Latar belakang PENINGKATAN KADAR S100β DAN KADAR INTERLEUKIN-6 SERUM BERKORELASI DENGAN TINGKAT KEPARAHAN DELIRIUM PADA PASIEN GERIATRI YANG DIRAWAT DI RSUP SANGLAH.

1 B A B I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Delirium yang dikenal juga dengan sebutan acute confusional state adalah sebuah sindrom neuropsikiatrik yang kompleks dengan onset yang akut dan berfluktuasi. Sindrom ini mempengaruhi kesadaran dan fungsi kognitif yang mungkin diikuti oleh peningkatan aktivitas psikomotor. Selain itu delirium juga mempengaruhi atensi dan pada beberapa pasien ada yang mengalami gangguan depresi Mittal dkk, 2011. Pada penelitian yang terbaru di Inggris, prevalensi delirium sebesar 20 pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Beberapa penelitian menunjukkan sekitar 14- 24 pasien usia lanjut dirawat di rumah sakit karena delirium dan delirium sendiri terjadi pada 50 pasien usia lanjut yang dirawat di rumah sakit Saxenal, 2009. Pasien-pasien yang mengalami delirium, ketika dibandingkan dengan pasien- pasien yang menderita penyakit yang sama tetapi tidak mengalami delirium, menjalani perawatan yang lebih lama, rata-rata 5-10 hari lebih lama meskipun telah dilakukan kontrol terhadap beberapa kovariat Boettger, 2014. Penyebab delirium merupakan multifaktorial. Adanya interaksi antara faktor presipitasi infeksi, inflamasi, pembedahan, trauma dan obat-obat psikoaktif , faktor predisposisi usia, gangguan kognitif dan sensoris, penyakit komorbid dan faktor protektif menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan neurotransmiter di otak. Pada pasien geriatri biasanya menggunakan Charlson’s Age Comorbidity Index untuk menilai pengaruh usia dan penyakit komorbid terhadap angka morbiditas dan angka mortalitas. Perubahan neuroinflamasi ini menyebabkan gangguan permeabilitas 2 sawar darah otak yang ditandai dengan peningkatan kadar S100 Calcium Binding Protein β S100β dan perubahan pada transmisi sinaptik, tingkat eksitabilitas sel saraf dan aliran darah otak, yang menyebabkan gejala neurobehavioral dan kognitif Cerejeira, 2010. Pada sebuah penelitian case –control tahun 2011 menemukan hubungan antara aktivitas mikroglia, sel astrosit dan interleukin IL-6 dengan delirium, dimana peningkatan kadar IL-6 berhubungan dengan risiko terjadinya delirium Van Munster, 2011. Protein S100β merupakan calcium-binding protein yang disekresi oleh astrosit dibawah pengaruh kondisi metabolik stres dan merupakan biomarker yang menandakan kerusakan dari sistem saraf pusat SSP Maldonado, 2013. Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan kad ar serum S100β pada pasien-pasien yang mengalami delirium dan berhubungan dengan tingkat keparahan dari delirium Stoicea, 2014. Delirium sering tidak dikenali dan salah terdiagnosis oleh tenaga medis profesional dimana sekitar sepertiga sampai dua pertiga kasus delirium tidak terdiagnosis. Studi terbaru di bagian gawat darurat menyimpulkan bahwa dokter di unit gawat darurat melewatkan diagnosis delirium pada 76 kasus. Hal ini berhubungan dengan beberapa faktor seperti sifat delirium yang fluktuatif, tumpang tindih dengan demensia dan depresi, jarangnya pemeriksaan rutin terhadap kognitif secara formal di rumah sakit umum, kurang apresiasi terhadap konsekuensi klinis, dan gagal memikirkan pentingnya diagnosis tersebut Han, 2010. Secara klinis penegakan diagnosis delirium dapat menggunakan beberapa alat bantu yaitu Confusion Assesment Method CAM, Diagnostic and Statistic Manual DSM IV-TR, Memorial Delirium Assesment Scale MDAS, Delirium Rating Scale 3 DRS, Delirium Observational Screening Scale DOSS, Nursing Delirium Screening Scale dan Global Attentiveness Rating GAR. CAM merupakan instrumen skrining delirium yang banyak digunakan berdasarkan kriteria DSM-III-R. CAM dapat digunakan dengan mudah pada kondisi klinis rutin oleh staf medis nonpsikiatrik atau staf perawat dengan latihan sebelumnya. Sedangkan untuk mengukur severitas dari delirium, pemeriksaan MDAS dan DRS merupakan alat bantu yang paling sering dipakai Adamis, 2010; Grover, 2012.

1.2 Rumusan masalah