar 16.

PKL 225

PKL 315

3 = tiga sambungan

PKL 325

5 = jumlah lapisan

4.2 Waktu dan Tempat Pengujian

Penelitian dimulai dari bulan Maret 2012 hingga Juni 2012 di Laboratorium Struktur Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.

4.3 Pengujian Pendahuluan

Pengujian pendahuluan dimaksudkan untuk memperoleh data-data awal untuk kadar air kayu tiap lamina, berat jenis kayu tiap lamina, nilai MOR dan MOE kayu Mindi.

4.3.1 Uji Kadar Air

Pengujian kadar air menggunakan peraturan British Standards BS 373:1957. Prosedur pelaksanaan adalah sebagai berikut:

a. Benda uji diambil dari lamina kayu Mindi dengan ukuran 20 x 20 x

15 mm dengan menggunakan mesin potong.

b. Berat benda uji diukur dengan timbangan kemudian dicatat.

c. Benda uji dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 103±2⁰C dan ditunggu selama 24 jam.

d. Benda uji dikeluarkan dari oven dan diukur berat kering benda uji kemudian dicatat.

e. Kadar air benda uji adalah perbandingan selisih berat dengan berat kering terhadap berat kering benda uji. Nilai kadar air dalam bentuk persen (%).

4.3.2 Uji Berat Jenis

Pengujian berat jenis menggunakan peraturan British Standards BS 373:1957. Prosedur pengujian adalah sebagai berikut:

a. Benda uji diambil dari lamina kayu Mindi dengan ukuran 20 x 20 x

15 mm dengan menggunakan mesin potong.

b. Benda uji dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 103±2⁰C dan ditunggu selama 24 jam.

c. Benda uji dikeluarkan dari oven dan diukur berat kering benda uji kemudian dicatat.

d. Kerapatan benda uji adalah hasil perbandingan berat kering tanur dengan volume kering udara benda uji.

e. Berat jenis benda uji adalah hasil perbandingan kerapatan benda uji terhadap kerapatan air (1 gr/cm 3 ).

4.3.3 Uji Kuat Lentur Kayu Bebas Cacat

Pengujian kuat lentur kayu bebas cacat untuk memperoleh nilai MOR dan MOE kayu Mindi mengacu pada peraturan British Standards BS 373:1957. Metode pengujian menggunakan one point loading methods sesuai dengan cara dalam British Standards. Prosedur pengujian adalah sebagai berikut:

a. Benda uji dipotong menjadi berdimensi 20 x 20 x 300 mm menggunakan mesin potong.

b. Benda uji dipasang pada mesin uji lentur dengan jarak tumpuan sebesar 280 mm.

c. Beban diletakkan di tengah bentang yaitu 140 mm dari tumpuan terdekat.

d. Dial gauge untuk menghitung defleksi balok yang terjadi dipasang di tengah bentang.

e. Defleksi balok yang terjadi selama pembebanan dicatat hingga benda uji mengalami gagal.

4.4 Prosedur Pembuatan Benda Uji

4.4.1 Pemilihan

Kayu yang dipilih adalah kayu yang memiliki paling sedikit cacat dan dalam peraturan SNI mengizinkan kayu struktural yang memiliki cacat untuk diuji sesuai prosedur dalam SNI.

4.4.2 Pembelahan

Balok Mindi yang berukuran 40 x 60 mm dan 80 x 120 mm dibelah menggunakan mesin pembelah yaitu gergaji listrik menjadi berukuran 20 x

60 mm.

Gambar 17. Proses pembelahan kayu Mindi.

4.4.3 Penyerutan

Lamina yang berukuran 20 x 60 mm kemudian diserut menggunakan alat planner kayu sehingga diperoleh lamina berdimensi 15 x 50 mm dan permukaan lamina yang halus.

4.4.4 Pemotongan

Panjang lamina yang rata 2000 mm dipotong menjadi berukuran 1600 mm sehingga panjang lamina sesuai dengan syarat dimensi pengujian lentur balok struktural. Lamina yang akan dibuat sambungan finger joint dipotong dua sebelum dijadikan ukuran panjang 1600 mm. Hal tersebut bertujuan untuk mengantisipasi kesalahan pada pembuatan sambungan finger joint .

Gambar 18. Proses pemotongan benda uji.

4.4.5 Pembuatan Finger Joint

Pembuatan sambungan finger joint menggunakan mesin potong yang dapat digunakan sebagai alat pembuatan sambungan finger joint. Mata pisau finger joint dipasang kemudian diambil beberapa kayu yang tidak digunakan untuk uji coba pembuatan finger joint. Proses pengaturan mata pisau memakan waktu kurang lebih 4 jam.

Gambar 19. Proses pembuatan finger joint.

4.4.6 Pengempaan Finger Joint

Lamina yang telah memiliki finger joint direkatkan dengan perekat Poly Urethane yang kemudian dikempa antara ujung lamina untuk memberikan tekanan kempa pada sambungan finger joint yang sedang dalam proses perekatan. Tekanan kempa yang diberikan secukupnya akibat sulit mengempa dengan tekanan tertentu tanpa alat yang memadai.

4.4.7 Pelaburan Perekat

Proses perekatan dimulai dengan membasahi permukaan lamina sehingga kadar air pada permukaan lamina meningkat. Hal ini dilakukan karena sifat perekat yang membutuhkan kadar air minimal 18% agar dapat bekerja dengan baik.

Jumlah perekat yang dilaburi untuk empat benda uji pertama adalah 300 gram dengan besar luas permukaan labur adalah 12800 cm 2 sehingga

jumlah labur yang digunakan adalah 0,0235 gr/cm 2 . Namun jumlah labur yang digunakan dinilai tidak mencukupi kebutuhan laminasi. Pada

pelaburan yang kedua terhadap benda uji PKL 015 & PKL 025 digunakan perekat sebanyak 300 gram untuk dua benda uji tersebut dengan jumlah

labur 0,047 gr/cm 2 .

Proses pelaburan perekat dilakukan dengna cara menuangkan perekat pada permukaan lamina yang dapat dilihat pada Gambar 20. Proses pelaburan perekat pada benda uji. Bentuk alur pelaburan dibuat zig- zag tanpa diratakan menggunakan alat bantu sehingga tekanan kempa yang akan meratakan sendiri penyebaran perekat serta menghemat waktu pelaburan.

Gambar 20. Proses pelaburan perekat pada benda uji.

4.4.8 Pengempaan Benda Uji

Pengempaan benda uji dilakukan dengan memberikan beban sebesar 10,8 kg/cm 2 atau 1 MPa yang diperoleh dari rumus empiris berat

jenis dikali dengan 20 yang berasal dari pabrik perekat tersebut. Namun dalam pelaksanaan terjadi kesalahan pada alat pembaca tekanan ketika

dikempa yang berakibat tekanan kempa hanya 10,8 kg dimana 10,8 kg/cm 2 yang dibutuhkan. Bila 10,8 kg/cm 2 diubah ke satuan kg maka beban yang

dibutuhkan adalah sebesar 8640 kg atau 86,4 kN namun dalam pelaksanaan adalah sebesar 10,8 kg.

Pengempaan dua benda uji pertama yaitu PKL 215 & PKL 225 dilakukan menggunakan alat kompres atau alat kempa. Dua benda uji berikutnya yaitu PKL 315 & PKL 325 dilakukan dengan cara membebani Pengempaan dua benda uji pertama yaitu PKL 215 & PKL 225 dilakukan menggunakan alat kompres atau alat kempa. Dua benda uji berikutnya yaitu PKL 315 & PKL 325 dilakukan dengan cara membebani

Gambar 21. Proses pengempaan balok laminasi.

4.5 Prosedur Pengujian Kuat Lentur Benda Uji

Pengujian kuat lentur balok laminasi menggunakan standard SNI 03-3975-1995 Metode Pengujian Kuat Lentur Kayu Konstruksi Berukuran Struktural. Prosedur pengujian diuraikan sebagai berikut:

a. Benda uji ditumpu di atas tumpuan sendi dan tumpuan rol, yang terbuat dari baja dengan jarak antartumpuan 1350 mm.

b. Benda uji diletakkan pada posisi sumbu kuat dan dibebani secara third point loading atau dengan dua beban titik pada panjang bentangnya b. Benda uji diletakkan pada posisi sumbu kuat dan dibebani secara third point loading atau dengan dua beban titik pada panjang bentangnya

c. Panjang bentang total L sama dengan 18 kali tinggi nominal penampang benda uji yaitu 1350 mm.

P/2

P/2

a=1/3L

1/3 L

a=1/3L

LVDT

L ≥ 18h

Gambar 22. Skema pengujian lentur third point loading.

(Merujuk pada SNI 03-3975-1995)

d. Sepotong pelat baja dengan panjang tidak melebihi setengah tinggi benda uji dan tebal tidak kurang dari 13 mm dapat disisipkan antara permukaan benda uji dan ujung penekan dari mesin uji, demikian juga pada sisi bawah balok di titik tumpuan, untuk mengurangi terjadinya lekukan pada sisi yang tertekan.

e. Lendutan diukur ditengah bentang dan alat ukur lendut dipasang di tengah tinggi sisi balok.

f. Beban diberikan sampai balok laminasi mengalami kerusakan dan dilakukan pencatatan beban dan defleksi yang terjadi.

Gambar 23. Data Logger untuk mengukur besar

tekanan dan lendutan yang terjadi.

Gambar 24. Pemasangan LVDT pada mesin uji lentur.

Gambar 25. Posisi pembebanan third point loading pada pengujian lentur balok laminasi.

Gambar 26. Proses pembebanan pada pengujian lentur balok laminasi.

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengujian Pendahuluan

5.1.1 Hasil Pengujian Kadar Air dan Berat Jenis

Berat Jenis Per Lamina

(g 0,55 n is 0,50

Gambar 27. Data berat jenis setiap lamina.

Kadar Air Per Lamina

Gambar 28. Data kadar air setiap lamina.

Hasil pengujian berat jenis dan kadar air kayu Mindi pada Gambar

27. Data berat jenis setiap lamina dan Gambar 28. Data kadar air setiap lamina terhadap 30 buah sampel memberikan kesimpulan bahwa hasil rerata dari seluruh berat jenis yang diperoleh adalah 0,54 dan hasil rerata dari kadar air seluruh sampel adalah 13 %.

Pengujian kadar air terhadap 30 buah sampel bertujuan untuk melihat kadar air masing-masing lamina untuk memenuhi batas kadar air pada pembuatan balok laminasi. Dalam Moody & Hernandez (1997) mengatakan bahwa kadar air yang disyaratkan dalam pembuatan balok laminasi adalah 10-15% sehingga lamina yang ada memenuhi persyaratan untuk pembuatan balok laminasi tanpa pengeringan terlebih dahulu. Perbedaan kadar air antarlamina juga tidak boleh melebihi 5% untuk menghasilkan balok laminasi yang ideal.Dalam Martawijaya et al (1989) menyatakan bahwa berat jenis kayu Mindi adalah 0,53 sehingga berbeda 0,01 dari hasil percobaan namun perbedaan yang ada sangat kecil.

5.1.2 Hasil Pengujian Kuat Lentur Kayu Bebas Cacat

Hasil pengujian kuat lentur kayu bebas cacat menghasilkan beberapa perilaku yang berbeda dari enam benda uji. Hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 29 .Grafik hubungan beban dan lendutan pada masing-masing benda uji. Data benda uji ke enam tidak dapat digunakan dalam perhitungan MOR dan MOE karena terdapat cacat pada bagian tengah benda uji sehingga benda uji enam tidak memenuhi syarat dalam British Standards BS 373:1957 untuk dilakukan pengujian.

Berdasarkan peraturan British Standards BS 373:1957 untuk memperoleh nilai MOR dan MOE menggunakan persamaan ( 3 ) dan ( 4 ). Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil pengujian MOR dan MOE kayu Mindi berdasarkan British Standard BS 373:1957 di bawah ini.

Dari hasil pengujian diperoleh nilai MOR sebesar 73,50 MPa dan MOE sebesar 9432,50 MPa.

Hasil grafik pada Gambar 29. Grafik hubungan beban dan lendutan pada masing-masing benda uji memperlihatkan perilaku lendutan yang berbeda-beda. Grafik yang sesuai dengan syarat kegagalan yang diharapkan adalah pada benda uji tiga sedangkan pada benda uji lain seperti benda uji tujuh memperlihatkan penurunan beban setelah mencapai beban maksimum kemudian terjadi kenaikan beban kembali. Hal ini disebabkan oleh kondisi penempatan dial gauge yang terpengaruh oleh getaran yang terjadi ketika benda uji mengalami kegagalan.

Tabel 2. Hasil pengujian MOR dan MOE kayu Mindi berdasarkan British Standard BS 373:1957

600 500 Δ ' (mm) 2 2 2 2 2 2

MOR (MPa)

MOE (MPa)

MOR rerata (MPa)

MOE rerata (MPa)

Benda Uji 1 Benda Uji 2

Lendutan (mm) Lendutan (mm)

Benda Uji 4 Benda Uji 3

Lendutan (mm) Lendutan (mm)

Benda Uji 5 Benda Uji 7

N) ( 1200 ( n

Lendutan (mm) Lendutan (mm)

Gambar 29. Grafik hubungan beban dan lendutan pada masing-masing benda uji.

5.2 Hasil Pengujian Kuat Lentur Balok Laminasi

Grafik Hubungan Beban terhadap Lendutan PKL 015 & PKL 025

Lendutan (mm)

Gambar 30. Grafik hubungan beban terhadap lendutan PKL 015 & PKL 025.

Grafik Hubungan Beban terhadap Lendutan PKL 215 & PKL 225

Lendutan (mm)

Gambar 31. Grafik hubungan beban terhadap lendutan PKL 215 & PKL 225.

Grafik Hubungan Beban terhadap Lendutan PKL 315 & PKL 325

Lendutan (mm)

Gambar 32. Grafik hubungan beban terhadap lendutan PKL 315 & PKL 325.

Pada Gambar 30. Grafik hubungan beban terhadap lendutan PKL 015 & PKL 025 dapat dilihat bahwa benda uji PKL 015 & 025 mencapai beban maksimum setelah kegagalan. Kegagalan pertama hanya terjadi pada balok laminasi lapisan terbawah sehingga benda uji tidak kehilangan kekuatan setalah kegagalan pertama. Perilaku balok yang terjadi diakibatkan tidak adanya sambungan finger joint yang melemahkan kekuatan balok sehingga balok mampu mencapai beban maksimum di awal kegagalan.

Pada Gambar 31. Grafik hubungan beban terhadap lendutan PKL 215 & PKL 225 benda uji mencapai beban maksimum setelah mengalami beberapa kegagalan di awal pengujian. Kegagalan geser terjadi pada antarlapisan lamina pada bagian lapis terbawah kemudian diikuti oleh kegagalan geser pada sambungan finger joint. Benda uji tidak runtuh Pada Gambar 31. Grafik hubungan beban terhadap lendutan PKL 215 & PKL 225 benda uji mencapai beban maksimum setelah mengalami beberapa kegagalan di awal pengujian. Kegagalan geser terjadi pada antarlapisan lamina pada bagian lapis terbawah kemudian diikuti oleh kegagalan geser pada sambungan finger joint. Benda uji tidak runtuh