Dampak Sebelum dan Setelah Penerapan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Terhadap Biaya Produksi, Produksi dan Pendapatan Petani Padi Sawah Di Kabupaten SerdangBedagai

(1)

DAMPAK SEBELUM DAN SETELAH PENERAPAN

SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU

(SLPHT) TERHADAP BIAYA PRODUKSI, PRODUKSI DAN

PENDAPATAN PETANI PADI SAWAH DI

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Oleh:

KHOIRUL BASRI HARAHAP

097039010

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

DAMPAK SEBELUM DAN SETELAH PENERAPAN

SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU

(SLPHT) TERHADAP BIAYA PRODUKSI, PRODUKSI DAN

PENDAPATAN PETANI PADI SAWAH DI

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Sebagai Salah Satu Syarat Menyusun Tesis untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis

FakultasPertanianUnversitas Sumatera Utara

Oleh:

KHOIRUL BASRI HARAHAP

097039010

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul : Dampak Sebelum dan Setelah Penerapan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Terhadap Biaya Produksi, Produksi dan Pendapatan Petani Padi Sawah Di KabupatenSerdangBedagai Nama : Khoirul Basri Harahap

NIM : 097039010

Program Studi : Magister Agribisnis

Menyetujui KomisisPembimbing,

( Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec ) ( Ir. Iskandarini, MS

Ketua Anggota


(4)

ABSTRAK

KHOIRUL BASRI HARAHAP (097039010/MAG) Judul Tesis Dampak Sebelum Dan Setelah Penerapan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Terhadap Biaya Produksi, Produksi dan Pendapatan Petani Padi Sawah Di Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dibawah bimbingan oleh Dr. Ir. Satia Negara Lubis, Mec. selaku Ketua Dosen Pembimbing; dan Ir. Iskandarini, MS selaku anggota Komisi Pembimbing.

Kebijakan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 tentang Pelanggaran 53 Jenis Insektisida Untuk Pengendalian Hama, kemudian menjadi tonggak sejarah bagi penerapan pengendalian hama terpadu untuk tanaman padi. Konsep Pengendalian HamaTerpadu (PHT) merupakan pilihan yang tepat untuk menjawab delamatis tersebut. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis dan menguji tingkat perbedaan Biaya Produksi, Produksi dan Pendapatan petani sawah di Kabupaten Serdang Bedagai sebelum dan setelah petani menerapkan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Metode penelitian yang digunakan adalah survey di lokasi di Kecamatan Perbaungan dan Pantai Cermin. Jumlah responden adalah 50 (lima puluh) petani, dengan 25 (dua puluh lima) petani pada masing-masing lokasi. Hal ini ditujukan untuk mengetahui apakah ada tingkat perbedaan antara 2 pasang sampel yang berhubungan atau tidak, sebelum dan setelah mereka menerapkan pengendalian hama terpadu. Hasil analisis menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan terhadap biaya produksi, produksi dan pendapatan petani padi sawah sebelum dan setelah menerapkan pengendalaian hama terpadu di Kabupaten Serdang Bedagai. Kesimpulan pengendalaian hama terpadu adalah konsep yang memberikan dampak positif terhadap peningkatan produksi padi sawah, penurunan biaya produksi dan peningkatan pendapatan petani. Implikasi yang penting adalah pengendalian hama terpadu sebagai sebuah paket teknologi yang ramah lingkungan dan mampu meningkatkan kesejahteraan petani padi sawah di Kabupaten Serdang Bedagai.


(5)

ABSTRACT

KHOIRUL BASRI HARAHAP (097039010/MAG) with the title of the thesis is The Influence of Before and After Applying the Field Education of Unity Pest Controlling (SLPHT) into the Cost of Production, Production and Income of Ricefield Farmers in the Regency of Serdang Bedagai. This Research is supervised by Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M. Ec., as the Head of Supervisor and Ir. Iskandarini, MS. as the member of Supervisory Committee.

The wisdom of Instruction of President No. 3 / 1986 about the Offense of 53 types of Insecticide for Pest Controlling, afterward it becomes the historical pillar for applying the Unity Pest Controlling to the rice plants. Concepts of the Unity Pest Controlling is a suitable choice to answer that dilemma. This research is purposed to analyse and to examine the different rate of Cost of Production, Production and Income of ricefield farmers in the Regency of Serdang Bedagai before and after they apply the Unity Pest Controlling. The method as used is survey to the location in the District of Perbaungan and Pantai Cermin. The total of respondents is 50 (fifty) farmers, with 25 (twenty five) farmers in each of location. The analysis as used is the average different test. It is aimed to identify if there is different rate between two related pairs of samples or not, before and after they apply the Unity Pest Controlling. The result of analysis shows that there is significant difference in the Cost of Production, Production, and Income of the ricefield farmers before and after applying the Unity Pest Controlling in the Regency of Serdang Bedagai. In conclusion, the Unity Pest Controlling is the concept which gives the positif effect to the increasing of ricefield production, the decreasing of cost production, and the increasing of farmer’s income. The important implication is the Unity Pest Controlling as a package of technology which is safe for environment and be able to increase the prosperity of ricefield farmers in the Regency of Serdang Bedagai.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Khoirul Basri Harahap, lahir di Tapanuli Selatan pada tanggal 06 November 1966 anak dari Bapak Alm. Abu Hanipa Harahap dan ibu Almh. Rukiah Siregar. Penulis merupakan anak kedua dari delapan bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 1974, masuk Sekolah Dasar Negeri Hutainbaru, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Tapanuli Selatan, tamat tahun 1980.

2. Tahun 1980, masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 di Gunung Tua, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Tapanuli Selatan, tamat tahun 1983.

3. Tahun 1983, masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (Sekolah Pembangunan Pertanian) Asahan Kisaran, tamat tahun 1986.

4. Tahun 1991, masuk Akademik Penyuluhan Pertanian di Medan, tamat tahun 1993. 5. Tahun 1993, masuk Universitas Al-Azhar Fakultas Pertanian Jurusan Agronomi di

Medan, tamat tahun 1997.

6. Tahun 2009, melanjutkan pendidikan S-2 di Program Studi Magister Agribisnis Universitas Sumatera Utara.


(7)

ABSTRACT

KHOIRUL BASRI HARAHAP (097039010/MAG) with the title of the thesis is The Influence of Before and After Applying the Field Education of Unity Pest Controlling (SLPHT) into the Cost of Production, Production and Income of Ricefield Farmers in the Regency of Serdang Bedagai. This Research is supervised by Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M. Ec., as the Head of Supervisor and Ir. Iskandarini, MS. as the member of Supervisory Committee.

The wisdom of Instruction of President No. 3 / 1986 about the Offense of 53 types of Insecticide for Pest Controlling, afterward it becomes the historical pillar for applying the Unity Pest Controlling to the rice plants. Concepts of the Unity Pest Controlling is a suitable choice to answer that dilemma. This research is purposed to analyse and to examine the different rate of Cost of Production, Production and

Income of ricefield farmers in the Regency of Serdang Bedagai before and after they apply the Unity Pest Controlljng. The method as used is survey to the location in the District of Perbaungan and Pantai Cermin. The total of respondents is 50 (fifty) farmers, with 25 (twenty five) farmers in each of location. The analysis as used is the average different test. It is aimed to identfy if there is different rate between two related pairs of samples or not, before and after they apply the Unity Pest Controlling. The result of analysis shows that there is significant difference in the Cost of Production, Production, and Income of the ricefield farmers before and after applying the Unity Pest Controlling in the Regency of Serdang Bedagai. In conclusion, the Unity Pest Controlling is the concept which gives the positif effect to the increasing of ricefield production, the decreasing of cost production, and the increasing of farmer’s income. The important implication is the Unity Pest Controlling as a package of technology which is safe for environment and be able to increase the prosperity of ricefield farmers in the Regency of Serdang Bedagai.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul” “DAMPAK SEBELUM DAN SETELAH PENERAPAN SLPHT TERHADAP BIAYA PRODUKSI, PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI SAWAH DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI” dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang membantu dalam penyelesaian tesis ini, sebagai berikut:

1. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi, arahan dan bimbingan.

2. Ibu Ir. Iskandarini, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi, arahan dan bimbingan.

3. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, selaku Ketua Program Studi Magister Agribisnis yang telah bersedia menguji, memberikan, arahan dan bimbingan.

4. Ibu Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D, selaku Sekretaris Program Studi Magister Agribisnis yang telah bersedia menguji, memberikan masukan, arahan dan bimbingan.

5. Seluruh staf pengajar, staf akademik dan pegawai di Departemen Agribisnis yang telah membantu kelancaran penyelesaian thesis ini.

6. Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan istri tercinta Nurhaida Lubis, S.Pd serta anak-anak tersayang Muhammad Zaki Harahap dan Muhammad Fikri Harahap juga seluruh keluarga yang telah mendorong dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan thesis ini.

7. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pegawai Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai dan Koordinator


(9)

Petugas Hama dan Penyakit Kabupaten Serdang Bedagai. Instansi lainnya khususnya yang menangani masalah SLPHT (Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu) yang telah memberikan segala informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat dijadikan sebagai bahan atau acuan dalam pengembangan Program Pemerintah khususnya SLPHT.

Medan, Januari 2012


(10)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Kegunaan/Manfaat Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Tinjauan Pustaka ... 11

2.2. Landasan Teori ... 19

2.3. Kajian Terdahulu ... 23

2.4. Kerangka Pemikiran ... 25

2.5. Hipotesis ... 27

III. METODE PENELITIAN ... 28

3.1. Metode Pengambilan Sampel ... 28

3.2. Data dan Sumber Data ... 29

3.3. Metode Analisis Data ... 29

3.4. Defenisi Operasional ... 30

3.5. Batasan Operasional ... 31

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL ... 32

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 32

4.1.1. Keadaan Penduduk ... 32

4.1.2. Penggunaan Tanah ... 35

4.1.3. Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi 36 4.2. Karakteristik Petani Sampel ... 37

4.2.1. Umur Petani Sampel ... 37

4.2.2. Lama Pendidikan ... 38

4.2.3. Pengalaman Petani ... 40

4.2.4. Jumlah Tanggungan ... 41

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

5.1. Perbedaan Biaya Produksi, Produksi dan Pendapatan Petani Sebelum dan Setelah SLPHT ... 43

5.1.1. Biaya Produksi Sebelum dan Setelah SLPHT ... 43


(11)

5.1.3. Pendapatan Petani Padi Sawah Sebelum dan Setelah

dan Setelah SLPHT ... 54

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

6.1. Kesimpulan ... 57

6.2. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

1. Perkembangan Luas lahan Sawah Kabupaten Serdang Bedagai

Mulai Tahun 2006 s/d 2010 ... 4 2. Perkembangan Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan

Produksi Mulai Tahun 2006 s/d 2010 di Kabupaten Serdang

Bedagai ... 5 3. Jumlah petani yang telah mengikuti Sekolah Lapang Pengendalian

Hama Terpadu (SLPHT) ... 7 4. Populasi dan Jumlah Sampel Penelitian di Kecamatan Perbaungan

dan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai ... 28 5. Distribusi Penduduk Kecamatan Perbaungan dan Kecamatan

Pantai Cermin Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2010 ... 33 6. Distribusi Penduduk Kecamatan Perbaungan dan Kecamatan

Pantai Cermin Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2010 ... 34 7. Luas Baku Lahan Sawah Menurut Penyebaran dan Penggunaan

Tanah Pertanian di Kecamatan Perbaungan dan Pantai Cermin

Tahun 2010 ... 35 8. Luas Baku Lahan Bukan Sawah Menurut Penyebaran dan

Penggunaan Tanah Pertanian di Kecamatan Perbaungan dan

Pantai Cermin Tahun 2010 ... 36 9. Luas Tanam, Panen, Produktivitas, dan Produksi di Kecamatan

Perbaungan dan Pantai Cermin Tahun 2010 ... 37 10. Luas Tanam, Panen, Produktivitas, dan Produksi di Kecamatan

Perbaungan dan Pantai Cermin Tahun 2010 ... 38 11. Klasifikasi Lama Pendidikan di Kecamatan Perbaungan dan

Kecamatan Pantai Cermin Tahun 2010 ... 39 12. Klasifikasi Lama Bertani di Kecamatan Perbaungan dan Kecamatan

Pantai Cermin Tahun 2010 ... 40 13. Klasifikasi Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Sampel di

Kecamatan Perbaungan dan Pantai Cermin Tahun 2010 ... 42 14. Rata-rata Biaya Variabel Petani Padi Sawah Sebelum dan Setelah

SLPHT di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

Tahun 2011 ... 44 15. Rata-rata Biaya Variabel Petani Padi Sawah Sebelum dan Setelah

SLPHT di Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

Tahun 2011 ... 44 16. Rata-rata Biaya Variabel Petani Padi Sawah Sebelum dan Setelah

SLPHT di Kecamatan Perbaungan dan Pantai Cermin Kabupaten


(13)

17. Rata-Rata Biaya Tetap Petani Padi Sawah Sebelum dan Setelah SLPHT Di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

Tahun 2011 ... 46 18. Rata-rata Biaya Tetap Petani Padi Sawah Sebelum dan Setelah

SLPHT di Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

Tahun 2011 ... 47 19. Rata-Rata Biaya Tetap Petani Padi Sawah Sebelum dan Setelah

SLPHT Di Kecamatan Perbaungan dan Pantai Cermin Kabupaten

Serdang Bedagai Tahun 2011 ... 47 20. Rata-rata Total Biaya Sebelum dan Setelah SLPHT di Kabupaten

Serdang Bedagai Tahun 2011 ... 48 21. Uji Beda Rata-rata Biaya Produksi Petani padi Sawah Sebelum dan

Setelah SLPHT di Kebupaten Serdang Bedagai ... 49 22. Klasifikasi Pelaksanaan Pedoman PHT bagi Petani setelah SLPHT 50 23. Rata-rata Penerimaan Padi Sawah Sebelum dan Setelah SLPHT

di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011 .. 51 24. Rata-rata Penerimaan Padi Sawah Sebelum dan Setelah SLPHT

di Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

Tahun 2011 ... 52 25. Rata-rata Penerimaan Padi Sawah Sebelum dan Setelah SLPHT

di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011 ... 52 26. Uji Beda Rata-rata Produksi Padi Sawah Sebelum dan Setelah

SLPHT di Kabupaten Serdang Bedagai ... 53 27. Pendapatan Petani Sawah Sebelum dan Setelah SLPHT di

Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai ... 54 28. Pendapatan Petani Sawah Sebelum dan Setelah SLPHT di

Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai ... 54 29. Pendapatan Petani Sawah Sebelum dan Setelah SLPHT

Kabupaten Serdang Bedagai ... 55 30. Uji Beda Rata-rata pendapatan Petani Padi Sawah Sebelum


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal


(15)

ABSTRAK

KHOIRUL BASRI HARAHAP (097039010/MAG) Judul Tesis Dampak Sebelum Dan Setelah Penerapan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Terhadap Biaya Produksi, Produksi dan Pendapatan Petani Padi Sawah Di Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dibawah bimbingan oleh Dr. Ir. Satia Negara Lubis, Mec. selaku Ketua Dosen Pembimbing; dan Ir. Iskandarini, MS selaku anggota Komisi Pembimbing.

Kebijakan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 tentang Pelanggaran 53 Jenis Insektisida Untuk Pengendalian Hama, kemudian menjadi tonggak sejarah bagi penerapan pengendalian hama terpadu untuk tanaman padi. Konsep Pengendalian HamaTerpadu (PHT) merupakan pilihan yang tepat untuk menjawab delamatis tersebut. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis dan menguji tingkat perbedaan Biaya Produksi, Produksi dan Pendapatan petani sawah di Kabupaten Serdang Bedagai sebelum dan setelah petani menerapkan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Metode penelitian yang digunakan adalah survey di lokasi di Kecamatan Perbaungan dan Pantai Cermin. Jumlah responden adalah 50 (lima puluh) petani, dengan 25 (dua puluh lima) petani pada masing-masing lokasi. Hal ini ditujukan untuk mengetahui apakah ada tingkat perbedaan antara 2 pasang sampel yang berhubungan atau tidak, sebelum dan setelah mereka menerapkan pengendalian hama terpadu. Hasil analisis menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan terhadap biaya produksi, produksi dan pendapatan petani padi sawah sebelum dan setelah menerapkan pengendalaian hama terpadu di Kabupaten Serdang Bedagai. Kesimpulan pengendalaian hama terpadu adalah konsep yang memberikan dampak positif terhadap peningkatan produksi padi sawah, penurunan biaya produksi dan peningkatan pendapatan petani. Implikasi yang penting adalah pengendalian hama terpadu sebagai sebuah paket teknologi yang ramah lingkungan dan mampu meningkatkan kesejahteraan petani padi sawah di Kabupaten Serdang Bedagai.


(16)

ABSTRACT

KHOIRUL BASRI HARAHAP (097039010/MAG) with the title of the thesis is The Influence of Before and After Applying the Field Education of Unity Pest Controlling (SLPHT) into the Cost of Production, Production and Income of Ricefield Farmers in the Regency of Serdang Bedagai. This Research is supervised by Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M. Ec., as the Head of Supervisor and Ir. Iskandarini, MS. as the member of Supervisory Committee.

The wisdom of Instruction of President No. 3 / 1986 about the Offense of 53 types of Insecticide for Pest Controlling, afterward it becomes the historical pillar for applying the Unity Pest Controlling to the rice plants. Concepts of the Unity Pest Controlling is a suitable choice to answer that dilemma. This research is purposed to analyse and to examine the different rate of Cost of Production, Production and Income of ricefield farmers in the Regency of Serdang Bedagai before and after they apply the Unity Pest Controlling. The method as used is survey to the location in the District of Perbaungan and Pantai Cermin. The total of respondents is 50 (fifty) farmers, with 25 (twenty five) farmers in each of location. The analysis as used is the average different test. It is aimed to identify if there is different rate between two related pairs of samples or not, before and after they apply the Unity Pest Controlling. The result of analysis shows that there is significant difference in the Cost of Production, Production, and Income of the ricefield farmers before and after applying the Unity Pest Controlling in the Regency of Serdang Bedagai. In conclusion, the Unity Pest Controlling is the concept which gives the positif effect to the increasing of ricefield production, the decreasing of cost production, and the increasing of farmer’s income. The important implication is the Unity Pest Controlling as a package of technology which is safe for environment and be able to increase the prosperity of ricefield farmers in the Regency of Serdang Bedagai.


(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras dan dimakan sebagai makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Sebagai makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, serat kasar, abu serta mengandung unsur-unsur mineral kalsium, magnesium, sodium dan fosfor yang dibutuhkan oleh manusia beras dianggap bahan pangan yang strategis untuk terus dijaga keberadaannya untuk memenuhi kebutuhan bagi masyarakat Indonesia.

Untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi rakyat maka diperlukan kebijakan pemerintah untuk mendorong peningkatan produksi secara berkesinambungan. Namun demikian peningkatan intensitas pertanaman padi terus menerus akan menyebabkan perubahan ekologi dan terciptanya ekosistem pertanian monokultur, sehingga mendorong munculnya serangga-serangga tertentu yang dapat merusak tanaman.

Konsep pengendalian hama terpadu sebagai gerakan pendekatan teknologi produksi pertanian berwawasan lingkungan muncul karena kegagalan cara pengendalian hama konvensional yang pada intinya mencoba menyederhanakan masalah perlindungan tanaman yaitu dengan menggunakan bahan kimiawi. Pengendalian kimiawi menimbulkan masalah baru resistensi hama, resurjensi, terbunuhnya musuh alami, terbunuhnya jasad bukan sasaran dan pencemaran (Metcalf dan Luckman, 1982).

Tanpa memikirkan akibat jangka panjang, biasanya petani menggunakan pestisida dalam mengejar pertumbuhan produksi. Permasalahan penggunaan pestisida dalam usahatani padi sawah yang sering tidak terkendali dan


(18)

menimbulkan masalah baru inilah yang mendorong pemerintah mengeluarkan kebijakan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 tentang Pelanggaran 53 Jenis Insektisida Untuk Pengendalian Hama, kemudian menjadi tonggak sejarah bagi penerapan pengendalian hama terpadu untuk tanaman padi.

Pilihan untuk mengurangi pestisida dalam usahatani padi pada satu sisi dan peningkatan produksi padi pada sisi yang lain menyebabkan petani memerlukan petunjuk jelas bagaimana upaya petani dalam berusahatani untuk mengurangi resiko kerusakan lingkungan tetapi sekaligus juga kesejahteraan petani meningkat.

Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan pilihan yang tepat untuk menjawab delamatis tersebut, karena PHT bertujuan untuk membatasi penggunaan pestisida sedikit mungkin, tetapi sasaran kualitas dan kuantitas produksi masih dapat dicapai. Secara global prinsip PHT sangat didorong oleh semakin meningkatnya kesadaran manusia terhadap kualitas lingkungan hidup dan pengembangan konsep pembangunan yang terlanjutkan.

Kabupaten Serdang Bedagai sebagai daerah otonom dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Propinsi Sumatera Utara, dimana mempunyai luas wilayah 1.900,22 Km2

Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu lumbung beras di Provinsi Sumatera Utara, dimana produksi beras Kabupaten Serdang Bedagai dari tahun ke tahun terus meningkat dan berpotensi besar untuk mengembangkan usaha di bidang pertanian dengan luas lahan lahan pertanian, antara lain : sawah

terdiri dari 17 kecamatan dan 243 desa/kelurahan dengan jumlah penduduk 602.522 jiwa.


(19)

2006 2007 2008 2009 2010 1 Kotarih 188 188 188 188 188 2 Silinda 386 386 386 386 386 3 Bintang Bayu 510 510 406 406 406 4 Dolok Masihul 2,765 2,765 2,565 2,565 2,410 5 Serba Jadi 1,358 1,358 1,118 1,118 1,194 6 Sipispis 382 382 368 368 368 7 Dolok Marawan 50 50 15 15 15 8 Tebing Tinggi 2,803 2,803 2,483 2,483 2,483 9 Tebing Syahbandar 1,318 1,318 1,187 1,187 917 10 Bandar Khalifah 4,000 4,000 3,775 3,775 3,775 11 Tanjung Beringin 4,315 4,315 4,315 4,512 4,394 12 Sei Rampah 3,984 3,984 3,594 3,594 3,114 13 Sei Banban 5,516 5,516 5,461 6,803 6,803 14 Teluk Mengkudu 2,797 2,998 2,768 3,143 3,166 15 Perbaungan 5,425 5,425 5,425 5,953 5,953 16 Pegajahan 1,428 1,428 1,428 1,472 1,472 17 Pantai Cermin 3,388 3,388 3,388 4,013 4,013 Total 40,613 40,814 38,870 41,981 41,057

Luas Lahan Sawah ( Tahun/Ha) Kecamatan

No

irigasi sebanyak 35.631 Ha, sawah non irigasi sebanyak 5.426 Ha dan lahan kering terdiri dari ladang/huma 6.208 Ha, tegalan 26,271 Ha, perkarangan 9.940 Ha. Dimana tahun 2010 mengalami surplus beras sebanyak 147.168 ton. (Sumber: Data Potensi Lahan Pertanian Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai, 2010).

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa Kecamatan Perbaungan dan Kecamatan Pantai Cermin merupakan sentra produksi padi sawah dan merupakan lokasi pelaksanaan SLPHT. Perkembangan luas lahan sawah di Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2006 s/d 2010 sebagai berikut :

Tabel 1.1. Perkembangan Luas Lahan Sawah Kabupaten Serdang Bedagai Mulai Tahun 2006 s/d 2010


(20)

Menurut data yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai perkembangan luas panen, produktivitas dan produksi padi sawah selama 5 tahun terakhir (2006 s/d 2010) adalah sebagai berikut :

Tabel 1.2. Perkembangan Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Mulai Tahun 2006 s/d 2010 di Kabupaten Serdang Bedagai

No Uraian Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

1. Luas Tanam (Ha) 80.263 74.415 77.601 76.915 67.803

2. Luas Panen (Ha) 64.267 73.122 72.797 72.044 73.534

3. Produktivitas

(Ton/ha) 5.21 4.68 4.73 4.82 4.96 4. Produksi (Ton) 334.705 342.432 344.401 347.468 364.876 Sumber : Distanak Kabupaten Serdang Bedagai, 2010

Tabel 1.2. menunjukkan bahwa produktivitas masih dapat ditingkatkan yang salah satunya melalui program SLPHT yang dilaksanakan pada tahun 2010 sebanyak 175 kelompok. Dari tahun ke tahun pemerintah terus menerus melakukan program dalam rangka peningkatan produksi dan pendapatan petani. Keberhasilan peningkatan produksi dan pendapatan petani tidak terlepas dari beberapa faktor produksi yang salah satunya penerapan teknologi.

Tingginya biaya produksi yang selama ini dialami petani maka Program Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) merupakan teknologi yang dapat menurunkan biaya produksi dan upah tenaga kerja dimana biaya tersebut ditekan melalui pembelian benih, pupuk dan pestisida. Peningkatan produksi salah satu prinsip program SLPHT, dimana peningkatan produksi dapat dilakukan dengan penggunaan varietas unggul, pemakaian benih sehat,


(21)

penggunaan pupuk, pengolahan tanah dan penggunaan air. Effisiensi penggunaan biaya produksi dan peningkatan produksi padi sawah akan dapat meningkatkan pendapatan petani.

Kegiatan sesudah Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), dimana petani diharapkan telah menerapkan 4 prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT), antara lain :

1. Petani sudah menerapkan budidaya tanaman sehat, budidaya tanaman sehat menjadi bagian yang penting dalam program pengendalian OPT dimana mempunyai ketahanan ekologis yang tinggi, produksi yang optimal dan aman dari gangguan OPT.

2. Petani dapat melestarikan musuh alami di dalam usaha taninya, musuh alami merupakan faktor penting pengendali OPT untuk dilestarikan dan dikelola agar mampu berperan penting secara maksimum dalam pengatur populasi OPT di alam.

3. Petani mengadakan pengamatan setiap minggu terhadap usaha tani yang diusahakannya, masalah OPT tidak timbul mendadak begitu saja, hal ini dikarenakan hasil kerja kombinasi unsur-unsur lingkungan yang sesuai baik biotik (tanaman atau makanan) serta campur tangan manusia, oleh karena itu diperlukan pengamatan ekosistem pertanaman yang intensif secara rutin oleh petani yang merupakan dasar analisis ekosistem untuk mengambil keputusan dan melakukan tindakan yang diperlukan.

4. Petani menjadi ahli PHT di dalam usaha taninya, dimana petani sebagai pengambil keputusan di lahannya sendiri, hendaknya memiliki pengetahuan dan dapat menganalisis ekosistem serta mampu menetapkan keputusan


(22)

pengendalian OPT secara tepat sesuai dengan prinsip PHT. (Anonimus, 2007) Jumlah petani yang telah mengikuti Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) sebanyak 4.650 orang peserta, seperti terlihat pada Tabel 1.3. di bawah ini :

Tabel 1.3. Jumlah Petani Yang Telah Mengikuti Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) dari tahun 1990 s/d 2010

No. Kecamatan Jumlah Peserta (orang)

1. Perbaungan 800

2. Pantai Cermin 225

3. Teluk Mengkudu 525

4. Pegajahan 325

5. Sei Rampah 500

6. Sei Bamban 525

7. Tanjung Beringin 500

8. Tebing Tinggi 525

9. Bandar Khalifah 225

10. Dolok Masihul 300

11. Serba Jadi 200

Tot al Keseluruhan 4.650

Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Serdang Bedagai.

Berdasarkan laporan pengendalian organisme pengganggu tanaman (POPT/PHP) di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai sering terjadi serangan hama yang sulit diatasi pada lahan sawah milik petani, masih banyak ditemukan petani yang tidak memahami dan mengetahui pola budidaya tanaman sehat, masih


(23)

banyak petani yang tidak mengetahui bagaimana cara melakukan pengendalian hama tanaman padi secara baik atau yang dikenal dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pada lahan padi sawah petani banyak ditemukan musuh alami dari hama tanaman padi yang mati, hal ini diduga akibat penggunaan pestisida yang salah. Masalah tersebut tidak saja terjadi pada lahan pertanian petani non peserta SLPHT tetapi juga pada lahan pertanian petani peserta SLPHT, dari laporan tersebut maka diperlukan evaluasi bagi para peserta Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT).

Komponen proses yang sesuai adalah pertemuan musyawarah pra tanam, pertemuan mingguan dan hari lapang tani. Komponen produk yang sudah sesuai adalah peningkatan kemampuan dan keterampilan petani di bidang pengamatan OPT pada tanaman padi dan teknologi pengendaliannya secara terpadu, peningkatan kemampuan dan keterampilan petani dalam menganalisis agroekosistem pertanian dan peningkatan kerjasama dalam usahatani. Sedangkan komponen input yang tidak sesuai adalah materi yang disampaikan dalam kegiatan SLPHT. Komponen proses yang tidak sesuai survei lokasi dan peserta, pembinaan petani penggerak dan koordinasi untuk mempersiapkan hari lapang tani. Komponen produk yang tidak sesuai adalah peningkatan kualitas agro ekosistem.

Salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, terutama para petani yaitu mereka telah berusaha meminimalkan aplikasi pestisida. Produk pertanian yang bebas dari pestisida seharusnya lebih tinggi nilainya. Pada lahan padi sawah petani banyak ditemukan musuh alami dari hama tanaman padi yang mati, hal ini diduga akibat penggunaan pestisida yang salah. Masalah tersebut


(24)

tidak saja terjadi pada lahan pertanian petani non peserta SLPHT tetapi juga pada lahan pertanian petani peserta SLPHT, dari laporan tersebut maka diperlukan evaluasi bagi para peserta Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT). 1.2. Perumusan Masalah

SLPHT merupakan paket teknologi yang ramah lingkungan dan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani padi sawah di Kabupaten Serdang Bedagai dibandingkan dengan petani sebelum menerapkan SLPHT. Terjadinya perbedaan terhadap produksi antara sebelum dan sesudah SLPHT, selain itu terjadinya penurunan biaya produksi khususnya penggunaan peralatan dan bahan pemberantasan hama dan penyakit sehingga melalui SLPHT dimungkinkan petani akan meningkatkan kesejahteraannya dibandingkan sebelum SLPHT.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah terdapat perbedaan yang siginifikan terhadap biaya produksi, produksi dan pendapatan petani padi sawah sebelum dan setelah mengikuti Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) di Kabupaten Serdang Bedagai.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini, antara lain adalah untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan yang signifikan biaya produksi, produksi dan pendapatan petani padi sawah sebelum dan setelah mengikuti SLPHT di Kabupaten Serdang Bedagai.


(25)

1.4. Kegunaan/Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan/manfaat dari penelitian ini, adalah :

1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintahan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai terutama para pengambil kebijakan, keputusan maupun pelaksanaan pembangunan daerah dalam merumuskan perencanaan dan kebijakan khususnya yang berkaitan dengan pertanian yaitu komoditi padi sawah.

2. Sebagai bahan referensi bagi POPT-PHP dan Penyuluh Pertanian Lapang dalam upaya peningkatan pembinaan kelembagaan pertanian khususnya pada kelompok tani padi sawah di Kabupaten Serdang Bedagai.

3. Sebagai penambah wawasan bagi peneliti dan diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi mahasiswa Fakultas Pertanian.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Tanaman padi adalah termasuk salah satu tanaman pangan yang keberadaannya harus senantiasa terpenuhi, sebab padi merupakan salah satu penghasil makanan pokok yaitu berupa beras bagi masyarakat Indonesia. Untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi dan pengetahuan petani mengenai pengendalian hama dan penyakit tanaman, pemerintah Indonesia menyelenggarakan program untuk petani di Indonesia melalui SLPHT tanaman padi. Untuk mengetahui keberhasilan program tersebut maka perlu dilaksanakan evaluasi.

Cahyono, (2008), meneliti tentang “Evaluasi Program Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Tanaman Padi (Oryza Sativa Sp) Di Kelompok Tani Sari Asih Desa Mayang Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo”

dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian dan ketidaksesuaian pada input, proses dan produk dengan pedoman teknis. Komponen input yang sesuai ialah fasilitas dan tenaga pelaksana. Komponen proses yang sesuai ialah pertemuan musyawarah pra tanam, pertemuan mingguan

kesesuaian antara pelaksanaan kegiatan progam SLPHT tanaman padi dengan pedoman teknis program SLPHT tanaman padi dipandang dari komponen konteks (context), masukan (input), proses (process) dan produk (output). Metode dasar yang digunakan pada penelitian ini ialah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus (case study) di Desa Mayang Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo, sedangkan pengambilan informan dilakukan dengan cara sengaja (purposive).


(27)

dan hari lapang tani. Komponen produk yang sudah sesuai ialah peningkatan kemampuan dan keterampilan petani di bidang pengamatan OPT pada tanaman padi dan teknologi pengendaliannya secara terpadu, peningkatan kemampuan dan keterampilan petani dalam menganalisis agroekosistem pertanian dan peningkatan kerjasama dalam usahatani.

Sedangkan komponen input yang tidak sesuai adalah materi yang disampaikan dalam kegiatan SLPHT. Komponen proses yang tidak sesuai survei lokasi dan peserta, pembinaan petani penggerak dan koordinasi untuk mempersiapkan hari lapang tani. Komponen produk yang tidak sesuai ialah peningkatan kualitas agroekosistem.

2.2. Landasan Teori

Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di tempat out yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tumbuhan, tanah dan air perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan atas tanah, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah tersebut dan sebagainya (Mosher, 1981).

Menurut Mosher (1981) usahatani pada dasarnya adalah tanah. Usahatani dapat sebagai suatu cara hidup (a way of life). Jenis ini termasuk usahatani untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau subsistem dan primitif. Jenis usahatani seperti itu pada saat sekarang sudah langka ditemui. Pada saat sekarang, pada umumnya jenis usahatani yang termasuk perusahaan (the farm business). Setiap petani pada hakikatnya menjalankan perusahaan pertanian diatas usahataninya. Itu merupakan bisnis karena tujuan setiap petani bersifat ekonomis, memproduksi hasil-hasil untuk dijual ke pasar atau untuk dikonsumsi sendiri oleh keluarganya. Usahatani tanaman hias yang bertujuan ekonomis termasuk usahatani perusahaan.


(28)

Usahatani hendaklah senantiasa berubah, baik di dalam ukuran (size) maupun susunannya, untuk memanfaatkan metode usahatani yang senantiasa berkembang secara lebih efisien. Corak usahatani yang cocok bagi pertanian yang masih primitif bukanlah corak yang paling produktif apabila sudah tersedia metode-metode yang modern (Mosher, 1981).

Usahatani dalam operasinya bertujuan untuk memperoleh pendapatan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan serta dana untuk kegiatan di luar usahatani. Untuk memperoleh tingkat pendapatan yang diinginkan maka petani seharusnya mempertimbangkan harga jual dari produksinya. Melakukan perhitungan terhadap semua unsur biaya dan selanjutnya menentukan harga pokok hasil usahataninya, keadaan ini tidak dapat dilakukan oleh petani, akibatnya efektivitas usahatani menjadi rendah. Volume produksi, produktivitas serta harga yang diharapkan jauh di luar harapan yang dikhayalkan (Fhadoli, 1991).

Proses produksi baru bisa berjalan bila persyaratan yang dibutuhkan tanaman, ternak ataupun ikan dapat terpenuhi. Persyaratan ini lebih dikenal dengan nama faktor produksi. Faktor produksi terdiri dari empat komponen, yaitu : tanah, modal, tenaga kerja dan skill atau manajemen (pengelolaan). Faktor produksi adalah faktor yang mutlak diperlukan dalam proses produksi, yaitu: keberadaan dan fungsi masing-masing faktor produksi tersebut. Masing-masing faktor mempunyai fungsi yang berbeda-beda dan saling terikat satu sama lain. Kalau salah satu faktor tidak tersedia, maka proses produksi tidak akan berjalan, terutama 3 faktor terdahulu seperti tanah, modal dan tenaga kerja.

Keputusan petani untuk menanam bahan makanan terutama didasarkan atas kebutuhan makan untuk seluruh keluarga petani, sedangkan putusannya untuk


(29)

menanam tanaman perdagangan didasarkan atas iklim, ada tidaknya modal, tujuan penggunaan hasil penjualan tanaman tersebut dan harapan harga.

Menurut Mubyarto (1986) fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input). Model matematis yang menunjukkan hubungan antara jumlah faktor produksi (input) yang digunakan dengan jumlah barang atau jasa (output) yang dihasilkan . Fungsi Produksi Total (Total Product):

TP ↔ Q = f (L, K); Dimana,

L = tenaga kerja K = Modal

Produksi rata-rata (Average Product): AP

APL = TP/L atau APK Produksi Marjinal (Marginal Product): MP

= TP/K

MPL = ∆TP/∆L atau MPK

Untuk menghasilkan produksi pada satu satuan tertentu diperlukan input produksi, yang dihitung sebagai komponen biaya produksi. Biaya produksi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor-faktor produksi yang akan digunakan untuk menghasilkan barang-barang produksi yang dijual. Biaya produksi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost).

= ∆TP/∆K

Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak tergantung dari banyak sedikitnya jumlah keluaran. Dan biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah-ubah tergantung dari banyak sedikitnya keluaran yang dihasilkan. Biaya


(30)

tetap dan biaya variabel ini jika dijumlahkan hasilnya merupakan biaya total (TC) yang merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produksi. Jadi, TC = TFC + TVC (Nuraini Ida, 2001).

Dalam usahatani, petani akan memperoleh penerimaan dan pendapatan, penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut :

TRi = Yi . Pyi Dimana :

TRi = Total Penerimaan

Yi = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Pyi = Harga Y

Sedangkan pendapatan bersih adalah penerimaan dikurangi dengan biaya produksi dalam satu kali periode produksi. Secara grafik pendapatan maksimum oleh suatu usaha dapat ditunjukkan dengan grafik yang menggambarkan biaya total dan hasil penjualan (penerimaan).

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya Income = TR – TC

Dimana :

Income = Pendapatan Usahatani TR = Total Penerimaan TC = Total Biaya


(31)

2.3 Kerangka Pemikiran

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Pertanian, menguraikan bagaimana penggunaan pestisida yang dapat dibenarkan dalam usahatani. Penggunaan pestisida yang berlebihan dapat menganggu lingkungan, sehingga diperlukan alternatif pengendalian hama dan penyakit secara terpadu. PHT bukan hanya teknologi atau metode pengendalian hama tetapi merupakan satu konsep yang dikembangkan dalam bentuk strategi dan metode penerapan di lapangan sesuai dengan ekosistem dan sistem masyarakat setempat.

Meskipun telah ditetapkan Undang-Undang yang membatasi penggunaan bahan kimia dalam pengendalian hama dan penyakit tumbuhan, namun dalam pelaksanaannya belum sepenuhnya sesuai dengan sistem PHT, untuk mengurangi dampak negatif penggunaan pestisida dapat ditempuh beberapa cara antara lain hanya menggunakan pestisida yang lebih aman terhadap manusia dan lingkungan hidup dan penerapan budidaya residu minimum dan budidaya organik yaitu dengan cara pemanfaatan sistem pengendalian secara hayati.

Dalam proses produksi penggunaan input menjadi berbeda sebelum dan Setelah mengikuti SLPHT, sehingga hal ini akan mempengaruhi tingkat produksi dan pendapatan. Peserta SLPHT lebih condong menggunakan input produksi yang sesuai dengan pedoman SLPHT yang biaya produksinya lebih rendah dibandingkan sebelum SLPHT.

Diduga bahwa setelah mengikuti SLPHT akan terjadi peningkatan pendapatan petani padi sawah melalui peningkatan produksi dan penurunan biaya produksi. Dengan demikian adalah penting untuk menilai apakah terdapat


(32)

perbedaan yang signifikan produksi, biaya produksi dan pendapatan petani padi sawah sebelum dan setelah SLPHT.

Input

Sebelum SL PHT

Pendapatan Usahatani Padi sawah

Setelah SL PHT Produksi

Uji Beda Rata-rata Program SL PHT


(33)

2.1 Tinjauan Pustaka

Pengendalian Hama Terpadu adalah teknologi pengendalian hama yang didasarkan prinsip ekologis dengan menggunakan berbagai teknik pengendalian yang sesuai antara satu sama lain sehingga populasi hama dapat dipertahankan di bawah jumlah yang secara ekonomik tidak merugikan serta mempertahankan kesehatan lingkungan dan menguntungkan bagi pihak petani (Oka, 1994).

Smith (1983) dalam Untung (1993) mendefinisikan PHT sebagai pengendalian hama yang menggunakan semua teknik dan metode yang sesuai dalam cara-cara yang seharmonis mungkin dalam mempertahankan populasi hama di bawah tingkat yang menyebabkan kerusakan ekonomi di dalam lingkungan dari dinamika populasi spesies hama yang bersangkutan. Pengendalian hama terpadu tidak hanya terbatas sebagai teknologi pengendalian hama yang berusaha memadukan berbagai teknik pengendalian termasuk pengendalian secara kimiawi yang merupakan alternatif terakhir, tetapi mempunyai makna yang lebih mendasar lagi. PHT adalah suatu konsep ekologi, falsafah, cara berpikir, cara pendekatan berdasar pada konsep, ekonomi dan budaya dengan menitipberatkan pada potensi alami seperti musuh alami, cuaca serta menempatkan manusia sebagai pengambil keputusan dalam pengelolaan usahataninya.

Pengendalian Hama Terpadu merupakan dasar kebijakan pemerintah dalam melaksanakan kegiatan perlindungan tanaman. Penerapan PHT sebagai dasar kebijaksanaan perlindungan tanaman dari serangan OPT ditegaskan melalui Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986. Landasan hukum dan dasar pelaksanaan kegiatan perlindungan tanaman tersebut adalah dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 6


(34)

Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan juga Keputusan Menteri Pertanian tertuang dalam No. 887/Kpts/OT/ 1997 tentang Pedoman Pengendalian OPT.

Smith and Allen (1954); Stern et al; (1959) menyatakan bahwa PHT adalah suatu pendekatan yang menggunakan prinsip-prinsip ekologi terapan di alam memadukan pengendalian secara hayati dan pengendalian secara kimiawi dalam menekan hama (Apple dan Smith, 1976). Pengendalian secara kimiawi hanya digunakan bila benar-benar diperlukan dan dengan cara yang sangat hati-hati sehingga sekecil mungkin gangguannya terhadap pengendalian hayati yang sudah ada.

Van den Bosh (1967) menyatakan bahwa kombinasi pengendalian hayati dan kimiawi saja tidak cukup. Oleh karena itu semua cara dan teknik pengendalian harus dipadukan ke dalam satu kesatuan untuk mencapai suatu hasil panen yang menguntungkan dan gangguan yang seminimal mungkin terhadap lingkungan.

Batasan/definisi pengendalian hama terpadu yang umum digunakan adalah sebagai berikut :

PHT adalah suatu sistem pengelolaan populasi hama yang memanfaatkan semua teknik pengendalian yang sesuai dengan tujuan untuk mengurangi populasi hama dan mempertahankannya pada suatu aras yang berada di bawah aras populasi hama yang dapat mengakibatkan kerusakan ekonomi (Untung, 1993; Apple dan Smith, 1976).

Batasan PHT secara bebas adalah suatu sistem pengendalian hama yang mengintegrasikan dua atau lebih cara pengendalian dalam suatu paket yang


(35)

memenuhi persyaratan : (1) Secara teknik dapat diterapkan, (2) Secara teknik dapat menguntungkan, (3) Secara sosial layak atau tidak bertentangan, (4) Secara ekologis tidak atau sedikit mungkin mencemari lingkungan dan (5) Tidak mengganggu atau membahayakan serangga berguna atau fauna berguna lainnya (Sastrosiswojo, 1990).

Kebijakan Pemerintah mengenai penerapan PHT sebagai dasar kebijaksanaan perlindungan tanaman dari serangan OPT ditegaskan melalui Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 diperkuat dengan disyahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman yang menyatakan bahwa :

1. Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan Sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT).

2. Pelaksanaan perlindungan tanaman dengan Sistem PHT menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah.

Kemudian dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 mengenai Perlindungan Tanaman. Dengan demikian keberhasilan dalam pengembangan penerapan PHT sangat tergantung kepada pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan kemauan petani untuk menerapkan PHT serta pengetahuan, keterampilan dan dedikasi petugas seperti Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan Pengamat Hama Penyakit (PHP) (Rasahan dkk, 1999).

Penerapan PHT di lapangan adalah mendukung praktek pertanian yang lebih baik. Dalam jangka panjang pemasyarakatan PHT adalah ditujukan untuk menciptakan sistem pertanian yang berkelanjutan dengan sasaran pencapaian produksi yang tinggi, produk berkualitas, perlindungan dan peningkatan


(36)

kemampuan tanah, air dan sumberdaya lainnya, pembangunan perekonomian desa agar makmur dan memberikan kehidupan yang lebih baik bagi keluarga petani dan komunitas pertanian pada umumnya. Hal ini akan terlaksana pada beberapa dekade mendatang, karena pertanian berkelanjutan sampai saat ini belum memiliki model atau alternatif dalam hubungannnya dengan pertanian yang ekonomis yang dapat dirujuk.

Pengembangan PHT dalam pertanian berkelanjutan didasari oleh resistensi hama terhadap insektisida sebagai dampak dari penerapan pertanian modern yang terbukti telah menurunkan kualitas sumberdaya alam. Di lain pihak, pengembangan pertanian berkelanjutan juga didasari munculnya pertanian organik (Effendi, 2006).

Adapun tujuan umum pelaksanaan PHT di Indonesia adalah :

1. Memantapkan hasil dalam tahap yang telah dicapai oleh teknologi pertanian maju.

2. Mempertahankan kelestarian lingkungan. 3. Melindungi kesehatan produsen dan konsumen. 4. Meningkatkan efisiensi pemasukan dalam produksi.

5. Meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan petani (Oka, 1994).

Pengendalian Hama Terpadu tidak hanya memperhatikan sasaran jangka pendek, melainkan juga sasaran jangka panjang. Selain untuk tindakan pengendalian dan penekanan populasi organisasi hama, PHT juga mempertimbangkan peranannya yang lebih luas dan hakiki sebagai bagian dari produksi tanaman dan pengelolaan lingkungan pertanian (Untung, 1993).


(37)

Sasaran yang ingin dicapai oleh PHT adalah :

1. Produktivitas pertaninan terjamin pada taraf yang tinggi.

2. Populasi dan atau serangan hama tidak menimbulkan kerugian ekonomis. 3. Keuntungan ekonomi yang diterima oleh petani maksimal.

4. Kandungan bahan berbahaya dalam produk-produk tidak melampaui baku mutu.

5. Fungsi-fungsi lingkungan dapat dipelihara.

6. Ketahanan sosial budaya yang kuat dimiliki petani dalam menjalankan usaha tani (Wasiati dan Soekirno, 1998).

Strategi yang diterapkan dalam melaksanakan PHT adalah memadukan semua teknik pengendalian OPT dan melaksanakannya dengan taktik yang memenuhi azas ekologi serta ekonomi. Semboyan PHT oleh petani dan bukan untuk petani dan petani menjadi ahli PHT dimaksudkan agar petani dapat menolong dirinya sendiri dalam menghadapi masalah produksi, terutama hama yang menyerang tanamannya baik secara berkelompok maupun sendiri dengan cara yang efektif dengan lingkungan (Anonimus, 2004).

Dalam kaitan dengan PHT petani dihadapkan dengan pilihan baik atau buruk hasil yang diperoleh jika mengikuti PHT atau tidak. Pada PHT teknik perlakuan yang digunakan dalam pengendalian hama dengan melakukan tindakan pemantauan, pengambilan keputusan dan pengambilan tindakan sedangkan pada non PHT perlakukan dalam pengendalian hama yaitu dengan pemberantasan hama dengan penyemprotan pestisida pada tanaman secara berjadwal artinya pada waktu tertentu dan pada waktu pertumbuhan tanaman tertentu. Selain itu pada non


(38)

PHT kebanyakan pestisida yang digunakan bersifat racun dan membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan sekitarnya (Oka, 1994).

Pelaksanaan prinsip PHT antara lain mencakup sejauh mana petani mau melaksanakan pengamatan hama/penyakit tanaman secara teratur, bagaimana tata cara melakukan pengamatan hama/penyakit dan bagaimana tanggapan petani atas hasil usaha pengamatan yang telah dilakukan, pengambilan keputusan dalam kegiatan pengendalian hama/penyakit dan bagaimana kinerja petani dalam menyebarluaskan pengetahuan dan keterampilannya tentang PHT ke petani lainnya (Darwis, 2006).

Konsep PHT merupakan koreksi terhadap kesalahan dalam pengendalian hama dan penyakit. Penggunaan pestisida memang telah memberikan kontribusi besar bagi peningkatan produksi tanaman, tetapi juga berdampak negatif terhadap lingkungan, seperti munculnya resistensi dan resurjensi beberapa jenis hama. Dalam bercocok tanam padi PHT tidak bisa diimplimentasikan sebagai suatu kegiatan yang mandiri, tetapi merupakan bagian dari sistem produksi. Tujuan utama dari usaha tani padi adalah mendapatkan hasil yang tinggi dengan keuntungan yang tinggi pula dalam proses produksi yang ramah lingkungan. Oleh karena itu PHT perlu diintegrasikan dan menjadi bagian penting dari budidaya padi yang baik (Hidayati, 2005).

Pestisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan perkembangan/pertumbuhan dari hama, penyakit dan gulma. Pestisida secara umum digolongkan kepada jenis organisme yang akan dikendalikan populasinya. Insektisida, herbisida, fungisida dan nematisida digunakan untuk mengendalikan


(39)

hama, gulma, jamur tanaman yang patogen dan nematoda. Jenis pestisida yang lain digunakan untuk mengendalikan tikus dan siput (Alexander, 1977).

Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh jasad pengganggu tanaman. Dalam konsep PHT, pestisida berperan sebagai salah satu komponen pengendalian, yang harus sejalan dengan komponen pengendalian hayati, efisien untuk mengendalikan hama tertentu, mudah terurai dan aman bagi lingkungan sekitarnya. Penerapan usaha intensifikasi pertanian yang menerapkan berbagai teknologi seperti penggunaan pupuk, varietas unggul, perbaikan pengairan, pola tanam serta usaha pembukaan lahan baru akan membawa perubahan pada ekosistem yang sering kali di ikuti dengan timbulnya masalah serangan jasad pengganggu. Cara lain untuk mengatasi jasad pengganggu selain menggunakan pestisida kadang-kadang memerlukan waktu, biaya dan tenaga yang besar dan hanya dapat dilakukan pada kondisi tertentu. Sampai saat ini hanya pestisida yang mampu melawan jasad pengganggu dan berperan besar dalam menyelamatkan kehilangan hasil (Sudarmo, 1991).

Penggunakan pestisida telah dianggap sebagai metode yang paling efektif dalam pengendalian hama dan penyakit. Oleh karena itu sejak dipergunakannya secara luas pestisida organik sintetik, maka pada masyarakat timbul peradangan atau pendapat bahwa tanpa pestisida tidak mungkin diperoleh produksi pertanian yang tinggi atau dengan kata lain pestisida merupakan jaminan atau asuransi bagi tercapainya sasaran produksi (Wudyanto, 1997).

Pestisida merupakan bahan pencemar paling potensial dalam budidaya tanaman. Oleh karena itu perannya perlu diganti dengan teknologi lain yang berwawasan lingkungan. Pemakaian bibit unggul, pemakaian organik dan


(40)

pestisida memang mampu memberikan hasil yang tinggi. Swasembada beras yang dicapai di Indonesia pada tahun 1984 tidak terlepas dari ketiga hal tersebut. Namun tanpa disadari praktek ini telah menimbulkan masalah dalam usaha pertanian itu sendiri maupun terhadap lingkungan (Hendarsih dan Widiarta, 2005). Pestisida yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam kesehatan manusia adalah pestisida sintetik yaitu organoklorin. Tingkat kerusakan yang disebabkan senyawa organoklorin lebih tinggi dibandingkan senyawa lain karena senyawa ini tidak peka terhadap sinar matahari dan tidak mudah terurai (Said, 1994).

Dampak negatif penggunaan pestisida antara lain adalah :

1. Meningkatnya resistensi dan resurjensi organisma pengganggu tumbuhan (OPT).

2. Terganggunya keseimbangan biodiversitas termasuk musuh alami (predator) dan organisme penting lainnya.

3. Terganggunya kesehatan manusia dan hewan. 4. Tercemarnya produk tanaman, air, tanah dan udara.

Meskipun pengendalian hama terpadu dengan menggunakan pestisida telah memberikan hasil yang nyata dalam menekan serangan hama dan penyakit tanaman dampak yang ditimbulkan sangat berbahaya. Oleh karena itu pengguna pestisida perlu dikurangi atau dirasionalisasi baik melalui penerapan PHT secara tegas maupun pengembangan sistem pertanian organik yang lebih mengutamakan penggunaan musuh alami dan pestisida hayati.

Pencemaran lingkungan terutama lingkungan pertanian disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia pertanian. Telah dapat dibuktikan secara nyata


(41)

bahwa bahan-bahan kimia pertanian dalam hal ini pestisida dan ekonomi. Pencemaran oleh pestisida tidak saja pada lingkungan pertanian tapi juga dapat membahayakan kehidupan manusia dan hewan dimana residu pestisida terakumulasi pada produk-produk pertanian dan pada perairan.

2.3 Kerangka Pemikiran

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Pertanian, menguraikan bagaimana penggunaan pestisida yang dapat dibenarkan dalam usahatani. Penggunaan pestisida yang berlebihan dapat menganggu lingkungan, sehingga diperlukan alternatif pengendalian hama dan penyakit secara terpadu. PHT bukan hanya teknologi atau metode pengendalian hama tetapi merupakan satu konsep yang dikembangkan dalam bentuk strategi dan metode penerapan di lapangan sesuai dengan ekosistem dan sistem masyarakat setempat.

Meskipun telah ditetapkan Undang-Undang yang membatasi penggunaan bahan kimia dalam pengendalian hama dan penyakit tumbuhan, namun dalam pelaksanaannya belum sepenuhnya sesuai dengan sistem PHT, untuk mengurangi dampak negatif penggunaan pestisida dapat ditempuh beberapa cara antara lain hanya menggunakan pestisida yang lebih aman terhadap manusia dan lingkungan hidup dan penerapan budidaya residu minimum dan budidaya organik yaitu dengan cara pemanfaatan sistem pengendalian secara hayati.

Dalam proses produksi penggunaan input menjadi berbeda sebelum dan Setelah mengikuti SLPHT, sehingga hal ini akan mempengaruhi tingkat produksi dan pendapatan. Peserta SLPHT lebih condong menggunakan input produksi yang


(42)

sesuai dengan pedoman SLPHT yang biaya produksinya lebih rendah dibandingkan sebelum SLPHT.

Diduga bahwa setelah mengikuti SLPHT akan terjadi peningkatan pendapatan petani padi sawah melalui peningkatan produksi dan penurunan biaya produksi. Dengan demikian adalah penting untuk menilai apakah terdapat perbedaan yang signifikan produksi, biaya produksi dan pendapatan petani padi sawah sebelum dan setelah SLPHT.

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Input

Sebelum SL PHT

Pendapatan Usahatani Padi sawah

Setelah SL PHT

Produksi

Uji Beda Rata-rata Program SL PHT


(43)

2.4. Hipotesis

1. Terdapat perbedaan biaya produksi padi sawah sebelum dan setelah SLPHT di Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Terdapat perbedaan produksi padi sawah sebelum dan setelah SLPHT di Kabupaten Serdang Bedagai.

3. Terdapat perbedaan pendapatan petani padi sawah sebelum dan setelah SLPHT di Kabupaten Serdang Bedagai.


(44)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Pengambilan Sampel

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah peserta program SLPHT yaitu petani yang telah mengikuti Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang terdapat di Kecamatan Perbaungan dan Pantai Cermin yang merupakan sentra komoditi padi sawah dan daerah yang sering terserang hama penyakit, dengan jumlah populasi sebanyak 25 orang petani di Kecamatan Perbaungan dan 25 orang petani di Kecamatan Pantai Cermin tahun 2010.

Penarikan sampel dari populasi adalah dengan melakukan pengambilan sampel dengan tujuan tertentu atau secara sengaja. Agar sampel yang diambil representif maka dalam pengambilan sampel peneliti mengadakan survei awal untuk mengetahui kondisi lokasi penelitian.

Dikarenakan jumlah populasi di dua Kecamatan tersebut berjumlah 50 petani, maka seluruh populasi dijadikan sebagai sampel penelitian. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 3.1. Populasi dan Jumlah Sampel Penelitian di Kecamatan Perbaungan dan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

Kecamatan Jumlah populasi Jumlah Sampel

Perbaungan 25 25

Pantai Cermin 25 25


(45)

3.2. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang di peroleh dari petani melalui wawancara dengan petani dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Wawancara yang dilakukan dibagi atas dua bagian yaitu wawancara terstruktur dan wawancara.

Wawancara terstruktur, dalam hal ini sebelum wawancara terlebih dahulu dipersiapkan daftar pertanyaan sebagai panduan yang akan dijawab oleh responden pada lembar jawaban yang telah disediakan. Sedangkan wawancara tidak berstruktur, dalam hal ini tidak di tetapkan daftar pertanyaan sebagaimana termasuk dalam wawancara terstruktur. Data yang dibutuhkan tentang karakteristik petani meliputi, umur, pendidikan, luas lahan, pengalaman bertani, kepemilikan lahan, pendapat petani.

Sedangkan data sekunder di peroleh dari penelitian dokumentasi yang berasal dari berbagai sumber yaitu Biro Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai dan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai dan Kecamatan di setiap daerah sampel penelitian.

3.3. Metode Analisis

Analisis yang digunakan adalah uji beda rata-rata karena untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua sampel yang berpasangan (berhubungan) maka digunakan Uji Dua Berpasangan (Paired Sampel T Test) (Sugiono, 2007) dengan rumus :


(46)

thitung = dimana :

1ijk = Nilai rata-rata ijk Setelah SL PHT 2ijk

n

= Nilai rata-rata ijk sebelum SL PHT 1

n

= Jumlah sampel Setelah SL PHT 2

S

= Jumlah sampel Sebelum SL PHT ijk

S

= Standar deviasi ijk 2

ijk

ijk = (i) produksi ; (j) biaya produksi dan (k) pendapatan = Varians ijk

Uji Hipotesis :

T-hitung > T-Tabel maka tolak H0 terima Ha T-hitung < T-Tabel maka terima H0 tolak Ha 3.4. Defenisi Operasional

1. Petani sampel adalah individu yang tergabung dalam kelompok tani yang bermata pencaharian sebagai petani padi sawah yang menerapkan SLPHT 2. Kelompok tani adalah sejumlah petani yang tergabung dalam satu

hamparan/wilayah yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan untuk meningkatkan usaha agribisnis dan memudahkan pengelolaan dalam proses distribusi, baik itu benih, pestisida, sarana produksi dan lain-lain.

3. Wilayah fokus adalah lokasi peningkatan produksi dan produktivitas di Areal SLPHT.


(47)

4. Wilayah non fokus adalah lokasi peningkatan produksi dan produktivitas di luar areal SLPHT.

5. Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPHT) adalah suatu tempat pendidikan non formal bagi petani untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengenali potensi, menyusun rencana usahatani, mengatasi permasalahan, mengambil keputusan dan menerapkan yang sesuai dengan kondisi sumber daya setempat secara sinergis dan berwawasan lingkungan sehingga usahataninya menjadi efisien, berproduktivitas tinggi dan berkelanjutan.

6. Biaya produksi adalah korbanan yang dikeluarkan petani padi sawah baik sebelum maupun setelah SLPHT.

7. Penerimaan adalah jumlah yang diterima petani dari penjualan produksi pada tingkat harga jual.

8. Pendapatan adalah nilai produksi padi sawah baik bagi peserta SLPHT. 3.5. Batasan Operasional

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Serdang Bedagai pada Musim Taman II (September s/d Desember) tahun 2010 yang beralokasi di Kecamatan Perbaungan dan Pantai Cermin dengan jumlah sampel sebanyak 50 orang petani.


(48)

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

Kabupaten Serdang Bedagai merupakan Kabupaten yang berada di Wilayah Provnsi Sumatera Utara dengan luas wilayah 1.900,22 Km2

• Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka.

yang terbagi pada 17 Kecamatan dimana sebanyak 602.522 jiwa penduduknya tersebar di 243 Desa/Kelurahan dengan batas wilayah :

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Asahan dan Simalungun. • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Simalungun.

• Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Ular dan Sungai Buaya.

Kecamatan Perbaungan dan Pantai Cermin yang merupakan daerah penelitian adalah sentra produksi padi sawah yang terdapat di Kabupaten Serdang Bedagai. Karekteristik wilayah penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut :

4.1.1. Keadaan Penduduk

Distribusi penduduk Kecamatan Perbaungan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.1.


(49)

Tabel 4.1. Distribusi penduduk Kecamatan Perbaungan dan Kecamatan Pantai Cermin Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2010.

No. Jenis Kelamin

Kec. Perbaungan Kecamatan Pantai Cermin Jumlah

(Jiwa)

Persentase (%)

Jumlah (Jiwa)

Persentase (%) 1. Laki-laki 53.826 48,69 21.868 50,49 2. Perempuan 56.710 51,31 21.451 49,51

Jumlah 110.536 100 43.319 100

Sumber: Serdang Bedagai dalam Angka 2010

Tabel 4.1. menunjukkan distribusi penduduk Kecamatan Perbaungan berdasarkan jenis kelamin. Jumlah penduduk Kecamatan Perbaungan adalah 110.536 jiwa atau 27.165 KK, dengan jumlah penduduk laki-laki adalah 53.826 jiwa dengan persentase 48,69 % dan jumlah penduduk perempuan adalah 56.710 jiwa dengan persentase 51,31 %. Jumlah penduduk laki-laki lebih kecil daripada jumlah penduduk perempuan. Sedangkan distribusi penduduk Kecamatan Pantai Cermin berdasarkan jenis kelamin dengan jumlah penduduk adalah 43.319 jiwa atau 9.291 KK dengan jumlah penduduk laki-laki adalah 21.868 jiwa dengan persentase 50,51 % dan jumlah penduduk perempuan adalah 21.451 Jiwa dengan persentase 49,51 %.

Distribusi penduduk Kecamatan Perbaungan dan Pantai Cermin berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 4.2. berikut :


(50)

Tabel 4.2. Distribusi penduduk Kecamatan Perbaungan dan Kecamatan Pantai Cermin berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2010.

No. Tingkat Pendidikan

Kec. Perbaungan Kec. Pantai Cermin Jumlah

(Org)

Persentase (%)

Jumlah (Org)

Persentase (%)

1. Buta Huruf 0 0 0 0

2. TK 2.124 3,16 0 0

3. SD 15.526 23,10 6.120 73,2

4. SLTP 18.830 28,01 1.034 12,4

5. SLTA 20.350 30,27 905 11,8

6. S1 10.395 15,46 300 3,6

7. S2 0 0 0 0

Jumlah 67.225 100 8.359 100

Sumber: Serdang Bedagai Dalam Angka, 2010

Tabel 4.2. nunjukkan distribusi penduduk Kecamatan Perbaungan berdasarkan tingkat pendidikan dengan tingkat pendidikan minimal adalah TK sebanyak 2.124 orang yaitu 3,16 %, SD sebanyak 15.526 orang yaitu 23,10 %, SLTP sebanyak 18.830 orang yaitu 28,01 %, SLTA sebanyak 20.350 orang yaitu 30,27 % dan dari tingkat pendidikan maksimal adalah S1 sebanyak 10.395 orang yaitu 15,46 %. Sedangkan distribusi penduduk Kecamatan Pantai Cermin berdasarkan tingkat pendidikan dengan tingkat pendidikan minimal adalah SD sebanyak 6.120 orang yaitu 75,94 % dari jumlah penduduk. Tingkat pendidikan maksimal adalah S1 sebanyak 300 orang yaitu 3,6 % dari jumlah penduduk. Di Kecamatan Perbaungan dan Pantai Cermin tidak ditemukan penduduk yang buta huruf.


(51)

4.1.2. Penggunaan Tanah

Distribusi luas baku lahan sawah menurut penyebaran dan penggunaan tanah pertanian dapat dilihat pada Tabel 4.3.berikut :

Tabel 4.3. Luas Baku Lahan Sawah Menurut Penyebaran dan Penggunaan Tanah Pertanian di Kecamatan Perbaungan dan Pantai Cermin Tahun 2010.

No. Jenis Penggunaan Lahan

Kec. Perbaungan Kecamatan Pantai Cermin Luas (Ha) Persentase

(%)

Luas (Ha)

Persentase (%)

1. Irigasi Teknis 2.197 36,90 0 0

2. Irigasi ½ Teknis 3.383 56,83 2.519 78,16 3. Irigasi Sederhana 373 6,27 704 21,84

Jumlah 5.953 100 3.223 100

Sumber : Distanak Kabupaten Serdang Bedagai Tahun, 2010

Tabel 4.3. menunjukkan bahwa Kecamatan Perbaungan penggunaan tanah untuk lahan sawah yang paling luas adalah Irigasi ½ teknis dengan luas 3.383 Ha (56,83 %) dan di Kecamatan Pantai Cermin penggunaan tanah untuk lahan sawah yang paling luas adalah Irigasi ½ teknis luas 2.519 Ha (78,16 %), namun jika dilihat dari jenis penggunaan lahan irigasi teknis di Kecamatan Pantai Cermin tidak ada sedangkan di Kecamatan Perbaungan memiliki Irigasi Teknis 2.197 Ha (36,97%).


(52)

Tabel 4.4. Luas Baku Lahan Bukan Sawah Menurut Penyebaran dan Penggunaan Tanah Pertanian di Kecamatan Perbaungan dan Pantai Cermin Tahun 2010.

No

Jenis Penggunaan

Lahan

Kec. Perbaungan Kecamatan Pantai Cermin Luas (Ha) Persentase

(%)

Luas (Ha)

Persentase (%) 1. Pekarangan 1.075 20,64 673 21,62 2. Tegal/Kebun 566 10,86 559 17,98 3. Perkebunan 3.382 64,93 1.470 47,3 4. Lain-lain 186 3,57 407 13,1

Jumlah 5.209 100 3.109 100

Sumber : Distanak Kabupaten Serdang Bedagai Tahun, 2010

Dari Tabel 5.4. dapat dilihat bahwa luas baku bukan sawah di Kecamatan Perbaungan yang paling luas adalah Perkebunan yaitu 3.382 Ha (64,93%) sedangkan Kecamatan Pantai Cermin yang paling luas Perkebunan 211 Ha (51,08%).

4.1.3. Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi

Luas tanam, luas panen, produktivitas dan produksi padi sawah di Kecamatan Perbaungan dan Pantai Cermin di Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2010 seperti pada Tabel 4.5


(53)

Tabel 4.5 Luas Tanam, Panen, Produktivitas, dan Produksi di Kecamatan Perbaungan dan Pantai Cermin Tahun 2010.

No. Uraian Kecamatan

Perbaungan

Kecamatan Pantai Cermin

1. Luas Tanam (Ha) 11.775 7.894

2. Luas Panen (Ha) 9.670 7.094

3. Produktivitas (Kw/Ha) 49.37 49.94

4. Produksi (Ton) 48.060 35.425

Sumber : Distanak Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010

Dari tabel 5.5 dapat dilihat bahwa ada perbedaan antara luas tanam dan luas panen yaitu di Kecamatan Perbaungan luas tanam 11.775 Ha, luas panen 9.670 Ha sedangkan di Kecamatan Pantai Cermin Luas Tanam 7.894 Ha, luas panen 7.094 Ha, hal ini disebabkan karena perhitungan tanam, luas panen dan produksi diperkirakan pada tahun yang sama.

4.2. Karekteristik Petani Sampel

Dalam penelitian ini sebanyak 50 orang petani padi sawah yang di dua Kecamatan dipilih sebagai sampel. Karakteristik petani sampel dapat dijelaskan sebagai berikut:

4.2.1. Umur Petani Sampel

Umur petani merupakan salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usaha taninya. Semakin tua umur petani kecendrungan memiliki kemampuan kerja yang semakin menurun, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap produksi dan pendapatan yang diperoleh. Klasifikasi umur petani sampel padi sawah di Kecamatan Perbaungan dan Pantai Cermin dapat dilihat pada Tabel 4.6.


(54)

Berdasarkan Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa rata-rata umur petani sampel di Kecamatan Perbaungan adalah 46,79 dengan interval antara 20 – 60 tahun, sedangkan rata-rata umur petani sampel di Kecamatan Pantai Cermin adalah 49,39 tahun dengan interval antara 31 – 61 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani sampel di daerah penelitian tergolong pada usia produktif yaitu masih potensial untuk melakukan kegiatan usahatani.

Tabel 4.6 Klasifikasi Umur di Kecamatan Perbaungan dan Kecamatan Pantai Cermin Tahun 2010.

No. Kelompok Umur

Kecamatan Perbaungan Kecamatan Pantai Cermin Jumlah

(KK)

Persentase (%)

Jumlah

(KK) Persentase (%)

1. 20 – 30 3 12 0 0

2. 31 – 40 6 24 7 28

3. 41 – 50 10 40 8 32

4. 51 – 60 6 24 5 20

5. > 61 0 0 5 20

Jumlah 25 100 25 100

Sumber : Serdang Bedagai Dalam Angka ,2010 .

4.2.2. Lama Pendidikan

Pendidikan formal petani sampel merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengelola usaha tani padi sawah. Semakin meningkat pendidikan formal petani, kecenderungan semakin meningkat kemampuan kerja petani dalam mengusahakan usaha tani padi sawah yang pada akhirnya yang akan berpengaruh terhadap produksi dan pendapatan usaha tani padi sawah. Lama pendidikan petani sampel di daerah penelitian dapat diklasifikasikan pada Tabel 4.7.


(55)

Tabel 4.7. Klasifikasi Lama Pendidikan di Kecamatan Perbaungan dan Kecamatan Pantai Cermin Tahun 2010.

No. Lama Pendidikan

Kecamatan Perbaungan Kecamatan Pantai Cermin Jumlah (KK) Persentase

(%)

Jumlah (KK)

Persentase (%)

1. 1 – 6 Tahun 0 0 0 0

2. 7 – 12 Tahun 6 24 9 36

3. 13 – 15 Tahun 11 44 8 32

4. > 16 Tahun 8 32 8 32

Jumlah 25 100 25 100

Sumber : Serdang Bedagai Dalam Angka 2010 .

Tabel 4.7.menunjukkan lama pendidikan petani sampel di Kecamatan Perbaungan 1 – 6 tahun tidak ada, untuk lama pendidikan 7 – 12 tahun sebanyak 6 orang, lama pendidikan 13 – 15 tahun sebanyak 11 orang dan diatas > 16 tahun sebanyak 8 orang, sedangkan di Kecamatan Pantai Cermin lama pendidikan 1 – 6 tahun tidak ada, lama pendidikan 7 – 12 tahun sebanyak 6 orang, lama pendidikan 13 – 15 tahun sebanyak 11 orang dan diatas > 16 tahun ada sebanyak 8 orang. Hal ini menunjukkan tidak ada petani sampel di Kecamatan Perbaungan dan Pantai Cermin yang buta huruf.

4.2.3. Pengalaman Bertani

Faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan pengelolaan usahatani adalah pengalaman bertani padi sawah. Semakin lama petani mempunyai pengalaman dalam menjalankan usaha tani padinya, maka semakin baik pula dalam pengelolaannya, maka akan berpengaruh besar terhadap peningkatan produksi yang dihasilkan dan berpengaruh terhadap petani sampel di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.8.


(56)

Tabel 4.8. Klasifikasi Lama Bertani di Kecamatan Perbaungan dan Kecamatan Pantai Cermin Tahun 2010.

No. Lama Bertani

Kec. Perbaungan Kecamatan Pantai Cermin Jumlah

(KK)

Persentase (%)

Jumlah

(KK) Persentase (%)

1. 1 – 5 Tahun 5 20 5 20

2. 6 – 10 Tahun 7 28 7 28

3. 11 – 15 Tahun 8 32 8 32

4. 16 – 20 Tahun 2 8 2 8

5. 21 – 25 Tahun 1 4 1 4

6. > 26 Tahun 2 8 2 8

Jumlah 25 100 28 100

Sumber : Serdang Bedagai Dalam Angka 2010 .

Tabel 4.8. menunjukkan rata-rata pengalaman bertani petani sampel Kecamatan Perbaungan dan Kecamatan Pantai Cermin mempunyai pengalaman bertani yang sama.

Luas Lahan Pertanian.

Luas lahan petani sampel di Kelompok Tani Subur Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan berkisar antara 0,3 – 1 Ha dengan rataan terbesar 0,44 Ha. Sedangkan luas lahan petani sampel di Kelompok Tani Karya Desa Celawan Kecamatan Pantai Cermin berkisar 0,4 – 1,2 Ha dengan rataan terbesar 0,672 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kepemilikan lahan petani anggota Kelompok Tani Karya sedikit lebih luas jika dibandingkan dengan rata-rata luas lahan Kelompok Tani Subur.


(57)

4.2.4. Jumlah Tanggungan

Jumlah tanggungan keluarga merupakan faktor penting yang harus diteliti. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga, maka semakin besar pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk pemenuhan kebutuhan hidup, Kerja Dalam Keluarga (KDK) dalam pengolahan usaha tani. Sehingga dapat mengurangi biaya tenaga kerja yang dikeluarkan. Klasifikasi jumlah tanggungan petani sampel di Kecamatan Perbaungan dan Kecamatan Pantai Cermin dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 menunjukkan rata-rata jumlah tanggungan petani sampel di Kecamatan Perbaungan adalah sekitar 76 % yang berada pada rentang jumlah tanggungan 0 – 3 orang, Sedangkan rata-rata jumlah tanggungan petani sampel di Kecamatan Pantai Cermin sekitar 76 % orang yang berada pada rentang jumlah tanggungan orang 0 – 3 tahun.

Tab el 4.9. Klasifikasi Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Sampel di Kecamatan Perbaungan dan Pantai Cermin Tahun 2010.

No. Jumlah Tanggungan

Kec. Perbaungan Kecamatan Pantai Cermin Jumlah

(KK)

Persentase (%)

Jumlah (KK)

Persentase (%)

1. 0 – 3 Orang 19 76 19 76

2. 4 – 6 Orang 6 24 6 24

Jumlah 25 100 25 100


(58)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Perbedaan biaya produksi, produksi dan pendapatan petani sebelum dan setelah SLPHT

Pada sub bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan yang berkenaan dengan tujuan penelitian yang meliputi uji beda rata-rata antara biaya produksi, produksi dan pendapatan petani padi sawah sebelum dan setelah mengikuti Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) di Kabupaten Serdang Bedagang.

5.1.1. Biaya Produksi Sebelum dan Setelah SLPHT

Biaya produksi dalam penelitian ini merupakan biaya jangka pendek yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya variabel yang digunakan oleh petani padi sawah sebelum dan setelah SLPHT di Kecamatan Perbaungan dan Kecamatan Pantai Cermin terdiri dari biaya sarana produksi, upah tenaga kerja dan iuran P3A.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata terdapat perbedaan penggunaan biaya variabel petani padi sawah sebelum SLPHT dengan setelah SLPHT baik di Kecamatan Perbaungan dan Kecamatan Pantai Cermin. Biaya variabel yang dikeluarkan oleh petani padi sawah untuk sarana produksi dan upah tenaga kerja sebelum SLPHT lebih besar dibandingkan dengan setelah SLPHT. Namun demikian biaya Iuran P3A sebelum SLPHT justru lebih besar dibandingkan setelah SLPHT.

Tabel 5.1; Tabel 5.2 dan Tabel 5.3 menunjukkan selisih biaya sarana produksi sebelum dan setelah SLPHT adalah sebesar Rp. 434.748,- di Kecamatan


(59)

Perbaungan dan Rp. 699.220,- di Kecamatan Pantai Cermin. Perbedaan ini disebabkan petani padi sawah yang telah mengikuti SLPHT dapat mengefesienkan biaya sarana produksi yang lebih efesien dibandingkan dengan sebelum SLPHT, khususnya mengurangi pengeluaran untuk pembelian bahan pembasmian hama dan penyakit melalui pengendalian hama secara terpadu.

Tab el 5.1.Rata-rata Biaya variabel petani padi sawah sebelum dan Setelah SLPHT di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011.

Kec. Perbaungan Sarana Produksi (Rp)

Upah T. Kerja (Rp)

Iuran P3a (Rp)

Sebelum SLPHT 915.000,- 2.162.500,- 65.600,- Setelah SLPHT 480.252,- 1.908.320,- 75.700,- Selisih - 434.748,- - 254.180,- 10.100,-

Sumber : Lampiran 1

Tab el 5.2. Rata-rata Biaya Variabel Petani Padi Sawah Sebelum dan Setelah SLPHT di Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011.

Kec. Pantai Cermin Sarana Produksi (Rp)

Upah T. Kerja (Rp)

Iuran P3A (Rp)

Sebelum SLPHT 1.441.440,- 3.301.360,- 99.850,- Setelah SLPHT 742.220,- 2.889.224,- 113.380,- Selisih - 699.220,- - 412.136,- 13.530,- Sumber : Lampiran 2

Sedangkan selisih perbedaan upah tenaga kerja sebelum dan setelah SLPHT adalah sebesar Rp. 254.180,- di Kecamatan Perbaungan dan Rp. 412.136,- di Kecamatan Pantai Cermin. Perbedaan upah tenaga kerja ini disebabkan melalui


(60)

SLPHT petani padi sawah dapat menghemat penggunaan tenaga kerja untuk pengendalian hama secara terpadu.

Tab el 5.3. Rata-rata Biaya Variabel Petani Padi Sawah Sebelum dan Setelah SLPHT di Kecamatan Perbaungan dan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011.

Sampel

Sarana Produksi

(Rp)

Upah T. Kerja (Rp)

Iuran P3A (Rp) Sebelum SLPHT 1.178.220,- 2.731.930,- 82.725,- Setelah SLPHT 611.236,- 2.398.772,- 94.540,- Selisih - 566.984,- - 333.158,- 11.815,-

Sumber : Diolah dari lampiran 1 dan 2

Secara keseluruhan terjadi penurunan biaya variabel sebesar Rp. 566.984,- untuk biaya sarana produksi dan Rp. 333.158,- untuk upah tenaga kerja. Artinya petani padi sawah mampu mengefesienkan biaya produksi setelah mereka menerapkan PHT pada usaha taninya. Namun demikian petani padi sawah harus mengeluarkan Iuran P3A yang lebih besar Rp. 11.815,- dibandingkan dengan sebelum mereka mengikuti SLPHT.

Semakin menurunnya biaya variabel bagi petani setelah mengikuti SLPHT

menunjukkan bahwa petani telah memperoleh manfaat dari konsep PHT yang merupakan koreksi terhadap kesalahan dalam pengendalian hama dan

penyakit. Penggunaan pestisida memang telah memberikan kontribusi besar bagi peningkatan produksi tanaman, tetapi juga berdampak negatif terhadap lingkungan, seperti muncul nya resistensi dan resurjensi beberapa jenis hama.

Dalam bercocok tanam padi PHT tidak bisa diimplimentasikan sebagai suatu kegiatan yang mandiri, tetapi merupakan bagian dari sistem produksi. Petani


(61)

padi sawah di Kabupaten Serdang Bedagai menyadari bahwa setelah meingikuti SLPHT usahatani padi mereka akan mendapatkan hasil yang tinggi dengan keuntungan yang tinggi pula dalam proses produksi yang ramah lingkungan. Hal ini sesuai dengan hasil kajian dari Hidayat (2005).

Selain biaya variable, petani padi sawah juga mengeluarkan biaya tetap. Biaya tetap petani padi sawah di daerah penelitian terdiri dari biaya peralatan seperti cangkul, parang babat, sabit, hand sprayer, PBB dan sewa tanah. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.4.s/d Tabel 5.5.di bawah ini.

Tab el 5.4. Rata-Rata Biaya Tetap Petani Padi Sawah Sebelum dan Setelah SLPHT Di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011.

Kecamatan Perbaungan Cangkul (Rp) Parang Babat (Rp) Sabit (Rp) Hand Sprayer (Rp) PBB (Rp) Sewa Tanah (Rp)

Sebelum 20.250,- 16.200,- 10.800,- 72.900,- 27.272,- 1.100.000,-

Setelah 22.500,- 18.000,- 12.000,- 97.500,- 27.272,- 1.100.000,-

Selisih 2.250,- 1.800,- 1.200,- 24.600,- 0,- 0,-

Sumber : Lampiran 3

Tab el 5.5. Rata-rata Biaya Tetap Petani Padi Sawah Sebelum dan Setelah SLPHT di Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011.

Kecamatan Pantai Cermin Cangkul (Rp) Parang Babat (Rp) Sabit (Rp) Hand Sprayer (Rp) PBB (Rp) Sewa Tanah (Rp)

Sebelum 20.250,- 16.200,- 10.800,- 72.900,- 41.664,- 1.680.000,-

Setelah 22.480,- 18.000,- 12.000,- 97.500,- 41.664,- 1.680.000,-

Selisih 2.230,- 1.800,- 1.200,- 24.600,- 0,- 0,-


(1)

LAMPIRAN 7: BIAYA TOTAL SEBELUM DAN SESUDAH SL-PHT KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

NO. SAMPEL SEBELUM SL- PHT MT II 2009 SESUDAH SL- PHT MT II 2010

BIAYA TOTAL BIAYA TOTAL

1 6.070.350 5.099.100

2 4.961.150 4.299.250

3 4.961.150 4.300.500

4 3.006.000 2.577.300

5 3.006.000 2.577.300

6 3.006.750 2.577.300

7 6.070.150 5.098.900

8 3.006.750 2.578.050

9 4.961.150 4.300.500

10 3.006.750 2.577.300

11 3.006.000 2.578.050

12 3.006.000 2.578.050

13 7.935.750 6.654.800

14 4.961.150 4.301.750

15 3.006.750 2.578.050

16 9.892.150 8.138.500

17 4.961.150 4.300.500

18 3.006.750 2.578.050

19 7.938.250 6.654.600


(2)

21 3.006.750 2.578.050

22 4.961.150 4.300.500

23 3.006.750 2.578.050

24 3.006.750 2.578.050

25 3.006.750 2.578.050

JUMLAH 109.763.050 93.538.600

RATA-RATA 4.390.522 3.741.544

LAMPIRAN 8 : TOTAL BIAYA SEBELUM DAN SESUDAH SL-PHT KECAMATAN PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG

BEDAGAI

NO. SAMPEL SEBELUM SL- PHT MT II 2009 SESUDAH SL- PHT MT II 2010

TOTAL BIAYA TOTAL BIAYA

1 11.846.550 9.859.200

2 4.028.950 3.387.400

3 11.846.550 9.859.200

4 5.983.350 4.946.700

5 11.846.550 9.859.200

6 4.028.950 3.387.400

7 9.892.150 8.243.500

8 5.978.350 4.945.200

9 11.846.550 9.859.200

10 5.978.350 4.946.700

11 4.028.950 3.387.400


(3)

13 5.003.650 4.204.250

14 4.026.950 3.387.400

15 4.026.950 3.387.400

16 5.004.900 4.221.750

17 4.022.950 3.387.400

18 5.975.350 4.945.200

19 4.020.950 3.387.400

20 4.020.950 4.399.300

21 9.889.650 8.243.500

22 11.843.550 9.859.200

23 4.028.950 3.387.400

24 5.976.850 4.911.700

25 7.937.750 6.621.300

JUMLAH 167.111.600 140.411.700


(4)

LAMPIRAN 9 : PENDAPATAN SEBELUM DAN SESUDAH SL-PHT KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

NO. SAMPEL SEBELUM SL- PHT MT II 2009 SESUDAH SL- PHT MT II 2010

PENDAPATAN PENDAPATAN

1 7.199.634 9.471.342

2 5.975.650 7.949.966

3 5.975.650 7.729.980

4 3.556.080 4.555.681

5 3.556.080 4.640.988

6 3.555.330 4.772.230

7 7.054.010 9.337.676

8 3.555.330 4.640.238

9 5.975.650 8.276.820

10 3.555.330 4.706.609

11 3.556.080 5.296.446

12 3.556.080 5.296.446

13 9.563.130 14.343.856

14 5.975.650 7.947.466

15 3.555.330 4.705.859

16 11.981.450 15.922.460

17 5.975.650 7.401.876

18 3.555.330 4.640.238

19 9.560.630 11.719.224


(5)

21 3.555.330 4.023.402

22 5.975.650 7.511.244

23 3.555.330 4.554.931

24 3.555.330 4.554.931

25 3.555.330 4.010.278

JUMLAH 130.992.374 172.650.425

RATA-RATA 5.239.695 6.906.017

LAMPIRAN 10: PENDAPATAN SEBELUM DAN SESUDAH SL-PHT KECAMATAN PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG

BEDAGAI

NO. SAMPEL SEBELUM SL- PHT MT II 2009 SESUDAH SL- PHT MT II 2010

PENDAPATAN PENDAPATAN

1 14.693.418 19.281.685

2 4.720.490 6.411.973

3 14.401.770 21.901.267

4 7.140.810 10.802.292

5 11.485.290 15.805.824

6 3.748.330 5.323.154

7 11.981.450 15.817.460

8 7.145.810 10.803.792

9 14.401.770 21.638.784

10 7.145.810 10.933.534


(6)

12 2.875.386 4.964.427

13 3.867.310 6.440.902

14 4.722.490 6.411.973

15 2.875.386 4.274.193

16 4.716.700 7.541.386

17 2.393.306 4.312.107

18 5.253.098 7.406.093

19 4.047.978 6.779.449

20 2.881.386 4.366.667

21 11.983.950 17.786.084

22 12.946.530 19.888.896

23 4.137.194 6.411.973

24 7.147.310 11.231.017

25 9.561.130 14.552.345

JUMLAH 180.994.592 268.199.203


Dokumen yang terkait

Evaluasi Petani Terhadap Program Penyuluhan Pertanian Sl Ptt (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu): Hama Terpadu (Kasus : Petani Padi Sawah, Desa Paya Bakung, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang)

3 67 67

HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR KARAKTERISTIK PETANI PESERTA SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) TERHADAP TINGKAT PENERIMAAN INFORMASI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) TANAMAN PADI

0 5 13

HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR KARAKTERISTIK PETANI PESERTA SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) TERHADAP TINGKAT PENERIMAAN INFORMASI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) TANAMAN PADI

1 28 13

HUBUNGAN SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) PADI TERHADAP TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI DAN PERBEDAAN PENDAPATAN PETANI PADI DI KABUPATEN JEMBER

0 13 20

HUBUNGAN SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) TERHADAP PERILAKU PETANI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN JERUK SIAM

0 3 13

HUBUNGAN SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) TERHADAP PERILAKU PETANI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN JERUK SIAM

0 25 13

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Petani Dalam Program Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT)

0 8 152

ANALISA USAHA TANI PADI PETANI PESERTA SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) DAN PERMASALAHANNYA.

0 0 11

DAMPAK SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) TERHADAP TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PADA USAHATANI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) | Dani | JURNAL ILMIAH MAHASISWA AGROINFO GALUH 272 1229 1 PB

0 0 8

DAMPAK SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) TERHADAP TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PADA USAHA TANI PADI SAWAH (Oryza Sativa L.) | Zakil M | JURNAL ILMIAH MAHASISWA AGROINFO GALUH 285 1316 1 PB

0 0 10