Daya Racun Ekstrak Akar Tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth) terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren)

DAYA RACUN EKSTRAK AKAR TUBA (Derris elliptica (Roxb.)
Benth) TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignatus
Holmgren)

POSMA CHARLI P S

DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Universitas Sumatera Utara

DAYA RACUN EKSTRAK AKAR TUBA (Derris elliptica (Roxb.)
Benth) TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignatus
Holmgren)

SKRIPSI

Oleh :

POSMA CHARLI P S
031203036/TEKNOLOGI HASIL HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Universitas Sumatera Utara

DAYA RACUN EKSTRAK AKAR TUBA (Derris elliptica (Roxb.)
Benth) TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignatus
Holmgren)

SKRIPSI

Oleh :
POSMA CHARLI P S
031203036/TEKNOLOGI HASIL HUTAN


Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Universitas Sumatera Utara

Judul Skripsi : Daya Racun Ekstrak Akar Tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth)
terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren).
Nama

: Posma Charli P S

NIM


: 031203036

Departemen

: Kehutanan

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing

Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si
Ketua

Irawati Azhar, S.Hut
Anggota

Mengetahui,


Dr.Ir.Edy Batara Mulya Siregar, M.S
Ketua Departemen Kehutanan
Tanggal lulus :

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lumban Pea, Kecamatan Habinsaran, Kabupaten
Tobasamosir-Balige pada tanggal 23 Desember 1984 dari Bapak Sakkiel Silaen dan
Ibu Remintan Pane. Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri
1 Silaen pada tahun 2003. Tahun yang sama penulis lulus seleksi penerimaan
mahasiswa baru (SPMB) di Universitas Sumatera Utara. Penulis memilih program
studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis melaksanakan Praktek Pengenalan dan
Pengelolaan Hutan (P3H) di Hutan Mangrove Bandar Khalifah, Kabupaten Serdang
Bedagai (selama 10 hari) dan Hutan Pegunungan di Taman Hutan Raya (Tahura)
Tongkoh, Kabupaten Karo (selama 10 hari) yang diadakan pada bulan Juli 2004;
Penulis juga mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva Universitas Sumatera
Utara (HIMAS USU) tahun 2003-2008; Penulis juga sebagai anggota biasa

Organisasi Mahasiswa Gerakan Mahasiswa Pro-Demokrasi (GEMAPRODEM) pada
tahun 2003-2006; Penulis adalah anggota muda KOMPAS USU (Korps Mahasiswa
Pecinta Alam dan Studi Lingkungan Hidup Universitas Sumatera Utara) tahun 20042007.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Musi Hutan
Persada Tbk, Desa Suban Jeriji, Kecamatan Tebat Agung, Kabupaten Muara Enim,
Sumatera Selatan-Palembang (selama 2 bulan) dimulai dari bulan Juni 2007 sampai
bulan Agustus 2007.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
Posma Charli P.S. Toxicity Of Tuba Roots Extract (Derris elliptica (Roxb.) Benth)
Applicated To Subterranean Termites (Coptotermes curvignatus Holmgren). Under
advisor Lutfhi Hakim, S.Hut, M.Si and Irawati Azhar, S.Hut.

The objective of this research are to evaluate the possibility of the roots
extracts of tuba’s root (Derris elliptica (Roxb.) Benth) to be used as bioinsecticide
under varied consentrations (conrol, 4%, 5% and 6%) on mortality of subterranean
termites (Coptotermes curvignatus Holmgren). The results showed that there was a
very significants effect of treatment on the mortality of subterranean termites

(Coptotermes curvignatus Holmgren), there was aplicated axtract 4% concentration
mortality of subterranean termites (Coptotermes curvignatus Holmgren) more than
50%. The 4% concentration was considered to be the most effective as they could kill
more than 50% (57%) of subterranean termites (Coptotermes curvignatus Holmgren)
used extract with methanol solvent. There was an indication that the root extracts of
tuba’s root (Derris elliptica (Roxb.) Benth) had a strong toxicity and a high potential
to be used as botanical insecticides against subterranean termites population.
Key words : Derris elliptica (Roxb). Benth, botanical insecticide, toxicity, mortality,
Coptotermes curvignatus Holmgren.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Posma Charli P.S. Daya Racun Ekstrak Akar Tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth)
terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren). Dibawah bimbingan
Lutfhi Hakim, S.Hut, M.Si and Irawati Azhar, S.Hut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kemungkinan tumbuhan tuba
(Derris elliptica (Roxb). Benth) digunakan sebagai termisida dengan menguji efek
ekstrak akar tuba pada berbagai konsentrasi (0%, 4%, 5%, dan 6%) terhadap

mortalitas rayap tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren). Hasil penelitian
menunjukkan adanya pengaruh yang nyata pemberian ekstrak akar tuba terhadap
kematian rayap tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren). Ekstrak akar tuba pelarut
metanol dengan konsentrasi 4% dianggap paling efektif karena telah membunuh lebih
dari 50% (57%) rayap tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren). Hasil penelitian
mengindikasikan bahwa ekstrak akar tuba memiliki daya racun (toksitas) yang cukup
tinggi dan sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi insektisida botani
khususnya untuk menekan populasi rayap tanah (Coptotermes curvignatus
Holmgren).
Kata kunci : Derris elliptica (Roxb). Benth, insektisida botani, toksisitas, mortalitas,
Coptotermes curvignatus Holmgren.

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Daya Racun Ekstrak Akar Tuba
(Derris elliptica (Roxb.) Benth) terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignatus
Holmgren)” ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada :
1. Bapak Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu
Irawati Azhar, S.Hut selaku anggota komisi pembimgbing, yang telah banyak
memberi masukan dan membimbing saya dalam penelitian ini dengan sebaikbaiknya.
2. Kedua orang tua saya yang telah banyak memberi dukungan dalam materi dan
spiritual sehingga saya tetap semangat dalam penulisan skripsi.
3. Friska Gultom, S.Si, Elson Sianturi, S.Si dan semua asisten Laboratorium Kimia
Organik Bahan Alam, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sumatera Utara, Medan, yang telah banyak membantu saya selama
penelitian.
4. Nursia Silaen, S.Si dan seluruh asisten kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Alam, Universitas Negeri Medan.
5. Ronald Tambunan, S.Si yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi
ini.
Meskipun demikian, penulis menyadari adanya keterbatasan dalam penulisan
skripsi, oleh karena itu sangat diharapkan saran dan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Medan, Agustus 2008
Penulis,


Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT .......................................................................................................
ABSTRAK .........................................................................................................
KATA PENGANTAR ........................................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................................
DAFTAR TABEL ..............................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................

i
ii
iii
iv
vi
vii
viii


PENDAHULUAN ..............................................................................................
Latar belakang ............................................................................................
Tujuan Penelitian .......................................................................................
Hipotesis Penelitian…………………………………………………………
Manfaat Penelitian .....................................................................................

1
1
2
2
2

TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................
Biologi tumbuhan tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth)……..…..……… ..
Flavanoid………………………………………………………….……… ..
Rotenone………………………………………………………..………… ..
Teknik isolasi rotenone……..…………………………………..…………..
Toksikologi……………………………………………………..…………..
Biologi rayap………….…………………………………………..……… ..

Biologi karet (Hevea brasiliensis) …………….…………………….…... ...

4
4
5
5
6
6
7
9

METODE PENELITIAN ....................................................................................
Lokasi dan waktu penelitian .......................................................................
Bahan dan alat ...........................................................................................
Metode penelitian .......................................................................................
Ekstraksi akar tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth) ..........................
Pembuatan larutan ekstrak .................................................................
Pembuatan contoh uji dan persiapan contoh uji sebelum pengawetan.
Penyediaan rayap tanah………………………...………..……..….. ...
Pengujian ekstrak akar tuba terhadap rayap tanah………………….. .
Pengumpula data……………..……………...…………....……..…. ..
Mortalitas rayap……………..…...………………….…..….......
Persentase kehilangan berat contoh uji…………… ...................
Laju konsumsi rayap…………………..………………….. .......
Pengukuran stabilitas dimensi……………………..…...….. ......
Retensi bahan pengawet ke dalam kayu karet……….....….. ......
Uji kepermanenan bahan pengawet di dalam kayu………... ......
Rancangan percobaan…………………..….………………. ......

11
11
11
11
11
13
13
14
14
14
14
15
15
15
16
16
17

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................
Rendemen ekstrak akar tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth)...………... ...
Mortalitas rayap……………………………………………………...…......
Kehilangan berat dengan faktor pelarut dan konsentrasi .............................
Laju konsumsi rayap ..................................................................................
Stabilitas dimensi .......................................................................................
Retensi bahan pengawet ke dalam contoh uji ..............................................
Kepermanenan ekstrak akar tuba di dalam kayu .........................................

19
19
20
21
23
25
26
27

KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 29
Kesimpulan ................................................................................................ 29
Saran .......................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 30
LAMPIRAN ....................................................................................................... 32

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Model rancangan acak lengkap 2 x 2 dengan 5 ulangan…………...............

17

2. Rendemen ekstrak akar tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth)…..................

19

3. Rata-rata mortalitas rayap untuk contoh uji dengan ekstrak akar tuba
masing-masing pelarut dan perlakuan konsentrasi…………........................

20

4. Rata-rata kehilangan berat dengan faktor pelarut dan perlakuan
konsentrasi pada contoh uji setelah diujikan ke rayap...................................

22

5. Rata-rata laju konsumsi rayap pada contoh uji dengan ekstrak akar tuba
dengan faktor pelarut dan perlakuan konsentrasi...........................................

23

6. Rata-rata ASE (antiswelling efficiency) dengan ekstrak akar tuba faktor
pelarut dan perlakuan konsentrasi…………………………..........................

25

7. Rata-rata persen penambahan berat contoh uji dengan faktor pelarut dan
perlakuan konsentrasi....……...………………..……………………………

26

8. Rata-rata kepermanenan ekstrak akar tuba dengan faktor pelarut dengan
perlakuan konsentrasi………….……...……. ……………………………...

27

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gambar 1. a). Tumbuhan tuba yang tumbuh di perladangan masyarakat;
b). Batang tumbuhan tuba…………………………………………………..

4

2. Jenis-jenis struktur flavanoida……………………………………...............

5

3. Struktur rotenone…………………………………..……………………….

6

4. Bagan Ekstraksi……………………………...………..…………................

12

5. a). Rendemen kering ekstrak akar tuba hasil ekstraksi dengan pelarut
metanol; b). Rendemen kering ekstrak akar tuba hasil ekstraksi dengan
pelarut kloroform……………………………...............................................

19

6. Serangan rayap tanah pada contoh uji……………………………………...

24

7. a). Pola serangan rayap tanah pada contoh uji yang direndam dengan
ekstrak dengan pelarut metanol; b). Pola serangan rayap tanah pada contoh
uji yang direndam dengan ekstrak dengan pelarut kloroform; c dan d).
contoh uji tanpa perlakuan………………………………………………….

25

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

Model rancangan acak lengkap 2 x 2 dengan 5 ulangan……………….

32

2.

Rendemen ekstrak akar tuba……………………………………………

32

3.

Mortalitas Rayap (%)…………………………………………………...

32

4.

Rata-rata mortalitas rayap untuk contoh uji dengan ekstrak akar tuba
masing-masing pelarut dan perlakuan konsentrasi

33

5.

Analisis sidik ragam mortalitas rayap………………………..................

33

6.

Uji Duncan mortalitas………………………………………..................

34

7.

Kehilangan berat (%)…………………………………………………...

34

8.

Rata-rata kehilangan berat dengan faktor pelarut dan perlakuan
konsentrasi
pada
contoh
uji
setelah
diujikan
ke
rayap.........................................................................................................

35

9.

Analisis sidik ragam kehilangan berat (A) contoh uji………………….

35

10.

Uji Duncan kehilangan berat………………………………...................

36

11.

Laju konsumsi rayap (gr/rayap/hari)………………………....................

36

12.

Rata-rata laju konsumsi rayap pada contoh uji dengan ekstrak akar
tuba dengan faktor pelarut dan perlakuan konsentrasi………………….

37

13.

Analisis sidik ragam laju konsumsi rayap terhadap contoh uji.

37

14.

Uji Duncan laju konsumsi rayap……………………………..................

37

15.

Stabilitas dimensi………………………………………….....................

38

16.

Rata-rata ASE (antiswelling efficiency) dengan ekstrak akar tuba
faktor pelarut dan perlakuan konsentrasi……………………………….

39

17.

Sidik ragam analisis ASE………………………………………………

39

18.

Uji Duncan ASE……………………………………………..................

39

Universitas Sumatera Utara

19.

Rata-rata persen penambahan berat contoh uji dengan faktor pelarut
dan perlakuan konsentrasi………………………………………………

40

20.

Analisis sidik ragam penambahan berat contoh uji…………………….

40

21.

Uji Duncan penambahan berat………………………………………….

40

22.

Kepermanenan Ekstrak Akar Tuba (%)………………………………...

40

23.

Rata-rata kepermanenan ekstrak akar tuba dengan faktor pelarut dan
perlakuan konsentrasi…………………………………………………...

41

Sidik ragam kepermanenan ekstrak akar tuba di dalam contoh
uji……………………………………………………………………….

42

25.

Uji Duncan kepermanenan ekstrak akar tuba………………..................

42

26.

Taksasi biaya penelitian skala laboratorium……………………………

42

27.

Flow sheet penelitian…………………………………………………...

43

28.

Tumbuhan tuba yang tumbuh di kebun masyarakat……………………

44

29.

Tumbuhan tuba sebagai semak yang tumbuh merambat……………….

44

30.

Batang tuba, akar tuba dan daun tuba………………………..................

45

30.

Akar tuba yang telah dihaluskan dan dimaserasi dengan pelarut
metanol selama 3 x 24 jam, dan kemudian disaring dengan kertas
saring hingga hasil saringan menunjukkan warna lebih
jernih……………………………………………………………………

45

31.

Proses ekstraksi akar tuba…………………………………....................

46

32.

Kayu karet………………………………………………………………

47

33.

Rayap dengan contoh uji kayu………………………………………….

47

24.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
Posma Charli P.S. Toxicity Of Tuba Roots Extract (Derris elliptica (Roxb.) Benth)
Applicated To Subterranean Termites (Coptotermes curvignatus Holmgren). Under
advisor Lutfhi Hakim, S.Hut, M.Si and Irawati Azhar, S.Hut.

The objective of this research are to evaluate the possibility of the roots
extracts of tuba’s root (Derris elliptica (Roxb.) Benth) to be used as bioinsecticide
under varied consentrations (conrol, 4%, 5% and 6%) on mortality of subterranean
termites (Coptotermes curvignatus Holmgren). The results showed that there was a
very significants effect of treatment on the mortality of subterranean termites
(Coptotermes curvignatus Holmgren), there was aplicated axtract 4% concentration
mortality of subterranean termites (Coptotermes curvignatus Holmgren) more than
50%. The 4% concentration was considered to be the most effective as they could kill
more than 50% (57%) of subterranean termites (Coptotermes curvignatus Holmgren)
used extract with methanol solvent. There was an indication that the root extracts of
tuba’s root (Derris elliptica (Roxb.) Benth) had a strong toxicity and a high potential
to be used as botanical insecticides against subterranean termites population.
Key words : Derris elliptica (Roxb). Benth, botanical insecticide, toxicity, mortality,
Coptotermes curvignatus Holmgren.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Posma Charli P.S. Daya Racun Ekstrak Akar Tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth)
terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren). Dibawah bimbingan
Lutfhi Hakim, S.Hut, M.Si and Irawati Azhar, S.Hut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kemungkinan tumbuhan tuba
(Derris elliptica (Roxb). Benth) digunakan sebagai termisida dengan menguji efek
ekstrak akar tuba pada berbagai konsentrasi (0%, 4%, 5%, dan 6%) terhadap
mortalitas rayap tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren). Hasil penelitian
menunjukkan adanya pengaruh yang nyata pemberian ekstrak akar tuba terhadap
kematian rayap tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren). Ekstrak akar tuba pelarut
metanol dengan konsentrasi 4% dianggap paling efektif karena telah membunuh lebih
dari 50% (57%) rayap tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren). Hasil penelitian
mengindikasikan bahwa ekstrak akar tuba memiliki daya racun (toksitas) yang cukup
tinggi dan sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi insektisida botani
khususnya untuk menekan populasi rayap tanah (Coptotermes curvignatus
Holmgren).
Kata kunci : Derris elliptica (Roxb). Benth, insektisida botani, toksisitas, mortalitas,
Coptotermes curvignatus Holmgren.

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tumbuhan tuba telah digunakan sebagai racun untuk berburu ikan oleh
masyarakat tradisional semenjak dahulu. Akar tuba diekstrak secara konvensional
yaitu ditumbuk dan dilarutkan dengan air. Pengetahuan masyarakat tradisional
terhadap tumbuhan tuba dikembangkan oleh ahli-ahli kimia. Ahli-ahli kimia
melakukan rangkaian penelitian untuk melihat senyawa-senyawa yang terkandung di
dalam ekstrak akar tuba yang mengandung racun sehingga diketahui bahwa
komposisi senyawa-senyawa kimia yang terkandung pada ekstrak akar tuba, yaitu :
rotenone, dehydrorotenone, dequelin dan elliptone (WHO, 1992). Harborne (1987)
mengidentifikasi bahwa senyawa rotenone adalah senyawa flavanoida dan bersifat
racun. Umumnya senyawa rotenone terdapat pada beberapa jenis tumbuhan dari ordo
Leguminosae terutama dari jenis-jenis Derris elliptica dan D.malaccensis yang
banyak dijumpai di Indonesia dan Malaysia. Sedangkan species dari Loncocarpus
utilis dan L. urucu tumbuh di Amerika Selatan.
Senyawa rotenone yang terdapat pada ekstrak akar tuba (Derris elliptica
(Roxb.) Benth) sangat berbahaya terhadap mahluk hidup di perairan karena
kandungan racunnya tinggi. Jika digunakan sebagai racun ikan secara terus-menerus
maka akan menyebabkan kerusakan ekosistem perairan. Kandungan racun yang
tinggi dari senyawa rotenone ini mendorong masyarakat tradisional menggunakannya
sebagai insektisida alami pada pertanian mereka. Kardinan (2001) mengatakan bahwa
kandungan senyawa rotenone yang tertinggi terdapat pada akarnya, yaitu 0,3-12%.
Shahabuddin (2005) melihat ini dan mencoba mengekstrak akar tuba dan
menggunakannya sebagai racun untuk larva Aedes sp. (larva nyamuk penyebab
demam berdarah) dan penelitiannya menunjukkan pengaruh positif terhadap
mortalitas larva Aedes sp.
Rotenone tergolong sangat beracun karena nilai LD50 pada mamalia = 10-30
mg/kg (Tarumingkeng, 2004) akan tetapi rotenone relatif aman bagi kesehatan
manusia (Kardinan, 2001). Hal ini berarti bahwa rotenone memiliki efek racun yang

Universitas Sumatera Utara

berbeda terhadap manusia dan jenis mamalia lainnya. Gejala keracunan tidak terlihat
pada tikus dan marmut apabila rotenone dimakan tetapi gejala keracunan sangat
terlihat pada mencit apabila rotenone dimakan. Iritasi kulit merupakan efek yang
ditimbulkan rotenone apabila terkena kulit kelinci. Rotenone diklasifikasikan sebagai
racun pernapasan oleh badan kesehatan dunia (WHO, 1992).
Berdasarkan latar belakang tumbuhan tuba yang mengandung senyawa racun
yang tinggi maka penulis tertarik untuk mengekstraksi akar tuba (Derris elliptica
(Roxb.) Benth) dan melihat daya racun yang ditimbulkan terhadap rayap tanah
(Coptotermes curvignathus Holmgren) dan nantinya diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan pengawet kayu biologis yang ramah lingkungan dan dapat
diperbaharui.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi daya racun ekstrak akar tuba
terhadap rayap tanah.
Hipotesis Penelitian
Pengaruh utama faktor pelarut :
Ho : Faktor pelarut tidak berpengaruh
H1 : minimal ada satu pelarut yang berpengaruh
Pengaruh utama faktor konsentrasi :
Ho : Faktor konsentrasi tidak berpengaruh
H1 : minimal ada satu konsentrasi yang berpengaruh
Pengaruh sederhana (interaksi) faktor pelarut dengan faktor konsentrasi :
Ho : Faktor pelarut dan faktor konsentrasi tidak berpengaruh
H1 : minimal ada satu pelarut dan konsentrasi yang berpengaruh
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan bahan pengawet kayu yang
ramah lingkungan dan tersedianya informasi untuk bidang pengawetan kayu
(khususnya industri-industri perkayuan dan turunannya) yang menggunakan bahan

Universitas Sumatera Utara

pengawet alami, dan dapat dipertimbangkan penggunaannya sebagai bahan pengawet
alternatif yang ramah lingkungan.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Tumbuhan Tuba
Nama ilmiah tumbuhan tuba adalah Derris eliptica (Roxb.) Benth (WHO,
1992). Tumbuhan ini tersebar luas di Indonesia, biasanya banyak tumbuh liar di
hutan-hutan, di ladang-ladang yang sudah ditinggalkan (diperlihatkan pada Gambar
1). Nama daerah tanaman tuba adalah tuba jenuh (Karo), tuba (Toba), tuba (Sunda),
tuba jenong (Simalungun), tuba (Jawa). Tumbuhan tuba memiliki tinggi 5-10 meter,
ranting berwarna coklat tua dengan lentisel yang berbentuk jerawat, daun tersebar
bertangkai pendek, memanjang sampai bulat telur berbalik, sisi bawah hijau keabuabuan, kelopak berbentuk cawan, polongan oval sampai memanjang, biji 1-2,
biasanya berbuah pada bulan April-Desember (Sitepu, 1995).

a

b

Gambar 1 a) Tumbuhan tuba yang tumbuh di perladangan masyarakat; b) Batang
tumbuhan tuba.
Taksonomi tumbuhan tuba ini diklasifikasikan sebagai berikut (WHO, 1992) :
Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dikotylae

Universitas Sumatera Utara

Ordo

: Leguminosae

Familia

: Derris

Species

: Derris eliptica

Flavanoida
Flavanoida adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan di
alam. Harborne (1987) mengatakan bahwa senyawa-senyawa ini adalah zat warna
merah, ungu, biru, dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuhtumbuhan. Flavanioda memiliki kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom
karbon, dimana dua dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propan (C3)
sehingga membentuk (C6-C3-C6). Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur
yakni 1,3-diaril propana (flavanoid), 1,2-diaril propana (isoflavanoid), 1,1-diaril
propana (neoflavanoid). Struktur flavanoida ditunjukkan pada Dambar 2.
C3
C3
A

B
A

C1

C2

C2

C3
C1

A

B

C2
B
C1

Isoflavanoid

Flavanoid

Neoflavanoid
Gambar 2 Jenis-jenis struktur flavanoida

Rotenone
Rotenone adalah salah satu anggota dari senyawa isoflavon, sehingga
rotenone termasuk senyawa golongan flavanoida. Salah satu kandungan dari ekstrak
tanaman tuba adalah rotenone dengan nama lain tubotoxin (C23H22O6). Tubotoxin
merupakan insektisida alami yang kuat, titik lelehnya 1630C, larut dalam alkohol,
karbon tetraclorida, chloroform, dan banyak larutan organik lainnya. Jika terbuka
terhadap cahaya dan udara mengalami perubahan warna kuning terang menjadi

Universitas Sumatera Utara

kuning pekat, orange dan terakhir menjadi hijau tua dan akan diperoleh kristal yang
mengandung racun serangga (WHO, 1992).
Pemisahan rotenone pertama sekali dilakukan oleh Geoffray pada tahun 1895
dalam Sitepu (1995) dimana rotenone digunakan sebagai obat cuci untuk pengujian
dermatitis. Struktur rotenone ditunjukkan pada gambar 3.

O
O
O
O
OCH3
OCH3

Gambar 3 Struktur rotenone
Teknik Isolasi Rotenone
Akar tuba yang telah dikeringkan di udara ditumbuk dan kemudian diekstraksi
dengan kloroform dingin sebanyak tiga kali, ekstrak ini digabungkan dan dipekatkan
di bawah penurunan tekanan. Ekstrak pekat ditambahkan eter, akan terbentuk
endapan yang berupa gel yang dapat dipisahkan dari filtratnya. Endapan yang
diperoleh ini selanjutnya dicuci berulang-ulang hingga diperoleh endapan yang bebas
dari senyawa pengotor lainnya. Hasil kristalisasi ini diperoleh kristal berbentuk
lempengan hexagonal yang mempunyai titik lebur 163-1640C dan berwarna putih
mengkilap (Sitepu, 1995).
Toksikologi
Toksikologi menurut E. J Ariens (1985) dalam Wattimena et al. (1994) adalah
pengetahuan kerja senyawa kimia yang merugikan terhadap organisme hidup dan
merupakan cabang dari farmakologi, yang mencakup : pestisida, insektisida, racun
dan komponen makanan. Suatu zat dinyatakan racun bila zat tersebut menyebabkan
efek merugikan bagi yang menggunakannya. Namun dalam praktek hanya zat dengan
resiko relatif besar untuk menyebabkan kerusakan dinyatakan dengan racun. Sebagai

Universitas Sumatera Utara

contoh Timbal dan Raksa. Zat ini menimbulkan keracunan, selama jumlah yang
diabsorbsi berada di bawah konsentrasi yang bersifat racun. Karena adanya kenyataan
bahwa zat-zat kimia akan menimbulkan kematian dalam dosis microgram, maka zat
kimia yang lain mungkin relatif kurang berbahaya setelah diberikan dengan dosis
melebihi beberapa gram. Parameter toksisitas didasarkan pada jumlah besarnya zat
kimia yang diperlukan untuk menimbulkan bahaya yaitu luar biasa toksik (1 mg/kg),
sangat toksik (1-50 mg/kg), cukup toksik (50-500 mg/kg), sedikit toksik (0,5-5
mg/kg), tidak toksik (5-15 mg/kg).
Ariens, E.J. (1985) dalam Wattimena et al. (1994) mengatakan bahwa
mekanisme kerja toksik dilandasi oleh interaksi kimia antara metabolit dengan
substrat biologi yang membentuk ikatan kimia kovalen yang tidak bolak-balik
sehingga terjadi perubahan fungsional, yaitu kerusakan pada plasma. Rotenone
merupakan insektisida alami yang kuat, dosis yang umum pada manusia diperkirakan
0,3-0,5 gr/kg. LD50 dalam perkiraan 5 mg/kg. Dikatakan racun pada manusia karena
dengan dosis yang tinggi dapat menyebabkan kematian (Fimrite, 2007).
Biologi Rayap
Rayap merupakan serangga sosial yang termasuk ke dalam ordo isoptera dan
terutama terdapat di daerah-dearah tropika. Sampai saat ini para ahli hama telah
menemukan kira-kira 2000 jenis rayap yang tersebar diseluruh dunia, sedangkan di
Indonesia sendiri telah ditemukan tidak kurang dari 200 jenis rayap (Tarumingkeng,
2004).
Rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) memiliki kepala
berwarna kuning, antena, lambrum, dan pronotum berwarna kuning pucat. Bentuk
kepala bulat ukuran panjang sedikit lebih besar daripada lebarnya, memiliki fontanel
yang lebar. Antena terdiri dari 15 segmen; segmen kedua dan segmen keempat sama
panjangnya. Mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung diujungnya; batas
antara sebelah dalam dari mandibel kanan sama sekali rata. Panjang kepala dengan
kepala mandibel 2,46-2,66 mm, panjang kepala tanpa mendibel 1,56-1,68 mm. Lebar
kepala 1,40-1,44 mm dengan lebar pronotum 1,00-1,30 mm dan panjangnya 0,56

Universitas Sumatera Utara

mm. Panjang badan 5,5-6 mm. Bagian abdomen ditutupi dengan rambut yang
menyerupai duri. Abdomen berwarna putih kekuning-kuningan. Setiap koloni
terdapat tiga kasta yang menurut fungsinya masing-masing diberi nama kasta pekerja,
kasta prajurit dan kasta reproduktif (reproduktif primer dan reproduktif suplementer).
Dalam penggolongan ini, bentuk (morfologi) dari setiap kasta sesuai dengan
fungsinya masing-masing. (Nandika, 1989).
Kasta pekerja mempunyai anggota yang terbesar dalam koloni, berbentuk
seperti nimfa dan berwarna pucat dengan kepala hypognat tanpa mata facet.
Mendibelnya relatif kecil bila dibandingkan dengan kasta prajurit, sedangkan
fungsinya adalah sebagai pencari makanan, merawat telur serta membuat dan
memelihara sarang. Mereka mengatur efektivitas dari pada koloni dengan jalan
membunuh dan memakan individu-individu yang lemah atau mati untuk menghemat
energi dalam koloninya. Kasta reproduktif primer terdiri dari serangga-serangga
dewasa yang bersayap dan menjadi pendiri koloni (raja dan ratu). Bila masa
perkawinan telah tiba, imago-imago ini terbang keluar dari sarang dalam jumlah yang
besar. Saat seperti ini merupakan masa perkawinan dimana sepasang imago (jantan
dan betina) bertemu dan segera menanggalkan sayapnya dan mencari tempat yang
sesuai di dalam tanah atau di dalam kayu. Kasta prajurit mudah dikenal karena bentuk
kepalanya yang besar dengan sklerotisasi yang nyata. Anggota-anggota dari kasta ini
mempunyai mandibel atau rostrum yang besar dan kuat. Fungsi kasta prajurit adalah
melindungi koloni terhadap gangguan dari luar (Nandika et al. 2003).
Berdasarkan habitatnya, rayap dibagi ke dalam beberapa golongan yaitu :
rayap kayu basah ( dampwood termite), rayap kayu kering ( drywood termite), rayap
pohon (tree termite) dan rayap subteran (subterranean termite). Rayap mempunyai
beberapa sifat yang penting : Sifat trophalaxis, yaitu sifat rayap untuk berkumpul
saling menjilat serta mengadakan pertukaran bahan makanan. Sifat Crytobiotic, yaitu
sifat rayap untuk menjauhi cahaya. Sifat ini tidak berlaku pada rayap yang bersayap
(calon kasta reproduktif) dimana mereka selama periode yang pendek di dalam
hidupnya memerlukan cahaya (terang). Sifat kanibalisme, yaitu sifat rayap untuk
memakan individu sejenis yang lemah atau sakit. Sifat ini lebih menonjol bila rayap

Universitas Sumatera Utara

berada dalam keadaan kekurangan makanan. Sifat Necrophagy, yaitu sifat rayap
untuk memakan bangkai sesamanya. Polimorfisme, yaitu adanya kelompok individu
yang berbeda bentuk yang berbeda koloni (Nandika et al. 2003).
Meningkatkan ketahanan kayu tidak awet merupakan tindakan pengawetan
kayu yang sangat diperlukan. Pengawetan kayu merupakan pemberian perlakuan
kimia dan atau tanpa perlakuan fisik terhadap kayu untuk memperpanjang masa pakai
kayu. Beeley (1934) dalam Hasan (1984) mengatakan bahwa terdapat cukup banyak
bukti, bahwa Coptotermes curvignathus akan menyerang pohon-pohon karet muda
yang tampak sehat kondisinya dan apabila dibiarkan saja akan menimbulkan
kerusakan parah dalam waktu 3 sampai 4 minggu. Tempat yang diserang berbedabeda, dapat terjadi pada bagian beberapa sentimeter di atas tanah, maupun di mana
saja pada di bawah tanah. Lubang masuk biasanya terdapat di sudut akar tunggang
atau di dekat beberapa lubang luka-luka yang terjadi pada akar tunggang, lebih
kurang 20 cm di bawah permukaan tanah.
Biologi Karet (Hevea brasiliensis)
Kayu karet dapat digunakan sebagai substitusi kayu hutan alam dan menjadi
andalan dalam memenuhi kebutuhan kayu baik untuk pasar dalam maupun luar
negeri. Alasan kayu karet sebagai substitusi kayu hutan alam adalah: 1) sifat-sifat
dasar kayu karet, baik sifat fisik, mekanis maupun kimia relatif sama dengan kayu
hutan alam, 2) potensi ketersediaan kayu karet cukup besar sejalan dengan
peremajaan perkebunan karet rakyat, dan 3) nilai ekonomis kayu karet cukup baik.
Pohon karet sangat rentan terserang oleh rayap (Penebar Swadaya, 2005). Salah satu
sifat fisik kayu karet yang cukup penting adalah kerapatan atau berat jenis. Kerapatan
kayu karet tergolong setengah berat yaitu berkisar antara 0,62–0,65 g/cm3
(Boerhendhy, 2002). Nilai penyusutan (stabilitas dimensi) kayu karet sangat kecil,
hanya sedikit lebih kecil dari kayu jati. Dibandingkan dengan kayu ramin, penyusutan
kayu karet dari basah sampai kering udara arah radial dan tangensial jauh lebih kecil,
yaitu 1,77−3,05%, sedangkan kayu ramin mengalami penyusutan untuk arah radial
4,50% dan arah tangensial 9,70%.

Universitas Sumatera Utara

Dilihat dari sifat fisik dan mekanis, kayu karet tergolong kayu kelas kuat IIIII, yang setara dengan kayu ramin, perupuk, akasia, mahoni, pinus, meranti, durian,
ketapang, keruing, sungkai, gerunggang, dan nyatoh. Kelas awet kayu karet tergolong
kelas awet V yaitu setara dengan kayu ramin, namun kayu karet lebih rentan terhadap
serangga penggerek dan jamur biru (blue stain) dibanding kayu ramin. Oleh karena
itu, untuk memanfaatkannya perlu dilakukan pengawetan yang lebih intensif
dibandingkan kayu ramin, terutama setelah digergaji. Pengawetan kayu ramin cukup
dengan cara pencelupan, sedangkan pada kayu karet harus dilakukan dengan cara
vakum dan tekan. Namun, dengan berkembangnya teknologi pengawetan, masalah
tersebut telah dapat diatasi (Coto, 1989).

Universitas Sumatera Utara

METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Peneltian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam Fakultas
Matematika Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan Laboratorium Teknologi Hasil
Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, dari bulan Februari sampai dengan
bulan April 2008.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah akar tuba (Derris elliptica
(Roxb.) Benth) sebanyak 2000 gram dalam keadaan berat kering udara yang
diperoleh dari Kecamatan Habinsaran, Kabupaten Toba Samosir. Rayap tanah
(Coptotermes curvignathus Holmgren) untuk menguji toksisitas. Kayu karet (Hevea
brasiliensis) umur 20 tahun sebagai pengumpanan bahan pengawet yang diperoleh
dari perkebunan milik rakyat Gunung Para, Tebing Tinggi. Sedangkan pelarut yang
digunakan adalah metanol (MeOH) teknis, kloroform (CHCL3), n-heksan, H2SO4 2N,
etil asetat (EtAc) dan aquades.
Alat yang digunakan adalah blender untuk menghaluskan akar tuba, saringan
60 mesh, botol besar untuk tempat perendaman, kertas saring untuk memisahkan
ampas dengan hasil rendaman, botol penampung hasil rendaman, labu alas 1 liter
sebagai wadah hasil rendaman, rotary evaporator untuk menguapkan pelarut, corong
pisah untuk memisakan larutan yang masih tersisa, beker glass, pH meter, kotak kaca
untuk tempat aplikasi bahan pengawet terhadap contoh uji dan rayap.
Metode Penelitian
Ekstraksi Akar Tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth)
Akar tuba (bahan ekstrak) dicuci bersih, dipotong-potong kecil dan
dikeringkan untuk dihancurkan dengan menggunakan blender sampai halus.
Selanjutnya pembuatan ekstrak akar tuba mengacu pada metode yang digunakan
Harborne (1987). Serbuk akar dimaserasi dalam metanol selama 3 x 24 jam,

Universitas Sumatera Utara

kemudian disaring. Tahap maserasi ini diulang beberapa kali, sampai maserat
yang diperoleh warnanya relatif jernih. Selanjutnya maserat yang diperoleh
dipekatkan dengan alat penguap putar (rotary evaporator), pada suhu 40-500 C,
sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol. Pelarut yang tersisa pada ekstrak pekat
tersebut diuapkan di atas penangas air pada suhu 40-500C dalam lemari asam,
sehingga diperoleh ekstrak metanol berbentuk pasta (bebas dari pelarut). Ekstrak
yang diperoleh kemudian diencerkan dengan menggunakan akuades sesuai
dengan konsentrasi ekstrak yang diperlukan. Alur kerja ekstraksi akar tuba secara
lengkap disajikan pada Gambar 4.
2000 gr serbuk akar tuba
(Derris elliptica (Roxb.) Benth)
Pelarutan dengan MeOH
Penyaringan, pemekatan dengan
rotary evaporator
Residu : MeOH sisa

Ekstrak MeOH kasar
Partisi n-heksan

Residu : lapisan n-heksan sisa

Lapisan MeOH

Penguapan

Ekstrak pekat metanol
Pelarutan dengan aquadest
Pengasaman dengan H2SO4 2N sampai pH = 2
Ekstraksi partisi dengan CHCl3

Residu : lapisan asam pH = 2

Lapisan CHCl3

Penguapan
Ekstrak Pekat kloroform

Gambar 4 Bagan ekstraksi

Universitas Sumatera Utara

Ekstraksi dilakukan secara rendaman dingin dengan menggunakan pelarut
metanol (MeOH) terhadap serbuk akar tuba dan didapat kadar ekstrak dan
dilanjutkan dengan pelarut kloroform (CHCl3). Ekstrak akar tuba pekat dengan
pelarut metanol yang diperoleh dibagi dua. Setengah bagian pertama akan dibuat
menjadi serbuk dan dilarutkan dengan aquades dengan taraf konsentrasi 0%
(tanpa perlakuan), 4%, 5%, 6% dan diaplikasikan ke contoh uji dan diumpankan
terhadap rayap sedangkan sisanya akan diekstrak partisi dengan pelarut kloroform
dan hasilnya akan dibuat menjadi serbuk dan diaplikasikan ke contoh uji
seterusnya diumpankan terhadap rayap (perlakuan untuk kedua ekstrak akar tuba
untuk masing-masing contoh uji dan pengumpanan ke rayap adalah sama).
Pembuatan Larutan Ekstrak
Ekstrak pekat metanol dan ekstrak pekat kloroform yang diperoleh untuk
masing-masing hasil ekstrak dikonsentrasikan dengan pelarut aquades sesuai
dengan konsentrasi yang dibutuhkan. P0 = Perlakuan 0% (tanpa ekstrak akar
tuba), P1 = 4%, P2 = 5%, P3 = 6%. Rendemen ekstrak akar tuba dihitung dengan
menggunakan rumus :

Rendemen ekstrak tuba(%) =

Berat serbuk ekstraksi (MeOH + CHCL 3 )
×100%
2000 gram

Berat serbuk diperoleh dari hasil penguapan sisa pelarut dengan oven.
Penambahan aquades dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak pada
berbagai tingkat konsentrasi pengujian. Formulasi konsentrasi ditentukan dengan
rumus :

Konsentrasi 4% =
Konsentrasi 5% =

Konsentrasi 6% =

4 mg serbuk akar tuba
96 ml aquades
5 mg serbuk akar tuba
95 ml aquades

6 mg serbuk akar tuba
94 ml aquades

Universitas Sumatera Utara

Pembuatan Contoh Uji dan Persiapan Contoh Uji sebelum Perlakuan.
Pembuatan Contoh Uji.
Kayu karet segar ditebang, dibuat dolok dengan panjang kurang lebih 1m, lalu
diambil kayu bagian gubalnya untuk dibuat contoh uji. Contoh uji yang bebas
cacat berukuran 20mm (T) x 20mm (R) x 10mm (L) dibuat dengan gergaji mesin
Persiapan Contoh Uji Sebelum Perlakuan.
Contoh uji dikering udarakan selama lebih kurang 2 minggu (sampai beratnya
konstan). Kemudian contoh uji dikeringkan di dalam oven 600C selama 3 hari
kemudian ditimbang (Wo) dan volumenya diukur dengan kalipper.
Penyediaan Rayap Tanah
Rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) dipilih yang sehat dan
aktif, terdiri dari kasta pekerja dan kasta prajurit. Jumlah kasta prajurit 10% dari
jumlah kasta pekerja. Jumlah rayap tanah untuk satu perlakuan adalah 50 ekor
rayap (45 ekor kasta pekerja dan 5 ekor kasta prajurit). Rancangan percobaan
penelitian menggunakan 2 faktor, 4 perlakuan dan 5 kali ulangan sehingga
dibutuhkan 2000 ekor rayap (1800 ekor kasta pekerja dan 200 ekor kasta prajurit.
Pengujian Ekstrak Akar Tuba terhadap Rayap Tanah
Contoh uji yang telah yang telah diberi perlakuan kemudian dimasukkan ke
dalam kotak kaca. Setiap kotak kaca berisi satu buah contoh uji dan diberi
label/keterangan sesuai perlakuan masing-masing. Masing-masing kotak kaca
dimasukkan 45 ekor rayap pekerja dan 5 ekor rayap prajurit yang sehat dan aktif.
Contoh uji kemudian disimpan di dalam kamar gelap selama 9 minggu dan setiap
minggu diamati mortalitas rayapnya.
Pengumpulan Data
Mortalitas Rayap
Persentase mortalitas rayap dihitung dengan rumus : M =

M1
× 100%
M0

Universitas Sumatera Utara

Keterangan : M = Mortalitas rayap
M0 = Total jumlah rayap yang diumpankan
M1 = Jumlah rayap yang mati
Persentase Kehilangan Berat Contoh Uji
Kehilangan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persentase
kehilangan berat contoh uji dengan rumus :

A = {(W − F )} / W }×100%
Keterangan :
A = Persentase kehilangan berat kayu contoh uji (%)
W = Berat kering oven kayu contoh uji sebelum diumpankan ke rayap
(gram)
F = Berat kering oven contoh uji setelah diumpankan ke rayap tanah
selama 9 minggu (gram)
Laju Konsumsi Rayap
Laju konsumsi rayap dihitung dengan rumus :

Laju Konsumsi Rayap (gr/rayap/hari) =

Jumlah contoh uji yang dimakan
Total hari rayap pekerja

Pengukuran Stabilitas Dimensi
Contoh uji direndam di dalam air hingga tenggelam. Setelah jenuh
air contoh uji diangkat dan diukur dimensinya (DB), kemudian dikeringkan
dalam oven pada suhu 103±050C dan juga diukur dimensinya (DK).
Dimensi contoh uji setelah perendaman dan kering oven diukur dengan
jangka sorong untuk menghitung koefesien pengembangan volume (S).
Nilai ASE (Antiswelling Efficiency) dapat dihitung dari perbedaan antara
nilai pengembangan contoh uji dengan perlakuan pengawetan dan tanpa
perlakuan pengawetan. Koefisien pengembangan volume dihitung dengan
rumus :

Universitas Sumatera Utara

S = {( DB / DK ) −1}×100%
Keterangan :
S = Koefisien pengembangan (%)
DB = Dimensi contoh uji setelah perendaman (cm3)
DK = Dimensi contoh uji kering oven (cm3)
ASE (%) = {1 − ( S 2 / S1 )}×100%
Keterangan :
S2 = Koefesien pengembangan volume contoh uji setelah perlakuan
S1 = Koefisien pengembangan contoh uji tanpa perlakuan
Retensi Ekstrak Akar Tuba
Persentase penambahan berat contoh uji kayu karet akibat perlakuan
pengawetan dihitung dengan rumus :

Penambahan Berat (%) =

W1 − W0
×100%
W0

Keterangan :
W0 = Berat contoh uji sebelum pengawetan (gram)
W1 = Berat contoh uji setelah pengawetan (gram)
Uji Kepermanenan Ekstrak Akar Tuba di Dalam Kayu
Contoh uji yang telah diawetkan dimasukkan ke dalam air panas 100
ml dan direndam selama 1 jam, kemudian diukur penurunan retensinya pada
keadaan kering oven. Hilangnya bahan pengawet akibat pencucian diukur
dengan menghitung penurunan berat contoh uji dengan rumus :
L=

B0 − B a
×100%
B0

Keterangan :
L

= Penurunan ekstrak akar tuba (%)

Universitas Sumatera Utara

B0 = Berat contoh uji setelah diawetkan (gram)
Ba = Berat contoh uji setelah pelunturan (gram)
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan pola faktorial 2 x 4 dengan 5 kali ulangan (Gomez, 1995).
Tabel 1 Model rancangan acak lengkap 2 x 2 dengan 5 ulangan.
Pelarut (A)
Metanol (A1)

Kloroform (A2)

Perlakuan (B)
B0
B1
B2
B3
B0
B1
B2
B3

I
A1 B 0
A1 B 1
A1 B 2
A1 B 3
A2 B 0
A2 B 1
A2 B 2
A2 B 3

II
A1 B 0
A1 B 1
A1 B 2
A1 B 3
A2 B 0
A2 B 1
A2 B 2
A2 B 3

III
A1 B 0
A1 B 1
A1 B 2
A1 B 3
A2 B 0
A2 B 1
A2 B 2
A2 B 3

IV
A1 B 0
A1 B 1
A1 B 2
A1 B 3
A2 B 0
A2 B 1
A2 B 2
A2 B 3

V
A1 B 0
A1 B 1
A1 B 2
A1 B 3
A2 B 0
A2 B 1
A2 B 2
A2 B 3

Faktor-faktor yang digunakan adalah faktor A (pelarut metanol dan pelarut
kloroform) dan faktor B dengan 4 taraf konsentrasi perlakuan, yaitu
Perlakuan Bo = perlakuan 0%, B1 = konsentrasi 4%, B2 = konsentrasi 5%,
B3 = konsentrasi 6%). Diulang sebanyak lima kali dengan jumlah rayap
tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) setiap perlakuan sebanyak
lima puluh ekor.
Data yang diperoleh diuji dengan analisis sidik ragam pada taraf

signifikansi 95% dan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan α = 0,05
(Mattjik dan Sumertajaya, 2002).
Model umum dari rancangan adalah :
Yijkh = µ + Ai + B j + ( AB )ij + Eijk

Keterangan :
Yij

= Nilai pengamatan daya racun ekstrak akar tuba

µ

= Nilai rata-rata

Ai

= Pengaruh taraf ke-i faktor pelarut ekstrak

Universitas Sumatera Utara

Bj

= Pengaruh taraf ke-j faktor konsentrasi larutan ekstrak

(AB)ij = Pengaruh interaksi perlakuan pelarut ekstrak pada taraf ke-i dengan
perlakuan konsentrasi ekstrak pada taraf ke-j.
Eijk

= Kesalahan (galat) percobaan.

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Ekstrak Akar Tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth)
Rendemen ekstrak akar tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth) merupakan
persen zat ekstrak yang dikandung akar tuba. Rendemen ekstrak akar tuba lebih jelas
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Rendemen ekstrak akar tuba.
Pelarut MeOH
Pelarut CHCl3
Total

Rendemen basah ekstrak (%)
17.8668
22.1663
40.0331

Rendemen kering ekstrak (%)
3.4154
3.9145
7.3299

Dari Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa total rendemen kering yang diperoleh
adalah 7,3299% dengan perincian seperti Tabel 2. Rendemen yang diperoleh dengan
pelarut CHCl3 lebih banyak dari rendemen dengan pelarut MeOH. Hal ini bisa
diterima karena ketika proses pembagian ekstrak pekat metanol berbentuk gel (seperti
disajikan pada Lampiran 27) tidak terbagi secara merata. Pembagian dilakukan
berdasarkan volume dan bukan berdasarkan massa partikel ekstraksi sehingga
rendemen kering ekstrak CHCl3 memiliki persen rendemen lebih banyak karena
memiliki bobot lebih banyak. Rendemen kering ekstrak akar tuba berupa serbuk
seperti disajikan pada Gambar 5 di bawah ini.

(a)

(b)

Gambar 5 a) Rendemen kering ekstrak akar tuba hasil ekstraksi dengan pelarut
metanol; b) Rendemen kering ekstrak akar tuba hasil ekstraksi dengan
pelarut kloroform.

Universitas Sumatera Utara

Mortalitas Rayap
Mortalitas rayap merupakan salah satu indikator dalam penentuan keaktifan
bahan racun dengan menghitung persentase jumlah rayap yang mati setelah diberikan
perlakuan pada waktu tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian
ekstrak akar tuba pada konsentrasi tinggi dapat membunuh rayap secara efektif.
Secara lengkap hasil penelitian disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Rata-rata mortalitas rayap untuk contoh uji dengan ekstrak akar tuba
masing-masing pelarut dan perlakuan konsentrasi.
Konsentrasi
Ekstrak MeOH (%)
Ekstrak CHCl3 (%)
0% (tanpa perlakaun)
8,00 e
28,00 d
4%
57,20 c
56,40 c
5%
74,40 b
88,00 a
6%
79,20 b
90,80 a
Simbol yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Rata-rata mortalitas rayap untuk contoh uji dengan ekstrak akar tuba masingmasing pelarut dan perlakuan konsentrasi pada Tabel 3 diatas dijelaskan bahwa
mortalitas rayap terendah pada perlakuan ekstrak metanol 0% dengan persentase
mortalitas sebesar 8%. Mortalitas tertinggi ditunjukkan pada perlakuan ekstrak
kloroform 6% dengan persentase mortalitas sebesar 90,80%. Analisis sidik ragam
mortalitas rayap yang disajikan pada Lampiran 5, pada faktor pelarut, faktor
konsentrasi dan korelasi faktor pelarut dan faktor konsentrasi menunjukkan pengaruh
yang signifikan, sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan. Pengaruh yang ditimbulkan
untuk kenaikan konsentrasi dan perlakuan ekstrak pelarut adalah berpengaruh nyata.
Kondisi LD50 (lethal dosis 50%) artinya adalah kondisi mortalitas lebih dari
50% dengan pemberian dosis tertentu. Kondisi LD50 dicapai pada perlakuan
konsentrasi 4% baik ekstrak metanol maupun kloroform dengan persentase mortalitas
masing-masing 57,20% dan 56,40%. Hal ini berarti bahwa konsentrasi ekstrak
sebesar 4%, jumlah rayap yang mati mencapai 50% dari total populasi rayap.
Menurut

Tarumingkeng

(1992)

kondisi

LD50

merupakan

kondisi

dimana

insektisida/pestisida sudah dianggap efektif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
efektivitas daya racun akar tuba dengan ekstrak metanol dan kloroform terjadi pada

Universitas Sumatera Utara

konsentrasi 4% ke atas. Insektisida dikatakan efektif apabila konsentrasi yang
diberikan dapat membunuh rayap (Hasan, 1984).
Nilai persentase mortalitas rayap yang sangat tinggi dengan adanya
penggunaan ekstrak akar tuba disebabkan oleh senyawa kimia bioaktif rotenone yang
meracuni rayap. Ekstrak akar tuba mengandung bahan yang beracun yang dapat
mematikan rayap. Penelitian ini mendukung kesimpulan Sitepu (1995) yang
mengatakan bahwa rotenone mengakibatkan mortalitas yang tinggi terhadap ikan nila
sehingga disimpulkan bahwa uji toksikologi rotenone terhadap ikan nila dari kristal
yang diperoleh memberikan uji toksik yang positif. Penelitian ini juga mendukung
kesimpulan Shahabuddin (2005) yang menyimpulkan bahwa pemberian ekstrak akar
tuba konsentrasi 4%