HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA

BAB XII HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA

A. Ruang Lingkup Hubungan Industrial

Hubungan industrial menggambarkan sebuah sistem yang kompleks yang pada dasarnya merupakan hubungan antara pelaku dalam proses barang dan atau jasa. Para pelaku tersebut terdiri dari para karyawan, pengusaha dan pemerintah termasuk masyarakat. Sebagai sebuah sistem yang dinamis, maka hubungan industrial memiliki sub-sub sistem atau bagian (dalam hal ini para pelaku dalam produksi) yang berperan sesuai dengan bidang mesinnya, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan iklim kerja dan usaha yang harmonis.

Ruang lingkup hubungan industrial meliputi seluruh aspek dan permasalahan sekonomi, sosial, politik, budaya dan teknologi serta lainnya yang langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan hubungan antara pekerja, pengusaha dan pemerintah/ masyarakat.

B. Pengertian dan Tujuan Hubungan Industrial Pancasila (HIP)

Sesuai dengan pedoman pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila (HIP), berikut ini dipaparkan pengertian dan tujuan Hubungan Industrial Pancasila.

Hubungan Industrial Pancasila adalah satu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan pemerintah) yang didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan manifestasi dari keseluruhan sila-sila dari pancasila dan UUD 1945, yang tumbuh dan berkembang di atas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia

Sejalan dengan pengertian di atas, sila-sila dari Pancasila yang melandasi HIP adalah merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Sila yang satu tidak lebih menonjol peranannya dari sila yang lain. Dalam membahas suatu sila sebagai dasar, tidak boleh terlepas dari sila yang lain, karena Pancasila harus dilaksanakan dan diamalkan secara bulat dan utuh.

Tujuan Hubungan Industrial adalah mengemban cita-cita proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia 17 Agustus 1945 di dalam Pembangunan Nasional, ikut mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

kegairahan kerja serta ketenangan usaha, meningkatkan produksi atau produktivitas dan meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajadnya sesuai dengan martabat manusia.

C. Azas-azas Dalam Hubungan Industrial Pancasila

Dalam mencapai tujuannya, Hubungan Industrial Pancasila mendasarkan diri pada azas- azas pembangunan yaitu :

a. azas Manfaat

b. azas Usaha bersama dan kekeluargaan

c. azas Demokrasi

d. azas Adil dan merata

e. azas Peri kehidupan dalam kesinambungan

f. azas Kesadaran Hukum

g. azas Kepercayaan Dalam pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila berdasarkan kepada dua azas kerja yaitu : (a) azas Kekeluargaan dan gotong royong (b) azas Musyawarah untuk mufakat

Sedangkan sebagai manifestasi dari kedua azas di atas, maka HIP mendasarkan diri kepada 3 (tiga) azas kerja sama, yaitu bahwa pekerja dan pengusaha merupakan teman seperjuangan dalam : - Proses produksi, berarti mereka wajib bekerja serta membantu kelancaran usaha - Dalam pemerataan menikmati hasil perusahaan, berarti hasil usahanya dinikmati bersama dengan bagian layak/ sesuai dengan prestasinya. - Dalam bertanggung jawab, kepada Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan negara, masyarakat sekeliling, pekerja dan keluarganya dan kepada pengusaha dimana mereka bekerja.

D. Ciri-ciri Khusus dalam Hubungan Industrial Pancasila

(1) HIP mengakui dan meyakini bahwa bekerja bukan hanya bertujuan untuk sekedar mencari nafkah saja, akan tetapi sebagai pengabdian kepada Tuhannya, kepada sesama manusia, kepada masyarakat, bangsa dan negara.

manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatnya. Karena itu perlakuan pengusaha kepada pekerja bukan hanya dilihat dari segi kepentingan produksi belaka, akan tetapi haruslah dilihat dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat manusia.

(3) Hubungan Industrial Pancasila melihat antara pekerja dan pengusaha bukanlah mempunyai kepentingan yang bertentangan akan tetapi mempunyai kepentingan yang sama yaitu kemajuan perusahaan. Karena dengan perusahaan yang majulah semua fihak akan dapat meningkatkan kesejahteraan.

(4) Dalam HIP setiap perbedaan pendapat antara pekerja dan pengusaha harus diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat yang dilakukan secara kekeluargaan. Karena itu penggunaan tindakan penekanan dan aksi-aksi sepihak seperti mogok, penutupan perusahaan (l ock out ) dan lain-lainnya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip HIP.

(5) Di dalam pandangan HIP terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban kedua belah pihak dalam perusahaan. Keseimbangan itu dicapai bukan didasarkan atas perimbangan kekuatan ( balance of power ), akan tetapi atas dasar rasa keadilan dan kepatuhan. Disamping itu juga HIP juga mempunyai pandangan bahwa hasil-hasil perusahaan yang dicapai berdasarkan kerja sama antara pekerja dan pengusaha, harus dapat dinikmati secara adil dan merata sesuai dengan pengobanan masing-masing.

(6) Dalam HIP dituntut adanya saling pengertian antara karyawan dan pengusaha. Disatu pihak, pengusaha perlu menyadari dan mengakui bahwa :  Karyawan perlu diajak berperan serta di dalam memecahkan persoalan-persoalan

perusahaan.

 Karyawan menghendaki agar pengusaha dapat memberikan upah yang layak  Karyawan menghendaki diberi tanggung jawab terhadap pekerjaannya dan diberi

kesempatan untuk berkembang  Karyawan menginginkan adanya ketenangan, kepastian kerja dan diberi

kesempatan untuk mengutarakan keluhan-keluhannya serta memperoleh tanggapan yang wajar dari pengusaha

(7) Di pihak karyawan dan Serikat Pekerja harus menyadari dan mau menerima keadaan, bahwa :

 Fungsi memimpin dan mengendalikan perusahaan berada di tangan pengusaha yang perlu dukungan dari karyawan atau Serikat Pekerja.

 Di samping memberikan upah/ gaji dan kesejahteraan bagi karyawan, pengusaha masih harus menjamin keperluan-keperluan lain, seperti; perluasan usaha,

penggantian barang-barang modal, pemberian deviden untuk para pemilih modal dan pembayaran pajak.

 Pengusaha mempunyai wewenang untuk memilih dan mengangkat karyawan untuk suatu pekerjaan tertentu

 Keanggotaan karyawan dalam Serikat Pekerja tidaklah berarti mengurangi kesetiaan dan disiplin kerja karyawan terhadap peraturan perusahaan dan kepada

pengusaha.

E. Sarana dan Kelembagaan dalam Pelaksanaan HIP

Dalam rangka mencapai tujuan HIP, maka dalam pelaksanaannya dibutuhkan sarana- sarana dan kelembagaan untuk mewujudkan falsafah HIP dalam kehidupan sehari-hari. Sarana dan kelembagaan tersebut antara lain :

1. Lembaga Kerjasama Bipartit Adalah suatu lembaga atau badan di dalam suatu perusahaan yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil pekerja dan wakil-wakil pengusaha yang merupakan forum konsultasi dan komunikasi untuk memecahkan masalah bersama seperti produktivitas kerja, disiplin kerja, ketenangan kerja dan ketenangan usaha dan lain-lain.

Tujuan Lembaga Kerjasama adalah : Untuk mengembangkan hubungan industrial yang serasi pada tingkat perusahaan, guna mencapai sasaran dalam lingkungan perusahaan yang harmonis dan sasaran nasional baik di bidang pertumbuhan ekonomi, stabilitas di sektor industri dan perluasan kesempatan kerja.

2. Lembaga Kerjasama Tripatit Lembaga kerjasama tripatit adalah lembaga konsultasi dan komunikasi antara wakil pekerja, pengusaha dan pemerintah untuk memecahkan masalah-masalah bersama dalam bidang ketenaga-kerjaan, lembaga ini didirikan baik tingkat nasional, propinsi dan kabupaten atau kotamadya. Lembaga ini juga dibentuk bersifat umum ataupun untuk sektor-sektor tertentu.

Kesepakatan Kerja Bersama

Antara wakil pengusaha atau kelompok pengusaha di satu pihak dengan wakil-wakil pekerja atau Serikat Pekerja di lain pihak perlu melakukan suatu Perundingan Bersama untuk memecahkan persoalan-persoalan yang mungkin timbul, misalkan mengenai syarat-syarat kerja dalam perusahaan, agar tercapai suatu persesuaian. Semua syarat-syarat kerja yang telah disepakati melalui perundingan bersama tersebut, dinamakan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) atau Collective Labor Agreement (CLA).

Kesepakatan Kerja Bersama yang dilaksanakan dengan cara musyawarah akan sangat bermanfaat bagi kedua belah pihak, yaitu pihak karyawan dan pengusaha. Bagi pihak karyawan akan dapat mengetahui, misalkan mengenai upah/ gaji, tunjangan, jaminan sosial yang pada umumnya berupa hak cuti, rekreasi, jaminan kesehatan, pensiun dan lain-lain. Juga pihak karyawan akan dapat mengetahui perihal kewajiban-kewajibannya seperti memberikan pertanggung jawaban pekerjaan, disiplin kerja dan sebagainya.

Di pihak pengusaha, akan dapat memperoleh kejelasan hak dan kewajiban tentang kelancaran produksi, ketentraman kerja dan peningkatan kesejahteraan bagi seluruh karyawan.

Kesepakatan Kerja Bersama tersebut pada umumnya dilaksanakan untuk periode tertentu misalkan dua tahun. Apabila antara pihak pengusaha dan pihak karyawan sulit mencapai kesepakatan, maka dapat dilakukan pendekatan melalui Lembaga Tripatit atau dengan jasa pihak Pemerintah.