Universitas Sumatera Utara BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dismenore 2.1.1. Definisi Dismenore
Dismenore dysmenorrhoea berasal dari bahasa Yunani, dimana “dys”
berarti gangguannyeri hebat abnormalitas, “meno” berarti bulan dan “rrhea”
berarti aliran, sehingga dismenore dysmenorrhoea dapat diartikan dengan
gangguan aliran darah haid Winknjosastro, 2005.
Menurut Prawihardjo 2008, dismenore adalah nyeri saat haid, biasanya dengan rasa kram dan terpusat di abdomen bawah. Keluhan nyeri haid dapat
terjadi bervariasi mulai dari yang ringan sampai berat. Nyeri haid yang dimaksud adalah nyeri haid berat sampai menyebabkan perempuan tersebut datang berobat
ke dokter atau mengobati dirinya sendiri dengan obat anti nyeri. Dismenore adalah nyeri kram dan sering diikuti dengan nyeri punggung
bawah, mual dan muntah, sakit kepala, diare, dan dialami saat menstruasi Schorge et.al, 2008.
Menurut Calis 2013, dismenore merujuk pada keseluruhan gejala-gejala nyeri yang timbul ketika menstruasi, yang dapat dibedakan menjadi dismenore
primer dan sekunder. Dismenore didefinisikan oleh Stenchever 2002 dan Chudnoff 2005
sebagai sensasi nyeri yang seperti kram pada abdomen bawah sering bersamaan dengan gejala lain seperti keringat, takikardia, sakit kepala, mual, muntah, diare
dan tremor yang terjadi saat menstruasi.
2.1.2. Epidemiologi Dismenore
Angka kejadian dismenore di dunia sangat besar. Rata-rata lebih dari 50 perempuan di setiap Negara mengalami dismenore. Di Amerika angka
presentasinya sekitar 60 dan di Swedia sekitar 72. Sementara di Indonesia angkanya diperkirakan 55 perempuan produktif yang mengalami dismenore.
Universitas Sumatera Utara
Angka kejadian prevalensi dismenore berkisar 45-95 di kalangan wanita usia produktif Proverawati dan Misaroh, 2009.
Pada tahun 2005 di Jepang angka kejadian dismenore primer 46 , dan 27,3 dari penderita absen dari sekolah dan pekerjaannya pada hari pertama
menstruasi Osuga, 2005. Pada tahun 2007 prevalensi dismenore di Malaysia 62,33 dimana 80,7
memiliki riwayat keluarga yang mengalami dismenore Liliawati, 2007. Hasil penelitian di Oman tahun 2011 menunjukkan bahwa remaja putri di
Oman yang mengalami menstruasi ada 94 dengan derajat kesakitan 27 dismenore ringan, 41 dismenore sedang, dan 32 dismenore berat Rahma
Anbarin, 2011. Pada tahun yang sama dilakukan penelitian pada mahasiswa keperawatan di
Libanon dan diperoleh prevalensi kejadian dismenore sebesar 38,1 Karout, 2011.
Hasil penelitian Olaf Sianipar pada tahun 2009 menunjukkan 31,6 remaja putri di Jakarta Timur mengalami dismenore.
Pada tahun 2010, prevalense dismenore di Manado sebesar 98,5 dengan keluhan 10,1 mengalami mual muntah, 14,1 nyeri kepala, 33,7 gangguan
emosi dan 1 pingsan Lestari, 2010. Klein dan Litt 1981 dalam Eman 2012 melaporkan prevalensi dismenore
dunia mencapai 59.7. Dari pasien yang mengalami keluhan, 12 mendeskripsikan nyeri yang severe, 37 mengalami nyeri moderate dan 49
mengalami nyeri mild. Dismenore menyebabkan 14 remaja putri ketinggalan pelajaran sekolah. Selain itu, dikatakan bahwa dismenore lebih sering terjadi pada
remaja ras kulit hitam dibanding ras kulit putih Calis, 2013.
Universitas Sumatera Utara 2.1.3. Etiologi Dismenore
Banyak teori telah dikemukakan untuk menerangkan penyebab dismenorea primer tetapi patofisiologinya belum jelas dimengerti. Rupanya beberapa faktor
memegang peranan sebagai penyabab dismenorea primer antara lain: 1 Faktor kejiwaan dan fisik, dimana pada gadis-gadis yang emosinya belum
stabil dan tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses haid mudah timbul dismenore. Selain itu kesehatan fisik yang menurun juga erat
hubungannya dengan faktor tersebut diatas, faktor ini dapat juga menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Faktor-faktor seperti anemia, penyakit
menahun, dan sebagainya dapat mempengaruhi timbulnya dismenore Simanjuntak, 2007.
2 Faktor obstruksi kanalis servikalis, salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan terjadinya dismenore primer. Pada wanita dengan uterus dalam
hiperantefleksi mungkin dapat terjadi stenosis kanalis servikalis, akan tetapi hal ini sekarang tidak dianggap sebagai faktor yang penting sebagai penyebab
dismenore. Banyak wanita menderita dismenore tanpa stenosis servikalis dan tanpa uterus dalam hiperantefleksi. Sebaliknya, terdapat banyak wanita tanpa
keluhan dismenorea, walaupun ada stenosis servikalis dan uterus terletak dalam hiperantefleksi atau hiperretrofleksi. Mioma submukosum bertangkai
atau polip endometrium dapat menyebabkan dismenore karena otot-otot uterus berkontraksi keras dalam usaha untuk mengeluarkan kelainan tersebut
Simanjuntak, 2007. 3 Faktor endokrin, pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi
pada dismenore primer disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebihan. Faktor endokrin mempunyai hubungan dengan kontraktilitas otot uterus.
Novak dan Reynolds yang melakukan penelitian pada uterus kelinci berkesimpulan bahwa hormon estrogen merangsang kontraktilitas uterus,
sedangkan hormon progesteron menghambat atau mencegahnya. Tetapi, teori ini tidak dapat menerangkan fakta mengapa tidak timbul rasa nyeri pada
perdarahan disfungsional anovulatoar, yang biasanya bersamaan dengan
Universitas Sumatera Utara
kadar estrogen yang berlebihan tanpa adanya progesteron Simanjuntak, 2007.
4 Faktor alergi, teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya asosiasi antara dismenore dengan urtikaria, migraine atau asma bronkhiale. Smith
menduga bahwa sebab alergi ialah toksin haid Simanjuntak, 2007.
Penyebab dari dismenorea sekunder adalah pemakaian alat kontrasepsi, adenomiosis, uterine myoma fibroid, polip rahim, adhesi, kelainan bawaan
sistem mullerian , striktur atau stenosis serviks, kista ovarium, pelvic congestion syndrome, Allen-Masters syndrome, Mittelschmerz nyeri pertengahan siklus
ovulasi dan sakit psikogenik
Norwitz Schorge, 2006
.
2.1.4. Faktor Resiko Dismenore