Daya Saing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Ekspor Kertas Indonesia: Sebelum dan Sesudah ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA)

DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
EKSPOR KERTAS INDONESIA: SEBELUM DAN SESUDAH
ASEAN-CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA)

INDAH RIZKI ANUGRAH

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Daya Saing dan Faktorfaktor yang Memengaruhi Ekspor Kertas Indonesia: Sebelum dan Sesudah
ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) adalah benar karya saya dengan arahan
dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Indah Rizki Anugrah
NRP H14090094

ABSTRAK
INDAH RIZKI ANUGRAH. Daya Saing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi
Ekspor Kertas Indonesia: Sebelum dan Sesudah ASEAN-China Free Trade Area
(ACFTA). Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI.
Indonesia memiliki peluang ekspor kertas yang lebih baik karena memiliki
kekayaan sumber daya alam dan berlimpahnya tenaga kerja yang dimiliki. Tujuan
penelitian ini adalah menganalisis kinerja ekspor kertas di Indonesia,
mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi daya saing kertas Indonesia,
dan menganalisis posisi daya saing kertas Indonesia untuk kawasan ASEAN dan
China sebelum dan sesudah ACFTA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada kertas dan memiliki integrasi
perdagangan yang lemah sebelum dan sesudah ACFTA. Performa perdagangan
kertas Indonesia tidak dinamis sebelum dan sesudah ACFTA dan Indonesia
memiliki keunggulan kompetitif setelah adanya ACFTA. Selanjutnya, variabel
GDP per kapita negara tujuan, harga ekspor kertas Indonesia ke negara tujuan,

nilai tukar rill negara tujuan dan dummy ACFTA secara signifikan berpengaruh
positif terhadap nilai ekspor kertas Indonesia di pasar ACFTA sedangkan harga
kertas internasional secara signifikan berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor
kertas Indonesia di pasar ACFTA.
Kata kunci: ekspor kertas, ACFTA, daya saing, harga, GDP per kapita, nilai tukar

ABSTRACT
INDAH RIZKI ANUGRAH. Competitiveness and Factors Affecting Export of
Indonesia’s Paper: Before and After the ASEAN-China Free Trade Area
(ACFTA). Supervised by RINA OKTAVIANI.
Indonesia has better opportunity exporting paper because its natural resources and
labor abundant. The objectives of this research are to analyze the export
performance of Indonesia’s paper, to identify factors that affect the
competitiveness of Indonesia’s paper, and analyze the competitiveness position
Indonesia’s paper for ASEAN and China area before and after ACFTA. The
results showed that Indonesia has a comparative advantage on paper and a weak
trade integration before and after ACFTA. Indonesia’s paper trading performance
remains dynamically both before and after ACFTA and Indonesia has a
competitive advantage after ACFTA. Furthermore, GDP per capita, Indonesia’s
exporting paper price, real exchange rate and dummy ACFTA are significantly

positive affect on the export value of Indonesia’s paper in ACFTA market while
international paper price is significantly negative affect the export value of
Indonesia’s paper in ACFTA market.
Keywords: export paper, ACFTA, competitiveness, price, GDP per capita, real
exchange rate

DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
EKSPOR KERTAS INDONESIA: SEBELUM DAN SESUDAH
ASEAN-CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA)

INDAH RIZKI ANUGRAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Daya Saing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Ekspor Kertas
Indonesia: Sebelum dan Sesudah ASEAN-China Free Trade Area
(ACFTA)
Nama
: Indah Rizki Anugrah
NIM
: H14090094

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini
ialah perdagangan, dengan judul Daya Saing dan Faktor-faktor yang
Memengaruhi Ekspor Kertas Indonesia: Sebelum dan Sesudah Asean-China Free
Trade Area (ACFTA).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Lukitawati Anggraeni selaku
dosen penguji utama, Widyastutik, MSi selaku dosen penguji Komisi Pendidikan
yang telah memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan karya ilmiah ini dan
Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, arahan serta masukan selama penulisan skripsi ini. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada papa, mama, serta seluruh keluarga atas segala doa
dan dukungannya yang sangat berarti selama ini, kepada teman-teman satu
bimbingan (Nyimas Tyah Nadhilah, Marsela Dwi T dan Gradisny Qaliffa M)
yang bersama-sama menjalani penelitian baik dalam suka maupun duka, kepada

para sahabat saya Athu, Surini, Gita, Iren, Tari, Dini, Tia, Arvin, Bintan, Ulfa, dan
Eva atas doa dan dukungannya selama ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan sehingga saran dan kritik sangat penulis harapkan demi
perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juni 2013
Indah Rizki Anugrah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian


4

Ruang Lingkup Penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA

5

Landasan Teori

5

Penelitian Terdahulu

9

Kerangka Pemikiran


10

METODE PENELITIAN

11

Jenis dan Sumber Data

11

Analisis Data

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

18

Kinerja Ekspor Kertas Indonesia di Pasar ACFTA (China, Malaysia, Singapura,

Thailand, Philipina, dan Vietnam)
18
Daya Saing Kertas Indonesia di Pasar ACFTA (China, Malaysia, Singapura,
Thailand, Philipina, dan Vietnam)
21
Faktor-faktor yang Memengaruhi Nilai Ekspor Kertas Indonesia di Pasar
ACFTA (China, Malaysia, Singapura, Thailand, Philipina, dan Vietnam)
SIMPULAN DAN SARAN

25
28

Simpulan

28

Saran

29


DAFTAR PUSTAKA

29

LAMPIRAN

32

RIWAYAT HIDUP

49

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kinerja perdagangan negara anggota ASEAN dengan China tahun 2011
Perkembangan kertas di Indonesia tahun 2007-2011
Matriks posisi daya saing
Klasifikasi dari nilai Intra Industry Trade
Nilai RCA kertas di negara anggota ACFTA tahun 1998-2011
Posisi pasar negara anggota ACFTA di pasar ACFTA tahun 1998-2011
Nilai IIT kertas di negara anggota ACFTA tahun 1998-2011
Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi ekspor kertas Indonesia

1
2
13
13
22
25
24
26

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kurva perdagangan internasional
Kerangka pemikiran
Matriks Export Product Dinamics (EPD)
Nilai ekspor kertas Indonesia di pasar ACFTA
Volume ekspor kertas Indonesia di pasar ACFTA
Pangsa Pasar kertas Indonesia di pasar ACFTA

7
11
14
19
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Perhitungan Revealed Comparative Advantage (RCA)
Perhitungan Export Product Dinamics (EPD)
Perhitungan Intra Industry Trade (IIT) (lanjutan)
Variabel panel data (lanjutan)
Uji Chow
Uji Hausmann
Hasil estimasi model LSDV
Uji asumsi kenormalan
Uji asumsi homoskedastisitas
Uji asumsi multikolinearitas

32
35
40
42
43
44
45
46
47
48

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Era perdagangan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan
perjanjian untuk mewujudkan suatu kawasan perdagangan bebas antara negaranegara anggota ASEAN dan China melalui hubungan perdagangan ekspor dan
impor. Kesepakatan kerangka kerjasama yang sering disebut dengan “Framework
Agreement on Comprehensive Economic Cooperation” terjadi pada tanggal 4
November 2002 dan telah disepakati bahwa perdagangan bebas untuk barang pada
tahun 2004, sektor jasa pada tahun 2007 dan investasi tahun 2009. Di samping itu,
dari sisi kesiapan perdagangan bebas bagi ASEAN juga berlaku secara bertahap.
Perdagangan bebas mulai berlaku tahun 2010 antara China dengan ASEAN+6
yaitu Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Philipina, dan Brunei. Tahun
2015 berlaku bagi China dengan ASEAN+4 yaitu Kamboja, Vietnam, Laos dan
Myanmar. Pengurangan atau penghapusan hambatan baik tarif maupun non tarif
dan peningkatan akses pasar jasa di antara negara ASEAN dan China dapat
menciptakan persaingan industri yang semakin ketat di kawasan tersebut. Kinerja
perdagangan (ekspor dan impor) negara-negara ASEAN dengan China tahun 2011
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kinerja perdagangan negara anggota ASEAN dengan China tahun 2011
Nilai perdagangan (Ribu US$)

Pangsa (%)
Ekspor
Impor
dari
dari
ASEAN ASEAN
10.3
13.3

Negara

Ekspor dari
ASEAN

Impor oleh
ASEAN

Total

China

127 908 473.6

152 497 073.0

280 405 546.5

Singapura

94 756 931.4

77 173 522.3

171 930 453.7

7.6

6.7

7.2

Malaysia

75 798 397.4

70 584 648

146 383 044.9

6.1

6.2

6.1

Indonesia

59 155 264.1

43 494 586.6

102 649 850.8

4.8

3.8

4.3

Thailand

40 695 909.4

48 012 261.8

88 708 171.2

3.3

4.2

3.7

Vietnam

22 365 208

11 475 478.1

33 840 686.2

1.8

1.0

1.4

Philippina

18 429 032.1

12 123 805

30 552 836.7

1.5

1.1

1.3

Myanmar

4 752 528.5

3 768 324.4

8 520 852.9

0.4

0.3

0.4

Kamboja

6 379 450.4

886 154

7 265 604.1

0.5

0.1

0.3

1 590 848.6

4 466 818.8

0.2

0.1

0.2

1 600 779.8

3 923 918.0

0.2

0.1

0.2

Laos
2 875 970.2
Brunei
2 323 138.2
Darussalam
Sumber: www.asean.org (2013).

Total
11.7

Berdasarkan Tabel 1 dapat terlihat bahwa kinerja perdagangan Indonesia
menduduki peringkat ke empat setelah negara China, Singapura, dan Malaysia
setelah adanya liberalisasi perdagangan antara negara anggota ASEAN dengan
China. Indonesia akan mampu meningkatkan kinerja perdagangan karena

2
Indonesia masih memiliki peluang untuk meningkatkan ekspor dari sejak
terbentuknya perjanjian ACFTA. Peluang tersebut semakin luas setelah berbagai
bentuk hambatan di negara-negara anggota ACFTA telah diminimalkan. Selain itu,
Indonesia memiliki peluang ekspor yang lebih baik terutama di sektor agroindustri
karena memiliki kekayaan sumber daya alam dan berlimpahnya tenaga kerja yang
dimiliki.
Salah satu sektor agroindustri di Indonesia yang berkembang saat ini adalah
industri kertas. Industri kertas memiliki peranan penting dalam perekonomian
Indonesia. Hal ini didukung oleh tiga alasan yaitu produk kertas harganya banyak
ditentukan oleh nilai dollar, komponen impor dalam produksi nilainya tidak lebih
dari 30 persen, dan produk kertas banyak ditujukan untuk pasar luar negeri karena
industri penghasil kertas masih dapat membantu dalam hal penerimaan devisa di
masa kritis sekalipun (Rosadi dan Vidyatmoko 2002). Perkembangan kertas di
Indonesia dilihat dari sisi peningkatan kapasitas, jumlah produksi riil, ekspor dan
impor, maupun konsumsi kertas dalam lima tahun terakhir (2007-2011) (Tabel 2).
Tabel 2 Perkembangan kertas di Indonesia tahun 2007-2011
Ekspor

Impor

(Ton/Th)
8 680 804
8 251 972

(Ton)
4 857 233
4 760 088

(Ton)
351 776
344 740

(Ton)
5 421 574
5 100 617

12 178 650
9 308 225
2009
13 740 790
9 813 348
2010
14
427
830
1 446 090
2011
Sumber : Kementrian Perindustrian (2012).

4 240 821

451 751

5 022 430

4 215 472
7 127 543

512 667
3 019 980

6 110 543
8 338 527

Tahun
2007
2008

Kapasitas
(Ton/Th)
10 359 481
12 178 650

Produksi riil

Konsumsi

Berdasarkan Tabel 2 ekspor kertas terus menurun dari tahun 2007 hingga
2010, namun nilai dari ekpor kertas meningkat. Menurut Kementrian
Perindustrian (2012) nilai ekspor kertas mencapai 2 873 514 ribu US$ dan
mengalami penurunan sebesar 57 470 ribu US$ tahun 2008. Peningkatan nilai
ekspor kertas 3 257 220 ribu US$ terjadi pada tahun 2009, dan kembali meningkat
pada tahun 2010 sebesar 3 786 312 ribu US$. Nilai ekspor kertas pada tahun 2011
meningkat sebesar 4 027 527 ribu US$. Nilai ekspor kertas ini menjadi hal yang
penting karena menjadi salah satu penyokong perekonomian Indonesia sebagai
penyumbang devisa.
Tingkat konsumsi kertas Indonesia masih tergolong relatif rendah meskipun
mengalami peningkatan pada tahun 2011 sebesar 8 338 527 ton. Peningkatan
konsumsi kertas menjadikan pasar bagi komoditas kertas ini masih terbuka luas.
Terbukanya pasar yang masih luas untuk komoditas kertas mendorong masuknya
investasi pada industri ini. Selanjutnya, tahun 2007 hingga 2011 investasi pada
industri kertas mengalami peningkatan. Tahun 2007 dan 2008 investasi untuk
industri kertas sebesar Rp11 080 225 dan meningkat menjadi Rp11 101 445 pada
tahun 2009. Investasi kembali meningkat pada tahun 2010 sebesar Rp11 191 027
dan meningkat secara signifikan tahun 2011 sebesar Rp12 869 681 (Kemenperin
2012).

3
Industri kertas di Indonesia memiliki potensi jika dilihat dari segi
sumberdaya manusia dan ketersediaan bahan baku. Industri ini dapat menciptakan
lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Perusahaan kertas yang ada di Indonesia
berjumlah 79 unit perusahaan dengan menyerap tenaga kerja sebesar 184 900
orang (Kemenperin 2012).
Indonesia juga berpotensi untuk menjadi pemain utama dalam industri
kertas, karena Indonesia memiliki hutan yang masih luas dan iklim tropis. Hutan
yang masih luas merupakan sumber bahan baku utama industri kertas. Iklim tropis
memungkinkan tanaman tumbuh lebih cepat sehingga menjadikan Indonesia
sebagai salah satu negara yang secara alami efisien menghasilkan serat alam
(Sipayung et al. 2000).
Masalah yang dihadapi Indonesia saat ini adalah daya saing kertas di pasar
ACFTA. Hal ini menjadi tantangan yang menyulitkan Indonesia dalam mengikuti
arus liberalisasi perdagangan internasional mengingat China adalah salah satu
negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Produk yang
dihasilkannya sangat kompetitif dengan harga yang terjangkau sehingga dapat
merambah hampir ke seluruh dunia. Hal ini menimbulkan kekhawatiran
masyarakat Indonesia karena harga jual produk memiliki harga yang lebih tinggi
dibandingkan dengan produk dari China dan dianggap belum dapat bersaing
dengan produk China. Di samping itu, dengan tidak adanya lagi hambatan masuk,
banyak negara yang berupaya menghambat dengan cara isu dumping dan isu
kerusakan lingkungan pada produk kertas Indonesia. Berdasarkan uraian di atas,
dengan melihat beberapa peluang, potensi, keuntungan hingga hambatan serta
adanya perjanjian ACFTA penulis tertarik untuk melakukan analisis daya saing
terhadap kertas di Indonesia sebelum dan sesudah adanya kebijakan ACFTA.

Perumusan Masalah
Liberalisasi perdagangan antara negara anggota ASEAN dan China melalui
perjanjian ACFTA menandai terbukanya pasar bersama bagi para pelaku usaha
dalam kawasan negara yang tergabung dalam blok perdagangan tersebut. Pasar
bersama ini menyebabkan semakin mudahnya mendapatkan berbagai produk dan
semakin bebasnya pergerakan manusia melewati batas antar negara. Hal ini
menyebabkan kertas akan semakin kompetitif.
Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana kinerja ekspor kertas Indonesia sebelum dan sesudah ACFTA?
2. Bagaimana posisi daya saing kertas Indonesia dengan negara-negara pesaing
ASEAN dan China sebelum dan sesudah ACFTA?
3. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi daya saing kertas sebelum dan
sesudah ACFTA

4
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Menganalisis kinerja ekspor kertas Indonesia sebelum dan sesudah ACFTA.
2. Menganalisis posisi daya saing kertas Indonesia untuk kawasan ASEAN dan
China sebelum dan sesudah ACFTA.
3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi daya saing kertas
Indonesia sebelum dan sesudah ACFTA.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ke berbagai pihak
antara lain:
1. Bagi pelaku ekonomi, penelitian ini memberikan informasi dan saran yang
dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas industri kertas di Indonesia.
2. Bagi pemerintah, penelitian ini menjadi acuan dalam membuat kebijakan
untuk pengembangan industri kertas di Indonesia.
3. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan tentang
kertas di Indonesia dan mengaplikasikan teori yang telah dipelajari dengan
kondisi yang sebenarnya terjadi.
4. Bagi peneliti selanjutnya, dapat menjadi referensi penelitian tentang kertas
ini secara lebih mendalam.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas tentang analisis daya saing kertas (kode HS 4802)
di Indonesia sebelum dan sesudah ACFTA. Analisis daya saing ini hanya meliputi
daya saing kertas Indonesia terhadap negara anggota ASEAN lainnya (Malaysia,
Singapura, Thailand, Philipina, Vietnam) dan China serta faktor-faktor yang
memengaruhi daya saing tersebut. Periode analisis ialah sebelum dan sesudah
ditandatanganinya perjanjian ACFTA mulai dari tahun 1998 sampai 2011.

Hipotesis
1. Nilai RCA kertas Indonesia sebelum dan sesudah perjanjian ACFTA lebih dari
satu (RCA > 1), artinya Negara Indonesia memiliki keunggulan komparatif
pada kertas sehingga memiliki daya saing kuat diantara negara-negara ACFTA.
2. Indeks Intra Industry Trade (IIT) sebelum dan sesudah ACFTA bernilai tinggi
dimana menunjukkan bahwa alur perdagangan bersifat intra-industri dan
tingkat integrasi antar negara anggota ACFTA tinggi karena Indonesia
melakukan ekspor sekaligus impor kertas ke negara-negara ASEAN dan China.
3. Nilai RCA kertas sebelum dan sesudah ACFTA lebih dari satu sehingga
memiliki keunggulan komparatif, dengan kata lain kertas berada pada posisi
Rising Star dalam analisis Export Product Dinamics (EPD) dimana ada
peningkatan pangsa pasar baik sebelum maupun sesudah ACFTA..

5
4. Variabel GDP per kapita negara tujuan, nilai tukar riil rupiah terhadap mata
uang negara tujuan dan dummy ACFTA memengaruhi nilai ekspor kertas
Indonesia secara positif.
5. Variabel harga kertas internasional dan harga ekspor kertas Indonesia ke
negara tujuan memengaruhi nilai ekspor kertas Indonesia secara negatif.

TINJAUAN PUSTAKA
Landasan Teori
Teori Permintaan
Dalam konsep permintaan terdapat tiga hal penting. Pertama, jumlah yang
diminta pada harga tersebut, harga barang lain, pendapatan konsumen, selera, dan
lain-lain adalah tetap. Kedua, apa yang diinginkan merupakan permintaan efektif,
artinya jumlah orang yang bersedia membeli pada harga yang mereka harus bayar
untuk komoditas tersebut. Ketiga, kuantitas yang diminta menunjukkan arus
pembelian yang terus menerus (Lipsey 1995). Jumlah permintaan suatu komoditas
dipengaruhi oleh beberapa variabel antara lain :
1. Harga komodti itu sendiri
Semakin rendah harga suatu komoditas maka jumlah komoditas yang
diminta akan semakin besar. Sebaliknya, semakin tinggi harga suatu
komoditas maka jumlah komoditas yang diminta akan semakin kecil.
2. Rata-rata pendapatan rumah tangga atau konsumen
Jika asumsi barang normal, kenaikan pendapatan rata-rata rumah tangga
menyebabkan jumlah barang yang akan dibeli semakin banyak meskipun
harganya tetap. Jika asumsi barang inferior, kenaikan pendapatan rata-rata
rumah tanggamenyebabkan jumlah barang yang diminta semakin sedikit.
3. Harga-harga lainnya
Harga barang substitusi pada komoditas tertentu meningkat maka
permintaan untuk komoditas tersebut pada setiap tingkat harga akan
meningkat pula. Jika harga pada barang komplementer mengalami
penurunan maka permintaan untuk komoditas tersebut pada setiap tingkat
harga akan meningkat.
4. Selera
Semakin besar selera atau kesukaan masyarakat terhadap suatu komoditas
maka akan meningkatkan permintaan komoditas tersebut.
5. Distribusi pendapatan
Perubahan dalam distribusi pendapatan dapat menggeser kurva permintaan
ke kanan artinya, permintaan untuk komoditas yang dibeli mengalami
peningkatan oleh mereka yang memperoleh tambahan pendapatan tersebut.
6. Populasi
Jika jumlah penduduk meningkat maka akan meningkatkan permintaan
komoditas tersebut, cateris paribus.
Permintaan ekspor merupakan permintaan pasar internasional terhadap
komoditas yang dihasilkan oleh suatu negara. Faktor-faktor yang memengaruhi
permintaan ekspor suatu negara adalah harga di pasar internasional, harga ekspor,

6
harga kompetitor, pendapatan per kapita negara pengimpor, nilai tukar riil, dan
lain lain (Salvatore 1997).
Teori Perdagangan Internasional
Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah
perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk
negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat
berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan
pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah lain.
Perdagangan internasional dapat meningkatkan industrialisasi, kemajuan
transportasi, globalisasi serta menciptakan perusahaan multinasional.
Menurut Hady (2004) terdapat beberapa asumsi dasar dalam melakukan
analisis teori perdagangan internasional yaitu:
1. Neutrality of Money, dalam arti uang tidak berpengaruh atas harga relatif
2. Jumlah faktor produksi dari setiap negara tetap
3. Faktor produksi secara internasional tidak dapat berpindah (international
immobility of factors)
4. Teknologi yang tersedia sama
5. Taste and income distribution dianggap sebaga sesuatu yang given dan tidak
berubah
6. Tidak terdapat hambatan perdagangan atau trade barrier dalam bentuk biaya
transpor, informasi, dan komunikasi
7. Adanya full employment faktor produksi dan tidak terjadi excess supplies
ataupun shortage of commodities
Gambar 1 menunjukkan proses terciptanya harga komoditas relatif
ekuilibrium dengan adanya perdagangan, dilihat dari analisis keseimbangan
parsial. Kurva DA, SA, DB, SB, dalam panel A dan C pada Gambar 1 masingmasing melambangkan kurva permintaan dan kurva penawaran untuk komoditas
X di Negara A, dan Negara B. Sumbu vertikal pada ketiga panel tersebut
mengukur harga-harga relatif untuk komoditas X (Px/Py) sedangkan sumbu
horizontalnya mengukur kuantitas komoditas X.
Tanpa adanya perdagangan internasional, keseimbangan yang terjadi di
negara A akan dicapai pada kondisi keseimbangan domestik, dimana volume
transaksi berada di QA dan harga di P A. Di negara B, keseimbangan akan tercapai
pada kondisi volume transaksi berada dititik QB dan harga di PB, dengan
menggunakan asumsi harga domestik di negara A lebih murah dibandingkan
dengan negara B untuk komoditas tersebut. Dilihat dari struktur yang terjadi di
negara A, harga yang terjadi lebih rendah dibandingkan dengan harga yang terjadi
di negara B. Jika harga yang terjadi di pasar negara A meningkat, maka akan
mengakibatkan peningkatan penawaran melebihi dari jumlah yang diminta
konsumen di negara tersebut, yang mengakibatkan terjadinya excess supply di
negara A. Sementara kondisi yang berlaku di negara B adalah ketika harga yang
berlaku turun dibawah PB, akan mengakibatkan bertambahnya permintaan barang
dan mengurangi penawaran barang tersebut, sehingga mengakibatkan terjadinya
excess demand di negara B.
Apabila terjadi perdagangan internasional antar kedua negara dengan
mengasumsikan biaya transportasi adalah nol, kondisi permintaan dan penawaran

7
yang terjadi akan berubah. Penawaran ekspor di pasar internasional akan
digambarkan oleh SW yang merupakan excess supply function dari negara A, dan
fungsi permintaan akan digambarkan oleh DW yang merupakan excess demand
function dari negara B, dan menciptakan keseimbangan yang terjadi saat harga
berada di titik PW. Kondisi yang berlaku saat perdagangan ini, negara A akan
mengekspor (QA2-QA1) dengan jumlah yang sama dengan negara B (QB2-QB1).
Jumlah ekspor dan impor tersebut ditunjukkan oleh volume perdagangan sebesar
QW pada pasar internasional.

Panel A
Pasar di Negara A
untuk komoditas X

Panel C
Pasar di Negara B
untuk komoditas X

Panel B
Hubungan perdagangan
internasional dalam
komoditas X

SB
Px/Py

Px/Py

Px/Py
PB
SW

SA
E*

Ekspor

PW
Impor

PA
DW
DA
X
Q A1 Q A Q A2
Sumber : Salvatore (1997).

0

0

QW

X

DB
0

QB1

QB QB2

Gambar 1 Kurva perdagangan internasional
Teori Pendapatan
Gross Domestic Product (GDP) adalah indikator ekonomi untuk mengukur
total nilai produk barang dan jasa akhir dalam suatu perekonomian (Mankiw
2007). Ada tiga pendekatan yang digunakan untuk menghitung GDP yaitu :
pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran.
Berdasarkan pendekatan produksi, GDP adalah total nilai tambah dari seluruh
sektor kegiatan ekonomi. Pendekatan ini dapat diformulasikan sebagai berikut :
GDP = Σ N T
Keterangan : NT = Nilai tambah dari seluruh kegiatan usaha dalam perekonomian
GDP juga dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan pendapatan,
yaitu dengan menjumlahkan seluruh pendapatan yang diterima oleh produsen
dalam negeri. Pendekatan GDP ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
GDP = W + OS + TSP
Keterangan : W

= Komponen tenaga kerja (upah, gaji, dan tenaga kerja lain
seperti kontribusi sosial)

X

8
OS
TSP

= Gross Operating Surplus perusahaan seperti keuntungan,
bunga, sewa, dan penyusutan
= Pajak setelah dikurangi subsidi

Sedangkan untuk pendekatan pengeluaran GDP dapat dirumuskan sebagai
berikut :
GDP = C + I + G + (X-M)
Keterangan : C = Konsumsi rumah tangga
I = Investasi (pembentukan modal bruto)
G = Pengeluaran pemerintah
X- M = Net Ekspor
Teori Nilai Tukar
Nilai tukar adalah harga mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam
mata uang lain yang dapat dibeli dan dijual (Lipsey 1995). Para ekonom
membedakan nilai tukar menjadi dua, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil.
Nilai tukar nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan
nilai tukar riil adalah harga relatif dari barang-barang antar dua negara. Nilai tukar
riil menyatakan kondisi memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk
barang lain. Nilai tukar riil disebut juga term of trade (Mankiw 2007).
Hubungan yang terjadi antara nilai tukar nominal dan nilai tukar riil adalah
bahwa nilai tukar riil diantara kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal dan
tingkat harga dikedua negara. Jika nilai tukar riil tinggi maka barang luar negeri
relatif lebih murah dan barang domestik relatif lebih mahal. Apabila hal tersebut
terjadi maka penduduk akan berkeinginan untuk membeli barang-barang impor
sehingga ekspor netto menjadi lebih rendah. Ekspor netto sendiri adalah nilai
ekspor dikurangi impor. Perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
dapat mempengaruhi harga pada perdagangan dunia yang pada akhirnya dapat
menentukan banyaknya penawaran dan permintaan ekspor. Apabila terjadi
depresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, maka barang-barang
Indonesia akan dinilai relatif lebih murah sehingga daya saing produk Indonesia
akan meningkat dan hal ini akan dapat meningkatkan permintaan ekspor untuk
Indonesia.
Teori Ekspor
Ekspor adalah total penjualan barang yang dapat dihasilkan oleh suatu
negara kemudian diperdagangkan kepada negara lain untuk mendapatkan devisa.
Ekspor dan impor yang terjadi dalam kurun waktu tertentu ditentukan oleh faktorfaktor yang berbeda-beda, sehingga perkembangan ekspor berbeda dengan
perkembangan impor (Lipsey 1995).
Menurut Lipsey (1995), pertumbuhan ekspor suatu komoditas dipengaruhi
beberapa faktor yaitu :
1. Adanya daya saing dengan negara-negara lain di dunia
Suatu negara sebaiknya melakukan spesialisasi sehingga negara tersebut
dapat mengekspor komoditas yang telah diproduksi untuk dipertukarkan
dengan komoditas yang dihasilkan negara lain dengan biaya yang lebih
rendah sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekspor di negara tersebut.
2. Adanya penetapan harga pasar dalam negeri dan harga pasar internasional

9
Jika harga internasional lebih tinggi daripada harga pasar domestik maka
produsen lebih memilih untuk memasarkan komoditas yang diproduksi ke
pasar internasional sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekspor di
negara tersebut.
3. Adanya permintaan dari luar negeri
Semakin tinggi permintaan dari luar negeri terhadap komoditas yang
dihasilkan oleh suatu negara, maka semakin tinggi pula pertumbuhan ekspor
di negara tersebut.
4. Nilai tukar mata uang
Jika suatu negara mengalami apresiasi nilai tukar maka akan menurunkan
pertumbuhan ekspor di negara tersebut. Hal tersebut terjadi karena harga
barang luar negeri lebih murah dibandingkan dengan harga barang dalam
negeri sehingga permintaan luar negeri terhadap komoditas tersebut akan
menurun.

Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai mengenai kertas sudah banyak diteliti antara lain
penelitian Suriarty Situmorang (2005) yang berjudul “Analisis Penawaran dan
Permintaan Pulp dan Kertas Indonesia di Pasar Domestik dan Internasional”.
Penelitian ini menggunakan data deret waktu (time series) dari tahun 1975 sampai
2000 dengan pendekatan ekonometrika 2SLS. Berdasarkan hasil estimasi dapat
diketahui bahwa baik dalam jangka pendek maupun panjang produksi pulp tidak
responsif terhadap perubahan harga pulp dan biaya produksi dan ekspor pulp
Indonesia hanya responsif terhadap produksi domestik pulp. Permintaan domestik
pulp tidak responsif pada perubahan harga domestik kertas dan harga impor pulp
dan impor pulp tidak responsif terhadap permintaan domestik pulp dan harga
impor pulp. Sedangkan harga domestik pulp responsif terhadap perubahan
produksi domestik pulp. Variabel produksi domestik kertas, ekspor kertas, impor
kertas, maupun permintaan domestik kertas Indonesia tidak responsif terhadap
perubahan semua peubah penjelasnya masing-masing kecuali harga domestik
kertas responsif terhadap perubahan permintaan dan penawaran domestik kertas.
Hasil dari simulasi model tersebut adalah peningkatan penawaran pulp Indonesia
di pasar domestik dilakukan dengan cara meningkatkan harga domestik pulp dan
penawaran pulp Indonesia di pasar internasional dapat ditingkatkan melalui
peningkatan harga ekspor pulp dan devaluasi rupiah. Peningkatan penawaran
kertas di pasar domestik maupun internasional dapat dicapai melalui pengurangan
tarif impor dan peningkatan harga ekspor kertas Indonesia. Sedangkan permintaan
domestik pulp dan kertas dapat ditingkatkan melalui pengurangan tarif impor.
Agustina W.P Ningrum (2006) melakukan analisis terhadap permintaan
ekspor pulp dan kertas Indonesia dengan menggunakan metode Ordinary Least
Square (OLS) mulai dari tahun 1980 hingga 2005. Dalam melakukan uji
multikolinearitas menggunakan uji Kein, uji autokorelasi menggunakan uji
Lagrange Multiplier (LM) yaitu statistik Breusch-Godfrey, dan uji
heteroskedastisitas menggunakan uji White-Heteroskedasticity. Berdasarkan hasil
penelitian, variabel harga ekspor pulp, nilai tukar, produksi pulp dan harga ekspor
pulp tahun sebelumnya berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan ekspor

10
pulp Indonesia. Variabel yang memiliki pengaruh paling besar dari permintaan
ekspor pulp adalah variabel produksi pulp karena memiliki nilai elastisitas lebih
dari satu. Variabel yang berpengaruh secara signifikan pada permintaan kertas
adalah produksi kertas, nilai tukar, dan harga ekspor kertas. Sedangkan variabel
dummy larangan ekspor kayu bulat dan harga ekspor kertas tahun sebelumnya
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kertas. Variabel produksi
kertas memiliki nilai elastisitas lebih dari satu dan sangat berpengaruh pada
permintaan kertas.
Analisis lainnya dilakukan oleh Noorish Heldini (2008) yaitu menganisis
pangsa pasar industri kertas dengan menggunakan metode OLS. Data yang
digunakan adalah data time series berupa harga domestik, harga ekspor, nilai tukar,
pendapatan per kapita dan populasi negara pengimpor, serta dummy ekolabeling
mulai dari tahun 1979 hingga 2006. Uji yang dilakukan adalah uji normalitas, uji
heteroskedastisitas, uji autokorelasi, dan uji multikolinearitas agar hasil estimator
variabel penduga bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) dan
memperoleh penduga terhadap pangsa pasar yang terbaik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pangsa pasar industri kertas Indonesia di pasar internasional
hanya kurang dari 10 persen dimana nilainya masih lebih rendah dibandingkan
Kanada yang memiliki luas hutan lebih kecil daripada Indonesia. Pengujian
variabel pada taraf 10 persen dalam kurun waktu 28 tahun diperoleh bahwa
harga domestik, harga ekspor, nilai tukar, pendapatan per kapita dan populasi
pengimpor, serta dummy ekolabelinglah yang menentukan pangsa pasar industri
kertas Indonesia di pasar internasional.

Kerangka Pemikiran
Perkembangan perdagangan internasional merupakan bentuk perdagangan
yang lebih bebas disertai berbagai bentuk kerjasama bilateral, regional, maupun
multilateral. Tujuan utama dari perdagangan internasional ini adalah berusaha
untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan hambatan perdagangan.
Globalisasi perdagangan dunia dengan pola kerjasama internasional menghasilkan
implikasi yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi dunia. Salah satu contoh
adalah negara Indonesia yang melakukan kerjasama dalam kawasan regional yaitu
tergabung dalam ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA). Salah satu dampak
dari perdagangan ACFTA terhadap perekonomian Indonesia dilihat dari kinerja
perdagangan Indonesia terhadap negara anggota ACFTA. Penelitian ini lebih
difokuskan pada ekspor dan impor kertas Indonesia terhadap negara ASEAN dan
China.
Indikator dari kinerja perdagangan Indonesia dapat dilihat dari daya saing
komparatif, pertumbuhan pangsa ekspor di negara tujuan serta keterkaitan antar
negara. Perhitungan daya saing komparatif umumnya menggunakan metode
Revealed Comparative Advantage (RCA). Pertumbuhan pangsa ekspor di negara
tujuan dapat ditentukan dengan menggunakan metode Export Product Dinamics
(EPD), sedangkan keterkaitan perdagangan antar negara anggota ACFTA
digunakan metode Intra Industry Trade (IIT). Analisis kuantitatif panel data
digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing
kertas Indonesia.

11

Liberalisasi Perdagangan
antara negara ASEAN dan
China (ACFTA)

Pengurangan hambatan
tarif maupun non tarif

Kinerja Perdagangan Kertas
Indonesia dengan Negara
Anggota ACFTA

Ekspor dan Impor Kertas
Indonesia Terhadap Negara
Anggota ACFTA

Analisis
Keunggulan
komparatif
(RCA)

Integrasi
Perdagangan
Antar Negara
(IIT)

Faktor-faktor yang
Memengaruhi Ekspor Kertas
Indonesia di Pasar ACFTA

Export Product
Dinamics (EPD)

Panel Data

Posisi Daya Saing
Komoditas Kertas
Indonesia Diantara
Negara Anggota
ACFTA

Gambar 2 Kerangka pemikiran

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk
time series dan cross section mulai tahun 1998 sampai 2011. Data tersebut adalah
nilai ekspor kertas, nilai impor kertas, nilai ekspor total, volume ekspor kertas

12
negara anggota ACFTA, nilai dan volume ekspor kertas dunia, Indeks Harga
Konsumen (IHK) Amerika dan negara anggota ACFTA, GDP per kapita negara
anggota ACFTA, harga kertas di pasar internasional, harga ekspor kertas
Indonesia ke negara anggota ACFTA, dan nilai tukar riil rupiah terhadap mata
uang negara anggota ACFTA. Data tersebut dapat diperoleh dari web UN
Comtrade dan World Bank.

Analisis Data
Revealed Comparative Advantage (RCA)
Keunggulan komparatif dapat diukur menggunakan metode analisis RCA
sehingga dapat mengetahui daya saing industri suatu negara sudah cukup kuat
bersaing di pasar internasional atau tidak secara kuantitatif. Perumusan umum
RCA (Esterhuizen 2006) adalah sebagai berikut :

��� =
Keterangan:
RCAij = Keunggulan komparatif kertas negara j tahun ke-t
Xij
= Nilai ekspor kertas Indonesia ke ACFTA (China, Malaysia,
Singapura, Thailand, Philipina, dan Vietnam) tahun ke-t (US$)
Xis
= Nilai ekspor total Indonesia tahun ke-t (US$)
Wj
= Nilai ekspor kertas ACFTA (China, Malaysia, Singapura,
Thailand, Philipina, dan Vietnam) tahun ke-t (US$)
Ws
= Nilai ekspor total ACFTA (China, Malaysia, Singapura,Thailand,
Philipina, dan Vietnam) tahun ke-t (US$)
T
= 1998,….., 2011
Jika nilai RCA lebih besar dari satu menunjukkan bahwa pangsa komoditas
kertas di dalam ekspor total negara j lebih besar dari pangsa rata-rata dari
komoditas yang bersangkutan dalam ekspor dunia. Artinya, negara j lebih
berspesialisasi pada kelompok komoditas yang bersangkutan sehingga negara j
memiliki keunggulan komparatif pada komoditas kertas dan berdaya saing kuat.
Jika nilai RCA lebih kecil dari satu berlaku sebaliknya.
Intra Industry Trade (IIT)
Alur perdagangan internasional dapat dilihat juga dari keterkaitan antar
perdagangan antar negara dengan menggunakan indikator Intra Industry Trade
(IIT). Integrasi yang tinggi memperlihatkan suatu kedekatan perdagangan di
antara negara-negara dalam kawasan tersebut. Rumus indeks IIT (Austria 2004) :
��� =

(

+� )− ∣
−� ∣
× 100 � � 1 −
( +� )


(

−� ∣
× 100
+� )

13

Keterangan :
Xij
= Nilai ekspor kertas Indonesia ke ACFTA (China, Malaysia,
Singapura, Thailand, Philipina, dan Vietnam) dalam US$
Mij
= Nilai impor kertas Indonesia ke ACFTA (China, Malaysia,
Singapura, Thailand, Philipina, dan Vietnam) dalam US$
Indeks IIT berada pada ukuran nilai antara 0 dan 100. Indeks IIT yang
mendekati 0 mencerminkan alur perdagangan bersifat inter-industri yang berarti
perdagangan suatu negara hanya melibatkan satu pihak saja (ekspor atau impor
saja). Sebaliknya indeks IIT yang mendekati 100 mencerminkan alur perdagangan
bersifat intra-industri, artinya jumlah yang diekspor sama dengan jumlah impor
untuk suatu produk.

Tabel 3 Klasifikasi dari nilai Intra Industry Trade
Intra-Industry Trade

Klasifikasi
0

No integration (one way trade)

> 0 – 24.99

Weak integration

> 25 – 49.99

Mild integration

> 50 – 74.99

Moderately strong integration

> 75 – 99.99

Strong integration

Sumber : Austria (2004).

Export Product Dinamics (EPD)
Export Product Domestic (EPD) merupakan salah satu indikator yang dapat
memberikan gambaran tentang tingkat daya saing karena dapat mengukur posisi
pasar dari produk suatu negara untuk tujuan pasar tertentu dan mengetahui
dinamis atau tidaknya performa suatu produk. Matriks EPD terdiri atas daya tarik
pasar yang dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan suatu produk untuk
tujuan pasar tertentu dan informasi kekuatan bisnis yang dihitung berdasarkan
pertumbuhan dari market share sebuah negara pada tujuan pasar tertentu.
Tabel 4 Matriks posisi daya saing
Pangsa ekspor negara di
perdagangan internasional
Rising (Competitive)
Falling (NonCompetitive)
Sumber:Esterhuizen (2006).

Pangsa produk di perdagangan
internasional
Rising (Dinamis)
Falling (Stagnat)
Rising Star
Lost
Opportunity

Falling Star
Retreat

14
Tabel 3 dapat dikonversikan menjadi Gambar 2 yang mempermudah dalam
melihat posisi daya saing suatu komoditas.

Lost
Opportunity

Rising Star

Retreat

Falling Star

Sumber : Esterhuizen (2006).

Gambar 3 Matriks Export Product Dinamics (EPD)
Rumus sumbu x : Pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia =
=1 (

) × 100% −

=1

( )

−1

× 100%


Rumus sumbu y : Pertumbuhan pangsa pasar produk kertas =
=1

× 100% −



=1 �

× 100%
−1

Keterangan :
Xij
= Nilai ekspor kertas dari Indonesia ke ACFTA (China, Malaysia,
Singapura, Thailand, Philipina, dan Vietnam) dalam US$
Xt
= Nilai ekspor total Indonesia ke ACFTA (China, Malaysia,
Singapura, Thailand, Philipina, dan Vietnam) dalam US$
Wij = Nilai ekspor kertas ACFTA (China, Malaysia, Singapura, Thailand,
Philipina, dan Vietnam) dalam US$
Wt
= Nilai ekspor total ACFTA (China, Malaysia,Singapura, Thailand,
Philipina, dan Vietnam) dalam US$
Posisi pasar yang paling ideal adalah Rising Star karena mempunyai pangsa
pasar tertinggi pada ekspornya. Posisi yang paling tidak disukai adalah Lost
Opportuninty karena terjadi penurunan pangsa pasar pada produk-produk yang
dinamis. Posisi yang juga disukai tetapi masih lebih baik dari pada Lost
Opportunity adalah Falling Star karena pangsa pasarnya tetap meningkat.
Berikutnya adalah posisi pasar Retreat, terkadang disukai tetapi pada saat tertentu
tidak disukai.

15
Analisis Panel Data
Estimasi yang digunakan dalam menentukan faktor-faktor yang
memengaruhi daya saing kertas Indonesia di negara-negara ASEAN dan China
adalah model regresi data panel statis. Program Microsoft Excel 2007 digunakan
untuk menganalisis plot data variabel dan Program Eviews 6 digunakan untuk
mengolah data time series dan cross section dengan metode panel data statis.
Variabel-variabel yang digunakan dalam menganalisis daya saing kertas Indonesia
di negara-negara ASEAN dan China adalah GDP per kapita negara tujuan, harga
kertas di pasar internasional, harga ekspor kertas Indonesia ke negara tujuan, dan
nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara tujuan. Penelitian ini juga
menggunakan variabel dummy yaitu implementasi skema ACFTA. Model yang
digunakan untuk mengestimasi faktor-faktor yang memengaruhi daya saing kertas
Indonesia di negara-negara ASEAN dan China dapat dirumuskan sebagai berikut :


� �

Keterangan :
Xij
GDPPCj
PINTERN
PXINDOij
ERij
Dummy

β0
βn

=
+

+


� �


+


+


� � �
� +

�+

= Nilai ekspor kertas Indonesia di negara ASEAN dan
China (US$)
= GDP per kapita negara tujuan (US$)
= Harga kertas di pasar internasional (US$)
= Harga ekspor kertas Indonesia ke negara tujuan (US$)
= Nilai tukar riil negara tujuan (Rp/LCU)
= Dummy ACFTA, variabel dummy yang menunjukkan dua
kondisi berbeda. ACFTA mulai diimplementasikan pada
tahun 2004. Setelah implementasi ACFTA akan diberi
nilai 1 dan sebelum implementasi ACFTA diberi nilai 0
= Konstanta (intersep)
= Parameter yang di duga (n=1, 2,..., 6)

Dugaan tersebut diuji dengan beberapa tahapan dalam metode analisis data
panel yaitu :
1. Pendekatan analisis data panel
1. Pendekatan Pooled Least Square (PLS)
Pendekatan ini menggunakan gabungan dari seluruh data (pooled), sehingga
terdapat N × T observasi dengan N adalah jumlah unit cross section dan T
adalah jumlah series yang digunakan. Model yang digunakan yaitu :
� =

+

+

Kelebihan pendekatan ini dapat meningkatkan derajat kebebasan sehingga
dapat memberikan hasil estimasi yang lebih efisien. Pendekatan ini juga
memiliki kelemahan yaitu dugaan parameter β akan bias karena PLS tidak
dapat membedakan observasi yang berbeda pada periode yang sama, atau
tidak dapat membedakan observasi yang sama pada periode yang berbeda.
2. Pendekatan Least Square Dummy Variable (LSDV)
Pendekatan ini dapat mempresentasikan perbedaan intersep dengan dummy
variable. Model yang digunakan yaitu :

16
� =

+

+⋯+

+ ′

+

Kelebihan dari pendekatan LSDV adalah dapat menghasilkan dugaan
parameter β yang tidak bias dan efisien. Akan tetapi, jika jumlah unit
observasinya besar maka akan terlihat cumbersome.
3. Random Effect Model (REM)
Ketika memasukkan peubah dummy dalam model fixed effects dapat
mengurangi derajat kebebasan dan akan mengurangi efisiensi dari parameter
yang diestimasi, sehingga digunakan model random effect untuk mengatasi
masalah tersebut. Parameter yang berbeda antar individu maupun antar
waktu pada model ini dimasukkan ke dalam error. Persamaan random effect
yaitu :
=
+
+�
� =
+
+

Keterangan : uit = komponen eror cross section
vit = komponen eror times series
wit = kombinasi komponen eror
Asumsi yang digunakan adalah error secara individual maupun
kombinasinya tidak saling berkorelasi. Kelebihan pendekatan ini dapat
menghemat derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya dan
berimplikasi pada parameter hasil estimasi akan semakin efisien.
2. Pemilihan pendekatan yang digunakan dalam data panel
a. Chow Test
Uji ini dilakukan untuk memilih model PLS atau LSDV, dengan hipotesis
sebagai berikut :
H0: PLS
H1: LSDV
Jika p-value lebih kecil dari taraf nyata (5% atau 10%) pada PLS maka
cukup bukti untuk menolak H0, sehingga dipilih model LSDV dan
sebaliknya.
b. Haussman Test
Uji ini dilakukan untuk memilih model LSDV atau REM, dengan hipotesis
sebagai berikut :
H0: REM
H1: LSDV
Jika p-value lebih kecil dari taraf nyata (5% atau 10%) pada REM maka
cukup bukti untuk menolak H0, sehingga dipilih model LSDV dan
sebaliknya.
c. LM Test
LM Test dilakukan ketika pada Chow Test sudah cukup bukti untuk menolak
H0 tetapi pada Haussman Test belum cukup bukti untuk menolak H0 dan
sebaliknya. Hipotesis pada LM Test sebagai berikut :
H0: PLS
H1: REM
Jika LM lebih besar dari chi-square (χ2) pada tabel maka sudah cukup bukti
untuk menolah H0 sehingga model yang digunakan adalah REM dan
sebalinya.

17
Pemilihan model yang terbaik dalam mengestimasi koefisien slope dan
intersep dari data panel dapat juga dilihat pada besarnya korelasi antara individu
atau komponen error (εi) dengan variabel penjelasnya (X). Jika diasumsikan
bahwa εi dan X tidak berkorelasi maka model random effect adalah model terbaik
yang digunakan. Sebaliknya, jika εi dan X berkorelasi maka model fixed effect
adalah model yang terbaik. Akan tetapi, dalam beberapa penggunaan aplikasi data
panel memperbolehkan adanya korelasi antara error dan variabel X serta
pengambilan sampel secara acak tidak selalu terpenuhi pada model random effect.
Oleh karena itu, diperlukan pertimbangan dalam pemilihan model yang akan
digunakan :
a) Jika T jumlah series yang digunakan besar dan N jumlah unit cross section
yang digunakan kecil, maka model yang memiliki estimasi lebih baik adalah
model fixed effect.
b) Jika N besar dan T kecil, maka estimasi dari kedua metode berbeda secara
signifikan. Apabila setiap unit individu dari N tidak diambil secara acak
maka model fixed effect lebih sesuai. Sebaliknya, apabila sampel N diambil
secara acak maka model random effect lebih sesuai.
c) Jika komponen error individu εi, dan satu atau lebih variabel X berkorelasi,
maka estimasi dengan model random effect akan bias sedangkan estimasi
dengan model fixed effect tetap tidak bias.
d) Jika N besar dan T kecil, dan asumsi pada syarat model random effect, maka
model random effect lebih efisien dari pada model fixed effect.
3. Pengujian asumsi model
a. Uji Kenormalan
Uji ini dilakukan untuk mengidentifikasi error term apakah sudah
terdistribusi secara normal atau tidak. Uji ini dapat dilakukan dengan cara
melihat nlai probabilitas yang dihasilkan. Jika nilai probabilitas lebih dari
taraf nyata (5% atau 10%) maka data dapat dikatakan menyebar normal.
b. Uji Autokorelasi
Suatu data dikatakan mengandung autokorelasi dengan cara
membandingkan nilai Durbin Watson (DW) hasil estimasi dengan nilai DW
pada tabel. Jika nilai Durbin Watson (DW) yang dihasilkan berada pada area
non autoorelasi mendekati dua maka dapat disimpulkan bahwa pada model
tersebut terbebas dari autokorelasi. Hipotesis pada uji autokorelasi :
H0: Tidak terdapat autokorelasi
H1: Terdapat autokorelasi
Selang nilai statistik Durbin Watson adalah sebagai berikut :
0