Tenggara ditemukan pula manusia purba jenis ini di antaranya di Serawak, Filipina, dan Cina Selatan.
Dalam beberapa sumber penelitian diperkirakan pithecanthropus adalah manusia purba yang pertama kalinya mengenal api sehingga terjadi perubahan pola
memperoleh makanan yang semula mengandalkan makanan dari alam menjadi pola berburu dan menangkap ikan.
Peralatan yang telah ditemukan pada tahun 1935 oleh von Koenigswald di daerah Pacitan tepatnya di daerah Punung adalah kapak genggam atau chopper alat penetak
dan kapak perimbas. Kapak genggam dan kapak perimbas sangat cocok digunakan untuk berburu. Manusia purba yang menggunakan kapak genggam hampir merata di
seluruh Indonesia, di antaranya Pacitan, Sukabumi, Ciamis, Gombong, Lahat, Bengkulu, Bali, Flores dan Timor. Di daerah Ngandong dan Sidoarjo ditemukan pula
alat-alat dari tulang, batu dan tanduk rusa dalam bentuk mata panah, tombak, pisau dan belati. Di dekat Sangiran ditemukan alat-alat berukuran kecil yang terbuat dari
batu-batu indah yang bernama flakes serpihan.
b. Zaman Mezolitikum
Zaman Mezolitikum artinya zaman batu madya mezo atau pertengahan. Zaman ini disebut pula zaman ”mengumpulkan makanan food gathering tingkat lanjut”, yang
dimulai pada akhir zaman es, sekitar 10.000 tahun yang lampau.
Para ahli memperkirakan manusia yang hidup pada zaman ini adalah bangsa Melanesoide yang merupakan nenek moyang orang Papua, Semang, Aeta, Sakai, dan
Aborigin. Sama dengan zaman Palaeolitikum, manusia zaman Mezolitikum mendapatkan makanan dengan cara berburu dan menangkap ikan. Mereka tinggal di
gua-gua di bawah bukit karang abris souche roche, tepi pantai, dan ceruk pegunungan. Gua abris souche roche menyerupai ceruk untuk dapat melindungi diri
dari panas dan hujan.
Hasil peninggalan budaya manusia pada masa itu adalah berupa alat-alat kesenian yang ditemukan di gua-gua dan coretan atau lukisan pada dinding gua, seperti di gua
Leang-leang, Sulawesi Selatan, yang ditemukan oleh Ny. Heeren Palm pada 1950. Van Stein Callenfels menemukan alat-alat tajam berupa mata panah, flakes, serta batu
penggiling di Gua Lawa dekat Sampung, Ponorogo, dan Madiun.
Selain itu, hasil peninggalannya ditemukan di tempat sampah berupa dapur kulit kerang dan siput setinggi 7 meter di sepanjang pantai timur Sumatera yang disebut
kjokkenmoddinger. Peralatan yang ditemukan di tempat itu adalah kapak genggam Sumatera, pabble culture, dan alat berburu dari tulang hewan.
c. Zaman Neolitikum
Zaman Neolitikum artinya zaman batu muda. Di Indonesia, zaman Neolitikum dimulai sekitar 1.500 SM. Cara hidup untuk memenuhi kebutuhannya telah
mengalami perubahan pesat, dari cara food gathering menjadi food producting, yaitu dengan cara bercocok tanam dan memelihara ternak. Pada masa itu manusia sudah
mulai menetap di rumah panggung untuk menghindari bahaya binatang buas.
Manusia pada masa Neolitikum ini pun telah mulai membuat lumbung-lumbung guna menyimpan persediaan padi dan gabah. Tradisi menyimpan padi di lumbung ini masih
bisa dilihat di Lebak, Banten. Masyarakat Baduy di sana begitu menghargai padi yang dianggap pemberian Nyai Sri Pohaci. Mereka tak perlu membeli beras dari pihak luar
karena menjualbelikan padi dilarang secara hukum adat. Mereka rupanya telah mempraktikkan swasembada pangan sejak zaman nenek moyang.
Pada zaman ini, manusia purba Indonesia telah mengenal dua jenis peralatan, yakni beliung persegi dan kapak lonjong. Beliung persegi menyebar di Indonesia bagian
Barat, diperkirakan budaya ini disebarkan dari Yunan di Cina Selatan yang berimigrasi ke Laos dan selanjutnya ke Kepulauan Indonesia. Kapak lonjong tersebar
di Indonesia bagian timur yang didatangkan dari Jepang, kemudian menyebar ke Taiwan, Filipina, Sulawesi Utara, Maluku, Irian dan kepulauan Melanesia.
Contoh dari kapak persegi adalah yang ditemukan di Bengkulu, terbuat dari batu kalsedon; berukuran 11,7×3,9 cm, dan digunakan sebagai benda pelengkap upacara
atau bekal kubur. Sedangkan kapak lonjong yang ditemukan di Klungkung, Bali, terbuat dari batu agats; berukuran 5,5×2,5 cm; dan digunakan dalam upacara-upacara
terhadap roh leluhur. Selain itu ditemukan pula sebuah kendi yang dibuat dari tanah liat; berukuran 29,5×19,5 cm; berasal dari Sumba, Nusa Tenggara Timur. Kendi ini
digunakan sebagai bekal kubur.
d. Zaman Megalitikum