Populasi Dan Habitat Lutung Jawa (Trachypithecus Auratus) Di Cagar Alam Dungus Iwul Kabupaten Bogor

POPULASI DAN HABITAT LUTUNG JAWA (Trachypithecus
auratus) DI CAGAR ALAM DUNGUS IWUL
KABUPATEN BOGOR

ANNISA MURTHAFIAH

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Populasi dan Habitat
Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) di Cagar Alam Dungus Iwul Kabupaten
Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015

Annisa Murthafiah
NIM E34110079

ABSTRAK
ANNISA MURTHAFIAH. Populasi dan Habitat Lutung Jawa (Trachypithecus
auratus) di Cagar Alam Dungus Iwul Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh NYOTO
SANTOSO.
Cagar Alam Dungus Iwul (CADI) dengan luasan ± 9 ha merupakan salah
satu habitat alami Lutung Jawa (Trachypithecus auratus). Menurut Daftar Merah
IUCN status konservasi lutung jawa adalah vulnerable dan termasuk dalam daftar
Appendix II CITES. Keberadaan lutung jawa di CADI sudah ada sejak tahun
1931. Hasil penelitian yang dilakukan ditemukan dua kelompok lutung jawa yaitu
kelompok 1 terdiri atas 24 individu dan kelompok 2 terdiri atas 2 individu. Sex
ratio individu dewasa pada kelompok 1 (1:2.67) dan pada kelompok 2 (1:1).
Aktivitas harian yang paling sering dilakukan adalah makan 41%. Wilayah jelajah
seluas ± 6 ha dengan jumlah sebanyak 26 individu lutung jawa.Proporsi pakan

lutung jawa didominansi oleh daun sebesar 76%. Tumbuhan iwul (Orania
sylvicola) merupakan tumbuhan yang paling dominan. Pohon tidur lutung jawa
paling banyak menggunakan pohon pohon kihujan(Engelhardtia spicata Lesh.),
asem keranji (Dialum indum L) dan kibangkong (Endiandra rubescens). Aktivitas
istirahat, makan dan aktivitas sosial lutung jawa banyak dilakukan pada strata A
dan B, dan aktivitas berpindah banyak dilakukan pada strata C.
Kata kunci : habitat, lutung jawa, populasi.

ABSTRACT
ANNISA MURTHAFIAH. Population and Habitat of Ebony Leaf Monkey
(Trachypithecus auratus) in Dungus Iwul Nature Reserve. Supervised by NYOTO
SANTOSO
Dungus Iwul Nature Reserve with an area of ± 9 ha is one of the natural
habitat of ebony leaf monkey(Trachypithecus auratus). According to IUCN Red
List of Threatened Species, conservation status of ebony leaf monkey is
vulnerable and listed in Appendix II CITES. Ebony leaf monkey in Dungus Iwul
Nature Reserve be since 1931. Since established as Nature Reserve research about
ebony leaf monkey has not been done. Results of research conducted found two
groups of long-tailed monkeys group 1 had 24 individual and group 2 had 2
individual. Sex ratio of group 1 were 1:2.67 and group 2 had ratio 1:1. Daily

activities most frequently performed for first group is fed with a percentage 41%.
The core area 5,5 ha to 26 individu ebony leaf monkey. Feed that most often eat
by long-tailed macaque is leaf with a percentage of 76%. Iwul (Orania sylvicola)
is the most dominan plant. The tree sleepey of ebony leaf monkey is
kihujan(Engelhardtia spicata Lesh.), asem keranji (Dialum indum L) dan
kibangkong (Endiandra rubescens). Daily activities most frequently performed
for rest, fed, and social activity is A and B strata, and move C strata.
Keywords: ebony leaf monkey, habitat, population.

POPULASI DAN HABITAT LUTUNG JAWA (Trachypithecus
auratus) DI CAGAR ALAM DUNGUS IWUL
KABUPATEN BOGOR

ANNISA MURTHAFIAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karuniaNya karya ilmiah dengan judul “Populasi dan Habitat Lutung
Jawa di Cagar Alam Dungus Iwul Jawa (Trachypithecus auratus)” dapat
diselesaikan. Pengambilan data lapangan dilakukan pada bulan November,
Desember 2014 dan Januari 2015. Segala bentuk kekurangan dan kelebihan dalam
hasil penulisan ini saya ucapakan mohon maaf.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Nyoto Santoso, MS selaku dosen
pembimbing atas arahan, bimbingan, saran dan bantuan materi kepada penulis
selama menyelesaikan Penelitian ini. Ucapan terima kasih tidak lupa penulis
sampaikan kepada orang tua telah memberikan dukungan moral maupun material
dan doa yang tidak pernah henti demi kelancaran penelitian yang akan dilakukan.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Seksi BKSDA Jawa Barat

(Cagar Alam Dungus Iwul) atas ijin dan bantuannya selama penelitian, terimakasih
juga juga untuk Pak Wardi, Ibu Uta atas keikhlasannya, dan pendampingan selama
pengambilan data di lapang. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh
teman teman Fahutan 48 dan KSHE 48 yang telah menemani dan kebersamaannya
selama ini. Terimakasih penulis sampaikan kepada Indra Divayana yang telah
mendampingi dan memberikan semangat selama ini. Selain itu penulis ucapkan
terimakasih kepada M Sukri teman penelitian yang telah membantu banyak selama
ini. Tidak lupa penilis mengucapkan banyak terimakasih kepada saudaraku Srikandi
Fahutan Puput, Anggun, Tanti, Zahra dan teman – teman yang telah ada selama
ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Annisa Murthafiah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii


DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1


Manfaat Penelitian

1

METODE

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Alat dan Bahan

2

Objek Penelitian dan Data yang Dikumpulkan

2


Metode Penelitian

3

Pengolahan dan Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

7

Populasi

8


Habitat

14

SIMPULAN DAN SARAN

22

Simpulan

22

Saran

23

DAFTAR PUSTAKA

23


LAMPIRAN

26

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Populasi lutung jawa di Cagar Alam Dungus Iwul
Perbandingan sex ratio lutung jawa di Cagar Alam Dungus Iwul
Indeks Nilai Penting (INP) seluruh tingkat tumbuhan di Cagar Alam
Dungus Iwul
Pakan lutung jawa di Cagar Alam Dungus Iwul

8
10
15
18


DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Peta lokasi penelitian Cagar Alam Dungus Iwul
Peta contoh analisis vegetasi
Lutung jawa yang terdapat di Cagar Alam Dungus Iwul
Struktur umur lutung jawa di Cagar Alam Dungus Iwul
Ativitas harian lutung jawa Di Cagar AlamDungus Iwul
Peta wilayah jelajah lutung jawa di Cagar Alam Dungus Iwul
Peta tutupan lahan sekitar kawasan Cagar Alam Dungus Iwul
Peta stratifikasi tajuk pohon jalur 1 dan jalur 2
Bagian tumbuhan yang dimakan lutung jawa
Strativikasi habitat lutung jawa Di Cagar Alam Dungus Iwul
Posisi stara lutung jawa dalam melakukan aktivitas di Cagar Alam
Dungus Iwul

2
4
8
8
10
12
15
16
19
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Data hasil analisis vegetasi tingkat semai
Data hasil analisis vegetasi tingkat pancang
Data hasil analisis vegetasi tingkat tiang
Data hasil analisis vegetasi tingkat pohon
Preferensi pakan lutung jawa di Cagar Alam Dungus Iwul

26
27
28
29
31

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lutung jawa (Trachypithecus auratus) merupakan salah satu satwa endemik
Indonesia yang penyebarannya hanya terdapat di Pulau Jawa, Bali, dan Lombok.
Perlindungan terhadap satwa ini telah tercantum dalam beberapa peraturan, baik
nasional maupun internasional. Lutung termasuk dalam jenis satwa yang
dilindungi berdasarkan SK Menhutbun No.733/Kpts-II/1999. Menurut CITES,
lutung jawa termasuk dalam kategori Appendix II dan pada tahun 1996 oleh
IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural)
diketegorikan sebagai primata yang rentan (vulnerable) terhadap gangguan habitat
karena terus terdesak oleh kepentingan manusia.
Menurut IUCN (2013), hal yang mengancam kelestarian populasi lutung
adalah berkurangnya habitat dan degradasi hutan akibat perluasan lahan
pemukiman dan pertanian, perburuan lutung sebagai makanan dan dijual sebagai
hewan peliharaan, fragmentasi habitat, dan populasi yang terisolasi. Cowlishaw &
Dunbar (2000) menyatakan bahwa, primata merupakan satwa yang sangat rentan
terhadap kehilangan habitat. Primata lebih terancam punah karena hilangnya
habitat dibandingkan mamalia pada ordo lain, dan hilangnya habitat merupakan
penyebab paling umum terjadinya resiko kepunahan spesies (Cowlishaw &
Dunbar 2000).
Tindakan konservasi perlu dilakukan untuk menjaga kelestarian lutung baik
secara in situ maupun ex situ. In situ merupakan usaha pelestarian dilakukan
dengan cara menetapkan beberapa kawasan hutan menjadi kawasan konservasi
dan dijadikan cagar alam atau suaka margasatwa. Cagar Alam Dungus Iwul
(CADI) merupakan salah satu habitat lutung jawa. CADI ditetapkan sebagai cagar
alam pada tanggal 21 Maret 1931 Nomor 23 stbl 99 dengan luas areal 9 ha oleh
Gouvernment Besluit (GB). Keberadaan lutung jawa sudah ada sejak ditetapkan
sebagai Cagar Alam pada tahun 1931. Namun, belum ada penelitian yang
dilakukan mengenai keberadaan lutung jawa. Sehingga perlu dilakukan penelitian
mengenai lutung jawa yang ada di CADI.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kondisi populasi dan habitat lutung
jawa (T. auratus) di CADI Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat.

Manfaat Penelitian
Data yang didapat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi yang bermanfaat bagi pengelola CADI Jawa Barat dalam upaya
pelestarian lutung jawa dan atau sumber referensi atau literatur bagi penelitian
selanjutnya

2

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di CADI, di Desa Cigeulung Kecamatan
Jasinga Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat selama 3 bulan, yaitu pada bulan
November, Desember 2014 dan Januari 2015. Peta Lokasi penelitian (Gambar 1).

Gambar 1 Peta lokasi penelitian Cagar Alam Dungus Iwul
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan antara lain; Global Positioning System
(GPS), kompas, binokuler, kamera, haga meter, Phi-band, meteran, alat tulis,
kantong plastik, tali plastik, pita tagging, dan Tally sheet,
Objek Penelitian dan Data yang Dikumpulkan
Objek penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah lutung
jawa (T. auratus) dengan spesifikasi populasi dan habitat. Data yang dikumpulkan
meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapat
dari pengamatan langsung terhadap habitat dan populasi lutung jawa di lapang.
Data ini meliputi:
1. Populasi yang mencakup kepadatan populasi, struktur umur, kelahiran,
kematian, sex ratio, aktivitas dan wilayah jelajah.
2. Habitat yang mencakup komposisi dan struktur vegetasi, identifikasi potensi
pakan, dan kondisi habitat di dalam maupun sekitar CADI.

3
Data sekunder yang dikumpulkan terdiri dari keadaan iklim dan topografi,
jenis satwa lain yang terdapat di dalam kawasan serta jenis-jenis pohon yang
berpotensi sebagai pakan maupun habitat lutung jawa. Data tersebut berasal dari
studi literatur hasil penelitian sebelumnya, jurnal, dan berdasarkan wawancara
dengan pengelola CADI.

Metode Penelitian
Populasi lutung jawa
Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan langsung dengan
menggunakan metode Concentration count yang dilakukan pada tempat
berkumpul pada waktu dan tempat yang bersamaan, misalnya lokasi tidur dan
istirahat. Pengamatan dilakukan pada pukul 06.00-18.00. Penentuan lokasi
pengamatan berdasarkan identifikasi keberadaan kelompok lutung jawa (T.
auratus) yang ditemukan di CADI.
a. Ukuran populasi
Ukuran populasi adalah suatu ukuran yang memberikan informasi mengenai
jumlah total individu satwaliar dalam suatu kawasan tertentu (Santosa 1993).
Ukuran populasi lutung jawa ditentukan dari hasil pengamatan.
b. Natalitas
Nilai natalitas yang diukur di lapangan adalah nilai natalitas kasar, di hitung
dengan cara melihat jumlah anak yang ditemukan dilokasi pengamatan.
Pengambilan data natalitas bersamaan dengan pengambilan data ukuran
populasi (Santosa 1990).
c. Mortalitas
Mortalitas dinyatakan dalam laju kematian kasar, yaitu perbandingan antara
jumlah kematian dengan jumlah populasi selama periode waktu tertentu
(Alikodra 2002).
d. Struktur umur
Perbedaan struktur umur yang digunakan dalam identifikasi lapang yang
membedakan satwa menjadi dewasa, muda dan anak.
Wawancara dilakukan untuk mendukung data hasil observasi lapang serta
menambah informasi mengenai lokasi lutung jawa sering terlihat, sehingga
memudahkan dalam melakukan pengamatan serta dalam mengumpulkan faktorfaktor penunjang keberadaan lutung jawa, seperti pakan, cover, dan sumber air.
Aktivitas harian
Pengamatan aktivitas harian lutung jawa dilakukan dengan menggunakan
metode ad libitum sampling. Metode ini dilakukan dengan cara pengamat
mencatat sebanyak mungkin tingkah laku lutung jawa yang teramati. Hasil yang
didapatkan berupa durasi dan frekuensi tingkah laku yang muncul selama
pengamatan (Martin & Bateson 1993). Pengamatan aktivitas harian dilakukan
bersamaan dengan pengamatan populasi dan wilayah jelajah lutung jawa. Posisi
satwa dalam pengamatan juga dicatat sebagai data penggunaan ruang oleh lutung
jawa. Aktivitas harian yang dicatat selama pengamatan dikelompokan ke dalam
suatu rangkaian perilaku secara keseluruhan, yaitu :
1. Istirahat
: duduk dan berbaring

4
2. Berpindah
: berjalan, melompat, dan memanjat
3. Makan
: memegang, memetik, dan memasukan ke dalam mulut
4. Aktifitas sosial : bermain, kawin, grooming dan bersuara
Habitat lutung jawa
Analisis vegetasi habitat lutung jawa
Analisis vegetasi untuk habitat lutung jawa dilakukan dengan menggunakan
metode jalur berpetak. metode ini dimulai dengan membuat petak contoh seluas
20mx20m. Petak contoh yang dibuat sebanyak 3 petak contoh dalam setiap jalur
pengamatan satwa.

Gambar 2 Peta contoh analisis vegetasi
Petak contoh yang telah dibuat akan dibagi menjadi petak ukur sesuai
pertumbuhan tiap vegetasinya, dengan keterangan:
1. Petak ukur semai (2 m x 2 m), yaitu anakan dengan tinggi < 1.5 m dan
tumbuhan bawah/semak/herba, termasuk di dalamnya liana, epifit, pandan dan
palem.
2. Petak ukur pancang (5 m x 5 m), yaitu anakan dengan tinggi > 1.5 m dan
diameter batangnya < 10 cm.
3. Petak ukur tiang (10 m x10 m), yaitu diameter batang antara 10 cm – 19.9 cm.
4. Petak ukur pohon (20 m x 20 m), yaitu pohon berdiameter batang ≥ 20 cm.
Identifikasi jenis dan sumber pakan
Identifikasi jenis pakan lutung jawa diamati bersamaan dengan pengamatan
aktivitas harian. Data yang dicatat adalah nama jenis tumbuhan dan bagian
tumbuhan yang dimakan dalam setiap pengamatan. Selain itu, informasi yang
didapatkan dari masyarakat melalui wawancara juga menjadi pertimbangan dalam
melakukan identifikasi sumber pakan. Selain identifikasi sumber pakan juga
dilakukan sensus pohon pakan yang ada di CADI
Penggunaan ruang dan wilayah jelajah
Data yang dikumpulkan bersaman dengan pengambilan data populasi dan
aktivitas lutung jawa ditambah data yang meliputi waktu pengambilan data, posisi
ketinggian satwa dalam skala strata pohon(m), lama aktivitas (menit), dan jenis
pohon.
Penggolongan strata tajuk hutan tropis meliputi:

5
-

Strata A yaitu pepohonan yang ketinggiannya lebih dari 30 meter,
Strata B yaitu pepohonan yang mempunyai tinggi 20-30 meter,
Strata C yaitu pepohonan yang mempunyai tinggi 4-20 meter,
Strata D yaitu terdiri darilapisan perdu dan semak yang mempunyai tinggi 1-4
meter termasuk anakan pohon, palma, herba serta paku-pakuan dan,
- Strata E yaitu terdiri dari lapisan tumbuhan penutup tanah atau lapisan
lapangan yang mempunyai tinggi 0-1 meter (Soerianegara & Indrawan 2005).
Data penggunaan ruang secara horizontal dikumpulkan dengan cara
mengambil titik koordinat wilayah jelajah lutung jawa dengan menggunakan GPS.
Arsitektur pohon
Arsitektur pohon tajuk pohon digunakan untuk melihat stratifikasi pohon
yang digunakan lutung jawa. Petak ukur diambil dari jalur yang dilalui lutung
jawa pada petak pengamatan yang sekiranya dapat mewakili. Lebar jalur dianggap
sebagai sumbu y dan panjang jalur sebagai sumbu x.
Data diambil dengan mengukur proyeksi tajuk ke tanah. Data-data yang
diperlukan untuk stratifikasi tajuk ialah:
1. Posisi pohon dalam jalur, yang diukur dari arah yang sama secara berurutan dan
jarak awal pengukuran ke pohon. Kemudian pohon-pohon dalam jalur
pengamatan dipetakan.
2.Tinggi total dan tinggi bebas cabang serta tinggi cabang kedua bila
memungkinkan.
3. Proyeksi dari tajuk ke tanah (lebar tajuk tiap pohon).
4. Diameter setinggi dada (130 cm) atau diameter 20 cm di atas banir bila pohon
berbanir.
5. Penggambaran di lapangan berupa sketsa dari bentuk percabangan utama,
bentuk tajuk, arah condong dari batang dan sketsa dari masing-masing pohon.

Pengolahan dan Analisis Data
Populasi lutung jawa
Ukuran populasi lutung jawa (T. auratus) ditentukan berdasarkan jumlah
keseluruhan individu yang ditemukan pada kelompok yang diamati diseluruh
lokasi CADI. Setelah mengetahui jumlah seluruh populasi dihitung kepadatan
populasi dengan rumus:
Kepadatan =
Data yang telah diperoleh dianalisis secara deskriptif mengenai jumlah
kelompok sosial, jumlah populasi, struktur populasi, kepadatan populasi dan luas
habitat.
Natalitas atau angka kelahiran adalah suatu perbandingan antara jumlah
total kelahiran dan jumlah total induk (potensial untuk reproduksi) yang terlihat
pada akhir periode kelahiran (Santosa 1993). Natalitas dihitung dengan
persamaan:

6
Nilai mortalitas diperoleh dengan pendekatan peluang hidup (Hidayat
2013). Persamaan yang digunakan untuk mengetahui nilai peluang hidup dan
mortalitas adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Peluan hidup setiap kelas umur (ax)
N(x,t) = jumlah populasi kelas umur x pada waktu ke-t.
Mortalitas setiap kelas umur (Mi)
Mi=1-ax
Struktur umur lutung jawa dilihat dari jumlah populasi pada setiap kelas
umur dapat diketahui dengan cara menggolongkan individu dalam kelas umur
tertentu (Santosa 1993). Struktur umur adalah perbandingan jumlah individu
didalam setiap kelas umur dari suatu populasi. Stuktur populasi lutung jawa dibagi
berdasarkan tiga kelompok kelas umur, yaitu dewasa, remaja dan anakan.
Sex ratio
Sex ratio atau nisbah kelamin merupakan perbandingan jumlah jantan yang
berpotensi berreproduksi dengan betina yang berpotensi berreproduksi.
Nilai dugaan populasi lutung jawa
Keterangan :
J = jumlah jantan potensial reproduksi dari seluruh areal pengamatan, dan
B = jumlah betina potensial reproduksi dari seluruh areal pengamatan.
Aktivitas harian lutung jawa
Hasil yang diperoleh dari pengamatan berupa frekuensi aktivitas harian
yang muncul selama pengamatan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis
secara deskriptif dan kulaitatif. Setiap perilaku yang dicatat, akan dihitung nilai
rata-rata dan presentasenya agar terlihat aktivitas harian yang sering muncul atau
dilakukan oleh individu lutung jawa. Selanjutnya, data hasil pengamatan akan
ditampilkan dalam bentuk grafik atau histogram yang menunjukan hubungan
antara waktu dengan aktifitas harian, waktu dengan penggunaan ruang oleh lutung
jawa, serta aktivitas harian dengan penggunaan ruang oleh lutung jawa.
Selanjutnya hasil disajikan melalui metoda grafik serta interpretasinya.
Habitat lutung jawa
Analisis vegetasi
Indeks Nilai Penting (INP) menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis
dalam komunitas dengan kata lain INP digunakan untuk menetapkan dominasi
suatu jenis terhadap jenis lainnya. Soerianegara dan Indrawan (2005) menjelaskan
mengenai Indeks Nilai Penting yang dihitung berdasarkan penjumlahan nilai
Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi Relatif (DR).
- Kerapatan (K)
= Jumlah individu suatu jenis
Luas unit contoh
- Kerapatan Relatif (KR)
= Kerapatan suatu jenis x 100 %
Kerapatan seluruh jenis

7
-

Frekuensi (F)

= Jumlah plot ditemukannya suatu jenis
Jumlah seluruh plot dalam unitcontoh
Frekuensi Relatif (FR)
= Frekuensi suatu jenis x 100 %
Frekuensi seluruh jenis
Dominasi (D)
= Luas bidang dasar suatu jenis
Luas unit contoh
Dominasi Relatif (DR)
= Dominasi suatu jenis x 100 %
Dominasi seluruh jenis
Indeks Nilai Penting(Tiang & pohon) = KR + FR + DR
Indeks Nilai Penting (Semai&pancang)= KR + FR
Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) =


HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
CADl ditetapkan sebagai cagar alam pada tanggal 21 Maret 1931 Nomor 23
stbl 99 dengan luas areal 9 ha oleh Gouvernment besluit (GB). Secara administrasi
CADI terletak di Desa Cigeulung Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor, Provinsi
Jawa Barat. Kawasan CADI terletak di pinggir jalan raya antara menghubungkan
Bogor dan Rangkasbitung (Dishut 2007). Topografi kawasan relatif datar dengan
kemiringan 8-15% berada pada ketinggian 175 m diatas permukaan laut. Tanah
kawasan ini berjenis podsolik merah kuning yang terbentuk dari batuan
infravulkan (dasit) batuan pasir dan endapan kuarsa (LIPI 2009). Menurut
Schmidt dan Ferguson (1951), iklim di kawasan CADI termasuk tipe hujan A
dengan curah hujan rata-rata 3.348 mm/tahun serta temperatur udara 22.5oC –
33oC (LIPI 2009).
CADI termasuk hutan dataran rendah di bagian utara Jawa Barat. Jenis Flora
yang tumbuh di CADI adalah iwul (Orania sylvicola), kibentili (Kickseia
arborea), anggrit (Adinapolychepala), dahu (Dracontomelonmangiferum), ki
hijoer (Quercus blaumena), ranji (Dialium indum) dan teureup (Artocarpus
elastica). Jenis Fauna yang hidup di CADI adalah elang ular bido (Spilornis
cheela), sedangkan jenis mamalia diantaranya adalah lutung (T. auratus), kera
(Macaca fasicularis), bajing terbang (Sciurepterus sagitta) dan jelarang (Ratufa
bicolor) (Dishut 2008).Terdapat 25 jenis pohon dan jenis tumbuhan yang
mendominasi adalah iwul (Orania sylvicola) yang dapat ditemukan dalam jumlah
yang banyak (kerapatannya tinggi) dan tersebar merata hampir di seluruh areal
CADI.

8
Populasi
Ukuran dan kepadatan populasi
Populasi lutung jawa yang ditemukan di CADI sebanyak 2 kelompok
dengan jumlah anggota kelompok pada kelompok 1 sebanyak 24 individu dan
kelompok 2 sebanyak 2 individu (Tabel 1). Jumlah ini merupakan jumlah
minimum populasi yang ditemukan. Hal ini senada dengan pernyataan penelitian
Leksono (2014) yang menyebutkan lutung jawa dapat terdiri dari 6-23 individu
pada setiap kelompoknya. Bahkan anggota kelompok lutung di Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru dapat mencapai 6-33 individu per kelompoknya (Utami
2010). Pada penelitian penelitain sebelumnya paling sedikit anggota kelompok
terdiri dari 6 individu. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan
ditemukan terdapat kelompok yang terdiri dari 2 individu. Kelompok lutung jawa
dengan jumlah aggota sebanyak 2 individu sangat jarang ditemukan. Namun hal
ini mungkin saja terjadi karena beberapa faktor. Salah satunya adalah kelompok
dengan jumlah 2 individu merupakan pemecahan kelompok utama yang
jumlahnya dirasa terlalu besar. Sehingga terjadi pemecahan anggota kelompok
untuk membentuk kelompok baru.
Tabel 1 Populasi lutung jawa di Cagar Alam Dungus Iwul
Kelompok
1
2

Dewasa
Remaja
11
8
2
TOTAL

Anakan
5
-

Total
24
2
26

Kepadatan populasi lutung jawa di CADI sebesar 3ind/ha. Nilai ini lebih
besar di banding penelitian Sulistyadi (2013) di Taman Wisata Alam Gunung
Pancar (TWAGP) yang memiliki kepadatan 0.14 ind/ha. Perbedaan kepadatan
lutung jawa ini di pengaruhi oleh luas kawasan lokasi pengamatan. Kawasan
CADI memiliki luasan 9 ha dengan jumlah populasi 26 individu. Sedangkan
TWAGP memiliki luasan 143 ha dengan jumlah populasi 20 individu. Hal ini
yang membedakan nilai kepadatan lutung jawa. CADI yang masih terjaga keaslian
vegetasinya membuat kawasan ini mampu menjadi habitat lutung jawa dengan
ukuran yang kecil dapat menopang seluruh kebutuhan lutung jawa. Berbeda
dengan TWAGP yang saat ini habitatnya telah terfragmentasi dan terdegradasi,
TWAGP terdiri dari berbagai jenis tutupan lahan mulai dari kebun, hutan, semak
dan tegakan pinus. Tutupan lahan ini lah yang mempengaruhi luasan habitat
lutung jawa.

Gambar 3 Lutung jawa yang terdapat di Cagar Alam Dungus Iwul

9
Struktur umur dan sex ratio
Struktur umur kelompok lutung jawa di CADI pada kelompok 1 terdapat 3
individu jantan dewasa, 8 individu betina dewasa, 3 individu jantan remaja, 5
individu betina remaja dan 5 individu anakan. Kelompok lutung diketuai oleh 1
jantan dewasa dominan dan 2 jantan lainnya sebagai anggota kelompok. Jumlah
betina dewasa sebanyak 8 individu, 2 diantaranya memiliki anak yang sudah lepas
dari gendongan induknya, dan 3 diantaranya memiliki bayi yang masih berwarna
merah kecoklatan yang masih selalu digendong oleh induknya. Banyaknya jumlah
anak sebagai keturunan lutung jawa menunjukan keberhasilan reproduksi lutung
jawa di CADI. Keberadaan anak lutung jawa di CADI menunjukan keberadaan
lutung jawa akan tetap terjaga keberadaannya. Sedangkan kelompok 2 terdiri dari
1 individu jantan dewasa dan 1 individu betina dewasa. Dalam kelompok ini tidak
terdapat permudaan. Banyaknya jumlah individu lutung jawa menunjukan
kesesuian habitat lutung jawa di CADI dari segi ketersediaan pakan maupun
habitat. Berikut struktur umur kelompok lutung jawa di CADI disajikan dalam
Gambar 4.

Gambar 4 Struktur umur lutung jawa di Cagar Alam Dungus Iwul
Natalitas atau angka kelahiran adalah suatu perbandingan antara jumlah
total kelahiran dan jumlah total induk (potensial untuk reproduksi) yang terlihat
pada akhir periode kelahiran (Santosa 1993). Nilai natalitas lutung jawa di CADI
pada kelompok 1 sebesar 0.21. Nilai dugaan natalitas ini lebih kecil di bandingkan
data penelitian lainnya. Penelitian Hidayatullah (2015) di Resort Tamanjaya
Taman Nasional Ujung Kulon nilai natalitas lutung jawa sebesar 0.29 dan
Sotaradu et al.(2013) nilai dugaan natalitas lutung jawa di area Java Rhino Study
Conservastion Area (JRSCA) adalah 0.26. Hal ini terjadi karena tidak semua
betina dewasa memiliki anak. Dari 8 betina dewasa 3 hanya terdapat 5 indukan
yang memiliki anak. Tidak semua betina dewasa di kelompok ini berada pada
masa produktif. Kemungkinan terdapat betina dewasa yang sudah tua sehingga
tidak dapat bereproduksi dengan baik. Namun nilai natalitas ini lebih besar dari
Sulistyadi (2013) di TWA Gunung Pancar yaitu sebesar 0.15. Hal ini terjadi
karena di TWA Gunung pancar terjadi kerusakan habitat yang membuat
menurunnya jumlah kelahiran anak lutung jawa. Lutung jawa di CADI dirasa
masih memiliki habitat yang cukup baik sehingga mampu mendorong terjadinya
jumlah kelahiran yang masih cukup baik. Pada Kelompok 2 tidak terdapat anak
sehingga tidak dapat ditentukan nilai dugaan kelahirannya. Kelompok ini
merupakan kelompok yang diduga merupakan kelompok lepasan dari kelompok

10
1. Namun kelompok ini tidak memiliki keturunan diduga karena belum
matangnya usia kelompok ini sehingga belum dapat berproduksi dengan baik.
Nilai mortalitas atau kematian lutung jawa di CADI belum dapat
ditentukan nilainya. Hal ini karena belum ada data penelitian yang menunjukan
jumlah populasi lutung jawa yang ada. Sehingga belum dapat ditentukan nilai
kematian maupun peluang hidup lutung jawa yang ada. Didukung pernyataan
Shinta (2003) menyatakan untuk mengetahui nilai mortalitas atau laju kematian
suatu satwa perlu diketahui jumlah kematian dan jumlah total populasi selama
periode waktu tertentu atau jumlah individu yang mati pada kelas umur tertentu
dan jumlah individu yang termasuk dalam kelas umur tersebut selama periode
waktu tertentu.
Seks ratio adalah perbandingan jumlah jantan dengan betina dalam satu
populasi (Alikodra 1990). Sex ratio lutung jawa di CADI kelompok 1 sebesar 1:
2.67 Dimana jumlah betina lebih banyak dibandingkan jumlah jantan. Kelompok
2 sebesar 1:1. Perbandingan sex ratio ini lebih kecil dibandingkan dengan
penelitian lainnnya, nisbah kelamin lutung jawa di TN BTS 1:2-1:5 (Utami 2010)
dan di Pangandaran 1:2-1:4 (Leksono 2014). Perbandingan komposisi kelamin
akan turut menentukan natalitas atau angka kelahiran (Sampurna 2014). Hal ini
terjadi karena di CADI terdapat 3 individu jantan dewasa sehingga sex ratio akan
semakin kecil. Sex ratio ini menggambarkan bahwa lutung jawa memiliki sifat
poligami dalam sistem perkawinannya. Karena jumlah betina dewasa lebih
banyak dari pada jumlah jantan dewasa. Hal ini di dukung pernyataan Cannon and
Vos (2009) serta Hendratmoko (2009) bahwa lutung jawa merupakan satwa
poligami. Berikut disajikan perbandingan sex ratio lutung jawa pada Tabel 2.
Tabel 2 Perbandingan sex ratio lutung jawa di Cagar Alam Dungus Iwul
Kelompok
Jantan
Betina
Sex Ratio
1
3
8
1:2. 67
2
1
1
1:1
Aktivitas
Aktifitas harian lutung jawa dikelompokan berdasarkan empat kategori
aktivitas yaitu istirahat, berpindah, makan dan aktivitas sosial. Aktivitas yang
paling banyak dilakukan yaitu aktivitas makan dengan presentase sebesar 41%.
Aktivitas yang paling sedikit dilakukan adalah aktivitas sosilal sebesar 13 %.
Berikut disajikan gambar persentase aktivitas harian lutung jawa pada Gambar 5.

Gambar 5 Aktivitas harian lutung jawa

11
Lutug jawa ketika makan umumnya dilakukan secara berkelompok atau
tersebar secara berkelompok. Aktivitas makan merupakan aktivitas pertama yang
dilakukan setelah bangun tidur pada pagi hari. Prayogo (2006), menyatakan
bahwa aktivitas makan primata pada umumnya akan meningkat pada pagi hari.
Lutung sebagai hewan diurnal akan aktif pada pagi dan siang hari, sedangkan sore
hari lebih banyak digunakan sebagai waktu istirahat dan tidur. Aktivitas harian
yang penting antara lain adalah mencari makan, karena makan merupakan sumber
energi utama pada satwa (Alikodra 2002). Lutung jawa biasanya paling banyak
memakan dedaunan terutama daun muda dan pucuk daun. Menurut Bailey (1984)
jumlah dan kualitas pakan yang dibutuhkan setiap individu satwa liar bervariasi,
dipengaruhi antara lain oleh faktor jenis kelamin, kelas umur, dan fisiologi
pencernaan.
Aktivitas lainnya yang sering dilakukan lutung jawa adalah istirahat
sebesar 27%. Istirahat merupakan aktivitas yang penting bagi primata. Seperti
pernyataan Alikodra 1990, Waktu istirahat penting dilakukan oleh lutung dan
primata lainnya untuk mencerna dedaunan yang telah dikonsumsinya. Sistem
pencernaan lutung jawa yang terbagi dalam compartemen dimana pencernaan
dilakukan dengan cara fermentasi dalam fore stomach untuk memecah selulose
daun. Fermentasi ini dapat dilakukan ketika lutung jawa melakukan istirahat.
Aktivitas istirahat ini lebih banyak dilakukn pada siang hari. Hal ini berhubungan
erat dengan kondisi cuaca. Suhu udara di lingkunagan tertinggi terjadi pada
waktu siang hari (Koesmaryono dan Handoko dalam Nursal 2001). Sehingga pada
siang hari lutung lebih banyak beristirahat untuk menghemat energi untuk
melakukan aktivitas selanjutnya dan mencerna makan yang membutuhkan waktu
istirahat.
Aktivitas berpindah lutung jawa hanya berpresentase 19% dari aktivitas
hariannya. Aktivitas berpindah lutung jawa adalah melompat dari cabang
kecabang lain maupun dari pohon ke pohon lain, memanjat dan menuruni batang
pohon, dan berjalan atau berlari menggunakan keempat tangannya untuk
melakukan perpindahan. Aktivitas berpindah termasuk aktivitas yang jarang
dilakukan lutung jawa di CA Dungus Iwul. Pengamatan yang telah dilakukan
sering menemukan aktivitas harian lutung jawa biasa dilakukan pada pohon tidur
yang sekaligus diguakan sebagai pohon pakannya. Hal ini dikarenakan
melimpahnya sumber pakan bagi lutung jawa di CADI. Sehingga, lutung jawa
tidak perlu melakukan perpindahan untuk memperoleh makan. Seperti dikatakan
Ambarwati (1999), yang menyatakan lutung jawa tidak melakukan pergerakan
yang jauh untuk mencari makan jika terdapat banyak sumber pakan di
lingkungannya. Aktivitas sosial merupakan aktivitas yang paling jarang dilakukan
dengan presentase sebesar 13%. Ha ini senada dengan pernyataan Shoffa (2014)
aktivitas yang paling jarang dilakukan lutung jawa adalah aktivitas sosial.
Aktivitas sosial yang paling menonjol adalah aktivitas betina dewasa terhadap
anak yang masih bayi. Dimana indukan akan menggendong anakan yang masih
bayi sepanjang waktu. Aktivitas soaial lain yang sering dilakukan adalah
mengintai dan bersuara. Aktivitas bersuara biasanya dilakukan saat mengawali
perpindahan maupun saat terjadi pengintaian guna mengkoordinir kelompok.

12
Wilayah jelajah
Lutung jawa di CADI memiliki wilayah jelajah ±6 ha dengan jumlah individu
sebanyak 27 ekor. Wilayah jelajah ini dinilai kecil dibandingkan penelitian di
lokasi lainnya. Menurut Supriyatna dan Wahyono (2000), lutung jawa memiliki
luasan daerah jelajah berkisar antara 15-23 hektar. Namun penelitian Brotoisworo
& Dirgayusa (1991) mendapatkan data wilayah jelajah kelompok lutung di CA.
Pangandaran hanya berkisar 4.7 – 8.8 hektare. Sedangkan pada tahun (2009),
Hendratmoko menemukan di lokasi tersebut rata-rata wilayah jelajah kelompok
lutung adalah 10.07 ha dengan jumlah anggota kelompok 10 – 24 ekor. Hal ini
dapat terjadi arena habitat lutung jawa di CADI dapat memberikan sumber pakan
yang cukup bagi lutung jawa, terdapatnya sumber air dan tempat berlindung yang
aman bagi lutung jawa sehingga lutung jawa tidak terlalu membutuhkan daerah
jelajah yang luas. Selain itu banyaknya individu anak lutung jawa menunjukan
habitat lutung jawa sudah dapat memenuhi kebutuhan reproduksi untuk mencari
pasangan. Pernyataan ini di dukung oleh Collinge (1993), bahwa luas daerah
jelajah bisa berubah tergantung ketersediaan sumber pakan, air dan tempat
berlindung dan menurut Alikodra (2002) pergerakan satwa liar baik dalam skala
sempit maupun luas merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pergerakan tersebut erat hubungannya dengan sifat individu dan kondisi
lingkungannya. Pergerakan dilakukan untuk mencari pakan, berkembang biak
ataupun menghindarkan diri dari pemangsaan dan gangguan lainnya.

Gambar 6 Peta wilayah jelajah lutung jawa di Cagar Alam Dungus Iwul
Luas wilayah jelajah kelompok 1: 5.5 ha dan kelompok 2 : 2.3 ha (Gambar
6). Perbedaan luas wilayah jelajah ini dipengaruhi oleh jumlah anggota kelompok.
Kelompok 1 memiliki wilayah jelajah yang lebih besar karena terdiri dari 24
individu. Sedangkan kelompok 2 hanya terdiri dari 2 individu. Sehingga akan

13
berpengaruh terhadap luasan wilayah jelajah untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Luas wilayah jelajah lutung jawa secara keseluruhan berada di dalam
kawasan Cagar Alam. Namun terdapat sebagian kecil wilayah jelajahnya berada
di luar kawasan. Dari ±6 ha wilayah jelajah lutung jawa, 787.4 m berada di luar
kawasan CADI. Wilayah jelajah lutung jawa di CADI tidak selamanya berada di
dalam kawasan. Pergerakan lutung jawa pernah ditemukan berada di antara
perbatasan perkebunan masyarakat. Wilayah jelajah lutung jawa yang berada di
luar kawasan cagar alam terjadi karena di perbatasan cagar alam dan kebun
masyarakat terdapat pohon hauan yang menjadi salah satu pohon yang digunakan
lutung jawa. Pohon hauan biasa digunakan sebagai tempat untuk melakukan
aktivitas berpindah. Perpindahan pada pohon hauan dilakukan karena tajuk pohon
menyambung dengan pohon yang berada di dalam kawasan cagar alam.
CADI yang memiliki luasan 9.1 ha dimana didalamnya terdapat berbagai
jenis tumbuhan maupun pepohonan dengan keanekaragaman jenisnya mampu
menjadi habitat alami lutung jawa. Keberadaan lutung jawa di dukung oleh
tersedianya pakan yang melimpah bagi lutung jawa. Dengan luasan yang relatif
kecil, CADI mampu menyediakan kebutuhan bagi satwa didalamnya terutama
lutung jawa. Jumlah lutung jawa yang relatif besar menujukan kemantapan
kawasan dalam memenuhi kebutuhan lutung jawa. CADI dapat memenuhi seluruh
kebutuhan lutung jawa dari pakan dan habitatnya. Hal ini di perkuat oleh
pernyataan Collinge (1993) luas daerah jelajah bisa berubah tergantung
ketersediaan sumber pakan, air dan tempat berlindung.
Faktor-faktor yang mungkin berpengaruh terhadap luas wilayah jelajah
kelompok lutung adalah suhu, jarak dari sungai (kondisi fisik); jumlah jenis
tumbuhan, kerapatan tumbuhan, ketersediaan pakan, ketersediaan pohon tidur
(kondisi vegetasi); ukuran kelompok, seks rasio, dan jumlah jantan (kondisi
kelompok lutung). Bennett dan Davies (1994) menduga berbagai variasi ukuran
homerange merupakan adaptasi terhadap berbagai tipe habitat. Wilayah jelajah
bervariasi sesuai dengan keadaan sumberdaya lingkungannya. Semakin baik
kondisinya akan semakin sempit ukuran wilayah jelajahnya. Pada primata
ditentukan oleh jarak perjalanan yang ditempuh setiap hari oleh anggota
kelompok dan pemencaran dari kelompoknya (Alikodra 2002). Sedangkan
menurut Brotoisworo & Dirgayusa (1991) ukuran wilayah jelajah lutung
ditentukan oleh ukuran kelompok, dan jumlah serta kualitas pakan dalam wilayah
masing-masing kelompok. Napier & Napier (1985) berpendapat bahwa,
penggunaan ruang pada satwa liar tergantung pada sumberdaya yang ada di
dalamnya. Primata umumnya lebih mengutamakan ketersediaan makanan, dan
lokasi atau pohon tidur yang aman (secure sleeping sites). Sedangkan Untuk
wilayah inti, yang terpenting adalah pohon tidur yang aman dari predator dan
pohon pakan.
Ancaman populasi
Terdapat beberapa ancaman keberadaan lutung jawa di CADI. Keberadaan
manusia di sekitar kawasan cagar alam dapat menjadi ancaman. Ancaman ini
dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Ancaman langsung yang
mungkin terjadi adalah adanya perburuan. Ketika melakukan penelitian pernah
ditemukan pemburu burung yang hendak masuk ke dalam kawasan cagar alam.

14
Hal ini dapat menjadi suatu ancaman bagi keberadaan lutung jawa. Namun
menurut warga sekitar tidak pernah ada yang berani menangkap lutung jawa di
CADI. Hal ini dikarenakan masih kentalnya mitos makam penjaga CADI.
Sehingga tidak ada warga yang berani menangkap dan mengambil lutung jawa.
Ancaman lainnya adalah adanya mobil truck angkut kelapa sawit PTPB VIII yang
selalu melewati pinggir kawasan CADI. Keberadaan kawasan yang berbatasan
langsung dengan jalur jalan truk angkut kelapa sawit yang setiap harinya lebih
kurang 16 kali melewati jalan pinggir kawasan mengakibatkan suara bising bagi
satwa. Dikhawatirkan dapat membuat stress lutung jawa yang berakibat pada
kematian.
Ancaman dari dalam kawasan dapat terjadi oleh adanya persaingan antar
satwa yang ada. Salah satunya adalah keberadaan monyet ekor panjang. Wilayah
teritori lutung jawa dan monyet ekor panjang saling tumpang tindih sehingga
memungkinkan terjadinya persaingan terhadap habitat, pakan maupun pohon tidur
antara keduanya. Keberadaan monyet ekor panjang yang sangat banyak dengan
jumlah mencapai 85 ekor menjadi pesaing dalam habitat lutung jawa. Selain itu
keberadaan predator alami yang memangsa lutung jawa di CADI yang ditemukan
adalah biawak, ular dan elang. Predator yang ada banyak memangsa dan
mengincar lutung jawa ketika masih anakan dan bayi. Sehingga keberadaannya
dapat mengancam keberadaan dan keberlangsungan generasi lutung jawa di
CADI.

Habitat
Kondisi habitat
CADI merupakan contoh hutan dataran rendah yang dahulunya terhampar
luas di bagian utara Jawa Barat. Keberadaan cagar alam perlu di jaga sebagai
sumber plasma nutfah alami asli daerah jawa barat. Saat ini CADI di kelilingi
perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Jawa Barat (Gambar 7). Kawasan cagar alam
berbatasan dengan kebun sawit pada sisi utara, barat, timur dan sebagain kecil sisi
selatan, sedangkan kebun campuran masyarakat berada pada sisi selatan kawasan
dan barat daya kawasan cagar alam. Kebun campuran masyarakat ditanami
dengan bambu, karet, akasia, kayu afrika, manggis, rambutan. Pada bagian selatan
terdapat aliran air yang bersumber dari kawasan dengan panjang ± 550 m.
Sebelum diubah menjadi perkebunan kelapa sawit lokasi cagar alam
merupakan lahan kebun karet. Kondisi tutupan lahan saat ini dikelilingi oleh
kelapa sawit dan sedikit bagian perkebunan campuran milik masyarakat. Di luar
bagian kebun masyarakat dikelilingi pula oleh perkebunan kelapa sawit.
Keberadaan cagar alam beserta isinya perlu di pertahankan. Terutama lutung jawa
yang sangat membutuhkan keberadaan hutan alami sebagai habitatnya. Menurut
Weirsung (1973) dalam Hernowo et al. (1991) Lutung jawa merupakan satwa
arboreal dan termasuk kategori satwa (Above of canopy yaitu satwaliar yang
hidup diatas tajuk pohon). Lutung jawa membutuhkan tajuk pohon sebagai tempat
habitatnya dimana tajuk pohon digunakan untuk melakukan seluruh aktivitas
hidupnya. Karakteristik kelapa sawit yang sangat berbeda dengan bentuk pohon
membuat pemanfaatan kelapa sawit oleh lutung jawa sangat jarang ditemukan.

15

Gambar 7 Peta tutupan lahan sekitar kawasan Cagar Alam Dungus Iwul
Keberadaan lutung jawa di habitat alaminya tidak lepas dari keberadaan
tumbuhan yang terdapat di setiap habitatnya. Begitu juga dengan keberadaan
lutung jawa di CADI tidak dapat terlepas dari keberadaan tumbuhan dalam
struktur vegetasi di dalamnya. Farida dan Harun (2000) menjelaskan untuk
mempertahankan keberadaan primata di habitat alaminya, perlu dilakukan
identifikasi terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan yang ada karena tumbuhantumbuhan merupakan sumber pakan bagi primata yang hidup di suatu habitat.
Tabel 3 Indeks Nilai Penting (INP) seluruh tingkat tumbuhan di Cagar Alam
Dungus Iwul
Tingkat
Nama
Tumbuhan
Lokal
Semai
Iwul
Kitoke
Kisawo
Pancang Kilaja

Tiang

Pohon

Rambutan
Kitulang
Iwul
Kibangkong
Kisawo
Iwul
Kihujan
Matoa

Nama Ilmiah
Orania sylvicola
Parinari sumatrana
Knema Laurina (Bl.)
Warb
Polyalthia subcordata Bl.
Orania sylvicola
Endiandra rubescens
Orania sylvicola
Engelhardtia spicata
Lesh.

KR

FR

77.02 11.63
2.61 9.30
1.56 6.97

INP
(%)
88.65
11.91
8.54

15.52

24.09

8.57

18.97 2.86 21.82
6.90 8.57 15.47
68.57 40.00 125.18
2.86 6.67 46.93
11.43 13.33 26.71
55.95 16.22 87.80
3.57

8.11

31.46

4.76

8.10

18.97

16
Hasil analisis vegetasi yang telah dilakukan menemukan 27 jenis pada
tingkat semai, 24 jenis pada tingkat pancang, 9 jenis pada tingkat tiang dan 17
jenis pada tingkat pohon. Jumlah ini menurun dari hasil penelitian Deviyanti 2010
ditemukan 27 jenis pada tingkat semai, 28 jenis pada tingkat pancang, 23 jenis
pada tingkat tiang dan 25 jenis pada tingkat pohon. Hal ini menunjukan
penurunan jumlah jenis yang ditemukan pada setiap tingkat pertumbuhan setiap
periodenya.
Indeks nilai penting (INP) merupakan parameter yang dapat digunakan
untuk menyatakan tingkat dominansi spesies dalam suatu komunitas (Soegianto
1994 dalam Indriyanto 2006). Berdasarkan hasil yang diperoleh jenis iwul (Orania
sylvicola) merupakan tumbuhan yang paling tinggi nilainya hampir diseluruh
tingkat tanaman. Hal ini menunjukan iwul (Orania sylvicola) merupakan jenis
yang paling dominan ditemukan. Begitu juga dengan penelitian Sofa (2014) dan
Deviyanty (2010) yang menunjukan bahwa iwul merupakn jenis yang
mendominan pada semua tingkat pertumbuhan. Tumbuhan yang memiliki nilai
INP tinggi, memiliki tingkat adaptasi, daya kompetisi dan kemampuan reproduksi
yang lebih baik dibandingkan tumbuhan lainnya pada suatu areal tertentu
(Soerianegara dan Indrawan 1988). INP iwul (Orania sylvicola) setiap tingkat
pertumbuhan menunjukan nilai yang paling tinggi. Hal ini menunjukan bahwa
iwul dapat beradaptasi paling baik di setiap tingkatan pertumbuhan. Iwul
merupakan jenis palem yang keberadaannya menjadi ciri khas CADI. Kawasan
CADI menjadi habitat alami tumbuhnya iwul. Keberadaan iwul saat ini jumlahnya
semakin banyak dan mendominansi seluruh kawasan CADI. Besarnya nilai INP
iwul dibandingkan dengan nilai INP jenis lainnya sangat terlihat jauh
perbedaannya. Hal ini dikhawatirkan jenis iwul dapat menghambat pertumbuhan
dan mendesak keberadaan jenis lainnya. Begitu juga dengan nilai KR dan FR,
jenis iwul (Orania sylvicola) memiliki nilai paling tinggi. Sehingga iwul dapat
dikatakan memiliki nilai kerapatan yang tinggi dan dapat ditemukan diseluruh
kawasanCADI.

Gambar 8 Peta stratifikasi tajuk pohon jalur 1 dan jalur 2

17
Berdasarkan dua jalur contoh analisis vegetasi dapat terlihat perbedaan
struktur vegetasi atau strata tajuk pohon yang ada di CADI. Jalur 1 memiliki
kelerengan yang relatif datar dengan tutupan tajuk yang relatif terbuka dan
didominasi oleh iwul. Banyaknya iwul pada jalur 1 mempengaruhi jumlah jenis
pohon lainnya sehingga keberadaan jenis lainnya tidak terlalu banyak. Selain itu
karakteristik jenis pohon disana berukuran relatif lebih kecil dengan tutupan tajuk
yang sempit. Berbeda dengan jalur 2 yang berada pada kelerengan ±300 dan
berada dekat dengan aliran sungai. Jalur 2 ini didominasi oleh berbagai jenis
pohon dengan ukuran yang besar dan berumur sudah tua. Selain itu, pada jalur 2
karakteristik pohon berukuran besar dengan percabangan yang banyak dan
memiliki tajuk lebar yang saling bersinggungan satu dengan yang lainnya.
Kondisi kelerengan lokasi jalur 2 membuat iwul jarang dijumpai karena buah iwul
yang memiliki bentuk bulat sulit bertahan pada kondisi tanah yang lereng. Buah
iwul biasanya kan jatuh dan menggelinding pada kondisi tanah yang lereng.
Sehingga, keberadan iwul di jalur 2 lebih sedikit di banding jalur 1.
Perbedaan kondisi pada 2 jalur ini dapat memberikan gambaran akan
persebaran jenis dan pengaruh iwul terhadap kondisi kawasan CADI. Buah iwul
yang tumbuh di CADI memiliki bentuk buah majemuk pada setiap tandannya
seperti buah anggur dengan jumlah yang banyak berkisar 100 butir. Bentuknya
yang bulat sempurna memudahkan terjadinya persebaran iwul. Bagian kawasan
dengan kelerengan yang relatif datar membuat iwul dapat tumbuh dengan mudah
dan mendominasi tingkat pertumbuhan semai, pancang, tiang maupun pohon. Hal
ini memungkinkan iwul menjadi tumbuhan yang dominan dan menekan jenis
lainnya. Berbeda dengan kawasan yang memiliki kelerangan ±300. Kondisi tanah
yang berlereng membuat iwul tidak dapat bertahan. Buah iwul akan bergerak
sampai pada kondisi tanah yang datar untuk tumbuh. Kelerengan berpengaruh
terhadap persebaran iwul. Pada kondis tanah yang berlereng banyak di tumbuhi
oleh berbagai jenis pohon berkayu yang merupakan habitat bagi lutung jawa.
Keanekaragaman jenis tumbuhan
CADI memiliki tingkat keanekaragaman jenis semai sebesar 1.44 angka
ini menunjukan kawasan ini memiliki keanekaragaman yang sedang. Tingkat
keanekaragaman jenis pancang sebesar 2.82 angka ini menunjukan
keanearagaman jenis tinggi. Tingkat keanekaragaman jenis tiang sebesar 1.22
angka ini menunjukan keanearagaman jenis sedang. Tingkat keanekaragaman
jenis pohon sebesar 1.84 angka ini menunjukan keanearagaman jenis sedang.
Nilai keanekaragaman jenis ini menurun dari hasil penelitian Deviyanty 2010
yang menunjukan nilai keanekaragaman jenis semai sebesar 2.9, pancang 3.3,
tiang 3.1 dan pohon 2.9. Nilai ini menunjukan keanekaragaman jenis semua
tingkat pertumbuhan tergolong tinggi karena jumlahnya lebih besar dari 2. Namun
data ini diambil dengan jumlah plot sample yang berbeda dengan jumlah yang
lebih sedikit sehingga memungkinkan terjadinya bias data yang dihasilkan.
Perbedaan nilai keanekaragaman jenis saat ini menunjukan terjadinya penurunan
nilai keanekaragaman jenis. Turunnya nilai keanekaragaman jenis di CADI di
khawatirkan terjadi karena keberadaan iwul dapat berpotensi mengganggu habitat
lutung jawa.

18
Potensi pakan dan pakan lutung jawa
Jenis pakan lutung jawa di CADI terdiri dari berbagai jenis tumbuhan.
Ditemukan 40 jenis pohon yang dapat digunakan sebagai potensi pakan bagi
lutung jawa. Data ini bertambah dari penelitian sebelumnya oleh Shofa (2014)
yang mendapatkan 29 jenis vegetasi yang menjadi sumber pakan lutung jawa di
CA Dunggus Iwul. Jenis pohon pakan lutung jawa di CADI jauh lebih banyak
dibandingkan hasil penelitian Iskandar (2003) di Taman Nasional Meru Betiri
yang mendapatkan 11 jenis pohon sumber pakan lutung jawa. Leksono (2014)
menyebutkan terdapat 22 jenis pohon sumber pakan lutung jawa di Pangandaran.
Hal ini menunjukan bahwa sumber pakan di CADI memiliki potensi tumbuhan
sebagai pohon pakan yang melimpah sehingga dapat memenuhi kebutuhan pakan
lutung jawa. Potensi pakan merupakan sumber pakan yang dapat dikonsumsi oleh
lutung jawa dan masih tersedia di alam. Jenis pohon pakan lutung jawa terlampir
dalam lampiran 3.
Pakan merupakan komponen habitat yang nyata merupakan sumber nutrisi
dan energi. Energi dari makanan digunakan untuk bahan bakar proses
metabolisme sedangkan nutrisi digunakan sebagai pendukung pertumbuhan dan
perbaikan tubuh (Bolen & Robinson 2003). Lutung jawa Di Cagar Alam di Cagar
Alam Dungu Iwul mengkonsumsi berbagai jenis pakan. Jenis pohon pohon pakan
yang paling sering di konsumsi adalah putat, taritih, asem keranji, kihujan dan
darandan. Jenis pohon pakan ini merupakan jenis pohon yang cukup banyak
terdapat di dalam kawasan CADI.
Tabel 4 Pakan lutung jawa di Cagar Alam Dungus Iwul
Nama Jenis
Nama Ilmiah
Bagian yang
dimakan
Putat
Barringtonia racemosa L.
Daun
Taritih
Drypetes sumatrana
Daun, bunga
Asam Keranji Dialum indum
Daun, buah
Ki Hujan
Engelhardtia spicata
Daun
Darandan
Daun, buah
Janetrang
Daun
Kupalalai
Eugenia densiflora Duthie
Daun
Ki Pare
Archidendron clypearia
Daun
Kopolalai
Eugenia densiflora
Daun
Kibangkong
Endiandra rubescens
Daun
Lutung lebih banyak mengkonsumsi daun muda, sedangkan bagian lainnya
dari tumbuhan yang dikonsumsi oleh lutung budeng adalah buah dan bunga. Jenis
pohon pakan yang dimakan bagian daunnya saja seperti jenis putat (Barringtonia
racemosa), ki hujan (Engelhardtia spicata) dan taritih (Drypetes sumatrana).
Bagian yang dimakan berupa daun dan buah seperti jenis asam keranji (Dialum
indum) dan kaliandra (Calliandra calothyrsus), sedangkan bagian yang dimakan
berupa daun dan bunga hanya satu jenis yaitu iwul (Orania sylvicola). Komposisi
pakan lutung di CADI berupa daun sebesar 75.68%, buah sebesar 21.62% dan
bunga sebesar 2.70% (Gambar 9)

19

Gambar 9 Bagian tumbuhan yang dimakan lutung jawa
Menurut Colishaw dan Dunbar (2000), lutung merupakan pemakan
tumbuhan yang mendapat energi dari daun yang tersedia melimpah tapi
merupakan makanan berkualitas rendah karena hanya sedikit mengandung nutrisi.
Daun relatf sulit dicerna karena keberadaan dinding sel dan selulosa. Untuk itu
diperlukan adanya adaptasi antara lain dengan fermentasi. Menurut