Metode Penghitungan Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif Tahun 2011-2016
2.3 Metode Penghitungan Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif Tahun 2011-2016
1. Perbedaan Sakernas antara Tahun 2011–2015 dengan 2016
a. KBLI (Klasiikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) yang digunakan
• KBLI yang menjadi dasar pengelompokkan Ekonomi Kreatif adalah KBLI 2015 yang baru digunakan pada Sakernas 2016. Sedangkan Sakernas 2011 – 2015 menggunakan KBLI 2009.
Untuk menghitung banyaknya orang yang bekerja di Sektor £
Pengelompokan Ekonomi Kreatif selama periode 2011 – 2016 maka KBLI Ekonomi Kreatif
2009 harus disesuaikan (bridging) dengan KBLI 2015. Selama berdasarkan KBLI proses bridging terdapat beberapa kode dari KBLI2009 yang 2015 tidak terdistrisbusi ke satu kode ataupun sebaliknya sehingga harus dilakukan pemecahan secara manual. Proses ini tentu saja memberikan akibat tidak langsung terhadap besaran angka Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif 2011 – 2016. Khususnya tahun 2011-2015 dilakukan bridging dari KBLI 2009 ke KBLI 2015, sementara untuk tahun 2016 sudah menggunakan KBLI 2015 sehingga tidak perlu ada bridging.
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
b. Metodologi Survei • Sakernas merupakan survei yang dirancang khusus untuk
mengumpulkan data yang dapat menggambarkan keadaan umum ketenagakerjaan pada periode pencacahan. Sejak tahun 2011 sampai 2014 Sakernas dilaksanakan secara
£ triwulanan, yakni triwulan I bulan Februari, triwulan II bulan
Mei, triwulan III bulan Agustus (estimasi kabupaten/kota), Sakernas merupakan
dan triwulan IV bulan November. Mulai tahun 2015 sampai survei yang
2016, Sakernas kembali dilaksanakan secara semesteran dirancang khusus
yaitu pada bulan Februari (Semester I) dengan besar sampel untuk menggambar-
sebanyak 50.000 rumah tangga untuk mendapatkan kan keadaan umum
estimasi hingga tingkat provinsi. Sementara itu, Sakernas ketenagakerjaan
Agustus (Semester II) dengan besar sampel sebanyak 200.000 rumah tangga dirancang untuk mendapatkan estimasi ketenagakerjaan nasional, provinsi, dan kabupaten/ kota. Akan tetapi akibat adanya pemotongan anggaran pada tahun 2016, maka sampel Sakernas Agustus yang semula sebesar 200.000 rumah tangga berkurang hanya menjadi 5.000 rumah tangga yang berakibat hasil estimasi yang dilakukan hanya bisa mencakup pada level nasional dan provinsi. Sakernas 2011 – 2014, dan Sakernas 2015 - 2016 menggunakan metodologi yang berbeda.
• Sakernas 2011 – 2014 menggunakan three stage sampling (panel rumah tangga). Kerangka sampel tahap
I yang digunakan adalah daftar wilayah pencacahan (wilcah) SP2011. Kerangka sampel tahap II adalah daftar blok sensus pada setiap wilcah terpilih. Kerangka sampel tahap III adalah daftar rumah tangga biasa. Sampel Blok Sensus (BS) yang digunakan dibagi dalam 7 (tujuh) paket sampel.
• Sakernas 2015 dan 2016 menggunakan two stage- one phase stratiied sampling (panel Blok Sensus). Kerangka sampel tahap I yang digunakan adalah daftar wilayah pencacahan (wilcah) SP2011. Kerangka sampel tahap II adalah daftar blok sensus pada setiap wilayah pencacahan terpilih. Sakernas 2015 dan 2016 sudah menggunakan strata lapangan usaha dalam pengambilan sampel.
c. Penimbang • Sakernas 2011 – 2014 menggunakan rasio estimate dalam
menentukan penimbang awal. Sedangkan Sakernas 2015 dan 2016 menggunakan direct estimate.
• Tingginya jumlah penduduk yang bekerja pada tahun 2011 diakibatkan oleh tingginya Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) dari hasil olah cepat SP 2011. Sehingga pada tahun 2014 dilakukan koreksi untuk penimbang semua survei di BPS (termasuk Sakernas) dengan menggunakan penimbang dari hasil proyeksi penduduk tahun 2011 – 2035. Namun backcasting pada data Sakernas dilakukan sampai tahun
14 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
2011. Tahun 2011 kebawah belum bisa di-backcasting dikarenakan data penimbang jumlah penduduk sampai karakteristik yang lebih detil belum tersedia.
• Untuk itu disarankan memakai data tahun 2011 sebagai patokan dasar penghitungan perkembangan ketenagakerjaan ekonomi kreatif bagi perancangan ekonomi kreatif ke depan.
2. Tata Cara Penghitungan Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif. Sumber data yang digunakan dalam penghitungan penduduk
bekerja pada ekonomi kreatif adalah Sakernas 2011-2016. Ekonomi kreatif terdiri dari 16 subsektor yang dibentuk dari 223 kode KBLI 2015. KBLI 2015 baru digunakan pada Sakernas 2016, sedangkan Sakernas 2011-2015 menggunakan KBLI 2009. Dengan demikian
dalam penghitungan penduduk bekerja pada subsektor ekonomi £
kreatif tahun 2011-2015 diperlukan tahapan bridging KBLI terlebih Sumber data yang dahulu sehingga nantinya pada setiap dataset Sakernas memiliki digunakan dalam variabel lapangan usaha pekerjaan utama dengan kode KBLI 2015 penghitungan sebagai dasar pembentukan variabel ekonomi kreatif.
penduduk bekerja pada Ekonomi
a. Tahap I: Bridging KBLI 2009 ke KBLI 2015 Kreatif adalah Bridging KBLI 2009 ke KBLI 2015 (Raw data Sakernas 2011-2016) Sakernas 2011-2016
• Pada raw data Sakernas 2011-2015, ditemukan sebanyak
10 kode KBLI 2009 yang terkorespondensi ke lebih dari satu kode KBLI 2015 sehingga untuk record yang demikian harus dipisahkan untuk kemudian dilakukan identiikasi secara manual dalam penentuan kode KBLI 2015. Setelah semua record telah teridentiikasi, maka langkah selanjutnya adalah melakukan bridging KBLI 2009 ke KBLI 2015.
Tabel 2.1 Contoh Bridging KBLI 2015 ke KBLI 2009
Estimasi pada
Estimasi
Bridging KBLI
No. KBLI
sesuai KBLI
Sakernas
diperlukan untuk
menyesuaikan KBLI yang berbeda-beda
Penjelasan: Jumlah KBLI 2015 (kolom 5) diperoleh dengan membagi habis
secara proporsional record dengan kode-kode ganda (kolom
2) menurut subsektor terkait Setelah identiikasi subsektor kode ganda selesai dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah melakukan tabulasi penduduk bekerja pada ekonomi kreatif dengan menjalankan syntax yang telah disusun.
15
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
b. Tahap II: Pemecahan KBLI 2015 ke dalam sektor Ekonomi kreatif • Pemecahan KBLI 2015 ke dalam sektor ekonomi kreatif
dilakukan dalam rangka memperoleh jumlah tenaga kerja yang masuk ke dalam lapangan usaha di sektor ekonomi kreatif. Pada tahap ini terdapat 14 kode 5 digit KBLI 2015 yang pecah ke dalam beberapa subsektor ekonomi kreatif sehingga perlu ditentukan pada subsektor ekonomi kreatif mana perlu dikelompokkan. Adapun tahapan
pemecahan melalui beberapa tahapan yaitu dengan
mempertimbangkan jenis pekerjaan, pendidikan, status pekerjaan, umur, share PDB, dan indepth study ke pelaku usaha. Berdasarkan kriteria tersebut maka diperoleh pembelahan KBLI 2015 dengan presisi yang lebih baik.
c. Tahap III: Evaluasi Relative Standard Error (RSE) • Tahapan terakhir penghitungan penduduk yang bekerja
di sektor ekonomi kreatif adalah mengevaluasi RSE hasil estimasi. Estimasi yang baik adalah jika RSE lebih kecil dari 25 persen. Berdasarkan hasil tersebut nantinya akan menentukan sampai sejauh mana hasil yang diperoleh dapat diyakini.
• Berdasarkan evaluasi RSE, tiga subsektor yaitu Subsektor
Desain Interior, Desain Komunikasi Visual, dan Desain Produk memiliki RSE yang tinggi. Sehingga untuk memperkecil RSE tiga subsektor tersebut harus digabung menjadi satu. Dengan demikian, pada publikasi ini hanya bisa menampilkan 14 subsektor saja.
PERKEMBANGAN TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
BAB III PERKEMBANGAN TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
3.1 Gambaran Umum Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif
£ 1. Jumlah dan Pertumbuhan Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif Tahun
Jumlah tenaga
2011-2016
kerja Ekonomi Berdasarkan hasil Sakernas tahun 2011-2016, jumlah tenaga kerja Kreatif cenderung ekonomi kreatif cenderung mengalami peningkatan, dengan rata-rata meningkat pertumbuhan sebesar 4,69 persen per tahun. Tenaga kerja ekonomi dengan rata-rata kreatif pada tahun 2011 tercatat sebanyak 13,45 juta orang perlahan pertumbuhan 4,69 terus naik hingga mencapai 16,91 juta orang pada tahun 2016. persen per tahun
Gambar 3.1 Jumlah dan Pertumbuhan Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif di Indonesia, 2011-2016 (juta orang)
Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016
20 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Pembahasan selanjutnya adalah jumlah tenaga kerja ekonomi
kreatif berdasarkan kategori subsektor ekonomi kreatif. Gambar 3.2 £
menampilkan jumlah tenaga kerja di tiga subsektor ekonomi kreatif Jumlah tenaga kerja dengan jumlah tenaga kerja terbanyak, yaitu Subsektor Kuliner, Ekonomi Kreatif Subsektor Fashion, dan Subsektor Kriya. Dari ketiga subsektor ekonomi terbanyak pada kreatif tersebut, Subsektor Kuliner merupakan subsektor dengan tenaga Subsektor Kuliner, kerja terbanyak. Pada tahun 2016, Subsektor Kuliner mampu menyerap Fashion, dan Kriya tenaga kerja sebanyak 7,98 juta orang. Subsektor Fashion, dan Subsektor Kriya mampu menyerap masing-masing sebesar 4,13 juta orang dan 3,72 juta orang.
Gambar 3.2. Jumlah Tenaga Kerja Sub Sektor Ekonomi Kreatif di Indonesia, 2011-2016 (juta orang)
Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016
Apabila tahun 2011 dijadikan titik awal maka dari tiga subsektor ekonomi kreatif dengan jumlah tenaga kerja terbanyak tersebut, hanya Subsektor Kuliner yang tenaga kerjanya cenderung terus tumbuh hingga tahun 2016. Berbeda halnya dengan Subsektor Kriya dan Fashion yang selama tahun 2011 hingga tahun 2016 yang walaupun cenderung mengalami kenaikan tetapi berluktuasi jumlah dalam perkembangannya.
Jika kita amati pertumbuhan tenaga kerja di antara subsektor ekonomi kreatif tersebut dalam periode 2011-2016, ketiga subsektor tersebut mengalami pertumbuhan yang positif. Pada periode tersebut, Subsektor Kriya mengalami pertumbuhan sebesar 1,99 persen. Sementara pada Subsektor Kuliner dan Subsektor Fashion, tenaga kerja tumbuh rata-rata sebesar 7,36 persen dan 3,05 persen per tahun.
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Gambar 3.3. Jumlah Tenaga Kerja Sub Sektor Ekonomi Kreatif di Indonesia, 2011-2016 (ribu orang) lanjutan
Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016
Gambar 3.3 menampilkan tiga subsektor ekonomi kreatif dengan jumlah tenaga kerja terbanyak berikutnya yaitu Subsektor Penerbitan, Subsektor
Jumlah tenaga Seni Pertunjukan, serta Subsektor Televisi dan Radio. Pada tahun 2016, kerja ekonomi Subsektor Penerbitan mampu menyerap sebesar 464,58 ribu tenaga kreatif terbanyak kerja. Sementara itu, Subsektor Seni Pertunjukan dan Subsektor Televisi
selanjutnya dan Radio mampu menyerap masing-masing sebanyak 170,99 ribu adalah Subsektor tenaga kerja dan 71,29 ribu tenaga kerja. Penerbitan,
Pada periode 2011-2016, Subsektor Pertunjukan merupakan subsektor Seni Pertunjukan, yang berkembang dengan cukup signiikan. Subsektor Seni Pertunjukan
dan Televisi dan mengalami pertumbuhan yang positif sejak tahun 2011 hingga Radio mampu menyerap sebanyak 170,99 ribu tenaga kerja pada tahun 2016. Sedangkan Subsektor Penerbitan serta Subsektor Televisi dan Radio mengalami perkembangan yang luktuatif selama periode 2011-2016 tersebut.
Jika kita amati pertumbuhan tenaga kerja di antara subsektor ekonomi kreatif pada Gambar 3.3 dalam periode 2011-2016, ketiga subsektor tersebut yaitu Subsektor Penerbitan, Subsektor Seni Pertunjukan, dan Subsektor Televisi dan Radio, mengalami pertumbuhan positif tenaga kerja dengan pertumbuhan rata-rata masing-masing sebesar 1,07 persen, 6,40 persen dan 6,27 persen per tahun.
22 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Gambar 3.4. Jumlah Tenaga Kerja Subsektor Ekonomi Kreatif di Indonesia, 2011-2016 (ribu orang)
Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016
Gambar 3.4 menampilkan delapan subsektor ekonomi kreatif lainnya dengan jumlah penyerapan tenaga kerja yang paling sedikit. Kedelapan
subsektor tersebut adalah Subsektor Fotograi, Subsektor Musik, £
Subsektor Seni Rupa, Subsektor Arsitektur, Subsektor Periklanan, Subsektor Ekonomi Subsektor Film, Animasi, dan Video, Subsektor Aplikasi dan Game Kreatif dengan Developer, serta Subsektor Desain.
penyerapan tenaga kerja paling sedikit
Pada periode 2011-2016 tersebut, dapat dilihat bahwa dari delapan adalah Subsektor subsektor ekonomi kreatif tersebut, Subsektor Arsitektur, Subsektor Desain, Subsektor Periklanan, serta Subsektor Desain merupakan tiga subsektor ekonomi Film, Animasi dan kreatif yang mengalami pertumbuhan yang luktuatif dari tahun ke Video; dan Subsektor tahun. Namun, apabila tahun 2011 dijadikan sebagai titik awal dan Periklanan diperbandingkan pada tahun 2016, maka dapat dilihat bahwa kedelapan Subsektor tersebut mengalami pertumbuhan positif.
Jika kita amati pertumbuhan tenaga kerja di antara delapan subsektor ekonomi kreatif pada Gambar 3.4 dalam periode 2011-2016, subsektor yang mengalami pertumbuhan positif tertinggi adalah Subsektor Seni Rupa yaitu sebesar 7,03 persen. Sementara Subsektor Musik, Subsektor Arsitektur, Subsektor Periklanan, Subsektor Film, Animasi, dan Video, Subsektor Aplikasi dan Game Developer, tenaga kerja tumbuh rata-rata sebesar 2,30 persen, 3,16 persen, 2,98 persen, 4,35 persen, dan 4,39 persen per tahun. Kemudian pada Subsektor Fotograi dan Subsektor Desain mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 2,93 persen dan 3,74 persen.
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
2. Share Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif Tahun 2011-2016
£ ini berguna untuk mengukur tingginya penyerapan tenaga kerja pada Dari 100 orang ekonomi kreatif. penduduk bekerja, sekitar 14-15 orang Berdasarkan hasil Sakernas tahun 2011-2016 pada Gambar 3.5 terlihat pekerjaan utamanya bahwa share tenaga kerja ekonomi kreatif pada tahun 2016 sebesar 14,28 di Ekonomi Kreatif persen, yang berarti dari 100 orang penduduk bekerja sekitar 14 sampai
Share tenaga kerja ekonomi kreatif merupakan perbandingan antara tenaga kerja ekonomi kreatif dengan total penduduk bekerja. Indikator
15 orang pekerjaan utamanya di ekonomi kreatif. Apabila melihat dari trennya, maka share tenaga kerja ekonomi kreatif dari tahun 2011 ke 2016 cenderung terus mengalami peningkatan. Sejak 2011 hingga 2014, share tenaga kerja ekonomi kreatif perlahan mengalami peningkatan. Peningkatan yang cukup tajam terjadi pada periode 2014-2015 yaitu dari 13,23 persen pada tahun 2014 menjadi 13,90 persen pada tahun 2015.
Gambar 3.5. Share Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif di Indonesia
(persen), 2011-2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016
3. Persentase Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif Tahun 2011-2016
Persentase tenaga kerja ekonomi kreatif menurut subsektor dapat dilihat pada Tabel 3.1. Pada tahun 2016, urutan subsektor berdasarkan persentase terbesar adalah Subsektor Kuliner (47,21 persen), Subsektor Fashion (24,42 persen), dan Subsektor Kriya (21,99 persen). Pola yang sama terjadi pada tahun 2011-2015 dimana proporsi terbesar terdapat pada Subsektor Kuliner, Fashion, dan Kriya.
24 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Tabel 3.1. Persentase Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif Menurut
Subsektor, 2011-2016
Persentase tenaga
kerja Ekonomi
Kreatif terbanyak pada Subsektor
Film, Animasi, dan Video 0,25
Kuliner, Fashion dan
24,42 Aplikasi dan Game Developer
0,24 Televisi dan Radio
0,42 Seni Pertunjukan
1,01 Seni Rupa
Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016
3.2 Profil Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif
1. Struktur Umur
Umur berpengaruh terhadap sikap seseorang di dalam pekerjaan. Tenaga kerja dengan umur muda biasanya baru mulai bekerja dan belum banyak memiliki pengalaman. Dengan semakin bertambah umur menjadi dewasa seseorang maka diperkirakan semakin bertambah pengalaman kerjanya sehingga mempunyai produktivitas yang cukup tinggi. Akan tetapi ada titik tertentu dimana semakin bertambah umur seseorang mendekati lansia membuat produktivitas kerja akan menurun.
Tabel 3.2. Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Kelompok Umur,
Tahun 2011-2016
15-24 Tahun 20,83 20,80
25-34 Tahun 29,36 28,63
35-44 Tahun 24,82 25,35
45-54 Tahun 15,53 15,55
55-64 Tahun 6,74 6,82
Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
£ 26,31 persen, selanjutnya kelompok umur 35-44 tahun sebesar 24,98 Tenaga kerja di persen, dan kelompok umur 15-24 tahun sebesar 19,02 persen (Tabel. sektor Ekonomi 3.2). Sedangkan pada kelompok 65 tahun ke atas yaitu hanya sebesar Kreatif terbanyak 3,32 persen. Pola ini sedikit berbeda dengan level nasional (seluruh sektor
Pada tahun 2016 penduduk yang pekerjaan utamanya di sektor ekonomi kreatif paling banyak adalah mereka yang berumur 25-34 tahun yaitu
berumur 25-34 pekerjaan), dimana penduduk bekerja paling banyak pada kelompok
tahun umur 35-44 tahun yang sebesar 24,87 persen. Jika dilihat tren perkembangannya dari tahun 2011 hingga 2016, tenaga
kerja ekonomi kreatif didominasi oleh mereka yang berumur 15-54 tahun, dengan dominasi terbesar oleh mereka yang berumur 25-34 tahun yaitu sekitar 26 hingga 30 persen.
Jika dilihat berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin, tenaga kerja ekonomi kreatif baik laki-laki maupun perempuan paling banyak terdapat pada kelompok umur 25-34 tahun dan 35-44 tahun. Tenaga kerja di sektor ekonomi kreatif paling sedikit terdapat pada kelompok umur 65 tahun ke atas, baik laki-laki maupun perempuan.
Gambar 3.6. Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Kelompok Umur dan
Jenis Kelamin, 2015-2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2015-2016
£ Pada tahun 2015, tenaga kerja laki-laki didominasi oleh kelompok
umur 25-34 tahun dan 35-44 tahun dengan persentase masing-masing Tenaga kerja sebesar 29,26 persen dan 26,12 persen. Pada tenaga kerja perempuan
Ekonomi Kreatif didominasi oleh kelompok umur 35-44 umur tahun dan 25-34 tahun
baik laki-laki dengan persentase masing-masing sebesar 25,82 persen dan 25,02 maupun perempuan persen. Sementara pada tahun 2016, persentase tenaga kerja laki-laki
terbanyak pada dan perempuan juga memiliki pola yang sama dengan tahun 2015, yaitu kelompok umur
didominasi oleh kelompok umur 25-34 tahun dan 35-44 tahun. 25-34 tahun dan
Pada tahun 2016, persentase tenaga kerja laki-laki pada kelompok umur 35-44 tahun 25-34 tahun dan 35-44 tahun masing-masing sebesar 28,36 dan 24,68 persen sedangkan pada perempuan yaitu -24,69 dan 25,21 persen pada kelompok umur yang sama.
26 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Berdasarkan daerah tempat tinggal, tenaga kerja ekonomi kreatif di perkotaan maupun di perdesaan lebih banyak didominasi oleh mereka yang berumur 25-34 dan 35-44 tahun. Gambar 3.7 menunjukkan bahwa pada tahun 2015, persentase tenaga kerja kelompok umur 25-34 tahun di perkotaan yaitu 27,21 persen, sedangkan di perdesaan sebesar 26,41 persen. Sedangkan pada tahun 2016 pada kelompok umur yang sama, tenaga kerja di perkotaan sebesar 27,16 persen dan di perdesaan sebesar 24,31 persen.
Gambar 3.7. Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama di Sektor EKonomi Kreatif Menurut Kelompok Umur dan Daerah Tempat Tinggal, 2015-2016
Tenaga kerja di sektor Ekonomi Kreatif baik di perkotaan maupun di perdesaan didominasi oleh
Sumber: BPS RI, Sakernas 2015-2016 kelompok umur 25-34 tahun dan
Tabel 3.3 menunjukkan pengelompokan umur yang lebih disederhanakan. 35-44 tahun Pada tahun 2016, persentase penduduk yang pekerjaan utamanya di sektor ekonomi kreatif didominasi oleh kelompok umur 25-40 tahun yaitu 42,04 persen, disusul kelompok umur 41-59 tahun yaitu 32,35 persen, kemudian kelompok umur 15-24 tahun sebesar 19,02 persen dan terakhir pada kelompok umur 60 tahun ke atas yaitu 6,59 persen.
Tabel 3.3. Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjan Utama di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut 4 Kategori Umur, 2011-2016
KELOMPOK UMUR 2011
15-24 Tahun 20,83
25-40 Tahun 45,58
41-59 Tahun 28,56
Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Dalam kurun waktu 2011-2016, tenaga kerja di sektor ekonomi kreatif pada kelompok umur 25-40 tahun cenderung mengalami penurunan
£ dari 45,58 persen pada tahun 2011 menjadi 42,04 persen pada 2016. Tenaga kerja Sedangkan pada kelompok umur 41-59 tahun setiap tahun terus dengan pekerjaan mengalami peningkatan yaitu dari 28,56 persen pada tahun 2011 naik
utama di sektor menjadi 32,35 persen pada tahun 2016. Begitu pula pada kelompok Ekonomi Kreatif
umur 60 tahun ke atas mengalami kenaikan dari 5,02 persen pada tahun berumur 25-40 2011 menjadi 6,59 persen pada tahun 2016.
tahun cenderung Pada kelompok umur 25-40 tahun, persentase tenaga kerja ekonomi
mengalami kreatif sebesar 42,04 persen sedangkan secara nasional pada kelompok penurunan umur yang sama sebesar 39,85 persen. Selanjutnya pada kelompok
umur 41-59 tahun, tenaga kerja ekonomi kreatif sebesar 32,35 persen sedangkan angka nasional sebesar 36,78 persen.
Gambar 3.8. Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama di Sektor EKonomi Kreatif Menurut 4 Kategori Umur dan
Jenis Kelamin, 2015-2016
£ Sumber: BPS RI, Sakernas 2015-2016
Tenaga kerja Pada tahun 2015, tenaga kerja laki-laki didominasi oleh kelompok dengan pekerjaan umur 25-40 tahun dengan persentase sebesar 45,60 persen. Hal yang
utama di sektor sama terjadi pada tenaga kerja perempuan yang juga didominasi oleh Ekonomi Kreatif kelompok umur 25-40 tahun dengan persentase sebesar 41,03 persen.
,baik pada laki-laki Pada tahun 2016, persentase tenaga kerja laki-laki dan perempuan juga maupun perempuan
memiliki pola yang sama dengan tahun 2015, yaitu didominasi oleh
didominasi oleh kelompok umur 25-40 tahun. Pada kelompok umur 25-40 tahun, tenaga kelompok umur
kerja laki-laki sebesar 43,68 persen sedangkan pada perempuan yaitu 25-40 tahun 40,73 persen.
28 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Gambar 3.9. Perbandingan Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama Menurut 4 Kategori Umur dan Jenis Kelamin Secara Nasional (Semua Sektor) dan di Sektor Ekonomi Kreatif, Tahun 2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2016
Berdasarkan jenis kelamin, tenaga kerja ekonomi kreatif pada laki-laki didominasi oleh kelompok umur 25-40 tahun dan 41-59 tahun. Demikian halnya pada tenaga kerja perempuan yang didominasi oleh kelompok umur 25-40 tahun dan 41-59 tahun. Jika dilihat secara nasional, tenaga kerja laki-laki didominasi oleh kelompok umur 25-40 tahun dan 41-59 tahun yaitu dengan pesentase masing-masing sebesar 40,53 persen dan 36,14 persen. Pada tenaga kerja perempuan juga didominasi oleh kelompok umur 25-40 tahun dan 41-59 tahun yaitu dengan pesentase masing-masing sebesar 38,76 persen dan 37,79 persen.
Gambar 3.10. Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut 4 Kategori Umur dan Daerah Tempat Tinggal, 2015-2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2015-2016
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
£ Jika dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, pada tahun 2015,
persentase tenaga kerja ekonomi kreatif, baik di perkotaan maupun Persentase tenaga pedesaan, didominasi kelompok umur 25-40 tahun dan 41-59 tahun.
kerja pada sektor Tenaga kerja ekonomi kreatif pada kelompok umur 25-40 di perkotaan Ekonomi Kreatif dan sebesar 43,48 persen, sedangkan di perdesaan sebesar 42,27 persen.
secara Nasional, Pada kelompok umur 41-59 tahun, tenaga kerja ekonomi kreatif di baik di perdesaan perkotaan sebesar 32,77 persen dan di perdesaan 31,17 persen. maupun perkotaan Pada tahun 2016, tenaga kerja ekonomi kreatif di perkotaan dan
didominasi oleh pedesaan didominasi oleh kelompok umur 25-40 tahun. Tenaga kerja kelompok umur 25- ekonomi kreatif pada kelompok umur 25-40 tahun di perkotaan sebesar
40 tahun 42,59 persen sedangkan di perdesaan sebesar 40,73 persen. Pada kelompok umur 15-24, 25-40, dan 60 tahun ke atas di perdesaan sebesar
19,22 persen, 32,36 persen, dan 7,69 persen.
Gambar 3.11. Perbandingan Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama Menurut 4 Kategori Umur dan Daerah Tempat Tinggal Secara Nasional (Semua Sektor) dan di Sektor Ekonomi
Kreatif, Tahun 2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2016
Gambar 3.11 menunjukkan perbandingan persentase penduduk bekerja menurut 4 kategori umur dan daerah tempat tinggal antara penduduk bekerja secara nasional (di semua sektor) dan penduduk yang bekerja di sektor ekonomi kreatif.
Jika dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, pada tahun 2016, tenaga kerja ekonomi kreatif di perkotaan dan di pedesaan lebih banyak didominasi oleh pekerja dengan kelompok umur 25-40 tahun yaitu sebesar 42,59 persen. Secara nasional, baik di perkotaan maupun pedesaan, didominasi oleh pekerja dengan kelompok umur 25-40 tahun dan 41-59 tahun.
30 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Tabel 3.4. Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama di Sektor Ekonomi Kreatif dan 4 Kategori Umur, 2015-2016
2016 SUB-SEKTOR
15-24 25-40
25-40 41-59 ≥60 Tahun
Tahun Tahun Tahun Tahun
0,19 0,11 0,00 Film, Animasi,
dan Video 0,38 0,32
27,42 18,23 12,58 Aplikasi dan
Game Developer 0,22 0,34
0,41 0,22 0,00 Televisi dan
1,27 0,88 0,40 Seni Rupa
Sumber: BPS RI, Sakernas 2015-2016
Tabel 3.4 menunjukkan tenaga kerja ekonomi kreatif menurut subsektor ekonomi kreatif dan kategori umur. Baik pada 2015 maupun 2016, tenaga kerja ekonomi kreatif baik kelompok umur 15-24 tahun, kelompok umur 25-59, maupun kelompok umur 60 tahun ke atas paling banyak bekerja pada Subsektor Kuliner, Fashion, dan Kriya.
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
2. Tingkat Pendidikan
Kualitas kerja mengacu pada kualitas sumber daya manusia (Matutina, 2001:205), dimana kualitas sumber daya manusia mengacu pada:
a. Pengetahuan (Knowledge) yaitu kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih berorientasi pada kecerdasan dan daya pikir serta penguasaan ilmu yang luas yang dimiliki oleh karyawan.
b. Keterampilan (Skill) merupakan kemampuan dan penguasaan teknis operasional di bidang tertentu yang dimiliki oleh karyawan.
c. Kemampuan (Abilities) yaitu kemampuan yang terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimiliki seorang karyawan yang mencakup loyalitas, kedisiplinan, kerjasama, dan tanggung jawab.
Pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan dari tenaga kerja dapat tercipta salah satunya dari sekolah atau pendidikan yang telah ditempuhnya. Dengan kata lain pendidikan dapat dijadikan salah satu acuan sederhana pengukuran kualitas tenaga kerja.
Tabel 3.5. Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Tingkat Pendidikan, 2010-2016
SMP ke Bawah
SMA Sederajat
Diploma ke Atas
Sumber: BPS RI, Sakernas 2015-2016
£ (DI-DIV, S1, S2, dan S3). Pada tahun 2016, ekonomi kreatif lebih banyak
Tingkat pendidikan tenaga kerja ekonomi kreatif dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: SMP ke bawah, SMA sederajat, dan Diploma ke atas
Pada tahun 2016, menyerap tenaga kerja berpendidikan SMP ke bawah dan SMA sederajat, sektor Eekonomi masing-masing sebesar 59,05 persen dan 34,16 persen. Sementara tenaga Kreatif lebih banyak kerja berpendidikan Diploma ke atas hanya 6,79 persen. Pola yang sama menyerap tenaga juga terlihat pada tahun 2011-2015. Selama tahun 2011-2016, persentase kerja berpendidikan tenaga kerja berpendidikan SMP ke bawah di ekonomi kreatif terus
SMP ke bawah mengalami penurunan yaitu dari sebesar 63,56 persen (2011) menjadi
59,05 persen (2016). Angka nasional menunjukkan bahwa penduduk bekerja yang berpendidikan SMP ke bawah pada tahun 2016 sebesar 60,23 persen (lebih tinggi dibanding tenaga kerja ekonomi kreatif ). Di sisi lain, persentase tenaga kerja berpendidikan tinggi cenderung mengalami peningkatan yaitu dari 4,19 persen pada tahun 2011 menjadi 6,79 persen pada tahun 2016. Sementara itu, penduduk bekerja berpendidikan Diploma ke atas pada tahun 2016 sebesar 12,25 persen (hampir dua kali lipat lebih tinggi dibanding tenaga kerja ekonomi kreatif ).
32 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Gambar 3.12. Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin, 2015-2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2015-2016
Dari Gambar 3.12 dapat diketahui bahwa pada tahun 2015 dan 2016, tenaga kerja di ekonomi kreatif didominasi oleh tenaga kerja berpendidikan SMP ke bawah, baik laki-laki maupun perempuan. Pada tahun 2015, tenaga kerja laki-laki yang berpendidikan SMA sederajat sebesar 38,21 persen, sedangkan tenaga kerja perempuan berpendidikan SMA sederajat sebesar 30,00 persen. Pada tingkat pendidikan Diploma ke atas sebesar 7,84 persen pada laki-laki dan hanya 5,57 persen pada perempuan. Berbeda dengan tingkat pendidikan SMA sederajat dan Diploma ke atas yang didominasi tenaga kerja laki-laki, pada tingkat pendidikan SMP ke bawah lebih didominasi oleh perempuan yaitu sebesar 64,43 persen sedangkan tenaga kerja laki-laki hanya 53,85 persen.
Gambar 3. 13. Perbandingan Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin Secara Nasional (Semua Sektor) dan di Sektor Ekonomi Kreatif, Tahun 2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2016
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Berdasarkan Gambar 3.13, tenaga kerja laki-laki berpendidikan SMA Sederajat dan diploma ke atas lebih tinggi dibanding proporsi tenaga kerja perempuan pada pendidikan yang sama di sektor ekonomi kreatif. Sementara proporsi tenaga kerja perempuan berpendidikan SMP ke bawah lebih tinggi dibanding proporsi tenaga kerja laki-laki. Sebagai gambaran, pada tahun 2016 tenaga kerja laki-laki sektor ekonomi kreatif yang berpendidikan SMA sederajat sebesar 37,24 persen, sedangkan tenaga kerja perempuan berpendidikan SMA sederajat sebesar 31,72 persen. Tenaga kerja ekonomi kreatif berpendidikan Diploma ke atas sebesar 8,22 persen pada laki-laki dan 5,66 persen pada perempuan. Pada tingkat pendidikan SMP ke bawah, tenaga kerja perempuan sebesar 62,62 persen, sedangkan laki-laki hanya 54,54 persen.
Hal ini agak berbeda dengan pola nasional pada tahun 2016, proporsi tenaga kerja perempuan berpendidikan diploma ke atas lebih tinggi daripada proporsi tenaga kerja laki-laki pada jenjang pendidikan yang sama. Sebagai gambaran, penduduk bekerja perempuan yang berpendidikan Diploma ke atas sebesar 15,29 persen, sedangkan laki-laki hanya 10,35 persen.
Gambar 3.14. Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Tingkat Pendidikan dan Daerah Tempat Tinggal, 2015-2016
£ Sumber: BPS RI, Sakernas 2015-2016
Tenaga kerja Gambar 3.14 menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja ekonomi Ekonomi Kreatif kreatif di perkotaan pada tahun 2015 didominasi oleh mereka yang baik di perkotaan berpendidikan SMP ke bawah yakni 52,82 persen, disusul pendidikan maupun perdesaan SMA sederajat (38,64 persen) dan pendidikan tinggi sebesar 8,54 persen.
didominasi oleh Pola yang sama juga terjadi di perdesaan, dimana lebih didominasi mereka yang oleh tenaga kerja berpendidikan SMP ke bawah sebesar 77,02 persen, berpendidikan SMP selanjutnya pendidikan SMA sederajat yakni 21,20 persen dan yang ke bawah berpendidikan Diploma ke atas yang hanya 1,78 persen.
34 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Berdasarkan Gambar 3.15, pada tahun 2016 di perkotaan menunjukkan pola yang sama dengan tahun 2015, dimana penyerapan tenaga kerja ekonomi kreatif didominasi oleh mereka yang berpendidikan SMP ke bawah (53,27 persen), kemudian pendidikan SMA sederajat (38,03 persen), dan Diploma ke atas sebesar 8,70 persen. Di perdesaan juga didominasi oleh tenaga kerja ekonomi kreatif berpendidikan SMP ke bawah yaitu sebesar 72,71 persen, sedangkan yang berpendidikan Diploma ke atas hanya sebesar 2,28 persen.
Pola ini sama dengan level nasional dimana penduduk bekerja yang ada di perkotaan didominasi oleh mereka yang berpendidikan SMP ke bawah yaitu sebesar 47,17 persen, selanjutnya SMA sederajat (35,10 persen), dan yang berpendidikan Diploma ke atas hanya 17,73 persen. Di perdesaan juga didominasi oleh tenaga kerja ekonomi kreatif berpendidikan SMP ke bawah yaitu sebesar 74,35 persen, sedangkan yang berpendidikan Diploma ke atas sebesar 6,33 persen.
Gambar 3. 15. Perbandingan Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama Menurut Tingkat Pendidikan dan Daerah Tempat Tinggal Secara Nasional (Semua Sektor) dan di Sektor Ekonomi Kreatif, Tahun 2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2016
Seperti yang telah disebutkan di atas, pada tahun 2015 dan 2016 subsektor ekonomi kreatif didominasi oleh tenaga kerja berpendidikan SMP ke bawah. Jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan untuk setiap sub sektor ekonomi kreatif, pada tahun 2016, tenaga kerja yang berpendidikan SMP ke bawah paling banyak berkecimpung di Subsektor Kuliner yaitu 65,70 persen, disusul Subsektor Kriya (63,78 persen), kemudian Subsektor Fashion (54,14 persen). Pekerja berpendidikan SMA sederajat, lebih banyak mendominasi Subsektor Film, Animasi, dan Video (57,88 persen), selanjutnya Subsektor Penerbitan (54,63 persen) dan Fotograi (52,15 persen). Sedangkan pada pekerja berpendidikan Diploma ke atas lebih banyak berkecimpung di bidang Arsitektur (75,80 persen), kemudian Aplikasi dan Game Developer (73,07 persen), dan Periklanan (49,53 persen).
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Tabel 3.6. Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Subsektor Ekonomi Kreatif dan
Tenaga kerja
Tingkatan Pendidikan, 2015-2016
SMP ke bawah
SMA Diploma Ke
paling banyak pada
Bawah
Sederajat
Ke Atas
Bawah
Sederajat Atas
Subsektor Kuliner,
Kriya dan Fashion Arsitektur
0,18 0,73 Film, Animasi,
dan Video
27,56 21,17 Aplikasi dan
Game Developer
0,14 2,77 Televisi dan Radio
0,57 2,93 Seni Pertunjukan
1,29 3,36 Seni Rupa
Sumber: BPS RI, Sakernas 2015-2016
Pada tahun 2015 maupun 2016, tenaga kerja berpendidikan SMP ke bawah paling banyak pada Subsektor Kuliner, Kriya dan Fashion. Untuk tenaga kerja yang berpendidikan SMA sederajat maupun tenga kerja berpendidikan diploma ke atas, Subsektor dengan proporsi terbanyak adalah Subsektor Kuliner, Subsektor Fashion, dan Subsektor Kriya.
3. Lapangan Pekerjaan Ekonomi Kreatif (17 Kategori)
Lapangan pekerjaan adalah bidang kegiatan dari pekerjaan/usaha/ perusahaan/kantor tempat seseorang bekerja. Kategori lapangan pekerjaan dalam bahasan ini digunakan 17 kategori lapangan usaha yaitu A. Pertanian, kehutanan dan perikanan; B. Pertambangan dan penggalian; C. Industri pengolahan; D. Pengadaan listrik dan gas; E. Pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang; F. Konstruksi;
G. Perdagangan besar dan eceran; reparasi dan perawatan mobil; H. Transportasi dan pergudangan; I. Penyediaan akomodasi dan makan minum; J. Informasi dan komunikasi; K. Jasa keuangan dan asuransi; L. Real estate; M,N. Jasa perusahaan; O. Administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial; P. Jasa pendidikan; Q. Jasa kesehatan dan kegiatan sosial; R, S, T, U. Jasa lainnya.
36 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
B(Pertambangan dan penggalian), D (Pengadaan listrik dan gas), £
Namun untuk kategori A (Pertanian, kehutanan dan perikanan),
E (Pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang), Sektor Ekonomi F(Konstruksi), H (Transportasi dan pergudangan), K (Jasa keuangan dan Kreatif mempunyai asuransi), L (Real estate), O (Administrasi pemerintahan, pertahanan share terbesar pada dan jaminan sosial) dan Q (Jasa kesehatan dan kegiatan sosial) tidak kategori Penyediaan memberikan share apapun atau sebesar 0,00 persen.
Akomodasi dan Pada Tabel 3.7 dapat dilihat bahwa sektor ekonomi kreatif mempunyai Makan Minum
share terbesar pada kategori I (Penyediaan akomodasi dan makan minum) sekitar 82 persen sampai dengan 89 persen berluktuatif sepanjang tahun 2011-2016. Pada tahun 2016, share ekonomi kreatif di kategori I sebesar 82,06 persen hal ini berarti dari 100 orang yang bekerja di penyediaan akomodasi dan makan minum sebanyak 82 orang bekerja pada ekonomi kreatif.
Pada kategori lapangan C (Industri pengolahan), tenaga kerja ekonomi kreatif tahun 2011 sebesar 46,52 persen. Angka ini bergerak secara luktuatif dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016, persentase tenaga kerja ekonomi kreatif pada ketegori ini sebesar 50,81 persen.
Jika dilihat tahun 2011 pada kategori G (Perdagangan besar dan eceran; reparasi dan perawatan mobil), persentase tenaga kerja ekonomi kreatif sebesar 13,95 persen. Pada periode 2011-2016, angkanya bergerak luktuatif. Pada tahun 2016 mencapai angka 13,90 persen.
Persentase tenaga kerja ekonomi kreatif pada kategori J (Informasi dan komunikasi) pada tahun 2011 sebesar 34,71 persen, kemudian berluktuasi hingga hanya sebesar 29,74 persen di tahun 2016.
Jika dilihat pada kategori M dan N (Jasa perusahaan), pada tahun 2011
hingga 2013, turun dari 17,47 persen hingga 16,14 persen pada tahun £
2013. Pada tahun berikutnya terus naik hingga mencapai 17,84 persen Share tenaga kerja pada tahun 2016.
Ekonomi Kreatif Pada kategori P (jasa pendidikan), persentase tenaga kerja ekonomi di setiap sektor kreatif sebesar 2,88 persen pada tahun 2011. Angka ini terus berluktuasi lapangan usaha hingga mencapai 2,53 persen pada tahun 2016.
berfluktuasi Jika dilihat pada kategori R, S, T, dan U (jasa lainnya) pada tahun 2011 dan 2012, turun dari 2,63 persen menjadi 2,39 persen. Pada tahun 2013 dan 2014, persentase tenaga kerja ekonomi kreatif di kategori ini kembali naik 2,86 persen dan 2,88 persen. Angkanya menurun tajam hingga mencapai 2,12 persen pada tahun 2016.
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Tabel 3.7. Share Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Kategori Lapangan Usaha,
2011-2016
LAPANGAN USAHA 2011
(6) (7) A. Pertanian, Kehutanan dan
0,00 0,00 0,00 B. Pertambangan dan
0,00 0,00 0,00 C. Industri Pengolahan
46,00 48,27 50,81 D. Pengadaan Listrik dan Gas
0,00 0,00 0,00 E. Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah, dan Daur
F. Konstruksi
0,00 0,00 0,00 G. Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi dan Perawatan
H. Transportasi dan Pergudangan
0,00 0,00 0,00 I. Penyediaan Akomodasi dan
88,72 88,84 82,06 J. Informasi dan Komunikasi
Makan Minum
33,40 36,36 29,74 K. Jasa Keuangan dan Asuransi
0,00 0,00 0,00 L. Real Estate
0,00 0,00 0,00 M,N. Jasa Perusahaan
17,14 17,40 17,84 O. Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial
P. Jasa Pendidikan
3,71 2,92 2,53 Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
0,00 0,00 0,00 R, S, T, U. Jasa Lainnya
Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016 .
4. Status Pekerjaan
Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang sebagai pelaku pekerjaan pada suatu unit usaha. Hal tersebut dapat digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara wirausaha/berusaha sendiri, pemberi kerja, dan pekerja yang dibayar.
Pengelompokan status pekerjaan di Sakernas merupakan penyesuaian dari International Classiication of Status in Employment (ICSE-93), yang merupakan standar internasional dalam statistik terkait hubungan kerja. Pembentukan klasiikasi tersebut mengacu pada karakteristik pekerjaan menurut perjanjian kerja, baik tertulis maupun tak tertulis, antara pekerja dan tempat bekerjanya. Perjanjian kerja tersebut ditentukan oleh penanggungan risiko secara ekonomi dan tingkat kewenangan serta tanggung jawab atas usaha dan atas pekerja lain dalam suatu unit usaha.
38 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Data status pekerjaan yang disajikan dalam publikasi ini sesuai dengan pengelompokan status pekerjaan yang digunakan dalam
kuesioner Sakernas, yaitu: Berusaha sendiri, Berusaha dibantu buruh £
tidak tetap/buruh tak dibayar, Berusaha dibantu buruh tetap/buruh Sektor Ekonomi dibayar; Buruh/karyawan/pegawai; Pekerja bebas di pertanian; Pekerja Kreatif didominasi bebas di nonpertanian; dan Pekerja keluarga/tak dibayar. Berusaha oleh buruh/ sendiri menggambarkan pekerja yang menjadi pemberi kerja untuk karyawan/pegawai dirinya sendiri, tidak menggunakan pekerja dan bekerja sendiri, serta baik pada periode menanggung resiko ekonomi sendiri. Berusaha dibantu buruh tidak 2011-2016 tetap/buruh tidak dibayar adalah pemberi kerja untuk orang lain/ bekerja dibantu buruh/pekerja tak dibayar atau buruh/pekerja tidak tetap dan mempunyai kewenangan dan kuasa atas pekerjanya, serta bertindak sebagai penanggung risiko ekonomi. Perbedaan status tersebut dengan Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar adalah status ini mempekerjakan minimal satu orang buruh/pekerja tetap yang dibayar. Buruh/karyawan/pegawai merupakan pekerja yang dibayar, yang menerima upah/gaji berupa uang/barang secara berkala menurut periode waktu tertentu. Pekerja bebas juga merupakan merupakan pekerja yang dibayar, namun bekerja pada pemberi kerja yang tidak tetap/berbeda dalam sebulan terakhir. Lapangan pekerjaan dari pekerja bebas menentukan apakah pekerja tersebut termasuk ke Pekerja bebas pertanian maupun Pekerja bebas nonpertanian. Terakhir, Pekerja keluarga/tidak dibayar adalah seseorang yang bekerja pada pemberi kerja, namun tidak mendapatkan upah/gaji, baik berupa uang maupun barang.
Berdasarkan Tabel 3.8, sektor ekonomi kreatif pada tahun 2016 didominasi oleh Buruh/Karyawan/ Pegawai, yang mencapai 41,69 persen dari total pekerja ekonomi kreatif, diikuti dengan Berusaha Sendiri yaitu sebesar 24,13 persen. Persentase terkecil adalah pekerja bebas yaitu 2,54 persen.
Tabel 3.8. Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Status Pekerjaan,
2011-2016
STATUS PEKERJAAN 2011 2012
16,90 Berusaha dibantu
Berusaha Sendiri 22,45
16,43 tidak dibayar
buruh tidak tetap/ 16,56
Berusaha dibantu buruh tetap/dibayar
3,70 Buruh/Karyawan/
10,53 Pekerja keluarga/
Pekerja Bebas 3,23
tidak dibayar 10,88
Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Berdasarkan perkembangan dari 2011-2016, gambaran umum pekerja ekonomi kreatif menunjukkan sebaran status pekerjaan utama yang sama dengan tahun 2016. Buruh/karyawan/pegawai merupakan status pekerjaan yang tetap dominan pada sektor ekonomi kreatif dan berada pada persentase tertinggi pada tahun 2012, yaitu mencapai 45,83 persen.
Sementara itu pada 2016, sebaran status pekerjaan utama untuk keseluruhan sektor pekerjaan menunjukkan pola yang sama dengan sektor ekonomi kreatif, yaitu buruh/karyawan/pegawai merupakan pekerja dengan sebaran terbesar. Namun begitu, berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar merupakan pekerja dengan persentase terkecil pada status pekerjaan semua sektor, berbeda dengan yang ditunjukkan oleh pekerja ekonomi kreatif.
Gambar 3.16. Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Status Pekerjaan Utama
dan Jenis Kelamin, 2015-2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2015-2016
£ Jika dirinci menurut jenis kelamin, pada sektor ekonomi kreatif, baik
laki-laki maupun perempuan paling banyak bekerja sebagai buruh/ Tenaga kerja karyawan/pegawai. Persentase laki-laki yang bekerja sebagai buruh/
Ekonomi Kreatif, karyawan/pegawai adalah 49,62 persen pada tahun 2015 dan mengalami baik laki-laki maupun penurunan pada tahun 2016 menjadi 49,08 persen. Sementara itu,
perempuan paling persentase perempuan berstatus buruh/karyawan/pegawai sebesar banyak sebagai 38,11 persen pada tahun 2015 dan mengalami kenaikan pada tahun 2016 buruh/karya-wan/ menjadi 41,69 persen. Hal yang menarik di sini adalah meningkatnya pegawai partisipasi perempuan dalam sektor ekonomi kreatif yang menunjukkan peningkatan peran perempuan sebagai pekerja penerima upah yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Selain sebagai buruh/karyawan/pegawai status pekerjaan kedua yang paling banyak ditempati laki-laki adalah berusaha sendiri yaitu sebesar 19,28 persen pada tahun 2015 dan turun menjadi 18,49 persen pada tahun 2016. Hal yang sama terjadi pada perempuan, dimana status pekerjaan terbanyak kedua adalah sebagai berusaha sendiri yaitu sebesar 27,53 persen pada tahun 2015 dan meningkat menjadi 28,60 persen pada tahun 2016.
40 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Kelamin (Semua Sektor) dan di Sektor Ekonomi Kreatif, Tahun 2016 £
Gambar 3.17. Perbandingan Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama Menurut Status Pekerjaan Utama dan Jenis
Baik pada laki-laki maupun perempuan, status pekerjaan terbanyak kedua di sektor Ekonomi Kreatif adalah berusaha sendiri
Sumber: BPS RI, Sakernas 2016
Pada tahun 2016, selain sebagai buruh/karyawan/ pegawai status pekerjaan kedua yang paling banyak ditempati laki-laki di sektor ekonomi kreatif adalah berusaha sendiri yaitu sebesar 18,49 persen. Berbeda halnya dengan kondisi nasional, dimana status pekerjaan laki-laki terbanyak kedua adalah sebagai berusaha dibantu buruh tidak tetap yaitu sebesar 18,93 persen. Pada tenaga kerja perempuan, status pekerjaan kedua yang paling banyak di sektor ekonomi kreatif adalah berusaha sendiri yaitu sebesar 28,60 persen. Namun pada kondisi nasional, status pekerjaan tenaga kerja perempuan terbanyak kedua adalah sebagai pekerja keluarga dengan persentase sebesar 26,17 persen.
Gambar 3.18. Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Status Pekerjaan Utama dan Daerah Tempat Tinggal, 2015-2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2015-2016
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
£ perdesaan sebagian besar sebagai buruh/karyawan/ pegawai namun
Sama halnya dengan pengelompokan menurut jenis kelamin, penduduk yang bekerja pada sektor ekonomi kreatif baik di perkotaan maupun di
Baik di perkotaan maupun di persentase perkotaan jauh lebih besar yaitu sebesar 48,07 persen pada
perdesaan, tahun 2015 namun mengalami penurunan sebesar 2,60 persen poin mayoritas penduduk di tahun 2016. Sementara itu persentase buruh/karyawan/pegawai yang bekerja pada Ekonomi Kreatif di perdesaan sebesar 31,37 persen dan mengalami sektor Ekonomi peningkatan 1,38 persen poin di tahun 2016.
Kreatif adalah Penyumbang terbesar kedua di daerah perdesaan adalah mereka yang buruh/kaya-wan/ berusaha sendiri sebesar 30,89 persen pada tahun 2015 dan 29,99 persen pegawai pada tahun 2016. Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah adanya perbedaan kontribusi pekerja keluarga/pekerja tidak dibayar dan pekerja bebas di daerah perkotaan dan perdesaan dimana di daerah perdesaan pekerja keluarga lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan.
Jika dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, penduduk yang bekerja di sektor ekonomi kreatif maupun secara nasional (semua sektor), baik di perkotaan dan di perdesaan sebagian besar sebagai buruh/karyawan/ pegawai. Di perkotaan, status pekerja terbanyak kedua adalah sebagai berusaha sendiri yaitu sebesar 21,64 persen, lebih tinggi dibandingkan kondisi nasional yang sebesar 17,11 persen. Pada daerah perdesaan, status pekerja sebagai berusaha sendiri juga merupakan yang terbanyak kedua di sektor ekonomi kreatif. Berbeda halnya pada kondisi nasional, dimana status pekerja terbanyak kedua adalah sebagai berusaha dibantu buruh tidak tetap.
Gambar 3.19. Perbandingan Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama Menurut Status Pekerjaan Utama dan Daerah Tempat Tinggal (Semua Sektor) dan di Sektor Ekonomi Kreatif,
Tahun 2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2016
42 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
5. Kegiatan Formal/Informal
Status pekerjaan juga merupakan tolok ukur yang relevan untuk menggambarkan sektor informal. Sektor informal sendiri identik dengan ketidakpastian tentang stabilnya pendapatan, serta kurangnya perlindungan dan jaminan sosial. Pendeinisian pekerjaan informal berkaitan erat dengan status usaha, dan juga kesepakatan hak dan kewajiban kerja antara pemberi kerja dan pekerjanya.
Penentuan kegiatan formal/informal secara sederhana bisa didekati dengan pengelompokan menurut status pekerjaan. Tenaga kerja berstatus Berusaha dibantu Buruh tetap/Buruh dibayar dan Buruh/ Karyawan/Pegawai masuk kategori formal, sedangkan kategori informal meliputi status pekerjaan lainnya (Berusaha Sendiri, Berusaha dibantu Buruh tidak Tetap/Buruh tidak dibayar, Pekerja Bebas, dan Pekerja Keluarga/Tak dibayar).
Tabel 3.9. Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Kegiatan Formal/Informal,
Tahun 2011-2016
KATEGORI KEGIATAN
Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016
Hasil Sakernas tahun 2016 menunjukkan bahwa dari 16,91 juta orang
yang bekerja pada ekonomi kreatif, sebesar 52,60 persen bekerja pada £
kegiatan informal dan 47,40 persen pada kegiatan formal. Pada tahun 2016, Berdasarkan perkembangan dari tahun 2011-2016, persentase tenaga sekitar 53 dari 100 informal ekonomi kreatif hampir selalu lebih besar dari tenaga kerja orang tenaga kerja formalnya, dengan sebaran 53,12 persen pada pada tahun 2011. Besaran Ekonomi Kreatif tersebut menurun pada tahun 2012 menjadi 49,07 persen, namun bergerak pada kemudian secara perlahan meningkat hingga mencapai 52,60 persen Kegiatan Informal pada tahun 2016.
Pada level nasional (sektor lapangan usaha keseluruhan), polanya mirip dengan ekonomi kreatif dimana tenaga kerja informal lebih tinggi dari tenaga kerja formal. Pada tahun 2016, persentase tenaga kerja pada kegiatan informal sebesar 57,60 persen sementara yang bergerak pada kegiatan formal sebesar 42,40 persen.
Gambar 3.20 menunjukkan bahwa pada tahun 2015 dan 2016 pada ekonomi kreatif, perempuan lebih banyak bekerja di kegiatan informal, sedangkan laki-laki lebih banyak bekerja di kegiatan formal. Hal tersebut tidak secara langsung menunjukkan dominasi gender pada kegiatan formal maupun informal, tetapi lebih menunjukkan sebaran status pekerjaan pada masing-masing jenis kelamin.
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Gambar 3.20.
Persentase Tenaga Kerja di Ekonomi Kreatif Menurut Kegiatan Formal/Informal dan Jenis Kelamin, Tahun 2015-2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2015-2016
Pada ekonomi kreatif tahun 2015, tenaga kerja laki-laki pada kegiatan
£ formal sebesar 57,04 persen dari total tenaga kerja laki-laki. Pada tahun
yang sama, 58,75 persen perempuan bekerja di kegiatan informal dari
Laki-laki yang total tenaga kerja perempuan. Hal yang tidak jauh berbeda terjadi pada bekerja di sektor tahun 2016, dengan 57,75 persen laki laki berstatus tenaga kerja formal,
Ekonomi Kreatif dan 60,82 persen tenaga kerja perempuan lebih banyak bekerja di mayoritas pekerja kegiatan informal dibanding formal. formal, sedangkan
perempuan Gambar 3.21. Perbandingan Persentase Penduduk Bekerja dengan
mayoritas pekerja
Pekerjaan Utama Menurut Kegiatan Formal/Informal dan Jenis informal Kelamin (Semua Sektor) dan di Sektor Ekonomi Kreatif, Tahun 2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2016
Gambar 3.21 menunjukkan perbandingan formal/informal antara tenaga kerja di seluruh sektor (nasional) dan tenaga kerja ekonomi kreatif pada tahun 2016. Pada sektor ekonomi kreatif, tenaga kerja laki-laki lebih
44 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
banyak bergelut pada kegiatan formal yaitu mencapai 57,75 persen. Sementara pada kondisi nasional tenaga kerja laki-laki pada kegiatan formal hanya sebesar 45,05 persen.
Tenaga kerja di Perbedaan bahwa lebih banyak laki-laki yang bekerja di kegiatan formal semua sektor lebih
tersebut tidak terlihat pada sebaran tenaga kerja di lapangan usaha banyak bekerja di secara keseluruhan (nasional). Tenaga kerja semua sektor (nasional) kegiatan informal secara umum lebih banyak bekerja di kegiatan informal, baik laki-laki baik laki-laki maupun maupun perempuan. Perbedaan pola dengan tenaga kerja ekonomi perempuan kreatif tersebut bukan merupakan hal baru, karena secara umum tenaga kerja di Indonesia memang lebih banyak bekerja di kegiatan informal, baik laki-laki maupun perempuan.
Gambar 3. 22. Persentase Tenaga Kerja di Ekonomi Kreatif Menurut Kegiatan Formal/Informal dan Daerah Tempat Tinggal,
Tahun 2015-2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2015-2016
Jika dirinci berdasarkan daerah tempat tinggal, penduduk yang bekerja pada sektor ekonomi kreatif di perkotaan sebagian besar bekerja pada kegiatan formal yaitu sebesar 53,86 persen pada tahun 2015 dan turun menjadi 52,06 persen pada tahun 2016. Hal berbeda terjadi di wilayah pedesaan, dimana sebagian besar tenaga kerja berstatus sebagai tenaga kerja informal yaitu sebesar 65,25 persen pada tahun 2015 dan turun menjadi 63,62 persen pada tahun 2016.
Pada Ekonomi Perbedaan kondisi antara perkotaan dan pedesaan tersebut disebabkan Kreatif, perkotaan
oleh ketersediaan lapangan kerja formal yang lebih luas di wilayah mayoritas di perkotaan dibanding wilayah pedesaan. Hal menarik lainnya yang dapat Kegiatan Formal, diperoleh dari Gambar 3.22 adalah selama 2015-2016 terjadi peningkatan sedangkan sebesar 1,80 poin pada kegiatan informal di wilayah perkotaan dan perdesaan mayoritas penurunan sebesar 1,63 poin pada pekerja informal di wilayah pedesaan. di Kegiatan Informal
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Gambar 3. 23. Perbandingan Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama Menurut Kegiatan Formal/Informal dan Daerah Tempat Tinggal (Semua Sektor) dan di Sektor Ekonomi Kreatif,
Tahun 2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2016
£ Berdasarkan Gambar 3.23 diperoleh informasi bahwa jika dirinci
berdasarkan daerah tempat tinggal baik secara nasional (semua sektor)
Di perdesaan, maupun di sektor ekonomi kreatif, kondisi di daerah perkotaan berbeda tenaga kerja di dengan kondisi di daerah perdesaan. Pada tahun 2016, tenaga kerja di sektor Ekonomi sektor ekonomi kreatif pada daerah perdesaan didominasi oleh kegiatan Kreatif maupun informal, yaitu sebesar 63,62 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan
secara nasional kondisi nasional yang mencapai 72,62 persen. didominasi oleh Berbeda halnya dengan kondisi tenaga kerja di daerah perkotaan. Tenaga
pekerja informal. kerja di sektor ekonomi kreatif didominasi oleh kegiatan formal yaitu
Di perkotaan sebesar 52,06 persen. Demikian pula kondisi tenaga kerja pada semua didominasi oleh sektor (nasional) didominasi oleh kegiatan formal, dengan persentase pekerja formal yang lebih tinggi 4,25 poin dibandingkan sektor ekonomi kreatif. Perbedaan kondisi antara perkotaan dan pedesaan tersebut disebabkan oleh ketersediaan lapangan kerja formal yang lebih luas di wilayah perkotaan dibanding wilayah pedesaan.
Sejak tahun 2011, ekonomi kreatif secara umum merupakan sektor yang lebih banyak dilakukan oleh tenaga kerja berstatus informal. Namun jika ditelaah lebih lanjut untuk setidaknya dalam jangka waktu 2 tahun terakhir, hanya subsektor kuliner saja yang secara konstan didominasi oleh tenaga kerja dengan status informal, sedangkan subsektor lain lebih banyak dilakukan oleh tenaga kerja dengan status formal.
Pada tahun 2015, tenaga kerja informal di subsektor Kuliner mencapai 69,83 persen dari total tenaga kerja subsektor yang sama. Sementara subsektor lainnya didominasi oleh tenaga kerja formal, utamanya di subsektor Televisi dan Radio dengan persentase mencapai 96.20 persen. Sebaran yang sama juga terlihat pada tahun 2016, dengan subsektor selain Kuliner masih didominasi oleh tenaga kerja formal dan Kuliner masih juga didominasi oleh tenaga kerja informal.
46 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Tabel 3.10. Persentase Tenaga Kerja di Ekonomi Kreatif menurut Kegiatan Formal/Informal per subsektor, 2015-2016
Hanya Subsektor
Kuliner yang konstan
didominasi oleh
pekerja informal selama dua tahun
Film, Animasi, dan Video
Aplikasi dan Game Developer
Televisi dan Radio 96,20
Seni Pertunjukan 62,63
Seni Rupa 63,78
Sumber: BPS RI, Sakernas 2014-2015
Berdasar perkembangan dari tahun 2011-2016, Fotograi, Kriya, Seni Pertunjukan, dan Seni Rupa yang pada 2011 banyak dilakukan oleh tenaga kerja informal, sejak tahun 2015 lebih banyak dilakukan oleh pekerja formal. Sementara itu, di subsektor Desain menunjukkan perkembangan pekerja formal cepat, yaitu dari sebanyak 66,98 persen menjadi 93,78 persen dari total seluruh pekerja di subsektor tersebut (Lampiran 5.10 dan Lampiran 5.11).
6. Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan/jabatan adalah macam pekerjaan yang dilakukan oleh
seseorang atau ditugaskan kepada seseorang yang sedang bekerja £
atau yang sementara tidak bekerja. Jenis pekerjaan pada publikasi ini Penduduk yang didasarkan atas Klasiikasi Baku Jenis Pekerjaan Indonesia (KBJI) 2002 bekerja di sektor yang mengacu kepada International Standard Classiication of Occupations ekonomi kreatif (ISCO) Tahun 1988.
mayoritas bekerja Pada tahun 2016, penduduk yang pekerjaan utamanya di sektor ekonomi sebagai tenaga kreatif dominan bekerja pada jenis pekerjaan tenaga produksi operator produksi operator alat angkutan dan pekerja kasar yaitu sebesar 53,93 persen. Terbesar alat angkutan dan kedua adalah jenis pekerjaan tenaga usaha penjualan dengan persentase pekerja kasar
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
sebesar 30,15 persen. Sedangkan jenis pekerjaan dengan persentase terkecil adalah jenis pekerjaan lainnya yaitu sebesar 0,50 persen. Pola yang sama juga terlihat pada periode 2011-2015.
Gambaran tenaga kerja di sektor ekonomi kreatif menurut jenis pekerjaan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.11. Persentase Tenaga Kerja di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Jenis Pekerjaan, 2011-2016
Jenis Pekerjaan
Tenaga Profesional, Teknisi dan Tenaga
Lain Ybdi
Tenaga Kepemimpinan dan Ketatalaksanaan
Pejabat Pelaksana, Tenaga Tata Usaha dan
Tenaga Ybdi
Tenaga Usaha Penjualan
Tenaga Usaha Jasa
Tenaga Produksi Op Alat Angkutan dan
Pekerja Kasar
Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016
£ Jika dilihat trennya, persentase tenaga produksi operator alat angkutan
dan pekerja kasar dari tahun 2011 hingga 2016 memiliki pola yang
Secara nasional, berluktuatif walaupun pada tahun 2016 lebih besar dibandingkan tahun penduduk bekerja 2011 yaitu 53,02 persen menjadi 53,93 persen. Hal ini juga terjadi pada paling banyak penduduk yang pekerjaan utamanya di sektor ekonomi kreatif dengan sebagai tenaga usha jenis pekerjaan tenaga usaha penjualan walaupun pada tahun 2016
pertanian serta dibandingkan dengan tahun 2011 mengalami penurunan yaitu 33,21 lainnya, sedangkan persen menjadi 30,15 persen. di sektor Ekonomi Berdasarkan Tabel 3.11, apabila dibandingkan, maka terdapat perbedaan Kreatif paling banyak distribusi antara keadaan tenaga kerja di sektor ekonomi kreatif dengan
sebagai tenaga keadaan tenaga kerja secara Nasional menurut jenis pekerjaan. Secara
produksi Nasional mayoritas tenaga kerja berada pada jenis pekerjaan Lainnya yaitu Kategori Tenaga Usaha Pertanian, Perkebunan, Peternakan,
48 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Perikanan, Perhutanan dan Perburuan serta Lainnya. Kondisi ini sejalan dengan kondisi Indonesia dimana sebagian besar tenaga kerja di Indonesia bekerja di sektor pertanian. Jika diurutkan berdasarkan jenis pekerjaan maka persentase tenaga kerja pada tingkat Nasional dari yang terbesar adalah pada jenis pekerjaan tenaga produksi operasional alat angkutan dan pekerja kasar yaitu sebesar 31,28 persen, jenis pekerjaan Lainnya sebesar 29,04 persen, dan tenaga usaha penjualan sebesar 17,91 persen. Sementara itu di sektor ekonomi kreatif mayoritas tenaga kerja adalah pada jenis pekerjaan tenaga produksi operasional alat angkutan dan pekerja kasar, tenaga usaha penjualan, dan tenaga usaha jasa.
7. Kategori White/Blue Collar
Penentuan seorang penduduk yang bekerja sebagai white/blue collar dilihat berdasarkan kategori-kategori pada jenis pekerjaan. Kategori white collar terdiri dari jenis pekerjaan: 1). Tenaga profesional, teknisi, dan tenaga lain yang berhubungan dengan itu; 2). Tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan; dan 3). Pejabat pelaksana, tenaga tata usaha, dan tenaga yang berhubungan dengan itu. Selain dari ketiga jenis pekerjaan tersebut, maka termasuk pada kategori blue collar.
Berdasarkan Tabel 3.12 maka dapat diketahui bahwa di tahun 2016, sebagian besar penduduk yang pekerjaan utamanya di sektor ekonomi kreatif berada pada kategori blue collar dengan persentase sebesar 93,09 persen. Sementara yang bekerja pada jenis pekerjaan white collar hanya
sebesar 6,91 persen. Pola tersebut juga terjadi selama tahun 2011-2015, £
dengan persentase tenaga kerja di jenis pekerjaan blue collar berada Pada tahun pada kisaran 92 hingga 93 persen, sedangkan white collar berada pada 2010-2016, kisaran 6 sampai 8 persen.
penduduk bekerja Sementara itu angka nasional (seluruh sektor) menunjukkan bahwa di sektor Ekonomi penduduk bekerja yang masuk ketegori blue collar jauh lebih tinggi kKeatif didominasi dibanding white collar. Akan tetapi proporsi pekerja white collar pada oleh kategori Blue level nasional dua kali lipat lebih tinggi dibanding pada ekonomi kreatif Collar yaitu mencapai 14,98 persen.
Tabel 3.12. Persentase Tenaga Kerja di Sektor Ekonomi Kreatif menurut kategori White/Blue Collar, 2011-2016
Kategori White/ Blue
Collar (NASIONAL)
White Collar 7,67 7,29
Blue Collar 92,33 92,71
Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Gambar 3.24. Persentase Tenaga Kerja di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Kategori White/Blue Collar dan Jenis Kelamin, 2015-2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2015-2016
Berdasarkan Gambar 3.24, dapat diketahui bahwa penduduk bekerja yang pekerjaan utamanya di sektor ekonomi kreatif pada tahun 2015 dan 2016 didominasi oleh tenaga kerja yang bekerja sebagai blue collar baik laki-laki maupun perempuan. Pada tahun 2015, tenaga kerja laki-laki dengan jenis perkerjaan blue collar sebesar 89,84 persen dan white collar sebesar 10,16 persen. Tenaga kerja perempuan dengan jenis pekerjaan blue collar yaitu sebesar 94,22 persen dan white collar sebesar 5,78 persen.
Pada tahun 2016, tenaga kerja laki-laki dengan jenis pekerjaan blue collar sebesar 91,22 persen dan white collar sebesar 8,78 persen. Tenaga kerja perempuan dengan jenis pekerjaan blue collar yaitu sebesar 94,58 persen dan white collar sebesar 5,42 persen.
£ Kelamin (Semua Sektor) dan di Sektor Ekonomi Kreatif, Tahun 2016
Gambar 3.25. Perbandingan Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama Menurut Kategori White/Blue Collar dan Jenis
Penduduk laki-laki maupun perempuan yang bekerja pada sektor Ekonomi Kreatif ataupun secara nasional, didominasi oleh Blue Collar
Sumber: BPS RI, Sakernas 2016
50 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Berdasarkan Gambar 3.25, dapat diketahui bahwa baik secara nasional (semua sektor) maupun sektor ekonomi kreatif, penduduk bekerja didominasi oleh pekerja yang pekerjaan utamanya bekerja sebagai blue collar. Kondisi ini terjadi pada tenaga kerja laki-laki dan perempuan. Pada tahun 2016, tenaga kerja laki-laki di sektor ekonomi kreatif dengan jenis perkerjaan blue collar sebesar 91,22 persen, lebih tinggi dibandingkan kondisi nasional (semua sektor) yang sebesar 87,25 persen.
Sedangkan tenaga kerja perempuan di sektor ekonomi kreatif dengan jenis pekerjaan white collar sebesar 5,42 persen. Angka ini jauh lebih rendah dibanding angka nasional (semua sektor), dimana tenaga kerja dengan jenis pekerjaan white collar mencapai 18,57 persen.
Gambar 3.26. Persentase Tenaga Kerja di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Kategori White/Blue Collar dan Daerah Tempat Tinggal,
2015-2016
Pada tahun 2015-2016, penduduk yang bekerja di sektor Ekonomi Kreatif baik laki-laki maupun perempuan, di perkotaan maupun perdesaan, didominasi oleh kategori Blue Collar
Sumber: BPS RI, Sakernas 2015-2016 Berdasarkan Gambar 3.26, dapat diketahui bahwa baik di wilayah
perkotaan maupun pedesaan, penduduk bekerja yang pekerjaan utamanya di sektor ekonomi kreatif pada tahun 2015 dan 2016 didominasi oleh tenaga kerja yang bekerja sebagai blue collar. Pada tahun 2015, pekerja di wilayah perkotaan dengan jenis perkerjaan blue collar sebesar 90,52 persen dan white collar sebesar 9,48 persen. Pada tahun berikutnya, pekerja dengan jenis pekerjaan blue collar yaitu sebesar 92,10 persen dan white collar sebesar 7,90 persen.
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Gambar 3.27. Perbandingan Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama Menurut Kategori White/Blue Collar dan Daerah
Tempat Tinggal (Semua Sektor) dan di Sektor Ekonomi Kreatif,
Tahun 2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2016
Berdasarkan Gambar 3.27, dapat diketahui bahwa baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan, penduduk bekerja yang pekerjaan utamanya di sektor ekonomi kreatif maupun di semua sektor (nasional) didominasi oleh tenaga kerja yang bekerja sebagai blue collar. Pada tahun 2016, pekerja pada sektor ekonomi kreatif di wilayah perkotaan dengan jenis perkerjaan white collar sebesar 7,90 persen, jauh lebih rendah dibandingkan kondisi nasional yang memiliki pekerja dengan jenis pekerjaan white collar sebesar 20,79 persen.
Tenaga kerja di wilayah perdesaan dengan jenis pekerjaan blue collar yaitu sebesar 95,45 persen pada sektor ekonomi kreatif. Sementara pada semua sektor (nasional), sebesar 91,28 persen.
Pada tahun 2016, penduduk bekerja yang pekerjaan utamanya di sektor ekonomi kreatif yang termasuk kategori blue collar terbesar ada pada subsektor kuliner (49,36 persen), fashion (24,89 persen), dan kriya (22,27 persen) begitu pula pada tahun 2015 yaitu kuliner (48,84 persen), fashion (23,99 persen), dan kriya (23,43 persen). Sementara itu, yang terkecil ada pada subsektor periklanan (0,03 persen); desain interior, desain komunikasi visual, dan desain produk (0,06 persen); dan arsitektur (0,06) pada tahun 2016. Kondisi ini berbeda dengan tahun 2015 dari yang terkecil berturut-turut yaitu subsektor arsitektur (0.01 persen), aplikasi dan game developer (0,03 persen), dan periklanan (0,07 persen). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.13.
52 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Tabel 3. 13. Persentase Tenaga Kerja di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Subsektor dan Kategori White/Blue Collar, 2015-2016
White collar
Desain Interior, Desain Komunikasi Visual, dan Desain Produk
Penduduk bekerja di sektor Ekonomi
Film, Animasi, dan Video
Kreatif kategori Blue
Collar terbesar pada
Subsektor Kuliner,
Fashion dan Kriya
Aplikasi dan Game Developer
Televisi dan Radio
Seni Pertunjukan
Seni Rupa
Sumber: BPS RI, Sakernas 2015-2016
Sementara itu pada kategori white collar, tahun 2016 penduduk bekerja yang pekerjaan utamanya di sektor ekonomi kreatif yang termasuk kategori white collar terbesar pada subsektor kuliner (18,27 persen), kriya (18,13 persen), dan fashion (18,08 persen). Kondisi ini berbeda dengan tahun 2015 yang mana terbesar berturut-turut adalah subsektor fashion (26,18 persen), kuliner (18,04 persen), dan kriya (15,45 persen). Apabila dilihat dari persentase terkecil, maka tahun 2016 kategori white collar yang terkecil ada pada subsektor desain interior, desain komunikasi visual, dan desain produk (1,18 persen); musik (1,99 persen); fotograi (2,01 persen); dan seni rupa (2,01 persen). Kondisi ini berbeda dengan tahun 2015 yang mana terkecil berturut-turut adalah subsektor desain interior, desain komunikasi visual, dan desain produk (0,74 persen); ilm, animasi, dan video (0,97 persen); dan seni rupa (1,43 persen).
8. Jam Kerja
Konsep jam kerja yang digunakan dalam publikasi ini mengacu pada konsep yang digunakan pada Sakernas, yaitu jumlah jam kerja utama dalam seminggu. Jumlah jam kerja utama dalam seminggu adalah waktu yang dinyatakan dalam jam yang dipergunakan untuk bekerja pada pekerjaan utama selama seminggu yang lalu. Jam kerja menjadi bagian penting dari pekerjaan karena mempengaruhi keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan. Jam kerja dapat menunjukkan layak atau tidaknya pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang.
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Jam kerja yang layak tidak boleh lebih atau kurang. Jam kerja yang berlebihan seringkali menjadi tanda upah per jam yang tidak memadai, serta berdampak kurang baik terhadap kesehatan isik dan mental pekerja. Selain itu, jam kerja yang berlebihan akan mengurangi produktivitas pekerja, serta mengganggu kehidupan pribadi dan hubungan dengan keluarga. Sementara jam kerja yang kurang menunjukkan under- employment, atau kemampuan pekerja yang belum dimanfaatkan secara optimal dalam pekerjaan dan tidak maksimalnya pendapatan yang diterima oleh pekerja, terutama jika upah dibayarkan berdasarkan jam kerja.
Tabel 3.14. Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Jam Kerja, Tahun 2011-2016
Pekerja tidak penuh 2016
Jam Kerja
di sektor Ekonomi
Kreatif dari tahun ke
tahun mengalami
fluktuasi 6,54
1-14 Jam
15-34 jam
Pekerja Tidak Penuh
(1-34 Jam) 35-48 Jam
Lebih dari 48 Jam
Ket: *) Termasuk sementara tidak bekerja Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016
Berdasarkan Tabel 3.14 terlihat bahwa pada tahun 2011-2016 pada ekonomi kreatif, persentase terbesar adalah pada kelompok yang bekerja selama 35-48 jam seminggu, dengan persentase antara 41 sampai 46 persen. Posisi kedua ditempati oleh mereka yang bekerja dengan jam kerja lebih dari 48 jam yaitu antara 27 persen hingga 34 persen.
Bila dilihat dari indikator pekerja tidak penuh (pekerja dengan jam kerja 1-34 jam seminggu), pada tahun 2016 di ekonomi kreatif, pekerja tidak penuh mencapai 20,70 persen. Hal ini berarti bahwa pada tahun 2016 diantara 100 penduduk bekerja dengan pekerjaan utama di sektor ekonomi kreatif, terdapat sekitar 21 orang pekerja tidak penuh. Sementara untuk level nasional, di tahun yang sama dari 100 orang penduduk bekerja (di semua sektor) ada sekitar 32 orang yang masuk kategori pekerja tidak penuh.
Jika dilihat trennya, persentase pekerja tidak penuh di sektor ekonomi kreatif mengalami luktuasi. Pada tahun 2011 hingga 2013, persentase pekerja tidak penuh di sektor ekonomi kreatif cenderung meningkat dari sebesar 18,96 persen pada 2011 menjadi 23,05 persen pada tahun 2013. Akan tetapi persentase pekerja tidak penuh terus menurun sejak tahun 2014 hingga 2016.
54 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Gambar 3.28. Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Jam Kerja dan Jenis
Kelamin, Tahun 2015-2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2015-2016
Dapat dicermati pada Gambar 3.28, secara umum baik pekerja perempuan maupun laki-laki dengan pekerjaan utama di sektor ekonomi kreatif mayoritas bekerja 35 jam atau lebih. Jika dilihat dari indikator pekerja £ tidak penuh berdasarkan jenis kelamin, pekerja tidak penuh perempuan Pekerja tidak penuh lebih banyak dibanding pekerja tidak penuh laki-laki. Hal menarik lainnya di sektor Ekonomi yaitu proporsi pekerja laki-laki dengan jumlah jam kerja di atas 35 jam Kreatif lebih rendah dalam seminggu lebih besar dibanding pekerja perempuan baik tahun dibandingkan kondisi 2015 maupun 2016.
nasional
Gambar 3.29. Perbandingan Persentase Penduduk Bekerja (Pekerjaan Utama) Menurut Jam Kerja dan Jenis Kelamin Secara Nasional (Semua Sektor) dan di Sektor Ekonomi Kreatif, Tahun 2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2016
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Gambar 3.29 menunjukkan perbandingan persentase penduduk bekerja menurut jam kerja dan jenis kelamin antara penduduk bekerja secara nasional (di semua sektor) dan penduduk yang bekerja di sektor ekonomi kreatif. Pada tahun 2016 secara nasional, persentase terbesar pada penduduk laki-laki bekerja adalah penduduk bekerja dengan jam kerja 35-48 jam. Sedangkan pada penduduk perempuan nekerja, persentase terbesar adalah pada penduduk permepua bekerja dengan jam kerja lebih dari 48 jam. Sementara persentase penduduk bekerja dengan jam kerja 35 jam atau lebih di sektor ekonomi kreatif lebih tinggi dibandingkan kondisi nasional, baik pada laki-laki maupun perempuan.
Gambar 3.30. Persentase Penduduk Bekerja dangan Pekerjaan Utama di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Jam Kerja dan Tempat
Tinggal, Tahun 2015-2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2015-2016
£ Jika dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, pekerja pada sektor
ekonomi kreatif baik di daerah perkotaan maupun perdesaan mayoritas
Baik di perkotaan bekerja 35-48 jam dalam seminggu. Akan tetapi proporsi tenaga kerja maupun perdesaan, dengan jumlah jam kerja di atas 35-48 jam dalam seminggu di perkotaan
penduduk yang lebih besar dibanding perdesaan. Hal ini terjadi baik tahun 2015 maupun bekerja di sektor 2016. Akan tetapi, pada tahun 2016, pekerja pada sektor ekonomi kreatif Ekonomi Kreatif di wilayah pedesaan dengan jumlah jam kerja di atas 35 jam ke atas paling banyak lebih tinggi dibanding pekerja pada sektor ekonomi kreatif di wilayah bekerja selama
perdesaan, yaitu 80,34 persen dibanding 79,92 persen.
35-48 jam seminggu Jika dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, pada tahun 2016, persentase pekerja tidak penuh di sektor ekonomi kreatif baik di
perkotaan maupun perdesaan lebih rendah dibandingkan kondisi nasional. Secara nasional, persentase pekerja tidak penuh di perkotaan sebesar 21,46 persen dan di perdesaan sebesar 42,50 persen. Sementara di sektor ekonomi kreatif, pekerja tidak penuh di perkotaan sebesar 18,21 persen dan di perdesaan 26,61 persen. Selain itu, persentase penduduk bekerja dengan jam kerja 35 jam atau lebih di sektor ekonomi kreatif baik di perkotaan maupun perdesaan juga lebih tinggi dibandingkan kondisi nasional.
56 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Gambar 3.31. Perbandingan Persentase Penduduk Bekerja (Pekerjaan Utama) Menurut Jam Kerja dan Tempat Tinggal Secara Nasional (Semua Sektor) dan di Sektor Ekonomi Kreatif, Tahun 2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2016
Batas jam kerja normal yang ditetapkan oleh ILO adalah 48 jam dalam £
9. Jam Kerja Berlebih (Excessive Hour)
seminggu, sehingga seseorang yang bekerja di atas 48 jam dalam Pada tahun 2016, seminggu dikategorikan sebagai seseorang dengan jam kerja berlebih
1 dari 3 penduduk (excessive hours). ILO menetapkan bahwa pekerjaan dengan jam kerja bekerja di sektor
berlebih termasuk pekerjaan yang tidak layak. Hal tersebut dikarenakan Ekonomi Kreatif jam kerja yang berlebihan bisa meningkatkan risiko terhadap cedera bekerja dengan jam dan penyakit, serta menurunkan moral dan produktivitas pekerja yang kerja berlebih berujung pada menurunnya tingkat kesejahteraan.
Tabel 3.15. Persentase Penduduk Bekerja dangan Pekerjaan Utama di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Excessive Hours, 2011-2016
Excessive Hours
Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016
Berdasarkan Tabel 3.15, terlihat bahwa pada tahun 2016, penduduk bekerja dengan pekerjaan utama di sektor ekonomi kreatif dengan jam kerja berlebih (excessive hours) sebesar 33,67 persen. Artinya sekitar
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
satu dari tiga tenaga kerja di sektor ekonomi kreatif bekerja dengan jam kerja berlebih. Sementara untuk level nasional lebih rendah yaitu 30,07 persen. Hal tersebut mengkhawatirkan karena cukup banyak tenaga kerja di sektor ekonomi kreatif terlibat dalam pekerjaan yang tidak layak. Jika dibandingkan dengan tahun 2011, kondisi tahun 2016 ini tidak lebih baik. Pada tahun 2011 sekitar 32,97 persen tenaga kerja di sektor
£ ekonomi kreatif bekerja dengan jam kerja berlebih, berluktuatif tetapi
cenderung naik hingga sebesar 33,67 persen pada 2016. Laki-laki lebih banyak
Gambar 3.32. Persentase Penduduk Bekerja dangan Pekerjaan jam kerja berlebih Utama di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Excessive Hours dan Jenis
bekerja dengan
daripada perempuan
Kelamin, Tahun 2015-2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2015-2016
Apabila dicermati menurut jenis kelamin, pada sektor ekonomi kreatif, persentase penduduk bekerja laki-laki yang terlibat dalam pekerjaan dengan excessive hours lebih besar dibanding perempuan. Hal tersebut terjadi baik tahun 2015 maupun tahun 2016. Sebagai gambaran, pada 2016, proporsi pekerja laki-laki yang bekerja dengan excessive hours sebesar 38,40 persen, sementara perempuan hanya 29,91 persen.
Gambar 3.33 menunjukkan perbandingan persentase penduduk bekerja menurut kategori excessive hours dan jenis kelamin antara penduduk bekerja secara nasional (di semua sektor) dan penduduk yang bekerja di sektor ekonomi kreatif. Pada tahun 2016, persentase pekerja dengan excessive hours di sektor ekonomi kreatif sebesar 33,67 persen. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan kondisi nasional yang sebesar 30,07 persen. Kondisi ini terlihat baik pada laki-laki maupun perempuan.
58 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Gambar 3.33. Perbandingan Persentase Penduduk Bekerja (Pekerjaan Utama) Menurut Kategori Excessive Hours dan Jenis Kelamin Secara Nasional (Semua Sektor) dan di Sektor Ekonomi Kreatif, Tahun 2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2016
Lebih lanjut apabila dibedakan menurut daerah tempat tinggal (Gambar 3.34), penduduk bekerja di sektor ekonomi kreatif dengan excessive hours di perkotaan lebih banyak dibanding di perdesaan. Pada tahun 2016, di daerah perkotaan persentase pekerja dengan jam kerja berlebih sebesar 33,16 persen, sementara di daerah perdesaan sebesar 32,50 persen.
Gambar 3.34. Persentase Penduduk Bekerja dangan Pekerjaan Utama di Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Excessive Hours dan
Tempat Tinggal, Tahun 2011-2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2015-2016
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Jika dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal (Gambar 3.35), pada tahun 2016, persentase penduduk bekerja dengan excessive hours di sektor ekonomi kreatif baik di perkotaan maupun perdesaan lebih tinggi dibandingkan kondisi nasional. Secara nasional, persentase penduduk bekerja dengan excessive hours di perkotaan sebesar 33,54 persen dan di perdesaan sebesar 26,33 persen. Sementara di sektor ekonomi kreatif, penduduk bekerja dengan excessive hours di perkotaan mencapai 34,16 persen dan di perdesaan mencapai 32,50 persen.
£ Gambar 3.35. Perbandingan Persentase Penduduk Bekerja
Baik laki-laki,
(Pekerjaan Utama) Menurut Kategori Excessive Hours dan Tempat
perempuan, di
Tinggal Secara Nasional (Semua Sektor) dan di Sektor Ekonomi
perkotaan, maupun
Kreatif, Tahun 2016
di perdesaan, penduduk bekerja dengan jam kerja berlebih di sektor
Ekonomi Kreatif lebih tinggi dari kondisi nasional
Sumber: BPS RI, Sakernas 2016
Tabel 3.16 menunjukkan persentase penduduk bekerja dengan jam kerja berlebih pada setiap subsektor ekonomi kreatif. Pada tahun 2016, persentase pekerja dengan jam kerja berlebih tertinggi pada subsektor ilm, animasi dan video; seni pertunjukan; serta arsitektur. Sementara subsektor dengan persentase pekerja dengan jam kerja berlebih terendah adalah kuliner; televisi dan radio; serta musik. Jika dilihat trennya, persentase penduduk dengan jam kerja berlebih di setiap suksektor mengalami luktuasi yang beragam dari tahun 2011 hingga 2016.
60 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Tabel 3.16. Persentase Penduduk Bekerja dangan Pekerjaan Utama di Sektor Ekonomi Kreatif dengan Excessive Hours Menurut Subsektor Ekonomi Kreatif, Tahun 2011-2016
Film, Animasi, dan Video
Aplikasi dan Game Developer
Televisi dan Radio
Seni Pertunjukan
Seni Rupa
Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016
10. Setengah Penganggur
Penduduk yang dikategorikan sebagai setengah penganggur adalah
penduduk yang bekerja dengan jam kerja di bawah jam kerja normal £
(kurang dari 35 jam dalam seminggu), dan masih mencari atau menerima
5 dari 100 orang pekerjaan atau mempersiapkan usaha baru.
tenaga kerja Menurut hasil Sakernas 2016, setengah penganggur tenaga kerja Ekonomi Kreatif
ekonomi kreatif adalah sebesar 4,60 persen dari total tenaga kerja adalah setengah ekonomi kreatif. Dengan kata lain, dari 100 orang tenaga kerja ekonomi penganggur kreatif, sekitar 5 orang diantaranya adalah setengah penganggur. Sedangkan untuk tenaga kerja di semua sektor (level nasonal) dari 100 orang sekitar 8 diantaranya masuk kategori setengah penganggur.
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Tabel 3.17. Persentase Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif Menurut Kategori Setengah Penganggur, 2011-2016
Setengah Penganggur
Bukan Setengah Penganggur
Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016
Berdasarkan data tahun 2011-2016, persentase setengah penganggur tenaga kerja Ekonomi Kreatif berluktuasi dengan kecenderungan menurun. Pada tahun 2011, setengah penganggur mencapai 7,26 persen dari total tenaga kerja Ekonomi Kreatif dan menurun hingga mencapai 4,40 persen pada 2014. Selanjutnya naik kembali menjadi 4,84 persen di tahun 2015, dan kemudian turun menjadi 4,60 persen di tahun 2016.
Komposisi proporsi setengah penganggur perempuan lebih besar dibanding laki-laki tidak berubah sejak tahun 2011. Bahkan, pada tahun 2012 setengah penganggur perempuan berada di proporsi tertinggi, sebesar 67,40 persen dibanding laki-laki yang hanya 32,60 persen.
Gambar 3.36. Persentase Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif yang Masuk Kategori Setengah Penganggur Menurut Jenis Kelamin, 2011-2016
£ Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016
Proporsi setengah penganggur perempuan di sektor Gambar 3.36 menunjukkan komposisi setengah penganggur tenaga kerja
ekonomi kreatif Ekonomi Kreatif menurut jenis kelamin. Gambar tersebut menunjukkan lebih besar daripada
bahwa sebagian besar setengah penganggur ekonomi kreatif berjenis laki-laki kelamin perempuan. Pada tahun 2016, setengah penganggur perempuan
mencapai 62,67 persen dan untuk laki-laki hanya 37,33 persen.
62 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Gambar 3.37. Perbandingan Persentase Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif yang Masuk Kategori Setengah Penganggur Menurut Jenis Kelamin Secara Nasional (Semua Sektor) dan di Sektor Ekonomi
Kreatif, Tahun 2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2016
Berdasarkan Gambar 3.37 pada semua sektor (nasional), tenaga kerja pada kategori setengah penganggur didominasi oleh tenaga kerja laki- laki yaitu sebesar 61,99 persen. Sementara di sektor ekonomi kreatif, tenaga kerja perempuan mendominasi tenaga kerja yang masuk kategori setengah penganggur, yaitu sebesar 62,67 persen.
Komposisi setengah penganggur tenaga kerja Ekonomi Kreatif menurut
daerah tempat tinggal dapat dicermati pada Gambar 3.38. Pada tahun £
2016, sebanyak 61,52 persen setengah penganggur sektor Ekonomi Prporsi setengah Kreatif tinggal di daerah perkotaan, sisanya (38,48 persen) tinggal di penganggur di perdesaan.
sektor Ekonomi Komposisi proporsi setengah penganggur di perkotaan lebih besar Kreatif yang tinggal dibanding perdesaan tidak berubah sejak tahun 2011. Dimana pada di daerah perkotaan tahun 2011 setengah penganggur perkotaan berada di proporsi tertinggi, lebih besar daripada sebesar 65,17 persen dibanding perdesaan sebesar 34,83 persen.
di daerah perdesaan
Gambar 3.38. Persentase Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif yang Masuk Kategori Setengah Penganggur Menurut Daerah Tempat Tinggal,
2011-2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Gambar 3.39. Perbandingan Persentase Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif yang Masuk Kategori Setengah Penganggur Menurut Daerah Tempat Tinggal Secara Nasional (Semua Sektor) dan di Sektor Ekonomi Kreatif, Tahun 2016
Proporsi setengah penganggur di sektor Ekonomi Sumber: BPS RI, Sakernas 2016 Kreatif lebih banyak tinggal di
daerah perkotaan, Gambar 3.39 menunjukkan perbedaaan antara keadaan tenaga kerja sedangkan setengah setengah penganggur di sektor ekonomi kreatif dan secara nasional penganggursecara (semua sektor). Pada semua sektor, tenaga kerja setengah penganggur
nasional lebih sebesar 65,20 persen tinggal di daerah perdesaan. Sedangkan pada banyak tinggal di sektor ekonomi kreatif, tenaga kerja setengah penganggur yang tinggal daerah perdesaan di daerah perdesaaan hanya sebesar 38,48 persen.
Gambar 3.40. Persentase Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif yang Masuk Kategori Setengah Penganggur Menurut Kelompok Umur, 2011-
£ Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016
Proporsi setengah penganggur Faktor umur menentukan status ketenagakerjaan seseorang. Publikasi
terbanyak, baik di ini mengelompokkan umur menjadi kategori umur 15-24 tahun (umur sektor Ekonomi muda), umur 25-59 tahun dan umur 60 tahun ke atas (lanjut usia). Kreatif maupun Mencermati distribusi umur dari setengah penganggur Ekonomi Kreatif secara nasional (Gambar 3.40), setengah penganggur pada tahun 2016 didominasi
adalah kelompok oleh umur 25-40 tahun sebesar 41,84 persen, dan selanjutnya adalah umur 25-40 tahun kelompok umur muda sebesar 33,30 persen. Pada kategori lansia, masih terdapat orang yang bekerja di bawah jam kerja normal, dan masih
64 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan usaha baru, dengan persentase sebesar 2,27 persen. Sebaran proporsi setengah penganggur menurut kelompok umur ini tidak mengalami perubahan dari tahun 2011-2016.
Gambar 3.41. Perbandingan Persentase Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif yang Masuk Kategori Setengah Penganggur Menurut Kelompok Umur Secara Nasional (Semua Sektor) dan di Sektor Ekonomi Kreatif, Tahun 2016
Sumber: BPS RI, Sakernas 2016
Jika dibandingkan dengan angka nasional, baik secara nasional (semua sektor) maupun sektor ekonomi kreatif, tenaga kerja yang masuk kategori setengah penganggur terbanyak adalah tenaga kerja pada kelompok umur 25-40 tahun dengan persentase di nasional dan ekonomi kreatif masing-masing sebesar 40,83 persen dan 41,84 persen.
Pada angka nasional, kelompok umur dewasa (41-59 tahun) merupakan tenaga kerja terbanyak kedua yang masuk kategori setengah penganggur yaitu sebesar 28,36 persen. Berbeda halnya jika dilihat dari sektor ekonomi kreatif saja, persentase tenaga kerja setengah penganggur terbanyak kedua adalah tenaga kerja pada kelompok umur muda (15-24 tahun). Sementara persentase terkecil adalah pada kelompok umur (60 tahun ke atas), baik secara nasional maupun sektor ekonomi kreatif yang masing-masing sebesar 4,39 persen da 2,27 persen.
Hasil Sakernas 2016 pada Gambar 3.42 menunjukkan bahwa setengah penganggur paling tinggi terdapat pada tingkat pendidikan rendah (SMP ke bawah) yaitu sebesar 53,60 persen. Hal ini dapat diartikan bahwa dari 100 orang setengah penganggur tenaga kerja ekonomi kreatif, sekitar 55 orang diantaranya berpendidikan SMP ke bawah. Sementara itu, setengah penganggur berpendidikan menengah (SMA) dan tinggi (Diploma ke atas) masing-masing sebesar 36,04 persen dan 10,36 persen.
Pada periode 2011-2016, setengah penganggur ekonomi kreatif berpendidikan rendah terus menurun dari 69,38 persen menjadi 53,60 persen. Pada pendidikan menengah, setengah penganggur terus naik dari 26,90 persen menjadi 36,04 persen. Sementara itu, setengah penganggur berpendidikan tinggi berluktuasi, dengan tren kenaikan dari 3,72 persen pada tahun 2011 menjadi 5,01 persen pada 2012, turun pada 2013 menjadi sebesar 4,89 persen, dan selanjutnya naik hingga mencapai 10,36 persen pada tahun 2016.
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Gambar 3.42. Persentase Tenaga Kerja Ekonomi kreatif yang Masuk Kategori Setengah Penganggur Menurut Tingkat Pendidikan,
Proporsi setengah
2011-2016
penganggur di sektor ekonomi kreatif paling banyak berada pada tingkat pendididkan SMP ke bawah
Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016
Gambar 3.43 menunjukkan bahwa keadaan tenaga kerja setengah penganggur, jika ditinjau dari tingkat pendidikan, baik secara nasional (semua sektor) maupun pada sektor ekonomi kreatif tidaklah berbeda. Pada sektor ekonomi kreatif tenaga kerja yang masuk kategori setengah penganggur dengan tingkat pendidikan SMP ke bawah sebesar 53,60 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan kondisi tenaga kerja secara nasional, yaitu sebesar 65,94 persen. Persentase tenaga kerja yang masuk kategori setengah penganggur terendah adalah tenaga kerja dengan tingkat pendidikan diploma ke atas, dengan persentase pada sektor ekonomi kreatif dan secara nasional (semua sektor) masing-masing sebesar 10,36 persen dan 8,92 persen.
£ Gambar 3.43. Perbandingan Persentase Tenaga Kerja Ekonomi
Kreatif yang Masuk Kategori Setengah Penganggur Menurut
Proporsi setengah
Tingkat Pendidikan Secara Nasional (Semua Sektor) dan di Sektor
penganggur baik
Ekonomi Kreatif, Tahun 2016
di sektor Ekonomi Kreatif maupun secara nasional didominasi oleh
tenaga kerja SMP ke bawah
Sumber: BPS RI, Sakernas 2016
66 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
Tabel 3. 18. Distribusi Setengah Penganggur Menurut Subsektor Ekonomi Kreatif, 2011-2016
0,18 0,42 0,88 Film, Animasi, dan
19,27 17,82 16,05 Aplikasi dan Game
0,01 0,38 0,00 Televisi dan Radio
0,27 0,62 0,25 Seni Pertunjukan
4,84 4,00 3,08 Seni Rupa
Sumber: BPS RI, Sakernas 2011-2016
Persentase setengah penganggur tenaga kerja Ekonomi Kreatif dari tahun 2011 sampai tahun 2016 menurut Subsektor dapat dilihat pada Tabel 3.18. Pada tahun 2016, urutan subsektor berdasarkan proporsi setengah penganggur terbesar adalah Subsektor Kuliner (55,56 persen), Subsektor Kriya (18,62 persen) dan Subsektor Fashion (16,05 persen). Pola yang sama terjadi pada tahun 2011-2015 dimana proporsi setengah penganggur terbesar pada Subsektor Kuliner, Subsektor Kriya, dan Subsektor Fashion
PENUTUP
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
BAB IV PENUTUP
Berdasarkan hasil Sakernas tahun 2011-2016, jumlah tenaga kerja ekonomi kreatif cenderung mengalami peningkatan, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 4,69 persen per tahun. Share tenaga kerja ekonomi kreatif pada tahun 2016 sebesar 14,28 persen, yang berarti dari 100 orang penduduk bekerja sekitar 14 sampai 15 orang bekerja pada ekonomi kreatif. Apabila melihat dari trennya, maka share tenaga kerja ekonomi kreatif dari tahun 2011 ke 2016 cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2016, urutan subsektor berdasarkan persentase terbesar adalah Subsektor Kuliner (47,21 persen), Subsektor Fashion (24,42 persen), dan Subsektor Kriya (21,99 persen). Pola yang sama terjadi pada tahun 2011- 2015 dimana proporsi terbesar terdapat pada Subsektor Kuliner, Fashion, dan Kriya.
Karakteristik tenaga kerja ekonomi kreatif diidentiikasi dari umur, tingkat pendidikan, lapangan usaha, status pekerjaan, jenis pekerjaan, jam kerja, dan dilihat dari setengah penganggur. Tenaga kerja ekonomi kreatif pada tahun 2016 didominasi oleh kelompok umur 25-34 tahun. Apabila dilihat dari jenis kelaminnya, pada tahun 2016, persentase perempuan yang bekerja di ekonomi kreatif lebih besar daripada laki-laki. Penyerapan tenaga kerja pada pekerjaan utama di sektor ekonomi kreatif tahun 2016 di daerah perkotaan lebih besar dibanding di perdesaan.
Pada tahun 2016, sektor ekonomi kreatif paling banyak menyerap tenaga kerja berpendidikan SMP ke Bawah. Namun, selama tahun 2011- 2016, persentase tenaga kerja ekonomi kreatif berpendidikan SMP ke bawah terus mengalami penurunan sedangkan persentase tenaga kerja ekonomi kreatif berpendidikan Diploma ke atas cenderung mengalami peningkatan.
Perkembangan ekonomi kreatif beranjak ke arah kemajuan selama periode 2011-2016. Hal tersebut didukung dengan peningkatan tenaga kerja ekonomi kreatif di sebagian besar kategori lapangan usaha, terutama pada Kategori I (Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum), Kategori C (Industri Pengolahan), dan Kategori G (Perdagangan). Apabila dilihat dari status pekerjaan utama, penduduk yang bekerja di sektor ekonomi kreatif paling banyak sebagai buruh/karyawan/pegawai dan berusaha sendiri.
Hasil Sakernas tahun 2016 menunjukkan bahwa dari 16,91 juta orang yang bekerja pada ekonomi kreatif, sebesar 52,60 persen bekerja dengan status pekerjaan informal dan 47,40 persen bekerja sebagai pekerja sektor formal. Pada tahun 2016, penduduk yang pekerjaan utamanya
70 TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
di sektor ekonomi kreatif dominan bekerja pada jenis pekerjaan tenaga produksi operator alat angkutan dan pekerja kasar, selanjutnya adalah jenis pekerjaan tenaga usaha penjualan. Pola yang sama juga terlihat pada periode 2011-2015.
Pada tahun 2016, sebagian besar penduduk bekerja yang pekerjaan utamanya di sektor ekonomi kreatif berada pada kategori blue collar dengan persentase sebesar 93,09 persen. Sementara yang bekerja pada jenis pekerjaan white collar hanya sebesar 6,91 persen. Pola tersebut juga terjadi selama tahun 2011 – 2015, dengan persentase tenaga kerja di jenis pekerjaan blue collar berada pada kisaran 92 hingga 93 persen, sedangkan white collar berada pada kisaran 6 sampai 8 persen. Penduduk bekerja yang pekerjaan utamanya di sektor ekonomi kreatif pada tahun 2015 dan 2016 didominasi oleh tenaga kerja yang bekerja sebagai blue collar baik laki-laki maupun perempuan. Pada tahun 2016, penduduk bekerja yang pekerjaan utamanya di sektor ekonomi kreatif yang termasuk kategori blue collar terbesar ada pada subsektor kuliner, fashion, dan kriya.
Dilihat dari jumlah jam kerja pada tahun 2011- 2016, persentase terbesar adalah pada kelompok yang bekerja selama 35-48 jam seminggu. Pada tahun 2016, penduduk bekerja dengan pekerjaan utama di sektor ekonomi kreatif dengan jam kerja berlebih (excessive hours) sebesar 33,67 persen. Artinya sekitar 1 dari 3 pekerja di sektor ekonomi kreatif bekerja dengan jam kerja berlebih. Pada tahun 2015 dan 2016, di sektor ekonomi kreatif, persentase penduduk bekerja laki-laki yang terlibat dalam pekerjaan dengan excessive hours lebih besar dibanding perempuan.
Penduduk yang dikategorikan sebagai setengah penganggur (underemployment) adalah mereka yang jam kerjanya di bawah ambang batas jam kerja normal (kurang dari 35 jam dalam seminggu), dan mereka masih mencari atau menerima pekerjaan tambahan. Menurut data Sakernas 2016, dari 100 orang tenaga kerja ekonomi kreatif, terdapat sekitar 5 orang yang tergolong setengah penganggur. Jika dilihat trennya pada tahun 2011-2016, persentase setengah penganggur tenaga kerja maritim berluktuasi dengan kecenderungan menurun.
Kelebihan dari ekonomi kreatif adalah menawarkan pembangunan yang berkelanjutan yaitu iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki sumber daya yang terbarukan. Ekonomi kreatif merupakan peluang besar baik bagi negara maju maupun negara berkembang untuk terus mengembangkan perekonomiannya, karena sumber daya utama dari ekonomi ini adalah ide, talenta, dan kreatiitas. Tiga hal tersebut merupakan cadangan sumber daya yang selalu terbarukan dan tidak terbatas. Sehingga kajian-kajian mengenai ekonomi kreatif menjadi penting dan selalu menarik untuk dikembangkan. Dalam penghitungan indikator tenaga kerja ekonomi kreatif 2011-2016, ditemui beberapa kendala antara lain:
1. Untuk menghitung banyaknya orang yang bekerja di Sektor Ekonomi Kreatif selama periode 2011 – 2016 maka KBLI 2009 harus disesuaikan (bridging) dengan KBLI 2015. Selama proses bridging terdapat beberapa kode dari KBLI 2009 yang tidak terdistrisbusi ke satu kode ataupun sebaliknya sehingga harus dilakukan pemecahan
71
TENAGA KERJA EKONOMI KREATIF 2011-2016
secara manual. Proses ini tentu saja memberikan akibat tidak langsung terhadap besaran angka Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif 2011 – 2016.
2. Ekonomi kreatif terdiri dari 16 subsektor yang dibentuk dari 223 kode KBLI 2015. Dalam 223 kode KBLI ini sebenarnya ada beberapa golongan pokok yang masih tercampur antara ekonomi kreatif dan non ekonomi kreatif. Untuk mendapatkan data ekonomi kreatif yang lebih akurat, ke depannya perlu dilakukan pemilahan golongan pokok ekonomi kreatif tersebut.
3. Data yang digunakan dalam penghitungan tenaga kerja adalah Sakernas, dengan keterbatasan antara lain:
a. Sakernas tidak dirancang khusus untuk mengukur tenaga kerja ekonomi kreatif.
b. Sampel size tidak mencukupi (level estimasi nasional) untuk estimasi tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota pada tenaga kerja ekonomi kreatif.
c. Keterbatasan sampel mengakibatkan hanya dapat menyajikan
14 subsektor ekonomi kreatif dan tidak dapat menyajikan indikator ketenagakerjaan secara lebih komprehensif dan mendalam (hanya indikator utama dan bersifat nasional).
Rekomendasi dalam penghitungan indikator tenaga kerja ekonomi kreatif:
Resize sampel Sakernas, hal ini penting untuk meningkatkan akurasi data.
Memperbanyak studi literatur, kajian, dan diskusi-diskusi mendalam kepada stakeholder yang kompeten di bidang ekonomi kreatif (baik di pusat maupun daerah).
Survei khusus tenaga kerja ekonomi kreatif untuk memperoleh tenaga kerja ekonomi kreatif yang lebih akurat, selain itu juga bisa digunakan sebagai salah satu faktor koreksi terhadap indikator tenaga kerja yang telah dihasilkan.