Aplikasi Asam Humik Dan Aktivator Orgadec Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona sureni) Pada Tanah Pasca Tambang Emas (Kelurahan Simpang Gambir, Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal)

(1)

APLIKASI ASAM HUMIK DAN AKTIVATOR ORGADEC TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sureni) PADA

TANAH PASCA TAMBANG EMAS

(Kelurahan Simpang Gambir, Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal)

MUHAMMAD IRSAN AFIF HASIBUAN 071202022

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

APLIKASI ASAM HUMIK DAN AKTIVATOR ORGADEC TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sureni) PADA

TANAH PASCA TAMBANG EMAS

(Kelurahan Simpang Gambir, Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal)

SKRIPSI

Oleh:

MUHAMMAD IRSAN AFIF HASIBUAN 071202022

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

APLIKASI ASAM HUMIK DAN AKTIVATOR ORGADEC TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sureni) PADA

TANAH PASCA TAMBANG EMAS

(Kelurahan Simpang Gambir, Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal)

SKRIPSI

Oleh:

MUHAMMAD IRSAN AFIF HASIBUAN 071202022

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(4)

Judul Penelitian : Aplikasi Asam Humik dan Aktivator Orgadec terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona sureni) pada Tanah Pasca Tambang Emas (Kelurahan Simpang Gambir, Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal) Nama : Muhammad Irsan Afif Hasibuan

NIM : 071202022

Program Studi : Kehutanan Jurusan : Budidaya Hutan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Delvian, SP, MP Nelly Anna, S. Hut, M. Si Ketua Anggota

Mengetahui

Siti Latifah, S. Hut, M. Si, Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan


(5)

ABSTRAK

MUHAMMAD IRSAN AFIF HASIBUAN: Aplikasi asam humik dan aktivator orgadec terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sureni) pada tanah pasca tambang emas (Kelurahan Simpang Gambir, Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal). Dibimbing oleh DELVIAN dan NELLY ANNA

Kegiatan penambangan emas di Desa Simpang Gambir ini mengakibatkan lahan mereka menjadi tidak subur lagi, karena lapisan tanah atas tertimbun oleh tanah galian yang banyak mengandung liat dan kerikil. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aktivator orgadec dan asam humik terhadap pertumbuhan bibit suren yang merupakan tanaman lokal dari daerah ini. Penelitian ini dilakukan di Rumah Kasa, Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Laboratorium Agroekoteknologi, dan Laboratorium Sentral, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dari bulan April hingga Juli 2011. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 12 kombinasi perlakuan dan 5 ulangan.

Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi pemberian asam humik dan aktivator orgadec belum mampu memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan bibit suren. Namun, kombinasi penggunaan aktivator orgadec dengan dosis 50 g dan asam humik dengan dosis 2,5 % memberikan hasil terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman serta rasio tajuk akar tanaman.

Kata kunci: Tanah pasca tambang emas, Toona sureni, asam humik, aktivator orgadec.


(6)

ABSTRACT

MUHAMMAD IRSAN AFIF HASIBUAN : The application of humic acid and orgadec activator on the growth seedlings of suren (Toona sureni) on the soil of gold mine former (Simpang Gambir Village, Lingga Bayu Sub-District, Mandailing Natal District). Supervised by DELVIAN and NELLY ANNA.

Gold mining activities in Simpang Gambir Village has resulted in their farmland become unfertile, because the top soil buried by minerals soil that contain lots of clay and gravel. The purpose of this research was to determine the effect of humic acid and orgadec activator on the growth seedling of suren which is a local plant from this area. The research was conducted in the screen house, Laboratory of Forest Product Technology, Laboratory of Agroekoteknologi, and Central Laboratory, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, which start from April to July 2011. This research used complete randomized design

(CRD) and there are 12 combination with 5 replication each.

Over all, the result of this research showed that combination of humic acid and orgadec activator have shown good result yet on the growth seedlings of suren. But the combination of orgadec activator 50 g with humik acid 2,5 % give the best result in increasing the growth of plant height and diameter and ratio of the root crown.

Key words: Soil of gold mine former, Toona sureni, humic acid, orgadec activator.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Muhammad Irsan Afif Hasibuan lahir di Medan pada tanggal 5 Januari 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Muhammad Ridwan Hasibuan dengan Sumarsiasih Hayati Ningsih.

Menempuh pendidikan formal di SD Negeri 5 Kabanjahe dari tahun 1995-2001, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Kabanjahe dari tahun 2001-2004, dan melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Kabanjahe dari tahun 2004-2007. Penulis diterima di Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) sebagai mahasiswa program studi Kehutanan, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis tercatat sebagai anggota HIMAS. Tahun 2009 penulis melaksanakan Praktik Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Hutan Dataran Rendah Aras Napal dan Hutan Mangrove Pulau Sembilan, Kabupaten Langkat. Tahun 2011 penulis melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Perum PERHUTANI Unit II Jawa Timur, tepatnya di KPH Madiun.

Untuk dapat menyelesaikan studi penulis melakukan penelitian dengan judul: Aplikasi asam humik dan aktivator orgadec terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sureni) pada tanah pasca tambang emas (Kelurahan Simpang Gambir, Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal). Dibimbing oleh Dr. Delvian, SP, MP dan Nelly Anna, S. Hut, M. Si.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal hasil penelitian ini tepat pada waktunya.

Judul dari penelitian ini adalah “Aplikasi Asam Humik dan Aktifator Orgadec terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona sureni) pada Tanah Pasca Tambang Emas (Kelurahan Simpang Gambir, Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal)”. Penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada kedua orang tua penulis yang telah banyak memberikan dukungan do’a baik moril maupun materil. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada dosen pembimbing penelitian yaitu Dr. Delvian, S.P, M.P selaku ketua dan Nelly Anna, S. Hut, M. Si selaku anggota. Kepada teman-teman yang telah mendukung dan membantu penulis selama melakukan penelitian.

Penulis menyadari bahwa proposal hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi materi maupun teknik penulisan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi penyempurnaan hasil penelitian.

Akhirnya penulis berharap hasil penelitian dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi para mahasiswa kehutanan.

Medan, Desember 2011


(9)

DAFTAR

ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWATAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Hipotesis Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Asam Humik ... 4

Aktivator Orgadec... 7

Deskripsi Toona sureni ... 8

Pertumbuhan Tanaman ... 13

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ... 16

Alat dan Bahan Penelitian ... 16

Metode Penelitian ... 16

Pelaksanaan Penelitian ... 18

Analisis tanah... 18

Penanaman ... 18

Pemberian asam humik ... 18

Pemberian aktivator orgadec ... 19

Pemeliharaan tanaman... 19

Parameter pengamatan ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 21

Kondisi kimia tanah ... 21

Tinggi tanaman ... 22

Diameter tanaman ... 24

Berat kering tanaman ... 27

Rasio tajuk akar ... 28

Serapan P tanaman ... 29


(10)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 35 Saran ... 35 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman 1. Rata-rata pertambahan tinggi tanaman 12 minggu setelah tanam

dengan faktor tunggal aktivator orgadec(Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan

pada taraf 5 %) ... 22

2. Rata-rata pertambahan tinggi tanaman 12 minggu setelah tanam dengan faktor tunggal asam humik (Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5 %) ... 23

3. Rata-rata pertambahan tinggi tanaman 12 minggu setelah tanam ... 24

4. Rata-rata pertambahan diameter tanaman 12 minggu setelah tanam dengan faktor tunggal aktivator orgadec(Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5 %) ... 25

5. Rata-rata pertambahan diameter tanaman 12 minggu setelah tanam ... 26

6. Rata-rata berat kering tanaman 12 minggu setelah tanam ... 27

7. Rata-rata rasio tajuk akar tanaman 12 minggu setelah tanam ... 28


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Analisis serapan P tanaman ... 38

a. Ekstraksi destruksi basah ... 38

b. Penetapan kadar P daun ... 39

2. Hasil analisis awal tanah ... 41

3. Rataan pengukuran tinggi bibit suren dan analisis sidik ragam pada aplikasi aktivator orgadec dan asam humik pada tanah pasca tambang emas ... 42

4. Rataan pengukuran diameter bibit suren dan analisis sidik ragam pada aplikasi aktivator orgadec dan asam humik pada tanah pasca tambang emas ... 43

5. Rataan pengukuran berat kering bibit suren dan analisis sidik ragam pada aplikasi aktivator orgadec dan asam humik pada tanah pasca tambang emas ... 44

6. Rataan rasio tajuk akar bibit suren dan analisis sidik ragam pada aplikasi aktivator orgadec dan asam humik pada tanah pasca tambang emas ... 45

7. Rataan pengukuran serapan P tanaman dan analisis sidik ragam pada aplikasi aktivator orgadec dan asam humik pada tanah pasca tambang emas ... 46

8. Hasil analisis serapan P tanaman ... 47

9. Dokumentasi tanaman pada akhir penelitian ... 48

a. Perbandingan tanaman antar perlakuan aktivator orgadec (H0 terhadap A0, A1, A2, A3) ... 48

b. Perbandingan tanaman antar perlakuan H1 terhadap A0, A1, A2, A3 48 c. Perbandingan tanaman antar perlakuan H2 terhadap A0, A1, A2, A3 48 d. Perbandingan tanaman antar perlakuan asam humik (A0 terhadap H0, H1, H2) ... 49

e. Perbandingan tanaman antar perlakuan A1 terhadap H0, H1, H2 ... 49

f. Perbandingan tanaman antar perlakuan A2 terhadap H0, H1, H2 ... 49


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif berupa terbukanya kawasan menjadi lahan kritis. Jumlah lahan kritis di Indonesia diperkirakan ± 30 juta ha. Sekitar 20% dari jumlah tersebut adalah lahan terdegradasi bekas penambangan (emas, timah, batu bara, dll), sedang sisanya merupakan lahan kritis akibat penebangan hutan atau bencana alam. Kegiatan penambangan emas terbukti mengakibatkan kerusakan ekosistem, diantara kerusakan yang diakibatkan adalah degradasi lahan. Permukaan tanah (top soil) menjadi tertimbun dengan tanah hasil galian sumur tambang yang digali hingga puluhan meter. Kondisi tanah hasil timbunan umumnya berupa liat bercampur bebatuan dan cadas yang sangat rendah tingkat kesuburan (Hidayati, 1999).

Bentuk kerusakan lahan yang terjadi akibat kegiatan penambangan emas di Desa Simpang Gambir berupa tertimbunnya lapisan tanah atas (top soil) dengan tanah hasil galian. Masyarakat berharap mereka dapat melakukan kegiatan bercocok tanam kembali setelah potensi kandungan mineral emas dilahan mereka telah habis. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diadakan kegiatan dalam rangka merehabilitasi lahan bekas tambang emas di Desa Simpang Gambir ini agar lahan menjadi produktif kembali.

Kegiatan rehabilitasi pada lahan-lahan bekas tambang banyak mengalami kendala. Hal ini terutama disebabkan oleh kondisi lahan yang tidak menguntungkan, antara lain kurangnya unsur hara khususnya unsur N, P, dan K,


(14)

menunjang keberhasilan dalam merehabilitasi lahan-lahan yang rusak tersebut, maka berbagai upaya seperti perbaikan lahan pra tanam, pemilihan jenis yang cocok, aplikasi silvikultur yang benar, dan penggunaan pupuk biologis cendawan mikoriza arbuskula perlu dilakukan (Setiadi, 1999).

Untuk meningkatkan keberhasilan dalam usaha merehabilitasi lahan bekas tambang, dibutuhkan jenis tanaman yang mampu beradaptasi dan upaya-upaya perbaikan seperti memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, serta meningkatkan aktivitas mikroba tanah. Maka rehabilitasi lahan bekas tambang emas di Desa Simpang Gambir ini akan dilakukan dengan mengaplikasikan asam humik dan aktivator orgadec untuk memperbaiki sifat tanah, dan dipilih jenis tanaman yang sebelumnya banyak terdapat di lokasi tersebut yaitu jenis suren (Toona sureni).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aplikasi asam humik dan aktivator orgadec terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sureni) pada media tanah pasca tambang emas.

Hipotesis Penelitian

1. Interaksi antara asam humik dan aktivator orgadec pada taraf tertentu memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan bibit suren pada media tanah pasca tambang emas.

2. Aplikasi asam humik berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit suren pada media tanah pasca tambang emas.


(15)

3. Aplikasi aktivator orgadec berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit suren pada media tanah pasca tambang emas.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam rehabilitasi lahan pasca tambang emas di Kecamatan Simpang Gambir, Kabupaten Mandailing Natal khususnya, dan sebagai bahan informasi kepada masyarakat umum dan pemerintah dalam pengolahan lahan kritis.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Asam Humik

Asam humik adalah hasil dari bahan organik sekunder yang mencakup berbagai zat yang terbentuk melalui proses sintesis. Asam humik merupakan neoformasi (bentuk baru) dari senyawa gula (berasal dari dekomposisi karbohidrat), asam amino (berasal dari dari dekomposisi protein) dan quinol (dekomposisi lignin) (Notohadiprawiro, 1998).

Penelitian tentang aplikasi asam humik telah banyak dilakukan dalam upaya untuk mengefisiensikan penggunaan pupuk P pada tanah-tanah yang bersifat menjerap (memfiksasi) P dan menjadikan tanah bersifat masam, dan ketersediaan unsur hara P rendah karena P terikat dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman seperti Al-P dan Fe-P. Satu karakteristik yang paling khusus dari bahan humik adalah kemampuannya untuk berinteraksi dengan ion logam, oksida, hidroksida, mineral dan bahan organik, termasuk pencemar beracun. Unsur hara P yang terjerap oleh logam dan penjerapan P lainnya, dapat dibebaskan oleh asam humik sehingga P menjadi tersedia bagi tanaman. Di samping itu, asam humik dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman melalui disagregasi liat, memungkinkan penetrasi air, transfer hara dan kemampuan memegang air, serta dapat merangsang populasi dan aktivitas mikroorganisme tanah (Patrick, 1983).

Humic acid) dalam interaksi tanah dengan tanaman

diantaranya dapat mempermudah pertukaran ion dalam tanah. Asam humik juga meningkatkan pH tanah yang mempengaruhi ketersediaan hara. Tanah yang memiliki kandungan liat yang tinggi dengan kadar humus yang sangat rendah dapat menjadikan kondisi tanah yang terlalu asam dan tidak bagus untuk


(17)

pertumbuhan tanaman. Asam humik dapat berperan dalam meningkatkan kapasitas penyangga tanah dan menstabilkan pH tanah. juga dapat membantu menciptakan ruang di dalam tanah untuk oksigen, sehingga oksigen dapat tersedia untuk tanaman (Sofie, 2010).

Asam humik mempunyai peranan dalam menyediakan unsur hara didalam tanah yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian Ayuso (1996)

dalam Fauziah (2009) membuktikan bahwa penambahan asam humik

meningkatkan kemampuan penyerapan unsur hara makro (N, P, K) tetapi banyaknya hara yang terserap berbeda untuk setiap unsurnya. Proses aplikasi asam humik di bidang kehutanan adalah rehabilitasi lahan pasca kebakaran, dan pembangunan hutan tanaman pada lahan marginal (lahan yang tidak dapat mendukung bagi pertumbuhan tanaman).

Pada tanah masam terdapat suatu mekanisme fiksasi fosfor, aluminium dapat ditukar bereaksi dengan monokalsium fosfor dan membentuk senyawa yang tidak larut [Al(OH)2H2PO4]. Pengaruh tidak langsung dari mekanisme ini adalah

menurunnya ketersediaan P dalam tanah. Pengikatan kuat antara ion Al3+ dan aluminium oksida tanah masam terhadap ion H2PO4- dari pupuk membentuk

senyawa Al-P yang tidak larut. Tingkat aluminium di dalam larutan tanah itu bergantung pula pada kandungan bahan organik tanah dan kandungan garamnya. Aluminium dalam larutan tanah itu menurun apabila bahan organik meningkat, karena bahan organik membentuk senyawa yang kompleks dengan aluminium (Sanchez, 1992).

Damanik et al (2010) menjelaskan bahwa pada tanah yang bereaksi masam, kelarutan atau konsentrasi ion-ion Al dan Fe sangat tinggi. Selanjutnya


(18)

ion Al dan Fe ini akan mengikat ion H2PO4 membentuk hidroksi fosfat yang tidak

larut sehingga tidak tersedia bagai tanaman. Reaksinya sebagai berikut: Al3+ + H2PO4- + 2H2O-↔ 2H+ + Al(OH)2H2PO4

(larut) (tidak larut)

Bila konsentrasi Al dan Fe dalam tanah lebih besar dari pada ion H2PO4-, maka

reaksi bergerak ke kanan dan terjadi pembentukan senyawa aluminium fosfor yang tidak larut. Pada keadaan seperti itu, sangat sedikit sekali ion H2PO4- yang

segera tersedia bagi tanaman (Selvi, 2010).

Asam humik memiliki peranan yang penting dalam memperbaiki kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman. Senyawa ini berperan dalam sejumlah reaksi tanah, hal ini dikarenakan asam humik memiliki kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi. Secara kimia, asam humik dapat berikatan dengan ion logam yang bersifat racun bagi tanah dan tanaman, sehingga ion logam dalam tanah tersebut menjadi larut dan tidak meracuni tanaman. Secara fisik, asam humik juga berpengaruh terhadap tanah, diantaranya memperbaiki struktur tanah, aerasi, permeabilitas dan daya ikat terhadap air (Tan, 1982).

Asam humik juga berperan langsung dalam pertumbuhan tanaman, diantaranya dapat merangsang pertumbuhan akar dan bagian atas tanaman. Berkaitan dengan hal ini, asam humik dapat digunakan sebagai perangsang pertumbuhan tanaman dan sebagai penunjang pertumbuhan serta produktifitas lahan. Asam humik bukanlah pupuk, tetapi merupakan bagian dari pupuk. Pupuk adalah sumber hara untuk tanaman dan mikroflora. Asam humik pada dasarnya membantu menggerakkan mikronutrien dari tanah ke tanaman (Fajri et al., 2008).


(19)

Aktivator Orgadec

Pengomposan merupakan suatu proses biologis oleh mikroorganisme yang mengubah sampah padat menjadi bahan stabil menyerupai humus yang memiliki manfaat utama sebagai penggembur tanah. Proses dekomposisi (penguraian) sampah padat organik dapat berlangsung secara aerobik maupun anaerobik, tergantung dari tersedianya oksigen (Tarigan, 2001).

Biodegradabilitas (penguraian/perombakan secara biologis) suatu senyawa ditentukan oleh sifat dan susunan bahan. Tetapi dalam kenyataanya, khususnya di lingkungan alami biodegradabilitas berjalan lambat dan ditentukan oleh banyak faktor, baik bersifat aerobik maupun anaerobik. Buangan berupa senyawa organik mempunyai kandungan senyawa yang berbeda sehingga biodegradabilitasnya menjadi beragam (Suriawiria, 1986 dalam Tarigan, 2001).

Proses biologis merupakan proses alami yang bersifat dinamis dan kontinu selama faktor-faktor yang berhubungan dengan kebutuhan hidup jasad renik yang satu dengan yang lain terpenuhi. Salah satu cara yang dapat dicoba dalam mempercepat waktu dalam proses pengomposan serta meningkatkan nilai atau hasil pengomposan adalah dengan menerapkan sistem simba. Sistem simba merupakan sistem simbiosa kehidupan yang memiliki dua atau lebih mikroba yang saling menguntungkan selama proses pengomposan berlangsung (Suriawiria, 1986 dalam Tarigan, 2001). Sistem simba ini mempunyai keunggulan diantaranya waktu pengomposan yang lebih cepat, hasil sampingan bersifat racun bagi suatu mikroba yang mungkin terbentuk juga dapat di minimalisir oleh mikroba yang lain, dan stabilitas bahan baku selama proses pengomposan menjadi lebih baik bila dibandingkan dengan sistem tunggal (Tarigan, 2001).


(20)

Inokulum Organic Decomposer (Orgadec) yang bersifat aerob merupakan jenis mikroorganisme yang bisa digunakan dalam sistem simba. Inokulan orgadec ini merupakan hasil pengembangan penelitian Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan (UPBP) Bogor. Didalam aktivator orgadec, mikroba yang digunakan adalah isolat khusus Trichoderma pseudokoningii dan Cytophaga sp. Kedua mikroba ini mengeluarkan sistem penghancur lignin dan selulosa secara bersamaan. Dengan hancurnya lignin dan selulosa, maka kadar karbon akan turun dan kadar nitrogen meningkat, sehingga rasio C/N menjadi kecil. Organic Decomposer (Orgadec) mempunyai kemampuan untuk menghancurkan bahan organik dalam waktu yang singkat dan bersifat antagonis terhadap beberapa penyakit akar (Tarigan, 2001).

Aktivator orgadec sangat berperan dalam proses penguraian bahan organik yang merupakan sumber energi organik bagi tanaman. Bahan organik tersebut larut dalam tanah dan dapat diserap oleh perakaran tanaman. Selain itu orgadec sesuai untuk kondisi tropis, menurunkan C/N secara cepat, dan mudah untuk diaplikasikan (Tarigan, 2001).

Dosis aktivator orgadec yang telah digunakan oleh pihak UPBP dalam pembuatan kompos yang berasal dari bahan organik keras adalah 12.5 kg/ton bahan, dan yang berasal dari bahan organik lunak adalah 5 kg/ton bahan (Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan, 1998 dalam Tarigan, 2001).

Deskripsi Toona sureni

Pemilihan jenis-jenis pohon/tanaman yang akan digunakan untuk memulihkan kondisi tanah yang rusak, disarankan untuk menggunakan jenis-jenis


(21)

yang dalam pertumbuhannya tidak memerlukan air yang terlalu banyak, evapotranspirasi rendah dan mempunyai sifat tahan terhadap kekeringan (Cendrawasi et al., 2000 dalam Rachman, 2000).

Secara lebih lengkap lagi Kartasapoetra dan Sutedjo (1999) menyebutkan bahwa jenis-jenis yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut :

• Termasuk jenis yang cepat tumbuh.

• Harus mampu menghasilkan serasah yang banyak.

• Bertajuk lebat.

• Mampu hidup dengan baik di tempat tersebut.

• Sistem perakaran melebar, kuat, dalam, dan berakar serabut yang cukup banyak.

• Mudah ditanam dan tidak memerlukan pemeliharaan.

• Tahan terhadap hama dan penyakit.

• Mampu memperbaiki tanah terutama untuk kandungan unsur nitrogen.

• Sedapat mungkin bernilai ekomis dan dalam jangka pendek dapat menghasilkan bahan makanan seperti buah-buahan, makanan ternak dan lain-lain.

Menurut Yassir dan Omon (2007) bahwa pemilihan jenis adalah tahap yang paling penting dalam upaya merestorasi lahan bekas tambang. Pemilihan ini bertujuan untuk memilih spesies tanaman yang disesuaikan dengan kondisi lahan yang akan direstorasi. Kunci utama keberhasilan revegetasi adalah pemilihan jenis pohon yang tepat. Pemilihan jenis pohon yang akan ditanam didasarkan pada adaptabilitas, cepat tumbuh, diketahui teknik silvikultur, ketersediaan bahan


(22)

tanam, dan dapat bersimbiosis dengan mikoriza. Ada beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh jenis tumbuhan yang terpilih, antara lain :

1. Mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi

Pada tahap awal jenis tumbuhan yang dipilih hendaknya mampu berdaptasi dengan kondisi lingkungan setempat. Untuk lahan bekas tambang, kondisi lingkungan yang ekstrim seperti ketersediaan unsur hara yang rendah, suhu relatif tinggi, kamasaman tanah tinggi, drainase kurang baik, kelembaban rendah, salinitas tinggi, dan intensitas cahaya tinggi merupakan faktor-faktor lingkungan yang harus dipertimbangkan dalam memilih spesies yang akan digunakan untuk kegiatan restorasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara: a. Mengidentifikasi dan memilih jenis-jenis lokal potensial.

b. Mengevaluasi silvical characteristic jenis dengan kondisi lingkungan setempat.

c. Mengevaluasi jenis-jenis non-lokal yang telah tumbuh dilokasi setempat. d. Melakukan spesies trial dan uji provenance.

2. Cepat tumbuh

Kriteria ini penting karena akan terjadi penutupan yang cepat pada lahan terbuka untuk mengurangi laju aliran permukaan dan erosi. Oleh karena itu, jenis-jenis lokal yang pertumbuhannya cepat, sistem tajuknya melebar dan berlapis serta memiliki sistem perakaran yang dalam, sangat diutamakan menjadi tanaman dalam merestorasi lahan tersebut.

3. Teknik silvikultur diketahui

Untuk memudahkan pelaksanaan penanaman dan pemiliharaan lanjutan, maka teknik silvikultur jenis-jenis terpilih perlu diketahui, terutama yang


(23)

berhubungan dengan perlakuan biji, teknik persemaian, waktu pemindahan di lapangan, sensitifitas terhadap toksisitas logam berat, dosis pupuk yang diperlukan, toleransi terhadap cahaya, genangan air, dan hama penyakit. 4. Ketersediaan bahan tanaman

Kriteria ini perlu diperhatikan karena akan menentukan keberhasilan upaya dalam restorasi. Bahan tanaman berupa benih, harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan berkualitas baik. Kelemahan utama dalam penggunaan jenis-jenis lokal adalah masalah kelangkaan benih.

5. Dapat bersimbiose dengan mikroba

Mengingat keadaan lahan kritis pada umumnya merupakan lahan marginal, maka jenis-jenis yang akan ditanam dipilih dari jenis-jenis yang dapat berasosiasi dengan bakteri penambat nitrogen atau bersimbiosis dengan cendawan mikoriza, sehingga kebutuhan akan nitrogen dan fosfat tidak sepenuhnya bergantung pada pemupukan (Yassir dan Omon, 2007).

Menurut Yassir dan Omon (2007) bahwa lahan bekas tambang dapat dikategorikan sebagai ekosistem dengan intensitas gangguan berat, berukuran besar, dan lama gangguan jangka panjang. Untuk itu upaya restorasi diperlukan untuk mencagah kerusakan lingkungan. Berdasarkan acuan tersebut maka dalam rangka merehabilitasi lahan bekas tambang emas di Desa Simpang Gambir akan digunakan tanaman suren (Toonasureni) karena tanaman suren memenuhi kriteria sebagai jenis lokal yang banyak terdapat di daerah tersebut, cepat tumbuh (fast growing), bernilai ekonomi tinggi yang dapat diperoleh dari akar, kayu, kulit kayu, daun dan buahnya.


(24)

Pohon suren tergolong pohon besar dengan bentuk batang lurus dan dapat mencapai tinggi 40-60 m dengan tinggi bebas cabang mencapai 25 m dan diameter sekitar 100 cm, bahkan di daerah pegunungan dapat mencapai diameter hingga 300 cm, pertumbuhannya tergolong cepat (fast growing). Permukaan kulit batang pecah-pecah seolah tumpang tindih seperti kulit buaya, berwarna coklat keabu-abuan hingga coklat gelap dan mengeluarkan aroma khas apabila dipotong. Suren (Toona sureni) memiliki taksonomi sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Sapindales Famili : Meliaceae Genus : Toona Species : Toona sureni

Suren menyebar dari daratan Asia mulai dari Nepal, India, Burma (Myanmar), Cina, Thailand, Malaysia, Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Suren juga memiliki banyak nama daerah sesuai dengan daerah penyebarannya, seperti suren, ingul, surian, surian amba (Sumatera), Surian wangi (Malaysia), danupra (Philippina), ye tama (Myanmar), surian (Thailand), dan nama dagangannya adalah Limpaga (Djam’an dan Ochsner, 2002).

Suren tumbuh baik dari dataran rendah hingga ketinggian 2.700 m diatas permukaan laut, namun tumbuh optimal pada ketinggian 600-2.000 m diatas permukaan laut dengan suhu udara sekitar 22oC (Djam’an dan Ochsner, 2002).


(25)

Suren memiliki banyak kegunaan dan manfaat yang dapat diperoleh mulai dari akar, batang, kulit, buah dan daun. Pohon suren sering ditanam sebagai tanaman pagar pemecah angin, naungan dan pelindung tanaman di bawahnya. Daunnya mengandung senyawa surenon, surenin, surenolakton yang terbukti efektif sebagai repellant (pengusir dan penolak) serangga, dan daunnya juga dapat diekstrak sebagai antibiotik dan bioinsektisida. Buahnya dapat disuling untuk menghasilkan minyak esensial (aromatik). Kulit dan akar suren dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat diare karena mengandung senyawa diarrhoea. Kayu suren dapat dipergunakan sebagai kayu perkakas, peti kemas, kotak cerutu, kayu bangunan, plywood, kayu perkapalan, kayu ukiran, furniture,

panel dekoratif, alat musik, finir dan lain-lain (Djam’an dan Ochsner, 2002).

Pertumbuhan Tanaman

Dalam perencanaan Penelitian pertumbuhan tanaman, penting untuk ditetapkan parameter apakah yang harus diamati, bagaimana cara atau metode pengamatannya, kapan sebaiknya pengamatan dilakukan, dan berapa besar sampel yang diperlukan (Sitompul dan Guritno, 1995). Penelitian ini, parameter yang diamati yaitu, tinggi tanaman, diameter tanaman, berat kering tanaman (biomassa) dan serapan P tanaman.

Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan aau perlakuan yang diterapkan. Ini didasarkan atas kenyataan bahwa tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan tanaman yang paling mudah dilihat (Sitompul dan Guritno, 1995).


(26)

Pengertian biomassa dapat diartikan dari asal katanya (bio + massa), sehingga biomassa tanaman adalah massa bagian hidup tanaman. Biomassa tanaman merupakan ukuran yang paling sering digunakan untuk menggambarkan dan mempelajari pertumbuhan tanaman. Ini didasarkan atas kenyataan bahwa taksiran biomassa (berat) tanaman mudah diukur dan merupakan integrasi dari hampir semua peristiwa yang dialami tanaman sebelumnya. Sehingga parameter ini merupakan indikator pertumbuhan yang paling representatif apabila tujuan utama adalah untuk mendapatkan penampilan keseluruhan pertumbuhan tanaman. Pengukuran biomassa tanaman dapat dilakukan melalui penimbangan bahan tanaman yang sudah dikeringkan. Pengeringan bahan, yang bertujuan untuk menghilangkan semua kandungan air bahan, dilaksanakan pada suhu yang relatif tinggi selama jangka waktu tertentu, maka cara yang banyak dilakukan adalah mengeringkan bahan selama 2 × 24 jam pada suhu 75-80o C (Sitompul dan Guritno, 1995).

Penyerapan hara oleh akar merupakan faktor penting yang menentukan efisiensi hara. Adaptasi morfologi perakaran terhadap defisien hara di antaranya yaitu pemanjangan akar, peningkatan kerapatan perakaran, maupun peningkatan jumlah dan panjang rambut akar (Gerloff, 1987). Selanjutnya Kant dan Kafkafi (2004) menjelaskan bahwa defisiensi hara tidak hanya terkait dengan kapasitas penyerapan hara oleh akar tetapi juga penggunaan hara tersebut oleh seluruh bagian tanaman. Tanaman yang ditumbuhkan pada larutan defisien hara, umumnya mempunyai akar yang lebih panjang dibandingkan tanaman pada kondisi hara standar. Akar yang panjang diharapkan mampu menjangkau lapisan tanah lebih dalam untuk memperoleh unsur hara. Pada kondisi defisien hara,


(27)

pertumbuhan akar di bagian atas dan tengah terhambat sehingga bobot keringnya mengalami penurunan. Menurut Marschner (1986) dalam kondisi defisien hara umumnya fotosintat akan lebih terkonsentrasi ke akar dibandingkan tajuk sehingga pertumbuhan tajuk akan lebih tertekan. Memang hubungan diantara tajuk dan akar dapat berubah pada keadaan lingkungan yang berbeda. Berat akar yang tinggi tidak selalu menghasilkan berat tajuk yang besar, konsep ini menekankan kepada fungsi akar menyerap unsur hara dan air untuk pertumbuhan tanaman yang optimum. Tanaman yang mempunyai nisbah tajuk/akar yang tinggi menunjukkan bahwa akar relatif sedikit cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Jika tanaman berada pada kondisi kekurangan air dan unsur hara, tanaman akan membentuk akar lebih banyak, yang mungkin ditujukan untuk menghasilkan nisbah tajuk/akar yang rendah (Sitompul dan Guritno, 1995)

Unsur hara Fosfor (P) diserap tanaman dalam bentuk H2PO4- dan HPO4+.

Secara umum fungsi P dalam tanaman adalah dapat mempercepat pertumbuhan akar semai, mempercepat dan memperkuat pertumbuhan tanaman, mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, dan meningkatkan produksi biji-bijian. Unsur P mudah diserap tanaman pada keasaman tanah (pH) 5,0 - 8,5, dan daya serap tanaman terhadap unsur hara yang optimal ditentukan juga oleh kemasaman tanah. Jadi terangkutnya unsur-unsur hara atau zat-zat mineral ketika panen berlangsung berarti menunjukkan banyaknya unsur hara yang diserap tanaman (Sutedjo, 2002).


(28)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2011 di rumah kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Analisis tanah bekas tambang dan analisis serapan P tanaman dilakukan di Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Analisis berat kering tanaman dilakukan di laboratorium Teknologi Hasil Hutan Program studi Kehutanan, dan laboratorium Agroekoteknologi, Program studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polibag kapasitas 5 kg, cangkul, jangka sorong, penggaris, timbangan, ember, kertas label, kantong kertas, sprayer, gelas ukur, oven, mortar, alat tulis, dan kamera digital.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah media tanam berupa tanah bekas galian tambang emas tradisional di Kelurahan Simpang Gambir, Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, asam humik dan aktivator orgadec, serta bibit suren yang berasal dari pembibitan tanaman kehutanan, Dinas Kehutanan Kabupaten Karo, Tongkoh.

Metode Penelitian

Percobaan ini dilakukan dengan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu :


(29)

Faktor 1 : Aktivator orgadec dengan 4 dosis, yaitu: A0 : 0 g / polibag

A1 : 50 g / polibag A2 : 100 g / polibag A3 : 150 g / polibag

Faktor 2 : Asam humik dengan 3 dosis, yaitu: H0 : 0 % / polibag

H1 : 2,5 % / polibag H2 : 5 % / polibag

dengan demikian ada 12 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 5 kali, sehingga diperoleh 60 satuan percobaan. Kombinasi perlakuannya adalah sebagai berikut:

A0H0 A0H1 A0H2

A1H0 A1H1 A1H2

A2H0 A2H1 A2H2

A3H0 A3H1 A3H2

Model linier yang digunakan adalah : Yij = μ + αi + βj + (αβ)ij + ∑ij

Dimana :

Yij = Hasil pengamatan asam humik pada dosis ke-i dan pemberian aktivator orgadec pada dosis ke-j.

μ = Nilai rata-rata.

αi = Pengaruh asam humik pada dosis ke-i. βj = Pengaruh aktivator orgadec pada dosis ke-j.


(30)

(αβ)ij = Pengaruh interaksi aktivator orgadec pada dosis ke-i dan pemberian asam humik pada dosis ke-j.

∑ij = Pengaruh galad aktivator orgadec pada dosis ke-i dan pemberian asam humik pada dosis ke-j.

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) dan perlakuan yang berpengaruh nyata akan diuji dengan uji Duncan (DMRT)

Pelaksanaan Penelitian 1. Analisis tanah

Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan analisis awal tanah untuk mengetahui kondisi kimia tanah, parameter yang diamati antara lain; pH, N total, P tersedia, K-dd, Cu, dan Fe.

2. Pemberian aktivator orgadec

Pemberian aktivator orgadec dilakukan pada satu minggu sebelum penanaman bibit karena aktivator orgadec tergolong lambat dalam menyediakan unsur hara seperti N dalam tanah untuk tanaman, karena harus mengalami perubahan-perubahan terlebih dahulu (pengikatan zat N oleh bakteri dan sebagainya) (Sutedjo, 2002). Dosis pemberian aktivator orgadec adalah 50 g / polibag, 100 g / polibag, dan 150 g / polibag.

3. Penanaman

Bibit ditanam di dalam polibag berkapasitas 5 kg yang diisi dengan 4 kg tanah bekas tambang kemudian ditancapkan ajir di samping tanaman dan


(31)

diberi tanda pada ajir sebagai patokan saat mengukur diameter dan tinggi bibit.

4. Pemberian asam humik

Pemberian asam humik dilakukan sebanyak dua kali, yang pertama saat penanaman bibit ke polibag dan yang ke dua pada saat satu bulan setelah penanaman ke polibag. Hal ini dilakukan dalam usaha untuk meningkatkan kandungan unsur hara dalam tanah. Pemberian dilakukan dengan penyiraman asam humik dengan dosis 2,5 % / polibag dan 5 % / polibag.

5. Pemeliharaan tanaman

Tanaman dipelihara di rumah kasa dan disiram 2 kali sehari, pada pagi dan sore hari. Panen dilakukan saat bibit berumur 3 bulan setelah tanam.

6. Parameter pengamatan

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah: a. Tinggi Tanaman.

Pengukuran tinggi tanaman diukur dari pangkal batang yang telah ditandai hingga titik tumbuh tertinggi tanaman dengan menggunakan penggaris. Pengukuran dilakukan dengan rentang waktu 2 minggu sekali hingga akhir penelitian.

b. Diameter Tanaman.

Pengukuran diameter tanaman diukur pada batas yang telah ditandai pada ajir dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan dengan rentang waktu 2 minggu sekali hingga akhir penelitian.


(32)

c. Berat Kering Tanaman.

Pengamatan berat kering tanaman ini dilakukan setelah kegiatan pengamatan parameter yang lain berakhir, dengan cara memisahkan bagian tajuk dengan bagian akar bibit. Untuk mendapatkan berat kering tanaman, masing-masing bagian tanaman ditimbang terlebih dahulu untuk mendapatkan data berat basah tanaman, kemudian masing-masing bagian tanaman ditempatkan di dalam kantong kertas yang telah diberi lubang dan diberi label sebagai penanda sesuai perlakuan, kemudian dioven pada suhu 70oC selama 48 jam, lalu bagian tanaman ditimbang kembali untuk mendapatkan data berat kering tanaman.

d. Serapan P Tanaman.

Serapan P tanaman dihitung pada saat akhir penelitian. Penentuan serapan P tanaman dalam Mukhlis (2007) dilakukan dengan metode destruksi basah seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 1.


(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Kimia Tanah

Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah bekas tambang emas (Tabel 1), diketahui bahwa tanah bekas tambang emas ini merupakan tanah yang tingkat kesuburannnya sangat rendah dan bersifat sangat masam, dimana pH nya hanya mencapai 4,25. Kandungan unsur hara tanah bekas tambang emas ini juga sangat rendah. Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan hara P hanya mencapai 6,53 ppm sedangkan unsur N dan K, hanya mencapai 0,15 ppm dan 0,102 ppm. Hasil ini menunjukkan bahwa tanah bekas galian tambang di Desa Simpang Gambir Kecamatan Lingga Bayu merupakan lahan marginal yang sangat miskin hara.

Tabel 1. Hasil analisis sifat kimia tanah pasca tambang emas

Parameter Satuan Kisaran Nilai Keterangan

pH - 4,250 Sangat masam

N-total % 0,150 Rendah

K-dd me/100 0,102 Rendah

P-tersedia Ppm 6,530 Sangat Rendah

Cu Ppm 0,450 Tinggi

Fe Ppm 0,021 Sangat Rendah

Keterangan : Penilaian sifat-sifat tanah didasarkan pada Kriteria Penilaian Sifat-sifat Tanah (Pusat Penelitian Tanah-Bogor, 1983).


(34)

Tinggi tanaman

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa interaksi antara aktivator orgadec dan asam humik tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman. Namun, secara terpisah faktor tunggal aktivator orgadec dan asam humik berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Berikut ini adalah hasil uji lanjut untuk faktor tunggal aktivator orgadec terhadap tinggi tanaman yang disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Rata-rata pertambahan tinggi tanaman 12 minggu setelah tanam dengan faktor tunggal aktivator orgadec (Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5 %).

Pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa dosis aktivator orgadec yang memberikan rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman tertinggi adalah 150 g (A3) yang menghasilkan rata-rata pertambahan tinggi tanaman sebesar 6,55 cm, namun hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan dosis 50 g (A1) dan 100 g (A2). Rata-rata pertambahan tinggi tanaman terendah adalah sebesar 4,56 cm yaitu tanpa pemberian aktivator orgadec (A0). Perbandingan tinggi tanaman masing-masing perlakuan aktivator orgadec dapat di lihat pada Lampiran 9a.


(35)

Berikut ini adalah hasil uji lanjut untuk faktor tunggal asam humik terhadap tinggi tanaman yang disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Rata-rata pertambahan tinggi tanaman 12 minggu setelah tanam dengan faktor tunggal asam humik(Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5 %).

Pada Gambar 2, dapat dilihat bahwa dosis asam humik yang memberikan rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman tertinggi adalah 2,5 % (H1) yang menghasilkan rata-rata pertambahan tinggi tanaman sebesar 6,26 cm, namun hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan dosis 5 % (H2). Rata-rata pertambahan tinggi tanaman terendah adalah sebesar 5,16 cm yaitu perlakuan tanpa pemberian asam humik (H0). Perbandingan tinggi tanaman masing-masing perlakuan asam humik dapat di lihat pada Lampiran 9d.


(36)

Data rata-rata pertambahan tinggi tanaman dengan kombinasi perlakuan antara aktivator orgadec dengan asam humik disajikan pada Gambar 3 berikut :

Gambar 3. Rata-rata pertambahan tinggi tanaman 12 minggu setelah tanam.

Jika dilihat pada Gambar 3, rata-rata pertambahan tinggi tanaman tertinggi diperlihatkan oleh kombinasi perlakuan antara aktivator orgadec dosis 50 g dan asam humik dosis 2,5 % (A1H1) yaitu sebesar 6,94 cm, dan pertambahan tinggi tanaman yang terendah terdapat pada kombinasi perlakuan tanpa pemberian aktivator orgadec dan asam humik (A0H0) yaitu hanya sebesar 2,98 cm.

Diameter tanaman

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa interaksi antara aktivator orgadec dan asam humik, begitu juga dengan faktor tunggal asam humik tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter tanaman. Namun, secara terpisah faktor tunggal aktivator orgadec berpengaruh nyata terhadap


(37)

pertumbuhan diameter tanaman. Berikut ini adalah hasil uji lanjut untuk faktor tunggal aktivator orgadec yang disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Rata-rata pertambahan diameter tanaman 12 minggu setelah tanam dengan faktor tunggal aktivator orgadec (Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5 %).

Pada Gambar 4, dapat dilihat bahwa dosis aktivator orgadec yang memberikan rata-rata pertumbuhan diameter tanaman tertinggi adalah 50 g (A1) yang menghasilkan rata-rata pertambahan diameter tanaman sebesar 0,18 cm, namun hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan dosis 100 g (A2) dan 150 g (A3). Rata-rata pertambahan diameter terendah adalah sebesar 0,14 cm yaitu tanpa pemberian aktivator orgadec (A0). Perbandingan diameter tanaman masing-masing perlakuan aktivator orgadec dapat dilihat pada Lampiran 9a.


(38)

Data rata-rata pertambahan diameter tanaman dengan kombinasi perlakuan antara aktivator orgadec dengan asam humik disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Rata-rata pertambahan diameter tanaman 12 minggu setelah tanam.

Jika dilihat pada Gambar 5, rata-rata pertambahan diameter tanaman tertinggi diperlihatkan oleh kombinasi perlakuan antara aktivator orgadec dosis 50 g dan asam humik dosis 2,5 % (A1H1) yaitu sebesar 0,19 cm, dan pertambahan diameter tanaman yang terendah terdapat pada kombinasi perlakuan tanpa pemberian aktivator orgadec dan asam humik (A0H0) yaitu hanya sebesar 0,1 cm.


(39)

Berat kering tanaman

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa faktor tunggal aktivator orgadec dan asam humik, maupun interaksi kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap biomassa atau berat kering tanaman. Rata-rata berat kering tanaman disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Rata-rata berat kering tanaman 12 minggu setelah tanam.

Jika dilihat pada Gambar 6, rata-rata berat kering tanaman tertinggi diperlihatkan oleh perlakuan pemberian asam humik dosis 2,5 % tanpa pemberian orgadec (A0H1) yang menghasilkan rata-rata berat kering tanaman sebesar 1,71 g, dan rata-rata berat kering tanaman terendah terdapat pada kombinasi perlakuan antara aktivator orgadec dosis 50 g dan asam humik dosis 5 % (A1H2) dengan rata-rata berat kering tanaman sebesar 0,86 g.


(40)

Rasio tajuk akar

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa faktor tunggal aktivator orgadec dan asam humik maupun interaksi kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap rasio tajuk akar tanaman. Rata-rata rasio tajuk akar tanaman disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Rata-rata rasio tajuk akar tanaman 12 minggu setelah tanam .

Jika dilihat pada Gambar 7, rata-rata rasio tajuk akar tanaman tertinggi diperlihatkan oleh kombinasi perlakuan antara aktivator orgadec dosis 150 g dan tanpa pemberian asam humik (A3H0) yang menghasilkan rata-rata rasio tajuk akar sebesar 1,85 dan terendah terdapat pada kombinasi perlakuan antara aktivator orgadec dosis 50 g dan asam humik dosis 2,5 % (A1H1) dengan rata-rata rasio tajuk akar tanaman sebesar 1,07.


(41)

Serapan P tanaman

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa faktor tunggal aktivator orgadec dan asam humik maupun interaksi kedua faktor tidak berpengaruh nyata dalam menyediakan unsur P dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman yang dapat dilihat dari banyaknya unsur P yang bisa diserap tanaman. Rata-rata serapan P tanaman disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Rata-rata serapan P tanaman 12 minggu setelah tanam.

Jika dilihat pada Gambar 8, rata-rata serapan P tanaman tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan tanpa pemberian aktivator orgadec dan asam humik dosis 2,5 % (A0H1) yang menghasilkan rata-rata serapan P tanaman sebesar 0,329 g, dan terendah terdapat pada kombinasi perlakuan antara aktivator orgadec dosis 50 g dan asam humik dosis 5 % (A1H2) dengan rata-rata serapan P tanaman sebesar 0,111 g.


(42)

Pembahasan

Secara umum, interaksi antara perlakuan aktivator orgadec dan asam humik tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter yang diamati. Faktor tunggal aktivator orgadec hanya berpengaruh terhadap tinggi dan diameter bibit suren, sedangkan asam humik hanya berpengaruh terhadap tinggi bibit. Pemberian aktivator orgadec dan asam humik mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi dan diameter bibit lebih baik dari pada kontrol (tanpa pemberian aktivator orgadec dan asam humik).

Fungsi asam humik dalam interaksi antara tanah dan tanaman diantaranya adalah mempermudah pertukaran ion dalam tanah, asam humik juga dapat meningkatkan pH tanah yang mempengaruhi ketersediaan hara. Tanah yang memiliki kandungan liat yang tinggi dengan kadar humus yang sangat rendah dapat menjadikan kondisi tanah yang terlalu asam dan tidak bagus untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini sangat sesuai dengan kondisi tanah pasca tambang emas, dimana kandungan liat tanah yang tinggi, tidak subur yang ditandai dengan sedikit sekali tumbuhan yang dapat tumbuh di lapangan. Asam humik dapat berperan dalam meningkatkan kapasitas penyangga tanah dan menstabilkan pH tanah. Meningkatnya pH tanah dapat mempengaruhi ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sofie (2010) yang menyatakan bahwa fungsi asam humik yaitu dapat mempermudah pertukaran ion dalam tanah dan meningkatkan pH tanah.

Secara umum dapat dilihat pada rata-rata pertumbuhan tanaman, asam humik berperan terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman serta berat kering tanaman (biomassa). Sesuai dengan pernyataan Fajri et al. (2008) bahwa


(43)

asam humik juga berperan langsung dalam pertumbuhan tanaman, asam humik dapat digunakan sebagai perangsang pertumbuhan tanaman dan membantu menggerakkan mikronutrien dari tanah ke tanaman. Hal ini dapat dilihat seperti pada rata-rata pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman tertinggi yang terdapat pada kombinasi pemberian asam humik dosis 2,5 % dan aktivator orgadec 50 g, sedangkan rata-rata berat kering tanaman terdapat pada perlakuan asam humik 2,5 % dan tanpa pemberian aktivator orgadec.

Fungsi lain dari asam humik yang berpengaruh terhadap sifat fisik tanah sesuai dengan pernyataan Tan (1982) diantaranya adalah memperbaiki struktur tanah, aerasi, permeabilitas dan daya ikat terhadap air, dan didukung oleh hasil penelitian Fajri et al. (2008) bahwa asam humik dapat merangsang pertumbuhan akar dan bagian atas tanaman. Berkaitan dengan hal ini, asam humik dapat digunakan sebagai perangsang pertumbuhan tanaman yang dapat dilihat pada rasio tajuk akar tanaman. Keberadaan asam humik dalam tanah pada penelitian ini dapat memperbaiki aerasi tanah menjadi lebih baik, tanah menjadi lebih berongga, dan oksigen menjadi lebih tersedia untuk tanaman. Asam humik menciptakan aerasi yang baik dan merangsang pertumbuhan perakaran menjadi lebik baik dan berkembang, dengan begitu fungsi akar sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dapat berfungsi maksimal dan pertumbuhan tajuk juga menjadi lebih baik. Hal ini ditunjukkan oleh rasio tajuk akar tanaman pada perlakuan pemberian asam humik dosis 2,5 % dan aktivator orgadec dosis 50 g yang memiliki rata-rata rasio tajuk akar sebesar 1,07 yang artinya perbandingan pertumbuhan antara tajuk dan akar hampir seimbang (dapat dilihat perbandingannya pada Lampiran 9b dan 9e). Berbeda dengan perlakuan akivator orgadec dosis 150 g tanpa asam humik yang


(44)

memiliki rata-rata rasio tajuk akar sebesar 1,85 yang perbandingan pertumbuhan antara tajuk dan akar kurang seimbang (dapat dilihat perbandingannya pada Lampiran 9a dan 9g) hal ini disebabkan oleh tanah yang padat, sehingga perakaran tanaman kurang dapat berkembang.

Analisis awal tanah pasca tambang emas ini, menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki kandungan pH yang sangat masam (4,25) dan kandungan P dalam tanah juga sangat rendah (6,53 ppm). Hal ini dapat dihubungkan dengan keberadaan Al dalam tanah. Sesuai dengan pernyataan Damanik et al. (2010) yang menjelaskan bahwa pada tanah yang bereaksi masam, kelarutan atau konsentrasi ion-ion Al dan Fe sangat tinggi. Selanjutnya H2PO4 yang semula

dapat diserap tanaman, diikat oleh ion Al dan Fe sehingga membentuk senyawa hidroksi fosfat sehingga tidak dapat diserap tanaman dan reaksi ini juga melepaskan ion H+ yang menyebabkan tanah menjadi masam. Reaksinya digambarkan sebagai berikut:

Al3+ + H2PO4- + 2H2O-↔ 2H+ + Al(OH)2H2PO4

(larut) (tidak larut)

Selanjutnya Sanchez (1992) menjelaskan bahwa pengaruh tidak langsung dari mekanisme ini adalah menurunnya ketersediaan P dalam tanah. Peran asam humik dalam reaksi tersebut yaitu memutuskan ikatan Al-P sehingga P terbebas dan unsur P dapat diserap tanaman kembali. Hal ini sesuai dengan pernyataan Patrick (1983) yang menyatakan bahwa satu karakteristik yang paling khusus dari bahan humik adalah kemampuannya untuk berinteraksi dengan ion logam, oksida, hidroksida, mineral dan bahan organik, termasuk pencemar beracun. Sehingga dapat dikatakan bahwa unsur P yang diserap tanaman merupakan hasil dari pemutusan ikatan Al-P oleh asam humik.


(45)

Asam humik dapat dikatakan berperan dalam meningkatkan serapan P tanaman, hal ini dapat dibuktikan oleh perlakuan pemberian asam humik dosis 2,5% dan tanpa pemberian aktivator orgadec yang memberikan rata-rata serapan P tanaman tertinggi yaitu sebesar 0,329 g sedangkan rata-rata serapan P terendah terdapat pada perlakuan pemberian aktivator orgadec dosis 50 g dan asam humik dosis 5 %. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ayuso (1996) dalam Fauziah (2009) yang membuktikan bahwa penambahan asam humik meningkatkan kemampuan penyerapan unsur hara makro seperti N, P, dan K.

Asam humik dengan dosis 2,5 % merupakan dosis yang dapat diterapkan untuk diaplikasikan pada tanah pasca tambang emas. Asam humik dengan dosis 5 % kurang memberikan hasil yang maksimal untuk pertumbuhan tanaman pada tanah pasca tambang emas. Hal ini mungkin disebabkan asam humik pada dosis 5 % telah melewati batas toleransi tanaman, sehingga menjadi menghambat pertumbuhan tanaman atau mulai bersifat meracun.

Fungsi utama aktivator orgadec sesuai dengan pernyataan Tarigan (2001) yaitu, aktivator orgadec sangat berperan dalam proses mempercepat penguraian bahan organik yang merupakan sumber nutrisi bagi tanaman, sehingga nutrisi tersebut mudah larut dalam tanah dan dapat diserap dengan baik oleh tanaman. Namun pada tanah pasca tambang emas yang diteliti, keberadaan bahan organik dalam tanah sangat sedikit, dan tanaman juga belum dapat menghasilkan serasah atau bahan organik lain yang merupakan sumber nutrisi sehingga peran aktivator orgadec menjadi kurang maksimal.

Namun pada pengamatan dan analisis sidik ragam terhadap diameter tanaman, pemberian aktivator orgadec justru mampu meningkatkan pertumbuhan


(46)

dan pertambahan diameter tanaman, hal ini mungkin dikarenakan suatu hal yang belum dapat dijelaskan, dan kombinasi perlakuan yang memberikan pengaruh terbaik terhadap diameter tanaman terdapat pada perlakuan pemberian aktivator orgadec dosis 50 g dan asam humik dengan dosis 2,5 % dengan rata-rata pertambahan diameter bibit sebesar 0,19 cm.

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa aktivator orgadec pada semua dosis memberikan pengaruh nyata terhadap diameter tanaman bila dibandingkan dengan tanpa pemberian aktivator orgadec, dan aktivator orgadec dosis 50 g memberikan rata-rata tertinggi terhadap pertambahan diameter tanaman yaitu sebesar 0,18 cm. Karena aktivator orgadec dengan dosis 50 g, 100 g, dan 150 gr tidak menunjukkan pebedaan pengaruh yang menonjol, dan untuk mengefesiensikan penggunaan, kita dapat mengaplikasikan aktivator orgadec cukup dengan dosis 50 g.

Kombinasi perlakuan yang mampu menunjang pertumbuhan tanaman terdapat pada kombinasi aktivator orgadec dengan dosis 50 g dan asam humik dengan dosis 2,5 %, karena kombinasi perlakuan ini memberikan pengaruh tertinggi terhadap semua parameter pengamatan khususnya pertumbuhan tinggi, diameter dan rasio tajuk akar tanaman.


(47)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kombinasi perlakuan yang paling efektif dalam meningkatkan pertumbuhan bibit suren pada media tanah pasca tambang emas adalah aktivator orgadec dengan dosis 50 g dan asam humik dengan dosis 2,5 %.

2. Aplikasi asam humik secara tunggal pada dosis 2,5 % dapat lebih meningkatkan pertumbuhan bibit suren pada media tanah pasca tambang emas.

3. Aplikasi aktivator orgadec tidak dapat berfungsi secara optimal, karena rendahnya kandungan bahan organik pada media tanah pasca tambang emas.

Saran

Untuk mendapatkan pertumbuhan bibit suren yang lebih baik pada tanah pasca tambang emas di Kelurahan Simpang Gambir, Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal, dapat digunakan asam humik dengan dosis 2,5 % dan aktivator orgadec dengan dosis 50 g.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Damanik, M. M. B., Hasibuan, B. E., Fauzi., Sarifuddin., Hanum, H. 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan.

Djam’an, D. F dan Ochsner, P. 2002. Informasi Singkat Benih. Toona sureni

(Blume) Merr. Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan bekerja sama dengan Indonesia Forest Seed Project. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. Bogor.

Fajri, M., Agusta, M. dan Asmono, D. 2008. Pengaruh Asam Humat pada Absorbsi Logam Berat Pb, Cd, Ba dan Pertumbuhan Kelapa Sawit (Elaesis guineensis Jacq.) Tahap Pembibitan. Makalah. Seminar Departemen Agronomi dan Holtikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fauziah, A. B. 2009. Pengaruh Asam Humat dan Kompos Aktif untuk Memperbaiki Sifat Tailing dengan Indikator Pertumbuhan Tinggi Semai

Enterolobium cyclocarpum Griseb dan Altingia exelsa Noronhae. Skripsi. Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gerloff, G. C. 1987. Intact-plant Screening for Tolerance of Nutrient-deficiency Strees. Department of Botany. University of Wisconsin. USA.

Hidayati, N. 1999. Degradasi Lahan Pasca Penambangan Emas dan Upaya Reklamasinya: Kasus Penambangan Emas di Jampang, Sukabumi. Prosiding. Kongres Nasional VII Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI). Bandung.

Kant, S dan Kafkafi, U. 2004. Mitigation of Mineral Deficiency Stress. Department of Field Crops. Faculty of Agriculture. Hebrew University. Israel.

Kartasapoetra, A. G., dan Sutedjo, M. M. 1999. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Penerbit Bina Aksara. Jakarta.

Marschner, H. 1986. Mineral Nutrition of Higher Plants. Institute of Plant Nutrition. University of Hohenheim. Academic press. Jerman.

Mukhlis. 2007. Analisis Tanah dan Tanaman. USU Press. Medan.

Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.


(49)

Patrick, E. A. F. 1983. Soils: Their Formation, Classification and Distribution. Longman Group Ltd. Hong Kong.

Rachman, E. 2000. Perencanaan Penanaman untuk Rehabilitasi Hutan dan Lahan Terdegradasi di Jawa Barat. Prosiding. Dialog Stakeholder Kegiatan Rehabilitasi Lahan Kritis Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan di kabupaten Ciamis. Bandung.

Sanchez, P. A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Jilid 1. Penerbit ITB. Bandung.

Selvi. 2010. Pengaruh Pemberian Senyawa Humat terhadap Karakteristik Serapan Fosfor pada Tanah dengan Oksida Fe dan Al yang Tinggi. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Setiadi, B. 1999. Status Penelitian dan Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskular dan Rhizobium untuk Merehabilitasi Lahan Terdegradasi. Prosiding. Seminar Nasional Mikoriza. 15-16 November 1999. Bogor.

Sitompul, M. S., dan Guritno, B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Fakultas Pertnaian. Universitas Brawijaya. Malang.

Sofie. 2010. Asam Humat sebagai Pembenah Tanah. Diakses dari

Sutedjo, M. M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Tan, K. H. 1982. Principles of Soil Chemistry. The University of Georgia College of Agriculture Athens. Marcel Dekker Inc. New York.

Tarigan, D. M. 2001. Pengaruh Pembalikan, Orgadec dan Nitrogen Terhadap Laju Pengomposan Sampah Organik serta Kualitas Kompos yang Terbentuk dalam Rangka Perbaikan Kebersihan Lingkungan Hidup. Tesis. Program Pasca Sarjana Program Studi Pengolahan Sumberdaya alam dan Lingkungan. USU e-Repository. Medan.

Yassir, I., dan Omon, R. M. 2007. Pemilihan Jenis-jenis Pohon Potensial untuk Mendukung Kegiatan Restorasi Lahan Tambang Melalui Pendekatan Ekologis. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.


(50)

Lampiran 1. Analisis serapan P tanaman.

Tahap I. Ekstraksi destruksi basah. A. Alat.

• Tabung reaksi.

• Penangas listrik.

• Corong.

• Labu ukur 50 ml.

B. Bahan.

• Asam sulfat pekat.

• Hidrogen peroksida.

C. Cara Kerja.

1. Ditimbang 0.5 g contoh tanaman yang telah digiling dan lolos ayakan 40 mesh, tempatkan pada tabung reaksi.

2. Ditambahkan 2.5 ml H2SO4 pekat, dibiarkan selama 24 jam.

3. Dipanaskan pada penangas listrik, dimulai dari suhu rendah dan kemudian suhu dinaikkan sedikit demi sedikit selama ± 30 menit.

4. Ditetesi dengan H2O2 senbanyak 5 tetes dengan selang waktu 10 menit

hingga cairan dalam tabung menjadi jernih.

5. Didinginkan, kemudian diencerkan dengan aquades dan saring ke labu ukur 50 ml. (Cairan ini = Cairan destruksi pekat → untuk analisis N).

6. Dipipet 5 ml cairan destruksi pekat ke dalam labu ukur 50 ml dan diencerkan dengan aquades. (Cairan ini = Cairan destruksi encer → untuk analisis P, K, Ca, Mg).


(51)

Tahap II. Penetapan kadar P daun. A. Alat.

• Tabung reaksi.

• Spectrophotometer.

B. Bahan.

• Asam Sulfat 5 N (larutkan 140 ml H2SO4 pekat BD 1.84 dengan aquades

hingga volume larutan menjadi 1 L).

• Amonium Molibdat (larutkan 12 gr (NH4)6 Mo7O24.H2O dengan aquades

hingga mencapai volume 250 ml).

• Kalium Antimonit Tartarat (larutkan 0.298 gr KSbOC4H4O6 kedalam 100

ml aquades).

• Asam Ascobat.

• Pereaksi Fosfat A (campurkan bahan nomor 1, 2, 3 hingga mencapai volume 2 L dengan menambahkan aquades).

• Pereaksi Fosfat B (campurkan 1 gr Asam Ascobat ke dalam 200 ml pereaksi campuran A).

• Larutan standar P 50 ppm (larutkan 0.275 gr K2HPO4.H2O dengan aquades

hingga mencapai volume 1 L).

• Larutan standar 0, 2, 4, 6, 8, 10 ppm P (Pipet larutan standar 50 ppm P masing-masing sebanyak 0, 4, 8, 12, 14, 16, 20 ml ke dalam labu ukur 100 ml dan penuhkan dengan aquades).

C. Cara Kerja.

1. Dipipet 5 ml cairan destruksi encer dari ekstraksi destruksi basah pada tabung reaksi.

2. Ditambahkan 10 ml reagen fosfat B, diamkan selama 10 menit, kemudian diukur transmitance (absorbence) pada spectronic dengan panjang gelombang λ 660 nm.

3. Pada saat yang sama dilakukan pula pada larutan standar 0, 2, 4, 6, 8, 10 ppm P, dengan cara memipet masing-masing 5 ml dan ditambahkan 10 ml reagen fosfat B, dan diukur pada spectronic.


(52)

D. Perhitungan.

• P daun (%) =


(53)

(54)

Lampiran 3. Rataan pengukuran tinggi bibit suren dan analisis sidik ragam pada aplikasi aktivator orgadec dan asam humik pada tanah pasca tambang emas.

Aktivator Orgadec

Asam Humik

Ulangan ∑ ฀

1 2 3 4 5

A0 H0 2.7 4.0 2.5 2.0 3.7 14.9 2.98

H1 5.0 7.5 5.0 4.7 7.2 29.4 5.88 H2 5.7 4.0 3.8 5.7 5.0 24.2 4.84

A1 H0 5.8 5.0 7.0 4.7 6.3 28.8 5.76

H1 8.7 5.2 6.2 8.1 6.5 34.7 6.94 H2 6.5 4.5 7.5 6.0 5.5 30.0 6.00

A2 H0 5.8 2.0 8.0 5.5 5.0 26.3 5.26

H1 5.5 5.8 6.2 6.5 6.3 30.3 6.06 H2 6.3 5.5 6.5 6.8 7.9 33.0 6.60

A3 H0 5.7 6.5 7.5 7.3 6.3 33.3 6.66

H1 6.5 8.0 6.0 6.5 3.9 30.9 6.18 H2 8.8 7.0 6.2 6.0 6.0 34.0 6.80 Analisis sidik ragam

Sumber Keragaman Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F-Hitung F-Tabel

Perlakuan 11 65.47 5.95 4.13 1.995

Aktivator Orgadec 3 34.40 11.47 7.97* 2.798

Asam Humik 2 13.69 6.85 4.76* 3.191

Interaksi 6 17.38 2.90 2.01tn 2.294

Galad 48 69.04 1.44

Total 59 134.51

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf uji 95% (α = 0.05). Rataan tinggi tanaman pada perlakuan aktivator orgadec

Perlakuan Rataan

A0 4.56a

A1 6.23b

A2 5.90b

A3 6.55b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Rataan tinggi tanaman pada perlakuan asam humik

Perlakuan Rataan

H0 5.16a

H1 6.26b

H2 6.01b


(55)

Lampiran 4. Rataan pengukuran diameter bibit suren dan analisis sidik ragam pada aplikasi aktivator orgadec dan asam humik pada tanah pasca tambang emas.

Aktivator Orgadec

Asam Humik

Ulangan ∑ ฀

1 2 3 4 5

A0 H0 0.12 0.13 0.08 0.11 0.08 0.52 0.10 H1 0.16 0.22 0.16 0.14 0.19 0.87 0.17 H2 0.19 0.14 0.12 0.13 0.17 0.75 0.15 A1 H0 0.18 0.16 0.20 0.19 0.16 0.89 0.18 H1 0.24 0.19 0.17 0.19 0.19 0.98 0.19 H2 0.14 0.16 0.21 0.17 0.13 0.81 0.16 A2 H0 0.17 0.07 0.20 0.22 0.16 0.82 0.16 H1 0.17 0.17 0.16 0.14 0.18 0.82 0.16 H2 0.18 0.17 0.14 0.20 0.16 0.85 0.17 A3 H0 0.16 0.20 0.13 0.18 0.18 0.85 0.17 H1 0.18 0.21 0.17 0.15 0.09 0.80 0.16 H2 0.19 0.17 0.17 0.18 0.17 0.88 0.18 Analisis sidik ragam

Sumber Keragaman Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F-Hitung F-Tabel Perlakuan 11 0.027 0.002 2.613 1.995 Aktivator Orgadec 3 0.010 0.003 3.739* 2.798 Asam Humik 2 0.004 0.002 2.047tn 3.191 Interaksi 6 0.012 0.002 2.240tn 2.294

Galad 48 0.045 0.001

Total 59 0.072

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf uji 95% (α = 0.05). Rataan diameter tanaman pada perlakuan aktivator orgadec

Perlakuan Rataan

A0 0.14a

A1 0.18b

A2 0.16b

A3 0.17b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Rataan diameter tanaman pada perlakuan asam humik

Perlakuan Rataan

H0 0.15

H1 0.17


(56)

Lampiran 5. Rataan berat kering bibit suren dan analisis sidik ragam pada aplikasi aktivator orgadec dan asam humik pada tanah pasca tambang emas. Aktivator

Orgadec

Asam Humik

Ulangan ∑ ฀

1 2 3 4 5

A0 H0 0.40 2.30 0.50 1.05 1.15 5.40 1.08 H1 1.05 2.95 1.15 1.20 2.20 8.55 1.71 H2 1.35 0.60 0.95 1.45 0.60 4.95 0.99 A1 H0 1.30 0.85 1.20 0.70 0.75 4.80 0.96 H1 2.20 1.05 0.55 1.10 0.85 5.75 1.15 H2 0.85 0.90 1.15 0.90 0.50 4.30 0.86 A2 H0 1.45 1.22 1.45 1.05 0.80 5.97 1.19 H1 1.35 1.70 1.45 1.10 1.60 7.20 1.44 H2 1.50 1.60 0.40 0.50 1.00 5.00 1.00 A3 H0 1.30 1.60 0.75 0.90 1.30 5.85 1.17 H1 1.30 1.20 1.35 0.45 0.35 4.65 0.93 H2 1.60 0.90 0.70 0.95 0.95 5.05 1.01 Analisis sidik ragam

Sumber Keragaman Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F-Hitung F-Tabel Perlakuan 11 3.156 0.287 1.204 1.995 Aktivator Orgadec 3 0.767 0.256 1.073tn 2.798 Asam Humik 2 1.174 0.587 2.464tn 3.191 Interaksi 6 1.215 0.203 0.850tn 2.294

Galad 48 11.435 0.238

Total 59 0.072

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf uji 95% (α = 0.05).

Rataan berat kering tanaman pada perlakuan aktivator orgadec

Perlakuan Rataan

A0 1.26

A1 0.99

A2 1.21

A3 1.04

Rataan berat kering tanaman pada perlakuan asam humik

Perlakuan Rataan

H0 1.10

H1 1.31

H2 0.97


(57)

Lampiran 6. Rataan rasio tajuk akar bibit suren dan analisis sidik ragam pada aplikasi aktivator orgadec dan asam humik pada tanah pasca tambang emas.

Aktivator Orgadec

Asam Humik

Ulangan ∑ ฀

1 2 3 4 5

A0 H0 1.00 0.53 2.33 2.00 1.30 7.16 1.43 H1 2.00 1.18 1.30 0.85 0.91 6.24 1.25 H2 1.45 1.40 1.37 1.23 1.00 6.45 1.29 A1 H0 1.60 2.40 2.43 0.75 1.14 8.32 1.66 H1 1.09 1.33 0.83 1.20 0.89 5.34 1.07 H2 1.43 2.00 1.56 1.00 1.00 6.99 1.39 A2 H0 1.42 1.35 1.23 1.63 1.28 6.91 1.38 H1 1.45 1.43 1.23 1.20 1.28 6.59 1.32 H2 1.50 1.46 1.67 1.00 0.82 6.45 1.29 A3 H0 1.60 1.67 1.50 2.60 1.89 9.26 1.85 H1 1.17 1.40 1.25 2.00 1.33 7.15 1.43 H2 1.28 1.57 1.80 1.11 1.11 6.87 1.37 Analisis sidik ragam

Sumber Keragaman Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F-Hitung F-Tabel Perlakuan 11 2.205 0.200 1.131 1.995 Aktivator Orgadec 3 0.515 0.172 0.969tn 2.798 Asam Humik 2 1.101 0.550 3.106tn 3.191 Interaksi 6 0.589 0.098 0.554tn 2.294

Galad 48 8.506 0.177

Total 59 0.072

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf uji 95% (α = 0.05).

Rataan rasio tajuk akar tanaman pada perlakuan aktivator orgadec

Perlakuan Rataan

A0 1.32

A1 1.37

A2 1.33

A3 1.55

Rataan rasio tajuk akar tanaman pada perlakuan asam humik

Perlakuan Rataan

H0 1.58

H1 1.26


(58)

Lampiran 7. Rataan serapan P bibit suren dan analisis sidik ragam pada aplikasi aktivator orgadec dan asam humik pada tanah pasca tambang emas. Aktivator

Orgadec

Asam Humik

Ulangan ∑ ฀

1 2 3

A0 H0 0.056 0.368 0.195 0.619 0.206

H1 0.443 0.192 0.352 0.987 0.329

H2 0.162 0.232 0.090 0.484 0.161

A1 H0 0.195 0.127 0.120 0.442 0.147

H1 0.352 0.083 0.145 0.580 0.193

H2 0.119 0.135 0.080 0.334 0.111

A2 H0 0.195 0.232 0.120 0.547 0.182

H1 0.247 0.176 0.256 0.679 0.226

H2 0.288 0.090 0.170 0.548 0.183

A3 H0 0.221 0.288 0.143 0.652 0.217

H1 0.234 0.229 0.063 0.526 0.175

H2 0.288 0.181 0.162 0.631 0.210

Analisis sidik ragam

Sumber Keragaman Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F-Hitung F-Tabel Perlakuan 11 0.093 0.008 0.988 2.216 Aktivator Orgadec 3 0.031 0.010 1.192tn 3.008 Asam Humik 2 0.026 0.013 1.516tn 3.403 Interaksi 6 0.036 0.006 0.709tn 2.508

Galad 24 0.205 0.009

Total 35 0.298

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf uji 95% (α = 0.05). Rataan serapan P tanaman pada perlakuan aktivator orgadec

Perlakuan Rataan

A0 0.232

A1 0.151

A2 0.197

A3 0.210

Rataan serapan P tanaman pada perlakuan asam humik

Perlakuan Rataan

H0 0.188

H1 0.231


(59)

(60)

Lampiran 9. Dokumentasi tanaman pada akhir penelitian.

a. Perbandingan tanaman antar perlakuan aktivator orgadec (H0 terhadap A0, A1, A2, A3).

b. Perbandingan tanaman antar perlakuan H1 terhadap A0, A1, A2, A3.


(61)

d. Perbandingan tanaman antar perlakuan perlakuan asam humik (A0 terhadap H0, H1, H2).

e. Perbandingan tanaman antar perlakuan perlakuan perlakuan A1 terhadap H0, H1, H2.

f. Perbandingan tanaman antar perlakuan perlakuan perlakuan A2 terhadap H0, H1, H2.


(62)

g. Perbandingan tanaman antar perlakuan perlakuan perlakuan A3 terhadap H0, H1, H2.


(1)

Lampiran 6. Rataan rasio tajuk akar bibit suren dan analisis sidik ragam pada

aplikasi aktivator orgadec dan asam humik pada tanah pasca

tambang emas.

Aktivator Orgadec

Asam Humik

Ulangan ∑ ฀

1 2 3 4 5

A0 H0 1.00 0.53 2.33 2.00 1.30 7.16 1.43 H1 2.00 1.18 1.30 0.85 0.91 6.24 1.25 H2 1.45 1.40 1.37 1.23 1.00 6.45 1.29 A1 H0 1.60 2.40 2.43 0.75 1.14 8.32 1.66 H1 1.09 1.33 0.83 1.20 0.89 5.34 1.07 H2 1.43 2.00 1.56 1.00 1.00 6.99 1.39 A2 H0 1.42 1.35 1.23 1.63 1.28 6.91 1.38 H1 1.45 1.43 1.23 1.20 1.28 6.59 1.32 H2 1.50 1.46 1.67 1.00 0.82 6.45 1.29 A3 H0 1.60 1.67 1.50 2.60 1.89 9.26 1.85 H1 1.17 1.40 1.25 2.00 1.33 7.15 1.43 H2 1.28 1.57 1.80 1.11 1.11 6.87 1.37

Analisis sidik ragam

Sumber Keragaman Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F-Hitung F-Tabel

Perlakuan 11 2.205 0.200 1.131 1.995

Aktivator Orgadec 3 0.515 0.172 0.969tn 2.798 Asam Humik 2 1.101 0.550 3.106tn 3.191 Interaksi 6 0.589 0.098 0.554tn 2.294

Galad 48 8.506 0.177

Total 59 0.072

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf uji 95% (α = 0.05).

Rataan rasio tajuk akar tanaman pada perlakuan aktivator orgadec

Perlakuan Rataan

A0 1.32

A1 1.37

A2 1.33

A3 1.55

Rataan rasio tajuk akar tanaman pada perlakuan asam humik

Perlakuan Rataan

H0 1.58

H1 1.26


(2)

Lampiran 7. Rataan serapan P bibit suren dan analisis sidik ragam pada aplikasi

aktivator orgadec dan asam humik pada tanah pasca tambang emas.

Aktivator

Orgadec

Asam Humik

Ulangan ∑ ฀

1 2 3

A0 H0 0.056 0.368 0.195 0.619 0.206

H1 0.443 0.192 0.352 0.987 0.329

H2 0.162 0.232 0.090 0.484 0.161

A1 H0 0.195 0.127 0.120 0.442 0.147

H1 0.352 0.083 0.145 0.580 0.193

H2 0.119 0.135 0.080 0.334 0.111

A2 H0 0.195 0.232 0.120 0.547 0.182

H1 0.247 0.176 0.256 0.679 0.226

H2 0.288 0.090 0.170 0.548 0.183

A3 H0 0.221 0.288 0.143 0.652 0.217

H1 0.234 0.229 0.063 0.526 0.175

H2 0.288 0.181 0.162 0.631 0.210

Analisis sidik ragam

Sumber Keragaman Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F-Hitung F-Tabel

Perlakuan 11 0.093 0.008 0.988 2.216

Aktivator Orgadec 3 0.031 0.010 1.192tn 3.008 Asam Humik 2 0.026 0.013 1.516tn 3.403 Interaksi 6 0.036 0.006 0.709tn 2.508

Galad 24 0.205 0.009

Total 35 0.298

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf uji 95% (α = 0.05).

Rataan serapan P tanaman pada perlakuan aktivator orgadec

Perlakuan Rataan

A0 0.232

A1 0.151

A2 0.197

A3 0.210

Rataan serapan P tanaman pada perlakuan asam humik

Perlakuan Rataan

H0 0.188

H1 0.231


(3)

(4)

Lampiran 9. Dokumentasi tanaman pada akhir penelitian.

a.

Perbandingan tanaman antar perlakuan aktivator orgadec (H0 terhadap A0,

A1, A2, A3).

b.

Perbandingan tanaman antar perlakuan H1 terhadap A0, A1, A2, A3.


(5)

d.

Perbandingan tanaman antar perlakuan perlakuan asam humik (A0 terhadap

H0, H1, H2).

e.

Perbandingan tanaman antar perlakuan perlakuan perlakuan A1 terhadap H0,

H1, H2.

f.

Perbandingan tanaman antar perlakuan perlakuan perlakuan A2 terhadap H0,

H1, H2.


(6)

g.

Perbandingan tanaman antar perlakuan perlakuan perlakuan A3 terhadap H0,

H1, H2.