44
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Bahan Baku
Teripang yang digunakan dalam penelitian ini adalah teripang pasir Holothuria scabra yang diperoleh dari Balai Budidaya Laut BBL, Lampung.
Teripang tersebut yaitu sebanyak 123 ekor merupakan hasil tangkapan dari alam, yakni perairan Teluk Lampung Gambar 7. Umur teripang yang
digunakan menurut peneliti BBL diperkirakan berkisar antara 1,5-2 tahun. Secara ringkas karakteristik teripang yang digunakan untuk penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 5.
Gambar 7 Teripang pasir yang digunakan dalam penelitian Tabel 5 Karakteristik teripang dari perairan Teluk Lampung
Karakteristik Deskripsi
Bentuk tubuh Bulat panjang dengan permukaan tubuh
kasar Warna
Abu-abu sampai kehitaman dengan garis melintang berwarna hitam
Umur tahun 1,5-2
Bobot g 124,55-136,52
Panjang cm 18,85-20,86
Proporsi antara daging dan jeroan adalah 2,6:1 bb. Proporsi bobot kering dan bobot basah segar beku daging teripang adalah 1:6, sedangkan
proporsi bobot kering dan bobot basah jeroan teripang adalah 1:15.
45
B. Analisa Proksimat Daging dan Jeroan Teripang
Hasil analisa proksimat pada daging teripang, baik daging segar maupun kering disajikan pada Tabel 6 berikut ini. Analisa proksimat dilakukan untuk
mengetahui kandungan protein, lemak, air dan abu. Tabel 6 Hasil analisa proksimat daging dan jeroan teripang
Komponen Kandungan
Daging basah Daging
kering Jeroan
kering
Protein 8,37+0,77 34,13+5,62 2,39+0,10 Lemak 0,87+0,01 2,17+0,03 1,52+0,01
Air 80,72+0,22 3,07+0,03 2,93+0,02 Abu 9,18+0,50 42,57+0,65 53,87+0,07
Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa kandungan protein daging teripang tergolong sedang, yaitu mencapai 8,37 dengan kadar air 80,72 dan 34,13
untuk daging kering. Hasil analisa tersebut menunjukkan bahwa teripang termasuk hasil perikanan berprotein sedang dan rendah lemak kurang dari 5 .
Kandungan protein hasil perikanan umumnya mencapai 15-25 dari total bobot daging dengan kadar air 70-85 Nurjanah et al. 2004.
C. Ekstraksi Steroid Pemilihan aseton sebagai pelarut dalam ekstraksi mengacu pada metode
yang digunakan oleh Touchtone dan Kasparow 1970 seperti dikutip Riris 1994. Namun demikian, karena bahan baku yang digunakan berbeda, yaitu
antara kerang hijau dan teripang, maka memungkinkan steroid yang terkandung juga memiliki karakteristik yang berbeda. Oleh karena itu, selain aseton juga
digunakan metanol dan air pelarut polar, kloroform dan etil asetat pelarut semi polar serta heksan pelarut non polar. Hasil pemilihan jenis pelarut tersebut
menunjukkan bahwa secara kualitatif visual ekstrak aseton lebih banyak mengandung steroid dibanding dengan ekstrak-ekstrak lainnya Gambar 8.
46
Gambar 8 Perbandingan kualitatif kandungan steroid pada ekstrak aseton A dan B, metanol C, heksan D dan etil asetat E
Ekstraksi steroid selanjutnya dilakukan berdasarkan metode yang dilaporkan oleh Touchstone dan Kasparow 1970 seperti dikutip Riris 1994.
Hasil ekstraksi dari 1 kg daging teripang kering diperoleh ekstrak kasar 8,16 g; dari 1 kg daging teripang basah diperoleh ekstrak kasar 12,96 g, sedangkan
ekstrak kasar dari 1 kg jeroan kering diperoleh 17,96 g dan dari 1 kg jeroan basah diperoleh 21,28 g. Rendemen yang diperoleh dari proses ekstraksi
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Rendemen ekstraksi steroid dari teripang pasir
Bahan 1 kg Rendemen ekstrak
kasar g Persentase
Daging kering 8,16+0,07 0,816
Jeroan kering 17,96+0,11 1,796
Daging basah 12,96+0,40 1,296
Jeroan basah 21,28+1,19 2,128
Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa daging dan jeroan teripang basah lebih banyak mengandung steroid dibandingkan sampel kering. Data ini
diperkuat dengan hasil analisis kadar testosteron pada ekstrak teripang dengan HPLC. Daging teripang basah mengandung testosteron 4,890 ppm, daging
kering 4,347 ppm, jeroan kering 5,388 ppm dan jeroan basah 6,124 ppm. Hal ini diduga karena sebagian senyawa steroid dalam sampel mengalami kerusakan
A B
C D
E
47
selama proses pengeringan yang diakibatkan oleh aktivitas bakteri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Litwack 2006 yang menyebutkan bahwa senyawa
steroid dapat terdegradasi karena proses enzimatis yang disebabkan oleh bakteri. Dalam hal ini bakteri diduga tumbuh dan berkembang selama proses
pengeringan daging dan jeroan teripang berlangsung. Pada proses pengeringan jeroan, sejumlah bakteri juga berasal dari alat pencernaan.
Kandungan steroid yang cukup tinggi 2,13 pada jeroan teripang basah merupakan bukti bahwa jeroan tersebut mempunyai nilai manfaat yang
selama ini diabaikan. Dengan demikian, jeroan dari industri pengolahan teripang yang selama ini dibuang dapat dimanfaatkan sebagai sumber steroid sehingga
dapat meningkatkan nilai tambah dari teripang tersebut.
D. Identifikasi dan Karakterisasi Steroid Hasil Ekstraksi