Penentuan Lc50 Ekstrak Etanol Akar Tuba [Derris elliptica(Roxb.)]Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

(1)

(2)

(3)

Lampiran 3.Bagan Penelitian

Dicuci dari pengotor sampai bersih Ditiriskan

Ditimbang berat basahnya Pemeriksaan organoleptis dan

makroskopik

Dirajang dan dikeringkan dengan suhu ruangan

Ditimbang berat keringnya, lalu di blender

Dimasukkan dalam wadah kaca/labu

Ditambahkan etanol 96% hingga simplisia terendam Dibiarkan selama 3 jam Dimasukkan kedalam alat perkolator

Dituang penyari diatasnya Ditutup mulut perkolator selama 24 jam

Dibuka kran perkolator Dibiarkan tetesan ekstrak mengalir dengan kecepatan 1 ml/menit

Ditampung perkolat dalam botol kaca

Dihentikan kran apabila perkolat terakhir diuapkan tidak meninggalkan sisa Dipekatkan dengan rotary

evaporator Diuji Toksisitas LC50 Akar Tuba Simplisia Karakterisasi 1. Makroskopik 2. Mikroskopik 3. Penetapan Kadar

Air

4. Penetapan Kadar Sari yang Larut Dalam Air 5. Penetapan Kadar

Sari yang Larut dalam Etanol 6. Penetapan Kadar

Abu Total

7. Penetapan Kadar

Abu yang tidak larut dalam asam

Skrining fitokimia Senyawa golongan • Alkaloida • Glikosida • Flavanoida • Steroid/ Triterpenoid • Saponin • Tanin

300 gram simplisia

Ekstrak kental 70,55 g

Hasil Akar Tuba


(4)

(5)

Lampiran 5.Gambar Makroskopik

Akar tuba


(6)

Lampiran 6. Gambar Mikroskopik Akar Tuba

Jaringan Gabus


(7)

Lampiran 7. Alat dan Bahan


(8)

Lampiran 7. (Lanjutan)

Aerator


(9)

Lampiran 7. (Lanjutan)

Ikan Nila


(10)

Lampiran 7. (Lanjutan)

Uji Pendahuluan


(11)

Lampiran 8. Perhitungan Konsentrasi

Sampel yang digunakan 10 g ekstrak akar tuba dalam 1 L akuades

10 � 1 �

� = 10.000 �� = 10.000 ��� = 10.000 ����� = 10.000 ppm

• Konsentrasi Uji Pendahuluan : a.Konsentrasi 0 ppm

0 ��/��

10.000 ��/��x 10.000 mL = 0 mL

b.Konsentrasi 0,1 ppm 0,1 ��/��

10.000 ��/��x 10.000 mL = 0,1 mL

c.Konsentrasi 1 ppm 1 ��/��

10.000 ��/��x 10.000 mL = 1 mL

d.Konsentrasi 10 ppm 10 ��/��

10.000 ��/��

x10.000 mL= 10 mL

e.Konsentrasi 100 ppm 100 ��/��

10.000 ��/��

x10.000 mL= 100 mL

f.Konsentrasi 1000 ppm 1000 ��/��

10.000 ��/��x 10.000 mL = 1000 mL


(12)

Lampiran 8. (Lanjutan)

• Konsentrasi Uji LC50 a.Konsentrasi 0 ppm

0 ��/��

10.000 ��/��x 10.000 mL = 0 mL

b.Konsentrasi 0,4 ppm 0,4 ��/��

10.000 ��/��x 10.000 mL = 0,4 mL

c.Konsentrasi 2 ppm 2 ��/��

10.000 ��/��x 10.000 mL = 2 mL

d.Konsentrasi 10 ppm 10 ��/��

10.000 ��/��

x10.000 mL= 10 mL

e.Konsentrasi 50 ppm 50 ��/��

10.000 ��/��

x10.000 mL= 50 mL

f.Konsentrasi 250 ppm 250 ��/��

10.000 ��/��x 10.000 mL = 250 mL

g.Konsentrasi 1250 ppm 1250 ��/��


(13)

Lampiran 9. Perhitungan Nilai LC50 dengan Analisis Farmakope ∑ mati = ����� ℎ�������������������� ℎ������������ 100%

= 2 ����

10 ���� 100 = 20 ekor m = a- b (∑Pi – 0,5)

a = dosis terendah yang dapat menyebabkan kematian 100 % b = beda log dosis yang berurutan

Pi = % kematian ikan uji dari ∑ mati , contohnya : 20100 = 0,2 ∑ Pi = Jumlah Pi ( % kematian ikan yang diuji)

Ulangan I

Konsentrasi (ppm)

Log Dosis

Hidup Mati ∑ mati Pi ∑ Pi

0 0 10 0 0 0

0,4 -0,4 10 0 0 0

2 0,3 9 1 10 0,1 3,4

10 1 5 5 50 0,5

50 1,7 2 8 80 0,8

250 2,4 0 10 100 1

1250 3,1 0 10 100 1

m = a- b (∑Pi – 0,5) LC50 = anti log m m = 2,4 – 0,7 (3,4 – 0,5) LC50 = anti log 0,37 m = 2,4 – 0,7 (2,9) LC50 = 2,34 ppm m = 2,4 – 2,03


(14)

Lampiran 9. (Lanjutan) Ulangan II Konsentrasi (ppm) Log Dosis

Hidup Mati ∑ mati Pi ∑ Pi

0 0 10 0 0 0

0,4 -0,4 10 0 0 0

2 0,3 8 2 20 0,2 3,4

10 1 5 5 50 0,5

50 1,7 3 7 70 0,7

250 2,4 0 10 100 1

1250 3,1 0 10 100 1

m = a- b ((∑Pi – 0,5) LC50 = anti log m m = 2,4 – 0,7 (3,4 – 0,5) LC50 = anti log 0,37 m = 2,4 – 0,7 (2,9) LC50 = 2,34 ppm m = 2,4 – 2,03

m = 0,37

Ulangan III

Konsentrasi (ppm)

Log Dosis

Hidup Mati ∑ mati Pi ∑ Pi

0 0 10 0 0 0

0,4 -0,4 10 0 0 0

2 0,3 9 1 10 0,1 3,5

10 1 4 6 60 0,6

50 1,7 2 8 80 0,8

250 2,4 0 10 100 1

1250 3,1 0 10 100 1

m = a- b ((∑Pi – 0,5) LC50 = anti log m m = 2,4 – 0,7 (3,5 – 0,5) LC50 = anti log 0,3 m = 2,4 – 0,7 (3) LC50 = 1,99 ppm m = 3,4 – 2,1


(15)

Lampiran 10.Hasil Uji Statistik

One-Sample Statistics

N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean LC50AkarTub

a

3 2.2233 .20207 .11667

One-Sample Test

Test Value = 0

T df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper LC50AkarTuba 19.057 2 .003 2.22333 1.7214 2.7253


(16)

Lampiran 11.Hasil Uji Pendahuluan

Hasil uji pendahuluan terhadap kematian ikan nila perlakuan pertama

Waktu Kelompok Konsentrasi Jumlah ikan yang mati

Perlakuan ke-1 Kontrol 0

0,1 ppm 0

1 ppm 2

10 ppm 8

100 ppm 10

1000 ppm 10

Hasil uji pendahuluan terhadap kematian ikan nila perlakuan kedua

Waktu Kelompok Konsentrasi Jumlah ikan yang mati

Perlakuan ke-2 Kontrol 0

0,1 ppm 0

1 ppm 3

10 ppm 9

100 ppm 10


(17)

Lampiran 12. Hasil Uji Toksisitas LC50 Hasil uji tokisitas LC50 perlakuan pertama

Waktu Kelompok Konsentrasi Jumlah ikan yang mati

Perlakuan ke-1 Kontrol 0

0,4 ppm 0

2 ppm 1

10 ppm 5

50 ppm 8

250 ppm 10

1250 ppm 10

Hasil uji toksisitas LC50 perlakuan kedua

Waktu Kelompok Konsentrasi Jumlah ikan yang mati

Perlakuan ke-2 Kontrol 0

0,4 ppm 0

2 ppm 2

10 ppm 5

50 ppm 7

250 ppm 10

1250 ppm 10

Hasil uji toksisitas LC50 perlakuan ketiga

Waktu Kelompok Konsentrasi Jumlah ikan yang mati

Perlakuan ke-3 Kontrol 0

0,4 ppm 0

2 ppm 1

10 ppm 6

50 ppm 8

250 ppm 10


(18)

DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, T.T. (2005). Pedoman Praktis Budidaya Ikan Nila. Yogyakarta: Absolut. Halaman 22.

Amri, K., dan Khairuman. (2003). Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Jakarta: Agro Media Pustaka. Halaman 45.

Daelami. (2001). Usaha Pembenihan Ikan: Hias Air Tawar. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 17.

Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid Keenam. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 297-326, 333-340.

Depkes RI., (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 1-11.

Deptan.(1983). Pedoman Umum Pengujian Toksisitas Letal Pestisida untuk

Keperluan Pendaftaran Komisi Pestisida. Jakarta: Departemen Pertanian.

Halaman 19.

Dinnel, P.A. (1994). Toxicity Testing In The Marine Environment. Marine Science Education Project. Local Project Implementation Unit. 7(2): 42. Dinata, A. (2008). Basmi Lalat Dengan Jeruk Manis. Litbang pemberantas

penyakit Bersumber Binatang. Balitbang Kesehatan Departemen Kesehatan RI.Halaman 17.

Ditjen POM., (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 33.

Djojosumarto, P. (2004). Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta: Kanisius. Halaman 27.

Djunaedy, A. (2009). Biopestisida Sebagai Pengendali Organisme Penganggu Tanaman (OPT) Yang Ramah Lingkungan.Embryo Article. 6(1): 88

Farnsworth, N.R. (1966). Biologycal and Phytochemical Screening of Plants.Journal of Pharmaceutical Sciense.55. 262-264

Gufran, M.H. (2010). Budidaya Ikan Nila di Kolam Terpal. Yogyakarta: Lily Publisher. Halaman 47.

Huet, M. (1994).Teextbook of Fish Culture, Breeding and Cultivation of Fish.2nd Edititon.Finishing Newsbook Cambridge.Halaman 436.


(19)

Husni, H., dan Esmiralda. (2010). Uji Toksisitas Akut Limbah Cair Industri Tahu Terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio Lin).Jurnal Jurusan Teknik

Lingkungan. 1(33): 73.

Kardinan, A. (2000). Pestisida Nabati Ramuan & Aplikasi.Penebar Swadaya. Jakarta. Halaman 63.

Kardinan, A. (2001). Mengenal Lebih dekat Tanaman Pengusir dan Pembasmi

Nyamuk.Jakarta. Penerbit Agromedia Pustaka. Halaman 75-79.

Kardinan, A. (2005). Pestisida Nabati Ramuan Dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Swadaya. Halaman 88-97

Koeman, J.H. (1983). Pengantar Umum Toksisitas. Yogyakarta: UGM Press. Halaman 97.

Kordi, K.M.G. (2004). Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 16.

Lu, F.C. (1995).Toksikologi Dasar.Semarang:UI Press.Halaman 57-68.

Manggung, R.E.R. (2008). Pengujian Toksisitas Akut Lethal Dose 50 (LD50) Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) Pada Mencit.Skripsi. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Halaman 47-48.

Mega, D. M., dan Abdulgani, N. (2013).Pengaruh Paparan Sub Lethal Insektisida Diazinon 600 EC terhadap Laju Konsumsi Oksigen dan Laju Pertumbuhan Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus).Jurnal Sains Dan Seni Pomits. 2(2): 207-211.

Metelev, V.V., Kahaev A.L., dan Dzasokllova, N.G. (1983). Water

Toxicology.New Delhi. America Publishing.Halaman 203.

Ngatidjan.(2006). Toksikologi.Yogyakarta.Bagian Farmakologi Dan Toksikologi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.Halaman 27.

Novian. 2004. Membuat dan Memanfaatkan pestisida Ramah Lingkungan. Kanisius.Yogyakarta. Halaman 21-22.

Novizan.(2004). Petunjuk Pemupukan Yang Efektif (TNH). Jakarta: Agro Media Pustaka. Halaman 27.

Pohan, N. (2004). Pestisida dan Pencemarannya. Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Halaman 6-15.

Puspowardoyo, H. dan Abbas, S.D. (1992). Membudidayakan Gurami Secara


(20)

Pratiwi, Y., Sri, S., dan Winda, F. W. (2012). Uji Toksisitas Limbah Cair Laundry Sebelum dan Sesudah Diolah dengan Tawas dan Karbon Aktif terhadap Bioindikator (Cyprinus carpio L.).Jurnal Jurusan Teknik Lingkungan. Halaman 54-57.

Priyanto.(2009). ToksikologiMekanisme, TerapiAntidotum, danPenilaian Resiko. Jakarta: LembagaStudidanKonsultasiFarmakologi Indonesia (LESKONFI). Halaman 1-7.

Retnomurti, H.P. (2008). Pengujian Toksisitas Akut Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam) Secara In Vivo. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Bogor. Halaman 41-42.

Rossiana, N. (2006). Uji Toksisitas Limbah Cair Tahu Sumedang Terhadap Reproduksi Daphnia carinata King.Laporan Penelitian. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran. Halaman 5-10, 14.

Rossiana, N., Supriatun, T., dan Dhahiyat, Y. (2007).Fitoremediasi Limbah Cair Dengan Eceng Gondok(Eichhornia crassipes (Mart) Solms) dan Limbah PadatIndustri Minyak Bumi dengan Sengon(Paraserianthes falcataria L. Nielsen) Bermikoriza.Laporan Penelitian. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran. Halaman 25-26.

Rudiyanti, S., dan Ekasari, A.D. (2009). Pertumbuhan Dan Survival Rate Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) Pada Berbagai Konsentrasi Pestisida Regent 0,3 G. Jurnal Saintek Perikanan. (5)1 : 40

Rukmana, R. (1997). Ikan Nila Budidaya dan Prospek Agribisnis. Yogyakarta: Kanisius. Halaman 10-12.

Rumampuk, D.N., Tilaar, S., dan Wullur S. (2010). Median Lethal Concentration (LC-50) Insektisida Diklorometan Pada Nener Bandeng

(Chanos-chanosforks).Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Sam

Ratulangi. Manado 95115. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 6(2): 88.

Ryzki A. (2014). Dasar-dasar Farmakologi Kelas X: Buku SMK Farmasi

Kurikulum 2013. Volume 1. Baiti Ilmina. Halaman 49-50.

Samsudin, (2008). Virus Patogen Serangga: Bio-Insektisida Ramah Lingkungan. Diunduh darihttp://Lembaga Pertanian Sehat/Develop Useful Innovation for Farmes Rubik. (10 September 2015).

Setiawan, N., Listiowati, A., Robisalmi., dan R, Febriyanti. (2012). Strain Ikan

Nila Merah Hasil Pemuliaan. Yogyakarta: Unit Kerja Budidaya Air Tawar

Cangkringan Dinas Kelautan dan Perikanan. Halaman 14.

Sitepu B. (1995). Isolasi Rotenone dari Akar Tuba (Derris elliptica (Roxb.)Benth). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan. Medan.


(21)

Sucipto, A., dan Prihartono, R. E. (2005).Pembesaran Nila Merah Bangkok. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 47.

Suprapti, I.(2011). Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida. Jakarta: Direktorat Pupuk dan Pestisida Kementerian Pertanian. Halaman 30.

Syamsuni, H.A. (2006). Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Halaman 25.

Taurusman, A.M. (1996). Toksisitas dan Daya Anaestesi Ekstrak Tembakau Komersial (Nicotiana tobacum) Terhadap Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.).Skripsi. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Halaman 13-14.

Utami, A. (2008). Uji Toksisitas Ekstrak Daun Sirsak Sebagai Pestisida Nabati Dengan Ikan Mas.Skripsi. Semarang: Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Halaman 52-54.

WHO., (1998). Quality Control Methods for Medicinal Plant Material.Switzerland: Geneva press. Halaman 31-33.

Wudianto, R. (2007). Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 5-6.

Wulandari, W., Sukiya., dan Suhandoyo. (2013). Efek Insektisida Decis terhadap Mortalitas dan Struktur Histologis Insang Ikan Nila Merah “Lokal Cangkringan”.Jurnal Sains Veteriner. 31(2): 252-256.


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian meliputi pengumpulan dan pengolahan tumbuhan, pembuatan ekstrak akar tuba, skrining fitokimia dari simplisia akar tuba, karakteristik simplisia, penyiapan hewan percobaan, pengamatan gejala toksisitas, kematian dan penentuan LC50.Data dianalisis dengan uji One Sample T-test untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan. Analisis statistik ini menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17 dengan taraf kepercayaan 95%. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Alat alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, perkolator, blender (miyako), rotary evaporator, akuarium yang terbuat dari kaca berukuran 50 cm x 20 cm x 30 cm sebanyak 3 buah, dan ukuran 35 cm x 20 cm x 25 cm sebanyak 4 buah, aerator (amara) sebanyak 4 buah, selang,spot plat, gelas ukur(pyrex), spuit 1 cc (terumo), spuit 1 ml (terumo),tabung reaksi (pyrex),spatula, kertas perkamen, kertas saring, kaki tiga, infus set (GEA), pipet tetes, penjepit tabung, cawan penguap (pyrex), spatula, aluminium foil, kain flannel dan neraca digital.


(23)

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi akar tuba[Derris elliptica(Roxb.)], etanol 96%, akuades, asam klorida 2 N, pereaksi Mayer (raksa (II) klorida dan kalium iodida), pereaksi Dragendrof (bismuth,asam nitrat dan kalium iodida), pereaksi Bourchardat (iodium dan kalium iodida), serbuk Zn, asam klorida pekat, amil alkohol, asam sulfat pekat, pereaksi Molish (∝- naftol dan asam nitrat), pereaksi besi (III) klorida, n-heksana, pereaksi Liebermann Burchat (asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat) dan kloralhidrat.

3.2 Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah Ikan Nila sebanyak 330 ekor, mempunyaiukuran panjang tubuh p= 7,2 cm; l= 2,5 cmdengan umursekitar1-1,5 bulan. Sebelum pengujian, hewan percobaan diaklimatisasi terlebih dahulu selama 14 hari dengan tujuan menyeragamkan makanan dan hidupnya dengan kondisi yang serba sama serta menghilangkan stress akibat transportasi sehingga dianggap memenuhi syarat penelitian.

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel 3.3.1 Pengumpulan Bahan

Pengambilan bahan tumbuhan (akar) dilakukan secara purposive yaitu tanpa membandingkan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang diambil yaitu akar tuba yang masih segar dari daerah Binjai, Sumatera Utara.

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan diHerbarium Medanense Universitas Sumatera Utara.


(24)

3.3.3 Pembuatan Simplisia Akar Tuba

Akar tuba yang telah dikumpulkan dibersihkan dari pengotoran, dicuci dibawah air mengalir beberapa kali hingga bersih, kemudian ditiriskan lalu disebarkan diatas perkamen sampai merata hingga airnya terserap, setelah itu ditimbang sebagai berat basah.Kemudian dikeringkan selama beberapa haridan terlindung dari sinar matahari langsung.Setelah itu ditimbang berat keringnya.Kemudian sampel yang sudah kering dihaluskan dengan menggunakan blender,lalu timbang lagi beratnya, selanjutnya dimasukkan dalam wadah plastik tertutup, sebelum dipakai disimpan ditempat kering yang terlindung dari cahaya.

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam (Depkes RI., 1995).

3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati morfologi simplisia akar tuba dengan cara memperhatikan warna, bentuk, dan tekstur sampel.

3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia akar tuba dilakukan dengan cara menaburkan simplisia diatas gelas preparat yang telah diteteskan dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan gelas penutup kemudian dilihat dibawah mikroskop.

3.4.3 Penetapan Kadar Air


(25)

toluen). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 mL, pendingin, tabung penyambung, tabung penerima 5 mL berskala 0,05 mL, alat penampung dan pemanas listrik. Cara Kerja :

Sebanyak 200 mL toluen dan 2 mL air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 mL, lalu ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Pada saat toluen mendidih, setelah itu kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Saat semua air terdestilasi, setelah itu dibilas bagian dalam pendingin dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 mL. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).

3.4.4 Penetapan KadarSari Larut Air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 mL air-kloroform (2,5 mL kloroform dalam air suling 1000 mL) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 mL filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari yang larut


(26)

dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (DepkesRI.,1995).

3.4.5 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan dimasersi selama 24 jam dalam 100 mL etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring, 20 mL filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Depkes RI., 1995).

3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Depkes RI., 1995).

3.4.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu didinginkan dengan 25 mL asam klorida encerselama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring dengan kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bobot yang dikeringkan diudara (Depkes RI., 1995).


(27)

3.5Skrining Fitokimia 3.5.1 Pemeriksaan Alkaloida

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, ditambahkan 1 mLHCl 2 N dan 9 mL air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring, filtrat dipakai untuk uji alkaloida. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalam masing-masing tabung reaksi dimasukkan 0,5 mL filtrat.

Pada tabung I : ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning.

Pada tabung II :ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan terbentuk endapan berwarna coklat atau jingga kecoklatan.

Pada tabung III : ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai kehitaman.

Alkaloid disebut positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua atau tiga dari percobaan di atas (DepkesRI., 1995).

3.5.2 Pemeriksaan Flavonoida

Sebanyak 10 g serbuk simplisia akar tuba ditambahkan 100 mL air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5 mL lalu ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan1 mL HCL pekat dan 2 mL amil alkohol, dikocok, dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol(Farnsworth, 1966).

3.5.3Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 mL air suling panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Saponin positif jika terbentuk busa yang stabil tidak kurang


(28)

dari 10 menit setinggi 1 sampai 10 cm dan dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang (DepkesRI., 1995).

3.5.4 Pemeriksaan Glikosida

Serbuk simplisia akar tuba ditimbang sebanyak 3 g, lalu disari dengan 30 ml campuran etanol 95 % dengan air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari sebanyak 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3). Pada kumpulan sari tambahkan natrium sulfat anhidrat, disaring dan uapkan pada suhu 500C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan ini digunakan untuk percobaan berikut : 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi dan diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish. Kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan ikatan gula (Depkes, RI., 1995).

3.5.5 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, disari dengan 10 mL air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 mL dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

3.5.6 Pemeriksaan Steroida dan Triterpenoida


(29)

selama 2 jam, disaring, setelah itu filtrat yang diperoleh diuapkan dengan menggunakan cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan 2 tetes pereaksi Lieberman-Bourchard. Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru atau hijau menunjukkan adanya steroid/triterpenoid yang terkandung di dalam simplisia atau ekstrak (Farnsworth, 1966).

3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Akar Tuba

Pembuatan ekstrak etanol akar tuba dilakukan secara perkolasi menggunakan etanol 96%.

Cara Kerja : Sebanyak 300 g serbuk simplisia dibasahi dengan etanol 96% dan dibiarkan selama 3 jam. Kemudian dimasukkan kedalam alat perkolator, lalu dituang cairan penyari diatasnya, mulut tabung perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dan dibiarkan tetesan ekstrak mengalir dengan kecepatan perkolat diatur 1 ml/ menit, perkolat ditampung. Perkolasi dihentikan bila perkolat terakhir diuapkan tidak lagi meninggalkan sisa. Perkolat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan alat rotary evaporator pada suhu kurang lebih 60oC sampai diperoleh ekstrak kental (Ditjen POM.,1979).

3.7Tahap Persiapan Hewan Uji

Tahap persiapan ini dilakukan proses adaptasi terhadap ikan uji selama 14 hari dalam kondisi terkontrol. Selama masa tersebut ikan tersebut diberi pakan ikan. Selama masa adaptasi terdapat lebih dari sepuluh persen ikan mati, maka dinyatakan ikan tidak layak untuk digunakan sebagai hewan percobaan (Deptan, 1983).


(30)

3.7.1Uji Pendahuluan

Percobaan pada tahap pendahuluan ini bertujuan untuk mencari kisaran konsentrasi krisis bahan uji yang akan digunakan untuk penentuan LC50. Hewan uji sebanyak 6 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 10 ekor ikan dan dimasukkan ke dalam akuarium yang berisi 10 L air dengan konsentrasi bahan uji adalah 0,1 ppm; 1 ppm; 10 ppm; 100 ppm; 1000 ppm ditambah kontrol (0 ppm). Kelompok uji pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1Konsentrasi Uji Pendahuluan

Kelompok Jumlah Ikan (ekor) Konsentrasi (ppm)

Kontrol (0 ppm) 10 0

0,1 ppm 10 0,1

1 ppm 10 1

10 ppm 10 10

100 ppm 10 100

1000 ppm 10 1000

Keterangan :

Kontrol (0 ppm) : diberi air tawar 0 ppm

0,1 ppm : diberi Ekstrak akar tuba konsentrasi 0,1 ppm 1 ppm : diberi Ekstrak akar tuba konsentrasi 1 ppm 10 ppm : diberi Ekstrak akar tuba konsentrasi 10 ppm 100 ppm : diberi Ekstrak akar tuba konsentrasi 100 ppm 1000 ppm : diberi Ekstrak akar tuba konsentrasi 1000 ppm

Selama percobaan berlangsung hewan uji diberi makan.Pengamatan dilakukan selama 7 hari dengan 2 kali pengulangan dan ikan yang mati dicatat.Pengujian dihentikan setelah mencapai hari ke-7. Hewan uji yang mati pada waktu pengamatan segera dikeluarkan dari media uji untuk menghindari kemungkinan perubahan kualitas air yang bukan disebabkan oleh bahan uji. Hewan uji diamati tiap konsentrasi dan dihitung secara kumulatif dalam tiap


(31)

hari.Amati pula tingkah laku hewan uji dalam wadah yang diberi perlakuan (Rumampuk, dkk., 2010).

Setelah diberikan bahan uji kemudian diamati gejala toksisitas dan dilihat jumlah kematian hewan yang terjadi. Kemudian ditentukan konsentrasi yang akan digunakan sebagai acuan untuk melakukan penentuan LC50.

3.7.2 Penentuan Nilai LC50

Setelah dilakukan uji pendahuluan, maka dipilihkonsentrasi yang berbeda, konsentrasi tersebut selanjutnya digunakan dalam penentuan LC50( Dinnel, 1994).Metode dan cara perhitungan LC50 berdasarkan Farmakope Edisi ketiga.

Hewan uji sebanyak 10 ekor dimasukkan ke dalam setiap akuarium percobaan yang berisi 10 L air dan bahan uji dengan konsentrasi yang telah ditentukan, setiap perlakuan dilakukan 3 kali pengulangan.

Pengamatan dilakukan pada hari ke-1 sampai hari ke-7 dan yang mati dicatat. Hewan uji diamati pada tiap konsentrasi.

3.8Pengamatan

Pengamatan terhadap hewan uji dilakukan selama 7 hari dengan pengulangan sebanyak 3 kali. Pengamatan yang dilakukan adalah gejala toksisitas dan kematian (mortalitas) hewan uji.

3.8.1 Gejala Toksisitas

Gejala keracunan pada ikan meliputi ikan mulai gelisah ditandai dengan gerakan tubuh yang tidak teratur dan bernafas dengan cepat, hilangnya kesensitifan dimana ikan diam di dasar dan pergerakan sirip berkurang, penurunan keaktifan dimana ikan tidak respon terhadap cahaya dan sentuhan serta kondisinya lemah, hilangnya keseimbangan ditandai sirip lumpuh, kemampuan bergerak dan


(32)

melihat hilang serta hilangnya kesadaran, kehilangan keseimbangan secara total ditandai dengan gerakan ikan yang tiba-tiba berposisi diagonal dengan kepala langsung mengarah ke permukaan, fase kematian dimana ikan mati karena kelumpuhan organ pernafasan dan tahap terakhir adalah rigor mortis yang ditandai dengan pengerasan seluruh tubuh dan sirip (Metelev, dkk., 1983).

3.8.2 Kematian Hewan

Jumlah ikan nila yang diamati dari hari pertama sampai hari ketujuh.

3.9Analisis data

Data dianalisis dengan uji One Sample T-Test untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan. Analisis statistik ini menggunakan program SPSS


(33)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekstrak Akar Tuba

Tumbuhan yang digunakan adalah akar tuba yang telah diidentifikasi Herbarium Medanense Universitas Sumatera Utara, dengan nama lain [Derris

elliptica(Roxb.)]suku Papilionaceae .

Hasil pemeriksaan makroskopik dari akar tuba ,tumbuhan ini berakar tunggang, jika di tumbuk, akarnya mengeluarkan cairan berwarna putih. Hasil mikoskopik terdapat jaringan gabus dan pembuluh kayu.

Hasil perkolat dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator diperoleh ekstrak kental 70,55 gram.

Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia menunjukkan adanya kandungan alkaloida, flavanoid, tanin dan saponin. Hasil karakteristik simplisia akar tuba yaitu penetapan kadar air 4,67%, kadar sari yang larut dalam air 11,67%, kadar sari yang larut dalam etanol 13,33%, kadar abu total 9,16%, kadar abu tidak larut asam 0,32% Hasil karakterisasi simplisia akar tuba dan skrining fitokimia dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia akar tuba

No Parameter Hasil

1. Penetapan kadar air 4,67%

2. Penetapan kadar sari larut dalam air 11,67% 3. Penetapan kadar sari larut dalam etanol 13,33%

4. Penetapan kadar abu total 9,16%


(34)

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia akar tuba

No Skrining Hasil

1 Alkaloida +

2 Flavanoida +

3 Glikosida -

4 Saponin +

5 Tanin +

6 Steroid/Triterpenoid -

Keterangan :+ =Mengandung golongan senyawa

- = Tidak mengandung golongan senyawa

4.2 Uji Pendahuluan

Hasil uji pendahuluan pemberian ekstrak akar tuba dilakukan selama 7 hari dengan 2 kali pengulangan ditemukan adanya kematian ikan uji pada konsentrasi 1 ppm, 10 ppm, 100 ppm, 1000 ppm ditandai dengan gejala toksisitas yang dialami ikan uji.

Perlakuan pertama pada uji pendahuluan yang dilakukan selama 7 hari terlihat bahwa adanya kematian pada ikan nila pada kelompok konsentrasi 1 ppm sebanyak 2 ekor, 10 ppm sebanyak 8 ekor, 100 ppm dan 1000 ppm mengalami kematian ikan nila sebanyak 10 ekor.

Perlakuan kedua pada uji pendahuluan yang dilakukan selama 7 hari dilanjutkan dari penelitian sebelumnya terlihat ada perbedaan jumlah kematian ikan nila pada konsentrasi 1 ppm sebanyak 3 ekor ,10 ppm sebanyak 9 ekor, 100 ppm dan 1000 ppm sebanyak 10 ekor. Hal ini menunjukkanbahwa pemberianekstrakakar tuba pada sediaan uji dapat memberikan efektoksik pada hewan uji.

Hasil uji pendahuluan terhadap kematian ikan nila perlakuan pertama dan kedua dapat dilihat pada Lampiran 11.


(35)

4.3Pengamatan JumlahKematian Ikan Nila

Setelah dilakukan uji pendahuluan, maka dipilih 7 konsentrasi yang berbeda, yaitu : 0 ppm; 0,4 ppm; 2 ppm; 10 ppm; 50 ppm; 250 ppm; 1250 ppm. Ketujuh konsentrasi tersebut digunakan dalam penentuan LC50( Dinnel, 1994).

Hasil pengamatan kematian ikan nila dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil persentase kematian ikan nila

Konsentrasi (ppm)

Kematian ikan nila (ekor)

Rata-rata (%) Percobaan I Percobaan II Percobaan III

Kontrol - - - -

0,4 - - - -

2 1 2 1 13

10 5 5 6 53

50 8 7 8 76

250 10 10 10 100

1250 10 10 10 100

Berdasarkan Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa persentase kematian ikan nila selama perlakuan 7 hari dengan 3 kali pengulangan, akar tuba dapat menyebabkan kematian ikan nila mulai dari konsentrasi 2 ppm hingga konsentrasi 1250 ppm. Konsentrasi 1250 ppm mengakibatkan kematian ikan nila 100% selama percobaan, konsentrasi 250 ppm mengakibatkan kematian ikan nila 100% selama percobaan, konsentrasi 50 ppm mengakibatkan kematian ikan nila 76% pada rata-rata selama percobaan, konsentrasi 10 ppmmengakibatkan kematian ikan nila 53% pada rata-rata selama percobaan, dan konsentrasi 2 ppm mengakibatkan kematian ikan nila 13%. Persentase mortalitas tertinggi terjadi pada konsentrasi 1250 ppm dan 250 ppm yang menyebabkan kematian ikan nila mencapai 100 % selama percobaan.

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi akar tuba semakin tinggi kematian ikan nila. Kematian ikan nila diduga disebabkan oleh


(36)

masuknya senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam akar tuba berupa flavonoid yaitu rotenon. Menurut Lu (1995), yang menyatakan bahwa jalur masuknya senyawa toksik dalam tubuh hewan adalah melalui pori-pori kulit, saluran pencernaan, dan siphon (sistem respirasi). Senyawa-senyawa toksik tersebut menyebabkan rusaknya sel-sel kulit, pencernaan dan penyerapan makanan tidak terjadi, sulit untuk bernapas, dan akhirnya mati (Dinata, 2008). Efek toksik merupakan efek yang sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian (Priyanto, 2009).

4.4 Penentuan Nilai LC50Terhadap Jumlah Kematian Ikan Nila

Penentuan nilai LC50 ditentukan dengan menggunakan cara perhitungan dalam Farmakope Indonesia Edisi III (1979), berikut hasil data nilai LC50terhadap kematian ikan nila dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4Hasil Nilai LC50Akar TubaTerhadap Kematian Ikan Nila

Kelompok Nilai LC50

Percobaan ke-1 2,34 ppm

Percobaan ke-2 2,34 ppm

Percobaan ke-3 1,99 ppm

Rata-rata ± SD 2,22 ppm ± 0,202

Berdasarkan Tabel 4.4 terlihat bahwa nilai LC50 rata-rata adalah 2,22 ppm dengan standar deviasi yang di dapat 0,202. Pada waktu percobaan pemberian akar tuba selama 7 hari telah menyebabkan kematian 50% ikan nila. Nilai LC50 percobaan pertama dan kedua adalah 2,34 ppm yang artinya menyebabkan kematian 50% pada ikan nila. Pada percobaan ketiga nilai LC50 yang diperoleh 1,99 ppm yang artinya menyebabkan kematian 50% pada ikan nila.


(37)

4.5 Pengamatan

Pengamatan secara visual terhadap hewan uji selama penelitian terlihatbahwa hewan uji mengalami perubahan tinglah laku. Ikan dapat menunjukkanreaksi terhadap perubahan fisik air maupun terhadap adanya senyawa pencemar

yang terlarut dalam batas konsentrasi tertentu (Utami, 2008).

4.6 Pengamatan Gejala Toksisitas

Hasil pengamatan gejala toksisitas dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5Hasil Pengamatan Gejala ToksisitasPada Ikan Nila

Kelompok

Konsentrasi Gelisah

Gerakan Tidak Teratur Hilang Keseimbangan Tidak Selera Makan Cenderung Berada didasar Mati 0 ppm (Kontrol) - - - -

0,4 ppm - - - -

2 ppm - - -

10 ppm -

50 ppm

250 ppm

1250 ppm

Keterangan :

√ : Adanya gejala - : Tidak ada gejala

Berdasarkan Tabel 4.5 terlihat pemberian akar tuba pada kelompok kontrol (0 ppm), dan 0,4 ppm ikan nila tidak menunjukkan gejala toksisitas artinya ikan berenang secara normal.Sedangkan 2 ppm, 10 ppm, 50 ppm, 250 ppm, dan 1250 ppm ditemukan gejala toksisitas yang berbeda antar kelompok percobaan.Konsentrasi 2ppm hanya terlihat menunjukkan gejala dengan tingkah laku gerakan tidak teratur, tidak selera makan, dan mati.Konsentrasi 10 ppm menunjukkan kegelisahan, gerakan tidak teratur, tidak selera makan, cenderung


(38)

berada didasar, dan mati. Konsentrasi 50 ppm, 250 ppm dan 1250 ppm juga ditemukan kegelisahan, gerakan tidak teratur, hilang keseimbangan, tidak selera makan, cenderung berada didasar, dan mati.

Gejala toksisitas akan sangat membantu mendiagnosa adanya kelainan pada ikan. Terlihat dengan tingkah laku gerakan tidak teratur, gelisah, hilang keseimbangan, cenderung berada di dasar, tidak memiliki selera makan, dan mati (Metelev,dkk., 1983). Ikan dapat menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik air maupun terhadap adanya senyawa pencemar yang terlarut dalam batas konsentrasi tertentu. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sifat dan intensitas gejala keracunan akan sangat bergantung pada jenis racun, jumlah racun yang masuk kedalam tubuh, lamanya tubuh mengalami keracunan dan keadaan tubuh organisme yang keracunan (Koeman, 1983).

4.7Analisa Data

Data analisa statistik menggunakan program SPSS (Statistical Product and

Service Solution)versi 17 dengan taraf kepercayaan 95% dengan uji One Sample

T-Testdapat dilihat pada Lampiran10.

Hasil uji One Sample T-test di peroleh p value = 0,003 (p< 0,05) artinya nilai signifikan lebih kecil dari 0,05 memiliki perbedaan pengaruh yang bermakna pada antara kelompok perlakuan konsentrasi. Dengan rata – rata nilai LC50pada standar deviasi adalah 2,22333ppm ± 0,20207diperoleh dari berbagai kelompok perlakuan. Penyebaran nilai LC50 yang sebenarnya dari interval konfidensi yaitu 1,7214 ppm < LC50<2,7253 ppm.

KelompokTingkat Toksisitas padaLingkungan Perairanadalah sebagai berikut (Metelev, dkk., 1983).


(39)

Tabel 4.6 Kelompok Tingkat Toksisitas pada Lingkungan Perairan

Tingkat Racun Nilai (LC50) (mg/L)

Sangat Toksik < 1 – 1

Toksik 1 – 10

Cukup Toksik 10 – 100

Agak/Sedikit Toksik 10 – 1000

Kurang Toksik >1000

Berdasarkan hasil yang tertulis diatas maka ekstrak akar tuba terhadap ikan nila memberikan efek toksik pada range 1 ppm – 10 ppm.


(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian Penentuan LC50 Ekstrak Etanol Akar Tuba[Derris

elliptica(Roxb.)]pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)diperoleh kesimpulan

penelitian:

a. ekstrak akar tuba memberikan pengaruh terhadap gejala toksisitas ikan nila. Pada konsentrasi 2ppm hanya menunjukkan gejala dengan tingkah laku gerakan tidak teratur, tidak selera makan, dan mati. Konsentrasi 10 ppm menunjukkan kegelisahan, gerakan tidak teratur, tidak selera makan, cenderung berada didasar, dan mati. Konsentrasi 50 ppm, 250 ppm dan 1250 ppm juga ditemukan kegelisahan, gerakan tidak teratur, hilang keseimbangan, tidak selera makan, cenderung berada didasar, dan mati.

b. nilai LC50dari ekstrak etanol akar tuba terhadap ikan nila yang di peroleh dari metode farmakope adalah 2,22 ppm ± 0,202.

c. ekstrak etanol akar tuba masuk pada range 1-10 ppm dalam kelompok tingkat toksisitas pada lingkungan perairan yang artinya memberikan efek toksik.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menguji tosksisitas akar tuba pada serangga.


(41)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Tumbuhan akar tuba[Derris elliptica (Roxb.)] tersebar luas di Indonesia, biasanya banyak tumbuh liar di hutan-hutan, di ladang-ladang yang sudah di tinggalkan. Tumbuhan tuba memiliki tingi 5-10 meter, ranting berwarna coklat tua, daun tersebar bertangkai pendek, memanjang sampai bulat, sisi bawah hijau keabu-abuan, kelopak berbentuk cawan,biji 1-2, biasanya berbuah pada bulan April-Desember (Sitepu, 1995).

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Sistematikatumbuhan akar tuba (Derris elliptica (Roxb.)) sebagai berikut(Herbarium medanense, 2016):

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Class : Dicotyledoneae Ordo : Fabales

Famili : Papilionaceae Genus : Derris

Spesies : Derris elliptica (Roxb). Nama Lokal : Tuba

2.1.2 Nama Daerah

Nama daerahtanaman tuba adalah tuba jenuh (Karo), tuba (Toba), tuba (Sunda), tuba jenong (Simalungun), tuba (Jawa) (Sitepu, 1995).


(42)

2.1.3 Bagian yang Digunakan

Bagian yang digunakan adalah akar(Ryzki, 2014).

2.1.4 Penggunaan Tumbuhan

Akar tuba[Derris elliptica (Roxb.)] digunakan sebagai racun panah, racun ikan, skabicid, dan insektisida (Ryzki, 2014).

2.1.5 Kandungan Kimia Akar Tuba

Tumbuhan akar tuba ini memiliki kandungan rotenone (C23H22O6),

rotenone ini sejenis racun kuat untuk ikan dan serangga (insektisida) sehingga

menyebabkan ikan atau serangga bisa dikendalikan.Serangga bisa dikendalikan baik dalam ruangan maupun diluar ruangan. Disamping rotenone sebagai bahan bio aktif utama, bio aktif lain yang terdapat pada tumbuhan akar tuba [Derris

elliptica(Roxb.)] adalah deguelin, elliptone, dan toxicarol (Kardinan, 2000).Kandungan senyawa rotenone yang terdapat pada bagian akar tumbuhan tuba, yaitu 0,3-12%,rotenonerelatif aman bagi kesehatan manusia. Oleh karena itu, ikan nila yang telah diracun oleh akar tuba aman untuk di konsumsi manusia (Kardinan,2001).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksiberasal dari kata “extrahere”, “to draw out”, yaitu suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari asalnya. Umumnya zat berkhasiat tersebut dapat ditarik, namun khasiatnya tidak berubah. Tujuan utama ekstraksi adalah mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan dari zat-zat yang tidak dibutuhkan, agar lebih mudah dipergunakan (kemudahan diabsorpsi,rasa,dan pemakaian)dandisimpandibandingkan


(43)

simplisia asal, dengan tujuan pengobatan yang lebih terjamin (Syamsuni, 2006). Hasil ekstraksi disebut dengan ekstrak, yaitu sediaan pekat yang diperoleh dengan mengektraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan. Simplisia yang digunakan dalam proses pembuatan ekstrak adalah bahan alamiah yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan (DepkesRI., 2000).

Ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan yaitu cara dingin dan cara panas.

2.2.1 Cara Dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut disertai sesekali pengadukan pada temperatur kamar.Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut maserasikinetik sedangkan yang dilakukan panambahan ulang pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebutremaserasi.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan alat perkolator dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat (Depkes RI., 2000).


(44)

2.2.2 Cara Panas

a. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia pada temperatur titik didihnya menggunakan alat dengan pendingin balik dalam waktu tertentu dimana pelarut akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu.

b. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

c. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat khusus (soklet) dimana pelarut akan terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel. d. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 15 menit.

e. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit (Depkes RI., 2000).

2.3 Pestisida

Pestisida adalah bahan kimia untuk membunuh hama, baik insekta, jamur maupun gulma, sehingga pestisida dikelompokkan menjadi: Insektisida (pembunuh insekta), Fungisida (pembunuh jamur), dan Herbisida (pembunuh


(45)

tanaman pengganggu/gulma). Pestisida telah secara luas digunakan untuk tujuan memberantas hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida juga digunakan dirumah tangga untuk memberantas nyamuk, lalat, kecoa, dan berbagai serangga penganggu lainnya, akan tetapi pestisida ini secara nyata banyak menimbulkan keracunan pada makhluk hidup. Bermacam jenis pestisida telah diproduksi dengan usaha mengurangi efek samping yang dapat menyebabkan berkurangnya daya toksisitas pada manusia, tetapi sangat toksik pada serangga. Bila dihubungkan dengan pelestarian lingkungan maka penggunaan pestisida perlu diwaspadai karena akan membahayakan kesehatan bagi manusia maupun makhluk hidup lainnya (Djunaedy, 2009).

Penggunaan pestisida kimia yang berlebihan akan meningkatkan biaya pengendalian, mempertinggi kematian organisme non target serta dapat menurunkan kualitas lingkungan. Oleh karena itu penggunaan pestisida alami merupakan alternatif yang saat ini digunakan untuk mengurangi dampak pestisida kimia terhadap lingkungan sebagai contoh akar tuba [Derris

elliptica(Roxb.)](Kardinan, 2005).

Pestisidayangmasuk dalam jumlah besar dapat bersifat racun bagi biota yanghidup di perairan, misalnyaikan-ikan. Pestisida secara langsung maupun tidak langsung akan menganggu kualitas air sehingga kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan juga akan terganggu (Rudiyanti dan Ekasari, 2009).

Pestisida nabati diartikan sebagai pestisida yang bahan dasarnya berasal daritumbuhan karena terbuat dari bahan-bahanalami maka jenis pestisida ini mudah teruraidi alam sehingga relatif aman bagi manusia.Beberapa tanaman yang dapat digunakansebagai pestisida nabati antara laindaun mimba,daun tembakau,


(46)

kulit akar mindi, biji srikaya, biji mahoni, daun sirsak, akartuba, dan juga berbagai jenis gulma sepertibabandotan (Samsudin, 2008).

Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan yang berkhasiat mengendalikan seranganhama. Cara kerja pestisida nabati sangat spesifik (Djojosumartono, 2004):

- Merusak perkembangan telur, larva, dan pupa, - Menghambat pergantian kulit,

- Mengganggu komunikasi serangga, - Menyebabkan serangga menolak makan, - Menghambat reproduksi serangga betina, - Mengurangi nafsu makan,

- Memblokir kemampuan makan serangga, - Mengusir serangga, dan

- Menghambat perkembangan patogen penyakit.

Pestisida alami merupakan hasil ekstraksi bagian tertentu dari tanaman baik dari daun, buah, biji, atau akar yang memiliki senyawa atau metabolit sekunder dan memiliki sifat racun terhadap hama dan penyakit tertentu (Djunaedy, 2009).Meskipun disebut ramah lingkungan, tidak berarti pestisida alami memiliki daya racun (toksisitas) yang rendah.Beberapa jenis pestisida botani seperti nikotin, memiliki daya racun yang lebih tinggi dibandingkan dengan pestisida sintetis, terutama jika termakan.Dengan demikian penggunaan pestisida alami juga perlu diperhatikan toksisitasnya terhadap organisme non sasaran (Novizan, 2004).

2.4 Keracunan Pestisida


(47)

potensiuntuk dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Tercemarnya tanah, air, udara dan unsur lingkungan lainnya olehpestisida, dapat berpengaruh buruk secara langsung maupuntidak langsung terhadap manusia dan kelestarian lingkunganhidup.Pencemaran lingkungan pada umumnya terjadi karenapenanganan pestisida yang tidak tepat dan sifat fisiko kimiapestisidanya (Suprapti, 2011).

Bahan-bahan racun pestisida masuk ke dalam tubuh organisme (jasad hidup) berbeda-beda menurut situasi paparan. Mekanisme masuknya racun pestisida tersebut dapat melalui melalui kulit luar, mulut dan saluran makanan, serta melalui saluran pernapasan.Melalui kulit, bahan racun dapat memasuki pori-pori atau terserap langsung ke dalam sistem tubuh, terutama bahan yang larut minyak (polar).Keracunan ini menimbulkan gejala keracunan setelah waktu yang relatif lama karena kemampuannya menumpuk (akumulasi) dalam lemak yang terkandung dalam tubuh. Racun ini juga apabila mencemari lingkungan (air, tanah) akan meninggalkan residu yang sangat sulit untuk dirombak atau dirubah menjadi zat yang tidak beracun karena kuatnya ikatan kimianya. Demikian pula halnya, ada yang dapat terurai di dalam tubuh manusia atau hewan tapi menghasilkan metabolit yang juga masihberacun (Ngatidjan, 2006).

Pestisida yang diaplikasikan untuk memberantas suatu hama tanaman atau serangga penyebar penyakit tidak semuanya mengenai tanaman. Sebagian akan jatuh ke tanaman, atau perairan disekitarnya, sebagian lagi akan menguap ke udara, yang mengenai tanaman akan diserap tanaman tersebut ke dalam jaringan kemudian mengalami metabolisme karena pengaruh enzim tanaman. Pestisida yang diserap oleh tanah atau perairan akan terurai karena pengaruh suhu, kelembaban, jasad renik dan sebagainya. Penguraian bahan pestisida tersebut


(48)

tidak terjadi seketika itu juga, melainkan sedikit demi sedikit.Sisa yang tertinggal inilah yang kemudian diserap sebagai residu.Jumlah residu pestisida dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, jasad renik, sinar matahari, dan jenis dari pestisida tersebut (Pohan, 2004).

Pengaruh secara langsung maupun secara tidak langsung akibat adanya pencemaran pestisida akan mengganggu kualitas air, sehingga kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan juga akan terganggu. Pengaruh secara langsung disebabkan oleh akumulasi pestisida dalam organ-organ tubuh akibat tertelan bersama-sama makanan yang terkontaminasi, atau akibat rusaknya organ-organ pernafasan sehingga dapat mematikan ikan budidaya dalam jangka waktu tertentu, sedangkan secara tidak langsung adalah menurunnya kekebalan tubuh terhadap penyakit dan terhambatnya pertumbuhan ikan (Mega dan Abdulgani, 2013).

2.5 Kualitas Air

Air merupakan media vital bagi kehidupan ikan. Suplai air yang memadai

akan memecahkan masalah dalam budidaya ikan secara intensif, yaitu dengan menghanyutkan berbagai kumpulan dari bahan buangan dan bahan beracun sehingga kondisi air optimal untuk pemeliharaan. Selain jumlah air yang tersedia, kualitas air memenuhi syarat adalah salah satu kunci keberhasilan budidaya ikan. Kemampuan ikan untuk mengonsumsi oksigen dipengaruhi oleh toleransi ikan terhadap stres, temperatur/suhu air, pH, dan konsentrasi CO2 serta sisa metabolism lain seperti amoniak (Taurusman, 1996).

Kandungan oksigen yang terlarut berbeda dalam air mempunyai pengaruh yang berbeda bagi organisme akuatik.Suhu merupakan faktor abiotik diduga memiliki pengaruh besar terhadap toksisitas suatu bahan kepada ikan. Suhu


(49)

perairan yang semakin tinggi akan menyebabkan metabolisme ikan yang semakin meningkat dan berakibat meningkatnya kadar amoniak dalam air (Puspowardoyo dan Abbas, 1992).

Cara terbaik untuk menjamin kadar oksigen terlarut dalam air tetap tinggi adalah dengan mempertahankan air tetap bersuhu rendah, mengganti air dalam wadah dengan air yang baru serta mempertahankan oksigen melalui proses difusi yang cukup, yaitu dengan aerasi yang menimbulkan gerakan air yang sedang atau tidak terlalu keras (Huet, 1994).

2.5.1 Parameter Kualitas Air

Untuk menghindari terjadinya wabah penyakit akibat kualitas air yang tidakbaik, sebaiknya air yang akan dimanfaatkan untuk memelihara ikan dianalisis terlebihdahulu. Pemeriksaan air ditujukan terhadap sifat fisika, kimia, dan keadaan biota airlainnya, khususnya makhluk hidup yang berpotensi mengganggu kehidupan ikan, baikberupa pemangsa (predator), pesaing (kompetitor) ataupun jasad penyebab penyakit(patogen). Dengan demikian, air yang digunakan benar-benar sesuai bagi kehidupanikan yang akan dipelihara (Daelami, 2001).

1. Oksigen terlarut

Oksigen diperlukanikan untuk respirasi dan metabolisme dalam tubuh ikanuntuk aktivitas berenang, pertumbuhan, reproduksi dan lain-lain. Dalam pengelolaan kesehatan ikan sangat pentingkarena kondisi yang kurang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan dapat mengakibatkan ikan stres sehingga mudah terserang penyakit (Suciptodan Prihartono, 2005).

2. Suhu

Semua jenis ikan umumnya mempunyai toleransi yang rendah terhadapperubahan suhu air. Terjadinya kenaikanmaupun penurunan yang besar


(50)

berakibat kurang baik bagikehidupan ikan.Perubahan suhu ini dampaknya akan tampak jelas terutama bilaterjadi perubahan dari dingin ke panas. Dampak yang jelas terlihat adalah stressdengan gejala ikan berenang melonjak-lonjak, mengapung dan bernafas dipermukaan, serta terjadi kematian bila hal tersebut berlangsung relatif lama.Kisaran suhu yang baik bagi kepentingan budidaya ikan adalah antara 25-320C.Kisaran suhu ini umumnya terjadi di daerah beriklim tropis, seperti Indonesia.

3. Derajat keasaman (pH)

Keadaan pH yang dapat mengganggu kehidupan ikan adalah pH yang terlalurendah (sangat asam) atau sebaliknya terlalu tinggi (sangat basa). Setiap jenisikan akan memperlihatkan respon yang berbeda terhadap perubahan pH dandampak yang ditimbulkannya berbeda (Daelami, 2001).

4. Amoniak

Amonia diperairanberasal dari hasil pemecahan nitrogenorganik

(protein danurea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air, berasal daridekomposisi bahan organik (biota akuatik yang telah mati) yang dilakukan olehmikroba dan jamur yang dikenal dengan istilah amonifikasi.

2.6 Mortalitas

Mortalitas atau kematian adalah merupakan keadaan hilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen yang dapat terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup (WHO, 1992). Kematian dapat menimpa kapan saja dan dimana saja.Mortalitas merupakan ukuran jumlah kematian pada suatu populasi, skala besar suatu populasi, per dikali satuan (Daelami, 2001).


(51)

2.7 Toksisitas

Toksisitas adalah daya racun yang berarti kemampuan suatu bahan atau zat yang menyebabkan keracunan. Toksikan adalah bahan atau agent yang mampu menghasilkan efek merugikan pada sistem biologi yang akan menyebabkan kematian. Beberapa toksikan yang disebutkan seperti pestisida, klorin, limbah industri yang bersifat racun dan karsinogenik (Koeman, 1983).

Uji toksisitas merupakan uji hayati yang berguna untuk menentukan tingkat toksisitas dari suatu zat atau bahan pencemar dan digunakan juga untuk pemantauan rutin suatu limbah.Uji toksisitas akut dengan menggunakan hewan uji merupakan salah satu bentuk penelitian toksikologi perairan yang berfungsi untuk mengetahui apakah effluent atau badan perairan penerima mengandung senyawa toksik dalam konsentrasi yang menyebabkan toksisitas akut.Pengaruh zatpencemarantara lain berhubungan dengan lamanya pajanan/pemaparan serta konsentrasi atau dosis zat pencemar. Untuk melihat berbagai efek yang berhubungan dengan waktu pemaparan.Uji toksisitas akut (LC50 dan LD50), dilakukan dengan memberikan zat kimia/toksikan yang sedang diuji sebanyak satu kali dalam jangka waktu singkat (24, 48, 96 jam) (Rossiana, dkk., 2007).

Parameter yang diukur biasanya berupa kematian hewan uji, yang hasilnya dinyatakan sebagai konsentrasi yang menyebabkan 50% kematian hewan uji (LC50) dalam waktu yang relatif pendek satu sampai empat hari (Husni dan Esmiralda, 2010).

Sebelum percobaan toksisitas dilakukan, sebaiknya telah ada data mengenai identifikasi, sifat obat, dan rencana penggunaannya. Data ini dapat dipakai untuk mengarahkan percobaan toksisitas yang akan dilakukan untuk


(52)

meneliti berbagai efek yang berhubungan dengan cara dan waktu pemberian suatu sediaan obat. Pengujian toksisitas biasanya dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: 1. Uji toksisitas akut

Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji sebanyak satu kali atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam.

2. Uji toksisitas jangka pendek (subkronis)

Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia tersebut berulang-ulang, biasanya setiap hari, atau lima kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih 10% masa hidup hewan, yaitu 3 bulan untuk tikus dan 1 atau 2 tahun untuk anjing. Namun, beberapa peneliti menggunakan jangka waktu yang lebih pendek, misalnya pemberian zat kimia selama 14 dan 28 hari.

1. Uji toksisitas jangka panjang (kronis)

Percobaan jenis ini mencakup pemberian zat kimia secara berulang selama 3 - 6 bulan atau seumur hidup hewan, misalnya 18 bulan untuk mencit dan 24 bulan untuk tikus. Memperpanjang percobaan kronis lebih dari 6 bulan tidak akan bermanfaat, kecuali untuk percobaan karsinogenik. Pengujian toksisitas suatu senyawa dibagi menjadi dua golongan yaitu uji toksisitas umum dan uji toksisitas khusus.Pengujian toksisitas umum meliputi pengujian toksisitas akut, subkronik, dan kronik.Pengujian toksisitas khusus meliputi uji potensiasi, karsinogenik, mutagenik, teratogenik, reproduksi, kulit, mata, dan tingkah laku (Manggung, 2008).

Toksisitas merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari farmakologi yang merupakan efek biologis negatif akibat dari pemberian suatu zat.Toksisitas suatu bahan dapat didefinisikan sebagai kapasitas bahan untuk mencederai suatu organisme hidup. Pengetahuan mengenai bahan kimia dikumpulkan dengan


(53)

mempelajari efek-efek dari pemaparan bahan kimia terhadap hewan percobaan, pemaparan bahan kimia terhadap organisme tingkat rendah seperti bakteri dan kultur sel-sel dari mamalia di laboratorium dan pemaparan bahan kimia terhadap manusia (Retnomurti, 2008).

Uji toksisitas digunakan untuk mengevaluasi besarnya konsentrasi toksikan dan waktu pemaparan yang dapat menimbulkan efek toksik pada jaringan biologis. Salah satu biota yang dapat digunakan untuk uji toksisitas adalah ikan, dengan syarat harus mempunyai kepekaan tinggi yang memenuhi syarat umur, berat, dan panjang, serta sesuai dengan ikan yang hidup di perairan yang telah dalam keadaan tercemar (Pratiwi, dkk., 2012).

Toksisitas akut adalah efek total yang didapat pada dosis tunggal/multiple dalam 24 jam pemaparan. Toksisitas akut sifatnya mendadak, waktu singkat, biasanya reversibel yang secara statistik dapat menyebabkan kematian 50% dari hewan percobaan dinyatakan dengan LC50.Nilai LC50 sangat berguna untuk menentukan klasifikasi zat kimia sesuai dengan toksisitas relatifnya.

2.7.1 Lethal Concentration (LC50)

LC50 (Lethal Concentration) merupakan konsentrasi yang menyebabkan kematian sebanyak 50% dari organisme uji yang dapat diestimasi dengan grafik dan perhitungan. Berdasarkan waktu lamanya, metode penambahan larutan uji dan maksud serta tujuannya maka uji toksisitas diklasifikasikan sebagai berikut:

a) Klasifikasi menurut waktu, yaitu uji hayati jangka pendek (short term

bioassay), jangka menengah (intermediate bioassay) dan uji hayati jangka

panjang (long term bioassay). Klasifikasi menurut metode penambahan larutan atau cara aliran larutan, yaitu uji hayati statik (static bioassay), pergantian larutan (renewal biossay), mengalir (flow trough bioassay).


(54)

b) Klasifikasi menurut maksud dan tujuan penelitian adalah pemantauan kualitas air limbah, uji bahan atau satu jenis senyawa kimia, penentuan toksisitas serta daya tahan dan pertumbuhan organisme uji (Rossiana, 2006).

Untuk mengetahui efek zat pencemar terhadap biota dalam suatu perairan, perlu dilakukan suatu uji toksisitas zat pencemar terhadap biota yang ada yaitu dalam bentuk Lethal Concentration (LC50). Jadi, uji toksisitas digunakan untuk mengevaluasi besarnya konsentrasi toksikan dan durasi pemaparan yang dapat menimbulkan efek toksik pada jaringan biologis (Pratiwi, dkk., 2012).

2.8Ikan Nila

Ikan nila selama ini dikenal dengan nama ilmiah Tilapia nilotica, namun menurut klasifikasi terbaru pada tahun 1982 nama ilmiah ikan nila berubah menjadi Oreochromis niloticus (Kordi, 2004).

2.8.1 Klasifikasi Ikan Nila

Klasifikasi ikan nila (Oreochromis niloticus)adalah sebagai berikut : Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata Kelas : Osteichtyes Subkelas : Acanthopterygii Ordo : Percomorphi SubOrdo : Percoidea Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis


(55)

2.8.2 Morfologi Ikan Nila

Ikan nila (Oreochromis nilotica) memiliki ciri morfologi, yaitu berjari-jari keras, sirip perut torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing.Tanda lainnya yang dapat dilihat dari ikan nila adalah warna tubuhnya hitam dan agak keputihan. Bagian bawah tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila lokalputih agak kehitaman bahkan ada yang kuning.Sisik ikan nila berukuran besar, kasar dan tersusun rapi (Setiawan, 2012).Warna tubuh ikan nila amat bervariasi tergantung pada strain atau jenisnya. Mata ikan nila berbentuk bulat menonjol, dan bagian tepi berwarna putih.Ciri pada ikan nila adalah garis vertikal yang berwarna gelap di sirip ekor sebanyak enam buah. Garis seperti itu juga terdapat di sirip punggung dan sirip dubur (Rukmana,1997).

Morfologi dan anatomi ikan nila (Oreochromis niloticus) dapat dilihatsebagai berikut (Amri dan Khairuman, 2003).

Gambar 2.1Morfologi dan Anatomi Ikan Nila

Ikan nila berwarna putih kehitaman, makin ke perut makin terang.Pada sirip ekor terdapat 6-12 garis melintang yang ujungnya berwana kemerah-merahan, sedangkan punggungnya terdapat garis-garis miring. Letak mulut ikan terminal, garis rusuk(Linea lateralis) terputus menjadi dua bagian, letaknya memanjang di atas sirip dada dengan jumlah sisik pada garis rusuk 34 buah (Andrianto, 2005).


(56)

Seperti ikan yang lain, jenis kelamin ikan nila yang masih kecil, belum tampak dengan jelas. Perbedaannya dapat diamati dengan jelas setelah bobot badannya mencapai 50 gram.Ikan nila yang berumur 4-5 bulan (100-150 g) sudah mulai kawin dan bertelur.Tanda-tanda ikan nila jantan adalah warna badan lebih gelap dari ikan betina, alat kelamin berupa tonjolan (papila) di belakang lubang anus, dan tulang rahang melebar ke belakang.Sedangkan tanda-tanda ikan nila betina adalah alat kelamin berupa tonjolan di belakang anus, dimana terdapat 2 lubang. Lubang yang di depan untuk mengeluarkan telur, sedang yang di belakang untuk mengeluarkan air seni dan bila telah mengandung telur yang masak,dan perutnya tampak membesar (Andrianto, 2005).

Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah salah satu jenis ikan air tawar yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Ikan nila kini banyak dibudi dayakan di berbagai daerah karena kemampuan adaptasinya bagus di dalam berbagai jenis air. Nila dapat hidup di air tawar, air payau, dan air laut. Ikan nila juga tahan terhadap perubahan lingkungan. Pertumbuhan cepat dan tahan terhadap serangan penyakit. Para pakar budidaya ikan dari Departemen Perikanan dan Akuakultur FAO menganjurkan agar ikan nila ini dibudidayakan karena dapat dipelihara di kolam yang sempit, seperti kolam pekarangan atau comberan (Ghufran, 2010).


(57)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pestisida sering digunakan sebagai pilihan utama untuk memberantas organisme yang merusak tanaman sebab mempunyai daya bunuh yang tinggi, penggunaannya mudah dan hasilnya cepat diketahui. Namun bila aplikasinya kurang bijaksana dapat membawa dampak buruk pada pengguna, hama non sasaran dan lingkungan (Wudianto, 2007).

Pemanfaatan bahan alami yang bersifat racun dan ramah lingkungan merupakan salah satu solusi yang diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan alternatif untuk perlindungan terhadap serangan serangga. Salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan adalah tumbuhan tuba [Derris elliptica(Roxb.)].

Dalam bidang kesehatan, penggunaan pestisida alami mempunyai beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan pestisida kimia seperti lebih ramah terhadap alam, karena sifat material organik mudah terurai menjadi bentuk lain, sehingga dampak racunnya tidak menetap dalam waktu yang lama di alam bebas.Karena dibuat dari bahan-bahan yang terdapat di alam bebas, pestisida alami ini lebih ramah lingkungan dan lebih aman bagi kesehatan manusia.

Tumbuhan akar tuba [Derris elliptica(Roxb.)]merupakan jenis tumbuhan yang biasa digunakan sebagai peracun ikan.Tumbuhan akar tuba [Derris

elliptica(Roxb.)]yang berpotensi sebagai biopestisida ini selain dijumpai hampir

di seluruh wilayah di Indonesia juga terdapat di Bangladesh, Asia Tenggara, dan beberapa kepulauan di Pasifik (Novian, 2004).

Tumbuhan akar tuba pernah dilakukan penelitian terhadap daya tetas telur ikan lele, dan hasil nya dapat menurunkan daya tetas telur ikan lele. Akar tuba


(58)

juga pernah dilakukan penelitian untuk pengendalian rayap tanah dan kesimpulannya ekstrak akar tuba dapat menjadi insektisida alternatif untuk pengendalian rayap tanah.

Ikan nila (Oreochromis niloticus) termasuk ikan yang mudah untuk dibudidayakan dan mampu bertahan hidup di perairan dengan kondisi air yang jelek, karena itu ikan nila sering dijadikan sebagai petunjuk adanya perubahan faktor yang mempengaruhinya terutama kualitas air (Wulandari, dkk., 2013).

Ketoksikan akut adalah derajat efek toksik suatu senyawa yang terjadi secara singkat (24 jam) setelah pemberian dalam dosis tunggal. LC50 merupakan salah satu parameter yang dapat menentukan derajat toksisitas bahan kimia terhadap makhluk hidup.LC50 yangdidefinisikan konsentrasi yang menyebabkan kematian sebanyak 50% dari organisme uji (Rossiana, dkk.,2007).

Uji toksisitas ini mengevaluasi besarnya konsentrasi toksikan dan waktu pemaparan yang dapat menimbulkan efek toksik pada jaringan biologis. Salah satu biota yang dapat digunakan untuk uji toksisitas adalah ikan, dengan syarat harus mempunyai kepekaan tinggi yang memenuhi syarat umur, berat, dan panjang, serta sesuai dengan ikan yang hidup diperairan yang telah dalam keadaan tercemar (Pratiwi, dkk., 2012).

Akar tuba yang terbukti memiliki senyawa yang cukup toksik untuk digunakan sebagai pestisida alami tetapi dampak pada lingkungan belum dilakukan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai LC50 terhadap pengaruh ekstrak akar tuba pada ikan nila.


(59)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang diatas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

a. apakah ekstraketanol akar tuba berpengaruh terhadap gejala toksisitasikan nila?

b. berapakah nilai LC50 dari pemberian ekstrak etanol akar tuba pada ikan nila ? c. apakahekstrak etanol akar tuba termasuk kategori toksik terhadap ikan nila?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis pada penelitian ini diduga:

a. ekstrak etanolakar tuba berpengaruh terhadap gejala toksisitasikan nila.

b. nilai LC50 pemberian ekstrak etanol akar tuba pada ikan nila dapat ditentukan dengan perlakuan.

c. ekstrak etanolakar tubatermasuk kategori toksik pada ikan nila.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui:

a. pengaruh ekstrak etanolakar tuba terhadap gejala toksisitasikan nila. b. nilai LC50 ekstrak etanol akar tuba pada ikan nila.

c. kategori toksisitas dari ekstrak etanol akar tuba.

1.5 Manfaat Penelitian


(60)

a. memberikan informasi ilmiah mengenai efek toksik yang ditimbulkan dari akar tuba sebagai pestisida alami terhadap ikan nila.

b. memberikan informasi mengenai batas keamanan konsentrasi dari akar tuba sebagai pestisida alami.

1.6Kerangka Pikir Penelitian

Adapun kerangka pikir pada penelitian ini yaitu pada variabel bebas terdapat konsentrasi ekstrak etanol akar tuba yang dibagi menjadi 7 kelompok konsentrasi yaitu kelompok kontrol (0 ppm); 0,4 ppm; 2 ppm; 10 ppm; 50 ppm; 250 ppm; 1250 ppm. Pada variabel terikat terdapat potensi ketoksikan ekstrak etanol akar tuba terhadap ikan nila. Sedangkan pada parameter ada gejala toksisitas, kematian ikan dan penentuan LC50.

Diagram kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian

Konsentrasi Ekstrak Etanol Akar Tuba 0 ppm 0,4 ppm 2 ppm 10 ppm 50 ppm 250 ppm 1250 ppm

Potensi Ketoksikan Ekstrak Etanol Akar Tuba Terhadap Ikan Nila Gejala Toksisitas Kematian Ikan


(61)

PENENTUAN LC

50

EKSTRAK ETANOL AKAR TUBA

[Derris elliptica(Roxb.)] PADA IKAN NILA

( Oreochromis niloticus)

ABSTRAK

Pendahuluan: LC50 merupakan salah satu parameter yang dapat menentukan derajat toksisitas bahan kimia terhadap makhluk hidup. Uji toksisitas ini mengevaluasi besarnya konsentrasi toksikan dan waktu pemaparan yang dapat menimbulkan efek toksik pada jaringan biologis. Tumbuhan akar tuba [Derris

elliptica(Roxb.)] merupakan jenis tumbuhan yang biasa digunakan sebagai

peracun ikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai LC50 ekstrak etanol akar tuba terhadap ikan nila.

Metode: Penelitian ini meliputi pengumpulan dan pengolahan tumbuhan,

pembuatan ekstrak akar tuba, skrining fitokimia dari simplisia akar tuba, karakteristik simplisia, penyiapan hewan percobaan, pengamatan gejala toksisitas, kematian dan penentuan LC50. Pembuatan larutan induk, sebanyak 10 g ekstrak akar tuba dilarutkan dalam 1 Liter akuades hingga diperoleh konsentrasi larutan 10.000 ppm. Kemudian larutan induk diencerkan menjadi 7 konsentrasi yaitu kelompok kontrol; 0,4 ppm; 2 ppm; 10 ppm; 50 ppm; 250 ppm; 1250 ppm. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan ikan nila sebanyak 330 ekor untuk percobaan penentuan LC50 dan pengamatan selama 7 hari. Metode dan cara perhitungan LC50 berdasarkan Farmakope edisi ketiga. Pengamatan yang dilakukan adalah melihat gejala toksisitasnya, kematian hewan percobaan dan LC50 kemudian dianalisis dengan uji One Sample T-Test menggunakan program SPSS versi 17.

Hasil: Hasil persentase kematian ikan nila oleh ekstrak etanol akar tuba pada

kelompok kontrol dan 0,4 ppm tidak mengalami kematian hewan uji. Kelompok 2 ppm 13%, kelompok 10 ppm 53%, kelompok 50 ppm 76%, kelompok 250 ppm dan 1250 ppm sebesar 100%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap antara kelompok konsentrasi dengan p < 0,05. Nilai LC50 yang diperoleh dari ekstrak etanol akar tuba adalah 2,22 ppm dengan menunjukkan interval konfidensi 1,7214 ppm < LC50 < 2,7253 ppm yang memiliki daya yang toksik.

Kesimpulan: Penelitian ini membuktikan bahwa ekstrak etanol akar tuba [Derris

elliptica(Roxb.)] bersifat toksik terhadap ikan nila dengan nilai LC50 2,22 ppm. Kata kunci: ekstrak etanol akar tuba [Derris elliptica(Roxb.)], ikan nila, nilai


(62)

The LC

50

Determination of Tuba Root Ethanol Extract

[Derris elliptica(Roxb.)] inTipalia(Oreochromis niloticus)

ABSTRACT

Introduction: LC50 is one of the parameters which can determine the degree of toxicity of chemicals on living organisms. This toxicity test evaluate the amount of toxicant concentration and exposure time that could cause toxic effects in biological tissue. Tuba root plants [Derris elliptica(Roxb.)] is a type of plant commonly used as fish poisoner. The aim of this study was to determine the LC50 value of tuba root ethanol extract against tilapia.

Methods: This study involves the collecting and processing plants, manufacturing

the tuba root extract, phytochemical screening of tuba root bulbs, bulbs characteristics, preparation of experimental animals, observations of toxicity symptoms, mortality and LC50 determination. Making the standard liquid, 10 g of tuba root extract dissolved in 1 L of distilled water to obtain solution concentrations of 10000 ppm. Then the standard liquid is diluted to 7 concentrations which the control group; 0.4 ppm; 2 ppm; 10 ppm; 50 ppm; 250 ppm; 1250 ppm. This testing was conducted using 330 tilapia fishes for determination of LC50 experiment and observation for 7 days. Methods and ways

LC50 calculation based Pharmacopeia third edition. The observations are seeing

The symptoms of toxicity, mortality of experimental animals and LC50 then analyzed by test One Sample T-Test using SPSS version 17.

Results: The results of the death percentage of tilapia by tuba root ethanol extract

in the control group and 0.4 ppm are not experiencing the death of tested animals. Group 2 ppm at 13%, Group 10 ppm at 53%, Group 50 ppm at 76%, Group 250 ppm and 1250 ppm at 100%. The results showed that there are significant differences between the groups with the concentration of p <0.05. LC50 values obtained from tuba root ethanol extract was 2.22 ppm which shows the confidence interval of 1.7214 ppm <LC50<2.7253 ppm which has a toxic power.

Conclusion:This study proves that the tuba root ethanol extract [Derris

elliptica(Roxb.)] toxic to tilapia with LC50 values of 2.22 ppm.


(63)

PENENTUANLC

50

EKSTRAK ETANOL AKAR TUBA

[Derris elliptica(Roxb.)]PADA IKAN NILA

(Oreochromis niloticus)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

MUTIARA QISTHINA HANIF

NIM 111501123

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(64)

PENENTUANLC

50

EKSTRAK ETANOL AKAR TUBA

[Derris elliptica(Roxb.)]PADA IKAN NILA

(Oreochromis niloticus)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

MUTIARA QISTHINA HANIF

NIM 111501123

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(65)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENENTUAN LC

50

EKSTRAK ETANOL AKAR TUBA

[Derris elliptica(Roxb.)]PADA IKAN NILA

(Oreochromis niloticus)

OLEH:

MUTIARA QISTHINA HANIF NIM 111501123

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal: 25 April 2016 Disetujui oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt. Dr. Panal Sitorus, M.Si., Apt. NIP 195209271981031007 NIP 195310301980031002

Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt.

Pembimbing II, NIP 195209271981031007

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001 NIP 196005111989022001

Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. NIP 197806032005012004

Medan, April 2016 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan,

Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001


(66)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Penentuan LC50 Ekstrak Etanol Akar Tuba [Derris

elliptica(Roxb.)]pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus).”Skripsi ini diajukan

untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepadaIbu Dr. Masfria., M.S., Apt., selaku Pejabat Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepadaBapak Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt., dan Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab, memberikan petunjuk dan saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini.Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Panal Sitorus, M.Si., Apt., selaku ketua penguji, Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt., dan Ibu Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini, dan Bapak Nahitma Ginting, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing akademik serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada keluargatercinta, Ayahanda Alm. Rochimin, Ibunda Hj. Purwati serta adik Nindita


(67)

Qisthina Hanif, S.Sn., juga nenek Hj. Aziah, palek Selamat Riadi, mami Sri Rafiqoh yang senantiasa memberikan doa, dukungan, semangat dan kasih sayang yang tak ternilai dengan apapun.Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabat tercinta Fakhri Amin Nst, Putri Saiful, Nadia Bella, Acha Shanaza, Idha Muthianisya, Nursyifa Sabfina, Lulu Fajarwati, mbak Kennie, Lisa Afrida, Dwi Yunita, Nurhasanah Rumanda, Unita Wulandari, Suliyani, Putri Maal, Cindy Novikasari, Nur Aini, Dwi L, Rizki Khairunnisa, Ridha Maisyarah serta teman-teman Farmasi USU 2011 yang telah mendoakan, membantu dan memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, April 2016 Penulis,

Mutiara Qisthina Hanif NIM 111501123


(68)

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Mutiara Qisthina Hanif

Nomor Induk Mahasiswa : 111501123 Program Studi : S-1 Reguler

Judul Skripsi : Penentuan LC50 Ekstrak Etanol Akar Tuba [Derris

elliptica(Roxb.)]pada Ikan Nila(Oreochromis niloticus)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dan hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya didalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam skripsi ini ditemukan plagiat akibat kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagai mana mestinya.

Medan, April 2016 Yang Membuat Pernyataan

Mutiara Qisthina Hanif 111501123


(69)

PENENTUAN LC

50

EKSTRAK ETANOL AKAR TUBA

[Derris elliptica(Roxb.)] PADA IKAN NILA

( Oreochromis niloticus)

ABSTRAK

Pendahuluan: LC50 merupakan salah satu parameter yang dapat menentukan derajat toksisitas bahan kimia terhadap makhluk hidup. Uji toksisitas ini mengevaluasi besarnya konsentrasi toksikan dan waktu pemaparan yang dapat menimbulkan efek toksik pada jaringan biologis. Tumbuhan akar tuba [Derris

elliptica(Roxb.)] merupakan jenis tumbuhan yang biasa digunakan sebagai

peracun ikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai LC50 ekstrak etanol akar tuba terhadap ikan nila.

Metode: Penelitian ini meliputi pengumpulan dan pengolahan tumbuhan,

pembuatan ekstrak akar tuba, skrining fitokimia dari simplisia akar tuba, karakteristik simplisia, penyiapan hewan percobaan, pengamatan gejala toksisitas, kematian dan penentuan LC50. Pembuatan larutan induk, sebanyak 10 g ekstrak akar tuba dilarutkan dalam 1 Liter akuades hingga diperoleh konsentrasi larutan 10.000 ppm. Kemudian larutan induk diencerkan menjadi 7 konsentrasi yaitu kelompok kontrol; 0,4 ppm; 2 ppm; 10 ppm; 50 ppm; 250 ppm; 1250 ppm. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan ikan nila sebanyak 330 ekor untuk percobaan penentuan LC50 dan pengamatan selama 7 hari. Metode dan cara perhitungan LC50 berdasarkan Farmakope edisi ketiga. Pengamatan yang dilakukan adalah melihat gejala toksisitasnya, kematian hewan percobaan dan LC50 kemudian dianalisis dengan uji One Sample T-Test menggunakan program SPSS versi 17.

Hasil: Hasil persentase kematian ikan nila oleh ekstrak etanol akar tuba pada

kelompok kontrol dan 0,4 ppm tidak mengalami kematian hewan uji. Kelompok 2 ppm 13%, kelompok 10 ppm 53%, kelompok 50 ppm 76%, kelompok 250 ppm dan 1250 ppm sebesar 100%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap antara kelompok konsentrasi dengan p < 0,05. Nilai LC50 yang diperoleh dari ekstrak etanol akar tuba adalah 2,22 ppm dengan menunjukkan interval konfidensi 1,7214 ppm < LC50 < 2,7253 ppm yang memiliki daya yang toksik.

Kesimpulan: Penelitian ini membuktikan bahwa ekstrak etanol akar tuba [Derris

elliptica(Roxb.)] bersifat toksik terhadap ikan nila dengan nilai LC50 2,22 ppm. Kata kunci: ekstrak etanol akar tuba [Derris elliptica(Roxb.)], ikan nila, nilai


(1)

2.1.3 Bagian yang Digunakan ... 6

2.1.4 Penggunaan Tumbuhan ... 6

2.1.5 Kandungan Kimia Akar Tuba ... 6

2.2 Ekstraksi ... 6

2.2.1 Cara Dingin ... 7

2.2.2 Cara Panas ... 8

2.3 Pestisida ... 8

2.4 Keracunan Pestisida ... 10

2.5 Kualitas Air ... 12

2.5.1 Parameter Kualitas Air ... 13

2.6 Mortalitas ... 14

2.7 Toksisitas ... 15

2.7.1 Lethal Concentration (LC50) ... 17

2.8 Ikan Nila ... 18

2.8.1 Klasifikasi Ikan Nila ... 18

2.8.2 Morfologi Ikan Nila ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Alat dan Bahan ... 21

3.1.1 Alat ... 21

3.1.2 Bahan ... 22

3.2Hewan Percobaan ... 22

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel ... 22


(2)

xi

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 23

3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 23

3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 23

3.4.3 Penetapan Kadar Air ... 23

3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut Air ... 24

3.4.5 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol ... 25

3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total ... 25

3.4.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam ... 25

3.5 Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia ... 26

3.5.1 Pemeriksaan Alkaloida ... 26

3.5.2 Pemeriksaan Flavonoida ... 26

3.5.3 Pemeriksaan Saponin ... 26

3.5.4 Pemeriksaan Glikosida ... 27

3.5.5 Pemeriksaan Tanin ... 27

3.5.6 Pemeriksaan Steroida dan Triterpenoida ... 27

3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Akar Tuba ... 28

3.7 Tahap Persiapan Hewan Uji ... 28

3.7.1 Uji Pendahuluan ... 29

3.7.2 Penentuan LC50 ... 30

3.8 Pengamatan ... 30

3.8.1 Gejala Toksisitas ... 30

3.8.2 Kematian Hewan ... 31

3.9 Analisis Data ... 31


(3)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Ekstrak Akar Tuba ... 32

4.2 Uji Pendahuluan ... 33

4.3 Pengamatan Jumlah Kematian Ikan Nila ... 34

4.4 Penentuan LC50 Terhadap Jumlah Kematian Ikan Nila ... 35

4.5 Pengamatan ... 36

4.6 Pengamatan Gejala Toksisitas ... 36

4.7 Analisa Data ... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40


(4)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

3.1 Konsentrasi uji pendahuluan ... 29

4.1 Hasil karakterisasi simplisia akar tuba ... 32

4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia akar tuba ... 33

4.3 Hasil persentase kematian ikan nila ... 34

4.4 Hasil nilai LC50 akar tuba terhadap kematian ikan nila ... 35

4.5 Hasil pengamatan gejala toksisitas pada ikan nila ... 36

4.6 Kelompok Tingkat Toksisitas pada Lingkungan Perairan ... 38


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 4 2.1Morfologi dan Anatomi Ikan Nila ... 19


(6)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1 Surat hasil determinasi tumbuhan ... 44

2 Surat komisi etik ... 45

3 Bagan penelitian ... 46

4 Gambar tumbuhan akar tuba ... 47

5 Gambar makroskopik ... 48

6 Gambar mikroskopik ... 49

7 Alat dan bahan ... 50

8 Perhitungan konsentrasi ... 54

9 Perhitungan Nilai LC50 dengan Analisis Farmakope ... 56

10 Hasil Uji Statistik ... 58

11 Hasil Uji Pendahuluan ... 59

12 Hasil Uji Toksisitas LC50 ... 60