perempuan sehingga laki-laki hanya mendapatkan gambaran yang sedikit mengenai gambaran persepsi sebanyak 40 dibandingkan dengan perempuan
60. Jenis kelamin tidak langsung mempengaruhi persepsi seseorang tetapi
jenis kelamin mempengaruhi salah satu komponen dalam persepsi yaitu komponen afektif atau emosi. Mulyana 2001 mengatakan bahwa emosi
seseorang akan mempengaruhi persepsi seseorang. Laki-laki cenderung bisa mengendalikan emosinya dibandingkan dengan wanita.
2. Hubungan Usia dengan Persepsi
Hasil analisis menggunaka Chi square pada persepsi secara keseluruhan didapatkan p value 1,000, sedangkan pada persepsi kerentanan
didapatkan p value 0,152, pada persepsi keseriusan didapatkan p value 0,409, pada persepsi manfaat didapatkan p tabel 0,792, dan pada persepsi hambatan p
tabel 0,558 yang menunjukkan bahwa Ho diterima atau dapat dijelaskan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan persepsi masyarakat mengenai kerentanan,
keseriusan, manfaat dan hambatan. Hal tersebut tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Neiss, et all 2009 menyatakan bahwa orang dewasa tua memiliki
persepsi lebih positif dibandingkan dengan dewasa muda. Hasil penelitian mengenai hubungan usia dengan persepsi yang
dilakukan oleh Hayati, Sudiana dan Kristiawati tahun 2014 dengan 113 responden didapatkan bahwa faktor umur tidak berhubungan dengan persepsi
karena persepsi seseorang lebih ditentukan pada pengalaman hidup, observasi sehari-hari dan pengaruh orang disekitarnya. Penelitian tersebut didukung oleh
Suci 2011 di Makasar dengan 60 orang responden bahwa usia tidak berhubungan dengan persepsi sakit.
Tidak adanya hubungan antara usia dengan persepsi dimungkinkan karena faktor Frame of Experience yaitu pengalaman yang telah dialami oleh
individu Krech, 1962 dalam Rakhmat, 2011. Jika orang yang sudah familiar dengan suatu penyakit maka mereka akan memiliki persepsi yang baik terhadap
penyakit tersebut, karena seringnya terpapar pengetahuan atau informasi mengenai penyakit tersebut. Hal ini dibuktikan dengan walaupun responden
dengan usia remaja, namun mereka sudah terpapar dengan informasi mengenai filariasis sehingga memiliki persepsi positif terhadap kerentanan sebesar 81,0,
keseriusan 85,7, manfaat 71,4, dan hambatan 47,6.
3. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Persepsi
Hasil analisis menggunaka Chi square pada persepsi kerentanan didapatkan p value 0,678, pada persepsi keseriusan didapatkan p value 0,861,
pada persepsi manfaat didapatkan p value 0,472, dan pada persepsi hambatan p value 0,751 yang menunjukkan bahwa Ho diterima atau dapat dijelaskan bahwa
tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan persepsi masyarakat mengenai kerentanan, keseriusan, manfaat dan hambatan. Hasil tersebut berbeda
dengan penelitian yang dilakukan Kaleta et all, 2009 di Parague dengan sampel 1.056 tingkat pendidikan mempengaruhi persepsi kesehatan, karena dengan
pendidikan formal yang tinggi memberikan kemampuan untuk memahami sesuatu dengan lebih baik, sehingga membentuk persepsi yang lebih positif.
Penelitian Kaleta et all didukung oleh penelitian yang dilakukan Noviansyah, Kristiani, dan Dewi 2006 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
tingkaat pendidikan dengan persepsi seseorang dan terdapat perbedaan persepsi antara keempat jenjang pendidikan: tidak tamat SD, SD, SLTP maupun SLTA
sederajat.