Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2006-2009

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STRATA 1 MEDAN

ANALISIS PENGARUH HARGA MINYAK DUNIA, NILAI

TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SERTIFIKAT

BANK INDONESIA TERHADAP PERGERAKAN

INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN

DI BURSA EFEK INDONESIA

PERIODE 2006 – 2009

SKRIPSI

OLEH

TULUS G PASARIBU 060502165 MANAJEMEN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Universitas Sumatera Utara Medan


(2)

ABSTRAK

Tulus G Pasaribu (2010). Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2009. Di bawah bimbingan Dra. Nisrul Irawati, MBA, Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE., M.Si. (Ketua Departemen Manajemen), Dr. Khaira Amelia F, SE., MBA, Ak. (Penguji I), Dr. Yenni Absah, SE, M.Si. (Penguji II).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh dari Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia selama periode 2006-2009.

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari data harian dan bulanan yang dipublikasikan oleh OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries), Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia dan diolah menggunakan Analisis Regresi Linier Berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi dan Suku Bunga SBI secara simultan mempengaruhi Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2006-2009. Secara parsial, Harga Minyak Dunia berpengaruh secara positf dan tidak signifikan terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia, Nilai Tukar dan Inflasi berpengaruh secara negatif dan tidak signifikan terhadap Pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia, sedangkan Suku Bunga SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia selama periode 2006-2009.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan atas segala kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2006 – 2009.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini telah banyak mendapat dukungan dan bantuan baik secara moril maupun materiil. Untuk itu, melalui kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE., M.Si., selaku Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Nisrul Irawati, MBA., selaku Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Khaira Amelia F, SE., MBA, Ak. dan Ibu Dr. Yenni Absah, SE, M.Si. selaku Dosen Pembanding.


(4)

5. Bapak/Ibu Dosen Pengajar di Fakultas Ekonomi USU yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan selama perkuliahan.

6. Seluruh Staf Karyawan di Fakultas Ekonomi USU.

7. Teristimewa Kedua orang tua tercinta (Bpk A. Pasaribu dan Ibu tercinta R. Br. Hutabarat), serta abang, kakak dan adikku (Bg’ Agung & Ka’ Agung, Bg’ Anggiat & Ka’ Sri, Bg’ Kardo, dan De’ Enta) atas kasih sayang dan dukungannya.

8. Kepada sahabat-sahabat tercinta, Gabe, Fredytio, Rudy, Salman, Rade, Romy, Hendi, Carjoni, Benny, Ceria, Dian, Sonya, Nida, Renita, dan Dety, atas perhatian dan kebersamaan selama kuliah, serta seluruh teman – teman Manajemen Stambuk 06, atas bantuan dan dukungannya.

9. Dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan pengetahuan penulis dalam pengulasan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapakan adanya saran dan kritik yang membangun demi penulisan kedepan.

Penulis juga berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, April 2010 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Kerangka Konseptual ... 6

D. Hipotesis ... 8

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1. Tujuan Penelitian ... 9

2. Manfaat Penelitian ... 9

F. Metode Penelitian ... 10

1. Batasan Operasional ... 10

2. Definisi Operasional ... 10

3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 14

4. Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

5. Jenis Data ... 15

6. Teknik Pengumpulan Data ... 16

7. Metode Analisis Data ... 16

BAB II. URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu ... 22

B. Indeks Harga Saham Gabungan ... 23

C. Harga Minyak Dunia ... 26

D. Nilai Tukar Mata Uang ... 27

1. Sistem Nilai Tukar ... 28

2. Teori Nilai Tukar ... 29

E. Tingkat Inflasi ... 31

1. Teori Inflasi ... 31

2. Jenis-jenis Inflasi ... 33

3. Pengukuran Tingkat Inflasi ... 34


(6)

2. Dasar Hukum Penerbitan SBI ... 35

BAB III. GAMBARAN UMUM PERUSAAN A. Sejarah Pasar Modal Indonesia ... 36

B. Prosedur Pendaftaran Sekuritas di BEI ... 41

C. Prosedur Transaksi di BEI ... 41

BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Desktriptif ... 43

B. Analisis Statistik ... 51

1. Analisis Regresi Linier Berganda ... 51

2. Uji Asumsi Klasik ... 54

3. Pengujian Hipotesis ... 59

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN


(7)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

Tabel 1.1 Pergerakan IHSG, Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar,

Inflasi dan Suku Bunga SBI ... 3

Tabel 1.2 Kriteria Pengambilan Keputusan Durbin-Watson ... 19

Tabel 4.1 Perubahan IHSG Januari 2006-Desember 2009 ... 42

Tabel 4.2 Perubahan Harga Minyak Dunia Januari 2006- Desember 2009 45 Tabel 4.3 Perubahan Nilai Tukar Januari 2006-Desember 2009 ... 46

Tabel 4.4 Laju Inflasi Januari 2006-Desember 2009 ... 48

Tabel 4.5 Perubahan Suku Bunga SBI Januari 2006-Desember 2009 ... 50

Tabel 4.6 Hasil Estimasi Regresi ... 52

Tabel 4.7 Hasil Uji Kolmogorov Smirnov ... 54

Tabel 4.8 Hasil Uji Park Test ... 57

Tabel 4.9 Hasil Uji Runs ... 58

Tabel 4.10 Hasil Uji Uji Durbin-Watson (DW) ... 58

Tabel 4.11 Hasil Uji Multikolinearitas ... 59

Tabel 4.12 Hasil Uji Simultan (Uji-F) ... 60


(8)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual ... 8 Gambar 4.1 Hasil Uji Normal P-P Plot of Regression

Standardized Residual ... 55


(9)

ABSTRAK

Tulus G Pasaribu (2010). Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2009. Di bawah bimbingan Dra. Nisrul Irawati, MBA, Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE., M.Si. (Ketua Departemen Manajemen), Dr. Khaira Amelia F, SE., MBA, Ak. (Penguji I), Dr. Yenni Absah, SE, M.Si. (Penguji II).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh dari Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia selama periode 2006-2009.

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari data harian dan bulanan yang dipublikasikan oleh OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries), Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia dan diolah menggunakan Analisis Regresi Linier Berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi dan Suku Bunga SBI secara simultan mempengaruhi Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2006-2009. Secara parsial, Harga Minyak Dunia berpengaruh secara positf dan tidak signifikan terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia, Nilai Tukar dan Inflasi berpengaruh secara negatif dan tidak signifikan terhadap Pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia, sedangkan Suku Bunga SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia selama periode 2006-2009.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pasar modal merupakan salah satu tempat (media) yang memberikan kesempatan berinvestasi bagi investor perorangan maupun institusional. Oleh karena itu, arah dan besarnya pergerakan pasar modal menjadi topik yang menarik bagi para akademisi dan praktisi pasar untuk mempelajarinya. Pasar modal memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, dimana nilai Indeks Harga Saham Gabungan dapat menjadi leading indicator economic pada suatu negara. Pergerakan indeks sangat dipengaruhi oleh ekspektasi investor atas kondisi fundamental negara maupun global. Adanya informasi baru akan berpengaruh pada ekspektasi investor yang akhirnya akan berpengaruh pada IHSG.

Indeks Harga Saham Gabungan mengalami peningkatan yang semakin pesat sejak krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998. Nilai IHSG yang semakin tinggi merupakan bentuk kepercayaan investor atas kondisi ekonomi Indonesia yang semakin kondusif. Stabilitas ekonomi yang terjaga hingga akhir tahun 2007 mendorong kinerja bursa saham di dalam negeri. Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencapai 2.745,8 pada akhir bulan Desember 2007 atau naik 52,1 persen dibandingkan akhir tahun 2006.

Moradoglu, et al. (2000) mengemukakan bahwa penelitian tentang perilaku harga saham telah banyak dilakukan, terutama dalam kaitannya dengan variabel makroekonomi. Hasil penelitian mereka mengatakan bahwa harga saham


(11)

dipengaruhi oleh fluktuasi makroekonomi. Beberapa variabel makroekonomi yang digunakan antara lain; tingkat inflasi, tingkat bunga, nilai tukar, indeks produksi industri, dan harga minyak.

Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Dalam tahun 2007 ekonomi dunia tumbuh 5,0 persen dengan Asia sebagai penggerak ekonomi dunia, didorong oleh China, India dan negara-negara

emerging market lainnya (World Economic Outlook, 2009). Tingginya

pertumbuhan ekonomi dunia turut meningkatkan permintaan minyak dunia. Sementara itu, sisi pasokan dihadapkan pada keterbatasan produksi terutama negara non OPEC serta kuatnya komitmen negara-negara anggota OPEC untuk menjaga tingkat produksinya. Memasuki tahun 2008, tekanan eksternal berupa tingginya harga minyak dunia membuat IHSG di Bursa Efek Indonesia turun 4,3 persen pada periode yang sama. Pada akhir Juli 2008 ketika harga minyak dunia mencapai US$ 130 per barel membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia menurun menjadi 2304,5 atau 16,1 persen lebih rendah dibandingkan akhir tahun 2007.

Keberhasilan bank sentral mengendalikan inflasi dan mempertahankan kurs Rupiah ke level kondusif terlihat sepanjang tahun 2006 hingga 2007. Berbagai kebijakan ekonomi telah mampu menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah terhadap USD. Namun, akhir 2007, Rupiah terus mengalami depresiasi yang terhenti sejenak dan membaik Pebruari 2008 hingga Maret 2008, dan terus meningkat tajam hingga Februari 2009, Rupiah mencapai Rp 11.852 per USD.

Naiknya nilai tukar Rupiah terhadap USD diikuti penurunan SBI, hal ini dipicu karena tingginya aktivitas perdagangan valuta asing dalam hal ini Dollar


(12)

Amerika sehingga banyak investor lebih memilih menginvestasikan dananya di sektor perdagangan valuta asing. Untuk meredam melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, pemerintah terus menaikkan suku bunga sertifikat Bank Indonesia (SBI) sejak Mei 2008 dan pada November 2008 mencapai angka 11.21% per bulan.

Tabel 1.1

Pergerakan Harga Minyak Dunia, Inflasi, Suku Bunga SBI Nilai Tukar, dan IHSG

(September 2007 – April 2009)

Bulan/Tahun Minyak Dunia (US$) Tingkat Inflasi Tingkat Suku Bunga SBI Rupiah per Dollar IHSG

April 2009 50,20 7,31 % 7,84% 11.025,10 1.722,77

Maret 2009 45,78 7,92 % 8,31% 11.849,55 1.434,07

Februari 2009 41,41 8,60 % 8,78% 11.852,75 1.285,48

Januari 2009 41,54 9,17 % 10,06% 11.080,50 1.332,67

Desember 2008 38,60 11,06 % 10,94% 11.324,84 1.355,41

November 2008 49,76 11,68 % 11,21% 11.711,15 1.241,54

Oktober 2008 68,22 11,77 % 10,70% 10.048,35 1.256,70

September 2008 96,85 12,14 % 9,53% 9.340,65 1.832,51

Agustus 2008 112,41 11,85 % 9,26% 9.149,25 2.165,94

Juli 2008 130,96 11,90 % 9,03% 10.111,33 2.304,51

Juni 2008 128,33 11,03 % 8,59% 9.295,71 2.349,10

Mei 2008 119,39 10,38 % 8,26% 9.290,80 2.444,35

April 2008 105,16 8,96 % 7,98% 9.208,64 2.304,52

Maret 2008 99,03 8,17 % 7,95% 9.184,94 2.447,30

Februari 2008 90,64 7,40 % 7,94% 9.181,15 2.721,94

Januari 2008 88,35 7,36 % 8,00% 9.406,35 2.627,25

Desember 2007 87,05 6,59 % 8,08% 9.333,60 2.745,83

Bulan/Tahun Minyak Dunia (US$) Tingkat Inflasi Tingkat Suku Bunga SBI Rupiah per Dollar IHSG

November 2007 85,46 6,71 % 8,25% 9.264,27 2.688,33


(13)

Sumber

Tandelilin (2001) menyatakan bahwa tingkat bunga yang tinggi merupakan sinyal negatif terhadap harga saham. Hal ini dikarenakan tingkat suku bunga yang meningkat akan menyebabkan peningkatan suku bunga yang diisyaratkan atas investasi pada suatu saham. Di samping itu, tingkat suku bunga yang meningkat bisa juga menyebabkan investor menarik investasinya pada saham dan memindahkannya pada investasi berupa tabungan atau deposito. Hal itu terbukti, terlihat bahwa naiknya suku bunga SBI sejak Mei 2008 diikuti penurunan IHSG hingga mencapai level 1.241 pada November 2008 dimana suku bunga SBI pada saat itu merupakan yang tertinggi sepanjang tahun 2007-2008.

Indikator ketiga yang paling fluktuatif pada Tabel 1.1 adalah tingkat inflasi. Pada umumnya tekanan inflasi di Indonesia akan meningkat pada pertengahan tahun yaitu menjelang tahun ajaran baru, saat bulan Ramadhan, menjelang hari raya keagamaan terutama Idul Fitri, serta menjelang Tahun Baru. Selama periode penelitian, inflasi sangat fluktuatif dari Januari 2006 inflasi menyentuh dua digit (17%), hal ini terjadi sebagai dampak ditetapkannya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) oleh Pemerintah yang dilakukan dalam rangka menyesuaikan harga BBM tersebut yang mulai berlaku per 1 Oktober 2005. Fluktuasi inflasi tampak sangat mempengaruhi pasar modal, khusunya harga saham. Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa naiknya inflasi membuat IHSG tertekan, dan ketika inflasi turun Indeks Harga Saham Gabungan mengalami peningkatan.

Harga minyak dunia, nilai tukar, tingkat inflasi dan kebijakan suku bunga SBI dapat disimpulkan mempunyai peran yang strategis bagi suatu perusahaan


(14)

khususnya perusahaan yang dalam aktivitas produksi dan operasinya banyak memanfaatkan mata uang asing. Oleh karena mempunyai peran yang strategis dalam suatu perusahaan, maka tentunya hal ini akan menjadi pertimbangan bagi investor dalam pengambilan keputusan investasinya. Perilaku keputusan investasi dari seorang investor dalam suatu pasar modal akan tercermin dari pergerakan-pergerakan indeks harga saham gabungan pada pasar modal tersebut.

Pergerakan IHSG yang cenderung mengikuti pergerakan harga minyak dunia, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, tingkat inflasi, dan suku bunga ini menjadi ketertarikan bagi peneliti untuk meneliti apakah terdapat hubungan antara IHSG dan variabel-variabel tersebut.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar

Rupiah, Inflasi, dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia.”

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apakah terdapat pengaruh harga minyak dunia, nilai tukar, inflasi dan suku bunga SBI terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia?”

C. Kerangka Konseptual

Brealey (2006:324) menyatakan bahwa perubahan dalam tingkat bunga, inflasi, harga minyak, kurs valuta asing, dan kejadian ekonomi makro lain mempengaruhi hampir semua perusahaan dan pengembalian hampir semua harga


(15)

saham. Ketika risiko makro yang relevan menjadi positif secara umum, harga saham naik dan investor meraih keuntungan, ketika variabel yang sama berjalan sebaliknya, investor merugi.

Narayan dan Narayan (2009) dalam penelitiaanya mengatakan bahwa ada dua hal bagaimana harga minyak dapat mempengaruhi harga saham. Pertama, minyak dianggap sebagai kunci dalam proses produksi. Kenaikan harga minyak meningkatkan biaya produksi, dimana kenaikan biaya produksi ini akan menekan harga saham gabungan. Kedua, harga minyak juga mempengaruhi pengembalian saham melalui discount rate yang mempunyai efek negatif terhadap pengembalian saham.

Pergerakan IHSG sulit dilepaskan begitu saja dari pengaruh berbagai perubahan kondisi ekonomi makro. Perubahan satu variabel makro ekonomi memiliki dampak yang berbeda terhadap setiap jenis saham, yaitu suatu saham dapat terkena dampak positif, sedangkan saham yang lainnya terkena dampak negatif. Harga saham emiten yang terkena dampak positif dari kenaikan kurs USD akan meningkat harga sahamnya di bursa efek, dan sebaliknya. Selanjutnya, IHSG juga akan terkena dampak negatif atau positif tergantung pada kelompok yang dominan dampaknya (Samsul, 2006:202).

Inflasi ditandai dengan adanya kecenderungan kenaikan tingkat harga umum dan berlangsung terus menerus, meningkatnya harga – harga barang akan menyebabkan perusahaan mengalami peningkatan biaya modal, biaya bahan baku, maupun biaya tenaga kerja. Tingkat inflasi dapat berpengaruh positif maupun negatif tergantung derajat inflasi itu sendiri. Inflasi yang berlebihan dapat merugikan perekonomian secara keseluruhan, yaitu dapat membuat banyak


(16)

perusahaan mengalami kebangkrutan. Jadi dapat disimpulkan bahwa inflasi yang tinggi akan menjatuhkan harga saham dipasar, sementara inflasi yang sangat rendah akan berakibat pertumbuhan ekonomi sangat lamban, yang pada akhirnya harga saham juga bergerak dengan lamban (Samsul, 2006:201).

Tingkat suku bunga diukur dengan menggunakan suku bunga yang ditentukan oleh Bank Indonesia melalui Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Besar kecilnya suku bunga sangat tergantung dari kondisi makro yang berkembang di Indonesia. Peningkatan suku bunga mempunyai korelasi dengan naiknya volume penjualan saham (Riyatno, 2007). Jika tingkat bunga naik, harga saham akan turun, dan sebaliknya jika tingkat bunga turun, harga saham akan naik. Namun demikian, besarnya dampak kenaikan dan penurunan bunga terhadap harga saham tergantung seberapa besar perubahan bunga tersebut (Samsul, 2006:210).

Sumber: Brealey (2006), Samsul (2006), Narayan dan Narayan (2009), (10/01/2010, diolah)

Gambar 1.1. Kerangka Konseptual

Harga minyak dunia (X1)

Nilai Tukar (X2)

Inflasi (X3)

Suku Bunga SBI (X4)

Pergerakan IHSG (Y)


(17)

D. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu jawaban yang diberikan masih berdasar pada teori yang relevan dan belum didasarkan pada faktor-faktor empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2005:51). Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: “Harga minyak dunia, nilai tukar, inflasi dan suku bunga SBI mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia”.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh harga minyak dunia, nilai tukar, inflasi dan suku bunga SBI terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia.

2. Manfaat Penelitian a. Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan dan pola pikir tentang pengaruh perubahan harga minyak dunia, nilai tukar Rupiah, inflasi, dan suku bunga SBI terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia.


(18)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan kontribusi kebijakan bagi pengambilan keputusan investasi investor asing maupun domestik demi peningkatan IHSG di BEI secara berkesinambungan.

c. Bagi Pihak Lain

Penelitian ini bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan informasi bagi berbagai pihak yang ingin melakukan pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh harga minyak dunia, nilai tukar Rupiah, inflasi, dan suku bunga SBI terhadap pergerakan IHSG.

F. Metode Penelitian 1. Batasan Operasional

Batasan operasional penelitian yang ditetapkan oleh penulis adalah meliputi pengaruh nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS, harga minyak dunia, tingkat inflasi dan tingkat suku bunga SBI terhadap pergerakan IHSG selama periode Januari 2006 – Desember 2009 di Bursa Efek Indonesia.

2. Definisi Operasional

Definisi variabel-variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Variabel IHSG adalah indikator pasar modal di Indonesia yang terdapat di Bursa Efek Indonesia. Data pergerakan IHSG diukur dari perubahan IHSG (dalam Setyawan, 2007) yang dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Pergerakan IHSG =

IHSGt – IHSGt-1


(19)

Dimana:

IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan pada bulan t

IHSGt-1 = Indeks Harga Saham Gabungan pada bula t - 1

Data yang digunakan adalah data harian yang kemudian dirata-ratakan menjadi data bulanan.

IHSG bulanan =

30

IHSGharian

Apabila nilai selisih IHSG positif, pergerakan IHSG disebut menguat dan jika negatif, maka pergerakan IHSG disebut melemah.

b. Variabel harga minyak dunia merupakan harga minyak mentah dunia yang ditentukan oleh pasar dunia dimana minyak dunia diperdagangkan. Harga minyak dunia biasanya dihitung dalam US$ per barel. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data harian yang kemudian dirata-ratakan untuk mendapakan data bulanan dengan menggunakan rumus :

Harga Minyak Duniabulanan = ∑Harga Minyak Duniaharian 30

Data pergerakan harga minyak dunia diukur dari perubahan harga minyak dunia yang dihitung dengan menggunakan rumus:

Perubahan harga minyak dunia =HMt − HMt−1 HMt1


(20)

HMt-1 = Harga Minyak pada bulan t-1

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan harga minyak dunia yang diambil dari data yang dipublikasikan OPEC melalui

websit

c. Variabel Nilai Tukar, merupakan penentuan jumlah unit dari suatu mata uang yang dapat dibeli dengan satu unit mata uang lain (Brigham, 2006:365), maksudnya mengukur nilai suatu valuta suatu negara dari perspektif valuta negara lain. Nilai tukar diukur dari perubahan nilai tukar mata uang rupiah Indonesia terhadap dolar Amerika Serikat (US$) setelah disesuaikan dengan tingkat inflasi (dalam Utami dan Mudjilah, 2003), dengan menggunakan rumus:

Nilai tukarbulanan =

30

harian tukar nilai

Data perubahan nilai mata uang Rupiah terhadap USD dapat dihitung dengan rumus (Madura, 2006:123):

Perubahan Nilai Tukar = Dimana:

NTt = Nilai Tukar pada bulan t

NTt-1 = Nilai Tukar pada bulan t-1

Apabila nilai tukar apresiasi akan membuat pergerakan IHSG menguat, demikian sebaliknya, depresiasi nilai tukar akan membuat pergerakan

NTt – NTt-1


(21)

d. Variabel Inflasi, yaitu kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk secara keseluruhan (Tandelilin, 2001: 212). Inflasi diukur dari perubahan laju inflasi (dalam Utami dan Rahayu, 2003). Data inflasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data inflasi bulanan. Inflasi yang tinggi akan menjatuhkan harga saham di pasar, sementara inflasi yang sangat rendah akan berakibat pertumbuhan ekonomi menjadi sangat lamban, dan pada akhirnya harga saham juga bergerak dengan lamban.

Laju Inflasi = Inflasit− Inflasit−1 Inflasit−1

e. Variabel Suku Bunga SBI, yaitu surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dengan return bulanan yang digunakan untuk menarik/menambah jumlah uang beredar (Agung, 2005). Suku Bunga SBI diukur dengan perubahan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia dengan jangka waktu satu bulan yang telah disesuaikan dengan tingkat inflasi (dalam Utami dan Rahayu, 2003). Data suku bunga yang digunakan dalam penelitian ini adalah suku bunga SBI 1 bulanan.

Perubahan Suku Bunga SBI =

Dimana:

SBIt = Sertifikat Bank Indonesia pada bulan t

SBIt-1 = Sertifikat Bank Indonesia pada bulan t-1

Penurunan tingkat bunga pinjaman atau tingkat bunga deposito akan menaikkan harga saham di pasar dan laba bersih per saham, sehingga mendorong harga saham meningkat. Penurunan bunga deposito akan

SBIt – SBIt-1


(22)

mendorong investor mengalihkan investasinya dari perbankan ke pasar modal. Investor akan membeli saham sehingga harga saham terdorong naik akibat meningkatnya permintaan saham dan berujung pada pergerakan IHSG.

3. Populasi dan Sampel Penelitian a. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2005: 72). Penelitian ini dilakukan untuk meneliti apakah harga minyak dunia, nilai tukar rupiah/US$, inflasi dan tingkat suku bunga SBI berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Karena yang menjadi obyek penelitian adalah IHSG, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah periode indeks harga saham gabungan dari 1 Januari 2006 sampai 31 Desember 2009,

b. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2005: 73). Sementara penentuan sampel dalam penelitian ini yaitu menggunakan sampling jenuh atau sampel sensus, yaitu teknik penentuan sampel dimana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh jumlah sampel (n) selama periode penelitian sebanyak 48 sampel. Peneliti menetapkan pengambilan data secara bulanan mulai Januari 2006 – Desember 2009 dengan tiga alasan, yakni:


(23)

a. Selama periode ini, terdapat pergerakan IHSG harga minyak dunia, inflasi, nilai tukar, dan suku bunga SBI yang konstan dan yang sangat fluktuatif.

b. Dalam periode ini perekonomian Indonesia yang direfleksikan oleh IHSG mencatat periode ini sebagai tahun prestasi akibat meningkatnya harga minyak dunia secara tajam sekaligus tahun keterpurukan karena krisis yang melanda pasar finansial global.

c. Selama periode ini IHSG, harga minyak dunia, inflasi, nilai tukar, dan suku bunga SBI mengalami volatilitas yang tinggi akibat krisis finansial global dan kebijakan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas perekonomian.

4. Tempat dan Waktu Penelitian

a. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di BEI melalui situs

b. Waktu Penelitian

Waktu penelitian yaitu dimulai dari bulan Oktober 2009 sampai bulan Maret 2010.

5. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi data harga minyak dunia yang dipulikasikan oleh OPEC melalui situs www.opec.org, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, data tingkat inflasi dan suku bunga SBI yang didapat dari publikasi Bank Indonesia


(24)

melalui website www.bi.go.id dan data pergerakan indeks harga saham gabungan yang diperoleh melalui situs

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka berupa literatur, jurnal, penelitian terdahulu, dan laporan-laporan yang dipublikasikan untuk medapat gambaran masalah yang akan diteliti serta melalui data sekunder berupa laporan-laporan yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia, Bursa Efek Indonesia, dan OPEC (Organization of Petroleum

Exporting Countries). 7. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dan metode analisis statistik.

a. Metode analisis deskriptif

Metode analisis deskriptif adalah suatu metode analisis dimana data-data yang dikumpulkan, diklasifikasikan, dianalisis, dan diinterpretasikan secara objektif sehingga memberikan informasi dan gambaran mengenai topik yang dibahas.

b. Metode analisis statistik

1. Analisis Regresi Linear Berganda

Untuk menguji hipotesis tentang kekuatan variabel independen ( Harga Minyak Dunia (US$), Nilai Tukar Rupiah/US$, Inflasi dan Tingkat Suku Bunga SBI) terhadap IHSG, penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linear berganda (multiple regression analysis


(25)

model) dengan persamaan kuadrat terkecil (Ordinary Least Square)

dengan model dasar sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e

Dimana:

Y = IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) a = konstanta

X1 = Harga Minyak Dunia

X2 = Nilai Tukar Rupiah/US$

X3 = Inflasi

X4 = Tingkat Suku Bunga SBI

b1, b2, b3, b4 = koefisien regresi parsial untuk X1, X2, X3, X4 e = disturbance error (faktor pengganggu/residual)

2. Pengujian Asumsi Klasik

Menentukan ketepatan model regresi perlu dilakukan pengujian atas beberapa asumsi klasik yang mendasari model regresi sebagai berikut:

a. Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal Ghozali (2005: 110). Sedangkan dasar pengambilan keputusan dalam deteksi normalitas:

1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.


(26)

2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

Uji kenormalan data juga dapat dilakukan dengan Uji Kolmogorov-Smirnov terhadap nilai standar residual hasil persamaan regresi. Apabila probabilitas hasil Uji Kolmogorov-Smirnov lebih besar dari 5%, maka data berdistribusi normal, dan demikian sebaliknya.

b. Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2005: 91), uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi atas variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya bebas multikolinearitas atau tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.

Uji Multikolinearitas dapat dilihat dari (1) nilai tolerance dan lawannya (2) Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai tolerance lebih besar dari 0,1 atau nilai VIF lebih kecil dari 5, maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas pada data yang akan diolah.

c. Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi linier terdapat hubungan yang yang kuat baik positif maupun negatif antar data yang ada pada variabel-variabel penelitian (Umar, 2008:182). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa autokorelasi antara satu dengan yang lainnya. Untuk menguji ada atau tidaknya autokorelasi dalam suatu model regresi, maka dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW) yang diberi simbol d.


(27)

Tabel 1.2

Kriteria Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi

Hipotesis nol Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl Tidak ada autokorelasi positif No decision dl ≤ d ≤ du Tidak ada korelasi negatif Tolak 4 – dl < d < 4 Tidak ada korelasi negatif No decision 4 – du d ≤ 4 – dl Tidak ada autokorelasi, positif atau negatif Tidak ditolak du < d < 4 – du Sumber : Umar (2008 : 185)

Keterangan : du = batas atas, dl = batas bawah d. Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain Ghozali (2005: 105). Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.

3. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan di muka dengan menggunakan alat bantu Statistics Package for Social Science 16.00 (SPSS 16.00).

a. Uji – F (Uji Signifikansi Simultan)

Pengujian ini dilakukan untuk menghetahui apakah semua variabel bebas secara simultan dapat diterima menjadi model penelitian terhadap variabel terikat.


(28)

Ho : b1 = b2 =b3 =b4 = 0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara

serentak dari Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi dan tingkat suku bunga SBI terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia.

Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ b4 ≠ 0, Artinya terdapat pengaruh yang signifikan secara

serentak dari Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi dan Suku Bunga SBI terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia. Pada penelitian ini nilai Fhitung akan dibandingkan dengan Ftabel pada tingkat signifikan (α) = 5%. Kriteria

penelitian hipotesis pada uji-F ini adalah:

Ho diterima jika Fhitung≤ Ftabe dan Ha diterima jika Fhitung > Ftabel b. Uji t (Uji Parsial)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suatu variabel independen secara parsial terhadap variasi variabel dependen.

Bentuk pengujiannya adalah:

H0 : bi = 0, artinya secara parsial tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari

harga minyak dunia, nilai tukar, inflasi atau suku bunga SBI terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia.

Ha : bi ≠0, artinya secara parsial terdapat pengaruh yang signifikan dari harga

minyak dunia, nilai tukar, inflasi atau suku bunga SBI terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia.

Pada penelitian ini nilai thitung akan dibandingkan dengan ttabel pada tingkat

signifikan (α) = 5%. Kriteria pengambilan keputusan pada uji-t ini adalah : Ha ditolak (H0 diterima) jika : - ttabel ≤ thitung ≤ttabel


(29)

BAB II

URAIAN TEORITIS

A. Penelitian Terdahulu

Narayan dan Narayan (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Modelling

the impact of oil prices on Vietnam’s stock prices” menyatakan bahwa harga

saham, harga minyak dan nilai tukar nominal saling mempengaruhi dalam hubungan jangka panjang. Mereka memperkirakan elastisitas jangka panjang dan menemukan bahwa harga minyak dan nilai tukar mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap harga saham di Vietnam, dan untuk jangka pendek harga minyak dan nilai tukar tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham.

Rahman dan Mustafa (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Influences

of Money Supplay and Oil Price on U.S. Stock Market” menunjukkan bahwa money supplay, harga minyak dan harga saham menunjukkan hubungan yang

saling mempengaruhi. Dengan menggunakan model vektor error-correction mereka tidak menemukan beberapa titik temu akibat dari arus jangka panjang

money supplay dan harga minyak terhadap harga saham di Amerika, melainkan supplay money dan harga minyak mempengaruhi harga saham dalam jangka

pendek.

Setyawan (2007) dalam penelitiannya yang berjudul ”Pengaruh Net Buying

(Selling) Investor Asing dan Perubahan Kurs Terhadap Pergerakan Indeks Pasar”

menunjukkan bahwa net buying (selling) dan perubahan kurs terbukti sebagai driver penggerak IHSG selama tahun 2006. Jadi, apabila net buying (selling)


(30)

bernilai positif maka IHSG akan naik; dan hal ini berlaku bila nilai perubahan kurs negatif maka kondisi IHSG akan apresiasi.

Agung (2005) dalam penelitiannya yang berjudul ”Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Kepemilikan Saham Oleh Investor Asing dan SBI Terhadap Pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia”. Hasil penelitian menyatakan bahwa variabel nilai tukar dan SBI kurang signifikan mempengaruhi pergerakan IHSG, sedangkan presentase kepemilikan saham oleh investor asing justru mempunyai peran yang sangat besar dalam mempengaruhi pergerakan IHSG.

Utami dan Rahayu (2003) dalam penelitiannya yang berjudul “Peranan Profitabilitas, Suku Bunga, Inflasi dan Nilai Tukar Dalam Mempengaruhi Pasar Modal Indonesia Selama Krisis Ekonomi” menyatakan bahwa perubahan profitabilitas, suku bunga, inflasi, dan nilai tukar mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap perubahan harga saham badan usaha selama periode krisis ekonomi. Secara parsial hanya suku bunga dan nilai tukar mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap harga saham selama periode krisis ekonomi tersebut.

B. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Indeks harga saham adalah ukuran yang didasarkan pada perhitungan statistik untuk mengetahui perubahan-perubahan harga saham setiap saat terhadap tahun dasar. Indeks harga saham individual sering sekali dipakai sebagai ukuran investor untuk menentukan perkembangan suatu perusahaan yang terrefleksi dari indeks harga sahamnya. Sedangkan indeks harga saham gabungan sering sekali dipakai sebagai indikator untuk mengukur situasi umum perdagangan efek.(Lubis, 2006:157)


(31)

Indeks harga saham merupakan indikator utama yang menggambarkan pergerakan harga saham.di pasar modal sebuah indeks diharapkan memiliki 5 fungsi yaitu:

1. Sebagai indikator trend pasar.

2. Sebagai indikator tingkat keuntungan. 3. Sebagai tolak ukur kinerja suatu portofolio.

4. Menfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif. 5. Menfasilitasi berkembangnya produk derivatif.

Indeks harga saham merupakan ringkasan dari dampak simultan dan kompleks atas berbagai macam faktor yang berpengaruh terutama fenomena-fenomena ekonomi. Bahkandewasa ini indeks harga saham dijadikan barometer kesehatan ekonomi suatu negara dan sebagai landasan analisis statistik atas kondisi pasar terakhir.

Ada beberapa jenis pendekatan atau metode perhitungan yang digunakan untuk menghitung indeks yaitu:

1. Menghitung rata-rata (arithmetic mean) harga saham yang masuk dalam anggota indeks.

2. Menghitung (geometric mean) dari indeks individual saham yang masuk dalam anggota indeks.

3. Menghitung rata-rata tertimbang harga pasar.

Umumnya semua indeks harga saham gabungan (composite) menggunakan metode rata-rata tertimbang termasuk di BEI.

Adapun jenis indeks dapat dikelompokkan menjadi 3 (Lubis, 2006:158), yaitu: 1. Indeks Individual (Individual Index)


(32)

2. Indeks Harga Saham Sektoral (Sectoral Index) 3. Indeks LQ 45 (LQ45 Index)

4. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau (composite share price index) 5. Indeks Syariah atau JII (Jakarta Islamic Index)

Umumnya semua indeks harga saham gabungan (composite) menggunakan metode rata-rata tertimbang termasuk di Bursa Efek Indonesia. Indeks harga saham gabungan dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

IHSG = ���0 x 100

Keterangan :

IHSG : Indeks Harga Saham Gabungan Ht : Harga pada waktu yang berlaku

H0 : Harga pada waktu dasar Nilai Pasar

Nilai Pasar adalah kumulatif jumlah saham hari ini dikali harga pasar hari ini atau disebut sebagai kapitalisasi pasar.

Nilai Dasar

Nilai Dasar adalah nilai yang dihitung berdasarkan harga perdana dari masing-masing saham atau berdasarkan harga yang telah dikoreksi jika perusahaan telah melakukan kegiatan yang menyebabkan jumlah saham yang


(33)

tercatat di bursa berubah. Penyesuaian dilakukan agar indeks benar-benar mencerminkan harga saham.

C. Harga Minyak Dunia

Manusia tidak lepas dari energi. Semua aktifitas yang dilakukan baik kecil maupun besar pasti membutuhkan energi. Kebutuhan energi suatu negara erat kaitannya dengan jumlah penduduk dan tingkat perkembangan terutama perkembangan industri. Kebutuhan energi dunia saat ini masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil terutama minyak bumi. Hampir 2/3 minyak bumi dunia dikonsumsi oleh negara maju yang notabenenya hanya mampu menghasilkan 1/3 dari total minyak bumi dunia. Sebaliknya negara berkembang yang mampu menghasilkan 2/3 dari total minyak dunia hanya dapat menikmati 1/3 minyak dunia. Hal ini menyebabkan harga minyak dunia menjadi sangat penting dalam perdagangan, mengingat persebaran cadangan minyak yang tidak merata di dunia.

Cadangan minyak dunia hanya dimiliki oleh beberapa negara seperti Saudi Arabia, Irak, Iran dan beberapa negara lain. Diantara persediaan tersebut lebih dari 25% dimiliki oleh Saudi Arabia. Banyak negara yang masih bergantung pada negara lain dalam pemenuhan suplai minyak tersebut. Oleh karena itu, sangat mungkin bagi negara penghasil minyak dunia untuk mendominasi harga minyak di pasar. Sehingga dibutuhkan suatu mekanisme untuk menentukan harga minyak di pasar dunia agar kebijakan yang diambil menguntungkan semua pihak.

Ada beberapa faktor – faktor yang menyebabkan pergerakan harga minyak mentah dunia (Sriwardani, 2009), sebagai berikut:


(34)

a. Kekhawatiran akan berkurangnya suplai di pasaran akibat turunnya kapasitas produksi. Minyak merupakan sumber energi yang tak terbaharui, karenanya jumlah cadangan minyak dunia akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya penggunaan minyak tersebut. b. Penutupan/ perbaikan kilang minyak (refineries).

c. Faktor cuaca (badai). Bencana yang dialami negara produsen minyak sangat mempengaruhi stok di pasar. Bencana alam dapat menyebabkan kerusakan pada instalasi produksi minyak.

d. Faktor geopolik terutama yang terjadi di wilayah produsen.

e. Faktor melonjaknya permintaan dari negara emerging market terutama China dan India, serta meningkatnya aksi spekulatif di pasar komoditi.

D. Nilai Tukar Mata Uang

Nilai tukar (exchange rate) adalah harga relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Terdapat dua cara untuk menyatakan kurs, yaitu:

a. Model Eropa yang sering disebut dengan Inderect Quote. Model ini merupakan cara yang paling umum dipakai dalam perdagangan valuta asing atau antar bank diseluruh dunia. Penetapan kursnya dilakukan berdasarka beberapa unit mata uang asing dalam negeri.

b. Model Amerika yang sering disebut Direct Quote. Model ini disebut sebagai harga satu unit mata uang asing dalam mata uang domestik.

1. Sistem Nilai Tukar

Sistem pokok nilai tukar valuta asing dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) dan sistem nilai tukar mengambang


(35)

(flexible exchange rate). Pembedaan ini berdasarkan pada besar cadangan devisa dan intervensi bank sentral yang diperlukan untuk mempertahankan kurs pada sistem tersebut.(Abimanyu, 2004:8-10)

Berdasarkan besarnya intervensi bank sentral dan cadangan devisa yang diperlukan untuk mempertahankan berbagai sistem tersebut, terdapat enam sistem nilai tukar yang dipakai oleh banyak negara di dunia, yaitu :

a. Sistem fixed

Pada sistem fixed , otoritas moneter selalu mengintervensi pasar untuk mempertahankan nilai tukar nata uang sendiri terhadap satu mata uang asing tertentu.

b. Sistem Adjustable peg

Pada sistem adjustable peg, otoritas moneter terikat untuk mempertahankan nilai tukar valuta asing. Namun, otoritas moneter berhak mengubah kurs apabila terjadi perubahan kebijakan.

c. Sistem Crawling peg

Dalam sistem crawling peg, otoritas moneter mengaitkan mata uang dalam negeri terhadap satu atau beberapa mata uang asing. Nilai tukar valuta asing dalam sistem ini diubah secara periodik dan berangsur – angsur dalam persentase yang kecil.

d. Sistem Managed float

Pada sistem managed float, otoritas moneter tidak terikat untuk mempertahankan nilai tuakr valuta asing tertentu. Namun, otoritas moneter secara kontinyu mengintervensi pasar berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, seperti cadangan devisa yang menipis.


(36)

e. Sistem Winder band

Pada sistem winder band, otoritas moneter membiarkan nilai tukar valuta asing mengambang atau berfluktuasi diantara dua titik tertinggi dan terendah.

f. Sistem free floating

Sistem free floating berada pada kutub yang bertentangan dengan sistem

fixed. Dalam sistem ini, otoritas moneter secara teoritis tidak perlu

mengintervensi cadangan devisa.

2. Teori Nilai Tukar

Berikut adalah beberapa teori yang berkaitan dengan nilai tukar valuta asing (Berlianta, 2004:18-21).

a) Balance of Payment Approach

Pendekatan ini didasarkan pada pendapat bahwa nilai tukar valuta ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan terhadap valuta tersebut. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur kekuatan penawaran dan permintaan tersebut adalah Balance of Payment.

Apabila Balance of Payment suatu negara mengalami defisit dapat diartikan bahwa penghasilan (arus uang masuk) lebih kecil daripada pengeluaran (arus uang keluar), maka permintaan akan valuta asing akan bertambah guna membayar defisit tersebut, nilai tukarnya akan cenderung mengalami penurunan dan sebaliknya.

b) Teori Purchasing Power Parity

Teori ini agak berbeda dengan pendekatan sebelumnya. Teori ini berusaha untuk menghubungkan nilai tukar dengan daya beli valuta tersebut


(37)

terhadap barang dan jasa. Pendekatan ini menggunakan apa yang disebut Law of

One Price sebagai dasar. Dalam Law of One Price disebutkan bahwa dengan

asumsi tertentu, dua barang yang identik (sama dalam segala hal) harusnya mempunyai harga yang sama.

c) Fisher Effect

Teori ini diperkenalkan oleh Irving Fisher. Fisher Effect menyatakan bahwa tingkat suku bunga nominal di satu negara akan sama dengan tingkat suku bunga riil ditambah tingkat inflasi di negara itu. Pernyataan tersebut dapat digambarkan dengan persamaan sebagai berikut:

Suku Bunga Nominal = Suku Bunga Riil + Tingkat Inflasi

Dengan kata lain, tingkat suku bunga nominal di dua negara dapat berbeda karena tingkat inflasi mereka berbeda.

d) Internasional Fisher Effect

Pendapat ini didasari oleh Fisher Effect, bahwa pergerakan nilai mata uang suatu negara di banding negara lain (pergerakan kurs) disebabkan oleh perbedaan suku bunga nominal yang ada di kedua negara tersebut. Implikasi dari

International Fisher Effect adalah bahwa orang tidak bisa menikmati keuntungan

yang lebih tinggi hanya dengan menanamkan dana mereka ke negara yang mempunyai suku bunga nominal tinggi karena nilai mata uang negara yang suku bunganya tinggi tersebut akan terdepresiasi (turun nilainya) sebesar selisih bunga nominal dengan negara yang mempunyai suku bunga nominal lebih rendah.


(38)

E. Tingkat Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga-harga produk secara keseluruhan. Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga-harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money) (Tandelilin, 2001:212).

1. Teori Inflasi

Teori Kuantitas menjelaskan bahwa sumber utama terjadinya inflasi adalah karena adanya kelebihan permintaan sehingga uang yang beredar di masyarakat bertambah banyak (Khalwaty, 2000:15-31). Teori kuantitas membedakan sumber inflasi menjadi:

a) Demand pull inflation, terjadi karena adanya permintaan agregatif di mana

kondisi produksi telah berada pada kesempatan kerja penuh (full employment) sehingga kenaikan permintaan tidak lagi mendorong kenaikan output (produksi) tetapi hanya mendorong kenaikan harga-harga.

b) Cost push inflation. Pada kondisi ini tingkat penawaran lebih rendah jika

dibandingkan dengan tingkat permintaan. Ini karena adanya kenaikan harga faktor produksi sehingga produsen terpaksa mengurangi produksinya sampai jumlah tertentu. Penawaran total (aggregate supply) yang terus menurun karena semakin mahalnya biaya produksi akan meyebabkan kenaikan harga-harga. Kenaikan biaya produksi yang menimbulkan cost push inflation


(39)

didorong oleh beberapa faktor, yakni adanya tuntutan kenaikan upah tenaga kerja, industri yang monopolis, kenaikan bahan baku industri, kebijakan pemerintah.

c) Structural approach. Dengan pendekatan struktur ekonomi, terjadinya inflasi

dipandang karena tidak seimbangnya struktur ekonomi. Untuk itu, inflasi akan dapat ditanggulangi dengan melakukan pembenahan pada semua struktur ekonomi.

d) Monetary approach. Dengan pendekatan moneter, inflasi dinilai sebagai suatu

fenomena moneter, yaitu keadaan yang disebabkan terlalu banyaknya uang yang beredar dibandingkan dengan kesediaan masyarakat untuk memiliki atau menyimpan uang tersebut yang akhirnya akan menaikkan permintaan (excess

demand for goods).

e) Accounting approach to inflation, diketahui bahwa terjadinya inflasi

bersumber pada perkembangan harga-harga pada kelompok barang dan jasa yang digunakan untuk menyusun Indeks Harga Konsumen (IHK).

2. Jenis-jenis Inflasi

Sehubungan dengan kompleksnya faktor yang menjadi sumber terjadinya inflasi atau banyaknya variabel yang berpengaruh terhadap inflasi, maka dapat pula dilakukan pengelompokan terhadap jenis-jenis inflasi berdasarkan sudut pandang (Khalwaty, 2000:31-35), sebagai berikut:

a. Ditinjau dari asal terjadinya, inflasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Domestic inflation adalah inflasi yang berasal dari dalam negeri.

2) Imported inflation adalah inflasi yang terjadi di dalam negeri karena


(40)

b. Ditinjau dari intensitasnya, inflasi dapat dibedakan menjadi:

1) Creeping inflation adalah inflasi yang terjadi dengan laju pertumbuhan

berlangsung lambat, karena kenaikan harga-harga berlangsung secara perlahan-lahan.

2) Hyper inflation atau galloping inflation adalah inflasi yang sangat berat

yang timbul akibat adanya kenaikan harga-harga yang umum yang berlangsung sangat cepat.

c. Dan jika ditinjau dari sudut bobotnya, dapat dibedakan menjadi empat, yaitu: 1) Inflasi ringan adalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang berlangsung

perlahan dan berada pada posisi satu digit atau di bawah 10% per tahun. 2) Inflasi sedang adalah inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan berada di

antara 10-30% per tahun atau melebihi dua digit.

3) Inflasi berat merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada di antara 30-100% per tahun.

4) Inflasi sangat berat adalah inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui 100% per tahun.

3. Pengukuran Tingkat Inflasi

Untuk mengukur laju pertumbuhan tingkat inflasi, ada beberapa cara yang dapat digunakan (Khalwaty, 2000:35-47), yaitu dengan menggunakan angka harga umum, angka deflator PNB, indeks harga konsumen, aras harga harapan, indeks harga dalam dan luar negeri, angka deflator GNP dan indeks harga.


(41)

Sebagaimana tercantum dalam UU No. 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral, salah satu tugas Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter adalah membantu pemerintah dalam mengatur, menjaga, dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Dalam melaksanakan tugasnya, BI menggunakan beberapa piranti moneter yang terdiri dari giro wajib minimum (reserve requirement), fasilitas diskonto, himbauan moral dan operasi pasar terbuka. Dalam operasi pasar terbuka Bank Indonesia dapat melaksanakan transaksi jual beli surat berharga termasuk SBI. Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga atas unjuk dalam Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto.

1. Tujuan Penerbitan SBI

Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia berkewajiban memelihara kestabilan nilai Rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (uang kartal + uang giral di Bank Indonesia) yang berkelebihan dapat mengurangi kestabilan nilai Rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh Bank Indonesia untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut.

Besar kecilnya suku bunga SBI sangat tergantung dari kondisi makro yang berkembang di Indonesia. Peningkatan suku bunga diduga mempunyai korelasi dengan naiknya volume penjualan saham. Tingkat suku bunga yang ideal jika besarnya berada di bawah kisaran angka 10. Hal ini berarti tingkat keuntungan yang diharapkan dari adanya investasi akan menurun dengan cepat jika tingkat bunga meningkat, sehingga bagi para pelaku ekonomi semakin rendah tingkat suku bunga adalah semakin baik (Riyatno, 2007).


(42)

Surat keputusan Direksi BI No. 31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli 1998 tentang penerbitan dan perdagangan Sertifikat Bank Indonesia serta intervensi Rupiah.


(43)

BAB III

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah Pasar Modal Di Indonesia

Bursa efek (pasar modal) yang terbesar di Indonesia adalah Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang juga dikenal dengan nama asingnya sebagai Jakarta Stock Exchange (JSX) dan Bursa Efek Surabaya (BES) atau Surabaya Stock Exchange (SSX) yang kini telah bergabung dan diresmikan menjadi Bursa Efek Indonesia. Sekuritas yang diperdagangkan di BEI adalah saham preferen (preferred stock), saham biasa (common stock), hak (rights), dan obligasi konvertibel (convertible

bonds).

Era pasar modal di Indonesia dapat di bagi menjadi enam periode. Periode pertama adalah periode jaman Belanda mulai tahun 1912 yang merupakan tahun yang didirikannya pasar modal yang pertama. Periode kedua adalah periode orde lama yang dimulai pada tahun 1952. Periode ketiga adalah periode orde baru dengan diaktifkannya kembali pasar modal pada tahun 1977. Periode keempat dimulai tahun 1988 adalah periode bangunnya pasar modal dari tidur yang panjang. Peride kelima adalah periode otomatisasi pasar modal mulai tahun 1995 dan periode keenam adalah periode krisis moneter mulai bulan Agustus 1997. 1. Periode Pertama (1912-1942): Periode Jaman Belanda

Pada tangggal 14 Desembeer 1912, suatu asosiasi 13 broker dibentuk di Jakarta. Asosiasi ini diberi nama Belandanya sebagai “Vereniging voor Effectenhandel” yang merupkan cikal bakal pasar modal pertama di Indonesia. Setelah perang dunia 1, pasar modal di Surabaya menadapat giliran dibuka pada tanggal 1 Januari 1925 dan disusul di Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925.


(44)

Karena masih jaman penjajahan Belanda dan pasar-pasar modal ini juga didirikan oleh Belanda, mayoritas saham-saham yang diperdagangkan di sana juga merupakan saham-saham perusahaan Belanda dan afiliasinya yang tergabung dalam Dutch East Idies Trading Agencies. Pasar-pasar modal ini beroperasi sampai kedatangan Jepang di Indonesia di tahun 1942.

2. Periode kedua (1952-1960): Periode Orde Lama

Jepang meninggalkan Indonesia pada tanggal 1 September 1951 dikeluarkan Undang-Undang No.12 yang kemudian dijadikan Undang-Undang No. 15/1952 tentang pasar modal. Juga melalui keputusan Menteri Keuangan No. 289737/U.U. tanggal 1 Nopember 1951, Bursa Efek Jakarta (BEJ) akhirnya dibuka kembali pada tanggal 3 Juni 1952.

Tujuan dibukanya kembali bursa ini untuk menampung obligasi pemerintah yang sudah dikeluarkan pada tahun-tahun sebelumnya. Tujuan yang lainnya adalah untuk mencegah saham-saham perusahaan Belanda yang dulunya diperdagangkan di pasar modal di Jakarta lari ke luar negeri.

Adanya sengketa antara Pemerintah RI dengan Belanda mengenai Irian Barat, semua bisnis Belanda dinasionalisasi No. 86 tahun 1958. Sengketa ini mengakibatkan larinya modal Belanda dari tanah Indonesia. Akibatnya mulai tahun 1960, sekuritas-sekuritas perusahaan Belanda sudah tidak diperdagangkan lagi di bursa efek Jakarta. Sejak itu aktivitas di Bura Efek Jakarta semakin menurun.


(45)

Bursa Efek Jakarta dikatakan lahir kembali pada tahun 1977 dalam periode orde baru sebagai hasil dari Keputusan Presiden No. 52 tahun 1976. Keputusan ini menetapkan pendirian Pasar Modal, pembentukan Badan Pembina Pasar Modal (BAPEPAM) dan PT Danareksa. Presiden Suharto meresmikan kembali Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 10 Agustus 1977. Periode ini disebut juga dengan periode tidur yang panjang, karena sampai dengan tahun 1988 hanya sedikit sekali perusahaan yang tercatat di BEJ, yaitu hanya 24 perusahaan saja. Kurang menariknya pasar modal pada periode ini dari segi investor, disebabkan oleh tidak dikenakannya pajak atas bunga deposito, sedang penerimaan dividen dikenakan pajak penghasilan sebesar 15 %.

4. Periode Keempat (1988-1995): Periode Bangun dari Tidur yang Panjang Selama tiga tahun setelah tahun 1988, saja yaitu sampai tahun 1990, jumlah perusahaan yang terdaftar di BEJ meningkat sampai dengan 127. Sampai dengan tahun 1996 jumlah perusahaan yang terdaftar menjadi 238. Pada periode ini, Initial Public Offering (IPO) menjadi peristiwa nasional.

Peningkatan dipasar modal disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: a) Permintaan dari investor asing

Investor asing melihat bahwa pasar modal di Indonesia telah maju dengan pesat dengan periode ini dan mempunyai prospek yang baik. Investor asing tertarik dengan pasar Indonesia karena dianggap sebagai pasar yang menguntungkan untuk diversifikasi secara Internasional. Sampai dengan awal tahun 1995, jumlah kepemilikan oleh investor asing mencapai sebanyak 7,06 milyard lembar atau sekitar 29,61% dari semua sekuritas yang terdaftar.


(46)

Pakto 88 merupakan reformasi tanggal 27 Oktober 1988 yang dikeluarkan untuk merangsang ekspor non migas, meningkatkan efisiensi dari bank komersial, membuat kebijaksanaan moneter lebih efektif, meningkatkan simpanan domestik dan meningkatkan pasar modal. Salah satu hasil dari reformasi pakto 88 adalah mengurangi reserve requirement dari bank-bank deposito. Akibat dari reformasi ini adalah pelepasan dana sebesar Rp 4 triliun dari Bank Indonesia ke sektor keuangan. Akibat lebih lanjut adalah masyarakat mempunyai cukup dana untuk bermain di pasar saham.

c) Perubahan generasi.

Perubahan kultur bisnis terjadi diperiode ini, yaitu dari kultur bisnis keluarga tertutup ke kultur bisnis professional yang terbuka yang memungkinkan profesional dari luar keluarga untuk duduk kursi kepemimpinan perusahaan. Perubahan radikal menuju ke perusahaan professional terbuka ini juga merupakan faktor perkembangan pasar modal, yaitu dengan mulai banyaknya perusahaan keluarga yang go public.

Periode ini juga dicatat sebagai periode kebangkitan dari Bursa Efek Surabaya (BES). Bursa Efek Surabaya atau dengan nama asingnya Surabaya Stock Exchange (SSX) dilahirkan kembali pada tanggal 16 Juni 1989. Sampai kuartal yang ketiga tahun 1990, jumlah sekuritas yang tercatat di BES meningkat menjadi 116 saham. Jumlah ini meningkat sampai akhir tahun 1996 tercatat 208 emiten saham dengan nilai kapitalisasi sebesar Rp 191,57 triliun. Semua sekuritas yang tercatat di Bursa Efek Jakarta (BEJ) juaga secara otomatis diperdagangkan di BES.


(47)

Peningkatan kegiatan transaksi yang dirasakan sudah melebihi kapasitas manual, maka BEJ memutuskan untuk mengotomatisasikan kegiatan transaksi di bursa. Jika sebelumnya dilantai bursa terlihat dua deret antrian (sebuah untuk antrian beli dan yang lainnya untuk antrian lainnya) yang cukup panjang untuk masing-masing sekuritas dan semua kegiatan transaksi di catat di papan tulis, maka setelah otomatisasi sekarang yang terlihat dilantai bursa adalah jaringan-jaringan computer-komputer yang digunakan oleh broker.

6. Periode Keenam (Mulai Agustus 1997): Krisis Moneter.

Pada bulan Agustus 1997, krisis moneter melanda Negara-negara Asia, termasuk Indonesia, Malaysia, Thailand, Korea Selatan dan Singapura. Krisis moneter yang terjadi ini dimuali dari penurunan nilai-nilai mata uang relatif terhadap Dollar Amerika. Penurunan mata uang ini disebabkan karena spekulasi dari pedagang-pedagang valas, kurang percayanya masyarakat terhadap mata uang negaranya sendiri dan kurang kuatnya pondasi perekonomian.

Permintaan Dollar Amerika yang berlebihan mengakibatkan meningkatnya dan menurunnya nilai Rupiah, Bank Indonesia menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk mengurangi permintaan terhadap Dollar. Tingginya suku bunga deposito berakibat negatif terhadap pasar modal. Investor tidak lagi tertarik untuk menanamkan dananya di pasar modal karena total return yang di terima lebih kecil dibanding dengan pandapatan dari bunga deposito. Akibat lebih lanjut, harga-harga saham di pasar modal mengalami penurunan yang drastis. Indeks Harga Saham Gabungan sejak bulan Agustus sampai akhir tahun 1997 selalu menurun. Periode ini juga dapat diartikan sebagai periode ujian terberat yang dialami oleh pasar modal Indonesia.


(48)

B. Prosedur Pendaftaran Sekuritas di BEI.

Sebuah perusahaan yang akan going publik dapat mengikuti prosedur yang terdiri dari tiga tahapan utama. Yang pertama adalah persiapan diri. Yang kedua adalah memperoleh ijin registrasi dari BAPEPAM. Yang ketiga adalah melakukan penawaran perdana ke publik (initial public offering) dan memasuki pasar sekunder dengan mencatatkan efeknya di bursa.

C. Prosedur Transaksi di BEI

Transaksi perdagangan di BEI menggunakan order-driven market system dan system lelang kontinyu (continous auction system). Dengan order-driven

market system berarti bahwa pembeli dan penjual sekuritas yang ingin melakukan

transaksi harus melalui broker. Investor tidak dapat langsung melakukan transaksi di lantai bursa. Hanya broker yang dapat melakukan transaksi jual dan beli berdasarkan order dari investor. Disamping itu, broker juga dapat melakukan transaksi untuk membentuk portofolionya sendiri. Masing-masing perusahaan broker mempunyai staff yagn ditugaskan di bursa. Staf ini disebut dengan

Securities Dealer-Broker Representative.

Sistem lelang kontinyu maksudnya harga transaksi ditentukan oleh penawaran dan permintaan dari investor. Untuk system manual, harga penjualan terendah dan harga penawaran tertinggi dari investor diumumkan oleh broker di bursa, seperti dipasar lelang. Harga transaksi ditentukan jika ada pertemuan antara harga penawaran dan permintaan. Kemudian order ini akan diproses oleh


(49)

computer. Sistem lelang ini akan terus dilakukan secara kontinyu selama jam kerja bursa sampai ditemukan harga kesepakatan.

Umumnya transaksi yang terjadi di bursa bukan merupakan transaksi tunai. Pembayaran dan penyerahan sertifikat diatur pada hari kelima atau hari ke T+4 setelah transaksi terjadi. PT. Kliring Pinjaman Efek Indonesia (KPEI) ditujukan untuk mengumpulkan pembayaran dan melakukan penyerahan sertifikat.


(50)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif adalah suatu metode analisis dimana data-data yang dikumpulkan, diklasifikasikan, dianalisis, dan diinterpretasikan secara objektif sehingga memberikan informasi dan gambaran mengenai topik yang dibahas. Hasil estimasi variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Deskripsi Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2009.

Tabel 4.1

Perubahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Periode 2006 – 2009

Bulan Tahun

2006 2007 2008 2009

Januari 0,060 -0,027 -0,043 -0,017

Februari -0,001 -0,009 0,036 -0,035

Maret 0,075 0,052 -0,101 0,116

April 0,107 0,092 -0,058 0,201

Mei -0,092 0,043 0,061 0,113

Juni -0,015 0,026 -0,039 0,057

Juli 0,032 0,098 -0,019 0,146

Agustus 0,059 -0,066 -0,060 0,008

September 0,072 0,075 -0,154 0,054

Oktober 0,031 0,120 -0,314 -0,040

November 0,086 0,017 -0,012 0,020

Desember 0,050 0,021 0,092 0,049

Sumber

Tabel 4.1 menunjukkan perubahan IHSG di Bursa Efek Indonesia setelah disesuaikan dengan tingkat inflasi selama periode tahun 2006-2009. Pada pengamatan data bulanan yang dilakukan terhadap IHSG selama tahun 2006-2009, ditemukan adanya perubahan indeks yang bernilai positif (+) maupun negatif (-). Apabila perubahan indeks positif, menunjukkan bahwa IHSG


(51)

mengalami kenaikan. Apabila perubahan indeks bernilai negatif, menunjukkan bahwa IHSG mengalami penurunan. IHSG mencatat kenaikan terbesar selama periode 2006-2009 sebesar 0,201 atau 20,1% yang terjadi pada bulan April tahun 2009. Sedangkan penurunan IHSG terbesar terjadi pada Oktober 2008 sebesar 0,314 atau 31,4%.

Perubahan indeks terbesar pada tahun 2006 yang bernilai positif terjadi pada bulan Aprilsebesar0,107 atau 10,7%. Sedangkan perubahan indeks terbesar yang bernilai negatif terjadi pada bulan Mei sebesar -0,092 atau sebesar -9,2%. Pada tahun 2007, perubahan indeks terbesar yang bernilai positif terjadi pada bulan Desember sebesar0,092 atau 9,2%. Sedangkan perubahan indeks terbesar yang bernilai negatif terjadi pada bulan Agustussebesar -0,066 atau sebesar -6,6%.

IHSG cenderung mengalami penurunan pada tahun 2008. Hal ini terlihat selama tahun 2008 perubahan indeks banyak bernilai negatif, adapun kenaikan IHSG terbesar terjadi pada bulan Desember sebesar 0,092 atau 9,2%. sedangkan penurunan IHSG paling besar terjadi pada bulan Oktober sebesar -0,314 atau sebesar -31,4%.

IHSG cenderung mengalami kenaikan pada tahun 2009. Hal ini terlihat selama tahun 2009 IHSG mengalami perubahan indeks terbesar yang bernilai postif selama tahun 2006-2009 yang terjadi pada bulan April sebesar 0,201 atau sebesar 20,1% sedangkan perubahan indeks yang bernilai negatif terjadi pada bulan Oktober sebesar -0,040 atau sebesar 4%.

2. Deskripsi Perubahan Harga Minyak Dunia periode tahun 2006-2009.

Tabel 4.2


(52)

Periode 2006-2009

Bulan Tahun

2006 2007 2008 2009

Januari 0,111 -0,123 0,015 0,076

Februari -0,032 0,074 0,026 -0,003

Maret 0,022 0,074 0,092 0,106

April 0,122 0,085 0,062 0,097

Mei 0,003 0,015 0,135 0,135

Juni -0,008 0,037 0,075 0,200

Juli 0,066 0,075 0,020 -0,055

Agustus -0,001 -0,044 -0,142 0,105

September -0,138 0,080 -0,138 -0,059

Oktober -0,074 0,069 -0,296 0,083

November 0,008 0,077 -0,271 0,050

Desember 0,046 0,019 -0,224 -0,030

Sumber : www.opec.org (03/03/2010, diolah)

Tabel 4.2 menunjukkan perubahan harga minyak dunia setelah disesuaikan dengan tingkat inflasi selama periode tahun 2006-2009. Pada pengamatan data bulanan yang dilakukan terhadap harga minyak dunia selama tahun 2006-2009, ditemukan adanya perubahan harga yang bernilai positif (+) maupun negatif (-). Apabila perubahan harga positif, menunjukkan bahwa harga minyak dunia mengalami kenaikan. Apabila perubahan harga bernilai negatif, menunjukkan bahwa harga minyak dunia mengalami penurunan.

Harga minyak dunia mencatat kenaikan terbesar selama periode 2006-2009 sebesar 0,200 atau 20% yang terjadi pada bulan Juni tahun 2009. Sedangkan penurunan harga minyak dunia terbesar terjadi pada Oktober 2008 sebesar -0,296 atau -29,6%.

Perubahan harga terbesar pada tahun 2006 yang bernilai positif terjadi pada bulan Aprilsebesar0,122 atau 12,2%. Sedangkan perubahan harga minyak dunia terbesar yang bernilai negatif terjadi pada bulan September sebesar -0,138 atau sebesar -13,8%. Pada tahun 2007 cenderung mengalami kenaikan, perubahan


(53)

0,085 atau 8,5%. Sedangkan perubahan harga minyak dunia terbesar yang bernilai negatif terjadi pada bulan Januarisebesar -0,123 atau sebesar -12,3%.

Kenaikan harga minyak dunia terbesar pada tahun 2008 yang bernilai positif terjadi pada bulan Mei sebesar 0,135 atau 13,5%. Sedangkan penurunan harga minyak dunia terjadi pada bulan Oktober sebesar -0,296 atau 29,6%. Pada tahun 2009 perubahan harga terbesar yang bernilai positif terjadi pada bulan Juni sebesar 0,200 atau sebesar 20%. Sedangkan penurunan harga minyak dunia terbesar terjadi pada bulan September sebesar -0,059 atau sebesar 5,9%.

3. Deskripsi Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar periode tahun 2006-2009.

Tabel 4.3

Perubahan Nilai Tukar Periode 2006 – 2009

Bulan Tahun

2006 2007 2008 2009

Januari 0,012 -0,002 0,007 -0,017

Februari -0,022 0,000 -0,023 0,067

Maret -0,008 0,010 0,000 0,000

April -0,024 -0,007 0,002 -0,067

Mei 0,005 -0,026 0,008 -0,055

Juni 0,040 0,015 0,001 -0,017

Juli -0,024 0,009 -0,014 -0,009

Agustus -0,003 0,031 -0,001 -0,013

September 0,005 -0,006 0,020 -0,007

Oktober 0,005 -0,021 0,072 -0,040

November -0,005 0,016 0,158 -0,001

Desember -0,005 0,007 -0,036 -0,001

Sumber :

Tabel 4.3 menggambarkan perubahan Nilai Tukar yang telah disesuaikan dengan tingkat inflasi selama periode tahun 2006-2009. Pada pengamatan data bulanan yang dilakukan terhadap Nilai Tukar selama tahun 2006-2009, terlihat pada Tabel 4.3 bahwa nilai tukar berfluktuasi setiap bulannya. Nilai tukar tersebut diukur dengan perbandingan nilai tukar harian Rupiah terhadap US Dollar yang dikalkulasikan menjadi rata-rata bulanan. Perubahan nilai tukar


(54)

Rupiah terhadap US Dollar tersebut juga dapat bernilai positif atau negatif. Apabila perubahan nilai tukar bernilai positif, maka Rupiah mengalami depresiasi atau melemah terhadap US Dollar. Sedangkan jika perubahan nilai tukar bernilai negatif, maka Rupiah mengalami apresiasi atau menguat nilainya terhadap US Dollar.

Apresiasi terbesar nilai tukar sepanjang tahun 2006-2009, terjadi pada bulan April 2009 dimana perubahan nilai tukar sebesar -0,067 atau -6,7%. Dan depresiasi terbesar dari nilai tukar terjadi pada bulan November 2008 dimana perubahan nilai tukar sebesar 0,158 atau 15,8%

Apresiasi nilai tukar tertinggi pada tahun 2006 terjadi pada bulan April dan Juli yaitu sebesar 0,024 atau 2,4%. Sedangkan depresiasi nilai tukar tertinggi terjadi pada bulan Juni yaitu sebesar 0,04 atau 4%. Pada tahun 2007, apresiasi nilai tukar tertinggi terjadi pada bulan Mei yaitu sebesar 0,026 atau 2,6%. Sedangkan depresiasi nilai tukar tertinggi terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 0,031 atau 3,1%.

Nilai tukar cenderung mengalami depresiasi pada tahun 2008. Hal itu terlihat pada Tabel 4.3 banyaknya perubahan nilai tukar yang bernilai positif. Adapun apresiasi nilai tukar tertinggi terjadi pada bulan Desember yaitu sebesar 0,036 atau 3,6%. Sedangkan depresiasi nilai tukar tertinggi terjadi pada bulan November yaitu sebesar 0,158 atau 15,8%.

Nilai tukar cenderung mengalami apresiasi pada tahun 2009. Hal itu terlihat pada Tabel 4.3 banyaknya perubahan nilai tukar yang bernilai negatif. Adapun apresiasi nilai tukar tertinggi terjadi pada bulan April yaitu sebesar 0,067 atau


(55)

6,7%. Sedangkan depresiasi nilai tukar tertinggi terjadi pada bulan Februai yaitu sebesar 0,067 atau 6,7%.

4. Deskripsi Laju Inflasi periode tahun 2006-2009.

Tabel 4.4 Laju Inflasi Periode 2006-2009

Bulan Tahun

2006 2007 2008 2009

Januari -0,005 -0,052 0,117 -0,171

Februari 0,052 0,006 0,005 -0,062

Maret -0,122 0,035 0,104 -0,079

April -0,022 -0,035 0,097 -0,077

Mei 0,013 -0,045 0,158 -0,174

Juni -0,004 -0,040 0,063 -0,396

Juli -0,024 0,050 0,079 -0,258

Agustus -0,017 0,074 -0,004 0,015

September -0,023 0,068 0,024 0,029

Oktober -0,568 -0,010 -0,030 -0,092

November -0,162 -0,025 -0,008 -0,062

Desember 0,252 -0,018 -0,053 0,154

Sumber :

Tabel 4.4 menunjukkan Laju Inflasi selama periode tahun 2006-2009. Pada pengamatan data bulanan yang dilakukan terhadap tingkat inflasi selama tahun 2006-2009, ditemukan adanya Laju Inflasi yang bernilai positif (+) maupun negatif (-). Apabila Laju Inflasi bernilai positif, menunjukkan bahwa tingkat inflasi mengalami kenaikan, sedangkan apabila Laju Inflasi bernilai negatif, menunjukkan bahwa tingkat inflasi mengalami penurunan. Adapun kenaikan inflasi terbesar sepanjang tahun 2006-2009 terjadi pada bulan Desember 2006 dimana laju inflasi sebesar 0,252 atau 25,2%. Sedangkan penurunan inflasi terbesar terjadi pada bulan Oktober 2006 dimana laju inflasi sebesar -0,568 atau 56,8%.


(56)

terbesar terjadi pada bulan Oktober, dimana laju inflasinya sebesar -0,568 atau sebesar -56,8%. Pada tahun 2007, kenaikan inflasi terbesar terjadi pada bulan Agustus, dimana Laju Inflasinya sebesar0,074 atau 7,4%. Sedangkan penurunan inflasi terbesar terjadi pada bulan Januari dimana Laju Inflasinya sebesar -0,052 atau sebesar -5,2%.

Kenaikan inflasi terbesar pada tahun 2008 terjadi pada bulan Desember, dimana Laju Inflasinya sebesar0,158 atau 15,8%. Sedangkan penurunan inflasi terbesar terjadi pada bulan Desember, dimana Laju Inflasinya sebesar -0,053 atau sebesar -5,3%. Pada tahun 2009, kenaikan inflasi terbesar terjadi pada bulan Desember, dimana Laju Inflasinya sebesar 0,154 atau 15,4%. Sedangkan penurunan inflasi terbesar terjadi pada bulan Juni dimana Laju Inflasinya sebesar

-0,396 atau sebesar -39,6%.

5. Deskripsi Perubahan Suku Bunga SBI periode tahun 2006-2009.

Tabel 4.5

Perubahan Suku Bunga SBI Periode 2006-2009

Bulan Tahun

2006 2007 2008 2009

Januari 0,000 -0,026 0,000 -0,098

Februari -0,001 -0,026 -0,009 -0,105

Maret -0,001 -0,027 0,004 -0,061

April 0,001 0,000 0,004 -0,069

Mei -0,019 -0,028 0,040 -0,051

Juni 0,000 -0,029 0,051 -0,041

Juli -0,020 -0,029 0,057 -0,035

Agustus -0,041 0,000 0,005 -0,019

September -0,043 0,000 0,046 -0,015

Oktober -0,044 0,000 0,131 0,002

November -0,047 0,000 0,024 -0,003

Desember -0,049 -0,030 -0,036 -0,002


(57)

Tabel 4.5 menunjukkan perubahan Suku Bunga SBI 1 Bulanan selama periode tahun 2006-2009. Pada pengamatan data yang dilakukan terhadap tingkat perubahan Suku Bunga SBI selama tahun 2006-2009, ditemukan adanya perubahan Suku Bunga SBI yang bernilai positif (+) maupun negatif (-). Apabila perubahan Suku Bunga SBI bernilai positif, menunjukkan bahwa tingkat Suku Bunga SBI mengalami kenaikan, sedangkan apabila perubahan Suku Bunga SBI bernilai negatif, menunjukkan bahwa Suku Bunga SBI mengalami penurunan.

Kenaikan Suku Bunga SBI terbesar sepanjang tahun 2006-2009 terjadi pada bulan Oktober 2008 dimana perubahan Suku Bunga SBI sebesar 0,131 atau 13,1%. Sedangkan penurunan Suku Bunga SBI terbesar terjadi pada bulan Februari 2009 dimana perubahan Suku Bunga SBI sebesar -0,105 atau -10,5%.

Kenaikan Suku Bunga SBI terbesar pada tahun 2006 terjadi pada bulan April dimana perubahan Suku Bunga SBI sebesar 0,001 atau 0.1%. Sedangkan penurunan Suku Bunga SBI terbesar terjadi pada bulan Desember dimana perubahan Suku Bunga SBI sebesar -0,049 atau 4.9%. Sedangkan pada tahun 2007, Suku Bunga SBI hanya mencatat penurunan dan tidak mengalami kenaikan yang berarti. Adapun penurunan Suku Bunga SBI terbesar terjadi pada bulan Desember dimana perubahan Suku Bunga SBI sebesar -0,030 atau 3%.

Kenaikan Suku Bunga SBI terbesar pada tahun 2008 terjadi pada bulan Oktober dimana perubahan Suku Bunga SBI sebesar 0,123atau 12,3%. Sedangkan penurunan Suku Bunga SBI terbesar terjadi pada bulan Desember dimana perubahan Suku Bunga SBI sebesar -0,024 atau 2,4%. Pada tahun 2009 Suku Bunga SBI hanya sekali mengalami kenaikan yang terjadi pada bulan Oktober


(58)

sebesar 0,002 atau sebesar 0,2%. Sedangkan penurunan Suku Bunga SBI terbesar terjadi bulan Februari -0,105 atau sebesar 10,5%.

B. Analisis Statistik

1. Analisis Regresi Linear Berganda

Tabel 4.6 berikut ini menunjukkan hasil estimasi regresi melalui pengolahan data dengan bantuan program Software SPSS (Statistic Package for the Social

Science) 16.00 for Windows.

Tabel 4.6 Hasil Estimasi Regresi

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) .006 .010 .574 .569

Hrg_Minyak_Dunia .149 .111 .183 1.345 .186

Nilai_Tukar -.615 .339 -.246 -1.816 .076

Inflasi -.017 .078 -.026 -.215 .831

Suku_Bunga -.932 .281 -.430 -3.320 .002

a. Dependent Variable: IHSG

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS 16 (06/03/2010)

Pengolahan data tersebut mengasilkan suatu model Regresi Linier Berganda sebagai berikut :

Y = 0,006 + 0,149X1 – 0,615X2 – 0,017X3 – 0,932X4 +

e

Persamaan Regresi Linier Berganda digunakan untuk menjelaskan pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI secara simultan


(59)

maupun secara parsial terhadap Pergerakan IHSG yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan penulis.

Hasil regresi berganda dapat disimpulkan sebagai berikut :

a) Konstansa sebesar 0,006, menyatakan bahwa apabila tidak ada variabel nilai tukar, inflasi, dan suku bunga SBI maka maka pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia adalah sebesar 0,006.

b) Harga Minyak Dunia yang diukur melalui perubahan harga minyak dunia mempunyai nilai sebesar 0,149, menyatakan bahwa apabila harga minyak dunia naik sebesar 1 maka IHSG di Bursa Efek Indonesia akan naik sebesar 0,149. Dan apabila harga minyak dunia turun sebesar 1 maka IHSG di BEI juga akan turun sebesar 0,149.

c) Nilai Tukar yang diukur melalui perubahan nilai tukar mempunyai nilai sebesar -0,615, menyatakan bahwa apabila nilai tukar naik sebesar 1, maka IHSG di Bursa Efek Indonesia akan turun sebesar 0,615. Dan apabila nilai tukar turun sebesar 1, maka IHSG di Bursa Efek Indonesia akan naik sebesar 0,615.

d) Inflasi yang diukur melalui laju inflasi mempunyai nilai sebesar -0,01, menyatakan bahwa apabila tingkat inflasi naik sebesar 1, maka IHSG di Bursa Efek Indonesia akan turun sebesar 0,01. Dan apabila tingkat inflasi turun sebesar 1, maka IHSG di Bursa Efek Indonesia akan naik sebesar 0,01. e) Suku Bunga SBI yang diukur melalui perubahan suku bunga SBI mempunyai

nilai sebesar -0,932, menyatakan bahwa apabila suku bunga SBI naik sebesar 1, maka IHSG di Bursa Efek Indonesia akan turun sebesar 0,932. Dan apabila


(1)

Agustus 2006 9.594,25 -0,003 Juli 2006 9.625,48 -0,024 Juni 2006 9.862,73 0,040 Mei 2006 9.484,86 0,005 April 2006 9.436,94 -0,024 Maret 2006 9.671,57 -0,008 Februari 2006 9.753,15 -0,022 Januari 2006 9.972,38 0,012 *Desember 2005 9.857,32

Data Inflasi Bulanan dan Laju Inflasi Januari 2006 – Desember 2009

Bulan/ Tahun Inflasi Bulanan

Laju Inflasi Desember 2009 2,78 % 0,154 November 2009 2,41 % -0,062 Oktober 2009 2,57 % -0,092 September 2009 2,83 % 0,029 Agustus 2009 2,75 % 0,015 Juli 2009 2,71 % -0,258 Juni 2009 3,65 % -0,396 Mei 2009 6,04 % -0,174 April 2009 7,31 % -0,077 Maret 2009 7,92 % -0,079 Februari 2009 8,60 % -0,062 Januari 2009 9,17 % -0,171 Desember 2008 11,06 % -0,053

November 2008 11,68 % -0,008 Oktober 2008 11,77 % -0,030 September 2008 12,14 % 0,024 Agustus 2008 11,85 % -0,004 Juli 2008 11,90 % 0,079 Juni 2008 11,03 % 0,063 Mei 2008 10,38 % 0,158 April 2008 8,96 % 0,097 Maret 2008 8,17 % 0,104 Februari 2008 7,40 % 0,005 Januari 2008 7,36 % 0,117 Desember 2007 6,59 % -0,018 November 2007 6,71 % -0,025 Oktober 2007 6,88 % -0,010 September 2007 6,95 % 0,068 Agustus 2007 6,51 % 0,074


(2)

Juli 2007 6,06 % 0,050 Juni 2007 5,77 % -0,040 Mei 2007 6,01 % -0,045 April 2007 6,29 % -0,035 Maret 2007 6,52 % 0,035 Februari 2007 6,30 % 0,006 Januari 2007 6,26 % -0,052 Desember 2006 6,60 % 0,252 November 2006 5,27 % -0,162 Bulan/ Tahun Inflasi

Bulanan

Laju Inflasi Oktober 2006 6,29 % -0,568 September 2006 14,55 % -0,023 Agustus 2006 14,90 % -0,017 Juni 2006 15,53 % -0,004 Mei 2006 15,60 % 0,013 April 2006 15,40 % -0,022 Maret 2006 15,74 % -0,122 Februari 2006 17,92 % 0,052 Januari 2006 17,03 % -0,005 *Desember 2005 17,11 %

Data Suku Bunga Bulanan dan Perubahan Suku Bunga Januari 2006 – Desember 2009

Bulan/ Tahun Suku Bunga Bulanan Perubaha n Suku Bunga

Desember 2009 6,46% -0,002 November 2009 6,48% -0,003 Oktober 2009 6,48% 0,002 September 2009 6,52% -0,015 Agustus 2009 6,59% -0,019 Juli 2009 6,77% -0,035 Juni 2009 6,97% -0,041

Mei 2009 7,29% -0,051

April 2009 7,84% -0,069 Maret 2009 8,31% -0,061 Februari 2009 8,78% -0,105

Januari 2009 10,06% -0,098 Desember 2008 10,94% -0,036 November 2008 11,21% 0,024 Oktober 2008 10,70% 0,131 September 2008 9,53% 0,046 Agustus 2008 9,26% 0,005

Juli 2008 9,03% 0,057

Juni 2008 8,59% 0,051

Mei 2008 8,26% 0,040

April 2008 7,98% 0,004 Maret 2008 7,95% 0,004 Februari 2008 7,94% -0,009 Januari 2008 8,00% 0,000 Desember 2007 8,08% -0,030


(3)

November 2007 8,25% 0,000 Oktober 2007 8,25% 0,000 September 2007 8,25% 0,000

Bulan/ Tahun

Suku Bunga Bulanan

Perubaha n Suku

Bunga Agustus 2007 8,25% 0,000 Juli 2007 8,30% -0,029 Juni 2007 8,56% -0,029

Mei 2007 8,80% -0,028

April 2007 9,00% 0,000 Maret 2007 9,00% -0,027 Februari 2007 9,25% -0,026 Januari 2007 9,55% -0,026 Desember 2006 9,88% -0,049 November 2006 10,35% -0,047 Oktober 2006 10,92% -0,044 September 2006 11,25% -0,043

Agustus 2006 11,85% -0,041 Juli 2006 12,31% -0,020 Juni 2006 12,50% 0,000 Mei 2006 12,55% -0,019 April 2006 12,74% 0,001 Maret 2006 12,73% -0,001 Februari 2006 12,74% -0,001 Januari 2006 12,75% 0,000


(4)

LAMPIRAN 4

Data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bulanan Desember 2009 – Januari 2006


(5)

Date Open High Low Close Avg Vol Adj Close* Desember 2009 2.416.,04 2,542.50 2,413.00 2.534,36 3.097.530.100 2.534.,36 November 2009 2.365.,65 2,494.82 2,294.56 2.415,84 5.165.790.600 2.415.,84 Oktober 2009 2.467.,90 2,559.67 2,235.39 2.367,70 4.195.024.800 2.367.,70 September 2009 2.341.,43 2,482.85 2,272.76 2.467,59 3.960.611.100 2.467.,59 Agustus 2009 2.323.,85 2,411.90 2,271.21 2.341,54 4.333.564.700 2.341.,54 Juli 2009 2.026.,88 2,332.76 1,992.38 2.323,24 4.630.064.400 2.323.,24 Juni 2009 1.917.,45 2,116.17 1,888.82 2.026,78 5.556.872.500 2.026.,78 Mei 2009 1.722.,77 1,941.79 1,701.99 1.916,83 2.851.413.400 1.916.,83 April 2009 1.434.,07 1,728.07 1,434.07 1.722,77 3.009.979.400 1.722.,77 Maret 2009 1.285.,48 1,467.52 1,244.87 1.434,07 440.725.900 1.434.,07 Februari 2009 1.330.,02 1,360.94 1,281.07 1.285,48 681.557.000 1.285.,48 Januari 2009 1.377.,45 1,472.46 1,307.53 1.332,67 339.604.500 1.332.,67 Desember 2008 1.240.,85 1,376.10 1,177.86 1.355,41 172.534.500 1.355.,41 November 2008 1.281.,51 1,430.72 1,102.67 1.241,54 336.466.400 1.241.,54 Oktober 2008 1.766.,94 1,766.94 1,089.34 1.256,70 199.721.600 1.256.,70 September 2008 2.157.,02 2,168.80 1,592.24 1.832,51 310.863.800 1.832.,51 Agustus 2008 2.283.,02 2,283.02 2,035.59 2.165,94 716,255,500 2.165.,94 Juli 2008 2.361.,48 2,394.17 2,129.40 2.304,51 266.418.800 2.304.,51 Juni 2008 2.447.,63 2,461.05 2,316.43 2.349,10 332.752.700 2.349.,10

Date Open High Low Close Avg Vol Adj

Close* Mei 2008 2.333,56 2.516,26 2.322,19 2.444,35 691.045.000 2.444,35 April 2008 2.463,74 2.465,82 2.167,65 2.304,52 433.096.200 2.304,52 Maret 2008 2.651,88 2.689,66 2.239,73 2.447,30 384.152.600 2.447,30 Februari 2008 2.657,16 2.773,43 2.573,41 2.721,94 606.519.900 2.721,94 Januari 2008 2.739,59 2.838,48 2.229,82 2.627,25 1.050.029.300 2.627,25 Desember 2007 2.703,72 2.818,53 2.629,07 2.745,83 472.095.200 2.745,83 November 2007 2.692,51 2.737,81 2.526,95 2.688,33 485.623.600 2.688,33 Oktober 2007 2.366,61 2.689,92 2.366,61 2.643,49 370.644.300 2.643,49 September 2007 2.194,43 2.385,24 2.192,79 2.359,21 1.589.492.,00 2.359,21 Agustus 2007 2.318,70 2.322,80 1.863,36 2.194,34 266.673.500 2.194,34 Juli 2007 2.140,62 2.405,96 2.140,62 2.348,67 246.756.600 2.348,67 Juni 2007 2.100,68 2.167,45 2.045,58 2.139,28 394.676.800 2.139,28 Mei 2007 1.995,17 2.111,83 1.987,89 2.084,32 394.505.300 2.084,32 April 2007 1.837,18 2.021,01 1.837,18 1.999,17 262.589.300 1.999,17 Maret 2007 1.752,11 1.833,42 1.692,22 1.830,92 215.927.200 1.830,92 Februari 2007 1.765,87 1.824,99 1.664,20 1.740,97 228.070.800 1.740,97 Januari 2007 1.813,45 1.843,35 1.627,76 1.757,26 327.844.100 1.757,26


(6)

Desember 2006 1.720,15 1.814,26 1.719,34 1.805,52 210.707.700 1.805,52 November 2006 1.582,70 1.738,41 1.576,44 1.718,96 171.288.600 1.718,96 Oktober 2006 1.531,98 1.588,53 1.515,46 1.582,63 146.408.800 1.582,63 September 2006 1.431,54 1.534,61 1.417,24 1.534,61 115.136.000 1.534,61 Agustus 2006 1.352,74 1.441,96 1.351,01 1.431,26 157.122.100 1.431,26 Juli 2006 1.310,58 1.355,19 1.277,60 1.351,65 161.085.300 1.351,65 Juni 2006 1.340,17 1.359,53 1.222,28 1.310,26 104.983.100 1.310,26

Date Open High Low Close Avg Vol Adj

Close* Mei 2006 1.468,29 1.553,49 1.272,26 1.330,00 133.310.300 1.330,00 April 2006 1.322,47 1.499,99 1.322,30 1.464,41 123.841.600 1.464,41 Maret 2006 1.222,81 1.339,82 1.222,21 1.322,97 102.611.500 1.322,97 Februari 2006 1.233,96 1.260,10 1.212,29 1.230,66 104.703.400 1.230,66 Januari 2006 1.161,98 1.268,63 1.161,30 1.232,32 120.114.300 1.232,32


Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2014

3 67 113

Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah Dan Indeks Dow Jones Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

2 18 83

Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Inflasi Dan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia Periode 2004 – 2008

2 70 81

Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Inflasi, SBI, Dan Indeks Dow Jones Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

2 33 99

PENGARUH INFLASI,SUKU BUNGA, DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG)DI BURSA EFEK INDONESIA

2 27 51

Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Inflasi, dan Suku Bunga terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2008 - 2012.

0 0 24

Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2014

0 1 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2014

0 1 7

Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2014

0 0 9

ANALISIS PENGARUH TINGKAT INFLASI , TINGKAT SUKU BUNGA SBI DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 8