Akad Gadai LANDASAN TEORI

bisa dijual manakala sudah tiba masanya pelunasan hutang gadai. 28 Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam akad rahn , diantaranya sebagai berikut: 29 1. Akad rahn adalah akad tabarru’ Gadai merupakan salah satu akad tabarru’ kebajikan. Sebab, pinjaman yang diberikan oleh murtahin tidak dihadapkan dengan sesuatu yang lain. Akad- akad tabarru’ dalam konsep fiqih muamalah meliputi akad hibah, ji’alah pinjam-meminjam, wadiah, qard, dan rahn . Sebagai akad tabarru’ maka akad tersebut mempunyai ikatan hukum yang tetap apabila barang yang digadaikan sudah diserahkan kepada pihak penerima gadai. 2. Hak dalam gadai bersifat menyeluruh Mayoritas fuqaha berpendapat bahwa rahin berkaitan dengan keseluruhan hak barang yang digadaikan dan bagian lainnya, yaitu jika seseorang menggadaikan sejumlah barang tertentu kemudian ia melunasi sebagianya, maka keseluruhan barag gadai tetap di tangan penerima gadai sampai orang yang menggadaikan itu melunasi hutangnya. Alasanya, bahwa barang tersebut tertahan oleh sesuatu hak, dan oleh karena itu tertahan pula oleh setiap bagian dari hak tersebut. 3. Musnahnya barang gadai Menurut pendapat ulama Imam Abu Hanifah dan mayoritas ulama, mereka berpendapat bahwa musnahnya barang gadai ditanggung olehpenerima gadai. Alasanya adalah barang gadai itu merupakan jamian utang sehingga bila barang tersebut musnah, maka kewajiban melunasi hutang menjadi musnah juga. 28 Ibnu Rusyd, Terjemahan Bidayatul Mujtahid Semarang: Asy Syifa, 1995, h. 305. 29 Zainuddin Ali, Hukum Gadai Sya riah Jakarta: Sinar Grafika, 2008, h. 27. 4. Penjualan barang gadai setelah jatuh tempo Penjualan barang gadai setelah jatuh tempo adalah sah. Hal itu sesuai dengan maksud dari pengertian hakikat gadai itu sendiri, yaitu sebagai kepercayaan dari suatu utang untuk dipenuhi harganya, bila yang berutang tidak sanggup membayar utangnya. Karena itu, barang gadai dapat dijual untuk membayar utang, dengan cara mewakilkan penjualanya kepada orang yang adil dan terpercaya. 5. Pemeliharaan barang gadai Pemeliharaan dan penguasaan terhadap barang yang digadaikan pada garis besarnya disepakati sebagai syarat gadai. D. Rukun dan Syarat Gadai a. Rukun Rahn Para ulama fiqih berbeda pendapat dalam menetapkan rukun rahn namun bila digabungkan menurut jumhur ulama rukun rahn ada lima yaitu rahin orang yang menggadaikan, murtahin orang yang menerima gadai, marhun objek atau barang gadai, marhun bih utang dan shighat ijab-qabul. 30

b. Syarat-Syarat Rahn

1. Para pihak dalam pembiayaan rahn rahin dan murtahin Para pihak yang melakukan akad rahn adalah cakap bertindak menurut hukum ahliyyah. Kecakapan bertindak hukum menurut para ulama adalah orang yang telah dewasa baligh dan berakal mumayyiz . Mereka mempunyai kelayakan untuk melakukan transaksi kepemilikan. Sedangkan menurut ulama Hanafiyah kedua belah pihak yang berakad tidak disyaratkan baligh, tetapi cukup berakal saja. Oleh sebab itu menurut mereka anak kecil yang mumayyiz boleh melakukan akad rahn , dengan syarat akad rahn yang dilakukan anak kecil 30 Fathurrahman Djamil, Op. Cit., h. 234. yang sudah mumayyiz ini mendapat persetujuan dari walinya. 2. Pernyataan kesepakatan a. Ulama Hanafiyah menyatakan dalam akad itu bahwa kesepakatan rahn tidak boleh dikaitkan dengan syarat tertentu atau dikaitkan dengan masa yang akan datang, karena akad dalam rahn sama dengan akad jual beli. Apabila kesepakatan itu dikaitkan dengan syarat tertentu atau dikaitkan dengan masa yang akan datang, maka syaratnya batal, akadnya sah. b. Ulama Malikiyah, Syafiiyah, dan Hanabilah mengatakan bahwa apabila syarat itu adalah syarat yang mendukung kelancaran akad itu, maka syarat tersebut dibolehkan, tetapi apabila syarat itu bertentangan dengan tabiat atau karakter akad rahn , maka syaratnya menjadi batal. 3. Marhun bih utang Marhun bih adalah hak yang diberikan ketika rahn . Ulama Hanifiyah memberikan beberapa syarat, yaitu: a. Marhun bih hendaklah barang yang diserahkan Menurut ulama selain hanafiyah, marhun bih hendaklah berupa hutang yang wajib diberikan kepada orang yang menggadaikan barang, baik berupa uang ataupun berbentuk benda. b. Marhun bih memungkinkan dapat dibayarkan Jika marhun bih tidak dapat dibayarkan, rahn menjadi tidak sah, sebab menyalahi maksud atau tujuan dari disyariatkanya rahn . c. Hak atas marhun bih harus jelas Dengan demikian tidak boleh memberikan dua marhun bih tanpa dijelaskan utang mana menjadi rahn . Ulama Hanabila h dan syafi’iyah memberikan tiga syarat bagi marhun bih: 1 Berupa hutang yang tetap dan dapat dimanfaatkan 2 Utang harus lazim pada waktu akad 3 Utang harus jelas dan diketahui oleh rahin dan murtahin. 31 4. Marhun barang a. Karakteristik barang jaminan utang adalah: 1. Bernilai harta dan dapat diperjual belikan 2. Jelas dan tertentu 3. Milik sah orang yang berutang 4. Tidak terkait dengan hak orang lain 5. Merupakan harta yang utuh, tidak bertebaran di beberapa tempat 6. Boleh diserahkan baik materi maupun manfaatnya. b. Jenis barang Dengan melihat praktek Nabi saw dan para sahabat, bahwa barang yang bisa dijadikan jaminan utang rahn dapat berupa kebun, baju besi, hewan, ternak dan makanan atau minuman. Oleh karena itu para ulama berpendapat bahwa barang yang dapat dijadikan jaminan utang pada prinsipnya adalah barang bergerak dan tidak bergerak. c. Penguasaan barang yang digadaikan Para ulama sepakat bahwa rahn baru dianggap sempurna apabila barang yang diagunkan itu secara hukum sudah berada di tangan pemberi utang, dan uang yang dibutuhkan telah diterima oleh peminjam uang rahin . 32 Selain syarat-syarat di atas ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa rahn baru dianggap sempurna apabila barang yang di gadaikan secara 31 Rachmat syafei, Op. Cit, h. 163. 32 Fathurrahman Djamil .,Op. Cit, h. 234-238. hukum sudah berada ditangan pemberi uang, dan uang yang dibutuhkan telah diterima peminjam uang. Apabila barang jaminan itu berupa benda tidak bergerak, seperti rumah dan tanah, maka tidak harus rumah dan tanah itu yang diberikan, tetapi cukup surat jaminan tanah atau surat-surat rumah itu yang dipegang oleh pemberiuang. 33

E. Hak dan Kewajiban Para Pihak Gadai

Menurut Abdul Aziz Dahlan pihak rahin dan murtahin mempunyai hak dankewajiban yang harus dipenuhi. 34 Sedangkan hak dan kewajibanya adalah sebagai berikut: a. Hak dan kewajiban murtahin 1. Hak pemegang gadai murtahin a Pemegang gadai berhak menjual marhun , apabila rahin pada saat jatuh tempo tidak dapat memenuhi kewajibanya sebagai orang yang berhutang. Sedangkan hasil penjualan marhun tersebut diambil sebagian untuk melunasi marhunbih dan sisanya dikembalikan kepada rahin . b Pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah digunakan untuk menjaga marhun . c Selama marhunbih belum dilunasi, maka murtahin berhak untuk menahan marhun yang diserahkan oleh pemberi gadai. 2. Kewajiban pemegang gadai a Pemegang gadai berkewajiban bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya harga marhun , apabila hal itu atas kelalaianya. b Pemegang gadai tidak diperbolehkan menggunakan marhun untuk kepentingan sendiri atau pemegang gadai berkewajiban untuk 33 Nasroen Haroen, Op. Cit., h. 255. 34 Andrian Sutedi, Hukum Gadai Syariah Bandung: Alfabeta, 2011, h. 20. memberi tahu kepada rahin sebelum diadakan pelelangan marhun.

b. Hak dan Kewajiban Pemberi Gadai

1. Hak pemberi gadai a. Pemberi gadai berhak untuk mendapatkan kembalian marhun , setelah pemberi gadai melunasi marhunbih. b. Pemberi gadai berhak menuntut ganti kerugian dari kerusakan dan hilangnya marhun , apabila hal itu disebabkan oleh kelalaian murtahin . c. Pemberi gadai berhak untuk mendapatkan sisa dari penjualan marhun setelah dikurangi biaya pelunasan marhunbih dan biaya lainya. d. Pemberi gadai berhak meminta kembali marhun apabila murtahin telah jelas menyalah gunakan marhun . 35 2. Kewajiban Pemberi Gadai a. Pemberi gadai berkewajibann untuk melunasi marhunbih yang telah diterimanya dari murtahin dalam tenggang waktu yangg telah ditentukan, termasuk biaya lain yang telah ditentukan murtahin . b. Pemberi gadai berkewajiban merelakan penjualan atas marhun miliknya, apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan rahin tidak dapat melunasi marhunbih kepada murtahin . 36

F. Pemanfaatan Barang Gadai

Menyangkut pemanfaatan barang gadai menurut ketentuan hukum Islam tetap merupakan hak si penggadai, termasuk hasil barang gadaian tersebut, seperti anaknya, buahnya, bulunya. Menurut ketentuan hukium Islam mengenai pemanfaatan barang gadaian tetap merupakan hak rahin, termasuk hasil barang gadaian tersebut sebab perjanjian dilaksanakan hanyalah untuk menjamin utang, bukan untuk mengambil suatu keuntungan, dan perbuatan 35 Ibid., h. 68. 36 Ibid., h. 69.

Dokumen yang terkait

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK GADAI KEBUN CENGKEH DI DESA PEGAYAMAN, KECAMATAN SUKASADA, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Gadai Kebun Cengkeh Di Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali.

0 5 16

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM GADAI TANAH DI KECAMATAN TAWANGMANGU Tinjauan Hukum Islam terhadap Sistem Gadai Tanah di Kecamatan Tawangmangu.

0 3 10

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM GADAI TANAH DI KECAMATAN TAWANGMANGU Tinjauan Hukum Islam terhadap Sistem Gadai Tanah di Kecamatan Tawangmangu.

0 2 16

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI PENENTUAN HARI NIKAH DALAM PRIMBON JAWA (Studi Kasus di Desa Rantau Jaya Udik II Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur)

2 44 112

Tinjauan hukum Islam terhadap praktik gadai motor di Desa Pekiringan Kecamatan Karangmoncol Kabupaten Purbalingga.

0 3 77

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENGALIHAN GADAI TANPA SEPENGETAHUAN RAHIN (Studi pada Desa Negri Ratu Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten Pesisir Barat) - Raden Intan Repository

0 0 91

TINJAUN HUKUM ISLAM TENTANG PRAKTIK GADAI MOBIL KREDITA (Studi Kasus di Desa Canggu Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan) - Raden Intan Repository

0 0 107

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRAKTIK SEWA-MENYEWA EMAS (Studi di Desa Kuala Sekampung Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan) - Raden Intan Repository

0 1 92

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG SISTEM PERJANJIAN DALAM GADAI POHON DUKU (Studi di Desa Wana Kecamatan Melinting Kabupaten Lampung Timur) - Raden Intan Repository

0 0 124

PERAKTIK GADAI SAWAH TANPA BATAS WAKTU DI KECAMATAN PITUMPANUA KABUPATEN WAJO (Tinjauan Hukum Islam)

0 0 90