Bahan Anti Nyamuk (Mosquito repellent) dari Akar Tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth)

(1)

BAHAN ANTI NYAMUK (Mosquito repellent)

dari AKAR TUBA (Derris elliptica (Roxb.) Benth)

SKRIPSI

Oleh: Miduk Sihombing

061203001/ Teknologi Hasil Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : BAHAN ANTI NYAMUK (Mosquito repellent) dari AKAR TUBA (Derris elliptica (Roxb.) Benth) Nama Mahasiswa : Miduk Sihombing

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Yunus Afifuddin S.Hut, M.Si Luthfi Hakim S.Hut, M.Si

Mengetahui

Ketua Departemen Kehutanan


(3)

ABSTRACT

MIDUK SIHOMBING. INGREDIENT MOSQUITO REPELLENT of TUBA ROOT (Derris elliptica (Roxb.) Benth) ". Under the guidance of Yunus Afifuddin S.Hut, M.Si and Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si.

The use of chemicals to control insects can have a negative impact on the environment and humans. The use of natural ingredients that are toxic and environmentally friendly is one solution that is expected to be used as an alternative ingredient for protection against insects. One of the plants that can be used is the tuba plant (Derris elliptica (Roxb.) Benth). This study research to determine the exact manner and evaluate extractive toxicity tuba root extract (Derris elliptica (Roxb). Benth) as an mosquito repellent by examining the effects of tuba root methanol extract and tuba root chloroform extract with different concentrations ( 0%, 2%, 4%, and 6%) on mortality and the mortality rate of mosquitoes. The results showed that there was a very significant effect of extract of tuba root against mosquito death. Tuba root with a concentration 6% is considered the most effective for killing 50% of mosquitoes. The results indicate that the tuba roots chloroform extract has its toxicity and very high potential to be developed into an mosquito repellent.

Keywords: Derris elliptica (Roxb.) Benth, tuba root, mosquito repellent, toxicity, mortality.


(4)

ABSTRAK

MIDUK SIHOMBING. BAHAN ANTI NYAMUK (Mosquito repellent) dari AKAR TUBA (Derris elliptica (Roxb.) Benth)”. Di bawah bimbingan Yunus Afifuddin S.Hut, M.Si dan Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si.

Penggunaan bahan kimia untuk pengendalian serangga dapat berdampak negatif terhadap lingkungan maupun manusia. Pemanfaatan bahan alami yang bersifat racun dan ramah lingkungan merupakan salah satu solusi yang diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan alternatif untuk perlindungan terhadap serangan serangga. Salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan adalah tumbuhan tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rendemen ekstraktif akar tuba dan mengevaluasi daya racun ekstrak akar tuba (Derris elliptica (Roxb). Benth) sebagai anti nyamuk (Mosquito repellent) dengan cara menguji efek ekstrak akar tuba metanol dan kloroform pada berbagai konsentrasi (0%, 2%,4%, dan 6%) terhadap mortalitas dan kecepatan kematian nyamuk. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang nyata pemberian ekstrak akar tuba terhadap kematian nyamuk. Ekstrak akar tuba pelarut kloroform dengan konsentrasi 6% dianggap paling efektif karena telah membunuh 50% nyamuk. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa ekstrak akar tuba memiliki daya racun (toksitas) yang tinggi dan sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi bahan anti nyamuk.

Kata kunci : Derris elliptica (Roxb). Benth, akar tuba, anti nyamuk, toksisitas, mortalitas.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan berkat dan perlindungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Adapun judul penelitian ini adalah “BAHAN ANTI NYAMUK (Mosquito repellent) dari AKAR TUBA (Derris elliptica (Roxb.) Benth)”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Yunus Afifuddin S.Hut, M.Si dan Bapak Luthfi Hakim S.Hut, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.

Kiranya tulisan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat, dunia ilmu pengetahuan dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan serta bagi penulis dikemudian hari. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Agustus 2012


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Insektisida ... 4

Tanaman Tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth) ... 6

Sistematika tanaman tuba (Derris ellliptica (Roxb.) Benth) ... 6

Kandungan tanaman tuba (Derris eliptica (Roxb.) Benth) ... 7

flavanoida ... 8

rotenone ... 9

Toksiologi ... 10

Nyamuk dan Klasifikasinya ... 10

Siklus hidup nyamuk ... 11

Perilaku nyamuk ... 12

Zat Ekstraktif ... 13

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ... 15

Bahan dan Alat Penelitian... 15

Prosedur penelitian ... 16

Persiapan bahan baku ... 16

Pebuatan ekstrak akar tuba ... 16

Perhitungan kadar ekstrak ... 18

Pembuatan konsentrasi larutan... 18


(7)

Rancangan Percobaan ... 19

Parameter Pengamatan ... 20

Perhitungan nilai mortalitas nyamuk ... 20

Analisis Data ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen ekstrak akar tuba (Derris elliptica (Roxb.)Benth)... 22

Mortalitas nyamuk... 24

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 31

Saran ... 31 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Klasifikasi Insektisida Secara Umum ... 4

2. Tanaman Tuba ... 6

3. Akar Tanaman Tuba... 8

4. Nyamuk ... 10

5. Siklus Hidup Nyamuk ... 12

6. Diagram Produksi Serbuk Akar Tuba ... 16

7. Bagan Ekstraksi Akar Tuba ... 17

8. a) Rendemen Ekstrak Akar Tuba Hasil Ekstraksi dengan PelarutMetanol; b) Rendemen Kering Ekstrak Akar Tuba Hasil Ekstraksi dengan Pelarut Kloroform ... 23

9. Grafik Nilai Mortalitas Nyamuk ... 26

10. Grafik Mortalitas Nyamuk dengan Kontrol dan Pelarut Metanol... 28

11. Garfik Mortalitas Nyamuk dengan Pelarut Kloroform ... 28


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Pengujian zat ekstraktif ... 19 2. Rancangan acak lengkap percobaan ... 19 3. Kandungan zat ekstraktif akar tuba ... 23


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Tabel Nilai Mortalitas Nyamuk Menggunakan Ekstrak Akar Tuba dengan Pelarut Metanol dan Kloroform.

2. Tabel Mortaitas Nyamuk Tiap Jam 3. Analisis Sidik Ragam


(11)

ABSTRACT

MIDUK SIHOMBING. INGREDIENT MOSQUITO REPELLENT of TUBA ROOT (Derris elliptica (Roxb.) Benth) ". Under the guidance of Yunus Afifuddin S.Hut, M.Si and Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si.

The use of chemicals to control insects can have a negative impact on the environment and humans. The use of natural ingredients that are toxic and environmentally friendly is one solution that is expected to be used as an alternative ingredient for protection against insects. One of the plants that can be used is the tuba plant (Derris elliptica (Roxb.) Benth). This study research to determine the exact manner and evaluate extractive toxicity tuba root extract (Derris elliptica (Roxb). Benth) as an mosquito repellent by examining the effects of tuba root methanol extract and tuba root chloroform extract with different concentrations ( 0%, 2%, 4%, and 6%) on mortality and the mortality rate of mosquitoes. The results showed that there was a very significant effect of extract of tuba root against mosquito death. Tuba root with a concentration 6% is considered the most effective for killing 50% of mosquitoes. The results indicate that the tuba roots chloroform extract has its toxicity and very high potential to be developed into an mosquito repellent.

Keywords: Derris elliptica (Roxb.) Benth, tuba root, mosquito repellent, toxicity, mortality.


(12)

ABSTRAK

MIDUK SIHOMBING. BAHAN ANTI NYAMUK (Mosquito repellent) dari AKAR TUBA (Derris elliptica (Roxb.) Benth)”. Di bawah bimbingan Yunus Afifuddin S.Hut, M.Si dan Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si.

Penggunaan bahan kimia untuk pengendalian serangga dapat berdampak negatif terhadap lingkungan maupun manusia. Pemanfaatan bahan alami yang bersifat racun dan ramah lingkungan merupakan salah satu solusi yang diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan alternatif untuk perlindungan terhadap serangan serangga. Salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan adalah tumbuhan tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rendemen ekstraktif akar tuba dan mengevaluasi daya racun ekstrak akar tuba (Derris elliptica (Roxb). Benth) sebagai anti nyamuk (Mosquito repellent) dengan cara menguji efek ekstrak akar tuba metanol dan kloroform pada berbagai konsentrasi (0%, 2%,4%, dan 6%) terhadap mortalitas dan kecepatan kematian nyamuk. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang nyata pemberian ekstrak akar tuba terhadap kematian nyamuk. Ekstrak akar tuba pelarut kloroform dengan konsentrasi 6% dianggap paling efektif karena telah membunuh 50% nyamuk. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa ekstrak akar tuba memiliki daya racun (toksitas) yang tinggi dan sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi bahan anti nyamuk.

Kata kunci : Derris elliptica (Roxb). Benth, akar tuba, anti nyamuk, toksisitas, mortalitas.


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara tropika yang mempunyai hutan alam yang luas. Hutan alam di Indonesia mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan (flora) yang tinggi. Umumnya di daerah tropika, kekayaan jenis tumbuhan yang tinggi disertai dengan kekayaan jenis hewan (fauna). Salah satu jenis hewan yaitu serangga yang dapat merusak tanaman, bangunan seperti rayap dan mengganggu kenyamanan manusia yang dapat menularkan penyakit seperti nyamuk. Penggunaan bahan kimia untuk pengendalian serangga terkadang dapat berdampak negatif terhadap lingkungan maupun manusia. Pemanfaatan bahan alami yang bersifat racun dan ramah lingkungan merupakan salah satu solusi yang diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan alternatif untuk perlindungan terhadap serangan serangga. Salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan adalah tumbuhan tuba(Derris elliptica (Roxb.) Benth).

Tumbuhan tuba yang telah lama dikenal masyarakat merupakan salah satu jenis hasil hutan non kayu. Tumbuhan tuba telah digunakan sebagai racun untuk berburu ikan oleh masyarakat tradisional. Bagian dari tumbuhan tuba yang digunakan sebagai racun yaitu bagian akar. Akar tuba diekstrak secara konvensional dengan cara ditumbuk dan dilarutkan dengan air. Pengetahuan masyarakat tradisional terhadap tumbuhan tuba dikembangkan oleh ahli-ahli kimia. Ahli-ahli kimia melakukan rangkaian penelitian untuk melihat senyawa-senyawa yang terkandung di dalam ekstrak akar tuba yang mengandung racun sehingga diketahui bahwa komposisi senyawa-senyawa kimia yang terkandung pada ekstrak akar tuba, yaitu: rotenone, dehydrorotenone, dequelin dan elliptone


(14)

(WHO, 1992). Harborne (1987) mengidentifikasi bahwa senyawa rotenone adalah senyawa flavanoida yang bersifat racun. Umumnya senyawa rotenone terdapat pada beberapa jenis tumbuhan dari ordo Leguminosae terutama dari jenis-jenis Derris elliptica (Roxb.) Benth dan D.malaccensis yang banyak di Indonesia dan Malaysia.

Senyawa rotenone yang terdapat pada ekstrak akar tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth) sangat berbahaya terhadap mahluk hidup di perairan karena kandungan racunnya tinggi. Penggunaan akar tuba sebagai racun ikan secara terus-menerus maka akan menyebabkan kerusakan ekosistem perairan. Kandungan racun yang tinggi dari senyawa rotenone mendorong masyarakat tradisional menggunakannya sebagai insektisida alami pada pertanian mereka. Kardinan (1999) menyatakan bahwa kandungan senyawa rotenone yang tertinggi terdapat pada bagian akar tumbuhan tuba, yaitu 0,3-12%. Berdasarkan hasil penelitian Kardinan (1999), Sahabuddin (2005) mencoba mengekstrak akar tuba dan menggunakannya sebagai racun untuk larva Aedes sp. dan penelitiannya menunjukkan pengaruh positif terhadap mortalitas larva Aedes sp.

Berdasarkan latar belakang di atas, ekstrak akar tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth) diasumsikan dapat digunakan sebagai bahan anti nyamuk yang ramah lingkungan dan tidak mengganggu terhadap kesehatan manusia.


(15)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui rendemen ekstrak akar tuba dan mengevaluasi daya racun ekstrak akar tuba terhadap nyamuk dengan cara menghitung mortalitas dan kecepatan kematian nyamuk.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk mengoptimalkan pemanfaatan tanaman tuba sebagai bahan alternatif dalam pengendalian serangga khususnya terhadap nyamuk.

Hipotesis Penelitian

Jenis pelarut dan konsentrasi zat ekstraktif akar tuba berpengaruh terhadap mortalitas nyamuk.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Insektisida

Insektisida adalah pestisida khusus yang digunakan untuk membunuh serangga dan invertebrata lain. Secara harfiah insektisida berarti pembunuh serangga, berasal dari Bahasa Latin “cida” yang berarti pembunuh. Berdasarkan sifat dan cara memperolehnya insektisida dibagi menjadi insektisida anorganik dan insektisida organik. Pada umumnya insektisida modern adalah insiktisida organik dan insektisida ini dibagi menjadi insektisida organik alami dan buatan. Insektisida organik alami diperoleh dengan cara penyulingan zat-zat alami. Insektisida ini terdiri dari insektisida botanis yaitu yang diperoleh dari bahan tumbuhan dan insektisida mineral yang diperoleh dari penyulingan minyak bumi. Metode penggolongan insektisida yang lain adalah berdasarkan sifat kimianya. Kelas senyawa kimia insektisida dapat ditunjukkan berdasarkan bahan aktifnya (active ingredient), yaitu bahan kimia yang mempunyai efek racun (toksik). Penggolongan insektisida berdasarkan bahan aktifnya disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Klasifikasi Insektisida Secara Umum Insektisida

Organik Anorganik

Alami Buatan/sintetik

Mineral Botanis

Hidrokarbon berklor Organofosfat Karbana t

Lainnya Piretroid


(17)

Insektisida dapat digunakan dengan cara penyemprotan (spraying), penghembusan (dusting), pengabutan (fogging), penguapan (fumigating), perendaman (dipping) dan pengumpanan (baiting) (Natawiria 1973 dalam Adharini, 2008).

Soedarto dalam Tinambunan (2004), menyatakan bahwa cara masuknya racun ke dalam tubuh serangga terdiri atas 3 cara, yaitu:

1. Racun kontak (contact poison)

Insektisida masuk melalui eksoskelet ke dalam badan serangga dengan perantara tarsus (jari-jari kaki) pada waktu istirahat di permukaan yang mengandung residu insektisida. Pada umumnya dipakai untuk memberantas serangga yang mempunyai bentuk mulut tusuk isap.

2. Racun perut (stomach poison)

Insektisida masuk ke dalam badan serangga melalui mulut, jadi harus dimakan. Biasanya serangga yang diberantas dengan menggunakan insektisida ini mempunyai bentuk mulut untuk mengigit, lekat isap, kerap isap dan bentuk menghisap.

3. Racun pernapasan (fumigants)

Insektisida masuk melalui sistem pernapasan (spirakel) dan juga melalui permukaan badan serangga. Insektisida ini dapat digunakan untuk memberantas semua jenis serangga tanpa harus memperhatikan bentuk mulutnya. Penggunaan insektisida ini harus hati-hati sekali terutama bila digunakan untuk pemberantasan serangga di ruang tertutup.


(18)

Tanaman Tuba (Derris Elliptica (Roxb.) Benth)

Tuba adalah nama jenis tuba, tetapi yang umum diketahui sebagai tumbuhan tuba adalah dariDerris elliptica. Nama ilmiah tumbuhan tuba adalah Derris elliptica (Roxb.) Benth (WHO, 1992).

Sistematika dan deskripsi tanaman tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth)

Taksonomi tumbuhan tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth) diklasifikasikan sebagai berikut:

Kerajaan

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dikotyledonae Ordo : Rosales Famili : Leguminoceae Genus : Derris

Species : Derris eliptica (Roxb.) Benth (WHO, 1992).


(19)

Tumbuhan tuba tersebar luas di Indonesia, biasanya banyak tumbuh liar di hutan dan ladang yang sudah di tinggalkan. Tumbuhan tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth) termasuk ke dalam famili Leguminosa. Di Kalimantan Barat tanaman ini dikenal dengan nama yang berbeda di berbagai daerah seperti akar jenu, kayu tuba, tuba kurung. Di daerah Jawa dikenal dengan nama besto, oyod ketungkul, oyod tungkul, tuba, tuba akar, tuba jenu. Di daerah Sunda dikenal dengan nama tuwa, tuwa lalear, tuba leteng. Di Sumatera dikenal dengan nama tuba jenuh, tuba dan tuba jenong. Tumbuhan tuba memiliki tinggi 5-10 meter. Ranting tua berwarna coklat, dengan lentisel yang berbentuk jerawat. Daunnya tersebar dengan panjang poros daun 13-23 cm, anak daun berjumlah 7-15, bertangkai pendek, memanjang sampai bentuk lanset atau bulat telur terbalik dengan ukuran panjang kali lebarnya 4-24 cm x 2-8 cm. Sisi bawah daun berwarna hijau keabu-abuan atau hijau kebiru-biruan, kerapkali berambut rapat, anak daun yang masih muda berwarna ungu. Tandan bunga dengan sumbu yang berambut rapat, panjang tangkai dan anak tangkai bunga 6-12 cm, anak tangkai bunga berwarna ungu, panjangnya lebih kurang 1 cm. Kelopak bunga berbentuk cawan, berambut coklat rapat. Buah polong berbentuk oval sampai memanjang dengan ukuran panjang kali lebarnya 3,5-7 cm x ± 2 cm. Jumlah biji 1-2, jarang 3. Musim berbuah pada bulan April-Desember (Westphal and Jansen, 1987 dalam Adharini, 2008).

Kandungan akar tanaman tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth)

Tanaman tuba dikenal luas sebagai racun ikan, tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh Star dkk (1999) membuktikan bahwa tuba efektif digunakan


(20)

sebagai insektisida, yaitu untuk pemberantasan hama pada tanaman sayuran, tembakau, kelapa, kina, kelapa sawit, lada, teh, coklat dan lain-lain.

Gambar 3. Akar Tanaman Tuba

Akar tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth) diketahui mengandung zat beracun yang mengandung rotenone dengan kadar tidak kurang dari 5%. Disamping rotenone sebagai bahan aktif utama, bahan aktif lain yang terdapat pada tanaman tuba adalah deguelin (0,2-2,9 %), ellitone (0,4-4,6%) dan toxikarbol (0-4,4%) (Hamid, 1999 dalam Martono, dkk., 2004).

flavanoida

Flavanoida adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan di alam. Harborne (1987) menyatakan bahwa senyawa-senyawa ini adalah zat warna merah, ungu, biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavanioda memiliki kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propana (C) sehingga membentuk (C6-C3-C6). Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur yakni 1,3-diaril propana (flavanoid), 1,2-diaril propana (isoflavanoid), 1,1-diaril propana (neoflavanoid) (WHO, 1992).


(21)

rotenone

Rotenone adalah salah satu anggota dari senyawa isoflavon, sehingga rotenone termasuk senyawa golongan flavanoida. Salah satu kandungan dari ekstrak tanaman tuba adalah rotenone dengan nama lain tubotoxin (C23H22O6). Tubotoxin merupakan insektisida alami yang kuat, titik lelehnya 163ºC, larut dalam alkohol, karbon tetraclorida, kloroform dan banyak larutan organik lainnya (WHO, 1992).

Rotenone merupakan penghambat respirasi sel, berdampak pada jaringan sel saraf dan sel otot yang menyebabkan serangga berhenti makan. Kematian serangga terjadi beberapa jam sampai beberapa hari setelah terkena rotenone. Beberapa produk konersial menambahkan bahan sinergis untuk meningkatkan kinerja rotenone. Rotenone dapat dicampur dengan piretrin, tembaga, atau blerang (Novizan 2002).

Rotenone diklasifikasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia merupakan zat yang cukup berbahaya. Rotenone cukup beracun untuk manusia dan hewan mamalia yang lain tetapi sangat beracun untuk serangga dan kehidupan laut termasuk ikan. Toksisitas rotenone lebih tinggi pada ikan dan serangga karena lipofilik rotenone mudah diambil melalui insang atau trakea, tetapi tidak mudah melalui kulit atau melalui saluran pencernaan. Kematian pada manusia yang disebabkan rotenone jarang terjadi karena efeknya menyebabkan muntah. Senyawa rotenone akan rusak bila terkena sinar matahari, biasanya memiliki masa singkat enam hari di lingkungan dan dalam air rotenone dapat berlangsung enam bulan (WHO, 1992).


(22)

Toksikologi

Toksikologi menurut E. J Ariens (1985) dalam Wattimena (1994) adalah pengetahuan kerja senyawa kimia yang merugikan terhadap organisme hidup dan merupakan cabang dari farmakologi, yang mencakup: pestisida, insektisida, racun dan komponen makanan. Suatu zat dinyatakan racun bila zat tersebut menyebabkan efek merugikan bagi yang menggunakannya. Dalam prakteknya hanya zat dengan resiko relatif besar untuk menyebabkan kerusakan dinyatakan dengan racun. Parameter toksisitas didasarkan pada jumlah besarnya zat kimia yang diperlukan untuk menimbulkan bahaya.

Nyamuk dan Klasifikasinya

Nyamuk dalam bahasa Inggris dikenal sebagai "Mosquito". Penggunaan kata Mosquito bermula sejak tahun 1583. Nyamuk adalah

dalam or

dan

keseluruhan sekitar 35 genera yang merangkum 2700 spesies. Nyamuk mempunyai dua sayap bersisik, tubuh yang langsing dan enam kaki panjang. Ukuran tubuh nyamuk antar spesies berbeda-beda tetapi jarang melebihi


(23)

Nyamuk betina dan nyamuk jantan mempunyai bentuk mulut yang berbeda. Bagian mulut nyamuk betina membent menembus kulit mamalia atau juga reptilia dan Nyamuk betina memerlukan protein untuk pembentukan telur, sehingga nyamuk betina perlu menghisa Nyamuk jantan memiliki bagian mulut yang tidak membent sehingga tidak sesuai untuk menghisap darah (Adhi dan Nia, 2009).

Lebih dari 50% fauna yang menghuni muka bumi ini adalah serangga. Kehadiran beberapa jenis serangga telah mendatangkan manfaat bagi manusia, misalnya lebah madu, ulat sutera, serangga penyerbuk, atau musuh alami hama tanaman. Meskipun demikian tidak sedikit serangga yang justru membawa kerugian bagi kehidupan manusia, misalnya serangga perusak tanaman dan nyamuk sebagai vektor penyakit (Kardinan, 2001).

Siklus hidup nyamuk

Nyamuk mengalami metamorfosis sempurna dari telur, larva, pupa, hingga dewasa. Selama masa bertelur, seekor nyamuk betina mampu meletakkan 100-400 butir telur. Telur-telur diletakkan dibagian yang berdekatan dengan permukaan air, misalnya di bak yang airnya jernih dan tidak berhubungan lansung dengan tanah (Kardinan, 2001).

Telur menetas menjadi larva setelah 7 hari. Posisi jentik nyamuk tersebut berada di dalam air. Jentik menjadi sangat aktif, yakni membuat gerakan keatas dan kebawah jika air terguncang. Jentik diam dan tubuhnya membentuk sudut terhadap permukaan air jika sedang istirahat. Jentik mengalami empat kali proses pergantian kulit (instar). Proses ini menghabiskan waktu 7-9 hari, setelah itu


(24)

jentik berubah menjadi pupa. Jentik memerlukan air yang jernih,misalnya tempat penyimpanan air, bak mandi, genangan air hujan diselokan, lubang jalan yang bersih, pot tanaman yang berisi air bersih, dan kaleng atau wadah yang dipenuhi air hujan.

Gambar 5. Siklus Hidup Nyamuk

Pupa merupakan stadium akhir nyamuk yang ada di dalam air. Bentuk tubuh pupa bengkok dan kepalanya besar. Fase pupa membutuhkan waktu 2-5 hari. Selama fase pupa, pupa tidak makan. Setelah melewati fase itu, pupa keluar dari kepompong menjadi nyamuk yang dapat terbang keluar dari air. Di alam, nyamuk berumur 7-10 hari, tetapi di laboratorium dengan kondisi yang optimal dan makanan yang cukup, nyamuk dapat bertahan hidup hingga satu bulan.

Perilaku nyamuk

Nyamuk betina mengisap darah untuk proses pematangan telurnya. Nyamuk jantan tidak memerlukan darah, tetapi mengisap sari bunga atau nektar. Nyamuk yang berbahaya menyebarkan penyakit dan mengganggu manusia adalah nyamuk betina. Nyamuk betina sangat sensitive terhadap gangguan, sehingga memiliki kebiasaan menggigit berulang-ulang.


(25)

Ada dua faktor utama dalam penyebaran penyakit demam berdarah, yakni vektor (nyamuk) dan sumber infeksi, dalam hal ini orang yang sakit dan masih mengandung virus aktif demam berdarah. Orang yang digigit nyamuk demam berdarah betina belum tentu terjangkit penyakit demam berdarah karena nyamuk tersebut tidak membawa sumber penyakit. Artinya, jika tidak ada orang yang menderita demam berdarah di sekitar kita, nyamuk tidak akan menularkan penyakit itu, keculai ada yamuk yang terbawa dari daerah lain yang sudah terinfeksi virus demam berdarah. Umumnya penyebaran nyamuk demam berdarah tidak terlalu jauh, karena radius terbangnya hanya 100-200 meter, kecuali jika terbawa angin (Kardinan, 2001).

Zat Ekstraktif dan Ekstraksi

Zat ekstraktif umumnya berupa zat yang mudah larut dalam pelarut misalnya eter, alkohol, bensin dan air. Jumlahnya rata-rata 3% - 8% dari berat kayu kering tanur. Termasuk didalamnya antara lain minyak-minyakan, resin, lilin, lemak, tanin, gula, pati, dan zat warna. Zat ekstraktif tidak merupakan bagian dari srtuktur dinding sel, melainkan terdapat dalam rongga sel. Zat ekstraktif memiliki arti penting dalam kayu karena:

• Dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau, dan rasa suatu jenis kayu

• Dapat digunakan untuk mengenali suatu jenis kayu

• Dapat digunakan sebagai bahan industri

• Dapat menyulitkan pengerjaan dan mengakibatkan kerusakan pada alat pertukangan.

Kandungan dan komposisi ekstraktif berbeda di antara spesies kayu. Tetapi juga terdapat variasi yang tergantung pada tapak geografi dan musim.


(26)

Istilah ekstraktif kayu meliputi sejumlah senyawa yang dapat diekstraksi menggunakan senyawa polar dan non-polar (Fengel dan Gerd, 1995).

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi dapat dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi atau perkolasi dan digunakan untuk tanaman yang mengandung zat – zat yang tidak tahan pemanasan, sedangkan ekstraksi cara panas, dapat dilakukan dengan soxhlet, refluks ataupun infusa dan digunakan untuk tanaman yang mengandung zat yang tahan pemanasan. Pelarut untuk ekstraksi dikatakan sesuai bila memenuhi syarat-syarat antara lain mudah dipisahkan dari substansi yang diekstrak, tidak menimbulkan reaksi kimia yang tidak diinginkan dan tidak toksik (Suryani, 2009).


(27)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai dengan bulan Juli 2012. Proses ekstraksi di lakukan Laboratorium Kimia Organik, Fakultas Matemetika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan pengujian zat ekstraktif akar tuba sebagai bahan anti nyamuk dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian , Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah akar tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth) sebanyak 1500 gram dalam keadaan berat kering udara (diperoleh dari Desa Silangkitang, Kabupaten Tapanuli Utara), kertas uji, dan plastik. Sedangkan pelarut yang digunakan adalah metanol (CH3OH), kloroform (CHCL3), n-heksan, H2SO4 2N, dan aquades.

Alat yang digunakan adalah parang, lumpang untuk membantu menghaluskan akar tuba, blender, saringan 60 mesh, timbangan elektrik, botol untuk tempat perendaman, shaker, kain tipis dan kertas saring untuk memisahkan ampas dengan hasil rendaman, vakum, botol penampung hasil rendaman, labu alas sebagai wadah hasil rendaman, rotary evaporator untuk menguapkan pelarut, corong pisah untuk memisakan larutan yang masih tersisa, beker glass, pH meter, oven, kotak karton untuk tempat aplikasi anti nyamuk, dan elektrik pembakar anti nyamuk.


(28)

Prosedur Penelitian Persiapan bahan baku

Akar tuba (bahan ekstrak) dicuci bersih, dikeringkan hingga mencapai kadar air kering udara (KA ± 12%), dipotong-potong kecil dan dihancurkan dengan menggunakan lumpang kemudian di blender sampai halus. Selanjutnya bahan disaring dengan saringan ukuran 60 mesh dan dimasukkan kedalam plastik.

Secara skematis, alur pengerjaan bahan baku untuk memperoleh serbuk akar tuba dapat dilihat pada gambar 6 berikut.

Gambar 6. Diagram Produksi Serbuk Akar Tuba

Pembuatan ekstrak akar tuba

Pembuatan ekstrak akar tuba mengacu pada metode yang digunakan Harborne (1987). Serbuk akar tuba dimaserasi dalam metanol dengan perbandingan 1:10 selama 3 x 24 jam, kemudian disaring. Tahap maserasi ini diulang beberapa kali, sampai maserat yang diperoleh warnanya relatif jernih. Selanjutnya maserat yang diperoleh dipekatkan dengan alat penguap putar (rotary evaporator), pada suhu 40-50 ºC, sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol. Pelarut yang tersisa pada ekstrak pekat tersebut diuapkan di atas penangas air pada suhu 40-50 ºC, sehingga diperoleh ekstrak metanol berbentuk pasta. Ekstrak akar tuba pekat

Akar tuba

Dikeringkan (KA < 12%)

Diblender

Disaring ( 60 mesh)


(29)

dengan pelarut metanol yang diperoleh dibagi dua. Setengah bagian akan dilarutkan dengan aquades dengan taraf konsentrasi 0% (tanpa perlakuan), 2%, 4%, 6% dan diaplikasikan pada pengujian daya ekstrak akar tuba sebagai anti nyamuk sedangkan sisanya akan diekstrak partisi dengan pelarut kloroform dan hasilnya akan dibuat menjadi serbuk dan diaplikasikan pada pengujian daya ekstrak akar tuba sebagai anti nyamuk (perlakuan untuk kedua ekstrak akar tuba untuk masing-masing pengujian adalah sama). Alur kerja ekstraksi akar tuba secara lengkap disajikan pada gambar 7 berikut.

Gambar 7. Bagan Ekstraksi Akar Tuba (Silaen, 2008).

Ekstraksi dilakukan secara rendaman dingin dengan menggunakan pelarut metanol (CH3OH) terhadap serbuk akar tuba dan didapat kadar ekstrak methanol berbentuk pasta dan dilanjutkan dengan pelarut kloroform (CHCl3 ).

1500 gr serbuk akar tuba ( Derris elliptica (Roxb.) Benth)

Pelarutan dengan CH3OH

Penyaringan, pemekatan dengan rotary evaporator

Ekstrak CH3OH Kasar

Residu : CH3OH

Partisi n-heksan

Residu : lapisan n-heksan sisa Lapisan CH3OH

Penguapan Akstrak pekat Metanol

Pelarutan dengan aquades

Pengasaman dengan H2SO4 2N sampai pH-2

Ekstraksi partisi dengan CHCl3

Lapisan CHCl3

Residu : lapisan asam pH - 2

Penguapan Ekstrak pekat kloroform


(30)

Perhitungan kadar ekstrak

Rendemen ekstrak akar tuba dihitung dengan menggunakan rumus : Rendemen ekstrak akar tuba (%) = Berat ekstraksi CH3OH+ CHCl3

Bobot Kering Sebelum Ekstraksi (1500 gr) x 100%

Pembuatan konsentrasi larutan

Pembuatan konsentrasi larutan hasil ekstraksi akar tuba yaitu ekstrak pekat metanol dan ekstrak kloroform yang diperoleh masing-masing dikonsentrasikan dengan pelarut aquades sesuai dengan konsentrasi yang dibutuhkan.

B0 = Perlakuan 0% (tanpa ekstrak akar tuba),B1 = 2%, B2 = 4%, B3= 6%. Formulasi konsentrasi ditentukan dengan rumus :

Konsentrasi 2% = 2 gr zat ekstrak akar tuba 98 ml aquades

Konsentrasi 4% = 4 gr zat ekstrak akar tuba 96 ml aquades

Konsentrasi 6% = 6 gr zat ekstrak akar tuba 94 ml aquades

Pengujian

Pengujian zat ekstraktif akar tanaman tuba sebagai anti nyamuk dilakukan dengan menggunakan kertas uji dengan ukuran 3,5 cm x 2,2 cm. Kertas uji diberi larutan ekstraktif dengan cara perendaman selama ± 10 menit pada konsentrasi larutan yang telah disediakan yaitu masing-masing hasil ekstraksi (metanol, kloroform) dibuat 4 taraf konsentrasi larutan bahan untuk aplikasi sebagai anti nyamuk, yaitu : 0%, 2%, 4%, dan 6% dan kemudian dikeringkan. Dilakukan pengujian terhadap 10 ekor nyamuk selama 6 jam dengan pemanasan masing-masing kertas uji pada elektrik pembakar. Pengujian dilakukan di dalam kotak


(31)

karton dimana pada sisinya dibuat berupa jaring-jaring dari kelambu sehingga kondisi udara di dalam kotak uji sama dengan kodisi udara di luar kotak uji, dimana sebelum diberi perlakuan nyamuk dapat hidup bebas dalam kotak uji tersebut.

Adapun jumlah pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pengujian tanpa menggunakan zat ekstraktif sebagai kontrol, yaitu: 10 ekor nyamuk dimasukkan kedalam kotak yang telah disediakan. Di amati selama 6 jam, dilihat apa yang terjadi pada 10 ekor nyamuk tersebut.

2. Pengujian dengan menggunakan zat ekstraktif akar tuba:

Tabel 1. Pegujian Zat Ekstraktif

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 2 x 4 dengan 3 kali ulangan (Sastrosupadi, 2000).

Pelarut (A) Perlakuan (B) I II III

Metanol (A1)

B0 A1B0 A1B0 A1B0

B1 A1B1 A1B1 A1B1

B2 A1B2 A1B2 A1B2

B3 A1B3 A1B3 A1B3

Klorofom (A2)

B0 A2B0 A2B0 A2B0

B1 A2B1 A2B1 A2B1

B2 A2B2 A2B2 A2B2

B3 A2B3 A2B3 A2B3

Tabel 2. Rancangan Acak Lengkap Percobaan

Faktor-faktor yang digunakan adalah faktor A (pelarut metanol dan pelarut kloroform) dan faktor B dengan 4 taraf konsentrasi perlakuan, yaitu

No Jenis Pelarut Konsentrasi (%)

Ulangan Waktu Pengujian (Jam)

Contoh Uji

1

0

Metanol 2 3 6 10

4 6 0

2 Kloroform 2 3 6 10

4 6


(32)

Perlakuan B0 = perlakuan 0%, B1 = konsentrasi 2%, B2 = konsentrasi 4%, B3 = konsentrasi 6%). Diulang sebanyak tiga kali dengan jumlah nyamuk setiap perlakuan sebanyak sepuluh ekor.

Parameter Pengamatan

Perhitungan nilai mortalitas nyamuk

Pengamatan mortalitas nyamuk dilakukan setelah pengujian selesai. Penentuan nilai mortalitas nyamuk dihitung dengan menggunakan rumus :

M = 100%

0 1

x M M

Keterangan :

M = Mortalitas nyamuk

M0 = Total jumlah nyamuk yang diumpankan M1 = Jumlah nyamuk yang mati

Analisis Data

Model analisis yang digunakan dalam percobaan ini adalah: Yijk = µ + αi + ßj + (αß)ij + ∑ijk

Yijk = Nilai pengamatan bahan pelarut ke-i, dengan konsentrasi ke-j, dan pada ulangan ke-k

µ = Rata - rata umum

αi = Pengaruh jenis pelarut ke-i ßj = Pengaruh konsentrasi larutan ke-j

(αß)ij = Pengaruh interaksi antara jenis pelarut ke-i dengan konsentrasi ke-j ∑ijk = Pengaruh acak (galat) percobaan pelarut ke-i dan konsentrasi larutan ke-j


(33)

Ada tidaknya pengaruh perlakuan terhadap respon maka dilakukan analisis sidik ragam berupa uji F pada tingkat kepercayaan 95% menggunakan software SPSS, dimana jika F hitung ≤ F tabel maka H 0 diterima dan jika F hitung > F tabel maka H0 ditolak.

Hipotesis yang diuji adalah:

H0 : Jenis pelarut dan konsentrasi zat ekstraktif akar tuba tidak berpengaruh terhadap persentasi kematian nyamuk.

H1 : Jenis pelarut dan konsentrasi zat ekstraktif akar tuba berpengaruh terhadap persentasi kematian nyamuk.

Jika hasil analisis sidik ragam memberikan perbedaan yang nyata baik pada faktor A,faktor B, ataupun interaksinya maka dilakukan uji lanjut wilayah berganda Duncan(Duncan multiple range test).


(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen Ekstrak Akar Tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth)

Rendemen ekstrak akar tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth) merupakan persen zat ekstrak yang dikandung akar tuba. Novizan (2002) menyatakan zat ekstraktif umumnya zat yang mudah larut dalam pelarut misalnya eter, alkohol, bensin, dan air. Pada penelitian ini zat ekstraktif akar tuba diperoleh dengan mengestrak akar tuba dengan menggunakan pelarut metanol dan sebagian hasil ekstraksi diekstrak partisi dengan menggunakan larutan kloroform.

Metanol merupakan salah satu pelarut yang sering digunakan dalam ekstraksi zat ekstraktif yang dikandung tumbuhan. Penggunaan pelarut ini bertujuan untuk mempercepat proses keluarnya zat ekstraktif yang terkandung pada tumbuhan tersebut. Metanol juga sering digunakan untuk mengawetkan serangga. Dalam proses ekstraksi dengan menggunakan metanol dalam penelitian ini zat ektraktif yang terkandung pada akar tuba dibuat menjadi cairan kental atau berupa pasta.

Dari hasil penelitian diketahui kandungan zat ekstraktif tertinggi diperoleh dari pelarut metanol sebanyak 206,4 gram (13,76%) sedangkan pada pelarut kloroform sebanyak 163,2 gram (10,88%). Kardinan (1999) menyatakan bahwa kandungan senyawa rotenone pada tanaman tuba yang tertinggi terdapat pada akarnya, yaitu 0,3-12%. Penelitian ini membuktikan bahwa penggunaan metanol sebagai pelarut dalam memperoleh zat ektraktif adalah salah satu pemilihan pelarut yang tepat. Zat ekstraktif yang tinggi dengan penggunaan pelarut metanol diasumsikan semua senyawa polar dan nonpolar tertarik oleh pelarut pada saat proses ekstraksi. Salah satu yang perlu diperhatikan adalah banyaknya ekstraktif


(35)

yang dihasilkan bukan satu-satunya tolak ukur keefektifan ekstrak tersebut, tetapi yang paling utama yaitu zat toksik yang terlarut dalam ekstrak.

Secara lengkap kandungan zat ekstraktif akar tuba dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Kandungan Zat Ekstraktif Akar Tuba

Jenis pelarut Berat padatan ekstrak akar tuba (gram)

Kandungan ekstrak akar tuba (%)

Metanol 206,4 13,76

Kloroform 163,2 10,88

Tabel diatas menunjukkan adanya perbedaan rendemen ekstrak akar tuba. Hal ini dapat diterima karena zat esktraktif menggunakan kloroform merupakan esktraksi lanjutan dari ekstraksi metanol dimana zat ekstraktif dengan pelarut kloroform diperoleh dengan cara mengekstraksi secara partisi zat esktraktif yang telah diperoleh dari ekstraksi metanol dan dibuat dalam bentuk kristal, sedangkan zat ekstraktif dengan menggunakan metanol dibuat dalam bentuk pasta. Rendemen ekstrak akar tuba seperti disajikan pada gambar 8 di bawah ini.

Gambar 8. a) Rendemen Ekstrak Akar Tuba Hasil Ekstraksi dengan Pelarut Metanol; b) Rendemen Kering Ekstrak Akar Tuba Hasil Ekstraksi dengan Pelarut Kloroform.


(36)

Mortalitas Nyamuk

Indonesia merupakan suatu negara penghujan. Saat musim hujan turun, maka banyak genangan air yang muncul. Genangan air ini dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan juga kesehatan manusia. Nyamuk merupakan suatu serangga yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia yang biasanya berkembang biak pada genangan-genangan air. Nyamuk sebenarnya bukan sumber penyakit, tetapi sebagai vektor penyakit seperti penyakit demam berdarah dengue (DBD), malaria dan penyakit kaki gajah.

Pengendalian nyamuk dengan menggunakan metode yang tepat, aman, murah dan ramah lingkungan merupakan salah satu metode terpadu yang perlu diterapkan dalam mengatasi permasalahan tersebut. Pemberantasan nyamuk biasanya dengan menggunakan insektisida sintesis sebagai racun serangga, baik sebagai anti nyamuk semprot, anti nyamuk nyamuk bakar, anti nyamuk yang dioleskan, maupun anti nyamuk elektrik yang tentu saja mengandung senyawa kimia yang dapat membahayakan kesehatan manusia.

Penggunaan anti nyamuk merupakan upaya pengendalian vektor untuk memutuskan siklus hidup nyamuk, sehingga mengurangi kontak antara manusia dengan vektor. Upaya pengendalian nyamuk yang dilakukan manusia perlu diikuti dengan cara-cara yang ramah lingkunan. Salah satu cara yang lebih ramah lingkungan adalah memanfaatkan tanaman anti nyamuk (insektisida hidup pengusir nyamuk). Pada penelitian ini, tanaman tuba sebagai tanaman yang mengandung sifat racun digunakan sebagai salah satu alternatif pemanfaatan hasil hutan non kayu sebagai bahan anti nyamuk yang bersifat ramah lingkungan yaitu dengan cara memanfaatkan ekstrak akar tuba sebagai racun terhadap nyamuk.


(37)

Soedarto (1995) dalam Tinambunan (2004), menyatakan cara masuknya racun ke dalam tubuh serangga, dibagi dalam tiga cara,yaitu: racun kontak (contact poison), racun perut (stomach poison), dan racun pernapasan (fumigants). Pada penelitian ini, zat ekstraktif akar tuba digunakan sebagai racun pernapasan terhadap nyamuk, yaitu melalui penguapan zat ekstraktif pada kertas uji yang sudah diberi konsentrasi tertentu dengan pembakar anti nyamuk elektrik. Selain penggunaanya yang mudah, pengunaan sebagai racun pernapasan bertujuan untuk menghindari kontak secara langsung dengan manusia.

Proses pengujian zat ekstraktif sebagai anti nyamuk dilakukan dengan cara menguapkan kertas uji dengan ukuran 3,5 cm x 2,2 cm. Penggunaan kertas uji dengan ukuran 3,5 cm x 2,2 cm dibuat untuk menyesuaikan ukuran kertas uji dengan ukuran pembakar elektrik anti nyamuk yang biasa digunakan masyarakat. Kertas uji yang digunakan terbuat dari kertas karton yang tebal kemudian di pres, sehingga kertas uji dapat menyerap cairan ekstrak akr tuba yang telah dibuat dalam konsentrasi tertentu.

Mortalitas nyamuk merupakan salah satu indikator dalam penentuan keaktifan bahan racun dengan menghitung persentase jumlah nyamuk yang mati setelah diberikan perlakuan pada waktu tertentu. Nilai mortalitas nyamuk diperoleh dari jumlah nyamuk yang sudah mati pada setiap pengujian dibagi dengan jumlah nyamuk yang dimasukkan pada setiap contoh uji dikali dengan 100%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengujian tanpa memberikan perlakuan yang dibuat sebagai kontrol tidak memberikan pengaruh terhadap nyamuk yaitu dengan mortalitas 0 %. Sedangkan pemberian ekstrak akar tuba dengan konsentrasi yang lebih besar dapat mengakibatkan kematian pada nyamuk.


(38)

Dalam proses ekstraksi dengan menggunakan metanol dalam penelitian ini zat ektraktif yang terkandung pada akar tuba dibuat menjadi cairan kental (bentuk pasta) dan kristal. Dalam proses pengenceran dengan air sebelum aplikasi, kemungkinan pelarut yang digunakan masih terkandung dalam cairan tersebut. Untuk mengetahui ada/tidaknya efek mematikan dari pelarut metanol dan kloroform pada nyamuk, dilakukan juga uji pelarut. Hal ini dapat dilihat dalam gambar 9 berikut.

Gambar 9. Grafik Nilai Mortalitas Nyamuk

Rata-rata mortalitas nyamuk untuk contoh uji dengan pemberian ekstrak akar tuba masing-masing pelarut dengan perlakuan konsentrasi pada grafik diatas dijelaskan bahwa mortalitas nyamuk terendah terdapat pada perlakuan dengan menggunakan pelarut metanol (ekstrak metanol 0%) dengan mortalitas sebesar 0%. Mortalitas nyamuk tertinggi ditunjukkan pada perlakuan ekstrak kloroform 6% dengan mortalitas nyamuk sebesar 50%. Secara lengkap data hasil pengujian mortalitas dapat dilihat dalam lampiran 1.

0.00

3.33

13.33

23.33

6.67

23.33 26.67

50.00

0 0 0 0

0.00 20.00 40.00 60.00

0 2 4 6

Konsentrasi (%) M or ta lita s N ya muk ( % ) Metanol Kloroform Kontrol


(39)

Dari grafik mortalitas nyamuk hasil pengujian diatas dapat diketahui bahwa perlarut metanol tidak mempunyai efek insektisida pada nyamuk (mortalitas nyamuk = 0%), tetapi pelarut kloroform mempunyai efek insektisida pada nyamuk (mortalitas = 6,66%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kematian nyamuk yang diberi ekstrak akar tuba, dengan menggunakan pelarut metanol hanya disebabkan oleh racun yang terkandung pada zat ekstraktif akar tuba, tetapi kematian nyamuk yang diberi ekstrak akar tuba dengan menggunakan pelarut kloroform, sebagian terjadi karena efek insektisida yang ada dalam pelarut kloroform.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam mortalitas nyamuk yang disajikan pada lampiran 3, faktor pelarut dan faktor konsentrasi menunjukkan pengaruh yang signifikan, sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan. Pengaruh yang ditimbulkan untuk kenaikan konsentrasi dan faktor pelarut adalah berpengaruh nyata, sedangkan korelasi antara faktor pelarut dan faktor konsentrasi tidak berpengaruh nyata.

Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa jumlah mortalitas nyamuk yang paling tinggi pada pengujian yang dilakukan selama 6 jam terdapat pada pengujian dengan kurun waktu 2-3 jam. Secara lengkap dapat dilihat dalam gambar berikut.


(40)

Gambar 10. Grafik Mortalitas Nyamuk dengan Kontrol dan Pelarut Metanol

Gambar 11. Garfik Mortalitas Nyamuk dengan Pelarut Kloroform

Dari kedua grafik diatas dapat disimpulkan bahwa waktu pengujian paling efektif adalah pada jam ke-2. Hal ini menandakan bahwa zat ekstraktif yang ada pada kertas uji tidak bersifat permanen dan mudah menguap, dimana setelah 4 jam zat ekstraktif yang ada pada kertas uji telah hilang, sehingga tidak memberikan efek sebagai racun terhadap nyamuk yang masih hidup. Persen kehilangn zat ekstraktif yang terkandung dalam kertas uji lebih cepat jika dibandingkan dengan anti nyamuk elektrik yang telah biasa digunakan oleh masyarakat. Kehilangan zat ekstraktif yang cepat kemungkinan dipangaruhi jenis kertas uji yang digunakan tidak sebaik kertas anti nyamuk yang telah beredar di pasaran.

0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0

0

3.33

0 0 0 0

3.33

6.66

3.33

0 0 0

3.33

10 10

0 0 0

0 2 4 6 8 10 12

1 2 3 4 5 6

Waktu Pengujian M or ta lita s ( % ) A1B0 A1B1 A1B2 A1B3 6.66

0 0 0 0 0

3.33

13.33

6.66

0 0 0

3.33

13.33

10

0 0 0

16.66

20

10

3.33

0 0

0 5 10 15 20 25

1 2 3 4 5 6

Waktu Pengujian M or ta lita s ( % ) A2B0 A2B1 A2B2 A2B3


(41)

Gambar 12. Grafik Rata-rata Batas Kematian Nyamuk

Dari grafik diatas dapat dilihat rata-rata batas waktu keaktifan zat ekstraktif yang terkandung dalam kertas uji pada setiap perlakuan berfungsi sebagai racun terhadap nyamuk. Grafik menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi pelarut dalam kertas uji yang dibuat maka semakin lama kandungan zat ekstraktif hilang dari kertas uji.

Kondisi LD50 (lethal dosis 50%) artinya adalah kondisi mortalitas lebih dari 50% dengan pemberian dosis tertentu. Pada penelitian ini kondisi LD50 hanya terjadi pada perlakuan dengan konsentrasi zat ekstraktif 6% ekstrak kloroform dengan mortalitas sebesar 50%. Hal ini berarti bahwa konsentrasi ekstrak sebesar 6%, jumlah nyamuk yang mati mencapai 50% dari total populasi nyamuk. Sedangkan pada perlakuan dengan konsentrasi di bawah 6% dan menggunakan ektrak metanol pada 4 taraf konsentrasi yang digunakan yaitu 0%, 2%, 4%, dan 6% kondisi LD50 belum tercapai. Menurut Tarumingkeng (1992) kondisi LD50 merupakan kondisi dimana insektisida/pestisida sudah dianggap efektif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa efektivitas daya racun akar tuba terjadi pada konsentrasi 6% dengan ekstrak kloroform.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

0 0 0.66 2 3 0.66 2.66 3

3.33 Rata-rata batas waktu kematian nyamuk (jam)


(42)

Nilai mortalitas nyamuk dengan penggunaan ekstrak akar tuba disebabkan oleh senyawa kimia bioaktif rotenone yang meracuni nyamuk. Ekstrak akar tuba mengandung bahan yang beracun yang dapat mematikan nyamuk. Sastrautomo (1992) menyatakan bahwa zat rotenoid aktif menghambat enzim pernafasan yaitu enzim glutamat oksidase. Enzim ini berfungsi dalam katabolisme asam amino maupun biosintesisnya. Penelitian ini mendukung kesimpulan Shahabuddin (2005) yang menyatakan bahwa pemberian ekstrak akar tuba konsentrasi 4% menyebabkan kematian lebih dari 50% (68%) larva Aedes sp.

Gejala keracunan yang diperlihatkan nyamuk yang terkena racun ekstrak akar tuba adalah nyamuk tidak agresif seperti sebelum diberi perlakuan, jika di sentuh, nyamuk berusaha terbang tetapi langsung terjatuh setelah itu nyamuk cenderung diam dengan tubuh terbalik dan akhirnya mati. Kardinan (1999) menyatakan bahwa langkah pertama dalam penilaian efek keracunan insektisida adalah dengan melihat adanya respon fisik dan perilaku hewan uji setelah melakukan kontak dengan insektisida.

Pengujian zat ekstraktif akar tuba sebagai anti nyamuk pada penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 270 ekor nyamuk. 30 ekor nyamuk digunakan sebagai kontrol yaitu nyamuk dimasukkan dalam karton yang digunakan sebagai tempat uji tanpa diberi perlakuan selama 6 jam, sedangkan 240 ekor nyamuk lainya digunakan sebagai sampel pengujian pelarut dan zat ekstraktif akar tuba sebagai anti nyamuk. Dari 240 ekor nyamuk yang digunakan, jumlah nyamuk yang mati selama pengujian adalah sebanyak 44 ekor.


(43)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Rendemen ekstrak akar tuba dengan pelarut metanol adalah sebesar 13,76% dan pelarut kloroform sebesar 10,88%. Penggunaan metanol sebagai pelarut dalam memperoleh zat ektraktif adalah salah satu pemilihan pelarut yang tepat. Zat ekstraktif yang tinggi dengan penggunaan pelarut metanol diasumsikan semua senyawa polar dan nonpolar tertarik oleh pelarut pada saat proses ekstraksi.

2. Pemberian ekstrak akar tuba dengan konsentrasi 6% ekstrak kloroform dapat membunuh nyamuk sebanyak 50%. Jumlah mortalitas nyamuk yang paling tinggi pada pengujian yang dilakukan selama 6 jam terdapat pada pengujian dengan kurun waktu 2-3 jam. Faktor pelarut dan faktor konsentrasi ekstrak akar tuba berpengaruh terhadap mortalitas nyamuk sedangkan korelasi antara faktor pelarut dan faktor konsentrasi ekstrak akar tuba tidak memberikan pengaruh terhadap mortalitas nyamuk.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengaplikasikan ekstrak akar tuba sebagai anti nyamuk. Menggunakan ekstrak akar tuba sampai taraf 6 % ekstraksi klorofom sudah menunjukkan hasil yang baik sehingga disarankan ekstraksi dilakukan sampai murni (kristal) dan aplikasi dengan larutan lain yang dapat meningkatkan kulitas racun sehingga efektif dalam membunuh nyamuk.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Adharini G. 2008. Uji Kemampuan Ekstrak Akar Tuba (Derris eliptica (Roxb.) Benth) Untuk Pengendalian Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren [Skripsi]. Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Adhi dan Nia. 2009.

Fengel, D. dan Gerd, W. 1995. Kayu: Kimia Ultrastruktur Reaksi-Reaksi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Harborne J.B. 1987. Metode Fitokimia-Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerbit ITB Press. Bandung.

Kardinan, A. 2001. Mengenal Lebih dekat Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk. Penerbit Agromedia Pustaka. Jakarta.

Kardinan, A. 1999. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Martono, Hadipoentyanti, dan Udarno. 2004. Plama Nutfah Insektisida Nabati. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Bogor, Perkembangan Teknologi, 16: 43-59. http://www.balittro.go.id.

Novizan. 2002. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. Penerbit Agromedia Pustaka. Jakarta.

Sastroutomo SS. 1992. Pestisida, Dasar-Dasar dan Dampak Penggunaannya. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Cetakan ke-5. Kanisius. Yogyakarta.

Sahabuddin, Johannes, Elijonnahdi P. 2005. Toksisitas Ekstrak Akar Tuba (Derris elliptica (Roxb.) Terhadap Larva Nyamuk Aedes sp. Vektor Penyakit Demam Berdarah. Jurnal Agroland, 12: 39-44.

Silaen P.C. 2008. Daya Racun Ekstrak akar Tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth) Terhadap rayap Tanah ( Coptotermes curvignatus Holmgren)[Skripsi]. Departemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sitepu B. 1995. Isolasi Rotenone dari Akar Tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth). [kripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan. Medan [Tidak Dipublikasikan].


(45)

Sjostrom, E. 1998. Kimia Kayu. Dasar-Dasar dan Penggunaan. Edisi kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Suryani. 2009. Pengaruh Konsentrasi Flavanoid dalam Ekstrak akar Tuba (Derris elliptica) Terhadap Kematian larva Aedes aegepty. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah. Semarang.

Tarumingkeng, R.C. 2004. Biologi dan Pengendalian Rayap Hama Bangunan di Indonesia (Biology and Control of Termites Attacking Building). http:/www.pi kawan.com/images.info ilmu/rayap.htm

Tinambunan, C. 2004. Pengaruh Ekstrak Daun Serai Wangi (Chymbopogon nardus, Linn) Terhadap Tingkat Mortalitas Larva Nyamuk Aedes aegypti, [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan. Medan.

Wattimena YR, Mathilda BW, Elin YS. 1994. Toksikologi Umum. Gadjah Mada Univesity Press. Yogyakarta.

[WHO] World Health Organization. 1992. The WHO Recommended Classification of Pesticides by Hazard and Guidelines to Classification 1992-1993. Geneva. www.inchem.org/documents/hsg/hsg/hsg073.htm


(46)

Lampiran 1

Tabel Nilai Mortalitas Nyamuk Menggunakan Ekstrak Akar Tuba dengan Pelarut Metanol dan Kloroform

Perlakuan Ulangan Jumlah Mortalitas (%)

Batas waktu kematian nyamuk pada 3 kali ulangan (jam)

Rata-rata batas waktu kematian nyamuk (jam)

1 2 3

U1 U2 U3

A0B0

0 0 0 0 0,00

0 0 0

0,00 A1B0

0 0 0 0 0,00

0 0 0

0,00 A1B1

0 1 0 1 3,33 0 2 0 0,66

A1B2

1 1 2 4 13,33 2 1 3 2,00

A1B3

2 3 2 7 23,33

3 3 3

3,00 A2B0

1 0 1 2 6,66

1 0 1

0,66 A2B1

2 2 3 7 23,33

3 2 3

2,66 A2B2

3 3 2 8 26,66

3 3 3

3,00 A2B3

5 4 6 15 50,00

3 3 4


(47)

Lamipran 2

Pelakuan

Jumlah kematian Ulangan 1

Jumlah kematian Ulangan 2

Jumlah kematian Ulangan 3

Jumlah kematian

nyamuk tiap jam Mortalitas nyamuk tiap jam

1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6

A0B0

- - - 0 0 0 0 0 0

A1B0

- - - 0 0 0 0 0 0

A1B1

- - - 1 - - - 1 - - - - 0 3,33 0 0 0 0

A1B2

- 1 - - - - 1 - - - 1 1 - - - 1 2 1 - - - 3,33 6,66 3,33 0 0 0

A1B3

1 - 1 - - - - 2 1 - - - - 1 1 - - - 1 3 3 - - - 3,33 10 10 0 0 0

A2B0

1 - - - 1 - - - 2 - - - 6,66 0 0 0 0 0

A2B1

1 - 1 - - - - 2 - - - 2 1 - - - 1 4 2 - - - 3,33 13,33 6,66 0 0 0

A2B2

- 2 1 - - - 1 1 1 - - - - 1 1 - - - 1 4 3 - - - 3,33 13,33 10 0 0 0

A2B3


(48)

Lampiran 3. Analisis Sidik Ragam

Tests of Between-Subjects Effects

Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F. Hit. F. Tab Sig.

Pelarut 16.667 1 16.667 44.444 4,49 0.000

Konsentrasi 35.333 3 11.778 31.407 3,24 0.000

Pelarut *

Konsentrasi 3.333 3 1.111 2.963 3,24 0.064

Galat 6.000 16 .375

Total 142.000 24

mortalitas

Duncan

konsentrasi N

Subset

1 2 3

0 6 .3333

2 6 1.3333

4 6 2.0000

6 6 3.6667

Sig. 1.000 .078 1.000


(49)

Lampiran 4

Tanaman Tuba Akar Tanaman Tuba

Pengeringan Akar Tuba Pemecahan Akar Tuba


(50)

Akar Tuba di Blender Penyaringan

Penimbangan Serbuk dimasukkan dalam Botol


(51)

Didiamkan Penyaringan Awal

Alat Penyaring Proses Penyaringan


(52)

Hasil Penguapan Ekstrak Partisi dengan n-heksan

Pembuatan Ekstraksi dalam Bentuk Pasta Ekstrak Akar Tuba


(53)

Pengadukan Pengukuran PH

Proses Ekstrak Kloroform Ektraksi Didiamkan


(54)

Ekstrak Kloroform Konsentrasi Metanol

Konsentrasi Kloroform Contoh Uji Antinyamuk


(55)

Jentik Nyamuk Pembiakan Nyamuk

Penangkapan Nyamuk Proses Penangkapan Nyamuk


(1)

Akar Tuba di Blender Penyaringan

Penimbangan Serbuk dimasukkan dalam Botol


(2)

Didiamkan Penyaringan Awal

Alat Penyaring Proses Penyaringan


(3)

Hasil Penguapan Ekstrak Partisi dengan n-heksan

Pembuatan Ekstraksi dalam Bentuk Pasta Ekstrak Akar Tuba


(4)

Pengadukan Pengukuran PH

Proses Ekstrak Kloroform Ektraksi Didiamkan


(5)

Ekstrak Kloroform Konsentrasi Metanol

Konsentrasi Kloroform Contoh Uji Antinyamuk


(6)

Jentik Nyamuk Pembiakan Nyamuk

Penangkapan Nyamuk Proses Penangkapan Nyamuk