Perencanaan Penghijauan Dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) (Studi Kasus Kecamatan Medan Denai, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara)

(1)

PERENCANAAN PENGHIJAUAN DENGAN APLIKASI

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)

SKRIPSI

Oleh :

Agustiono Haryadi K Sitohang 051201013/Manajemen Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : PERENCANAAN PENGHIJAUAN DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) (Studi Kasus Kecamatan Medan Denai, Kota Medan,

Provinsi Sumatera Utara) Nama : Agustiono Harryadi K Sitohang

NIM : 051201013

Program Studi : Mananajemen Hutan

Disetujui oleh,

Ketua

(Agus Purwoko, S.Hut.,M.Si) NIP : 19740801 200003 1 001

Diketahui,

Ketua Departemen Kehutanan

(Siti Latifah, S.Hut.,M.Si.,Ph.D) NIP. 19641228 200012 1 001


(3)

ABSTRAK

AGUSTIONO HARYADI KUSNO SITOHANG. Perencanaan Penghijauan Dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (GIS) di Kecamatan Medan Denai, Kota Medan. Dibimbing oleh Agus Purwoko S.Hut., M.Si.

Kawasan perkotaan lebih dikenal dengan suasana lingkungan yang panas disertai dengan pencemaran udara air dan tanah. Pertumbuhan penduduk yang sangat besar dan diikuti dengan pendirian kawasan industri dan pemukiman mengakibatkan kurangnya ruang penanaman vegetasi. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi daerah yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi daerah penghijauan. Dengan menggunakan aplikasi sistem informasi geografis dan dengan memakai citra satelit ikonos didapat hasil daerah yang berpotensi untuk dihijaukan sebesar 19,923 Ha dengan bentuk penghijauan jenis pemukiman . Kemudian perencanaan penghijauan di jalur hijau didapat 7452.932 meter dengan jenis tanaman yang cocok adalah rumput, bunga-bungaan, atau tanaman hias kecil.


(4)

ABSTRACT

AGUSTIONO HARYADI KUSNO SITOHANG. Perencanaan Penghijauan Dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (GIS) di Kecamatan Medan Denai, Kota Medan. Dibimbing oleh Agus Purwoko S.Hut., M.Si.

Urban area known as a hot atmosphere along with air pollution, water and soil. Population growth is very large and followed by the establishment of industrial zones and residential vegetation planting resulted in a lack of space. So the purpose of this study was to identify potential areas to be developed into green areas. By using geographic information systems and applications using IKONOS satellite imagery obtained results that have the potential to dihijaukan area of 19.923 hectares with the greening of residential types. Later greening in the green belt planning 7452.932 meters obtained with a suitable plant species are grass, flowers, ornamental plants or small.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 04 Agustus 1987 dari Ayah Robinson Bindu Sitohang dan Risma br. Sianturi. Penulis merupakan anak paling bungsu dari enam bersaudara.

Penulis mulai bersekolah di SD St. Antonius V/VI Medan tahun 1993 dan lulus pada tahun 1999, kemudian melanjutkan sekolah di SMP Negeri 4 Medan tahun 1999 dan lulus pada tahun 2002, setelah itu penulis lanjut ke SMU Trisakti Medan pada tahun 2002 dan lulus pada tahun 2005. Kemudian penulis diterima di perguruan tinggi negeri yaitu Universitas Sumatera Utara (USU) tahun 2005 lewat jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih program studi Manajemen Hutan di Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti kegiatan organisasi kampus bernama Himpunan Mahasiswa Silva (HIMAS) sebagai Kepala Seksi Bidang Minat dan Bakat. Penulis melakukan Praktek Pengenalan Pengelolaan Hutan di dua tempat yaitu pada hutan mangrove Tanjung Tiram Kabupaten Asahan dan hutan pegunungan Lau Kawar Kabupaten Karo pada tahun 2007. Penulis melakukan Praktek kerja lapangan di PT. Musi Hutan Persada wilayah III Lematang Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2008. Pada akhir studi, penulis melakukan penelitian dengan judul ”Perencanaan Penghijauan Dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (GIS) di Kecamatan Medan Denai, Kota Medan” dibawah bimbingan Bapak Agus Purwoko S.Hut., M.Si.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan berkat adan perlindungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini dengan baik. Adapun judul penelitian ini adalah “Perencanaan Penghijauan Dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG), studi kasus di Kecamatan Medan Denai, Kota Medan”.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Agus Purwoko, S.Hut, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Bejo Slamet, M. Si selaku anggota dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih juga kepada Dosen dan Staf Pegawai Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Dan yang terutama kepada kedua orang tua penulis, keluarga dan sahabat-sahabat yang telah membantu dalam pembuatan proposal ini.

Kiranya penelitian yang akan saya lakukan dapat bermanfaat bagi masyarakat, dunia ilmu pengetahuan dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, Juli 2011


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Peginderaan Jarak Jauh ... 5

Pengertian Penginderaan jauh ... 6

Pengertian GIS (Geographic Information System) ... 7

Sistem Penginderaan Jauh Satelit Landsat TM ... 8

Sistem Pengelolaan Data Spasial ... 14

Interpretasi Citra Satelit ... 15

Penghijauan Kota ... 18

Manfaat dan Bentuk-Bentuk Penghijauan Kota ... 20

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ... 24

Bahan dan Alat ... 24

Metode Penelitian ... 25

Pengumpulan data ... 25

Pengolahan data ... 25

Digitasi peta dasar... 25

Overlay ... 26

Interpretasi citra ... 27

Klasifikasi Citra ... 27

Cek Lapangan ... 27


(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Digitasi Peta Dasar ... 30

Overlay ... 31

Interpretasi Citra ... 33

Cek Lapangan ... 34

Analisis Citra ... 36

Perencanaan Penghijauan Di Tanah Kosong ... 37

Perencanaan Penghijauan Di Jalur Hijau ... 40

Jenis Tanaman Penghijauan ... 41

Manfaat Penghijauan ... 42

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 46

Saran ... 46 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Karakteristik Satelit Ikonos ... 10

2. Hasil Digitasi Citra ... 30

3. Penghijauan Di Jalur Hijau ... 41

4. Jenis Tanaman Penghijauan Yang Cocok Di Jalur Hijau ... 43


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka Pemikiran ... 4

2. Proses Digitasi Peta Dasar Menggunakan Software Arc View 3.3 ... 27

3. Tahapan Kerja Penelitian ... 29

4. Digitasi Peta Kecamatan Medan Denai ... 31

5. Peta Administrasi Kecamatan Medan Denai ... 32

6. Cek Lapangan Di Tanah Kosong ... 34

7. Cek Lapangan Di RTH ... 34


(11)

ABSTRAK

AGUSTIONO HARYADI KUSNO SITOHANG. Perencanaan Penghijauan Dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (GIS) di Kecamatan Medan Denai, Kota Medan. Dibimbing oleh Agus Purwoko S.Hut., M.Si.

Kawasan perkotaan lebih dikenal dengan suasana lingkungan yang panas disertai dengan pencemaran udara air dan tanah. Pertumbuhan penduduk yang sangat besar dan diikuti dengan pendirian kawasan industri dan pemukiman mengakibatkan kurangnya ruang penanaman vegetasi. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi daerah yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi daerah penghijauan. Dengan menggunakan aplikasi sistem informasi geografis dan dengan memakai citra satelit ikonos didapat hasil daerah yang berpotensi untuk dihijaukan sebesar 19,923 Ha dengan bentuk penghijauan jenis pemukiman . Kemudian perencanaan penghijauan di jalur hijau didapat 7452.932 meter dengan jenis tanaman yang cocok adalah rumput, bunga-bungaan, atau tanaman hias kecil.


(12)

ABSTRACT

AGUSTIONO HARYADI KUSNO SITOHANG. Perencanaan Penghijauan Dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (GIS) di Kecamatan Medan Denai, Kota Medan. Dibimbing oleh Agus Purwoko S.Hut., M.Si.

Urban area known as a hot atmosphere along with air pollution, water and soil. Population growth is very large and followed by the establishment of industrial zones and residential vegetation planting resulted in a lack of space. So the purpose of this study was to identify potential areas to be developed into green areas. By using geographic information systems and applications using IKONOS satellite imagery obtained results that have the potential to dihijaukan area of 19.923 hectares with the greening of residential types. Later greening in the green belt planning 7452.932 meters obtained with a suitable plant species are grass, flowers, ornamental plants or small.


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kawasan perkotaan lebih dikenal dengan suasana lingkungan yang panas disertai dengan pencemaran udara, air dan tanah. Keadaan ini terjadi karena tata ruang kota yang yang tidak mengikuti aturan dan peraturan yang berlaku. Banyak pemukiman penduduk dan sarana umum yang dibangun tanpa disertai penanaman vegetasi disekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan iklim mikro di kawasan tersebut menjadi lebih panas dibandingkan dengan pembangunan pemukiman dan sarana umum yang disertai dengan penanaman vegetasinya disekitarnya.

Pertumbuhan penduduk yang sangat besar dan diikuti dengan pendirian kawasan industri di daerah perkotaan mengharuskan adanya pendirian bangunan yang akan mengurangi ruang penanaman vegetasi. Hal ini mengakibatkan semakin tingginya suhu lingkungan di kawasan perkotaan. Selain itu, penggunaan kendaraan bermotor serta zat-zat kimia yang berlebihan oleh penduduk dan industri membuat kapasitas pencemaran semakin tinggi.

Apabila permasalahan tersebut tidak ditanggapi dengan serius, maka tidak menutup kemungkinan akan timbul suatu pemasalahan baru. Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan yang sesuai untuk mengatasi permasalahan yang ada di daerah perkotaan tersebut. Salah satu tindakan untuk mengurangi suasana lingkungan yang panas dan sarat pencemaran adalah dengan menciptakan peranan hutan di dalam kawasan perkotaan. Penghijauan kota merupakan alternatif terbaik dalam menciptakan suasana hutan di kawasan perkotaan.


(14)

Penghijauan kota dapat menciptakan suasana hutan di kawasan perkotaan karena penghijauan kota dapat memberikan beberapa manfaat yang sama dengan manfaat hutan seperti manfaat estetis, orologis, hidrologis, klimatologis, edaphis, ekologi, protektif, hygienis dan edukatif. Adapun tujuan penghijauan kota adalah untuk kelestarian, dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya. Dengan terciptanya suasana hutan di kawasan perkotaan melalui pelaksanaan penghijauan kota, maka permasalahan seperti suhu lingkungan yang panas dan sarat pencemaran dapat segera diatasi (Nazaruddin,1996).

Untuk mendapatkan sasaran dan tujuan yang maksimal, penghijauan kota harus dilaksanakan dengan yang terarah dan terpadu. Berdasarkan PP RI No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota, penyelenggaraan penghijauan kota meliputi penunjukan, pembangunan, penetapan dan pengelolaan. Agar perencanaan dapat dilaksanakan dengan baik, maka diperlukan berbagai sarana media yang mendukung kesuksesan rencana tersebut.

Pada saat ini telah banyak teknologi yang diciptakan dan diterapkan sebagai sarana serta media dalam mendukung suatu perencanaan. Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan salah satu teknologi yang banyak digunakan dalam bidang kehutanan terutama dalam perencanaan kehutanan. Dalam mnggunakan data berupa citra satelit, peta dasar dan data penunjang lainnya yang dikelola dengan menggunakan sistem berbasis komputer menjadikan SIG sebagai teknologi yang memberikan kemudahan dan pemahaman yang baik bagi setiap perencana yang menggunakannya.


(15)

Sistem Informasi Geografis akan mempermudah perencanaan penghijauan kota terutama dalam menentukan posisi geografis suatu lokasi dan menyajikan tampilan dari kawasan perkotaan tersebut. Pemanfaatan sistem informasi geografis (SIG) akan mendukung kelancaran perencanaan penghijauan kota, sehingga tujuan dan sasarannya akan tercapai.

Perumusan Masalah

Pertumbuhan penduduk yang sangat besar dan diikuti dengan pendirian kawasan industri di daerah perkotaan mengharuskan adanya pendirian bangunan yang akan mengurangi ruang penanaman vegetasi. Apabila permasalahan tersebut tidak ditanggapi dengan serius, maka tidak menutup kemungkinan akan timbul suatu pemasalahan baru. Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan yang sesuai untuk mengatasi permasalahan yang ada di daerah perkotaan tersebut. Salah satu tindakan untuk mengurangi suasana lingkungan yang panas dan sarat pencemaran adalah dengan menciptakan peranan hutan di dalam kawasan perkotaan. Penghijauan kota merupakan alternatif terbaik dalam menciptakan suasana hutan di kawasan perkotaan.


(16)

Peningkatan Bangunan Yang

Pesat Perkotaan

Kondisi Kota Yang Panas

Perlunya Penghijauan

Perencanaan Penghijauan Pertumbuhan

Penduduk Yang Besar

Pemanfaatan SIG

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi daerah yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi daerah penghijauan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan dasar pengambilan keputusan dan perencanaan penghijauan kota terutama bagi dinas-dinas terkait.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Penginderaan Jauh

Istilah penginderaan jauh dikenalkan di Amerika Serikat pada akhir tahun 1950-an untuk menarik dana dari instansi survei kelautan Amerika Serikat. Istilah ini didefenisikan oleh Parker pada tahun 1962, pada symposium pertama tentang penginderaan jauh untuk lingkungan di Michigan, yang meliputi pengumpulan data tentang objek - objek tanpa kontak langsung dengan alat pengumpulnya. Pada symposium tersebut, makalah yang disajikan meliputi interpretasi foto udara, fotografi udara, radar, dan penginderaan jauh sistem termal. Pada awal tahun 1970-an, istilah serupa digunakan di Perancis (teledetection), Spanyol (teleperception) dan Jerman (fenerkundung) (Jaya, 1997).

Penginderaan jauh adalah ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah atau gejala, dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat, tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau gejala yang akan dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990). Manual of remote sensing (American Socciety of Photogrametry, 1983) menyatakan bahwa dalam pengukuran yang lebih luas, pengukuran atau perolehan informasi dari beberapa sifat objek atau fenomena, dengan menggunakan alat perekam yang secara fisik tidak terjadi kontak langsung atau bersinggungan dengan objek atau fenomena yang dikaji (Howard, 1996).

Teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dikenal pertama kali di USA pada tahun 1950. Perkembangan teknologi remote sensing di bidang kehutanan saat ini sudah sangat maju baik yang menggunakan wahana pesawat


(18)

terbang maupun satelit antara lain potret udara, citra landsat TM 5, landsat ETM 7, Citra radar, SPOT, NOAA, IKONOS, Hyperspectral, dll. Masing-masing teknologi tersebut mempunyai kelebihan baik dalam cakupan maupun resolusi spasialnya dari 1x1 km (NOAA) s/d 1x1 m (IKONOS).

Pengertian Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan data berupa informasi mengenai objek dan lingkungannya dari jauh tanpa sentuhan fisik. Biasanya teknik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi guna menghasilkan data yang bermanfaat untuk aplikasi dibidang pertanian, arkeologi, kehutanan, geografi, geologi, perencanaan dan bidang-bidang lainnya (Wolf, 1993).

Tujuan penginderaan jauh ialah untuk mengumpulkan data sumber daya alam dan lingkungan. Informasi tentang objek disampaikan pengamat melalui energi elektomagnetik yang merupakan pembawa informasi dan sebagai penghubung komunikasi. Oleh karena itu menganggap bahwa data penginderaan jauh pada dasaranya merupakan informasi intensitas panjang gelombang yang perlu diberikan kodenya sebelum informasi tersebut dapat dipahami secara penuh. Proses pengkodean ini setara dengan interpretasi citra penginderaan jauh yang sangat sesuai dengan pengetahuan kita mengenai sifat-sifat radiasi elektromagnetik (Wolf, 1993).

Pada berbagai hal, penginderaan jauh dapat diartikan sebagai suatu proses membaca. Dengan menggunakan berbagai sensor kita mengumpulkan data dari jarak jauh yang dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang objek, daerah atau fenomena yang diteliti. Pengumpulan data dari jarak jauh dapat


(19)

dilakukan dalam berbagai bentuk, termasuk variasi agihan daya, agihan gelombang bunyi atau agihan energi elektromagnetik (Howard,1996).

Dalam penginderaan jauh, sensor merekam tenaga yang dipantulkan atau dipancarkan oleh permukaan bumi. Rekaman tenaga ini setelah diproses membuahkan data penginderaan jauh. Data penginderaan jauh tersebut dapat berupa data digital atau data numerik untuk dianalisis dengan menggunakan komputer, namun dapat berupa data visual yang pada umumnya dianalisis dengan menggunakan komputer, namun dapat berupa data visual yang pada umumnya dianalisis secara manual. Data visual ini dibedakan lagi menjadi data citra dan non citra. Data citra berupa gambaran yang mirip wujud aslinya atau paling tidak gambaran planimetrik. Sedangkan data non citra pada umumnya berupa garis atau grafik (Wibowo dkk, 1994).

Penginderaan jauh menggunakan data berupa citra dan non citra dengan keluaran terbaru untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat. Laju perubahan permukaan bumi yang setiap saat semakin cepat, mengharuskan adanya data yang lebih baru lagi sehingga satelit melakukan perekaman kembali pada daerah yang dibutuhkan. Hal ini tentu saja membutuhkan biaya yang relatif besar, sehingga masih banyak data lama yang digunakan oleh para pengguna dalam perolehan informasi. Selain itu, kegiatan perekaman yang dilakukan oleh satelit sangat dipengaruhi oleh alam, seperti keberadaan awan, hujan yang dapat menyebabkan citra yang dihasilkan rusak atau cacat, sehingga tidak dapat digunakan dalam kegiatan interpretasi. Kesalahan juga dapat terjadi pada manusia sebagai pengguna ketika sedang melakukan interpretasi dengan menggunakan konsep penginderaan jauh (Riswan, 2001).


(20)

Pengertian GIS (Geographic Information System)

GIS (Geographic Information System) merupakan seperangkat sistem/alat untuk membuat, mengumpulkan, menyimpan, memanipulasi, menvisualisasikan, menquery, mentransformasi, memanggil kembali, menampilkan dan menganalisis informasi dikaitkan dengan posisi pada permukaan bumi (georeferensi). GIS juga dapat dikatakan sebagai sistem pendukung keputusan (decision support system) yang computerized, yang melibatkan integrasi data spasial dalam memecahkan masalah lingkungan. GIS juga mempunyai kemampuan untuk melakukan teknik analisis spasial misalnya buffering, overlaying, dan lain-lain.

Dalam SIG terdapat berbagai peran dari berbagai unsur, baik manusia sebagai ahli dan sekaligus operator, perangkat alat (lunak/keras) maupun objek permasalahan. SIG adalah sebuah rangkaian sistem yang memanfaatkan teknologi digital untuk melakukan analisis spasial. Sistem ini memanfaatkan perangkat keras dan lunak komputer untuk melakukan pengolahan data seperti :

1. Perolehan dan verifikasi 2. Kompilasi

3. Penyimpanan

4. Pembaruan dan perubahan 5. Manajemen dan pertukaran 6. Manipulasi

7. Penyajian 8. Analisis

Sistem Informasi Geografi membantu mengurangi kesalahan oleh manusia dan menghilangkan tugas-tugas pemetaan dan penggambaran, lebih cepat dan


(21)

efisien dalam memberikan informasi spasial termasuk beberapa jenis peta. Selanjutnya dikatakan walaupun dalam pengoperasiannya lebih mudah, sistem ini memerlukan keperluan yang mendasar yang membuatnya mahal, dalam hal ini pembuatan data dasarnya karena biasanya data spasial yang siap dipakai tidak tersedia. Penggunaan setiap Sistem Informasi Geografi akan tergantung terutama pada jenis, ketelitian dan detail masukan data yang dimiliki (Howard, 1996).

Adapun komponen yang membangun GIS terdiri dari lima bagian : a. Perangkat Lunak (Software)

Komponen software ini mencakup didalamnya adalah software GIS, seperti software GIS Arcinfo, dan juga perangkat software pendukung lainnya, yaitu Operating System, dan software database lainnya, seperti Oracle.

b. Perangkat Keras

Hardware komputer digunakan untuk mendukung bekerjanya GIS. Dan juga komponen hardware pendukung lainnya diantaranya adalah plotter, printer, scanner, digitizer.

c. Sumber Daya Manusia

Untuk menjalankan GIS diperlukan operator computer GIS, untuk pembuatan aplikasi GIS dibutuhkan ahli programmer, untuk mendesain suatu sistem GIS diperlukan ahli analisis sistem GIS, dan seterusnya.

d. Data

Komponen ini sangat menentukan kualitas informasi dari output GIS. Pemahaman sistem data, termasuk didalamnya adalah sistem referensi spasial (sistem koordinat dan datum). Sistem GIS yang digunakan, hendaknya dapat


(22)

menangani berbagai format software aslinya. Misalnya, format Exchange AutoCAD (DXF), Shapefile, dan juga format database tabuler lainnya.

e. Metode

Metode adalah suatu prosedur atau ketentuan pembangunan suatu GIS. Dengan mengambil beberapa titik dalam proses pengecekan data-data yang ada di lapangan.

Sistem Penginderaan Jauh Satelit Ikonos

Ikonos adalah satelit milik space imaging (USA) yang diluncurkan bulan September 1999 dan menyediakan data untuk tujuan komersial pada awal 2000. Ikonos merupakan satelit komersial pertama yang dapat membuat image beresolusi tinggi 1 x 1 m. dengan kedetilan atau resolusi yang cukup tinggi ini membuat satelit ini akan menyaingi pembuatan foto udara. Satelit berada pada 681 km di atas permukaan bumi waktu revolusinya 98 menit dan resolusi temporalnya sekitar 3 hari. Ikonos adalah satelit dengan resolusi spasial tinggi yang merekam data multispektral 4 kanal pada resolusi 4 m (citra berwarna) dan sebuah kanal pankromatik dengan resolusi 1 m (hitam-putih) yang lebih detailnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Karakteristik Satelit Ikonos

Kelas Panjang gelombang Resolusi Spasial

Pankromatik 0.45 – 0.90 µm 1 x 1 meter

Band 1 0.45 – 0.53 µm (biru) 4 x 4 meter

Band 2 0.52 – 0. 61 µm (hijau) 4 x 4 meter

Band 3 0.64 – 0.72 µm (merah) 4 x 4 meter

Band 4 0.77 – 0.88 µm (inframerah dekat) 4 x 4 meter Sumber : Badan Geologi Jawa Timur, 2007

Setiap tipe-tipe penggunaan lahan di permukaan bumi memiliki karakteristik reflektansi spektral yang dapat dideteksi oleh satelit. Radiasi yang dideteksi oleh sistem ini umumnya berupa refleksi cahaya (energi) matahari,


(23)

panas yang dipancarkan oleh setiap obyek yang mempunyai suhu lebih besar dari 00 K, dan refleksi gelombang mikro.

Satelit ikonos mempunyai empat buah band multispektral pada sinar tampak (merah, hijau dan biru) dan inframerah dekat, sehingga satelit ini dapat mendeteksi permukaan bumi seperti tanah, air jernih, tanah kering dan tanah lembab. Band penyerap klorofil terletak pada daerah sinar biru dan merah dan sedangkan reflektansi yang cukup signifikan terjadi pada daerah sinar hijau 0.5 µ m – 0.6 µ m. Pada inframerah dekat, reflektansi dikendalikan oleh interaksi antar radiasi dan struktur sel daun. Tanaman berumur tua atau berdaun lebat atau diselimuti oleh bulu daun yang rapat akan mempunyai reflektansi yang lebih tinggi (Jaya, 1997).

Keberhasilan satelit ikonos tidak terlepas dari karakteristik resolusinya. Resolusi dapat diartikan sebagai kerincian informasi dari data penginderaan jauh. Dalam konsep penginderaan jauh dikenal beberapa resolusi dari suatu satelit yaitu resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiometrik dan resolusi temporal. 1. Resolusi spasial

Resolusi spasial adalah unit terkecil dari suatu bentuk (feature) permukaan bumi yang dibedakan berbagai bentuk permukaan disekitarnya atau yang ukurannya dapat diukur. Pada potret udara, resolusi adalah fungsi dari ukuran grain film (jumlah pasangan garis yang bisa dibedakan per mm) dan skala. Skala adalah fungsi dari panjang fokus dan tinggi terbang. Grain film yang halus memberikan detail objek lebih banyak (resolusi yang lebih tinggi) dibandingkan dengan grain yang kasar. Demikian pula, skala yang lebih besar memberikan resolusi yang lebih tinggi.


(24)

2. Resolusi spektral

Resolusi spektral merupakan interval panjang gelombang khusus pada spektrum elektromagnetik yang direkam oleh sensor, dimensi dan jumlah daerah panjang gelombang yang sensitif terhadap sensor. Semakin sempit lebar interval spektrum elektromagnetik maka resolusi spektral semakin tinggi. Resolusi spektral berbanding terbalik dengan resolusi spasial. Semakin tinggi nilai resolusi spektral, maka nilai resolusi spasialnya akan semakin kecil dan sebaliknya.

3. Resolusi radiometrik

Resolusi radiometrik merupakan jumlah data yang dimungkinkan pada setiap band, ukuran sensitifitas sensor untuk membedakan aliran radiasi yang dipantulkan atau diemisikan dari suatu objek pada permukaan bumi.

4. Resolusi temporal

Resolusi temporal merupakan frekwensi dari suatu sistem sensor dalam merekam suatu areal yang sama, dengan kata lain resolusi temporal merupakan lamanya suatu sistem sensor untuk merekam kembali daerah yang sama.

Meskipun benar bahwa resolusi yang tinggi akan memberikan data yang lebih banyak, tetapi itu tidak sinonim dengan meningkatnya jumlah informasi yang diperoleh. Dari segi teknis pemakai diharapkan pada pilihan untuk mengoptimalkan resolusi (spasial, temporal spektral dan radiometrik), biaya untuk mendapatkan data dan pengolahan data tersebut. Meningkatnya resolusi membawa konsekuensi meningkatnya jumlah data yang harus diperoleh (Jaya, 1997).


(25)

Pengelolaan data spasial merupakan hal yang penting dalam pengelolaan lingkungan. Pengelolaan yang tidak benar dapat menimbulkan berbagai dampak yang merugikan. Bencana dalam skala besar dan kecil merupakan contoh dari sistem pengelolaan data spasial yang tidak terencana dan terorganisir dengan baik.

Banyak pihak yang terkait dengan masalah ini. Pengelolaan lahan selalu memanfaatkan berbagai data, baik data spasial terestris maupun data penginderaan jauh. Pengelolaan data banyak dilakukan oleh lembaga-lembaga seperti BAPPEDA dan lembaga swadaya masyarakat lainnya. Beberapa lembaga secara khusus mengelola data-data spasial untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti BAKOSURTANAL yang mengelola berbagai data spasial untuk tujuan evaluasi, survey dan pemetaan.

Pada umumnya sumber data untuk penyusunan basis data spasial GIS terdiri dari banyak jenis sumber data peta dari berbagai instansi departemen, dan biasanya masing-masing departemen instansi menggunakan sistem koordinat yang berbeda pula.

Sistem koordinat dalam GIS digunakan untuk meregistrasikan basis data spasial, artinya semua basis data spasial harus diregistrasikan dalam sistem koordinat yang sama. Bagi software yang tidak bisa melakukan “on the fly projection” untuk menangani berbagai macam sistem koordinat proyeksi atau datum, maka registrasi setiap layer informasi harus diregistrasi dalam sistem datum dan sistem koordinat proyeksi yang sama. Software ArcGIS mempunyai kemampuan untuk menangani persoalan perbedaan sistem proyeksi peta yang digunakan, akan tetapi untuk perbedaan datum dalam sumber data tetap harus dilakukan transformasi datum (Budianto, 2005).


(26)

Interpretasi Citra Satelit

Interpretasi citra merupakan pembuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut. Didalam interpretasi citra, penafsir citra mengkaji citra dan berupaya melalui proses penalaran untuk mendeteksi, mengidentifikasi, dan menilai arti pentingnya obyek yang tergambar pada citra. Dengan kata lain maka penafsir citra berupaya untuk mengenali obyek yang tergambar pada citra dan menterjemahkannya ke dalam disiplin ilmu tertentu seperti geologi, geografi, ekologi, dan disiplin ilmu lainnya (Sutanto, 1999).

Di dalam pengenalan obyek yang tergambar pada citra, ada tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan, yaitu deteksi, identifikasi, dan analisis. Deteksi ialah pengamatan atas adanya suatu obyek, misalnya pada gambaran sungai terdapat obyek yang bukan air. Identifikasi ialah upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup. Pada tahap analisis dikumpulkan keterangan lebih lanjut, misalnya dengan mengamati jumlah penumpangnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa perahu tersebut berupa perahu dayung yang berisi tiga orang (Lintz Jr. dan Simonett, 1976).

Dalam mengidentifikasi obyek dalam penginderaan jauh secara visual perlu dibantu dengan unsur-unsur intepretasi yang terdiri dari rona/warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan, situs, dan asosiasi. Dalam analisis citra dikenal 8 macam unsur interpretasi citra, yaitu:

1. Warna dan Rona

Warna dan rona merupakan tingkat kecerahan atau kegelapan suatu objek. Kontras warna dan sinar yang tegas dalam foto udara penting untuk


(27)

identifikasinya dan tanpa kontras unsur-unsur pengenal lainan lain yaitu ukuran, bentuk, tekstur dan pola tidak bermanfaat.

2. Ukuran

Objek pada foto akan bervariasi sesuai dengan skala foto, sebab apabila skala citra berbeda maka ukuran sesuatu objek yang sama akan menjadi berbeda. suatu objek dapat dibedakan dengan objek yang lain berdasarkan ukurannya, sebab pada dasarnya ukuran setiap objek yang terdapat di permukaan bumi adalah berbeda.

3. Bentuk

Merupakan kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka sesuatu objek, sehingga bentuk dan ukuran sering berasosiasi sangat erat. Bentuk suatu objek ssangat dipengaruhi juga oleh skala potret udara yang dipergunakan. Semakin kecil skala potret maka akan semakin sukar mengenali suatu objek demikian juga sebaliknya.

4. Bayangan

Bayangan terjadi karena adanya sinar, bayangan yang terjadi sedikit banyak akan mengikuti bentuk objeknya. Jadi bayangan dapat digunakan untuk membedakan jenis suatu objek.

5. Tekstur

Tekstur adalah frekwensi perubahan rona dalam citra foto atau pengulangan rona kelompok objek yang terlalu kecil untuk dibedakan, sehingga sering dinyatakan dalam halus dan kasar. Tekstur merupakan hasil bentuk, ukuran, pola, bayangan dan rona individual. Apabila skala foto diperkecil maka tekstur suatu objek menjadi semakin halus dan bahkan tidak tampak.


(28)

6. Pola

Merupakan sebuah karakteristik makro yang digunakan untuk mendeskripsi tata ruang pada citra, termasuk di dalamnya pengulangan penampakan-penampakan alami. Pola sering diasosiasikan dengan topografi, tanah, iklim dan komunitas tanaman. Contohnya susunan pohon-pohon menjadi tegakan, apabila susunannya teratur maka objek baru yang terbentuk berupa tegakan hutan tanaman atau kemungkinanperkebunan pohon-pohon besar.

7. Lokasi / Situs

Setiap objek umumnya berlokasi atau di tempatkan pada lokasi yang sesuai. Oleh karena itu ada hubungan antara lokasi dengan sesuatu jenis objek tertentu. Contohnya semua bangunan yang melintas di atas sungai akan dinamakan jembatan.

8. Asosiasi

Keterkaitan antara objek yang satu dengan yang lain dan adanya suatu objek merupakan petunjuk adanya objek yang lain. Sering bentuk, rona, pola, tekstur diasosiasikan dengan satu kelas objek yang tidak terekam atau kurang jelas tergambar pada citra (Hardjoprajitno dan Saleh, 1995).

Penghijauan Kota

Penghijauan kota dapat didefenisikan sebagai penghijauan yang dilaksanakan di daerah perkotaan yang menjadi usaha dari masyarakat sendiri yang bekerjasama dengan pihak pemerintah setempat. Penghijauan kota dapat juga diartikan sebagai suatu upaya untuk menanggulangi berbagai penurunan kualitas lingkungan (Nazaruddin, 1996).


(29)

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2002 tentang dana reboisasi, penghijauan dapat didefenisikan sebagai upaya pemulihan lahan kritis di luar kawasan hutan secara vegetatif dan sipil teknis untuk mengembalikan fungsi lahan. Sedangkan menurut Setiawan (2000), penghijauan adalah suatu usaha yang meliputi kegiatan-kegiatan penanaman tanaman keras, rerumputan, serta pembuatan teras dan bangunan pencegah erosi lainnya diareal yang tidak termasuk areal hutan negara atau areal lain yang berdasarkan rencana tata guna lahan diperuntukkan sebagai hutan.

Pelaksanaan penghijauan di perkotaan bukan asal jadi, tujuan pelaksanaannya harus jelas sehingga diperlukan suatu pemikiran dan kerja keras perencana penghijauan di perkotaan agar terwujud suatu kota yang berwawaskan lingkungan. Penghijauan kota bertujuan mewujudkan sutau kawasan hunian yang berwawasan lingkungan, suasana yang asri, serasi dan sejuk berusaha ditampilkan kembali. Gedung perkantoran, rumah hunian, sarana umum, daerah aliran sungai, jalan raya, dan tempat lain di kota ditanami dengan aneka pepohohnan. Hal ini dapat terjadi bila ada keseimbangan antara ketersediaan ruang terbuka hijau dengan ketersediaan ruang terbangun (Nazaruddin, 1996).

Manfaat Dan Bentuk-Bentuk Penghijauan Kota

Menurut Setiawan (2000) ada manfaat dari penghijauan yang dapat dirasakan dalam kehidupan bermasyarakat perkotaan baik secara langsung maupun tidak langsung, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :


(30)

Manfaat estetis atau keindahan dapat diperoleh dari tanaman-tanaman yang disengaja ditata sehingga tampak menonjol keindahannya. Warna hijau dan aneka bentuk dedaunan serta bentuk susunan tajuk berpadu menjadi suatu pemandangan yang menyejukkan.

2. Manfaat Orologis

Perpaduan antara tanah dan tanaman merupakan kesatuan yang saling memberi manfaat. Pepohonan yang tumbuh diatas tanah akan mengurangi erosi. Manfaat orologis ini penting untuk mengurangi tingkat kerusakan tanah, terutama longsor dan menyangga kestabilan tanah.

3. Manfaat Hidrologi

Struktur akar tanaman mampu menyerap kelebihan air apabila turun hujan sehingga tidak mengalir dengan sia-sia melainkan dapat diserap oleh tanah. Hal ini sangat mendukung daur alami tanah sehingga daerah hijau menjadi sangat penting sebagai daerah hijau menjadi sangat penting sebagai daerah persediaan air tanah.

4. Manfaat Klimatologis

Iklim yang sehat dan normal penting untuk keselarasan hidup manusia. Faktor-faktor iklim seperti kelembapan, curah hujan, ketinggian tempat, dan sinar matahari akan membentuk suhu harian maupun bulanan yang sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan manusia. Efek rumah kaca akan dikurangi oleh banyaknya tanaman dalam suatu daerah dan menambah kesejukan dan menambah kesejukan dan kenyamanan lingkungan.


(31)

Manfaat edaphis berhubungan erat dengan lingkungan hidup satwa di perkotaan yang semakin terdesak lingkungannya yang semakin berkurang tempat huniannya. Lingkungan hijau akan memberi tempat yang nyaman bagi satwa tanpa terusik.

6. Manfaat Ekologis

Keserasian lingkungan bukan hanya baik unutk satwa, tanaman atau manusia saja. Kedemua makhluk ini dapat hidup nyaman apabila ada kesatuan. Walaupun diberi tanggung jawab untuk menguasai alam, namun manusia tidak bisa sewenang-wenang merusaknya. Kehidupan makhluk hidup di alam ini saling ketergantungan. Apabila salah satunya musnah maka makhluk hidup lainnya akan tegantung hidupnya.

7. Manfaat Protektif

Pohon dapat menjadi pelindung dari teriknya sinar matahari di siang hari sehingga manusia memperoleh keteduhan. Pohon juga dapat menjadi pelindung dari terpaan angin kencang dan peredam dari suara kebisingan.

8. Manfaat Hygienis

Lamban laun udara perkotaan semakin tercemar yang dikenal juga dengan polusi. Dengan adanya tanaman, bahaya polusi ini mampu dikurangi karena dedaunan tanaman mampu menghasilkan oksigen, menyaring debu dan menghisap kotoran di udara. Semakin besar jumlah tanaman yang ada, maka semakin besar pula bahaya polusi dapat dikurangi.


(32)

Semakin langka pepohonan yang hidup di perkotaan membuat sebagian warganya tidak mengenalnya lagi. Karena langkanya pepohonan tersebut maka generasi manusia yang akan datang tidak mengenal lagi sosok tanaman yang pernah ada. Sehingga penanaman kembali pepohonan di perkotaan dapat bermanfaat sebagai laboratorium alam.

Menurut Nazaruddin (1996), beberapa lokasi di perkotaan yang menjadi perhatian utama untuk dihijaukan ialah daerah yang baru dibuka, jalan umum, lokasi yang belum dibangun, daerah aliran sungai, halaman perkantoran, dan perumahan, serta daerah yang kumuh yang umumnya tidak lagi memiliki ruang terbuka hijau.

Umumnya kegiatan penghijauan untuk mewujudkan lingkungan kota yang hijau dan asri dapat dilakukan dengan banyak cara. Cara-cara ini disesuaikan dengan lingkungan daerah yang akan dihijaukan. Oleh karena itu ada beberapa bentuk penghijauan kota yaitu diantaranya :

1. Hutan Kota

Menurut peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 63 Tahun 2002 tentang hutan kota, hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat didalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun pada tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Luas hutan kota dalam satu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 hektar.

Hutan kota merupakan suatu kawasan dalam kota yang didominasi oleh pepohonan yang habitatnya dibiarkan tumbuh secara alami. Lokasi hutan kota umumnya di daerah pinggiran, dibuat sebagai daerah penyangga kebutuhan air,


(33)

lingkungan alami, serta perlindungan flora dan fauna di perkotaan. Hutan kota dapat dibuat berbentuk jalur, mengelompok, dan menyebar.

2. Taman Umum

Masyarakat dapat memanfaatkan taman umum untuk aneka keperluan, diantaranya sebagai tempat bersantai, berjalan-jalan, membaca dan sebagainya. Lokasi taman umum biasanya digelar di lokasi strategis yang banyak dilalui orang, seperti di pusat kota, dekat perkantoran atau bahkan ditengah pemukiman penduduk. Jenis tanaman yang dapat ditanam di taman umum dapat berupa pepohonan dan tanaman hias yang memberikan keindahan bagi setiap orang yang melihatnya.

3. Taman Halaman Perkantoran

Perkantoran di daerah pemukiman yang cukup baik umumnya memiliki halaman yang cukup luas. Bila di atas dengan baik, halaman tersebut dapat dijadikan taman yang indah. Taman perkantoran umumnya lebih mengutamakan keindahan fisiknya dan didominasi oleh tanaman perdu dan tanaman hias yang memberikan keindahan bagi setiap orang yang melihatnya.

4. Penghijauan Pemukiman Penduduk

Halaman atau pekarangan rumah penduduk merupakan ruang terbuka hijau yang cocok untuk dilakukan penghijauan. Lokasi ini sesuai apabila ruang terbuka tersebut memadai untuk dilakukan penanaman pepohonan atau tanaman hias. Pemukiman penduduk yang padat dan sarat tanpa ada halaman atau pekarangan dapat melakukan penghijauan dengan cara melakukan penanaman tanaman di dalam pot.


(34)

Penghijauan di jalan umum biasanya berbentuk penanaman pohon dibagian jalan yang disebut jalur hijau. Jalur hijau dapat berada di tengah jalan untuk jalan raya maupun di kanan kiri jalan. Jalan protokol umumnya lebar dan terang dengan pandangan tidak terhalang. Biasanya di jalan protokol dilengkapi lampu jalan yang tidak boleh terhalangi oleh pepohonan yang terlalu rimbun, sehingga jalan protokol tidak boleh ditanami dengan vegetasi secara penuh. Jenis tanaman yang biasa di lokasi ini dapat berupa rumput, bunga-bungaan, atau tanaman hias kecil.

6. Penghijauan Daerah Aliran Sungai

Penghijauan daerah aliran sungai dilakukan pada tepian sungai. Penghijauan ini bermanfaat dalam penguat tebing sungai dan penanaman pepohonan akan terlihat lebi rapi dan indah sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi (Nazaruddin, 1996).


(35)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Data dan citra yang digunakan mengambil lokasi di Kecamatan Medan Denai, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2011..

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah : 1. Citra Ikonos dari Google Map Buddy

2. Peta administrasi, Kecamatan Medan Denai, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara

3. Data dasar yaitu kondisi umum wilayah penelitian, yang mencakup kondisi fisik lapangan (letak geografis, luas wilayah, tanah) kondisi sosial masyarakat (kepadatan penduduk, sarana dan prasarana, penggunaan lahan, sosial budaya).

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah :

1. Personal Computer (PC) dengan perangkat lunak (software) Arc View 3.3 version sebagi alat untuk membantu dalam mendisplay dan mengolah data. 2. Global Positioning System (GPS) sebagai alat bantu dalam menentukan

titik koordinat di lapangan.


(36)

4. Kamera sebagai alat bantu dalam melihat kondisi umum di lapangan. 5. Alat tulis menulis sebagai alat bantu dalam hal pencatatan data.

Metode Penelitian Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder, yaitu :

a. Pengumpulan data primer diperoleh dari pengambilan beberapa titik koordinat di beberapa kelurahan yang tersebar di Kecamatan Medan Denai, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.

b. Data-data sekunder diperoleh dari berbagai instansi dan studi literatur, terdiri dari:

1. Data spasial : Citra dari Google Earth, Peta digital Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.

2. Data non spasial : Data tutupan lahan Kecamtan Medan Denai, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, data penghijauan Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara tahun dan studi literatur dari berbagai sumber.

Pengolahan Data Digitasi peta dasar

Digitasi ini dilakukan untuk mengubah data spasial analog dari peta dasar yang digunakan ke dalam format peta digital yaitu penerjemah dalam koordinat x dan y. Kegiatan ini dilakukan dengan digitasi on screen dengan menggunakan


(37)

Software Arc View 3,3. proses digitasi peta pada penelitian ini dilakukan terhadap peta administrasi, seperti yang terlihat pada gambar berikut

Gambar 2. Proses Digitasi Peta Dasar Menggunakan Software Arc View 3.3

Overlay

Citra Ikonos dioverlay dengan peta digital administrasi Kota Medan untuk memperoleh tampilan objek pada citra yang disertai dengan informasi koordinat lokasi objek. Pada tahap ini akan diperoleh peta geografis yang disertai dengan atribut-atributnya. Adapun langkah-langkah kegiatan overlay adalah sebagai berikut :

Buka program Arc View 3.3 version pilih new view Buka file – Extention – Geoprocessing

Peta analog

Input peta

Cek lapangan

Digitasi on screen


(38)

Buka View – Geoprocessing Wizard

Pilih menu unioning – Masukkan theme yang akan dioverlaykan – next – finish.

Interpretasi citra

Kegiatan interprtasi citra dilakukan dengan metode penafsiran visual. Analisis visual merupakan penafsiran dengan mengintepretasikan objek pada citra dengan cara deteksi, identifikasi dan pemberian nama objek tersebut. Penanaman didasari pada kunci penafsiran dan referensi yang sudah ada. Kegiatan ini didasarkan pada elemen interpretasi citra, yaitu : ukuran, bentuk, bayangan, warna, tekstur, pola, lokasi, asosiasi, dan resolusi serta kenampakan lain pada citra. Kegiatan penafsiran ini bertujuan untuk mendapatkan lokasi penhijauan yang sesuai dengan syarat penghijauan dilaksanakan. Pada tahap ini ditentukan posisi koordinat dari setiap objek yang diinterpretasi.

Cek lapangan (Ground Check)

Dari hasil interpretasi citra harus disesuaikan dengan kondisi lapangan yang sebenarnya sehingga perlu dilakukan pengecekan lapangan. Pengecekan lapangan ini dilakukan dengan menggunakan alat Global Positioning System (GPS), dimana fungsinya dapat menetukan keberadaan lokasi contoh tersebut. Kesesuaian lokasi hasil interpretasi dapat diketahui dengan mencocokkan koordinat lokasi hasil interpretasi citra dengan koordinat pada GPS.


(39)

Analisis citra

Citra Landsat yang telah dioverlay dengan peta digital administrasi Kota Medan, diinterpretasi secara penafsiran visual dan telah dicek kebenaran objek-objeknya dalam cek lapangan, dianalisis untuk mendapatkan kesesuaian koordinat dan lokasi penghijauan dengan bentuk-bentuk penghijauan. Pada tahap ini juga dilakukan perhitungan luas dari keseluruhan lokasi tersebut. Lokasi penghijauan yang telah ditentukan dianalisis bentuk-bentuk penghijauan yang sesuai dengan lokasi tersebut berdasarkan persyaratan penentuan lokasi penghijauan kota.


(40)

Koreksi citra Download Citra

Overlay

Interpretasi citra

Analisis Citra Peta Digital

Administrasi Kecamatan

Cek Lapangan Citra Tidak

Terkoreksi

Citra Terkoreksi

Digitasi On Screen Penghijauan Kota

Bentuk-bentuk Penghijauan

Lokasi Penghijauan

Peta Penghijauan


(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Digitasi Peta Dasar

Citra yang sudah dikoreksi kemudian dapat diklasifikasikan dengan metode digitasi on screen untuk mengelompokkan dan mengenali kembali segala kenampakan obyek yang berhasil ditangkap oleh alat sensor citra satelit. Kenampakan citra dalam penyajian data dipengaruhi oleh resolusi. Citra ini mempunyai resolusi ini 1 x 1 m, oleh karena itu obyek yang ukurannya lebih kecil dari 1 m tidak dapat dikenali. Langkah selanjutnya setelah citra dikoreksi adalah dengan mendigit daerah-daerah yang dianggap masih berpotensi untuk dihijaukan kembali ataupun daerah yang sudah ada dan tetap untuk dipertahankan.

Digitasi ini dilakukan untuk mengubah data spasial analog dari peta dasar yang digunakan ke dalam format peta digital yaitu penerjemah dalam koordinat (x, y). Peta kecamatan medan denai ini di identifikasi secara visual. Kemudian diamati daerah yang masih kosong atau belum ada tanamannya. Daerah ini dapat diketahui dengan tanda berwarna coklat. Kemudian diamati seluruh kecamatan medan denai dan di digit di citra daerah yang berwarna coklat. Luas tanah kosong hasil dari digitasi dapat dilihat dari tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2. Hasil Digitasi Citra

No Kelurahan Luas Tanah Kosong Luas RTH

Hectare Acre Hectare Acre

1 Denai 0,868 868 38,350 38.350

2 Medan Tenggara 13,554 13.554 76,707 76.707

3 Binjai 1,935 1.935 35,250 35.250

4 Tegal Sari Mandala III 2,139 2.139 43,373 43.373

5 Tegal Sari Mandala I 0,307 307 2,387 2.387

6 Tegak Sari Mandala II 0,320 320 6,148 6.148

TOTAL 19,923 19.923 202,215 202.215


(42)

Gambar 4. Digitasi peta perencanaan penghijauan

Overlay

Hasil dari peta penelitian adalah hasil penggabungan dari citra dan peta Kecamatan Medan Denai. Kegiatan dari penggabungan (overlay) ini


(43)

menggunakan teknologi komputer dengan perangkat lunak Arc View 3.3. Hasilnya berupa peta geografis yang disertai dengan berbagai atributnya yang dapat dilihat dari gambar 5 di bawah ini.


(44)

Interpretasi Citra

Interpretasi citra dilakukan dengan metode penafsiran visual yang didasarkan pada kunci interpretasi visual yang menggunakan elemen-elemen interpretasi citra yaitu: warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan, lokasi dan asosiasi. Gedung besar dan kecil dapat dibedakan dengan memperhatikan ukuran dan bentuknya. Perumahan dapat ditentukan dengan memperhatikan bentuk, asosiasi dan pola dari penyusunan letaknya yang terdapat dipinggir jalan besar maupun jalan kecil. Jalan besar dan kecil ditentukan dengan memperhatikan bentuk, ukuran dan asosiasinya yang berada di dekat gedung maupun perumahan.

Sungai memiliki tekstur permukaan air yang seragam dengan rona yang gelap jika airnya jernih, atau cerah jika keruh. Arah aliran sungai ditandai oleh bentuk sungai yang lebar pada bagian muara, pertemuan sungai memiliki sudut lancip sesuai arah aliran. Sungai besar dan kecil dapat dilihat diidentifikasi dengan memperhatikan warnanya yang biasa berwarna biru dengan bentuk yang memanjang dengan ukuran lebar yang berbeda-beda. Sungai dapat melintas di daerah perumahan, jalan besar dan kecil maupun di daerah yang bervegetasi. Setiap obyek yang melintas diatas sungai dapat dipastikan adalah jembatan. Hal ini dapat ditentukan dengan menggunakan elemen lokasi atau situs.

Pohon dan vegetasi kecil dapat ditentukan dengan memperhatikan warnanya yang berwarna hijau, bentuk tajuknya yang bulat dan polanya yang menyebar atau mengumpul membentuk hutan ataupun mengumpul membentuk suatu perkebunan. Pohon dan vegetasi kecil dapat dibedakan dari teksturnya, dimana tekstur vegetasi kecil lebih halus daripada tekstur pepohonan. Sedangkan lahan kosong diidentifikasi dengan memperhatikan warnanya yang coklat yang


(45)

membuktikan tidak adanya vegetasi atau tumbuhan hijau yang tumbuh disekitarnya.

Cek Lapangan ( Ground Check )

Resolusi spasial satelit Ikonos yang mencapai 1 x 1 m, memberikan kenampakan obyek pada citra sama dengan yang ada di lapangan. Oleh karena itu, kegiatan cek lapangan menjadi lebih mudah karena lokasi pada peta yang akan dicek kelihatan dengan jelas. Lokasi yang dicek menjadi lebih tepat dengan melakukan penyesuaian koordinat lokasi pada peta dengan koordinat lokasi di lapangan pada GPS.

Citra satelit Ikonos kecamatan medan denai direkam dengan tahun pengambilan pada tahun 2009. Setelah dilakukan pengecekan lapangan di tahun 2010 ini, situasi dan kondisinya tidak jauh berbeda dengan keadaan yang ada pada citra. Pengecekan lapangan dilakukan dengan membandingkan nilai koordinat lokasi pada peta dengan nilai koordinat di lapangan pada GPS. Selain itu hal-hal lain sangat diperhatikan adalah keberadaan vegetasi pada lokasi yang akan dibuat sebagai tempat penghijauan. Berikut adalah hasil kegiatan cek lapangan.


(46)

(c) (d) Gambar 6. Dokumentasi cek lapangan

(a). Cek lapangan di tanah kosong. (b). Cek lapangan di RTH. (c). Cek lapangan di median jalan. (d). Cek lapangan di jalur hijau.

Berdasarkan fakta di lapangan, umumnya lokasi yang dicek adalah jalan, median jalan, RTH dan jembatan. Pada jalan umum masih sedikit yang ditanami vegetasi berpohon yang tumbuh di sekitar jalan maupun di median jalan. Ada juga beberapa jalur hijau yang vegetasi berpohonnya sudah tidak berdaun dan mati. Selain itu dapat juga dijumpai pada sempadan jalan, dan median jalan yang sama sekali belum ada ditanami tumbuhan hijau. Adapun jika ditemukan vegetasi berpohon yang sudah lama ada di jalur hijau di lokasi adalah seperti mahoni.

Lokasi penelitian masih tergolong daerah yang cukup seimbang dari segi kehijauannya. Tetapi seiring berjalannya waktu dan semakin pesatnya pertumbuhan penduduk di perkotaan membuat daerah-daerah yang dulunya hijau semakin terancam berubah menjadi daerah pemukiman atau daerah industri. Keterbatasan luasan kota versus kemajuan pembangunan kota. Permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh sering mengubah konfigurasi alami lahan/bentang alam perkotaan juga menyita lahan-lahan tersebut dan berbagai bentukan ruang terbuka lainnya. Kondisi seperti ini di lapangan didokumentasikan dengan menggunakan kamera digital.


(47)

Analisis Citra

Dalam melakukan analisis citra, dapat dilakukan secara digital dan visual, Howard (1996) mendefenisikan analisis citra visual sebagai aktivitas visual untuk mengkaji citra yang menunjukkan gambaran muka bumi yang tergambar di dalam citra tersebut untuk tujuan identifikasi objek.

Pada dasarnya interpretasi citra terdiri dari dua proses yaitu proses penemuan identitas objek dan elemen yang dideteksi pada citra dan proses untuk menemukan arti pentingnya objek dan elemen tersebut. Sedangkan unsur-unsur interpretasi citra terdiri dari rona, warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan, situs, asosiasi dan konvergensi bukti (Lo, 1996) dalam Sutanto (1994).

Citra Ikonos tahun 2009 merupakan citra yang belum diolah dan bukan hanya mencakup kecamatan medan denai, tetapi juga mencakup Kecamatan Medan Kota, Kecamatan Medan Tembung dan sebagian Kabupaten Deli Serdang. Untuk memperoleh citra Kecamatan Medan Denai sebagai lokasi penelitian, maka pertama sekali kita download dari google earth dengan bantuan Google Map Buddy (GMB). Setelah citra didownload maka peta Kecamatan Medan Denai tersebut diretifikasi agar terkoreksi secara geometris dan memiliki koordinat.

Setelah citra dikoreksi, selanjutnya perlu dilakukan pengamatan kondisi lapangan (ground check) untuk mengamati setiap obyek yang ada di citra dan membuktikan bahwa kondisi di lapangan sesuai dengan kondisi yang ada di citra ataupun untuk mendapatkan kesesuaian koordinat dan lokasi penghijauan serta bentuk-bentuk penghijauan. Pengamatan dilakukan dengan mengambil 101 titik yang tersebar di kecamatan medan denai yang dianggap dapat mewakili daerah yang masih berpotensi untuk dilakukan penghijauan.


(48)

Citra yang sudah dikoreksi kemudian dapat diklasifikasikan dengan metode digitasi on screen untuk mengelompokkan dan mengenali kembali segala kenampakan obyek yang berhasil ditangkap oleh alat sensor citra satelit. Kenampakan citra dalam penyajian data dipengaruhi oleh resolusi. Citra ini mempunyai resolusi ini 4 x 4 m, oleh karena itu obyek yang ukurannya lebih kecil dari 4 m tidak dapat dikenali.

Langkah selanjutnya setelah citra dikoreksi adalah dengan mendigit daerah-daerah yang dianggap masih berpotensi untuk dihijaukan kembali ataupun daerah yang sudah ada dan tetap untuk dipertahankan Obyek pada citra tidak dapat langsung dikenali, sehingga perlu dilakukan interpretasi visual. Biasanya kenampakan citra diidentifikasi berdasarkan warna, bentuk dan asosiasinya.

Tingginya kedetilan atau resolusi dari hasil yang diperoleh satelit Ikonos membuat nilai komersil untuk setiap citra yang dihasilkan cukup tinggi. Nilai jual yang dihasilkan dalam membuat suatu citra dapat mencapai ratusan juta rupiah. Oleh karena itu diperlukan dana keuangan yang cukup besar untuk melakukan kegiatan perencanaan tata guna lahan ataupun tata ruang kota apabila menggunakan satelit Ikonos.untuk menghasilkan citra satelit yang diinginkan. Hal ini memang cukup sebanding dengan kelebihan dari citra satelit itu sendiri yang memberikan kemudahan terutama kenampakan obyek pada wilayah yang direkamnya.

Perencanaan Penghijauan di Tanah Kosong

Daerah hijau merupakan daerah yang sangat penting pada saat ini untuk dikembangkan. Karena daerah hijau sangat banyak manfaatnya dirasakan pada


(49)

saat ini mengingat daerah perkotaan yang semakin lama bertambah padat oleh karena jumlah penduduk yang semakin bertambah. Saat ini suhu permukaan bumi sudah sangat panas diakibatkan karena semakin sedikitnya daerah hijau di bumi dan semakin sulitnya ditemukan lahan yang ingin dihijaukan kembali. Oleh karena itu perencanaan penghijauan ini perlu dicanangkan.


(50)

Gambar 7. Peta perencanaan penghijauan

Hasil dari identifikasi penelitian ini diketahui lahan kosong 19.923 Ha dan lahan hijau 202,215 ha. Dari lahan kosong yang didapat berupa tanah lapang dan lahan tidur yang tidak terurus. Begitu juga dengan lahan hijau yang ada di daerah


(51)

penelitian yang masih ada berupa lahan budidaya seperti ladang dan kebun campuran. Daerah-daerah di kecamatan medan denai ini masih tergolong daerah yang berkembang. Hal ini dilihat dari kondisi umum masyarakat setempat yang memiliki tanah yang ingin dikonfersi menjadi tempat pemukiman yaitu berupa rumah maupun dijadikan kompleks perumahan.

Bentuk penghijauan yang cocok untuk dibuat di daerah lokasi adalah bentuk penghijauan pemukiman penduduk. Karena daerah lahan kosong yang ada di daerah penelitian merupakan daerah dekat pemukiman penduduk dan terpisah-pisah di berbagai tempat. Adapun daerah yang lain berada di pekarangan rumah penduduk dan di belakang rumah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nazaruddin (1996) yang mengatakan halaman atau pekarangan rumah penduduk merupakan ruang terbuka hijau yang cocok untuk dilakukan penghijauan. Lokasi ini sesuai apabila ruang terbuka tersebut memadai untuk dilakukan penanaman pepohonan atau tanaman hias. Pemukiman penduduk yang padat dan sarat tanpa ada halaman atau pekarangan dapat melakukan penghijauan dengan cara melakukan penanaman tanaman di dalam pot.

Perencanaan Penghijauan di Jalur Hijau

Penghijauan di jalur hijau maksudnya adalah penghijauan yang dilakukan di sekitar jalan seperti median jalan sempadan jalan. Dari hasil penelitian terdapat beberapa jalan utama yang kondisi tanaman dan kondisi penghijauannya sudah perlu diperbaiki dan ditambah lagi. Dan terdapat beberapa jalan yang tidak memiliki penghijauan.


(52)

Tabel 3. Penghijauan di Jalur Hijau

No Nama Jalan Panjang Jalan

(meter)

Keterangan

1 Jl. Mandala By Pass 607.193 Jalan besar

2 Jl. Menteng Raya 3579.409 Jalan besar

3 Jl. Denai 3266.330 Jalan besar

Total 7452,932

Penghijauan di jalur hijau penting dilakukan karena manfaatnya yang banyak. Dari tabel 3 di atas, hasil penelitian ini di dapat panjang jalan 7452.932 meter atau 7.452932 Km yang terdiri dari Jalan Mandala By Pass 607.193 m, Jalan Menteng Raya 3579.409 m, Jalan Denai 3266.330 m. Bentuk penghijauan yang cocok untuk jalan adalah bentuk penghijauan jalur hijau ini sesuai dengan pernyataan Nazaruddin (1996), Penghijauan di jalan umum biasanya berbentuk penanaman pohon dibagian jalan yang disebut jalur hijau. Jalur hijau dapat berada di tengah jalan untuk jalan raya maupun di kanan kiri jalan. Jalan protokol umumnya lebar dan terang dengan pandangan tidak terhalang. Biasanya di jalan protokol dilengkapi lampu jalan yang tidak boleh terhalangi oleh pepohonan yang terlalu rimbun, sehingga jalan protokol tidak boleh ditanami dengan vegetasi secara penuh. Jenis tanaman yang biasa di lokasi ini dapat berupa rumput, bunga-bungaan, atau tanaman hias kecil.

Dengan adanya data diatas, maka akan didapatkan pula suatu bentuk penghijauan di tengah kota dengan bentuk penghijauan di jalur hijau. Karena penghijauan yang direncanakan berbentuk jalur maka sesuai dengan pernyataan Iwan (2005) yang menyatakan bentuk penghijauan kota dikelompokkan dalam 3 bentuk yaitu :


(53)

1. Bergerombol atau menumpuk, yaitu hutan kota dengan komunitas vegetasinya terkonsentrasi pada suatu areal dengan jalan vegetasinya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan.

2. Menyebar, yaitu hutan kota yang tidak mempunyai pola tertentu, dengan komunitas vegetasinya tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk rumput atau gerombolan-gerombolan kecil.

3. Berbentuk jalur, yaitu komunitas vegetasinya tumbuh pada lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentuk sungai, jalan, dan pantai.

Jenis Tanaman Penghijauan

Dilihat dari tanaman yang ditanam di jalan daerah penelitian didominasi oleh tanaman pepohonan seperti mahoni. Jika diamati dari fungsinya tanaman yang ditanam pada jalur hijau baik di tepi kiri jalan maupun di tepi kanan jalan mengarah pada fungsi pelindung. Mahoni yang memiliki cabang yang banyak dan kayu yang keras serta tajuk yang lebar banyak ditemukan di daerah Jalan Mandala By Pass. Tanaman jenis ini mampu melindungi dari cahaya matahari dan juga mampu menapis bau dan menyerap partikel timbal yang sesuai menurut Peraturan Menteri Kehutanan (2004). Tetapi pemilihan jenis ini sangatlah tidak cocok lagi karena fakta di lapangan ditemukan bahwa akar mahoni sudah merusak bahu jalan. Ini merupakan bukti bahwa jenis tanaman ini sudah tidak disarankan lagi untuk jenis tanaman penghijauan di median jalan.

Penentuan jenis tanaman sangat perlu diperhatikan dengan tipe dan fungsi serta penghijauan dari tanaman itu sendiri. Adapun fungsi penghijauan akan


(54)

berpengaruh terhadap kondisi lingkungan itu sendiri. Oleh karena itu Rizal (2002) membuat suatu tabulasi jenis tanaman yang cocok untuk dibuat penghijauan di jalur hijau yang dapat kita lihat pada tabel 4 dibawah ini.

Tabel 4. Jenis tanaman penghijauan yang cocok di jalur hijau No Jenis tanaman Nama Latin Tinggi

(m)

Fungsi A Perdu

1. Asoka Ixora javanica 0,5 – 2,0 Estetika

2. Bunga kertas Bougenville glabra 0,5 – 2,0 Estetika 3. Puring puringan Codiaeum variegiatum 0,5 – 2,0 Estetika 4. Teh-tahan pangkas Achalypha wilkesiana 0,5 -2,0 Estetika B. Pohon

1. Angsana Pterocarous indicus 4,0 – 7,0 Pelindung 2. Asam keranji Pithecelobium dulce 8,0 – 11 Pelindung 4. Glondongan tiang Polyalthia longifolia

pendula

0,5 – 9,0 Estetika

5. Johar Cassiana siamea 4,0 – 7,0 Pelindung

6. Tanjung Mimusops elengi 7,0 – 10 Estetika

7. Mahoni Swetenia mahagoni 2,0 – 8,0 Pelindung

8. Palem raja Roystenia regia 7,0 - 11 Estetika (Sumber : Rijal, 2002)

Manfaat penghijauan kota

Menurut Dinas Pertamanan kota Medan (2003), fungsi ruang terbuka hijau adalah:

1. Sebagai areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan keserasian penyangga kehidupan

2. Sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan kehidupan lingkungan

3. Sebagai sarana rekreasi

4. Sebagai pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik di darat, perairan maupun udara termasuk limbah cair yang dihasilkan manusia


(55)

5. Sebagai sarana pendidikan maupun penelitian serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan

6. Sebagai tempat perlindungan plasma nutfah

7. Sebagai sarana untuk mempengaruhi maupun memperbaiki iklim mikro 8. Sebagai pengatur tata air karena dapat menyimpan air tanah 900

m3/tahun/hektar dan mampu mentransfer 4000 liter air/hari/hektar yang berarti dapat mengurangi suhu udara 50C – 80C

9. Memperbaiki struktur dan tekstur tanah yang rusak akibat pembangunan maupun bencana alam.

10.Sebagai sumber oksigen sebesar 0.6 ton/hektar/hari yang cukup untuk konsumsi 1500 jiwa

11.Sebagai peredam kebisingan sekitar 25 % - 80 %.

Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh dari ruang terbuka hijauantara lain : 1. Memberikan kesegaran, kenyamanan dan keindahan lingkungan. 2. Memberikan lingkungan yang bersih dan sehat bagi penduduk kota. 3. Memeberikan hasil produksi berupa kayu, daun, bunga, dan buah.


(56)

Tabel 5. Jenis, Fungsi dan Tujuan Pembangunan RTH (Purnomohadi, 2001)

Jenis RTH Fungsi Lahan Tujuan Keterangan

Taman Kota (termasuk Taman Bermain Anak/Balita, Taman Bunga/ Lansia) Ekologis, Rekreatif, Estetis, Olahraga (terbatas) Keindahan( tajuk, tegakan pengarah, pengaman, pengisi dan pengalas) kurangi pencemaran, meredam bising, perbaiki iklim mikro daerah resapan, penyangga sistem kehidupan dan juga kenyamanan

Mutlak dibutuhkan bagi kota, keserasian, rekreasi aktif dan pasif, nuansa rekreatif, terjadinya

keseimbangan mental (psikologis) dan fisik manusia, habitat keseimbangan ekosistem Jalur (tepian) Sempadan Sungai, Pantai Konservasi, Pencegah erosi, Penelitian Perlindungan, mencegah okupansi penduduk, mudah menyebabkan erosi, iklim mikro, penahan ”badai”

Perlindungan total tepi kiri-kanan bantaran sungai (±25-50 meter) rawan erosi. Taman Olahraga, Bermain, Relaksasi Kesehatan, Rekreasi Kenikmatan, pendidikan, kesenangan, kesehatan, interaksi, kenyamanan

Rekreasi yang aktis, sosialisasi, mencapai prestasi, menumbuhkan kepercayaan diri. Taman Pemakaman (umum) Pelyanan publik (umum) Pelindung, pendukung ekosistem makro ”ventilasi” dan pemersatu ruang kota

Dibutuhkan seluruh anggota masyarakat, menghilangkan rasa angker.

Pertanian Kota Produksi, Estetika, Pelayanan publik (umum)

Kenyamanan spasial, visual, audial dan ternal, ekonomi. Peningkatan produktivitas budidaya tanaman pertanian. Taman (Hutan) Kota/ Perhutanan Konservasi, Pendidikan, Produksi Pelayanan masyarakat dan penyangga lingkungan kota, wisata alam, rekreasi, produksi hasil hutan, iklim mikro, oksigen dan ekonomi. Pelestarian, perlindungan dan pemanfaatan plasma nutfah, keanekaragaman hayati, pendidikan, penelitian. Taman Situ, Danau, Waduk, Empang Konservasi, Keamanan Keseimbangan ekosistem, rekreasi, pemancingan.

Pelestarian SD air, flora dan fauna (budidaya ikan air tawar).


(57)

Kebun Raya, Kebun Binatang (nursery) Konservasi, pendidikan, penelitian Keseimbangan ekosistem, rekreasi, ekonomi Pelestarian plasma nutfah, elemen khusus kota besar, Kota Madya.

Taman Purbakala Konservasi,

preservasi, rekreasi Reservasi, perlindungan situs sejarah (national character building) “Bangunan” sebagai elemen taman. Jalur Hijau Pengamanan

Keamanan Penunjang iklim

mikro, thermal, estetika

Pengaman: Jalur lalu lintas, Rel KA, jalur listrik tegangan tinggi, kawasan industri dan lokasi berbhaya lain.

Taman Rumah, Sekitar bangunan, Gedung tingkat ”Pekarangan” Keindahan, produksi Penunjang iklim mikro, pertanian subsistem; TOGA (Taman Obat Keluarga) Apotik hidup karangkitri (sayur dan buah-buahan)

Pemenuh kebutuhan pribadi (privacy), penyaluran hobby pada lahan terbatas.


(58)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perencanaan penghijauan yang terdapat di Kecamatan Medan Denai ini adalah berupa perencanaan penghijauan di tanah kosong dan penghijauan di jalur hijau. Penghijauan di lahan kosong direncanakan dengan bentuk berupa penghijauan pemukiman penduduk dengan luas lahan 19.923 Ha dengan jenis tanaman yang cocok adalah tanaman pepohonan (angsana, asam keranji, glondongan tiang, tanjung, mahoni dan palem raja) dan perdu (asoka, puring-puringan, bunga kertas dan teh tahan pangkas). Perencanaan penghijauan di jalur hijau dilakukan dengan bentuk penghijauan jalur hijau dengan panjang total 7452.932 meter dengan jenis tanaman yang cocok adalah rumput, bunga-bungaan, atau tanaman hias kecil.

Saran

Diharapkan dalam melakukan penelitian dengan System Informasi Geografis (SIG) menggunakan bantuan perangkat lunak seperti ARC VIEW harus didukung dengan Personal Computer (PC) spek tinggi. Penelitian penginderaan jauh dengan perencanaan tingkat perkotaan harus dibutuhkan citra yang detail dengan cakupan yang luas dan sumber yang memadai.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Budianto, E. 2002. System Informasi Geografis Menggunakan Arc View GIS. Penerbit Andi. Yogyakarta.

, E. 2005. Sistem Informasi Geografis Menggunakan Arc View GIS. Andi: Yogyakarta.

Howard, J. A. 1996. Penginderaan Jauh Untuk Sumber Daya Hutan Teori dan Aplikasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Iwan. 2005. Penghijaun Perkotaan dan Manfaatnya Bagi Lingkungan Kota. Bogor Jaya, N. S. 1997. Penginderaan Jauh Satelit Kehutanan. Edisi I. IPB Press. Bogor. Lillesand, T. M. dan Kiefer, R. W. 1990. Penginderaan Jauh Dan Interpretasi

Citra. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Lo, C. P. 1996. Terapan Pengideraan Jauh. University Indonesia. Jakarta. Nazaruddin. 1996. Penghijauan Kota. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2002. Tentang Dana Reboisasi.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 63 Tahun 2002. Tentang Hutan Kota.

Peraturan Menteri Kehutanan No. 03 Tahun 2004. Pedoman Pembuatan Tanaman Penghijauan Kota Gerakan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan. Bagian Keenam.

Purnomohadi, N. 2001. Pengelolaan RTH Kota dalam Tatanan Program BANGUN PRAJA Lingkungan Perkotaan yang Lestari di NKRI. Widyaiswara LH, Bidang Manajemen SDA dan Lingkungan. KLH.

Rijal, S. 2002. Inventarisasi Dan Evaluasi Kesesuaian Jenis Tanaman Dengan Bentuk Dan Tipe Hutan Kota. Universitas Hasanuddin Press.

Riswan. 2001. Aplikasi System Informasi Geografis Untuk Konservasi Dan Pengelolaan Lingkungan. Medan.

Setiawan, A. I. 2000. Penghijauan Dengan Tanaman Potensial. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.


(60)

Sutanto. 1999. Penginderaan Jauh. Gadjah Mada University Press: Bandung Sutanto. 1999. Penginderaan Jauh. Gadjah Mada University Press: Bandung

Wibowo, A, Djamaluddin, R. dan Hendarto, G. 1994 Remote Sensing And Geogrhapic Information System BPPT Agency For Assesment and Application of Technology. Jakarta.

Wikantiyoso, R. 2000. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Pada Perencanaan Dan Perancangan Perkotaan. Universitas Merdeka Press. Malang.

Wolf, P. R. 1993. Elemen Fotogrametri. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.


(61)

Lampiran 1.

JENIS TANAMAN POHON YANG COCOK UNTUK PENGHIJAUAN (a). Jenis – Jenis Tanaman Perdu

Gambar 1. Asoka Gambar 2. Bunga kertas


(62)

(b). Jenis Tanaman Pohon

Gambar 1. Angsana Gambar 2. Asam Keranji


(63)

Gambar 5. Tanjung Gambar 6. Mahoni


(1)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perencanaan penghijauan yang terdapat di Kecamatan Medan Denai ini adalah berupa perencanaan penghijauan di tanah kosong dan penghijauan di jalur hijau. Penghijauan di lahan kosong direncanakan dengan bentuk berupa penghijauan pemukiman penduduk dengan luas lahan 19.923 Ha dengan jenis tanaman yang cocok adalah tanaman pepohonan (angsana, asam keranji, glondongan tiang, tanjung, mahoni dan palem raja) dan perdu (asoka, puring-puringan, bunga kertas dan teh tahan pangkas). Perencanaan penghijauan di jalur hijau dilakukan dengan bentuk penghijauan jalur hijau dengan panjang total 7452.932 meter dengan jenis tanaman yang cocok adalah rumput, bunga-bungaan, atau tanaman hias kecil.

Saran

Diharapkan dalam melakukan penelitian dengan System Informasi Geografis (SIG) menggunakan bantuan perangkat lunak seperti ARC VIEW harus didukung dengan Personal Computer (PC) spek tinggi. Penelitian penginderaan jauh dengan perencanaan tingkat perkotaan harus dibutuhkan citra yang detail dengan cakupan yang luas dan sumber yang memadai.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Budianto, E. 2002. System Informasi Geografis Menggunakan Arc View GIS. Penerbit Andi. Yogyakarta.

, E. 2005. Sistem Informasi Geografis Menggunakan Arc View GIS. Andi: Yogyakarta.

Howard, J. A. 1996. Penginderaan Jauh Untuk Sumber Daya Hutan Teori dan Aplikasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Iwan. 2005. Penghijaun Perkotaan dan Manfaatnya Bagi Lingkungan Kota. Bogor Jaya, N. S. 1997. Penginderaan Jauh Satelit Kehutanan. Edisi I. IPB Press. Bogor. Lillesand, T. M. dan Kiefer, R. W. 1990. Penginderaan Jauh Dan Interpretasi

Citra. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Lo, C. P. 1996. Terapan Pengideraan Jauh. University Indonesia. Jakarta. Nazaruddin. 1996. Penghijauan Kota. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2002. Tentang Dana Reboisasi.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 63 Tahun 2002. Tentang Hutan Kota.

Peraturan Menteri Kehutanan No. 03 Tahun 2004. Pedoman Pembuatan Tanaman Penghijauan Kota Gerakan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan. Bagian Keenam.

Purnomohadi, N. 2001. Pengelolaan RTH Kota dalam Tatanan Program BANGUN PRAJA Lingkungan Perkotaan yang Lestari di NKRI. Widyaiswara LH, Bidang Manajemen SDA dan Lingkungan. KLH.

Rijal, S. 2002. Inventarisasi Dan Evaluasi Kesesuaian Jenis Tanaman Dengan Bentuk Dan Tipe Hutan Kota. Universitas Hasanuddin Press.


(3)

Sutanto. 1999. Penginderaan Jauh. Gadjah Mada University Press: Bandung Sutanto. 1999. Penginderaan Jauh. Gadjah Mada University Press: Bandung

Wibowo, A, Djamaluddin, R. dan Hendarto, G. 1994 Remote Sensing And Geogrhapic Information System BPPT Agency For Assesment and Application of Technology. Jakarta.

Wikantiyoso, R. 2000. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Pada Perencanaan Dan Perancangan Perkotaan. Universitas Merdeka Press. Malang.

Wolf, P. R. 1993. Elemen Fotogrametri. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.


(4)

Lampiran 1.

JENIS TANAMAN POHON YANG COCOK UNTUK PENGHIJAUAN (a). Jenis – Jenis Tanaman Perdu

Gambar 1. Asoka Gambar 2. Bunga kertas


(5)

(b). Jenis Tanaman Pohon

Gambar 1. Angsana Gambar 2. Asam Keranji


(6)

Gambar 5. Tanjung Gambar 6. Mahoni