Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia

(1)

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR

MUTIARA INDONESIA

OLEH

FITRI KARLINDA H14080064

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(2)

RINGKASAN

FITRI KARLINDA. H14080064. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia (dibimbing oleh MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL)

Indonesia dikenal sebagai negara bahari dikarenakan luas wilayah perairannya adalah dua pertiga dari total wilayah secara keseluruhan. Dengan kondisinya tersebut, Indonesia memiliki peluang dan potensi kekayaan komoditi laut bila dimanfaatkan dengan baik. Mutiara merupakan salah satu komoditi dari sektor kelautan yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki prospek pengembangan usaha di masa datang. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya peminat perhiasan mutiara dan harganya yang terus mengalami peningkatan. Saat ini Indonesia baru memberikan porsi 26 persen dari kebutuhan di pasar dunia, dan angka ini masih dapat ditingkatkan sampai 50 persen. Apabila hal tersebut dimanfaatkan dengan baik, mutiara dapat menjadi salah satu alternatif pemasukan pendapatan yang besar dikarenakan nilai ekspornya yang tinggi. Untuk itu diperlukan suatu analisis agar dapat diketahui daya saing komoditi mutiara di pasar internasional.

Metode analisis yang digunakan untuk mengukur daya saing adalah analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk menganalisis keunggulan komparatif suatu komoditi dalam suatu negara dan analisis Export Product Dynamics (EPD) yang digunakan untuk menganalisis keunggulan kompetitifnya serta mengetahui suatu komoditi dengan peforma dinamis atau tidak. Lalu dilakukan analisis gravity model dengan pendekatan data panel untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia. Hal ini dilakukan karena melihat beragamnya karakteristik dari masing-masing negara sehingga dapat berpengaruh pada perdagangan internasional. Variabel yang dimasukkan pada gravity model adalah GDP per kapita negara tujuan, nilai tukar negara tujuan, nilai ekspor mutiara Indonesia tahun sebelumnya, populasi negara tujuan, dan jarak ekonomi. Jenis data yang digunakan terdiri dari data time series selama periode 1999-2011 dan cross section tiga negara importir mutiara Indonesia yaitu Australia, Hongkong, dan Jepang. Adapun jenis HS yang digunakan adalah gabungan dari HS710110 dengan produk natural pearls dan HS710121 dengan produk cultured pearls, unworked.

Hasil yang didapat dari analisis RCA dan EPD, bahwa komoditi mutiara Indonesia memiliki keunggulan komparatif atau daya saing yang kuat ke Negara Australia, Hongkong dan Jepang. Namun hanya ke Australia dan Jepang saja yang mengalami peningkatan permintaan ekspor mutiara. Hasil analisis dengan gravity model diperoleh bahwa GDP per kapita riil negara importir, nilai tukar, dan nilai ekspor tahun sebelumnya signifikan dan berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia; populasi negara importir signifikan dan berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia; dan jarak ekonomi tidak signifikan.

Posisi pasar “Rising Star” dengan daya saing yang kuat di Australia dan Jepang, sebaiknya pemerintah mendorong perusahaan atau industri mutiara dalam negeri untuk menjaga pada posisi pasar yang sudah ideal dengan daya saing yang kuat tersebut. Pada posisi pasar “Lost Opportunity” di Hongkong, sebaiknya pemerintah mendorong perusahaan mutiara untuk lebih produktif dalam memproduksi komoditi mutiara dengan cara meningkatkan kualitas Sumber Daya


(3)

Manusia (SDM), menjalin hubungan bilateral yang lebih kuat agar Indonesia memperoleh informasi yang baik mengenai kebutuhan impor negara tersebut dan mengenai strategi kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh negara importir lainnya sebagai bahan pembanding agar dapat menerapkan kebijakan yang lebih baik.


(4)

Judul Skripsi : Analisis Daya Saing Dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia Nama Mahasiswa : Fitri Karlinda

NRP : H14080064

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr.Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, M.S NIP. 19570904 198303 1 005

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr.Ir.Dedi Budiman Hakin, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003


(5)

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR

MUTIARA INDONESIA

Oleh

FITRI KARLINDA H14080064

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, November 2012

Fitri Karlinda H14080064


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Fitri Karlinda lahir di Bogor pada tanggal 23 April 1990. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang terlahir dari pasangan Choirul Anwar dan Cucu Indah. Pada tahun 1996 terdaftar sebagai siswa di SD Tunas Jakasampurna Bekasi, lalu pada tahun 2001 pindah sekolah dan menamatkan pendidikan sekolah dasarnya di SDN Sukadamai 3 Bogor pada tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan sekolah di SMPN 5 Bogor dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama meneruskan pendidikannya di SMAN 5 Bogor dan lulus pada tahun 2008.

Pada tahun 2008 penulis menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi major Ilmu Ekonomi dengan minor Manajemen Fungsional, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Selama menjadi mahasiswi, aktif menjadi staf divisi Distro Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) pada tahun 2010-2011. Selain itu juga aktif dalam kepanitian antara lain dalam acara HIPOTEX-R 2009, Economic Contest 2009, komisi disiplin MPF dan MPD FEM IPB 2010, HSR 2010. Penulis juga berkesempatan untuk memperoleh Beasiswa PPA tahun 2010-2012.


(8)

KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Daya Saing dan Faktor -Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia” yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen di Institut Pertanian Bogor. Analisis daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia merupakan topik yang sangat menarik karena diharapkan berdampak positif terhadap kemajuan ekspor produk kelautan. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini.

Penulis menyadari membutuhkan bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini. Oleh sebab itu, dengan kerendahan hati dan rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1) Mama Cucu Indah, Papa Choirul Anwar, adik Ethaliani Karlinda, dan Rheyhan Fahry atas segala doa, motivasi, dan kasih sayang yang terhingga, serta dukungan baik moril maupun materiil. Semoga ini menjadi persembahan yang membanggakan untuk kalian.

2) Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, M.S, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan kesediaan meluangkan waktu selama proses pembuatan skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3) Dr. Sri Mulatsih selaku dosen penguji utama yang telah banyak memberikan saran dan kritik demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

4) Widyastutik, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan masukan dan saran terkait dengan tata bahasa dan penulisan skripsi ini.

5) Seluruh jajaran staf Departemen Ilmu Ekonomi serta para dosen atas segala bantuan dan kerjasamanya dalam melancarkan proses kelulusan penulis.


(9)

6) Seluruh pihak dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang telah memberikan data mengenai Ekspor Mutiara Indonesia.

7) Raden Bagus Dimas Putra yang senantiasa memberikan doa, bantuan, dukungan, dan motivasi.

8) Teman-teman satu bimbingan Aries Romario Sitinjak, Puspa Ratih Anggraeni, dan Soulma Arum atas motivasi, kritik, saran, dan diskusi yang membantu penulis menyelesaikan penelitian ini.

9) Seluruh keluarga besar IE 45, khususnya Oktya Setya Pratidina, dan teman-teman atas kebersamaan, bantuan, dan dorongan semangat untuk menyelesaikan skripsi hingga selesai.

10) Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk memperbaiki berbagai kekurangan yang ada. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi berbagai pihak, terutama bagi penelitian-penelitian selanjutnya mengenai ekspor komoditi mutiara.

Bogor, November 2012

Fitri Karlinda H14080064


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Ruang Lingkup ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Teori Perdagangan Internasional ... 8

2.2 Konsep Daya Saing... 9

2.2.1 Teori Keunggulan Komparatif ... 10

2.2.2 Teori Keunggulan Kompetitif ... 11

2.3 Teori Revealed Comparative Advantage (RCA) ... 11

2.4 Teori Export Product Dynamics (EPD) ... 12

2.5 Konsep Gravity Model ... 12

2.6 Teori Model Data Panel ... 15

2.7 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 18

2.7.1 Penelitian Terdahulu ... 18

2.7.2 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ... 19

2.8 Kerangka Pemikiran ... 19

2.10 Hipotesis... 21

III. METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Jenis dan Sumber Data ... 22

3.2 Metode Analisis Data... 22

3.2.1 Analisis Daya Saing ... 22

3.2.2 Pemilihan Model ... 26

3.3 Uji Kesesuaian Model ... 28

IV. GAMBARAN UMUM ... 33


(11)

4.1.1 Karakteristik Mutiara ... 33

4.1.2 Jenis Mutiara ... 35

4.2 Standar Mutu Mutiara ... 35

4.3 Perkembangan Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia di Negara Australia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011 ... 36

4.3.1 Perkembangan Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia di Australia ... 37

4.3.2 Perkembangan Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia di Hongkong ... 37

4.3.3 Perkembangan Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia di Jepang ... 38

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

5.1 Analisis Daya Saing Komoditi Mutiara Indonesia di Negara Australia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011 ... 39

5.2 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekpsor Mutiara Indonesia di Negara Tujuan Periode 1999-2011 ... 40

5.2.1 Hasil Estimasi Model Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia Periode 1999-2011 ... 40

5.2.2 Interpretasi Model Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia Periode 1999-2011 ... 43

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

6.1 Kesimpulan ... 47

6.2 Saran ... 47


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1 Nilai Perdagangan Mutiara Dunia Tahun 2009-2011 ... 3

1.2 Distribusi Perdagangan Mutiara Indonesia (Ekspor) Tahun 2011... 5

3.1 Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian... 22

3.2 Matriks Posisi Daya Saing... 24

3.3 Kerangka Identifikasi Autokorelasi ... 29

5.1 Hasil Estimasi EPD dan RCA Komoditi Mutiara Indonesia ... 40


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1 Proses Terjadinya Perdagangan Internasional ... 8 2.2 Kerangka Pemikiran ... 20 3.1 Kekuatan Bisnis dan Daya Tarik Pasar dalam Metode EPD ... 25 4.1 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia di

Australia, 1999-2011 ... 37 4.2 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia di

Hongkong 1999-2011 ... 38 4.3 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia di Jepang,


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Hasil Olahan Metode RCA Komoditi Mutiara Indonesia di Negara Australia, Hongkong, dan Jepang, 1999-2011 ... 52 2 Hasil Olahan Metode EPD Komoditi Mutiara Indonesia di Negara

Australia, Hongkong, dan Jepang, 1999-2011... 54 3 Variabel-Variabel yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Komoditi

Mutiara Indonesia di Negara Australia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011 ... 56 4 Hasil Output Model Permintaan Komoditi Mutiara Indonesia di


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daya saing merupakan salah satu kriteria yang menentukan keberhasilan suatu negara di dalam perdagangan internasional. Dalam era perdagangan bebas saat ini, daya saing sebuah produk menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi agar produk tersebut dapat bertahan di pasar internasional. Secara teoritik, masalah mengenai daya saing dijelaskan oleh berbagai teori, salah satunya ialah oleh Porter (1990) menyatakan bahwa daya saing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk bertahan di dalam pasar tersebut. Pengertian daya saing juga mengacu pada kemampuan suatu negara untuk memasarkan produk yang dihasilkan negara relatif terhadap kemampuan negara lain.

Dalam perdagangan internasional, daya saing suatu komoditi dapat dilihat dari keunggulan komparatifnya. Keunggulan komparatif suatu produk dapat dilihat dari nilai RCA (Revealed Comparative Advantage). Konsep RCA pertama kali diperkenalkan oleh Bela Balassa pada tahun 1965. Sejak itu banyak laporan penelitian dan studi empiris menggunakan RCA sebagai indikator keunggulan komparatif suatu produk dan dipergunakan sebagai acuan spesialisasi perdagangan internasional. Konsep RCA yang dipelopori oleh Balassa memang ditujukan untuk mengukur keunggulan relatif suatu produk (Balassa, 1965).

Namun, Gonarsyah (1995) menyatakan bahwa daya saing berarti mengenai keunggulan kompetitif (competitive advantage). Suatu produk yang mempunyai keunggulan komparatif, belum tentu memiliki keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif selain ditentukan oleh keunggulan komparatif, juga ditentukan oleh biaya pemasaran dan biaya-biaya lainnya. Suatu produk yang memiliki keunggulan kompetitif tapi terjadi kegagalan pasar, baik karena kebijakan regulasi pemerintah maupun struktur pasar, maka produk tersebut bisa saja tidak memiliki keunggulan komparatif.

Sehingga keunggulan daya saing dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu keunggulan komparatif (comparative advantage) dan keunggulan


(16)

kompetitif (competitive advantage). Di mana David Ricardo dalam Salvatore (1997) mengatakan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada negara lainnya. Dengan kata lain negara tersebut melakukan spesialisasi produksi barang atau jasa yang memiliki produktivitas dan efisiensi yang tinggi. Berbeda dengan konsep keunggulan komparatif, konsep keunggulan kompetitif adalah sebuah konsep yang menyatakan bahwa kondisi alami tidaklah perlu untuk dijadikan penghambat karena keunggulan pada dasarnya dapat diperjuangkan dan dikompetisikan dengan berbagai perjuangan atau usaha. Keunggulan suatu negara bergantung pada kemampuan perusahaan-perusahaan di dalam negara tersebut untuk berkompetisi dalam menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar (Porter, 1990).

Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 17.504 buah dan panjang pantai yang mencapai 81.000 km. Dengan kondisinya tersebut, Indonesia memiliki peluang dan potensi budidaya komoditi laut yang sangat besar untuk dikembangkan, mengingat luas wilayah perairaannya adalah dua pertiga dari total wilayah Indonesia. Kekayaan produk hasil laut Indonesia menyimpan potensi devisa yang sangat besar bila dikembangkan dengan baik. Tidak hanya ikan, rumput laut dan mutiara pun memiliki nilai jual yang tinggi.

Mutiara merupakan salah satu komoditi dari sektor kelautan yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki prospek pengembangan usaha di masa datang. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya peminat perhiasan mutiara dan harganya yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jenis mutiara yang paling mahal dan terkenal dari Indonesia adalah South Sea Pearl (mutiara laut selatan), yang berasal dari kerang "Pinctada maxima" dengan sentra pengembangan di berbagai daerah. Mutiara ini sudah cukup lama dikenal oleh pasaran dunia. Saat ini Indonesia baru memberikan porsi 26 persen dari kebutuhan di pasar dunia, dan angka ini masih dapat ditingkatkan sampai 50 persen. Sumber daya kelautan Indonesia masih memungkinkan untuk dikembangkan, baik dilihat dari ketersediaan areal budidaya, tenaga kerja yang dibutuhkan, maupun kebutuhan


(17)

akan peralatan pendukung budidaya mutiara (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011)

Tabel 1.1 Nilai Perdagangan Mutiara Dunia Tahun 2009-2011

No 2009 2010 2011

Negara Nilai (US$) Negara Nilai (US$) Negara Nilai (US$) 1 Hongkong 389.996.346 Hongkong 413.488.897 Hongkong 442.444.600 2 Australia 257.590.635 China 257.602.251 China 293.352.530 3 China 219.931.911 Australia 208.552.046 Australia 242.712.987 4 Jepang 191.196.790 Japan 187.292.550 Jepang 211.106.850 5 Tahiti 90.957.110 Tahiti 83.084.375 Tahiti 76.237.254 6 Swiss 4.574.756 USA 44.645.199 USA 53.740.113 7 USA 39.292.130 Swiss 43.867.309 Swiss 45.329.402

8 Indonesia 22.331.646 Jerman 31.438.669 Indonesia 31.790.403

9 Jerman 20.697.000 Indonesia 31.421.090 Inggris 27.198.372 10 Inggris 20.047.661 Inggris 26.062.036 Italia 20.833.172 Lain-lain 82.192.017 Lain-lain 76.997.240 Lain-Lain 77.137.216 TOTAL 1.375.808.002 TOTAL 1.404.451.743 TOTAL 1.521.882.899 Sumber: UN Comtrade, 2011 (diolah)

Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa nilai ekspor mutiara Indonesia mengalami peningkatan dari periode 2009 sampai 2011, meskipun nilai ekspor mutiara Indonesia belum dapat menempati peringkat pertama. Empat posisi teratas secara berturut-turut ditempati oleh negara Hongkong, China, Australia, dan Jepang. Meski demikian, negara-negara tersebut selain merupakan eksportir mutiara dunia, juga merupakan importir utama mutiara Indonesia. Hal ini dikarenakan, mutiara Indonesia yang diekspor ke pasar internasional masih berupa bahan mentah, sehingga belum memiliki nilai tambah bila dibandingkan dengan negara eksportir mutiara lainnya. Saat ini harga mutiara Indonesia masih jauh lebih rendah dari mutiara sejenis negara lain. Harga mutiara South Sea Pearl Australia saat ini dikisaran US$ 25 per gram. Australia merupakan salah satu negara kompetitor terkuat penghasil mutiara, selain sebagai negara importir mutiara Indonesia. Namun, belakangan ini Australia mulai mengurangi produksi mutiara hingga 20 persen. Dengan demikian, mutiara dari Indonesia diharapkan akan semakin mendominasi pasar ekspor. Kurangnya pasokan mutiara dari Australia ini akan menjadi peluang emas bagi pembudidaya mutiara Indonesia.

Seiring dengan peningkatan permintaan dunia yang semakin besar tersebut, sebelumnya pada tahun 2011 pemerintah menargetkan produksi mutiara sebesar 7 ton. Kemudian pemerintah menargetkan pencapaian 10 ton ekspor mutiara pada tahun 2012 yang akan ditempuh dengan pola pengembangan


(18)

sejumlah kawasan produsen mutiara seperti Maluku Utara, Papua Barat, Sulawesi Utara, NTB, dan NTT. Target ini didasarkan pada potensi produksi mutiara Indonesia yang mencapai 20 ton per tahun dengan sasaran sentra penghasil mutiara di kawasan timur Indonesia.

Perdagangan internasional mengharuskan setiap negara memiliki spesialisasi dan juga kemampuan untuk dapat bersaing memperebutkan pasar yang ada. Penguasaan pasar oleh suatu negara dapat menjadi ukuran kemampuan bersaing suatu negara untuk komoditi tertentu. Berdasarkan data-data dan informasi yang telah dipaparkan, sangatlah diperlukan sebuah penelitian mengenai besar penguasaan pasar yang dimiliki oleh Indonesia di negara tujuan ekspor. Penguasaan pasar akan menentukan posisi daya saing ekspor mutiara Indonesia di pasar internasional. Oleh karena itu, suatu negara akan sangat memerlukan suatu informasi yang dapat menunjukkan posisi daya saing suatu komoditi ekspor tertentu, dan juga dapat mengetahui faktor-faktor apa yang mungkin memengaruhinya. Untuk itulah penelitian ini disusun agar dapat memberikan informasi dalam membuat kebijakan mengenai mutiara Indonesia. 1.2 Perumusan Masalah

Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan dalam pasar tersebut. Untuk dapat bersaing dengan mutiara asal negara lain, tentunya Indonesia harus mempunyai kualitas mutiara yang baik dan terjaga kualitasnya. Dengan demikian, permintaan ekspor mutiara Indonesia akan meningkat.

Indonesia menargetkan untuk meningkatkan ekspor mutiara setiap tahunnya. Hal ini didukung dengan penerbitan SNI 4989:2011. Penerbitan SNI ini menunjukkan bahwa pemerintah mulai memberi perhatian terhadap komoditi mutiara Indonesia. SNI ini diterapkan secara sukarela kepada perusahaan mutiara di Indonesia. Adapun SNI ini bertujuan agar kualitas mutiara Indonesia yang dihasilkan memenuhi persyaratan untuk dapat diekspor. Selain itu, KKP dibawah Ditjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tengah mengatur zonasi mutiara laut. Zonasi khusus ini penting karena budidaya mutiara butuh kondisi alam tertentu yang tidak bisa digabungkan dengan kegiatan laut lainnya.


(19)

Hal ini merupakan sebuah tujuan yang logis mengingat Indonesia memiliki keunggulan wilayah dengan dua pertiga dari wilayahnya adalah laut. Apabila dimanfaatkan dengan baik, dan dengan dukungan pemerintah yang semakin membangun, mutiara dapat menjadi salah satu alternatif pemasukan pendapatan yang sangat besar bagi negara dikarenakan memiliki nilai ekspor yang tinggi. Akan tetapi, upaya tersebut masih terkendala daya saing yang rendah dibandingkan negara produsen lain, mengingat mutiara yang diekspor oleh Indonesia masih berupa bahan mentah atau dikatakan belum memiliki nilai tambah. Mutiara yang diekspor oleh Indonesia sebagian besar berupa loose (butiran). Berdasarkan data dari KKP, Indonesia berada pada posisi kedelapan pada tahun 2011 sebagai eksportir mutiara dunia apabila diurutkan berdasarkan nilai ekspornya, meskipun posisi ini meningkat dari tahun sebelumnya dengan menempati posisi kesembilan. Ini merupakan indikasi bahwa daya saing ekspor mutiara Indonesia dalam perdagangan internasional masih lemah.

Tabel 1.2 Distribusi Perdagangan Mutiara Indonesia (Ekspor) Tahun 2011

No Negara Nilai (US$)

1 Hongkong 13.668.049

2 Jepang 12.847.193

3 Australia 4.941.953

4 Korea Selatan 271.226

5 India 61.102

6 Jerman 880

TOTAL 31.790.403

Sumber: UN Comtrade, 2011 (diolah)

Data pada Tabel 1.2 menunjukkan bahwa rata-rata 98,95 persen ekspor mutiara Indonesia ditujukan ke negara Hongkong, Jepang, dan Australia. Artinya negara-negara tersebut menjadi konsumen yang sangat penting bagi industri dan ekspor mutiara Indonesia. Data tersebut juga menunjukkan bahwa Indonesia memiliki prioritas negara tujuan ekspor mutiara ke negara-negara eksportir mutiara dunia. Hal ini menjadi sebuah indikator bahwa pangsa pasar mutiara Indonesia di pasar internasional masih relatif rendah yang berdampak pada daya saing yang lemah. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih jauh mengenai pangsa pasar mutiara Indonesia di pasar internasional, khususnya di negara tujuan ekspor


(20)

mutiara Indonesia. Namun, penerimaan Indonesia melalui nilai ekspor mutiara ke negara tujuan menunjukkan trend yang positif. Hal ini sekaligus menjadi indikator yang menunjukkan peluang peningkatan penerimaan yang semakin besar.

Pemahaman pertama yang perlu ditelaah yaitu bagaimana daya saing komoditi mutiara Indonesia di negara importir apakah semakin rendah atau tinggi. Apabila daya saingnya masih rendah, maka pemerintah harus membuat kebijakan untuk meningkatkanya. Sehingga langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi negara-negara tujuan ekspor mutiara Indonesia yaitu Hongkong, Jepang, dan Australia apakah komoditi mutiara Indonesia di negara tersebut memiliki daya saing, baik dari keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif. Setelah diketahui bagaimana daya saingnya, dilakukakan analisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia di pasar Internasional. Hal ini perlu dilakukan melihat beragamnya karakteristik dari masing-masing negara sehingga dapat berpengaruh pada perdagangan internasional.

Beragam permasalahan masih meliputi kemampuan Indonesia dalam mengekspor dan bersaing dalam perebutan pangsa pasar dunia untuk pemenuhan komoditi mutiara, baik dari segi kualitas dan faktor lainnya. Untuk mengetahui posisi pangsa pasar mutiara Indonesia, maka perlu dilakukan suatu analisis serta daya saing dari mutiara tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah yang akan dibahas lebih lanjut dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana daya saing komoditi mutiara Indonesia di Australia, Hongkong, dan Jepang?

2. Apa saja faktor-faktor yang signifikan memengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dijelaskan, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis daya saing komoditi mutiara Indonesia di Australia, Hongkong, dan Jepang.

2. Mengestimasi faktor-faktor signifikan yang memengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia.


(21)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi pelaku bisnis, eksportir mutiara Indonesia, ataupun pemerintah diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan dan menentukan kebijakan guna mendukung kegiatan ekspor mutiara.

2. Masyarakat akademik, penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk meneliti lebih lanjut mengenai kondisi perdagangan mutiara Indonesia.

3. Penulis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan berdasarkan fakta dan data yang ada dengan mengimplementasikan ilmu-ilmu yang diperoleh selama kuliah.

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian ini membahas mengenai analisis daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia. Dalam penelitian ini, data cross section yang digunakan hanya dibatasi ke tiga negara yang menjadi tujuan ekspor mutiara Indonesia yaitu Australia, Hongkong, dan Jepang. Negara-negara tersebut merupakan Negara-negara importir utama mutiara Indonesia sekaligus negara eksportir mutiara dunia. Periode (time series) yang dianalisis dalam penelitian ini dari tahun 1999 sampai dengan 2011, hal ini dikarenakan keterbatasan data yang tersedia pada sumber yang digunakan penulis. HS (Harmonized System) yang digunakan dalam penelitian ini sampai level 6 digit yaitu gabungan antara HS 710110 dengan produk natural pearls dan HS 710121 dengan produk cultured pearls, unworked.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Perdagangan Internasional

Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain motif mencari keuntungan, Krugman (2003) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional:

1. Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain.

2. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale).

Suatu kegiatan perdagangan internasional terjadi ditandai dengan adanya kegiatan ekspor dan impor atau pertukaran komoditi antar dua negara atau lebih. Kegiatan ini dapat terjadi karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran serta adanya perbedaan tingkat harga antar negara-negara tersebut. Secara grafis kegiatan perdagangan internasional dapat dijelaskan melalui gambar berikut:

Sumber: Dominick Salvatore, 1997

Gambar 2.1 Proses Terjadinya Perdagangan Internasional Keterangan:

Kiri : Negara A, berperan sebagai negara pengekspor Kanan : Negara B, berperan sebagai negara pengimpor Tengah : Pasar Internasional


(23)

Pa : Harga domestik barang di negara A tanpa perdagangan internasional O – Qa : Jumlah produksi barang di negara B tanpa perdagangan internasional Pb : Harga domestik barang di negara B tanpa perdagangan internasional O – Qb : Jumlah produksi domestik barang di negara B tanpa perdagangan

internasional

EA : Keseimbangan antara permintaan dan penawaran barang di negara A tanpa perdagangan internasional

EB : Keseimbangan antara permintaan dan penawaran barang di negara B tanpa perdagangan internasional

P1 : Harga barang yang terjadi di pasar internasional setelah kedua negara sepakat untuk melakukan kegiatan ekspor impor

Q1 : Jumlah barang yang diproduksi atau jumlah barang yang tersedia di pasar internasional setelah kedua negara sepakat untuk melakukan kegiatan ekspor impor

Berdasarkan Gambar 2.1, diumpamakan bahwa komoditi yang akan digunakan untuk perdagangan internasional adalah komoditi mutiara. Grafik diatas menjelaskan bahwa sebelum terjadi proses perdagangan internasional, harga di negara A (negara pengekspor) adalah sebesar Pa, sedangkan harga di negara B (negara pengimpor) adalah sebesar Pb. Sebelum terjadi proses perdagangan internasional jumlah produksi mutiara di negara A adalah sebesar O- Qa, sedangkan jumlah produksi mutiara di negara B adalah sebesar O – Qb. Apabila harga di negara B adalah sebesar Pa maka hal ini akan menyebabkan terjadinya kondisi kelebihan permintaan (excess demand), sedangkan apabila harga di negara A adalah sebesar Pb maka hal ini akan menyebabkan terjadinya kondisi kelebihan penawaran (excess supply). Pertemuan antara kondisi excess demand dan excess supply inilah yang nantinya akan membentuk harga di pasar internasional yang disepakati oleh kedua negara tersebut. Dalam hal ini negara A akan mengekspor ke negara B, sedangkan negara B akan mengimpor dari negara A. Sehingga dengan demikian terjadilah proses perdagangan internasional.

2.2 Konsep Daya Saing

Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan di dalam pasar tersebut, dalam


(24)

artian jika suatu produk mempunyai daya saing maka produk tersebutlah yang banyak diminati konsumen (Tambunan, 2001). Pendekatan yang sering digunakan sebagai indikator untuk mengukur daya saing suatu komoditi, yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.

2.2.1 Teori Keunggulan Komparatif

Teori keunggulan komparatif (theory of comparative advantage) merupakan teori yang dikemukakan oleh David Ricardo. Dalam teori ini, Ricardo menyatakan bahwa perdagangan internasional terjadi bila ada perbedaan keunggulan komparatif antarnegara. Keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada negara lainnya.

Hukum keunggulan komparatif (law of comparative advantage) menyatakan bahwa perdagangan dapat dilakukan oleh negara yang tidak memiliki keunggulan absolut pada kedua komoditi yang diperdagangkan dengan melakukan spesialisasi produk yang kerugian absolutnya lebih kecil atau memiliki keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif tersebut dibedakan atas cost comparative advantage (labor efficiency) dan production comparative advantage (labor productivity).

Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien. Sementara itu, pada production comparative advantage (labor productivity) dapat dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut berproduksi lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak produktif. Dengan kata lain, cost comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah jam tenaga kerja dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi. Sedangkan production comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai


(25)

jika seorang tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih banyak suatu barang atau jasa dibandingkan negara lain sehingga tidak memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak. Dengan demikian keuntungan perdagangan diperoleh jika negara melakukan spesialisasi pada barang yang memiliki cost comparative advantage dan production advantage atau dengan mengekspor barang yang keunggulan komparatifnya tinggi dan mengimpor barang yang keunggulan komparatifnya rendah (Firdaus, 2011). Dengan kata lain, dalam teori keunggulan komparatif, suatu bangsa dapat meningkatkan standar kehidupan dan pendapatannya jika negara tersebut melakukan spesialisasi produksi barang dan jasa yang memiliki produktivitas dan efisiensi tinggi.

2.2.2 Teori Keunggulan Kompetitif

Keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki oleh suatu negara untuk dapat bersaing di pasar internasional. Berbeda dengan konsep keunggulan komparatif yang menyatakan bahwa suatu negara tidak perlu menghasilkan suatu produk apabila produk tersebut telah dapat dihasilkan oleh negara lain dengan lebih baik, unggul, dan efisien secara alami, konsep keunggulan kompetitif adalah sebuah konsep yang menyatakan bahwa kondisi alami tidaklah perlu untuk dijadikan penghambat karena keunggulan pada dasarnya dapat diperjuangkan dan dikompetisikan dengan berbagai perjuangan atau usaha. Keunggulan suatu negara bergantung pada kemampuan perusahaan-perusahaan di dalam negara tersebut untuk berkompetisi dalam menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar (Porter, 1990).

2.3 Teori Revealed Comparative Advantage (RCA)

Revealed Comparative Advantage (RCA) digunakan untuk menganalisis keunggulan komparatif suatu komoditi dalam suatu negara. RCA merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengukur kinerja ekspor suatu komoditi dari suatu negara dengan mengevaluasi peranan ekspor komoditi tertentu dalam ekspor total suatu negara dibandingkan dengan pangsa komoditi tersebut dalam perdagangan dunia. Konsep RCA ini pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa pada tahun 1965, yang menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu negara direfleksikan atau terungkap dalam ekspornya. Pada saat itu, konsep RCA banyak digunakan dalam laporan penelitian dan studi empiris yang dijadikan sebagai


(26)

indikator keunggulan komparatif suatu produk dan dipergunakan sebagai acuan spesialisasi perdagangan internasional.

Dari nilai RCA dapat diketahui bagaimana daya saing suatu produk apakah daya saingnya rendah atau tinggi. Jika semakin tinggi nilai RCA, berarti daya saingnya semakin tinggi, dan sebaliknya. Batasan nilai daya saing, yaitu:

RCA > 1 = daya saing tinggi RCA< 1 = daya saing rendah

2.4 Teori Export Product Dynamics (EPD)

Untuk mengetahui posisi pangsa pasar dapat dilakukan menggunakan alat analisis Export Product Dynamics (EPD) berdasarkan dua indikator utama, yaitu peningkatan pangsa pasar ekspor negara dan peningkatan pangsa pasar produk. Melalui analisis ini diperoleh empat posisi pangsa pasar yang berbeda, yaitu: - Rising Star: terjadi peningkatan pangsa pasar ekspor negara dan pangsa pasar

produk tertentu di perdagangan dunia.

- Lost Opportunity: terjadi penurunan pangsa pasar ekspor negara, tapi terjadi peningkatan pangsa pasar produk tertentu di perdagangan dunia.

- Falling Star: terjadi peningkatan pangsa pasar ekspor negara, tapi terjadi penurunan pangsa produk tertentu di perdagangan dunia.

- Retreat: terjadi penurunan pangsa pasar ekspor negara dan pangsa pasar produk tertentu di perdagangan dunia.

2.5 Konsep Gravity Model

Gravity Model adalah model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor ekonomi yang memengaruhi perdagangan antara dua negara. Model yang dibentuk berdasarkan hukum gravitasi Newton ini diaplikasikan untuk menganalisis terjadinya aliran perdagangan antar negara. Selain aplikasi dalam aliran perdagangan, model ini juga diaplikasikan dalam ilmu sosial lainnya seperti transportasi dan perpindahan penduduk antar kota bahkan benua. Model ini telah sukses secara empiris dalam menjelaskan terjadinya arus perdagangan antar negara, tetapi alasan yang diterima secara teoritis masih diperdebatkan. Menurut model ini, barang ekspor dari negara i ke negara j diterangkan oleh ukuran ekonomi masing-masing negara (GDP), populasi masing-masing negara, dan jarak antar negara (Bergstrand, 1985 dalam Setyo, 2009).


(27)

Gravity Model pertama kali digunakan oleh Tinberger pada tahun 1962 dan Ponyohen pada tahun 1963 untuk menganalisis aliran perdagangan antara negara-negara Eropa. Kemudian model ini dikembangkan oleh Bergstrand pada tahun 1985 yang menerapkan bahwa model gravitasi ini tidak hanya digunakan untuk menganalisis perdagangan secara agregat, tetapi dapat diterapkan terhadap aliran perdagangan suatu komoditas.

Perumusan gravity model ini diadopsi dari persamaan umum Gravitasi Newton dalam bidang ilmu fisika yang menyatakan bahwa “Interaksi antara dua objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing-masing”. Pernyataan tersebut teraplikasi dalam rumus sebagai berikutμ Fij =

G x Mi x Mj

Dij

Di mana:

F = Volume interaksi antardua negara (aliran perdagangan bilateral) M = Ukuran ekonomi untuk kedua negara

D = Jarak ekonomi kedua negara G = Konstanta

Kemudian dengan menggunakan persamaan logaritma, persamaan tersebut diubah kedalam bentuk linear untuk analisis ekonometrik yang selanjutnya menjadi bentuk umum dari gravity model. Dalam hal ini, konstanta G diubah menjadi bagian dari β0 dan digunakan GDP sebagai ukuran ekonomi untuk kedua

negara.

Log (Aliran perdagangan bilateral) = β0+ β1log (GDP negara 1) + β2 log (GDP

negara 2) + β3log (Jarak) + ε

Dengan demikian, rumus umum dari gravity model menurut Bergstrand (1985), Koo, et al (1994) dalam Oktaviani (2000) sebagai berikut:

Tij = f (Yi, Yj, Fij)

Keterangan:

Tij = Nilai aliran perdagangan dari negara i ke negara j

Yi = Gross Domestic Product negara i


(28)

Fij = Faktor-faktor lain yang mempengarhi perdagangan antara negara i

dengan negara j

Pada dasarnya, model gravitasi ini menjelaskan perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antara besarnya ukuran perekonomian (GDP dan populasi) antar negara. Aliran perdagangan antar negara ditentukan oleh:

1. Variabel-variabel yang mewakili total permintaan potensi negara pengimpor.

2. Variabel-variabel indikator total penawaran potensial negara pengekspor. 3. Variabel-variabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antara

negara pengimpor dan negara pengekspor.

Pada penerapan konsep gravity model ini, variabel yang mewakili total permintaan potensial negara pengimpor dapat digambarkan dengan GDP negara importir sedangkan variabel indikator total penawaran potensial negara pengekspor dapat digambarkan dengan GDP negara pengekspor. Akan tetapi, dapat pula digunakan GDP per kapita sebagai pengganti variabel GDP. Sementara itu, variabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antara negara pengimpor dan negara pengekspor adalah adanya variabel jarak, harga ekspor komoditi dan nilai tukar (exchange rate) antar dua negara.

1. GDP Per Kapita

GDP per kapita merupakan ukuran berapa banyak perolehan pendapatan setiap individu dalam perekonomian. Untuk mengetahui kemampuan daya beli negara tujuan ekspor terhadap produk yang diekspor digunakan variabel GDP per kapita riil sebab pada GDP per kapita riil memperhatikan adanya pengaruh dari harga, sedangkan GDP per kapita nominal merupakan nilai GDP yang tidak memperhatikan adanya pengaruh dari harga. Dengan demikian, tingkat konsumsi atau kemampuan daya beli suatu negara atas suatu komoditi dapat diukur dari pendapatan per kapita riil suatu negara. Jika pendapatan per kapita suatu negara dinilai cukup tinggi, maka dapat dikatakan suatu negara tersebut merupakan pasar potensial bagi pemasaran suatu komoditi ataupun produk tertentu.

2. Nilai Tukar

Nilai tukar (exchange rate) atau kurs diantara dua negara adalah harga di mana penduduk kedua negara saling melakukan perdagangan. Nilai tukar yang


(29)

digunakan pada pemodelan gravity model ini adalah nilai tukar riil yang merupakan nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif, yaitu harga-harga di dalam negeri dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri.

Nilai Tukar Riil = Nilai Tukar Nominal x IHK AS

IHK negara tujuan ekspor

Kondisi nilai tukar seperti terapresiasinya mata uang domestik negara tujuan ekspor terhadap Dollar Amerika membuat harga suatu produk relatif lebih murah. Hal ini mendorong terjadinya peningkatan nilai impor dari negara tujuan karena negara tujuan membutuhkan sedikit uang untuk membeli barang impor. 3. Populasi

Jumlah penduduk menjadi salah satu faktor penentu dalam permintaan ekspor. Semakin banyaknya jumlah penduduk suatu negara, maka semakin banyak juga permintaan negara tersebut terhadap suatu barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya (cateris paribus). Kenaikan jumlah penduduk akan menggeser kurva permintaan ke kanan atas dan memperlihatkan bahwa dengan naiknya jumlah penduduk maka jumlah komoditi yang diminta pada setiap tingkat harga akan lebih banyak (Lipsey, 1995).

4. Jarak Ekonomi

Jarak adalah faktor geografi yang menjadi variabel utama dalam gravity model untuk analisis aliran perdagangan bilateral. Variabel jarak ini merupakan indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu negara dalam melakukan ekspor. Semakin jauh jarak, semakin besar biaya transportasi dan semakin rendah nilai ekspornya. Jika biaya transportasi terlalu mahal maka nilai perdagangan akan menurun bersamaan dengan penurunan keuntungan. Adapun jarak yang digunakan adalah jarak ekonomi dengan perhitungan sebagai berikut:

Jarak Ekonomi = Jarak geografis antar negara X GDP negara j

n

1

GDP negara j 2.6 Teori Model Data Panel

Metode data panel merupakan model ekonometrika yang menggabungkan informasi yang diperoleh dari data time series dan data cross section. Penggunaan data panel ini memiliki dua keuntungan (Firdaus, 2011), diantaranya:


(30)

1. Jumlah observasi menjadi lebih besar. Marginal effect dari peubah penjelas dilihat dari dua dimensi (individu dan waktu) sehingga parameter yang diestimasi akan lebih akurat dibandingkan dengan model lain. Secara teknis menurut Hsiao (2004), data panel dapat memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antarpeubah serta meningkatkan derajat kebebasan yang artinya meningkatkan efisiensi.

2. Keuntungan yang lebih penting dari penggunaan data panel adalah mengurangi masalah identifikasi. Data panel lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section saja atau time series saja. Data panel mampu mengontrol heterogenitas individu. Dengan metode ini estimasi yang dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu. Data panel juga lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Hal ini berkaitan dengan observasi pada cross section yang sama secara berulang, sehingga data panel lebih baik dalam mempelajari perubahan dinamis.

Dalam analisis data panel, terdapat tiga pendekatan yang terdiri dari pendekatan kuadrat terkecil (pooled least squre), model efek tetap (fixed effects model), dan model efek acak (random effects model). Pada pendekatan Fixed Effects Model (FEM) dan Random Effects Model (REM) dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah bebas (regresor).

Misalkan: yit= αi + Xitβ + εit

Pada one way error components model, komponen error dispesifikasikan dalam bentuk: εit= λi + uit

Untuk two way error components model, komponen error dispesifikasikan dalam bentuk: εit= λi +µt + uit

Pada pendekatan one way, error term hanya memasukkan komponen error yang merupakan efek dari individu ( i). Pada two way, dimasukkan efek dari

waktu (µt) ke dalam komponen error. Jadi perbedaan antara FEM dan REM


(31)

1. Pooled Least Square (PLS)

Pada prinsipnya, pendekatan ini menggunakan gabungan dari seluruh data (pooled), sehingga terdapat N x T observasi, di mana N menunjukkan jumlah unit cross section dan T menunjukkan jumlah time series yang digunakan.

Model yang digunakan yaitu : yit= αi + Xitβ + uit

Dengan mengumpulkan semua data cross section dan time series, dapat meningkatkan derajat kebebasan sehingga dapat memberikan hasil estimasi yang lebih efisien. Akan tetapi, pendekatan ini memiliki kelemahan yaitu dugaan parameter β akan bias. Hal ini ditunjukkan dari arah kemiringan PLS yang tidak sejajar dengan garis regresi dari masing-masing individu. Parameter yang bias ini disebabkan karena PLS tidak dapat membedakan observasi yang berbeda pada periode yang sama, atau tidak dapat membedakan observasi yang sama pada periode yang berbeda.

2. Fixed Effects Model (FEM)

FEM muncul ketika antara efek individu dan peubah penjelas memiliki korelasi dengan Xit atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini

membuat komponen error dari efek individu dan waktu dapat menjadi bagian dari intersep, yaitu:

Untuk one way komponen error : yit= αi + i + Xitβ + uit Untuk two way komponen error : yit= αi + i + µt + Xitβ + uit

Penduga pada FEM dapat dihitung dengan teknik : Pooled Least Square (PLS), Within Group (WG), Least Square Dummy Variable (LSDV), Two Way Error Components Fixed Effect Model.

3. Random Effects Model (REM)

REM muncul ketika antara efek individu dan regresor tidak ada korelasi. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dimasukkan ke dalam error.

Untuk one way error component : yit = αi + Xitβ + uit+ i

Untuk two way error component : yit = αi + Xitβ + uit+ i + t

Terdapat dua jenis pendekatan yang digunakan untuk menghitung estimator REM, yaitu between estimator dan Generalized Least Square (GLS).


(32)

2.7 Tinjauan Penelitian Terdahulu 2.7.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai mutiara Indonesia sudah pernah dilakukan sebelumnya. Pada penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia (Sukmawati, 2011) menggunakan dua analisis yaitu analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif untuk menggambarkan kondisi perkembangan permintaan ekspor mutiara Indonesia dan metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor mutiara Indonesia. Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model regresi berganda dengan metode estimasi Pooled Least Square (PLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada taraf nyata sepuluh persen GDP per kapita negara importir, nilai tukar negara importir, harga ekspor mutiara ke negara tujuan secara signifikan berpengaruh terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia, sedangkan populasi negara importir tidak berpengaruh signifikan pada taraf nyata sepuluh persen terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia.

Penelitian yang dilakukan oleh Saptanto (2011) mengenai Daya Saing Ekspor Produk Perikanan Indonesia di Lingkup ASEAN dan ASEAN-China menggunakan metode analisis Revealed Comparatif Advantage (RCA). Data yang digunakan adalah data dari tahun 2000 hingga 2008. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat ASEAN maupun ASEAN-China, produk Indonesia yang memiliki daya saing adalah produk dengan kode HS 03 (ikan, udang-udangan, hewan lunak, invertebrata perairan), HS 710110 (mutiara dari alam yang belum diolah), HS 710121 (mutiara budidaya yang belum diolah), dan HS 121220 (rumput laut dan alga lainnya). Dari hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia masih lemah dalam hal ekspor produk yang memiliki nilai tambah.

Penelitian yang dilakukan oleh Hafni (2011) mengenai Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Ekspor Pisang Indonesia menggunakan metode Revealed Comparatif Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD), dan Intra-Industry Trade (IIT) untuk menganalisis daya saing komoditi selama periode 2005-2009 dan pendekatan gravity model untuk


(33)

menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran ekspor pisang Indonesia ke negara tujuan dengan data panel berupa time series tahun 2001-2009 dan cross section enam negara tujuan ekspor: Jepang, Hongkong, Singapura, Malaysia, Arab Saudi, dan Amerika Serikat serta menggunakan analisis fixed effect.

2.7.2 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan mengenai Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia ini mempunyai beberapa perbedaan dengan penelitian-penelitian terdahulu. HS yang digunakan sama sampai dengan level enam digit, perbedaannya dalam penelitian ini HS yang digunakan tidak dibedakan, yaitu gabungan antara HS710110 (natural pearls) dan HS710121 (cultured pearls, unworked) dari tahun 1999 hingga 2011. Negara yang diteliti adalah negara Australia, Hongkong, dan Jepang di mana ketiga negara tersebut merupakan negara utama tujuan ekspor mutiara Indonesia. Untuk menganalisis faktor-faktor yang signifikan memengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia digunakan analisis gravity model, yaitu dengan memasukkan jarak ekonomi ke dalam model. Selain itu, untuk menganalisis daya saingnya digunakan analisis RCA untuk mengukur keunggulan komparatif, sedangkan analisis EPD digunakan untuk menganalisis keunggulan kompetitifnya.

2.8 Kerangka Pemikiran

Daya saing ekspor mutiara mengalami tren yang berfluktuatif setiap tahunnya. Selain itu, kualitas ekspor mutiara Indonesia yang diekspor masih bisa dikatakan rendah. Dibalik kelemahan ini, ternyata mutiara Indonesia sudah dikenal dan diminati oleh masyarakat luar negeri yang dikenal dengan nama South Sea Pearl (mutiara laut selatan) dan mutiara ini dijuluki The Queen of Pearls.

Besarnya tingkat daya saing komoditi mutiara Indonesia diukur menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk mengukur keunggulan komparatifnya. Dapat dilihat apakah daya saing komoditi mutiara Indonesia memiliki daya saing yang rendah atau tinggi. Apabila daya saingnya rendah, maka pemerintah harus membuat kebijakan agar meningkatkan daya saingnya. Tidak hanya itu, selain melihat bagaimana keunggulan komparatif dengan menggunakan analisis RCA, juga dilakukan analisis untuk melihat


(34)

keunggulan kompetitif dengan analisis Export Product Dynamis (EPD). Lalu Gravity Model untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia di pasar Internasional. Hal ini perlu dilakukan melihat beragamnya karakteristik dari masing-masing negara sehingga dapat berpengaruh pada perdagangan internasional.

Dari hasil analisis ini diharapkan diperoleh implikasi kebijakan yang cocok dan bermanfaat bagi pengembangan ekspor komoditi mutiara Indonesia di pasar internasional. Untuk memperjelas rangkaian analisis yang dilakukan, maka disajikan dalam bentuk kerangka pemikiran penelitian seperti pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Indonesia sebagai negara bahari dan kepulauan dengan luas wilayah perairaannya adalah dua pertiga dari total wilayah

Indonesia

Mutiara sebagai salah satu komoditi potensial sektor kelautan dan Perikanan

Daya saing mutiara Indonesia Faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia

1. GDP riil negara tujuan ekspor 2. Nilai tukar rii negara tujuan ekspor 3. Nilai ekspor mutiara tahun

sebelumnya

4. Jumlah penduduk pengimpor 5. Jarak Ekonomi

Rekomendasi kebijakan - Export Product Dynamic

( EPD)

- Revealed Comparative Advantage (RCA)


(35)

2.10 Hipotesis

Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. GDP per kapita riil negara importir memiliki pengaruh yang positif terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila GDP per kapita negara tujuan ekspor meningkat maka akan semakin meningkatkan daya beli masyarakat.

2. Nilai tukar riil negara importir memiliki pengaruh positif terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia. Apabila nilai tukar riil negara importir terapresiasi (nilai tukar riil tinggi) akan menyebabkan volume permintaan ekspor mutiara Indonesia meningkat.

3. Nilai ekspor mutiara Indonesia ke negara tujuan ekspor tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia.

4. Populasi negara importir memilki pengaruh positif terhadap volume ekpsor mutiara Indonesia. Semakin besar jumlah populasi negara importir tersebut akan menyebabkan semakin besar pula volume permintaan ekspor mutiara Indonesia.

5. Jarak ekonomi berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor produk mutiara Indonesia.


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber yang terkait dengan objek penelitian seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP RI), serta studi kepustakaan melalui pengumpulan data yang bersumber dari buku-buku dan literatur.

Jenis data yang digunakan adalah data deret waktu (time series) dan antar individu (cross section). Data deret waktu atau (time series) meliputi data tahunan dari periode 1999 sampai dengan tahun 2011 sesuai ketersediaan data. Sedangkan untuk data cross section, penelitian ini menggunakan negara-negara tujuan ekspor Indonesia, yaitu Australia, Hongkong, dan Jepang sebagai negara importir mutiara Indonesia.

Tabel 3.1 Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian

No. Data yang Digunakan Sumber

1 Nilai Ekspor Mutiara Indonesia ke negara tujuan ekspor 2004-2009

Kementrian Kelautan dan Perikanan, WITS

2 Nilai Tukar UNCTAD

3 GDP per kapita negara importir www.worldbank.org 4 Populasi negara importir mutiara www.worldbank.org 5 Jarak geografis antara Indonesia dengan

negara importir

www.timeanddate.com 3.2 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah metode kuantitatif. Metode analisis kuantitatif yang digunakan adalah metode Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD), dan gravity model. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel dan Eviews 6.

3.2.1 Analisis Daya Saing

Daya saing suatu negara pada suatu produk atau komoditi dapat diestimasi melalui keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif. Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) merupakan suatu metode untuk menganalisis


(37)

keunggulan komparatif tersebut. Sedangkan untuk mengidentifikasi produk atau komoditi yang memiliki keunggulan kompetitif dan dinamis (pertumbuhannya cepat) dalam suatu negara digunakan analisis Export Product Dynamics (EPD). 1. Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA)

Metode RCA merupakan metode analisis untuk menentukan keunggulan komparatif atau daya saing. Kinerja ekspor mutiara Indonesia ke negara importir mutiara Indonesia merupakan variabel yang diukur dengan menghitung pangsa nilai ekspor mutiara Indonesia terhadap total ekspor ke negara importir mutiara Indonesia yang selanjutnya dibandingkan dengan pangsa nilai ekspor dunia ke negara importir mutiara Indonesia. Sehingga dapat diketahui secara kuantitatif kemampuan ataupun ketidakmampuan mutiara Indonesia bersaing di negara importir mutiara Indonesia. Adapun metode perhitungan RCA adalah sebagai berikut:

RCA = (Xij / Xj) (Xiw / Xw

)

Di mana :

Xij : Nilai ekspor komoditi mutiara Indonesia ke negara importir mutiara

Indonesia

Xj : Nilai total ekspor Indonesia ke negara importir mutiara Indonesia

Xiw : Nilai ekspor komoditi mutiara dunia ke negara importir mutiara

Indonesia

Xw : Nilai total ekspor dunia ke negara importir mutiara Indonesia

 Jika nilai RCA>1, menyatakan bahwa produk-produk tersebut memiliki keunggulan komparatif atau berdaya saing kuat.

 Jika nilai RCA<1, menyatakan bahwa produk-produk tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif atau berdaya saing lemah.

2. Analisis Export Product Dynamics (EPD)

Pendekatan Export Product Dynamics (EPD) digunakan untuk mengidentifikasi keunggulan kompetitif atau daya saing suatu komoditi dan juga untuk mengetahui suatu komoditi dengan performa yang dinamis atau tidak. Indikator ini mengukur posisi pasar dari produk suatu negara untuk tujuan pasar tertentu. Ukuran ini mempunyai kemampuan untuk membandingkan kinerja


(38)

ekspor diantara negara-negara di seluruh dunia. Sebuah matriks EPD terdiri dari daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis. Daya tarik pasar dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan pasar tertentu, di mana informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan pertumbuhan dari perolehan pasar (market share) sebuah negara pada tujuan pasar tertentu. Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini menghasilkan karakter posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat kategori. Keempat kategori itu adalah “Rising Star”, “Falling Star”, “Lost Opportunity”, dan “Retreat” (Bappenas, 200λ).

Posisi pasar yang ideal adalah yang mempunyai pangsa pasar tertinggi pada ekspornya sebagai “Rising Star” atau “bintang terang”, yang menunjukkan bahwa negara tersebut memperoleh tambahan pangsa pasar pada produk mereka yang bertumbuh cepat (fast-growing products). “Lost Opportunity” atau “kesempatan yang hilang”, terkait dengan penurunan pangsa pasar pada produk-produk yang dinamis, adalah posisi yang paling tidak diinginkan. “Falling Star” atau “bintang jatuh” juga tidak disukai, meskipun masih lebih baik jika dibandingkan dengan “Lost Opportunity” atau “kesempatan yang hilang”, karena pangsa pasarnya tetap meningkat. Sementara itu, “Retreat” atau “kemunduran” biasanya tidak diinginkan, tetapi pada kasus tertentu 'mungkin' diinginkan jika pergerakannya menjauhi produk-produk yang stagnan dan menuju produk-produk yang dinamik (Bappenas, 2009).

Tabel 3.2 Matriks Posisi Daya Saing Share of Country’s Export in World

Trade (x)

Share of Product in World Trade (y) Rising (Dynamic) Falling

(Stagnant) Rising (Competitive) Rising Star Falling Star Falling (Non-Competitive) Lost Opportunity Retreat Sumber : Esterhuizen, 2006 dalam Bappenas, 2009

Untuk lebih memahami matriks posisi daya saing dapat dilihat melalui tampilan Gambar 3.1 yang menggambarkan posisi pasar pada masing-masing kuadran dengan sumbu x sebagai pangsa pasar ekspor dan sumbu y sebagai pangsa pasar produk.


(39)

Gambar 3.1 Kekuatan Bisnis dan Daya Tarik Pasar dalam Metode EPD Keterangan :

- Sumbu x menggambarkan peningkatan pangsa pasar ekspor negara tertentu di perdagangan dunia.

- Sumbu y menggambarkan peningkatan pangsa pasar produk tertentu di perdagangan dunia.

Adapun rumus yang digunakan dalam perhitungan EPD ini, diantaranya:

 Sumbu x:

Pertumbuhan kekuatan bisnis atau disebut pangsa pasar ekspor i:

 Sumbu y:

Pertumbuhan daya tarik pasar atau disebut pangsa pasar produk:

Keterangan :

Xij : Nilai ekspor produk i Indonesia ke negara importir mutiara Indonesia

Wij : Nilai ekspor produk i Dunia negara importir mutiara Indonesia

Xt : Nilai total ekspor Indonesia ke negara importir mutiara Indonesia

Wt : Nilai total ekspor Dunia ke negara importir mutiara Indonesia

T : Jumlah tahun analisis

Setelah dilakukan analisis daya saing, dapat diidentifikasi ke negara tujuan ekspor mana saja komoditi mutiara yang memiliki daya saing.

Lost

Opportunity Rising Star

Retreat Falling Star

x y + - + - 0 T W X W X t

t ij t ij t t t ij ij % 100 % 100 1 1 1               

T Wt X Wt X t t t t t t t

t 100% 100%

1 1 1               

  


(40)

3.2.2 Pemilihan Model

Agar memperoleh dugaan model yang efisien dan paling baik di antara berbagai pilihan model maka kita perlu menganalis dugaan model yang kita gunakan berdasarkan pertimbangan statistik. Terdapat tiga pengujian statistik yang digunakan dalam data panel untuk menentukan model mana yang paling baik untuk kita pilih.

1. Chow test

Chow test atau biasa disebut dengan uji F statistics merupakan pengujian statistik yang bertujuan memilih model fixed effect atau pooled least square. Hipotesis dari uji ini yaitu:

H0 : Model pooled least square

H1 : Model fixed effect

Chow test dapat dilakukan dengan bahasa pemograman Eviews sebagai berikut: Jika hasil dari Chow test signifikan (probability dari Chow < α) maka H0

ditolak, artinya Fixed Effect digunakan. 2. Hausman Test

Hausman test merupakan uji untuk menentukan apakah kita akan menggunakan model fixed effect atau model random effect. Hipotesis dari uji ini yaitu:

H0: Model random effect

H1: Model fixed effect

Sebagai dasar penolakan hipotesa nol tersebut digunakan dengan menggunakan pertimbangan statistik chi-square. Hausman test dapat dilakukan dengan bahasa pemograman Eviews sebagai berikut: Jika hasil dari Hauman test signifikan (probability dari Hausman < α) maka H0 ditolak, artinya Fixed Effect digunakan.

Perumusan Model

Dalam penelitian ini hanya menggunakan satu persamaan umum. Model ini digunakan untuk melihat hubungan permintaan ekspor dengan variabel-variabel penyusunnya. Model tersebut adalah:


(41)

di mana:

NX = Nilai ekspor mutiara Indonesia (US$) GDP = GDP per kapita riil negara importir (US$)

NT = Nilai tukar riil negara importir (mata uang negara tujuan/US$) NX1 = Nilai ekspor mutiara Indonesia tahun sebelumnya (US$) POP = Jumlah populasi penduduk di negara importir (jiwa) JE = Jarak Ekonomi (km)

ei = Random error

α = Konstanta

βn = Parameter yang diduga (n= 1, 2, ..., 6)

i = negara

t = periode waktu

Kemudian model tersebut ditransformasi ke dalam bentuk ln agar dapat mengurangi masalah heteroskedastisitas, hal ini disebabkan karena transformasi yang memapatkan skala untuk pengukuran variabel, mengurangi perbedaan nilai dari sepuluh kali lipat menjadi dua kali lipat (Gujarati, 2004). Dugaan persamaan permintaan ekspor mutiara Indonesia yang terlah ditransformasi dapat dirumuskan sebagai berikut:

lnNXit = α+ β1 lnGDPit + β2NTit + β3lnNX1Eit + β4 lnPOPit + β5 JEit + eit

di mana:

lnNX = Nilai ekspor mutiara Indonesia (persen) lnGDP = GDP per kapita riil negara importir (persen)

NT = Nilai tukar riil negara importir (mata uang negara tujuan/US$) lnNX1 = Nilai ekspor mutiara Indonesia tahun sebelumnya (persen) lnPOP = Jumlah populasi penduduk di negara importir (persen) lnJE = Jarak Ekonomi (persen)

ei = Random error

α = Konstanta

βn = Parameter yang diduga (n= 1, 2, ..., 6)

i = negara


(42)

Keterangan:

1. GDP adalah ukuran daya beli masyarakat suatu negara terhadap suatu produk. GDP riil negara pengimpor adalah GDP nominal negara pengimpor dibagi dengan IHK Indonesia dan dinyatakan dalam satuan US$.

2. Nilai tukar adalah laju nilai tukar valuta asing yang biasa digunakan dalam pembayaran transaksi internasional. Nilai tukar yang dimaksud dalam model ini adalah nilai tukar negara pengimpor terhadap US$.

3. Nilai ekspor merupakan total nilai ekspor mutiara yang diekspor ke pasar internasional setiap tahunnya dan dinyatakan dalam satuan US$.

4. Nilai ekspor tahun sebelumnya merupakan total nilai ekspor mutiara yang diekspor ke pasar internasional pada tahun sebelumnya dan dinyatakan dalam satuan US$.

5. Jumlah populasi merupakan total angka penduduk yang bertempat tinggal dan sudah menjadi warga negara di dalam suatu negara. Jumlah populasi dinyatakan dalam satuan jiwa.

6. Jarak ekonomi merupakan indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu negara dalam melakukan ekspor. Semakin jauh jarak, semakin besar biaya transportasi dan semakin rendah nilai ekspornya. Karena menurunkan biaya per unit transportasi, komoditas kecil berharga dapat diangkut menguntungkan lebih jauh dari komoditas besar dengan nilai yang sama. Jarak ekonomi dinyatakan dalam satuan km.

3.3 Uji Kesesuaian Model 1. Kriteria Ekonomi

Dalam kriteria ekonomi akan diuji tanda dan besaran dari tiap koefisien dugaan yang telah diperoleh. Kriteria ekonomi mensyaratkan tanda dan besaran yang terdapat pada tiap koefisien dugaan sesuai dengan kriteria ekonomi.

2. Kriteria Ekonometrika a. Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang (Gujarati, 2004). Autokorelasi terdeteksi ketika terjadi hubungan serius antara galat estimasi satu observasi dengan galat


(43)

estimasi observasi lainnya. Masalah autokorelasi umumnya tejadi pada data time series. Dampak dari adanya autokorelasi adalah tidak efisiennya pendugaan atau peramalan meskipun estimatornya tidak bias dan masih konsisten. Dampak lainnya adalah standar error menjadi bias dan tidak konsisten sehingga uji pada hipotesis menjadi tidak valid. Panduan mengenai angka DW (Durbin-Watson) untuk mendeteksi bisa dilihat pada Tabel DW.

Tabel 3.3 Kerangka Identifikasi Autokorelasi

Nilai DW Hasil

4-dl < DW < 4 Tolak H0, autokorelasi negative

4-dl < DW < 4-dl Hasil tidak dapat ditentukan 2 < DW < 4-du Terima H0, tidak ada autokorelasi

du < DW < 2 Terima H0, tidak ada autokorelasi

dl < DW < du Hasil tidak dapat ditentukan 0 < DW < dl Autokorelasi positif

Sumber: Gujarati, 2004 b. Heteroskedastisitas

Terjadi karena ragam dari error tidak konsisten sehingga tidak memenuhi teorema Gauss Markov, umumnya terjadi pada data cross-section. Dampak yang timbul dari permasalahan ini antara lain (Nachrowi, 2006)

1. Ragam yang tidak konstan menyebabkan nilai varians menjadi lebih besar dari taksiran.

2. Ragam yang besar menyebabkan uji hipotesis (uji F dan uji t) menjadi kurang tepat.

3. Interval kepercayaan menjadi lebih besar akibat standar error yang besar.

4. Kesimpulan yang dihasilkan dari regresi yang dilakukan tidak tepat (dapat menyesatkan).

Untuk menghilangkan permasalahan ini dapat dilakukan dengan cross-section weighted regression, metode yang digunakan Generalized Least Square (GLS).

c. Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah hubungan linier yang kuat antar variabel independen dalam persamaan regresi berganda. Menurut Gujarati (2004), tanda-tanda adanya multikolinieritas adalah sebagai berikut:


(44)

1. Tanda koefisien tidak sesuai dengan yang diharapkan.

2. Nilai R2 tinggi, tetapi dalam uji individu banyak yang tidak nyata atau bahkan tidak nyata semua.

3. Matrix korelasi antar variabel tinggi (rij > 0,8).

4. R2 < rij menunjukkan bahwa terjadi multikoliniearitas.

Dampak dari adanya multikolinieritas pada suatu persamaan adalah koefisien kuadrat terkecil tidak dapat ditentukan serta varians dan kovarians dari koefisien menjadi tidak terhingga. Hubungan multikolinieritas yang hampir sempurna juga menyebabkan persamaan yang dibentuk secara statistik mempunyai standar error yang besar dan menyebabkan interval kepercayaan menjadi lebih besar. Hal ini berakibat pada nilai estimasi koefisiennya menjadi tidak tepat.

d. Normalitas

Pengujian normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak. Uji normalitas error term dilakukan dengan menggunakan uji Jarque Bera dengan hipotesisnya sebagai berikut:

H0μ α = 0, error term terdistribusi normal

H1μ α ≠ 0, error term tidak terdistribusi normal

Wilayah penerimaan (Jarque Bera < X2df-2 atau probabilitas (p-value) > α

sedangkan wilayah penolakannya yaitu (Jarque Bera > X2df-2 atau probabiity

(p-value) < α. Kenormalan data diperlukan dalam analisis regresi berganda, hal ini disebabkan metode ini merupakan salah satu metode analisis parametrik. Kenormalan diketahui melalui sebaran regresi yang merata disetiap nilai Penerimaan H0 mengindikasikan bahwa data yang dianalisis tersebar normal.

3. Kriteria Statistika

Ada beberapa uji yang dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian model regresi yang didapat secara statistik.

a. Uji – F

Uji–F adalah statistik uji yang diigunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh peubah bebas terhadap peubah tidak bebas secara keseluruhan langkah pertama untuk melakukan uji-t adalah dengan menuliskan hipotesis pengujian.


(45)

H0 μ β1 = β2 =... = βt= 0 (tidak ada variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependennya)

H1 μ minimal ada satu βt ≠0 (paling tidak ada satu variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya).

1. Probability F-stasistic < taraf nyata (α), maka tolak H0 dan dapat

disimpulkan bahwa minimal ada satu variabel independen yang memengaruhi variabel dependennya.

2. Probability F-stasistic > taraf nyata (α), maka terima H0 dan

disimpulkan bahwa tidak ada variabel independen yang memengaruhi variabel dependennya

b. Uji – t

Uji–t adalah statistik uji yang diigunakan untuk mengukur signifikan parameter secara individual dan disebut juga sebagai uji signifikansi secara parsial karena melihat signifikansi masing-masing variabel yang terdapat di dalam model. Uji-t dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing faktor bebas (explanatory factor) terhadap penawaran ekspor televisi Indonesia. Besaran yang digunakan dalam uji ini adalah statistik t. Langkah pertama untuk melakukan uji-t adalah dengan menuliskan hipotesis pengujian.

H0μ βt = 0 dengan t = 1,2,3,….,n

H1μ βt ≠ 0

Jika statistik t yang didapat pada taraf nyata sebesar α lebih besar daripada ttabel ( t satistik > t tabel), maka tolak H0. Kesimpulannya koefisien dugaan β ≠ 0

artinya variabel yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Sebaliknya jika t statistik lebih kecil daripada t tabel (t statistik < t tabel) pada taraf nyata sebesar α, maka terima H0. Kesimpulannya koefisien dengan β = 0

artinya variabel yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Semakin kecil α berarti semakin mengurangi resiko salah. Model yang diduga akan semakin baik apabila semakin banyak variabel bebas yang signifikan atau berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya.

c. Uji R2 ataupun adj-R2

Uji R2 ataupun adj-R2 digunakan untuk melihat sejauh mana variabel-variabel yang terdapat di dalam model dapat menjelaskan variasi yang terjadi pada


(46)

variabel tak bebasnya. Nilai R2 ataupun adj-R2 yang besar menunjukkan bahwa model yang didapat semakin baik. Dalam praktek ekonometrika, penggunaan nilai adj-R2 lebih disarankan daripada penggunaan R2 karena R2 cenderung untuk memberikan gambaran yang terlalu baik terhadap hasil regresi. Hal ini terutama terjadi saat jumlah variabel bebas model cukup besar atau mendekati jumlah pengamatan (Gujarati, 2004).


(47)

BAB IV

GAMBARAN UMUM

4.1 Profil Mutiara

Mutiara adalah sejenis batu permata dalam berbagai bentuk, hasil biomineralisasi kerang anggota moluska (filum Mollusca). Mutiara alami terbentuk karena iritasi yang disebabkan oleh sesuatu yang asing yang masuk ke dalam kerang. Mekanisme pertahanan diri kerang akibat gangguan iritasi ini menghasilkan nacre yang terkomposisi sebagian besar dari kalsium karbonat. Dengan nacre tersebut, mutiara membungkus kotoran itu sehingga kotoran itu terbentuk menjadi mutiara. Komposisi mutiara alami kebanyakan didominasi nacre sedangkan mutiara hasil budidaya didominasi bagian intinya. Bagian inti yang digunakan untuk membuat mutiara buatan biasanya berbentuk bulat dan diambil dari kerang lain yang memiliki cangkang tebal.

4.1.1 Karakteristik Mutiara 1. Warna mutiara

Kisaran warna mutiara cukup luas, dari hitam sampai perak. Namun demikian warna alami mutiara bukan semata ditentukan oleh warna dasar nacre mutiara itu sendiri yang dibentuk oleh pigmen warna di bagian matriks organik yang mengikat ubin nacre namun juga berkombinasi dengan warna overtone dan irredescence. Bahkan, dalam penelitian yang dilakukan terhadap nacre dari Pinctada maxima membuktikan bahwa warna nacre juga ditentukan oleh adanya “kekacauan” cahaya dalam daerah ikatan antar ubin aragonite yang membentuk nacre. Irridescence atau juga disebut “orient” muncul bagaikan pelangi, sebetulnya merupakan fenomena optik akibat dari lapisan nacre yang membuat difraksi cahaya yang berbeda beda, fenomena ini lebih jelas pada bagian dalam dari cangkang daripada mutiara itu sendiri, terjadi akibat terbentuknya garis-garis pertumbuhan. Sementara overtone adalah sinar cahaya warna yang muncul di permukaan mutiara sehingga terlihat berkilau.

2. Lustre mutiara

Lustre diukur dari daya pantul nacre itu sendiri terhadap obyek di dekatnya. Bila daya pantulnya sempurna maka nacre itu akan menyerupai cermin


(1)

   

Lampiran 3. Variabel-Variabel yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia di Negara Australia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011

Tabel 3. Variabel yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia

Negara Tahun Nilai Ekspor GDP per

kapita Nilai Tukar Nilai Ekspor (t-1) Populasi Jarak Ekonomi

Australia 1999 2,096,021 20,623 1.550 359,362 18,926,000 21,020.407

2000 2,339,411 21,766 1.725 2,096,021 19,153,000 20,931.502

2001 3,628,112 19,597 1.933 2,339,411 19,413,000 21,236.235

2002 831,468 20,210 1.841 3,628,112 19,651,400 20,219.915

2003 1,655,700 23,544 1.542 831,468 19,895,400 18,517.007

2004 2,083,920 30,580 1.360 1,655,700 20,127,400 16,141.416

2005 4,834,138 34,149 1.309 2,083,920 20,394,800 15,172.764

2006 7,315,218 36,226 1.328 4,834,138 20,697,900 14,601.493

2007 2,854,818 40,672 1.195 7,315,218 21,072,500 13,886.289

2008 6,356,447 49,379 1.192 2,854,818 21,498,500 12,918.316

2009 3,264,383 42,101 1.282 6,356,447 21,951,700 14,285.090

2010 3,869,836 50,746 1.090 3,264,383 22,299,800 13,351.979

2011 4,833,576 60,642 0.969 3,869,836 22,620,600 12,546.532

Hongkong 1999 1,017,896 24,716 7.758 1,706,630 6,606,500 10,557.446

2000 2,063,716 25,374 7.791 1,017,896 6,665,000 10,807.722

2001 4,530,598 24,812 7.799 2,063,716 6,714,300 10,096.002

2002 1,018,345 24,285 7.799 4,530,598 6,744,100 10,128.651

2003 40,364 23,559 7.787 1,018,345 6,730,800 11,138.797

2004 381,966 24,454 7.788 40,364 6,783,500 12,149.916


(2)

   

2006 4,722 27,699 7.768 256,078 6,857,100 11,494.700

2007 1,268,638 29,900 7.801 4,722 6,925,900 11,369.847

2008 310,332 30,865 7.787 1,268,638 6,977,700 12,440.161

2009 8,083,896 29,882 7.752 310,332 7,003,700 12,114.620

2010 10,960,345 31,758 7.769 8,083,896 7,067,800 12,842.169

2011 13,644,697 34,457 7.784 10,960,345 7,071,600 13,291.189

Jepang 1999 12,502,975 34,999 113.907 16,121,456 126,650,000 13,237.785

2000 17,021,164 37,292 107.765 12,502,975 126,870,000 13,056.938

2001 10,507,483 32,716 121.529 17,021,164 127,149,000 13,595.179

2002 6,658,972 31,236 125.388 10,507,483 127,445,000 13,981.966

2003 13,343,962 33,691 115.933 6,658,972 127,718,000 13,829.776

2004 2,710,072 36,442 108.193 13,343,962 127,761,000 14,476.211

2005 4,852,753 35,781 110.218 2,710,072 127,773,000 15,476.339

2006 5,146,229 34,102 116.299 4,852,753 127,756,000 16,577.377

2007 7,038,035 34,095 117.754 5,146,229 127,770,750 17,703.903

2008 5,972,622 37,972 103.359 7,038,035 127,704,040 17,954.063

2009 9,901,110 39,473 93.570 5,972,622 127,557,958 16,283.707

2010 15,583,430 43,063 87.780 9,901,110 127,450,459 16,815.942

2011 9,742,865 45,903 79.807 15,583,430 127,817,277 17,714.714

 


(3)

58

Lampiran 4 Hasil Output Model Permintaan Komoditi Mutiara Indonesia di Negara Autralia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011

a. Hasil Output

Dependent Variable: NX

Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 09/17/12 Time: 21:14

Sample: 1999 2011 Periods included: 13 Cross-sections included: 3

Total panel (balanced) observations: 39

Linear estimation after one-step weighting matrix

White cross-section standard errors & covariance (no d.f. correction)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 225.1637 89.08307 2.527570 0.0168 GDP 3.219599 1.305542 2.466102 0.0194 NT 0.023571 0.012909 1.825945 0.0775 NX1 0.199716 0.112517 1.774984 0.0857 POP -14.67132 6.068933 -2.417447 0.0217 JE 0.315636 0.890374 0.354498 0.7254

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.727701 Mean dependent var 22.77535 Adjusted R-squared 0.666214 S.D. dependent var 9.263566 S.E. of regression 1.077185 Sum squared resid 35.97017 F-statistic 11.83506 Durbin-Watson stat 2.380561 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.435966 Mean dependent var 14.82893 Sum squared resid 59.06686 Durbin-Watson stat 1.952017


(4)

59

b. Uji Normalitas

c. Uji Multikolinearitas

GDP NT NX1 POP JE

GDP 1.704440 0.015182 -0.009467 -7.381396 0.597292 NT 0.015182 0.000167 0.000034 -0.065805 0.006807 NX1 -0.009467 0.000034 0.012660 -0.058342 0.020485 POP -7.381396 -0.065805 -0.058342 36.831951 -1.431208 JE 0.597292 0.006807 0.020485 -1.431208 0.792765

0 1 2 3 4 5 6 7

-2 -1 0 1 2

Series: Standardized Residuals Sample 1999 2011

Observations 39

Mean 1.35e-16

Median 0.067829

Maximum 1.990928

Minimum -2.256907

Std. Dev. 0.972925

Skewness -0.133215

Kurtosis 2.805698

Jarque-Bera 0.176699


(5)

RINGKASAN

FITRI KARLINDA. H14080064. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia (dibimbing oleh MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL)

Indonesia dikenal sebagai negara bahari dikarenakan luas wilayah perairannya adalah dua pertiga dari total wilayah secara keseluruhan. Dengan kondisinya tersebut, Indonesia memiliki peluang dan potensi kekayaan komoditi laut bila dimanfaatkan dengan baik. Mutiara merupakan salah satu komoditi dari sektor kelautan yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki prospek pengembangan usaha di masa datang. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya peminat perhiasan mutiara dan harganya yang terus mengalami peningkatan. Saat ini Indonesia baru memberikan porsi 26 persen dari kebutuhan di pasar dunia, dan angka ini masih dapat ditingkatkan sampai 50 persen. Apabila hal tersebut dimanfaatkan dengan baik, mutiara dapat menjadi salah satu alternatif pemasukan pendapatan yang besar dikarenakan nilai ekspornya yang tinggi. Untuk itu diperlukan suatu analisis agar dapat diketahui daya saing komoditi mutiara di pasar internasional.

Metode analisis yang digunakan untuk mengukur daya saing adalah analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk menganalisis keunggulan komparatif suatu komoditi dalam suatu negara dan analisis Export Product Dynamics (EPD) yang digunakan untuk menganalisis keunggulan kompetitifnya serta mengetahui suatu komoditi dengan peforma dinamis atau tidak. Lalu dilakukan analisis gravity model dengan pendekatan data panel untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia. Hal ini dilakukan karena melihat beragamnya karakteristik dari masing-masing negara sehingga dapat berpengaruh pada perdagangan internasional. Variabel yang dimasukkan pada gravity model adalah GDP per kapita negara tujuan, nilai tukar negara tujuan, nilai ekspor mutiara Indonesia tahun sebelumnya, populasi negara tujuan, dan jarak ekonomi. Jenis data yang digunakan terdiri dari data time series selama periode 1999-2011 dan cross section tiga negara importir mutiara Indonesia yaitu Australia, Hongkong, dan Jepang. Adapun jenis HS yang digunakan adalah gabungan dari HS710110 dengan produk natural pearls dan HS710121 dengan produk cultured pearls, unworked.

Hasil yang didapat dari analisis RCA dan EPD, bahwa komoditi mutiara Indonesia memiliki keunggulan komparatif atau daya saing yang kuat ke Negara Australia, Hongkong dan Jepang. Namun hanya ke Australia dan Jepang saja yang mengalami peningkatan permintaan ekspor mutiara. Hasil analisis dengan gravity model diperoleh bahwa GDP per kapita riil negara importir, nilai tukar, dan nilai ekspor tahun sebelumnya signifikan dan berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia; populasi negara importir signifikan dan berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia; dan jarak ekonomi tidak signifikan.

Posisi pasar “Rising Star” dengan daya saing yang kuat di Australia dan Jepang, sebaiknya pemerintah mendorong perusahaan atau industri mutiara dalam negeri untuk menjaga pada posisi pasar yang sudah ideal dengan daya saing yang kuat tersebut. Pada posisi pasar “Lost Opportunity” di Hongkong, sebaiknya pemerintah mendorong perusahaan mutiara untuk lebih produktif dalam memproduksi komoditi mutiara dengan cara meningkatkan kualitas Sumber Daya


(6)

Manusia (SDM), menjalin hubungan bilateral yang lebih kuat agar Indonesia memperoleh informasi yang baik mengenai kebutuhan impor negara tersebut dan mengenai strategi kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh negara importir lainnya sebagai bahan pembanding agar dapat menerapkan kebijakan yang lebih baik.