Ukuran baling-baling mempunyai ukuran yang berbeda-berbeda berdasarkan ukuran kapal dan disamping itu juga dapat ditentukan oleh pitch P, diameter D,
dan jumlah, tebal dan luas daun Soenarto, 1985
2.6.3.1 Aksis baling-baling
Periode awal perkembangan teori baling-baling ulir diterangkan berdasarkan prinsip dari perputaran mur pada baut. Bila diputar satu kali, baut akan bergerak
maju sepanjang langkah ulirnya Pitch. Penerapannya pada baling-baling, dengan mengasumsikan bahwa tidak memiliki viskositas maka dalam suatu kisaran baling-
baling akan bergerak maju sejauh jarak pitch. Dalam keadaan slip nol, kapal tidaj bergerak maju karena tidak ada dorongan yang dihasilkan oleh baling-baling
Sumarlan, 1983. Dalam keadaan tidak bergerak, namun baling-baling tetap berputar, maka baling-baling berada dalam keadaan slip 100 Attwood Pangelly,
1967. Deskripsi tentang slip diperlihatkan pada Gambar 11. J
J a
a r
r a
a k
k m
m a
a j
j u
u s
s a
a t
t u
u p
p u
u t
t a
a r
r a
a n
n S
S l
l i
i p
p
A A
r r
a a
h h
G G
e e
r r
a a
k k
a a
n n
P P
u u
t t
a a
r r
a a
n n
D D
m m
a a
j j
u u
Pitch
Gambar 11 Diskrepsi slip dan pitch baling-baling
Menurut Djatmiko et al 1983, menyatakan bahwa mesin induk kapal dengan baling-baling merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam
perencanaan propulsi kapal. Menurut Suzuki, 1978, bahwa apabila kecepatan sebuah kapal melebihi kecepatan yang diperlukan oleh kapal maka akan
mengakobatkan kapal tersebut tidak efisien. Hal tersebut disebabkan karena untuk menambah daya dorong HP lebih dari kecepatan yang sesuai, tidak hanya
menyebabkan mesin yang digunakan terlalu besar, tetapi akan menyebabkan konsumsi bahan bakar lebih tinggi tanpa adanya perubahan kecepatan yang berarti.
2.6.3.2 Elemen baling-baling
Baling-baling mempunyai fungsi sebagai alat mempercepat air yang melewati bidang pinggiran baling-baling dari reaksi yang timbul akibat percepatan air tersebut
mengahsilkan daya dorong ke muka. Jadi timbul perubahan momentum dimana yang semula diam, karena aksi baling-baling mengakibatkan terjadinya percepatan air.
Ditinjau dari teori elemen daun, propeller merupakan baling-baling angkat lifting vane dimana daya angkat dan tahanan pada elemen daun berperan menambah
gaya dorong dan tenaga putar Olson, 1965. Prinsip kerja elemen daun baling-baling berdasarkan perbedaan tekanan pada kedua
sisi baling-baling dimana kecepatan aliran air pada bagian punggung lebih besar dari sisi muka sehingga tekanan pada bagian punggung yang lebih tinggi, perbedaan
tekanan inilah yang menghasilkan daya angkat Sutrisno, 1982. Tekanan pada bagian punggung merupakan tekanan negative karena seolah-olah terjadi hisapan dan
baling-baling mendapatkan tekanan dorong dari hasil hisapan tersebut Attwood dan Pangelly, 1967.
Suctin Zone
Back Trailing
edge Leading edge
Pressure zon Face
Gambar 12 Distribusi tekanan pada elemen daun baling-baling Attwood Pangelly, 1967.
2.6.4 Klasifikasi baling-baling 2.6.4.1 Berdasarkan karakteristik pitch