Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Masyarakat Mengenai Filariasis di RW 03 Desa Cimanggis

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep)

OLEH:

HANIFAH MUFIDATI NIM 1112104000025

PROGRAM STUDI ILMU KEPRAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2016 M/1437 H


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

vi

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES SCHOOL OF NURSING

SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF

JAKARTA

Undergraduate Thesis, Juni 2016

Hanifah Mufidati, NIM 1112104000025

Factors Related to the Public Perception of The Filariasis in RW 03, Village Cimanggis

xx + 85 pages + 17 tables + 2 schemes + 2 figures + 4 attachements

ABSTRACK

The succes of prevention programs Filariasis with mass treatment is to give Diethilcarbamazyne combinate with albendazole once a year at least 5 years

still low. This condition can be caused by a negative public perception, so it’s

important to explore deeper into the public’s. The purpose of the study to determine the factors releted to the public perception of the susceptibility, severity, benefits and barriers Filariasis disease. This research is a quantitative analysis design with cross sectional approch. Samples were 90 residents in RW 03, Village Cimanggis. The sampling technique using the proportionate clustering sampling. Data analysis using Chi Square. The results showed that there was no

relationship between gender, age, and education level with the people’s perception

and susceptible perception Filariasis, severity, benefits and barriers. Knowledge shows their relationship by the public perception with a P value of 0,018 (P<0,005) with OR of 3.249 and show relationship of knowledge to the perception of the severity of the produce P value of 0,002 (P<0,05) with OR 5.667. Researchers suggested that the health center personnel to optimize the role of nurse as health educators to provide information in prevention program filariasis.

Keyword : Filariasis, perception References : 73 (years 1948-2016)


(7)

vii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN

Skripsi, Juni 2016

Hanifah Mufidati, NIM 1112104000025

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Masyarakat Mengenai Filariasis di RW 03 Desa Cimanggis

xx + 85 halaman + 18 tabel + 2 bagan + 2 gambar + 4 lampiran

ABSTRAK

Keberhasilan program pencegahan filariasis dengan pengobatan masal yaitu memberikan Diethilcarbamazyne yang dikombinasi dengan albendazol sekali setahun minimal 5 tahun masih rendah. Kondisi ini bisa diakibatkan oleh persepsi masyarakat yang negatif, sehingga penting untuk digali lebih dalam mengenai persepsi masyarakat mengenai filariasis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap kerentanan, keseriusan, manfaat dan hambatan penyakit filariasis. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah Sampel penelitian 90 warga di RW 03 Desa Cimanggis. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan proportionate clustering sampling. Teknik analisa data menggunakan Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan dengan persepsi masyarakat mengenai filariasis maupun persepsi kerentanan, keseriusan, manfaat dan hambatan. Pengetahuan menunjukkan adanya hubungan dengan persepsi masyarakat dengan P value sebesar 0,018 (P<0,05) dengan nilai OR sebesar 3,249 dan menunjukkan adanya hubungan pengetahuan dengan persepsi keseriusan yang menghasilkan P value sebesar 0,002 (P<0,05) dengan nilai OR 5,667. Peneliti menyarankan agar petugas puskesmas untuk mengoptimalkan peran perawat sebagai health educator untuk memberikan informasi dalam program pencegahan filariasis.

Kata kunci : Filariasis, Persepsi Referensi :73 (tahun 1948-2016)


(8)

viii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hanifah Mufidati

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 21 Mei 1994

Agama : Islam

Status : Belum menikah

Alamat : Jln Pajang III RT 09/RW 14 Blok AH No. 09 Pabuaran, Bojonggede, Bogor.

Telepon : 085715368488

E-mail : hanifahmufidati08@gmail.com Riwayat Pendidikan :

1. TK Harapan (1999-2000)

2. SD Negeri 03 Pabuaran (2000-2006) 3. SMP Negeri 2 Cibinong (2006-2009)

4. SMA Negeri 6 Depok (2009-2012)

5. S1 Keperawatan UIN Sayarif Hidayatullah Jakarta (2012-Sekarang)

Riwayat Organisasi :

1. Paskibra SMAN 6 Depok 2. BEM PSIK


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, kekuatan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Masyarakat Mengenai Filariasis Di RW 03 Desa Cimanggis” yang disusun dan diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami kendala namun berkat bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Dengan ini penulis ingin mengucapkan ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar – besarnya penulis sampaikan kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. H., Arif Sumantri, S.KM., M.Kesselaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc, selaku ketua program Studi dan Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehata UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(10)

x

4. Ibu Ita Yuanita,S.Kp, M.Kep dan Ibu Uswatun Khasanah, S.Kep.,MNS selaku dosen pembimbing, terimakasih sebesar-besarnya untuk beliau yang telah meluangkan waktu, tenaga, arahan serta kesabaran selama membimbing penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu dan pengetahuan serta pengalamannya selama penulis mengikuti perkulihan.

6. Seluruh staf dan karyawan Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Kedua orang tua saya tercinta Bapak Daliman S.pd dan Ibu Sri Martanti S.pd yang tidak pernah lelah untuk memberikan dukungan baik moril, material, kasih sayang dan selalu mendoakan penulis dalam proses menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa, kakak ku Damar Ihsan Zhafari yang telah memberikan semangat.

8. Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor khususnya Dr. Intan selaku Kepala Bidang Filariasis yang telah membantu saya dalam mengumpulkan data. 9. Masyarakat RW 03 Desa Cimanggis khususnya bapak ketua RT dan RW

yang telah membantu saya dalam mengumpulkan data penduduk.

10. Teman–teman satu bimbingan (Lulu dan Ria) dan sahabatku Devi, Ulfah, Ica, Ani, Ikrima dan Allaily yang telah bersama–sama untuk saling

mendukung, memotivasi dan mendo’akan dikala penulis telah lelah untuk


(11)

xi

11.Seluruh angkatan 2012 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih karena telah saling mengingatkan, mendoakan dan menjadi penyemangat untuk berjuang menggapai semua impian.

Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi inimasih jauh dari kata sempurna. Karena itu, penulias memohon sarandan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaanmya dan semoga apa yang telah penulis peroleh selama pendidikan dapat bermanfaat dan diamalkan dengan baik. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Ciputat, Juni 2016


(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Lembar Pernyataan... ii

Pernyataan Persetujuan ... iii

Lembar Pengesehan ... iv

Lembar Pengesahan ... v

Abstrack ... vi

Abstrak ... vii

Daftar Riwayat Hidup ... viii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Isi... xii

Daftar Singkatan... xv

Daftar Bagan ... xvi

Daftar Gambar ... xvii

Daftar Tabel ... xviii

Daftar Lampiran ... xx

BAB IPENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Pertanyaan Penelitian ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 9

F. Ruang Lingkup Penelitian... 10

BAB IILANDASAN TEORI ... 11

A. Persepsi ... 11

B. Filariasis ... 21


(13)

xiii

BAB IIIKERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 37

A. Kerangka konsep ... 37

B. Hipotesis ... 38

C. Definisi Operasional ... 40

BAB IVMETODELOGI PENELITIAN ... 43

A. Desain Penelitian ... 43

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

C. Populasi dan Sampel ... 44

D. Instrumen Penelitian ... 47

E. Pengujian Instrumen ... 52

1. Uji validitas... 52

2. Uji Reliabilitas ... 53

D. Metode Pengumpulan Data ... 54

E. Pengolahan Data ... 56

1. Editing ... 56

2. Coding ... 56

3. Data entry ... 56

4. Cleaning... 56

F. Teknik Analisa Data ... 57

1. Analisa Univariat ... 57

2. Analisa Bivariat... 57

G. Etika Penelitian ... 58

1. Lembar persetujuan (Informed consent) ... 58

2. Tanpa nama (Anonymity) ... 59


(14)

xiv

BAB VHASIL PENELITIAN ... 60

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 60

B. Karakteristik Responden ... 61

C. Pengetahuan Responden ... 62

D. Persepsi Responden ... 62

E. Perilaku Minum Obat ... 63

F. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi ... 64

G. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Kerentanan, Keseriusan, Manfaat dan Hambatan ... 67

BAB VIPEMBAHASAN ... 75

A. Karakteristik Responden ... 75

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 75

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 76

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 76

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 77

B. Pengetahuan Responden ... 77

C. Persepsi Masyarakat... 78

E. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi ... 81

1. Hubungan Jenis kelamin dengan Persepsi ... 81

2. Hungan Usia dengan Persepsi ... 82

3. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Persepsi ... 83

4. Hubungan Pengetahuan dengan Persepsi ... 84

F. Keterbatasan Peneliti ... 86

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(15)

xv

DAFTAR SINGKATAN

CDC : Center for Disease Control and Prevention DEC : Diethylcarbamazine Citrate

POMP : Pemberian Obat Masal Pencegahan RI : Republik Indonesia

SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama SMA : Sekolah Menengah Atas UPF : Unit Pelayanan Fungsional WHO : World Health Organization


(16)

xvi

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan 2. 1 Kerangka Teori36


(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2. 1 Proses pembentukan persepsi15


(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 40

Tabel 4.1 Jumalah Masyarakat RW 03 Desa CimanggisKecamatanBojong gede

2016 44 Tabel 4.2 Kisi-kisi Kuesioner Penelitian 49

Tabel 4.3 Bobot Nilai 51

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Tingkat Pendidikan, dan Suku Bangsa 61 Tabel 5. 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan62

Tabel 5. 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Persepsi 62

Tabel 5. 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Persepsi Kerentanan, Keseriusan, Manfaat, dan Hambatan 63

Tabel 5. 5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Perilaku Minum Obat 63

Tabel 5. 6 Hubungan Jenis Kelamin dengan Persepsi 64

Tabel 5. 7 Hubungan Usia dengan Persepsi 64

Tabel 5. 8 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Persepsi65

Tabel 5. 9 Hubungan Pengetahuan dengan Persepsi 65

Tabel 5.10Hubungan Jenis Kelamin dengan Persepsi Kerentanan, Keseriusan, Manfaat, dan Hambatan 67

Tabel 5.11 Hubungan Usia dengan Persepsi Kerentanan, Keseriusan, Manfaat,


(19)

xix

Halaman Tabel 5.12Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Persepsi Kerentanan,

Keseriusan, Manfaat, dan Hambatan 71

Tabel 5.13 Hubungan Pengetahuan dengan Persepsi Kerentanan, Keseriusan, Manfaat, dan Hambatan73


(20)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

Lampiran 2 Pedoman Wawancara Studi Pendahuluan Lampiran 3 Hasil Olah SPSS


(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi–tingginya. Salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan 2030 atau

Sustainable Development Goals (SDGs) adalah menjamin kehidupan yang

sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia (Kementrian Kesehatan RI, 2015).Terwujudnya keberhasilan pembangunan kesehatan perlu adanya dukungan dari berbagai pihak baik pemerintah, swasta maupun masyarakat itu sendiri. Salah satu upaya untuk pembangunan kesehatan yaitu dengan cara peningkatan upaya kesehatan melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (Permenkes No 82, 2014). Pencegahan penyakit menular dilakukan dengan tujuan untuk memutus mata rantai penularan, perlindungan spesifik, pengendalian faktor risiko, perbaikin gizi masyarakat dan upaya lain sesuai dengan ancaman penyakit menular sehingga tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat (Noerjoedianto, Ekawaty, dan Herwansyah, 2013).

Penyakit filariasis merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yangdapat menimbulkan kesakitan dan kecacatan yang tinggi. Filariasis ini termasuk neglected disease yaitu penyakit yang terabaikan dan di Indonesia belum sepenuhnya berhasil dikendalikan.Penyakit filariasis dapat tersebar


(22)

luas di pedesaan dan perkotaan dan menyerang semua golongan tanpa mengenal usia dan jenis kelamin (KemenkesRI, 2013). Menurut dataWorld

Health Organization(WHO) tahun 2016 sejauh ini lebih dari 120 juta orang

terinfeksi filariasis dengan sekitar 40 juta mengalami cacat dan lumpuh. Sedangkan sebanyak 1,23 miliar orang yang tersebar di 58 negara beresiko terinfeksi filariasis. Sekitar 80% dari orang-orang tersebut tinggal di 10 negara yaitu Bangladesh, Pantai Gading, Republik Demokratik Kongo, India, Indonesia, Myanmar, Nigeria, Nepal, Filipina dan Republik Tanzania.

Di Indonesia filariasis tersebar luas hampir di seluruh provinsi. Rata rata prevalensi microfilaria di Indonesia tahun 2014 adalah 4,7% (KemenkesRI,2015).Hal ini berarti tingkat penularan penyakit filariasis di Indonesia masih tinggi. Di Indonesia lebih dari 100 juta orang beresiko untuk terinfeksi filariasis, sehingga menjadikan Indonesia dengan populasi yang beresiko terinfeksi filariasis terbesar kedua setelah negara India (Naito, 2015). Menurut hasil penelitiandi Indonesia dari tahun 2012 hingga tahun 2014 kejadian filariasis mengalami peningkatan. Secara berturut–turut angka penderita filariasis sebesar 11.903 kasus, 12.714 kasus dan 14.932 kasus. Provinsi Aceh, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Papua dan Jawa Barat adalah lima provinsi dengan kasus klinis tertinggi (Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2015).

Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Barat dengan masalah filariasis limfatik. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor mengatakan, hingga tahun 2015 di Kabupaten Bogor telah ditemukan 55 kasus penyakit filariasis yang tersebar di 22 kecamatan. Kasus ini berasal dari


(23)

wilayah Kecamatan Rumpin, Gunung Sindur, Sukamakmur, Cisarua, Tenjo, Ciomas, Parungpanjang, Sentul, Bojonggede, Tenjolaya, Dramaga, Citeureup, Parung, Jasinga, Cijeruk, Cibungbulang, Ciawi, Sukaraja, Jonggol, Tajurhalang dan Cibinong. Hasil pemeriksaan croos check sampel filariasis di Kabupaten Bogor menunjukkan Mikrofilaria rate 1,92 % sehingga ditetapkan Kabupaten Bogor sebagai daerah endemis filariasis. Kecamatan Bojonggede sendiri tercatat sebanyak 14,5 % penderita filariasis dan merupakan kecamatan dengan kasus filariasis terbanyak dibandingkan dengan kecamatan yang lain (PojokJabar, 2015). Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (2015) Desa Cimanggis RW 03 merupakan desa yang berada di kecamatan Bojonggede dengan angka filariasis terbanyak yaitu 25 % dari jumlah penderita filariasis di Kecamatan Bojonggede.

Penyakit filariasis tidak langsung menyebabkan kematian tetapi diakaui sebagai penyebab kedua kecacatan jangka panjang di seluruh dunia dan permanen yang berdampak pada masalah psikososial dan ekonomi yang serius (Center for Disease Control and Prevention, 2014). Filariasis disebabkan oleh parasit berupa cacing filaria dan ditularkan melalui gigitan nyamuk. Filariasis ini menginfeksi jaringan limfe (getah bening) yang dapat mengakibatkan pembengkakan di kaki, tungkai, payudara, lengan dan organ genetal. Dampak fisik filariasis dapat menyebabkan penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan kehidupannya bergantung pada orang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat bahkan negara (Depkes, 2009). Selain gangguan fisik, cacat akibat manifestasi kronis sering memberikan


(24)

gambaran yang menakutkan sehingga dianggap memalukan dan menghalangi peran penderita di masyarakat (WHO, 2013).

Untuk menekan angka kejadian filariasis penanggulangan dan eliminasi penyakit filariasis telah menjadi pusat perhatian dan merupakan salah satu program pengendalian penyakit menular yang harus terus diupayakan secara lebih sistematis dan berkelanjutan. Pada tahun 2000 WHO telah meluncurkan

“The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by the Year 2020”. Indonesia sepakat dengan ikut serta dalam program eliminasi filariasis.

Program eliminasi filariasis terdiri dari dua pilar yaitu dengan penatalaksanaan kasus dan pemutusan rantai penularan melalui pengobatan masal. Penatalaksanaan kasus dilakukan dengan berbasis perawatan mandiri dan rumah sakit, sedangkan untuk pengobatan masal dilakukan dengan memberikan DEC yang dikombinasikan dengan albendazole sekali setahun minimal 5 tahun (DitJen PP dan PL, 2010). Program eliminasi filariasis untuk pertamakali telah dilaksanakan di Kabupaten Bogor termasuk di Desa Cimanggis pada bulan Oktober 2015 yaitu dengan minum obat pencegahan penyakit filariasis secara serentak. Dari tiga desa yang termasuk dalam wilayah kerja UPF Puskesmas Kemuning, desa cimanggis adalah desa dengan pencapaian terendah dalam pelaksanaan POPM sebesar 83,9 % dari penduduk minum obat yang sesuai dengan pendataan.

Seseorang untuk ikut melaksanakan program kesehatan yang dalam penelitian ini adalah program eliminasi filariasis dipengaruhi oleh persepsi


(25)

masyarakat. Persepsi membentuk pandangan seseorang terhadap suatu kejadian. Pandangan individu ini memotivasi seseorang untuk bersikap dan bertindak dalam sebagain besar aktivitas hidupnya. Adanya Persepsi masyarakat yang salah terhadap suatu penyakit dapat menyebabkan program kesehatan akan berjalan kurang intensif, tidak konsisten dan tidak berkelanjutan. Masih adanya Persepsi masyarakat yang salah mengenai penyakit filariasis dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Santoso, et all(2014) sebagian masyarakat yang tidak mengetahui penyebab Filariasis memiliki persepsi bahwa filariasis bukan penyakit menular melainakan karena keturunan, sehingga bila tidak ada anggota keluarga yang terkena filariasis maka mereka beranggapan bahwa tidak mungkin akan terkena filariasis. Pemahaman masyarakat terhadap suatu penyakit berbeda–beda antara kelompok masyarakat.

Studi pendahuluan telah dilakukan peneliti terhadap warga di RW 03 Desa Cimanggis mengenai persepsi mereka terhadap penyakit Filariasis. Studi pendahuluan dilakukan dengan metidewawancara pada 10 orang warga. 6 dari 10 warga mengatakan mereka tidak meminumobat pencegahan filariasis karena takut dengan efek samping obat tersebut. Sedangkan 4 dari 10 mengatakan filarisis adalah bengkak pada daerah kaki dan lengan, filariasis disebabkan oleh nyamuk, mereka mengatakan rentan terkena filariasis karena lingkungan terdapat pohon–pohon yang rimbun dan got bergenang dan filariasis termasuk penyakit yang serius. 1 orang mengatakan karena kualat terhadap orang dan menginjak beras dan 5 orang mengatakan tidak tahu penyabeb filariasis, filariasis hanya bengkak pada daerah kaki, tidak tahu bagaimana penularannya,


(26)

penularan melalui kontak langsung dengan penderita, mereka mengatakan tidak rentan terkena filariasis karena belum pernah melihat penderita filariasis.

Dari hasil studi pendahuluan dapat dilihat bahwa persepsi individu berbeda–beda, hal tersebut sejalan dengan teori Notoatmodjo (2007) yang mengungkapkan bahwa persepsi masyarakat dapat berbeda pada tiap kelompok masyarakat. Menurut (Becker, 1974 dalam Noorkasiani, 2009) persepsi yang berbeda di pengaruhi oleh faktor demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan), faktor sosiopsikologis, faktor struktural (pengetahuan, pengalaman terhadap suatu penyakit). Adanya persepsi yang berbeda–beda di RW 03 Desa Cimanggis membuat peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai Faktor- faktor yang berhubungan dengan persepsi di RW 03 Desa Cimanggis.

B. Rumusan Masalah

Desa Cimanggis RW 03 termasuk kedalam wilayah Kecamatan Bojonggede dengan penderita filariasis terbanyak sebesar 25% dari jumlah penderita yang berada di Desa Cimanggis. Kecamatan Bojonggede sudah menjalankan program Eliminasi Filariasis untuk menekan angka kejadian filariasis. Berjalannya program–program tersebut dengan optimal perlu adanya dukungan dari berbagai pihak salah satunya dari partisipasi masyarakat itu sendiri. Partisipasi masyarakat terhadap suatu program kesehatan dipengaruhi oleh persepsi masyarakat terhadap suatu penyakit (Becker, 1974 dalam Noorkasiani, 2009).

Hasil Penelitian yang dilakukan Santhi (2012) di Depok mengenai Kepatuhan Minum Obat Filariasisi pada Pengobatan Masal Berdasarkan Teori


(27)

Health Belief Model di Kelurahan Limo Depok Tahun 2011 menunjukkan bahawa persepsi memperngaruhi perilaku seseorang dalam minum obat filariasis. Peneliti memilih judul Faktor–faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat mengenai filariasis di RW 03 Desa Cimanggis belum pernah diadakan penelitian terkait judul tersebut. Persepsi masyarakat mengenai filariasis merupakan hal yang penting dalam pengendalian penyakit filariasis. Persepsi yang salah mengenai filariasis akan menghambat pengendalian filariasis. Penelitian ini dilakukan agar didapatkan faktor yang dominan yang berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap filariasis.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran karakteristik masyarakat di RW 03 Desa Cimanggis ?

2. Bagaimana gambaran pengetahuan masyarakat di RW 03 Desa Cimanggis mengenai filariasis ?

3. Bagaimana gambaran perilaku masyarakat minum obat pencegahan filariasis di RW 03 Desa Cimanggis ?

4. Bagaimana gambaran persepsi masyarakat mengenai penyakit filariasis ? 5. Apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat

mengenai penyakit filariasis ?

6. Apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat mengenai kerentanan terhadap penyakit filariasis ?

7. Apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat mengenai keseriusan terhadap penyakit filariasis ?


(28)

8. Apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat mengenai manfaat minum obat pencegahan filariasis ?

9. Apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat mengenai hambatan untuk minum obat pencegahan filariasis ?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat RW 03 Desa Cimanggis mengenai filariasis.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran karakteristik masyrakat RW 03 Desa Cimanggis.

b. Mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat mengenai filariasis di RW 03 Desa Cimanggis.

c. Mengetahui gambaran perilaku masyarakat minum obat pencegahan filariasis di RW 03 Desa Cimanggis.

d. Mengetahui gambaran persepsi masyarakat mengenai filariasis di RW 03 Desa Cimanggis.

e. Mengetahui gambaran persepsi kerentanan, keseriusan penyakit filariasis, manfaat, dan hambatan untuk minum obat pencegahan filariasis diRW 03 Desa Cimanggis.

f. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi kerentanan masyarakat mengenai penyakit filariasis di Rw 03 Desa Cimanggis.


(29)

g. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi keseriusan masyarakat mengenai penyakit filariasis di Rw 03 Desa Cimanggis.

h. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat mengenai manfaat untuk minum obat pencegahan filariasis di Rw 03 Desa Cimanggis.

i. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat mengenai hambatan untuk minum obat pencegahan filariasis di Rw 03 Desa Cimanggis.

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat memberikan pengalaman dan gambaran mengenai persepsi masyarakat tentang penyakit filariasis dan faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat serta dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya.

2. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan keperawatan komunitas dan keperawatan medikal bedah serta dapat dijadikan acuan untuk melakukan pengabdian masyarakat dan dapat memasukkan penyakit filariasis ke dalam kurikulum pembelajaran.

3. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai persepsi masyarakat dan faktor–faktor yang berhubungan dengan persepsi


(30)

masyarakat mengenai filariasis yang dapat meningkatkan strategi promosi kesehatan guna mensukseskan program eliminasi filariasis.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penalitian ini bersifat analitik, dengan tujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang berhubungan dengan persepsi masyarakat mengenai penyakit filariasis. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu angket atau kuesioner. Lokasi penelitian ini berada di RW 03 Desa Cimanggis kecamatan Bojonggede pada bulan Maret-April tahun 2016.


(31)

11 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Persepsi

1. Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan suatu objek yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian individu memberi perhatian, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi. Persepsi individu dapat menyadari dan mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang hal yang ada dalam diri individu yang bersangkutan (Sunaryo, 2013). Hal yang sejalan juga diungkapkanThoha (2002)dalam buku Wijayaningsih (2014) persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami setiap informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, perasaan dan penciuman.

Persepsi adalah tindak lanjut dari sensasi, tidak ada persepsi tanpa sensasi, karena pada dasarnya persepsi adalah pemberian makna pada stimulus yang ditangkap oleh alat-alat indera. Persepsi sangat bergantung pada faktor personal dan situasional (faktor fungsional dan struktural). Persepsi membantu manusia untuk bertindak dan memahami lingkungannya, karena persepsi adalah proses akhir dalam suatu rangkaian peristiwa yang saling terkait (Hude, 2006). Wade dan Tavris


(32)

(2008) berpendapat bahwa persepsi adalah proses dimana impuls-impuls sensorik diatur dan diterjemahkan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses pemberian makna atau arti dari sebuah stimulus atau rangsangan yang berupa informasi, peristiwa atau objek yang berasal dari lingkungan sekitar.

2. Macam–macam Persepsi

Menurut Sunaryo (2013) persepsi terdiri dari dua macam, yaitu :

a. External perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya

rangsangan yang datang dari luar diri individu.

b. Self-perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsng

yang berasal dari dalam individu. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah dirinya sendiri.

Mulyana(2001) dalam buku Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar mengemukakan bahwa pada dasarnya persepsi manusia terbagi menjadi yakni :

a. Persepsi terhadap objek lingkungan fisik

Persepsi tiap orang dalam menilai suatu objek atau lingkungan fisik seseorang dapat melakukan kekeliruan, sebab terkadang indera seseorang menipu diri orang tersebut. Hal tersebut disebabkan karena :

1) Kondisi yang mempengaruhi pandangan seseorang seperti keadaan cuaca yang membuat fatamorgana, pembiasan


(33)

cahaya seperti dalam peristiwa ketika seseorang melihat bahwa tongkat yang dimasukkan ke dalam air akan terlihat bengkok padahal sebenarnya tongkat tersebut berposisi lurus. Hai inilah yang biasa disebut dengan ilusi.

2) Latar belakang pengalaman yang berbeda antara seseorang dengan orang lain

3) Budaya yang berbeda

4) Suasana psikologis yang berbeda juga dapat menimbulkan perbedaan persepsi seseorang dengan orang lain didalam mempersepsikan suatu objek

b. Persepsi terhadap manusia atau persepsi sosial

Persepsi sosial adalah proses menangkap arti objek–objek sosial dan kejadian yang dialami seseorang didalam lingkungan orang tersebut. Persepsi sosial dikatakan lebih sulit dan kompleks karena :

1) Manusia bersikap dinamis oleh karena itu persepsi terhadap manusia dapat berubah dari waktu ke waktu dan lebih cepat dari pada persepsi terhadap objek.

2) Persepsi sosial tidak hanya menanggapi sifat–sifat yang tampak dari luar, namun juga sifat–sifat ataupun alasan–alasan internalnya.

3) Persepsi sosial bersifat interaktif karena pada saat seseorang mempersepsikan orang lain, maka orang lain tersebut tidak diam saja melainkan turut mempersepsikan orang tersebut.


(34)

3. Syarat dan Proses Pembentukan Persepsi

Menurut Sunaryo (2013) dengan adanya persepsi, individu dapat menyadari dan memahami keadaan lingkungan sekitar mereka, serta dapat menyadari dan memahami keadaan diri yang bersangkutan (self

perception). Persepsi terjadi melalui proses yang didahului dengan

pengindraan. Pertama, stimulus diterima oleh reseptor, kemudian diteruskan ke otak atau pusat saraf yang diorganisasikan, dan diintepretasikan sebagai proses psikologis. Akhirnya, individu menyadari tentang apa yang dilihat dan didengar. Terdapat beberapa syarat terjadinya, persepsi yaitu :

a. Adanya objek. Objek berperan sebagai stimulus, sedangkan pancaindra berperan sebagai reseptor

b. Adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan persepsi

c. Adanya pancaindra sebagai reseptor penerima stimulus

d. Saraf sensorik sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak (pusat saraf atau pusat kesadaran). Kemudian, dari otak dibawa melalui saraf motorik sebagai alat untuk mengadakan respons.

Persepsi terjadi melalui tiga proses yaitu proses fisik, proses fisiologis dan proses psikologis. Proses fisik terjadi melalui kealaman, yakni objek diberikan stimulus, kemudian diterima oleh reseptor atau pancaindra. Sementara itu, proses fisiologis terjadi melalui stimulus yang dihantarkan ke saraf sensorik lalu disampaikan ke otak. Terakhir, proses psikologis merupakan proses yang terjadi pada otak sehingga individu


(35)

menyadari stimulus yang diterima. Jadi, ketiga syarat tersebut sangat diperlukan demi tercapainya suatu persepsi yang baik.

Menurut Damayanti (2000) dalam Oktaviana (2015) menggambarkan proses pembentukan persepsi terdapat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2. 1 Proses pembentukan persepsi Sumber : Damayanti (2000) dalam Oktaviana (2015)

Proses pembentukan persepsi dimulai dengan penerimaan rangsangan dari berbagai sumber melalui panca indera yang dimiliki, setelah itu diberikan respon sesui dengan penilaian dan pemberian arti terhadap rangsangan lain. Setelah diterima rangsangan atau data yang ada diseleksi. Untuk menghemat perhatian yang digunakan rangsangan– rangsangan yang telah diterima diseleksi lagi untuk diproses pada tahapan yang lebih lanjut. Setelah diseleksi rangsangan diorganisasikan berdasrkan bentuk sesui dengan rangsangan yang telah diterima. Setelah data atau rangsangan tersebut berhasil ditafsirkan. Persepsi seseorang tidak timbul

Rangsangan/Sensasi Seleksi Input Proses pengorganisasian

Pengalaman

Intepretasi Lingkungan

Proses Belajar Persepsi


(36)

dengan sendirinya, tetapi melalui proses dan faktor–faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang. Hal inilah yang menyebabkan setiap orang memiliki interpretasi berbeda, walaupun apa yang dilihatnya sama, belum tentu persepsi seseorang tersebut sama tergantung dengan pengalaman serta proses belajar yang didapat selama menerima proses rangsangan dari lingkungan.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Krech dan Crutchfield faktor – faktor yang mempengaruhi persepsi adalah :

1) Faktor Fungsional

Faktor fungsional adalah faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal–hal yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor–faktor personal. Faktor personalterdiri dari usia, jenis kelamin, kebutuhan, pengetahuan. Faktor-faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi disebut kerangka rujukan (frame of reference). Para psikolog menerapkan konsep ini untuk menjelaskan persepsi sosial. Latar belakang pendidikan dan pengalaman memudahkan memahammi pengertian atau istilah-istilah yang sesuai dengan latar belakang dan pengalamannya.

2) Faktor Struktural

Faktor struktural adalah faktor-fator pendorong semata-mata dari sifat stimulasi fisik dan efek alami yang timbul dari sistem saraf individu.Menurut teori Gestalt, jika seseorang


(37)

mempersepsikan sesuatu, maka orang tersebut akan mempersepsikannya sebagai sesuatu keseluruhan, seseorang tidak melihat bagian–bagiannya lalu menghimpunnya. Jika ingin memahami suatu peristiwa, kita harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan. Untuk memahami sesorang, kita harus melihatnya dalam konteksnya, dalam lingkungannya, dalam masalah yang dihadapinya.Sesuai dengan prinsip ini Krech dan Crutcfield melahirkan dalil persepsi yang kedua:

―Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti‖. Individu mengorganisasikan stimuli dengan melihat

konteksnya. Dalam hubungan dengan konteks, Krech dan Crutchfield menyebutkan dalil persepsi yang ketiga: ―Sifat– sifat perseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan‖. Menurut dalil ini, jika individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan ditentukan oleh keanggotaan kelompoknya, dengan efek yang berupa asimilasi atau kontras.

Krech dan Crutchfield menyebutkan dalil yang keempat yaitu objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai struktur yang sama.


(38)

Menurut teori Health Belief Modelfaktor yang berhubungan dengan persepsi mengenai kerentanan, keseriusan, manfaat, dan hambatan adalah faktor pemodifikasi yang terdiri dari variabel :

1) Variabel Demografi

Varibel demografi terdiri dari usia, jenis kelamin, ras, dan pendidikan.

2) Variabel Sosiopsikologis

Varibel pada sosiopsikologis terdiri dari kepribadian, kelas sosial, tekanan dari kawan sebaya.

3) Variabel Struktural

Variabel struktural terdiri dari pengetahuan dan kontak sebelumnya dengan penyakit.

5. Persepsi dalam Health Belief Model

Health Belief Model merupakan model psikologis yang mencoba untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku kesehatan dengan berfokus pada sikap dan keyakinan individu. Teori Health Belief Model dikembangkan sejak tahuan 1950 oleh kelompok ahli psikologi sosial untuk mengkaji alasan sesorang tidak berpartisipasi dalam program skrining kesehatan (Rosenstock, 1974). Model ini dimodifikasi oleh Becker (1974) untuk menangani permasalahan kepatuhan pada program pengobatan terapeutik.Pada teori Health Belief Model terdiri dari tiga komponen yang saling berinteraksi. Komponen tersebut terdiri dari persepsi individu, faktor pemodifikasi dan kemungkinan tindakan. Masing–masing komponen dibagi menjadi subkomponen. Lima komponen


(39)

health belief model yang menentukan munculnya perilaku menurut Becker dalam Bastable (2002) :

a. Persepsi tentang kerentanan (Perceived Susceptibility)

Gagasan ini mengacu kepada suatu persepsi subjektif dari penurunan kondisi kesehatan. Dalam konteks Health Belief Model kerentanan individu diartikan sebagai pendapat individu tentang bagaimana kemungkinan perilaku mereka mengambil bagian dalam menghasilkan kesehatan yang negatif. Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan terhadap penyakit tersebut. Suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul apabila seseorang telah merasakan ia atau keluarganya rentan terhadap penyakit tertentu. b. Persepsi tentang keparahan (Perceived Severity)

Pandangan individu bahwa semakin berat suatu penyakit, maka individu akan mempersepsikan sebagai sesuatu hal yang mengancam yang harus dihadapi dan melakukan tindakan pencegahan. Dimensi ini mencankup evaluasi dari konsekuensi medis / klinik (seperti kematian, kecacatan, dan kesakitan) dan konsekuensi sosial (misalnya, dampak kondisi pada pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial). Contoh dalam kasus perokok, kanker paru-paru merupakan penyebab utama kematian di Amerika. Seorang perokok mungkin tidak mengerti betapa sulitnya kanker paaru-paru dapat dideteksi dan sulit untuk mengobatinya. Mereka juga mungkin tidak tahu bagaimana menyakitkan dan penyakit tersebut dapat bertahan


(40)

lama di kehidupan. Health belief model berusaha untuk meningkatkan mengenai bagaimana persepsi keseriusan penyakit dapat mempengaruhi perilaku dalam tujuan meningkatkan kualitas hidup seseorang (Burke, 2013).

c. Persepsi tentang manfaat (Perceived Benefits)

Persepsi mengenai manfaat yang dirasakan apabila mengambil tindakan terhadap gejala yang dirasakan untuk mengurangi ancaman. Individu merasa dirinya sangat rentan terhadap serangan penyakit–penyakit tertentu dan tindakan yang dilakukan tergantung pada manfaat yang akan dirasakan nantinya.

d. Persepsi tentang hambatan (Perceived barriers)

Hambatan yang dirasakan adalah aspek negatif dari suatu tindakan kesehatan yang menghalanginya untuk dapat melakukan tindakan tersebut (Anies, 2006). Hambatan untuk bertindak dapat berupa keadaan yang tidak menyenangkan atau rasa sakit yang ditimbulkan saat mendapatkan pengobatan, disamping itu hambatan dapat berupa biaya, baik bersifat monetary cost (biaya pengobatan) maupun time cost (waktu menunggu diruang tunggu, waktu yang digunakan selama perawatan, dan waktu yang digunakan ke tempat pelayanan kesehatan).


(41)

Faktor pencetus (cues to action) dapat datang dari dalam diri individu (munculnya gejala–gejala penyakit itu) ataupun dari luar (nasihat orang lain, kampanye kesehatan, terserang seorang teman atau anggota keluarga oleh penyakit yang sama, dan sebagainya).

Seseorang yang memiliki motivasi yang rendah untuk bertindak (misalnya yang tidak percaya bahwa dirinya akan terserang penyakit itu, yang menganggap remeh akibat dari penyakit tersebut atau yang takut menerima pengobatan) diperlukan rangsangan yang lebih intensif untuk mencetuskan respons yang diinginkan, sebab bagi kelompok semacam ini penghayatan subjektif terhadap hambatan/resiko negatif dari pengobatan penyakitnya, jauh lebih kuat daripada gejala objektif dari penyakit itu ataupun pandangan/saran profesional petugas kesehatan. Tetapi bagi mereka yang sudah termotivasi untuk bertindak, maka rangsangan sedikit saja sudah cukup untuk menimbulkan respons tersebut (Alhamda, 2014).

B. Filariasis

1. Pengertian Filariasis

Filariasis adalah suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria yang cacing dewasanya hidup dalam kelenjar limfe dan darah manusia,ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk secara biologik, penyakit ini bersifat kronis dan bula tidak mendapatkan pengobatan akan menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki (elephantiatis/ kaki gajah), pembesaran lengan, payudara dan alat kelamin wanita maupun laki-laki (Zulkoni, 2011). Hal yang serupa juga dikemukakan oleh World


(42)

Health Organization (WHO)tahun 2015, filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filarial yang ditularkan oleh berbagai jenis (spesies) nyamuk dan dapat mengakibatkan perubahan pada sistem limfatik dan pembesaran abnormal pada bagian tubuh, menyebabkan rasa sakit, kecacatan dan stigma sosial. Di Indonesia kasus filaria menyerang sekitar 10 juta penduduk terutama di daerah pedesaan (Muslim, 2009). Hal yang sejalan juga dikemukan oleh Rajan (2009) filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit nematoda dari genus Wuchereria dan Brugia. Hal ini terjadi terutama di negara– negara tropis dunia.

Penyakit filariasis terdiri dari dua jenis, yaitu filarisis kelenjar limfe dan filariasis kulit dan jaringan. Penyakit yang terjadi di Indonesia adalah filariasis kelenjar limfe (Irianto, 2013). Filariasis limfatik umumnya dikenal sebagai kaki gajah adalah penyakit tropis yang terabaikan (WHO, 2015).

2. Penyebab Filariasis a. Hospes

1) Manusia

Manusia yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain yang rentan. Biasanya pendatang baru ke daerah endemis lebih rentan terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita daripada penduduk asli. Pada umumnya laki–laki lebih banyak yang terkena infeksi, karena lebih banyak kesempatan


(43)

untuk mendapat infeksi (exposure) (Fakultas Kedokteran UI, 2009).

2) Hewan

Beberapa jenis hewan dapat berperan sebagai sumber penularan filariasis (hewan reservoir). Dari semua spesies cacing filaria yang menginfeksi manusia di Indonesia, hanya Brugia

malayi tipe sub periodik nokturna dan non periodik yang

ditemukan juga pada lutung (presbytis cristatus), kera (Macaca fascicularis) dan kucing (Felis catus). Penanggulangan filariasis pada hewan reservoir ini tidak mudah, oleh karena itu juga akan menyulitkan upaya pemberantasan Filariasis pada manusia (KemenkesRI, 2014).

3) Lingkungan

Lingkungan sangat berpengaruh terhadap distribusi kasus filariasis dan mata rantai penularannya. Biasanya daerah endemis

Brugia malayi adalah daerah dengan hutan rawa, sepanjang sungai

atau badan air lain yang ditumbuhi tanaman air. Sedangkan daerah endemis Wuchereria bancrofti tipe perkotaan (urban) adalah daerah–daerah perkotaan yang kumuh, padat penduduknya dan banyak genangan air kotor sebagai habitat dari vektor yaitu nyamuk Culex quinquesfasciatus. Sedangkan daerah endemis

Wuchereria bancrofti tipe pedesaan (rural) secara umum kondisi


(44)

Menurut KemenkesRI (2014) secara umum lingkungan dapat dibedakan menjadi lingkungan fisik, lingkungan biologi, dan lingkungan sosial ekonomi dan budaya.

a) Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik mencakup antara lain keadaan iklim, keadaan geografis, struktur geologi dan sebagainya. Lingkungan fisik erat kaitannya dengan kehidupan vektor, sehingga berpengaruh terhadap munculnya sumber–sumber penularan filariasis. Lingkungan fisik dapat menciptakan tempat–tempat perindukan dan beristirahatnya nyamuk. Lingkungan dengan tumbuhan air di rawa–rawa dan adanya hospes reservoir (kera, lutung dan kucing) berpengaruh terhadap penyebaran B.malayi.

b) Lingkungan Biologik

Lingkungan biologik dapat menjadi rantai penularan filariasis.Contoh lingkungan biologik adalah adanya tanaman air sebagai tempat pertumbuhan nyamuk Mansonia spp. c) Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya

Lingkungan yang timbul sebagai akibat adanya interaksi antar manusia, termasuk perilaku, adat istiadat, budaya, kebiasaan dan tradisi penduduk. Kebiasaan bekerja di kebun pada malam hari atau kebiasaan keluar pada malam hari kebiasaan tidur perlu diperhatikan karena berkaitan dengan intensitas kontak dengan vektor. Insiden filariasis


(45)

pada laki–laki lebih tinggi dari pada perempuan karena umumnya laki-laki lebih kontak dengan vektor karena pekerjaannya.

b. Vektor

Vektor filariasis pada manusia dan binatang dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu nyamuk Anophelini (genus Anopheles) dan non-Anophelini (genus Culex, Aedes dan Mansonia). Di Indonesia ditemukan 3 jenis parasit nematoda penyebab filariasis pada manusia, yaitu Wucheria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia

timori, sedangkan pada hewan ditemukan Brugia kalimantani dan

Dirofilaria immitis. Parasit-parasit ini oleh berbagai spesiaes

nyamuk yang bertindak sebagai vektor, disebarluaskan di seluruh kepulauan Indonesia (Kemenkes, 2014).

Beberapa spesies dari genus Culex, Aedes, dan Anopheles telah dilaporkan menjadi vektor filariasis bancrofti. Vektor utama filariasis bancrofti di derah perkotaan adalah Culex quinquefasciatus (nama lama: Culex pipiens fatigans), sedangkan di daerah pedesaan berbagai spesies Anopheles seperti An.subpictus, An. Barbirostris,

An. Aconitus, An. Punctulatus, dan An. farauti. Vektor utama

filariasis malayi ialah berbagai spesies dari Mansonia dan Anopheles, seperti Mansonia uniformis (tipe subperiodik nokturna) dan An. barbiroatris (Natadisastra, 2009).


(46)

c. Agent

Filariasis disebabkan oleh cacing filarial pada manusia, yaitu W.bancrofti, B.malayi, B.timori, Loa loa, Onchocerca volvulus,

Acanthocheilonraema perstants, Mansonella azzardi. Di Indonesia

terdapat tiga spesies cacing penyebab Filariasis yaitu Wuchereria bancrofti,Brugia malayi , Brugia timori.

Organisme Periodicity Distribusi Vektor utama Wuchereria

bancrofti

Nokrutnal periodik

Diseluruh dunia, termasuk Afrika,Indonesia, Melanesia, Mikronesia, Timur Tengah, Amerika Selatan dan Asia Selatan.

Anopheles, Culex

Nocturnal sub-periodic

Asia Tenggara Aedes

Diurnal sub-periodic

Polynesia Aedes

Brugia malayi

Nocturnal periodik

India, Indonesia, Asia Tenggara

Anopheles, Mansonia Nocturnal

sub-periodik

Indonesia, Asia Tenggara Mansonia Diurnal

sub-periodik

Tailand Mansonia

Brugia timori

Nocturnal periodik

Alor, Flores, Indonesia, Roti, Timor

Anopheles

Gambar 2. 2 Agent Filariasis Sumber : WHO, 2013


(47)

6. Manifestasi Filariasis

Menurut Sarojini dan Senthilkumaar (2013) mengatakan bahwa filariasis limfatik ditandai dengan gambaran yang luas dari manifestasi klinis dengan tanda dan gejala berbeda dari satu daerah endemik dengan daerah endemik lainnya. Perjalanan klinis filariasis dapat dibagi menjadi :

a. Tahap asimtomatik

Tahap ini ditandai dengan adanya mikrofilaria dalam darah perifer, meskipun ada atau tidak ada manifestasi klinis filariasis. b. Tahap akut

Manifestasi akut ditandai dengan demam, sakit kepala, nyeri tubuh dan berkeringat. Manifestasi akut berupa :

1) Limfadenitis : Pembesaran kelenjar getah bening di pangkal paha (inguinal), ketiak, di atas siku (epitrochlear), belakang sendi lutut dan paha.

2) Limfangitis : Peradangan akut saluran getah bening, mengakibatkan garis–garis kemerahan pada kulit sepanjang pembuluh limfe yang meradang dan menyebar secara proaksimal dari daerah yang terinfeksi (Eliastam, 2005). 3) Fenuculitis : Peradangan fenikulus spermatikus. Hal ini

berhubungan dengan demam dan radang testis (Orchitis) dan nyeri pada getah bening di selangkangan.

4) Epididiymo-orchitis : Kondisi nyeri akut yang melibatkan testis dan epididimis. Hal ini biasanya berhubungan dengan


(48)

demam, funuculitis dan pembesaran kelenjar getah bening pada selangkangan.

5) Tropical Pulmonary Eosinophilia (TPE) : Individu mengeluh

kesulitan bernafas terkait dengan atau tanpa mengi. c. Gejala Klinis Kronis

Gejala klinis kronis menurtut Depkes (2009) terdiri dari limfadema, lymph scrotum, kiluria, hidrokel.

a) Limfadema

Pada infeksi W. bancrofti, terjadi pembengkakan seluruh kaki, seluruh lengan, skrotum, penis, vulva vagina dan payudara, sedangkan pada infeksi Brugia, terjadi pembengkakan kaki dibawah lutut, lengan di bawah siku dimana siku dan lutut masih normal.

b) Lymph Scrotum

Adalah pelebaran saluran limfe superfisial pada kulit scrotum, kadang–kadang pada kulit penis, sehingga saluran limfe tersebut mudah pecah dan cairan limfe mengalir keluar dan membasahi pakaian. Ditemukan juga lepuh (vesicles) besar dan kecil pada kulit, yang dapat pecah dan membasahi pakaian. Hal ini mempunyai risiko tinggi terjadinya infeksi ulang oleh bakteri dan jamur, serangan akut datang berulang dapat berkembang menjadi limfadema skrotum. Ukuran skrotum kadang–kadang normal atau kadang–kadang sangat besar.


(49)

c) Kiluria

Adalah kebocoran atau pecahnya saluran limfe dan pembuluh darah ginjal (pelvis renal) oleh caing filaria dewasa spesies W. bancrofti, sehingga cairan limfe dan darah masuk kedalam saluran kemih. Gejala yang timbul adalah sebagai berikut :

i) Air kencing seperti susu karena air kencing banyak mengandung lemak, dan kadang–kadang disertai darah (haematuria)

ii) Sukar kencing iii) Kelelahan tubuh

iv) Kehilangan berat badan d) Hidrokel

Adalah pelebaran kantung buah zakar karena terkumpulnya cairan limfe di dalam tunica vaginalis testis. Hidrokel dapat terjadi pada satu atau dua kantung buah zakar, dengan gambaran klinis dan epidemiologis sebagai berikut :

i) Ukuran skrotum kadang–kadang normal tetapi kadang– kadang sangat besar sekali, sehingga penis tertarik dan tersembunyi.

ii) Kulit pada skrotum normal, lunak dan halus

iii) Akumulasi cairan limfe disertai dengan komplikasi, yaitu komplikasi dengan Chyle Chylocele), darah (Haematocele) atau nanah (Pyocele).


(50)

iv) Hidrokel banyak ditemukan di daerah endemis W.

bancrofti dan dapat digunakan sebagai indikator adanya

infeksi W. bancrofti. 7. Dampak Filariasis

a. Filariasis limfatik stadium lanjut dapat menyebabkan cacat fisik permanen. Cacat mengacu pada penurunan nilai, pembatasan aktivitas dan pembatasan partisipasi (WHO, 2013).

b. Dampak Ekonomi

Orang-orang yang menderita penyakit filariasis dalam jangka waktu lama tidak dapat bekerja seperti biasanya. Jika mereka bekerja keras kadang-kadang menimbulkan penderitaan karena terlalu letih dan mereka harus beristirahat beberapa saat sebelum kembali bekerja. Penderita filariasis kronik akan mengalami kerugian ekonomi setiap tahun akibat kunjungan yang berulang-ulang ke berbagai fasilitas kesehatan, kehilangan produktivitas untuk bekerja, kecapaiaan dan hari produktif bagi anggota keluarga yang hilang karena harus merawat orang yang sakit (Ditjen PP&PL KemenkesRI, 2010).

c. Dampak Sosial

Limfatik filariasis juga memberikan sebuah beban sosial yang berat bagi penderitanya, seperti komplikasi kronis sering dianggap memalukan dan menghalangi pasien dari peran sosial dalam masyarakat. Kerusakan organ genetal pada laki-lakimerupakan kecacatan yang berat sehingga menyebabkan keterbatasan fisik dan


(51)

menimbulkan stigmatisasi sosial. Bagi wanita, rasa malu dan tabu berkaitan dengan lymphoedema dan terutama kaki gajah. Pembesaran pada tungkai bawah dan bagian genital dapat menimbulkan stigma yang negatif. Selain itu kerusakan organ-organ seksual dapat menambah masalah dalam kehidupan perkawinan. Penderita Filariasis rentan terhadap depresi dan kesehatan mental yang buruk (WHO, 2013).

1. Sikluas Penularan Filariasis

Menurut Ditjen PP&PL (2014) siklus penularan filariasis terdiri dari :

a. Tahap Perkembangan dalam Tubuh Nyamuk (Vektor)

Saat nyamuk (vektor) menghisap darah penderita (mikrofilaremia) beberapa mikrofilaria ikut terhisap bersama darah dan masuk dalam lambung nyamuk. Mikrofilaria yang terhisap oleh nyamuk, tidak langsung menjadi infektif. Beberapa saat setelah berada dalam lambung nyamuk, mikrofilaria melepas selubung, kemudian menerobos dinding lambung menuju rongga badan dan selanjutnya ke jaringan otot thoraks. Di dalam jaringan otot thoraks, larva stadium 1(L1) berkembang menjadi bentuk larva stadium II (L2) dan selanjutnya berkembang menjadi larva stadium III(L3) yang infektif.

Waktu untuk perkembangan dari L1 menjadi L3 (masa inkubasi ekstrinsik) untuk W.bancrofti antara10–14 hari B.malayi

dan B.timori 8-10 hari. L3 bergerak menuju proboscis (alat tusuk)


(52)

mengigit. Mikrofilaria di badan tubuh nyamuk hanya mengalami perubahan bentuk dan tidak berkembangbiak (Cyclicodevelopmental) sehingga diperlukan gigitan berulang kali untuk terjadinya infeksi.

b. Tahap Perkembangan dalam Tubuh Manusia dan Hewan Perantara (Hospes Reservoir)

Di dalam tubuh manusia L3 akan menuju sistem limfe dan selanjutnya tumbuh menjadi cacing dewasa (makrofilaria), kemudian cacing dewasa ini akan menghasilkan ribuan anak cacing (mikrofilaria) perhari. Mikrofilaria yang berada di peredaran darah tepi akan terhisap oleh nyamuk yang menggigitnya dan kemudian ditularkan kembali pada orang lain.

Ketika larva L3 masuk dalam tubuh manusia memerlukan periode waktu lama untuk berkembang menjadi cacing dewasa. Perkembangan L3 menjadi cacing dewasa dan menghasilkan microfilaria untuk W.bancrofti selama kurang lebih 9 bulan ( 6-12 bulan), sedangkan untuk B.malayi dan B. Timori selama 3,5 bulan. Perkembangan seperti ini terjadi juga dalam tubuh hewan reservoar (lutung dan kucing) .

Makrofilaria yang ada dalam tubuh manusia mampu bertahan hidup selama 5-7 tahun. Selama hidup yang lama tersebut, dapat menghasilkan ribuan mikrofilaria setiap hari, sehingga dapat


(53)

menajdi sumber penularan dalam periode waktu yang sangat panjang.

8. Pencegahan Filariasis

Menurut Depkes (2009) upaya pencegahan filariasis yang dapat dilakukan oleh masyarakat dengan :

a. Menghindari diri dari gigitan nyamuk

1) Menggunakan kelambu sewaktu tidur. Kelambu harus disisipkan dibawah kasur sehingga nyamuk tidak bisa masuk. Jika tidur disawah selama musim tanam atau panen, kelambu bisa dibawa ke sawah untuk mencegah digigit nyamuk.

2) Menutup ventilasi rumah dengan kawat kasa nyamuk.

3) Menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk bakar 4) Mengoles kulit dengan obat anti nyamuk

b. Memberantas nyamuk

1) Membersihkan tanaman air pada rawa–rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk.

2) Menimbun, mengeringkan, atau mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk.

3) Membersihkan semak–semak di sekitar rumah. c. Pengobatan massal

Kegiatan pengobatan massal filariasis dilaksanakan terhadap semua penduduk usia 2 tahun sampai dengan usia 70 tahun di seluruh wilayah Kabupaten/Kota Endemis filariasis dengen memberikan obat DEC dan albendazole secara bersamaan. Pemberian obat secara


(54)

bersamaan ini dapat mematikan semua mikrofilaria yang ada di dalam darah setiap penduduk dalam waktu bersamaan, dan mencegah makrofilaria (cacing filaria dewasa) menghasilkan mikrofilaria baru, sehingga rantai penularan filaria dapat diputus. Kegiatan POPM filariasis dilaksanakan sekali setahun selama minimal lima tahun berturut–turut, kemudian diikuti dengan evaluasi dampak setelah POPM Filariasis dihentikan serta menerapkan surveilans ketat pada periode stop POPM filariasis.

Obat yang digunakan dalam penanggulangan filariasis adalah obat Diethylcarbamazine Citrate (DEC) dan Albendazole yang terbukti efektif dalam memutus rantai penularan pada daerah yang endemis filariasis :

a) Diethylcarbamazine Citrate (DEC)

DEC bersama Albendazole digunakan untuk mengontrol limfatik filariasis, dapat menurunkan mikrofilaria dengan baik selama setahun. Pemberian sekali setahun selama minimal 5 tahun berturut–turut bertujuan untuk mempertahankan kadar mikrofilaria dalam darah tetap rendah sehingga tidak memungkinkan terjadinya penularan.

Efek samping obat ini dapat berupa mual, sakit kepala, demam, mengantuk, menurunnya nafsu makan, utrikaria dan muntah. Kejadian ikutan pasca pemberian obat DEC dapat berupa alergi ringan sampai berat dapat timbul sebagai akibat


(55)

langsung dari matinya cacing filaria yang menandakan berhasilnya pengobatan (Dirjen PP&PL, 2012).

b) Albendazole

Albendazole diindikasikan untuk meningkatkan efek DEC dalam membunuh mikrofilaria. Efek samping dari Albendazole jarang menimbulkan efek samping pada pemakaian jangka pendek. Efek samping dapat timbul berupa mual, nyeri ulu hati, pusing, sakit kepala, sakit perut, diare, keluar cacing, demam, lemas dan sesak nafas seperti asma. Obat ini tidak diperbolehkan diberikan pada pasien sirosis hepatik, anak dibawah dua tahun dan wanita hamil (Dirjen PP&PL, 2012).


(56)

C. Kerangka Teori

Bagan 2. 1 Kerangka Teori

Sumber : Dimodifikasi dari TeoriHealth Belief Model (Rosentoch, 1975 dan Becker, 1975);(Damayanti, 2000); (Kemenkes, 2014)

: Variabel yang tidak diteliti : Variabel yang diteliti Keterangan :

Persepsi Faktor Pemodifikasi:

1. Variabel Demografi (Usia,Jenis kelamin, Pendidikan, ras)

2. Variabel Sosiopsikologi (Kelas sosial, Kepribadian) 3. Variabel Struktural

(Pengetahuan dan Pengalaman kontak dengan penyakit)

Teori Health Belief Model Mengenai Filariasis

Persepsi kerentanan (Perceived Susceptibility) Resiko terkena filariasis :

1. Hospes a. Manusia b. Hewan c. Lingkungan 2. Vektor : nyamuk

culex, Aedes, dan Anopheles

3. Agent

Rangsangan/Sensasi Seleksi Input Proses pengorganisasian Intepretasi

Persepsi keparahan (Perceived Severity) Dampak filariasis :

1. Kecacatan permanen 2. Kerugian ekonomi 3. Masalah psikososial

Persepsi manfaat (Perceived Benefits) Manfaat minum obat pencegahan filariasis

Persepsi hambatan (Perceived Barriers) Keadaan setelah minum obat pencegahan filariasis


(57)

37 BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka konsep

Sesuai dengan tujuan penelitian yang bersifat analitik atau mencari hubungan variabel yang akan diteliti yaitu faktor–faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat mengenai penyakit filariasis di RW 03 Desa Cimanggis, maka kerangka konsep pada penelitian ini adalah :

Variabel independen Variabel dependen

Bagan 3. 1 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka konsep tersebut, setiap konsep memiliki sebagai variabel sebagai indikasi pengukuran yang digambarkan oleh variabel bebas atau independen yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pengetahuan. Sedangkan varibel terikat atau dependen terdiri dari persepsi masyarakat mengenai penyakit filariasis. Dalam peneletian ini, peneliti tidak

Jenis kelamin Umur Pendidikan Pengetahuan

Persepsi masyarakat mengenai penyakit Filariasis:

a. Persepsi tentang kerentanan (Perceived Susceptibility) b. Persepsi tentang keparahan

(Perceived Severity) c. Persepsi tentang manfaat

(Perceived Benefits)

d. Persepsi tentang hambatan (Perceived barriers)


(58)

meneliti faktor pengalaman individu terkena filariasis karena kurangnya keberagaman faktor tersebut. Selain itu, peneliti juga tidak meneliti faktor lingkungan keadaan sosial karena penelitian ini sudah dalam lingkungan yang homogen.

B. Hipotesis

1. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi masyarakat mengenai Filariasis di RW 03 Desa Cimanggis.

2. Ada hubungan antara umur dengan persepsi masyarakat mengenai Filariasis di RW 03 Desa Cimanggis.

3. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan persepsi masyarakat mengenai Filariasis di RW 03 Desa Cimanggis.

4. Ada hubungan antara pengetahuan dengan persepsi masyarakat mengenai Filariasis di RW 03 Desa Cimanggis.

5. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi kerentanan, keseriusan, manfaat, dan hambatan mengenai Filariasis di RW 03 Desa Cimanggis.

6. Ada hubungan umur dengan persepsi kerentanan, keseriusan, manfaat, dan hambatan masyarakat mengenai Filariasis di RW 03 Desa Cimanggis.

7. Ada hubungan tingkat pendidikan dengan persepsi kerentanan, keseriusan, manfaat, dan hambatan masyarakat mengenai Filariasis di RW 03 Desa Cimanggis.


(59)

8. Ada hubungan pengetahuan dengan persepsi kerentanan, keseriusan, manfaat, dan hambatan masyarakat mengenai Filariasis di RW 03 Desa Cimanggis.


(60)

C. Definisi Operasional

Tabel 3. 1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasioanl Cara Ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur

Umur Lamanya tahun yang dilalui responden dihitung sejak responden lahir sampai dilakukan penelitian

Angket Kuisioner 1. Remaja : 12 – 25 tahun 2. Dewasa : 26 – 59 tahun

(Hurlock, 2001; Depkes, 2009)

Ordinal

Jenis Kelamin Pembagian jenis seksual yang ditentukan secara biologis dan anatomis yang dinyatakan dalam jenis kelamin laki- laki dan jenis kelamin perempuan

Angket Kuisioner 1. Laki – laki 2. Perempuan

Nominal

Pendidikan Pendidikan formal yang terakhir pernah diikuti responden

Angket Kuisioner 1. Pendidikan dasar (SD dan SMP atau yang sederajat)

2. Pendidikan menengah (SMA atau sederajat)

3. Pendidikan tinggi (PT atau sederajat) (Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003)

Ordinal

Suku Bangsa Kelompok etnik responden Angket Kuesioner 1. Jawa 2. Sunda 3. Betawi 4. Minang 5. Lain-lain


(61)

Variabel Definisi Operasioanl Cara Ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur Pengetahuan Tingkat pengetahuan responden

mengenai pengertian, tanda gejala, penyebab, cara penularan dan pencegahan Filariasis

Angket Kuisoner Pengetahuan menggunakan nilai media sebagai cut of point :

1. Rendah : < 10 (nilai median) 2. Tinggi : > 10 (nilai median)

Ordinal

Persepsi Pandangan masyarakat mengenai penyakit Filariasis, meliputi : 1. Keseriusan penyakit Filariasis 2. Persepsi terhadap kerentanan

penyakit Filariasis 3. Manfaat obat Filariasis

4. Hambatan minum obat antifilariasis

(Noorkasiani, 2009)

Angket Kuisoner

Akan dilakukan skoring dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Bagian pernyataan positif :

a.Sangat setuju : 4 b.Setuju : 3 c.Tidak setuju : 2 d.Sangat tidak setuju :

1

2. Bagian pertanyaan negatif:

a.Sangat tidak setuju : 4

b.Tidak setuju : 3 c.Setuju : 2 d.Sangat setuju : 1

Persepsi dikelompokan menjadi persepsi negatif dan positif. Menggunakan median sebagai cut of point :

1. Persepsi

a. Positif < 58 (median) b. Negatif > 58 (median) 2. Persepsi Kerentanan

a. persepsi negatif < 12 (median) b. Persepsi positif > 12 (median) 3. Persepsi Keseriusan

a. Persepsi negatif < 15 (median) b. Persepsi positif > 15 (median) 4. Persepsi Manfaat

a. Persepsi negatif < 18 (median) b. Persepsi positif > 18 (median) 5. Persepsi Hambatan

a. Persepsi negatif < 14 (median) b. Persepsi positif > 14 (median)


(62)

Variabel Definisi Operasioanl Cara Ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur Perilaku

minum obat

Tindakan masyarakat untuk meminum obat pencegahan filariasis atau tidak meminum obat filariasis.

Angket Kuesioner 1. Tidak minum obat

2. Minum obat


(63)

43 BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

Metodelogi penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2011). Bab ini akan menguraikan mengenai desain penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel penelitian, instrumen penelitian, uji validitas dan reabilitas instrumen, metode pengumpulan data, pengelolaan data, analisa data dan etika penelitian.

A. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian (Nursalam dalam Sujarweni, 2014). Penelitian ini menggunakan desain studi analitik kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian cross sectional adalah jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran/observasi data variable independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat. Penelitian dengan pendekatan cross

sectional dapat digunakan untuk penelitian analitik (Budiarto,2005).

Tujuannya untuk mengetahui faktor–faktor apa saja yang berhubungan dengan persepsi masyarakat RW 03 Desa Cimanggis mengenai filariasis dengan cara memberikan pertanyaan tertutup melalui kuesioner yang akan diisi oleh responden penelitian.


(64)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di RW 03 Desa Cimanggis. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret–April 2016. Penentuan masyarakat RW 03 Desa Cimanggis sebagai lokasi penelitian adalah karena menurut data yang diperoleh penulis, RW 03 desa Cimanggis merupakan penyumbang terbesar kasus filariasis di Desa Cimanggis kecamatan Bojonggede (DinkesKabupatenBogor, 2015).

C. Populasi dan Sampel

Menurut Sugiyono (2011) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi penelitian adalah seluruh masyarakat di RW 03 Desa Cimanggis Kecamatan Bojonggede.

Daftar jumlah masyarakat RW 03 Desa Cimanggis tercantum dalam tabel 4.1.

Tabel 4. 1

Jumlah Masyarakat RW 03 Desa Cimanggis Kecamatan Bojonggede 2016

No RT Jumlah

1 01 405

2 02 150

3 03 84

4 04 421

5 05 102

6 06 200


(65)

Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi yang digunakan untuk penelitian (Sujarweni, 2014). Sampel dari penelitian ini ditentukan oleh beberapa kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek peneliti dari suatu populasi target dan terjangkau yang akan diteliti. Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab.

1. Kriteria inklusi sampel dalam penelitian ini antara lain:

a. Warga masyarakat yang terdaftar di RW 03 Desa Cimanggis Kecamatan Bojonggede.

b. Usia lebih dari 12 tahun

c. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini 2.Kriteria eksklusi sampel dalam penelitian ini antara lain:

a. Warga yang memiliki kelainan pada alat indra b. Wanita hamil ketika diberi obat antifilariasis

c. Warga yang sedang sakit dan tidak diperkenankan mengkonsumsi obat

Teknik pengambilan sampel menggunakan proporsionateclustering

sampling yaitu suatu cara yang digunakan untuk menentukan sampel bila

objek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas (Sujarweni, 2014). Peneliti akan mengelompokkan terlebih dahulu berdasarkan RT yang berada di wilayah RW 03 Desa Cimanggis. Besar sampel yang digunakan dalam


(66)

penelitian ini adalah sesuai dengan rancangan penelitian yaitu rumus sampel uji beda dua proporsi dengan persisi mutlak ditentukan.

� = �1−∝/2

2� 1− � + �1−� �1 1− �1 + �2 (1− �2) 2 (�1− �2)2

n = Jumlah sampel

1-α = (derajat kemaknaan 95 % CI/confidence interval dengan α sebesar 5 %)

1-β = Kekuatan uji 90 %

P1 = 0,6 P2 = 0,3

P = (P1 + P2)/2 = 0,45 1 – p = 1-0,5 = 0,55

n = 1,96 2 0,45 1−0,55 + 0,842 0,6 1−0,6 +0,3 1−0,3

2

(0,6−0,3)2

n = 1,96 0,495+ 0,842 0,45

2

0,09

n = 1,96 0,7036 +0,842(0,6708 )2 0,09

n = 1,3979+0,5652 0,09

n = 3,779

0,09


(67)

n = 82 orang x 10 % (droup out) = 90 Orang.

Perhitungan sampel dalam masing – masing cluster dilakukan dengan perbandingan jumlah masing – masing RT

RT 01 = 405

1362 x 90 = 26 orang RT 02 = 150

1362 x 90 = 10 orang RT 03 = 84

1362 x 90 = 6 orang RT 04 = 421

1362 x 90 = 28 orang RT 05 = 102

1362 x 90 = 7 orang RT 06 = 200

1362 x 90 = 13 orang

Setelah didapatkan cluster, akan dilanjutkan dengan sistem systemic

random sampling. Peneliti akan memilih sampel dari sampling frame dalam

interval tertentu. Interval ditentukan dengan cara jumlah populasi dibagi dengan jumlah sampel yang dikehendaki peneliti, dalam penelitian ini interval yang didapat adalah 1362/84 = 15,13 jika dibulatkan menjadi 15. Hal ini berarti dari

sampling frameyang sudah peneliti rancang diurutkan berdasarkan nomer lalu

dipilih dengan interval 15.

D. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan lembaran kuesioner yang disusun secara terstrutur berdasarkan teori dan berisikan pertanyaan tertutup yang jawaban dari kuesioner tersebut telah


(68)

disediakan, sehingga responden diberi kebebasan untuk memilih jawaban tentang kebenaran suatu pernyataan. Instrumen ini terdiri dari empat bagian

1. Kuisoner A data demografi meliputi insial nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, suku bangsa dan apakah responden meminum obat pencegahan filariasis atau tidak.

2. Kuesioner B adalah pertanyaan–pertanyaan pengetahuan mengenai filariasis dan obat pencegahan filariasis. Pertanyaan terdiri dari definisi, penyebab, tanda gejala, cara penularan, efek samping obat pencegahan filariasis dan kontraindikasi pemberian obat pencegahan filariasis. Jumlah pertanyaan sebanyak 14 pertanyaan. 3. Kuisoner C adalah pernyataan–pernyataan persepsi yang peneliti

buat sendiri sesuai dengan teori Health Belief Model. Jumlah pernyataan mengenai persepsi kerentanan terhadap filariasis sebanyak 4 pernyataan, persepsi keseriusan filariasis sebanyak 5 pernyataan, persepsi manfaat minum obat pencegahan filariasis sebanyak 6 pernyataan dan pernyataan hambatan untuk meminum obat pencegahan filariasis sebanyak 6 pernyataan. Sehingga total pernyataan pada kuisoner bagian C ini sebanyak 20 pernyataan.


(69)

Tabel 4. 2

Kisi-kisi Kuesioner Penelitian

Pertanyaan-pertanyaan yang dibuat untuk memperoleh data tentang pengetahuan menggunakan skala guttman, dimana untuk setiap jawaban salah diberi skor 0 dan setiap jawaban benar diberi skor 1. Pengukuran menggunakan skala guttman karena peneliti menginginkan jawaban tegas atas pertanyaan yang diajukan. Pertanyaan dibuat dalan bentuk pertanyaan pilihan ganda yang hanya mempunyai satu jawaban benar.

Peneliti menggunakan cut of point untuk mengkategorikan pengetahuan responden. Pengetahuan baik apabila total skor yang diperoleh >cut of point, pengetahuan buruk apabila total skor yang diperoleh <cut of point. Cut of point menggunakan mean apabila data terdistribusi normal dan menggunakan median

Variabel Parameter Jumlah

Pertanyaan

Nomer pertanyaan Data demografi

(Kuesioner A)

Nama, Jenis kelamin, alamat, usia, pendidikan terakhir,

suku bangsa dan minum obat atau tidak.

7 1,2,3,4,5,6 dan 7

Pengetahuan mengenai Filariasis dan obat antifilariasis (Kuesioner B) Definisi, penyebab, penularan, pencegahan, tanda dan

gejala, efek samping obat dan kontra indikasi pemberian

obat antifilariasis.

13 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13 dan 14

Persepsi mengenai Filariasis (Kuesioner C) Kerentanan terhadap penyakit Filariasis, keseruisan penyekit Filariasis, Manfaat obat antifilariasis dan hambatan minum obat

antifilariasis.

20 Pernyataan

positif/Favorable : 1,2,3,4,5,6,7, 8, 9, 10,

11, 12, 13, dan 15. Pernyataan negatif/unfavorable :16,17,18,19, dan 20.


(70)

apabila data tidak terdistribusi normal. Penentuan data terdistribusi normal atau tidak dapat diketahui dengan melihat hasil distribusi data menggunakan menggunakan uji kolmogorov smirnov. Pada hasil distribusi data didapatkan nilai p value 0,00 (p<0,05) maka distribusi data tidak normal, sehingga cut of poin pada penelitian ini untuk mengkategorikan pengetahuan menggunakan median. Oleh karena itu, pengetahuan baik mengenai filariasis apabila total skor yang diperoleh > 10, dan pengetahuan buruk mengenai filariasis apabila total skor yang diperoleh < 10.

Pernyataan-pernyataan persepsi mengenai filariasisdalam bentuk skala likert dengan memberi bobot pada setiap jawaban. Instrumen persepsi menggunakan skala 1-4, dengan katagori :

a. Sangat Setuju (SS) yang berarti sangat sesuai. b. Setuju (S) yang berarti sesuai.

c. Tidak Setuju (TS) yang berarti tidak sesuai.

d. Sangat Tidak Setuju (STS) yang berarti sangat tidak sesuai.

Perolehan skor dari item–item berdasarkan dari jawaban yang dipilih sesuai dengan jenis pernyataan positive/favorable atau negative/unffavourable. Skor yanng dipilih dapat dilihat dalam tabel 4.3.


(71)

Tabel 4. 3 Bobot Nilai

Pernyataan SS S TS STS

Positive/Favorable 4 3 2 1

Negative/Unfavourable 1 2 3 4

Peneliti menggunakan cut of point untuk mengkategorikan persepsi responden. Persepsi positif apabila total skor yang diperoleh >cut of point, persepsi negatif apabila total skor yang diperoleh <cut of point. Dari hasil distribusi data dengan melihat hasil uji kolmogorov smirnov didapatkan nilai p value 0,00 (p<0,05) maka distribusi data tidak normal, sehingga cut of poin pada penelitian ini untuk mengkategorikan persepsi menggunakan median. Oleh karena itu, persepsi positif mengenai filariasis apabila total skor yang diperoleh > 58, dan persepsi negatif mengenai filariasis apabila total skor yang diperoleh < 58.

Persepsi positif pada kerentanan memiliki arti bahwa responden mengganggap dirinya rentan terkena filariasis, persepsi positif pada keseriusan memiliki arti bahwa responden mengganggap filariasis merupakan penyakit yang serius, persepsi positif pada manfaat minum obat pencegahan memiliki arti bahwa responden mengganggap minum obat pencegahan filariasis sangat bermanfaat, dan persepsi positif pada hambatan adalah responden tidak memiliki hambatan untuk meminum obat pencegahan filariasis.

Persepsi negatif pada kerentanan memiliki arti bahwa responden tidak mengganggap dirinya rentan terkena filariasis, persepsi negatif pada keseriusan memiliki arti bahwa responden tidak mengganggap filariasis merupakan penyakit yang serius, persepsi negatif pada manfaat minum obat pencegahan memiliki arti


(72)

bahwa responden mengganggap minum obat pencegahan filariasis tidak bermanfaat, dan persepsi negatif pada hambatan adalah responden memiliki banyak hambatan untuk meminum obat pencegahan filariasis.

E. Pengujian Instrumen 1. Uji validitas

Validitas pengukuran merupakan pernyataan tentang derajat kesesuaian hasil pengukuran sebuah alat ukur (instrumen) dengan apa yang sesungguhnya ingin diukur oleh peneliti. Sedang pengukuran (measurement) merupakan prosedur pemberian nilai kuantitatif atau kualitatif terhadap variabel pada subjek penelitian (Streiner dan Norman, 2000). Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti. Setelah membuat instrumen sesuai dengan aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli (judgment experts). Kuesioner dalam penelitian ini sudah dikonsultasikan oleh ahli parasitologi, dosen keperawatan komunitas, dan pengelola program filariasis di puskesmas Bojonggede. Hasil konsultasi dengan judgment expert adalah kuesioner mengenai pengetahun dan persepsi sudah diterima oleh expert, hanya dalam penggunaan kata-kata harus disederhankan agar memudahkan masyarakat untuk mengerti maksud dari pertanyaan maupun pernyataan dari kuesioner tersebut.


(73)

Setelah dilakukan judgment expert selanjutnya peneliti melakukan uji validasi yang dilakukan di RW 14 Desa Pabuaran sebanyak 35 responden. Uji yang dilakukan adalah menggunakan rumus Pearson Product Moment. Pernyataan valid apabila r hitung > r table, sedangkan pernyataan dianggap tidak valid jika r hitung < r table (0,279) pada n = 35 (Sujarweni, 2015). Hasil uji validitas pada instrumen pengetahuan didapatkan 14 dari 15 pertanyaan valid. Pertanyaan yang tidak valid adalah pertanyaan no 2, sehingga pertanyaan tersebut dihapus atau ditiadakan karena sudah terwakili dengan pertanyaan yang lainnya. Instrumen persepsi hasil uji validitas didapatkan 20 dari 25 pertanyaan valid. Pertanyaan yang tidak valid adalah pertanyaan no 2, 5, 6, 12, dan 25, sehingga pertanyaan tersebut dihapus atau ditiadakan karena sudah terwakili dengan pertanyaan yang lainnya.

2. Uji Reliabilitas

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama. Penelitian ini menggunakan uji reliabilitas internal yaitu cara menguji suatu alat ukur untuk sekali pengambilan data (Rangkuti, 2008). Uji reliabilitas pada penelitian ini digunakan cara K-R 20 untuk mengukur pengetahuan dan

Cronbach Alpha (α) untuk mengukur persepsi. Suatu variabel dikatan reliabel jika memberikan nilai cronbach Alpha α >0.60 (Sujarweni, 2014). Hasil uji reliabilitas pengetahuan memiliki nilai K-R 20 adalah 0,83 dan untuk persepsi memiliki nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,73.


(74)

D. Metode Pengumpulan Data

1. Pertama, peneliti menentukan subjek penelitian, tujuan penelitian, dan tempat penelitian, serta judul penelitian. Peneliti mengajukan surat izin penelitian dari Fakultas untuk diberikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan kepada Kepala Desa Cimanggis.

2. Setelah diberi perizinan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan Kepala Desa Cimanggis, peneliti terlebih dahulu melakukan studi pendahuluan terkait penelitian yang akan dilakukan.

3. Peneliti menyusun proposal skripsi dan melakukan seminar proposal penelitian.

4. Setelah proposal penelitian disetujui oleh penguji, peneliti melakukan uji validitas dengan content validity dengan bantuan pakar parasitologi, dosen keperawatan, dan pemegang program filariasis di puskesmas Bojong gede. Kemudian dilakukan uji reliabilitas kuesioner pengetahuan dan persepsi pada 35 responden di RW 14 Desa Pabuaran dengan kriteria responden sama pada penelitian ini. Setelah instrumen dinyatakan valid dan reliabel, peneliti mulai mengumpulkan data di RW 03 Desa Cimanggis.

5. Peneliti mengumpulkan data masyarakat dari masing–masing ketua RT yang berada di RW 03 setalah mendapatkan data peneliti membuat

sampling frame dari masing-masing RT sesuai dengan perhitungan

proporsi sampel yaitu dengan memberi nomer pada setiap calon responden.


(75)

6. Setelah sampling frame dibuat peneliti menggunakan teknik systemic

random samplingyaitu calon responden akan diacak dengan cara setiap

interval 15 peneliti memilih calon responden yang sesuai dengan kriteria inkulisi.

7. Setelah mendapat calon responden, peneliti melakukan informed consent terhadap calon responden. Jika calon responden bersedia menjadi responden, mereka dapat membaca lembar persetujuan kemudian menandatanganinya.

8. Setelah responden menandatangani lembar persetujuan, responden selanjutnya diberikan penjelasan mengenai cara pengisian kuesioner. Bagi responden yang tidak bisa membaca dan menulis kuesioner akan dibacakan oleh peneliti.

9. Waktu yang diberikan kepada responden untuk mengisi kuesioner sekitar 15 menit.

10.Setelah responden selesai mengisi kuesioner, peneliti akan memeriksa kelengkapan kuesioner. Jika terdapat kuesioner yang belum terisi peneliti akan mengembalikan kuesioner untuk dilengkapi terlebih dahulu oleh responden dan jika kuesioner sudah lengkap peneliti akan menyimpannya.

11.Kuesioner yang sudah diisi selanjutnya akandimasukkan ke dalam software ststistik dan melakukan analisis. Tahap terakhir adalah memeriksa kembali apakah ada kesalahan pada data atau pada proses input dan analisis.dianalisa oleh peneliti.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)