Produktivitas Penyadapan Getah pada Tegakan Pinus Umur Delapan, Sembilan dan Sepuluh Tahun

PRODUKTIVITAS PENYADAPAN GETAH PADA TEGAKAN
PINUS UMUR DELAPAN, SEMBILAN DAN SEPULUH
TAHUN

MARNI SUMARNINGTIAS

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produktivitas
Penyadapan Getah pada Tegakan Pinus Umur Delapan, Sembilan dan Sepuluh
Tahun adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Marni Sumarningtias
NIM E14100112

ABSTRAK
MARNI SUMARNINGTIAS. Produktivitas Penyadapan Getah pada Tegakan
Pinus Umur Delapan, Sembilan dan Sepuluh Tahun. Dibimbing oleh GUNAWAN
SANTOSA.
Penyadapan getah pinus di Perum Perhutani, disadap pada umur 11 tahun
dengan lebar quarre 6 cm. Sementara umur pinus dibawah 11 tahun belum disadap.
Penelitian bertujuan untuk mengukur produktivitas getah pinus umur 8, 9 dan 10
tahun menggunakan metode quarre dan chaintech dengan lebar sadapan 2 cm dan
menggunakan stimulansia asam anorganik dan etrat. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa setiap perlakuan yang diberikan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap
produksi getah. Produktivitas rata-rata tertinggi dihasilkan pada penyadapan getah
pinus umur 10 tahun sebesar 6.92 gram/bidang sadap/hari dan umur 9 tahun sebesar
6.51 gram/bidang sadap/hari, sedangkan terendah pada umur 8 tahun dengan
produktivitas rata-rata sebesar 3.13 gram/bidang sadap/hari. Metode chaintech

memiliki hasil lebih tinggi dibandingkan dengan quarre, karena luas bidang sadap
lebih besar. Stimulansia asam anorganik memiliki hasil yang cenderung menurun,
sedangkan etrat memiliki kecenderungan hasil yang meningkat, sehingga dengan
mempertimbangkan aspek ekonomi, ekologi, sosial dan teknis, perlakuan dengan
metode quarre lebar kadukul 2 cm dan stimulansia etrat merupakan alternatif yang
paling tepat.
Kata kunci: jenis stimulansia, metode penyadapan, produktivitas getah pinus, umur
pohon

ABSTRACT
MARNI SUMARNINGTIAS. Pine Resin Tapping Productivity on Eight, Nine, and
Ten years-old Pine Stands. Supervised by GUNAWAN SANTOSA.
Pine resin in Perum Perhutani are tapped when pine stands are reached 11
years old, with quarre width is 6 cm. While less than 11 years old pine is not yet be
tapped. This research aims to measure the resin tapping productivity of 8, 9, and 10
years old pine using quarre and chaintech method with 2 cm tapping width, also
using anorganic acid and etrat as stimulant. Results show that each treatment has
significant influence on tapping productivity. The highest productivity is 10 years
old pine tapping with average productivity 6.92 g/tapping area/day and for 9 years
old pine tapping with average productivity is 6.51 g/tapping are/day. The lowest is

for 8 years old with average productivity is 3.13 g/tapping area/day. Chaintech
method has higher results than quarre method because of large tapping area.
Anorganic acid stimulant gives a relatively receding results, while etrat is relatively
increasing. Therefore, considering the economical, ecological, and technical
aspects, quarre method treatment is the most suitable alternative available with 2
cm tapping equipment (kadukul) width also added with etrat stimulant.
Keywords: stimulant type, tapping method, pine tapping productivity, tree age

PRODUKTIVITAS PENYADAPAN GETAH PADA TEGAKAN
PINUS UMUR DELAPAN, SEMBILAN DAN SEPULUH
TAHUN

MARNI SUMARNINGTIAS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan


DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Produktivitas Penyadapan Getah pada Tegakan Pinus Umur Delapan, Sembilan dan
Sepuluh Tahun. Penelitian dilaksanakan di RPH Hanjuang Tengah, BKPH
Lengkong, KPH Sukabumi, Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat dan
Banten pada bulan Agustus hingga September 2014.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Gunawan Santosa,
MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan nasihat, arahan, ilmu dan
saran dalam penyusunan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Ibu, Bapak, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya.
Terima kasih untuk seluruh pihak Perum Perhutani, terutama pihak BKPH
Lengkong Pak Ganjar, Pak Usu, Pak Dudung, Pak Tatang dan semua yang telah
membantu. Terima kasih untuk beasiswa Bidik Misi yang telah membiayai penulis

selama perkuliahan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Adam
Purnama yang selalu ada ketika penulis membutuhkan dan selalu memberikan
dukungan, terima kasih kepada Mas Mutiono dan sahabat Adhita Puspitasari, Dwi
Anjarsari A, Maya Rianasari, Winda Astuti, Desi Wulan sari, Galuh Ajeng S, Meta
Fadina P, Dita Muwartami, K Nurul A, Lerfi Marisiana, Quldino Taqwa Sungkawa,
Rio Andreas, Advent K, M Izzudin Faizal, Restu Dwi Atmoko atas bantuan dan
semangatnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman sebimbingan
Astria Maulida I yang juga sahabat seperjuangan penelitian, Advent Kristian,
Mirwan Satrianto, Dedi Anggara dan teman MNH 47 yang telah memberikan
bantuan dan semangatnya. Serta semua pihak yang telah membantu penelitian ini
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Februari 2015
Marni Sumarningtias

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1


Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Alat dan Bahan

2


Prosedur

2

Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Kondisi Lokasi Penelitian

4

Produktivitas Penyadapan Getah Pinus

5


Kecenderungan Produktivitas Getah Pinus

5

Produktivitas Getah Pinus Menggunakan Pemberian Stimulansia

7

Pengaruh Perlakuan terhadap Produktivitas Getah Pinus

9

Perbandingan Metode Quarre dengan Metode Chaintech

10

SIMPULAN DAN SARAN

11


Simpulan

11

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

12

RIWAYAT HIDUP

14

DAFTAR TABEL
1
2

3
4

Produktivitas rata-rata getah pinus (gram/bidang sadap/hari)
Analisis ragam pengaruh umur, metode, dan teknik penyadapan
Hasil uji duncan dari setiap perlakuan terhadap produktivitas getah
Lebar, tinggi dan luas total sadapan setiap metode

5
9
10
10

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Kondisi petak penelitian
Kondisi tumbuhan bawah
Kecenderungan produktivitas rata-rata getah pinus
Pengaruh stimulansia terhadap produktivitas getah pinus
Kondisi luka sadapan

4
4
6
7
9

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Lengkong, Kesatuan
Pengelolaan Hutan (KPH) Sukabumi, memiliki beberapa kelas perusahaan, salah
satunya adalah kelas perusahaan hutan pinus (Pinus merkusii). Pengelolaan hutan
pinus diutamakan pada produktivitas getah pinus sebagai produksi utama. Getah
pinus hasil penyadapan dapat diolah menjadi gondorukem dan terpentin sebagai
bahan baku dalam industri kosmetik, farmasi, sabun, minyak cat, plastik dan kertas.
Getah pinus merupakan salah satu komoditas yang memiliki jumlah
permintaan tinggi di pasar lokal dan internasional, dimana 80 % produksinya
dialokasikan untuk kebutuhan ekspor ke Eropa, India, Korea Selatan, Jepang dan
Amerika (Perhutani 2011). Berdasarkan FAO (2010), Indonesia berada di urutan
terbesar ke dua setelah Cina dalam perdagangan getah pinus internasional. Produksi
getah dari Cina sebesar 430.000 ton (60 % dari total produksi di dunia), sedangkan
Indonesia menghasilkan 69.000 ton (10 % dari total produksi di dunia). Data
Perhutani (2011), menyebutkan bahwa pada tahun 2010 produksi gondorukem
Perhutani Indonesia sebesar 55.000 ton dan terpentin sebesar 11.700 ton, sedangkan
permintaan gondorukem di dunia naik sampai 1 juta ton per tahun, sehingga
produksi gondorukem Indonesia untuk tahun 2011 ditargetkan sebesar 65.000 ton
dan terpentin 15.000 ton.
Berdasarkan Pedoman Penyadapan Getah Pinus Perum Perhutani (2005),
pohon pinus dapat disadap pada umur 11 tahun menggunakan metode quarre
ukuran 6 cm dengan mempertimbangkan diameter pohon. Seiring meningkatnya
permintaan getah maka perlu adanya alternatif untuk mendorong pemanfaatan
pohon pinus dibawah umur 11 tahun dengan diameter yang lebih kecil. Darmastuti
(2014), menyebutkan bahwa pohon pinus dapat disadap dengan menggunakan
kadukul yang lebih kecil yaitu ukuran 2 cm. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian terkait produktivitas penyadapan pada pohon pinus umur 8, 9 dan 10
tahun dengan menggunakan kadukul ukuran 2 cm dan penggunaan metode
chaintech sebagai pembanding produktivitas getah pinus yang dihasilkan dari
kedua alat, sehingga dapat diketahui penyadapan pada umur tersebut layak atau
tidak untuk diusahakan.

Perumusan Masalah
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi getah pinus maka dilakukan
penyadapan getah pada tegakan umur 8, 9, dan 10 tahun dengan menggunakan
metode quarre dan metode chaintech. Hipotesa dari penelitian ini adalah bahwa
penyadapan getah dapat dilakukan pada tegakan pinus umur 8, 9, dan 10 tahun,
sehingga produktivitas getah dapat ditingkatkan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur produktivitas penyadapan pada
tegakan pinus umur 8, 9 dan 10 tahun. Selain itu, penelitian ini juga menentukan
pengaruh pemberian stimulansia terhadap produktivitas getah pinus dengan
menggunakan metode quarre maupun metode chaintech.

2
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada Perum
Perhutani sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam mengoptimalkan
produksi getah pinus dengan penyadapan pohon umur 8, 9 dan 10 tahun, sehingga
pemanfaatan getah pinus dapat dilakukan secara optimal. Selain itu, penelitian ini
juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan informasi dalam
peningkatan produktivitas getah pinus.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus hingga September 2014.
Penelitian dilaksanakan di Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Hanjuang Tengah,
BKPH Lengkong, KPH Sukabumi, Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat
dan Banten.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah chainsaw kecil, kadukul
ukuran 2 cm, parang, paku, talang sadap, pita ukur, sprayer, plastik ukuran 12 x 25
cm, timbangan digital, tally sheet, kalkulator, alat tulis, tali raffia, label, spidol
permanen, stimulansia, dan laptop dengan Software SAS 9.1.3 (Statistical Analysis
System). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pohon pinus (Pinus
merkusii) umur 8, 9 dan 10 tahun.

Prosedur
Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk memperoleh kemampuan alami
pohon dalam mengeluarkan getah. Pohon contoh yang digunakan berumur 8, 9 dan
10 tahun yang memiliki diameter > 10 cm dan berada pada satu hamparan dengan
arah sadapan menghadap ke timur untuk mengoptimalkan hasil getah. Pohon
contoh dalam penelitian pendahuluan berjumlah 50 pohon untuk setiap umur.
Pohon contoh terpilih disadap menggunakan metode quarre tanpa pemberian
stimulansia dengan periode pelukaan 3 hari dan waktu pengamatan selama 10 hari
serta pemanenan getah sebanyak 3 kali. Setelah data produksi diperoleh maka dapat
ditentukan 40 pohon contoh setiap umur yang kemudian diteliti pada penelitian
utama dengan menghilangkan 10 pohon contoh untuk setiap umur yang memiliki
produktivitas ekstrim tinggi dan rendah.
Penelitian Utama
Kegiatan pada penelitian utama antara lain:
1. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan faktorial dengan 3
faktor yaitu umur, metode, dan stimulansia diuraikan sebagai berikut:

3
a. Umur pohon
A1
= 8 tahun
A2
= 9 tahun
A3
= 10 tahun
b. Metode
B1
= Quarre
B2
= Chaintech
c. Stimulansia
C1
= Etrat 1240
C2
= Asam Anorganik
Berdasarkan perlakuan di atas diperoleh 12 kombinasi (3x2x2) dengan 10 kali
ulangan sehingga diperoleh 120 perlakuan percobaan.
2. Penentuan Pohon Contoh
Berdasarkan penelitian pendahuluan diperoleh 40 pohon contoh setiap umur.
Selanjutnya 40 pohon contoh tersebut dikelompokkan dan ditandai berdasarkan
perlakuan yang diberikan. Penelitian ini berlangsung selama 30 hari dengan
perbaharuan luka 3 hari sekali dan pemanenan getah dilakukan sebanyak 10 kali.
Pohon contoh yang berjumlah 40 pohon dibagi ke dalam 4 perlakuan yaitu 10 pohon
dengan menggunakan metode quarre asam anorganik, 10 pohon metode quarre
etrat, 10 pohon metode chaintech asam anorganik dan 10 pohon menggunakan
chaintech etrat dengan pemberian stimulansia pada setiap umur sama yaitu 0.5 cc
atau satu kali semprotan/bidang sadap. Penempatan pohon contoh tersebut
diurutkan berdasarkan produktivitas dari produktivitas getah yang tertinggi sampai
dengan yang terendah, sehingga setiap perlakuan mempunyai pohon contoh dengan
produktivitas yang relatif sama.

Analisis Data
Pengaruh faktor perlakuan berdasarkan periode perbaharuan luka terhadap
peningkatan produktivitas getah pinus dapat dianalisis dengan analisis ragam atau
Analysis of Variance (ANOVA) Mattjik dan Sumertajaya (2013). Analisis ragam
untuk rancangan faktorial menggunakan tiga faktor yaitu umur, metode, dan
stimulansia dengan ulangan yang sama. Hipotesis yang perlu di uji apabila semua
faktor tetap:
Terima H0 : Perbedaan taraf perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap respon percobaan pada selang kepercayaan 95% (α=0,05).
Terima H1 : Sekurangnya ada taraf perlakuan yang memberikan pengaruh nyata
terhadap respon percobaan pada selang kepercayaan 95% (α=0,05).
Hasil uji F-hitung yang diperoleh dari ANOVA dibandingkan dengan F-tabel
pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05) dengan kaidah:
1. Jika F-hitung < F-tabel maka H0 diterima, H1 ditolak sehingga perlakuan
memberikan pengaruh tidak nyata terhadap produktivitas getah pinus pada
selang kepercayaan 95% (α = 0,05).
2. Jika F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak, H1 diterima sehingga perlakuan
memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas getah pinus pada selang
kepercayaan 95% (α = 0,05).
Apabila perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas getah
pinus, maka dilakukan pengujian kembali dengan Uji Duncan menggunakan
Software SAS 9.1.3 (Statistical Analysis System) untuk mengetahui uji beda ratarata.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Lokasi Penelitian
RPH Hanjuang Tengah secara geografis terletak antara 7°5’12” ̶ 7°9’49”
LS dan 106°40’34” ̶ 106°40’9” BT dengan ketinggian tempat 640 mdpl. Menurut
pembagian wilayah pengelolaan administratif kehutanan, RPH Hanjuang Tengah
termasuk ke dalam wilayah BKPH Lengkong, KPH Sukabumi, Perum Perhutani
Unit III Jawa Barat dan Banten. Tipe iklim RPH Hanjuang Tengah berdasarkan
kriteria Schmidt dan Ferguson adalah tipe iklim B, dengan curah hujan rata-rata
2.426 mm/tahun. Topografi wilayah termasuk bergelombang dengan jenis tanah
latosol dan podsolik.
Penyadapan getah Pinus merkusii dengan metode quarre dan metode
chaintech dilakukan di areal RPH Hanjuang Tengah yang terletak tidak jauh dari
kantor BKPH Lengkong. Lokasi penelitian memiliki ketinggian tempat 646 sampai
698 mdpl dengan arah lereng areal penelitian menghadap ke timur. Pengelolaan
lahan pinus di BKPH Lengkong menggunakan pola tumpang sari dengan
masyarakat. Tanaman yang ditanam oleh masyarakat berupa tanaman pertanian
seperti singkong, cabai, terong, jahe, dan kunyit. Kondisi petak penelitian (Gambar
1) dengan tumbuhan bawah cukup rapat pada petak umur 8 dan 10 tahun (Gambar
2). Jenis harendong bulu (Clidemia hirta) dan rumput teki (Cyperus rotundus)
sangat mendominasi lokasi tersebut.

(a)

(b)

(c)

Gambar 1 Kondisi petak penelitian (a) petak umur 8 tahun, (b) petak umur 9 tahun
dan (c) petak umur 10 tahun

(a)
(b)
(c)
Gambar 2 Kondisi tumbuhan bawah (a) petak umur 8 tahun, (b) petak umur 9
tahun dan (c) petak umur 10 tahun

5

Produktivitas Penyadapan Getah Pinus
Kegiatan penyadapan getah pinus pada umur muda yaitu 8, 9 dan 10 tahun
bertujuan untuk meningkatkan produksi getah di KPH Sukabumi. Hasil penyadapan
yang telah dilakukan, diperoleh produktivitas rata-rata getah pinus, untuk setiap
umur ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Produktivitas rata-rata getah (gram/bidang sadap/hari)
Umur
(Tahun)
8
9
10
Total
Rata-rata

Etrat
3.05
5.14
5.44
13.63
4.54

Quarre
Asam
anorganik
3.55
6.63
6.71
16.89
5.63

Etrat
2.47
7.55
6.73
16.75
5.58

Chaintech
Asam
anorganik
3.46
6.70
8.79
18.95
6.32

Ratarata
3.13
6.51
6.92

Tabel 1 menunjukkan produktivitas rata-rata tertinggi dihasilkan pada
penyadapan getah pinus umur 10 tahun sebesar 6.92 gram/bidang sadap/hari dan
umur 9 tahun sebesar 6.51 gram/bidang sadap/hari, sedangkan terendah pada umur
8 tahun dengan produktivitas rata-rata sebesar 3.13 gram/bidang sadap/hari. Pinus
umur 10 tahun memiliki produktivitas rata-rata tertinggi karena dipengaruhi
diameter. Menurut Kasmodjo (2011) dalam Sukadaryati dan Dulsalam (2013),
diameter yang lebih besar menunjukkan porsi kayu gubalnya lebih besar. Kayu
gubal mengandung banyak saluran getah pinus, sehingga bila bagian kayu gubal
lebih banyak akan memungkinkan getah pinus yang dihasilkan juga lebih banyak.
Wibowo (2006) menyatakan bahwa semakin besar kelas diameter yang disadap
cenderung semakin besar getah yang akan dihasilkan.
Produktivitas rata-rata hasil penyadapan pinus dalam penelitian ini memiliki
nilai yang tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan penelitian lain yang
mengukur produktivitas penyadapan getah pada pohon pinus dengan kelas umur III
(11 ̶ 15 tahun). Ulum (2007) mendapatkan produktivitas rata-rata penyadapan pinus
untuk kelas umur III sebesar 20 gram/bidang sadap/hari. Produktivitas tersebut
diperoleh dengan penyadapan menggunakan kadukul ukuran 10 cm dan pemanenan
dilakukan selama 20 kali panen. Angka tersebut tidak jauh berbeda jika
dibandingkan dengan hasil penelitian ini yang memperoleh produktivitas rata-rata
pada pohon umur 9 tahun sebesar 6.51 gram/bidang sadap/hari dan umur 10 tahun
sebesar 6.92 gram/bidang sadap/hari yang disadap menggunakan kadukul ukuran 2
cm dan pemanenan dilakukan selama 10 kali panen. Berdasarkan hal tersebut,
penyadapan pohon pinus untuk umur 9 dan 10 tahun dinilai dari segi teknis dan
produksi layak diterapkan sedangkan untuk umur 8 tahun dinilai lebih baik tidak
disadap terlebih dahulu supaya dapat menghasilkan getah yang lebih besar.
Kecenderungan Produktivitas Getah Pinus
Fluktuasi produktivitas getah pinus yang dihasilkan pada periode panen ke-1
hingga panen ke-10 setiap umur sangat bervariasi. Secara umum, kecenderungan

6

Produktivitas getah
pinus (gram/bidang
sadap/hari)

hasil rata-rata produktivitas getah pinus berfluktuatif seperti ditampilkan pada
Gambar 3.
12,00
10,00
Qe
Qa
Ce
Ca

8,00
6,00
4,00
2,00
0,00
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Periode panen ke-

Produktivitas getah
pinus (gram/bidang
sadap/hari)

(a)
12,00
10,00

Qe

8,00

Qa

6,00

Ce

4,00

Ca

2,00
0,00
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Periode panen ke-

Produktivitas getah
pinus (gram/bidang
sadap/hari)

(b)
12,00
10,00
8,00

Qe

6,00

Qa

4,00

Ce

2,00

Ca

0,00
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Periode panen ke(c)
Keterangan : Qe (Quarre Etrat), Qa (Quarre Asam anorganik), Ce (Chaintech Etrat), Ca
(Chaintech Asam anorganik)

Gambar 3 Kecenderungan produktivitas rata-rata getah pinus (a) umur 8
tahun, (b) umur 9 tahun, dan (c) umur 10 tahun

7
Produktivitas rata-rata getah pinus pada Gambar 3 menunjukkan bahwa
pada periode panen ke-1 getah yang dihasilkan setiap umur cenderung tinggi,
sedangkan pada periode panen ke-2, rata-rata produksi getah menurun.
Kecenderungan hasil getah yang tinggi pada periode panen ke-1, dikarenakan getah
yang keluar merupakan hasil getah dari pohon yang baru dilakukan penyadapan.
Penurunan produksi getah pinus terjadi pada periode panen ke-2. Hal ini
dikarenakan kondisi pohon yang belum stabil dan masih dalam proses
menyesuaikan diri. Persediaan getah di dalam pohon menjadi sangat sedikit karena
sudah keluar banyak pada panen pertama. Kecenderungan produktivitas getah pada
panen ke-3 kembali meningkat dan sudah cukup stabil. Berdasarkan Gambar 3
produksi rata-rata getah menggunakan etrat menghasilkan getah yang cenderung
naik, sedangkan menggunakan asam anorganik getah yang dihasilkan cenderung
turun. Penggunaan asam anorganik pada penelitian penyadapan ini menyebabkan
hasil getah cenderung lebih banyak pada periode panen awal, sedangkan pada
penggunaan etrat menghasilkan getah yang semakin meningkat. Terlihat pada
Gambar 3, penyadapan menggunakan metode quarre getah yang dihasilkan
cenderung naik, sedangkan metode chaintech menunjukkan hasil getah yang
cenderung menurun. Hal ini dikarenakan pada metode chaintech luka sadapan
membentuk garis lurus ke atas sehingga ketika luka sadapan semakin ke atas, getah
akan menempel dan sulit untuk ke bawah.

Produktivitas Getah Pinus Menggunakan Pemberian Stimulansia
Etrat dan Asam Anorganik

Produktivitas rata-rata
getah pinus
(gram/bidang sadap/hari)

Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produksi getah adalah
dengan pemberian stimulansia atau zat perangsang dalam penyadapan getah pinus.
Stimulansia tersebut adalah etrat 1240 dan asam anorganik. Menurut Santosa
(2011), etrat atau zat pengatur tumbuh mengandung bahan aktif dengan komposisi
100 ppm ethylene dan 150 ppm asam sitrat, sedangkan asam anorganik merupakan
campuran dari 15 % asam sulfat dan 2 % asam nitrat. Perum Perhutani
menggunakan stimulansia asam anorganik sebagai upaya peningkatan
produktivitas getah pinus. Produktivitas yang dihasilkan dengan penggunaan
stimulansia asam anorganik dan etrat pada kegiatan penyadapan getah pinus
ditampilkan pada Gambar 4.
7,00
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
Etrat

Asam anorganik

Keteranngan : Qe = Quarre Etrat, Qa = Quarre Asam anorganik, Ce = Chaintech Etrat, Ca =
Chaintech Asam anorganik

Gambar 4 Rata-rata produktivitas getah pinus pada penggunaan stimulansia etrat
dengan asam anorganik

8

Gambar 4 menunjukkan penggunaan stimulansia asam anorganik
menghasilkan produksi getah tertinggi dengan kisaran antara 5.70 – 6.60
gram/bidang sadap/hari, sedangkan produksi getah dengan menggunakan etrat yaitu
berkisar antara 4.60 – 5.70 gram/bidang sadap/hari. Produksi getah dengan asam
anorganik lebih tinggi, dikarenakan fungsi dari asam anorganik adalah menghambat
penutupan luka sadapan. Menurut Santosa (2011), CAS atau asam anorganik
memberikan efek panas terhadap getah sehingga getah lebih lama dalam keadaan
cair dan mudah mengalir keluar dari saluran getah, namun keadaan seperti ini hanya
bersifat sementara saja, karena CAS bersifat asam kuat yang dapat merusak kayu
dan lama-kelamaan dapat mengurangi produktivitas getah.
Penggunaan stimulansia asam anorganik mampu menghasilkan getah yang
cukup tinggi, namun penggunaan asam anorganik dalam kegiatan penyadapan
getah pinus dapat mematikan sel-sel epithel disekitar batang pohon pinus dan luka
sadapan berwarna cokelat kehitaman serta kondisi pohon menjadi tidak sehat. Hal
ini serupa dengan hasil penelitian Darmastuti (2011), yang menyebutkan bahwa
penggunaan CAS atau asam anorganik membuat pinus sukar untuk mengeluarkan
getah, karena sel-sel epithel penghasil getah yang telah mati, sehingga pada saat
melakukan perbaharuan luka, kayu gubal terasa keras. Secara fisik, hal ini ditandai
dengan berubahnya warna bidang sadapan dari cokelat muda menjadi cokelat tua
kehitaman. Sukadaryati dan Dulsalam (2013) mengatakan bahwa disatu sisi
penggunaan stimulansia dengan bahan dasar asam kuat dapat meningkatkan
produksi getah, namun di sisi lain dapat membahayakan kesehatan penyadap getah
dan pohon pinus sebagai penghasil getahnya, serta diduga terdapat kandungan
bahan kimia yang berasal dari stimulansia di dalam getah hasil sadapan, sehingga
dapat mengganggu penggunaan getah lebih lanjut. Menurut LIPI (2004) dalam
Darmastuti (2014), uap asam sulfat dapat menyebabkan iritasi pada hidung dan
tenggorokan serta mengganggu paru-paru. Selain itu, cairan asam sulfat juga dapat
merusak kulit dan menimbulkan kebutaan. Penggunaan etrat dalam kegiatan
penyadapan menghasilkan luka sadapan berwarna cokelat bening serta aman bagi
penyadap, lingkungan sekitar dan untuk kelestarian pohon kedepannya. Perbedaan
luka sadapan pohon pinus menggunakan etrat dan asam anorganik ditampilkan pada
Gambar 5.

(a)

(b)

9
(b)

(b)

(c)

(d)

Gambar 5 Kondisi luka sadapan (a). quarre etrat, (b). quarre asam anorganik,
(c). chaintech etrat, dan (d). chaintech asam anorganik

Pengaruh Perlakuan terhadap Produktivitas Getah Pinus
Analisis pengaruh berbagai perlakuan terhadap produktivitas hasil sadapan
getah pinus dilakukan dengan analisis ragam atau Analysis of Variance (ANOVA).
Analisis dilakukan menggunakan analisis ragam untuk rancangan faktorial dengan
tiga faktor yaitu umur, metode, dan penggunaan stimulansia dengan ulangan yang
sama. Hasil analisis ragam dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Analisis ragam pengaruh umur, metode, dan teknik penyadapan
terhadap produktivitas getah pinus
Sumber
keragaman
A
B
C
AB
AC
BC
ABC
Model
Eror
Total

Derajat
bebas
2
1
1
2
2
1
2
11
108
119

Jumlah
kuadrat
3110.14
223.58
200.72
85.08
203.49
8.21
133.96
3965.21
3203.36
7168.57

Kuadrat
tengah
1555.07
223.58
200.72
42.54
101.74
8.21
66.98
360.47
29.66

F
hitung
52.43*
7.54*
6.77*
1.43
3.43*
0.28
2.26

F 0.05
2.35
6.31
6.31
2.35
2.35
6.31
2.35

Keterangan : A: Umur, B: Metode, C: Stimulansia, *= beda nyata (α=0.05%)

Tabel 2 menunjukkan bahwa setiap perlakuan yang diberikan mempunyai
pengaruh yang nyata terhadap rata-rata produktivitas getah pinus. Nilai F hitung
setiap variabel yang diukur lebih besar dari F tabel, sehingga dapat dikatakan bahwa
hipotesis diterima yang berarti setiap variabel memberikan pengaruh yang nyata.

10
Interaksi antara metode dengan stimulansia dan umur dengan metode tidak
berpengaruh nyata terhadap rata-rata produktivitas getah pinus. Hal ini dikarenakan
teknik penyadapan dan jenis stimulansia yang digunakan dalam kegiatan
penyadapan tidak akan mempengaruhi besar kecilnya getah pinus yang diperoleh.
Selanjutnya untuk mengetahui kelompok perlakuan yang berbeda nyata dilakukan
analisis menggunakan Uji Duncan. Hasil Uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil Uji Duncan dari setiap perlakuan terhadap produktivitas
getah pinus
Perlakuan
Umur

Kode

Jumlah
data

A3
A2
A1

40
40
40

Produktivitas rata-rata getah
pinus (g/bidang sadap/hari)
20.75
19.52
9.39

Uji Duncan
(α = 0.05)
A
A
B

Tabel 3 menunjukkan bahwa jenis kelompok perlakuan B yaitu A1 (umur 8
tahun) memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap produktivitas getah pinus
yang dihasilkan, sedangkan kelompok perlakuan A yaitu A2 (umur 9 tahun) dan A3
(umur 10 tahun) memberikan pengaruh yang sama terhadap produktivitas getah
pinus. Hal ini berarti bahwa kegiatan penyadapan dapat dilakukan pada umur 9
tahun ataupun umur 10 tahun karena hasil yang diperoleh akan tetap sama, sehingga
umur sadap buka dalam kegiatan penyadapan getah pinus dapat diturunkan 2 tahun
lebih awal dari yang sudah ditetapkan sebelumnya pada pedoman penyadapan getah
pinus Perum Perhutani tahun 2005 yang menetapkan penyadapan getah dilakukan
pada pinus umur 11 tahun.

Perbandingan Metode Quarre dengan Metode Chaintech
Penggunaan metode chaintech dan metode quarre memiliki kenaikan
bidang sadap yang berbeda setiap periode pelukaan. Perbedaan luas bidang sadap
ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Lebar, tinggi dan luas total sadapan setiap metode
Umur

Metode

8

Quarre
Chaintech
Quarre
Chaintech
Quarre
Chaintech

9
10

Lebar
sadapan (cm)
2
2
2
2
2
2

Tinggi
sadapan (cm)
37
47
36
52
38
57

Luas total
sadapan/pohon (cm2)
74
94
72
104
76
114

Keterangan: jumlah sadapan/pohon = 1, luas total = jumlah sadapan/pohon x lebar sadapan x tinggi
sadapan

11
Pada Tabel 4 terlihat bahwa penggunaan metode chaintech memiliki luas
total sadapan tertinggi pada umur 10 tahun yaitu sebesar 114 cm2, sedangkan luas
total luka sadapan terkecil adalah menggunakan metode quarre yaitu sebesar 72
cm2. Tinggi awal sadapan metode quarre adalah 6 cm dan rata-rata pembaharuan
luka sebesar 3.70 cm/periode pelukaan, sedangkan tinggi awal sadapan
menggunakan metode chaintech adalah 10 cm dan rata-rata pembaharuan luka
sebesar 5.20 cm/periode pelukaan yaitu setiap 3 hari sekali dengan pemanenan
getah sebanyak 10 kali pada setiap umur. Perbedaan luas bidang sadap setiap
metode mempengaruhi besar kecilnya getah yang dihasilkan. Penggunaan
chaintech memiliki hasil yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan quarre,
karena luas bidang sadap metode chaintech lebih besar. Akan tetapi, penggunaan
metode chaintech untuk jangka panjang pada kegiatan penyadapan getah pinus
tegakan muda dengan luka sadapan yang besar serta adanya getaran yang
ditimbulkan dari mesin chainsaw akan mempercepat pohon tumbang dan
mengganggu proses pertumbuhan pohon.
Teknik penyadapan menggunakan metode chaintech berbahaya bagi
kesehatan dan keselamatan operator. Hal ini dikarenakan pada kegiatan penyadapan
getah, operator tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) yang lengkap. Secara
umum, teknik penyadapan menggunakan metode quarre lebih mudah di
aplikasikan dibandingkan dengan teknik penyadapan metode chaintech. Teknik
penyadapan metode chaintech memerlukan biaya bahan bakar dan biaya
perawatannya cukup besar, sedangkan metode quarre perawatannya hanya
menggunakan kikir. Dilihat dari segi adaptasi masyarakat Indonesia terhadap alat,
masyarakat lebih suka menggunakan kadukul. Selain itu, metode chaintech lebih
berat dibandingkan metode quarre dengan kadukul ukuran 2 cm, sehingga kadukul
ukuran 2 cm lebih mudah dan nyaman untuk dibawa ke lapangan, serta tingkat
kerusakan yang ditimbulkan dengan menggunakan metode quarre lebih rendah
dibandingkan dengan metode chaintech.
Perbedaan tenaga dalam melakukan kegiatan penyadapan baik dengan
menggunakan metode quarre maupun chaintech akan membuat kedalaman dan
tinggi pelukaan setiap bidang sadap berbeda-beda. Kendala dari metode chaintech
yaitu operator kurang terampil dalam pengoperasian mesin chainsaw pada kegiatan
penyadapan getah pinus, sehingga menyebabkan sadapan yang kurang rapi dan
menimbulkan serabut pada bidang sadap yang dapat mempengaruhi produksi getah.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Produktivitas rata-rata tertinggi dihasilkan pada penyadapan getah pinus
umur 10 tahun yaitu sebesar 6.92 gram/bidang sadap/hari dan umur 9 tahun sebesar
6.51 gram/bidang sadap/hari, sedangkan terendah dihasilkan pada penyadapan
getah pinus umur 8 tahun yaitu sebesar 3.13 gram/bidang sadap/hari. Penyadapan
pada umur 9 dan 10 tahun secara teknis dan produksi layak diusahakan. Pada awal
penyadapan stimulansia asam anorganik memiliki hasil relatif tinggi kemudian
cenderung menurun, sedangkan stimulansia etrat memiliki kecenderungan hasil
yang meningkat. Teknik penyadapan menggunakan chaintech memiliki hasil yang
lebih tinggi dibandingkan dengan quarre, karena luas bidang sadap metode
chaintech lebih besar.

12

Saran
Penyadapan getah direkomendasikan mulai dari pinus umur 9 tahun.
Penyadapan lebih baik menggunakan stimulansia etrat yang lebih ramah
lingkungan karena stimulansia asam anorganik menimbulkan berbagai dampak
negatif untuk kelestarian pohon pinus ke depannya.

DAFTAR PUSTAKA
Darmastuti IN. 2011. Pengaruh penggunaan stimulansia organik dan zat pengatur
tumbuh (ZPT) terhadap produktivitas penyadapan getah pinus di Hutan
Pendidikan Gunung Walat [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor.
Darmastuti IN. 2014. Penyempurnaan metode quarre dan stimulansia organik pada
penyadapan getah pinus. [tesis]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor.
Doan ANG. 2007. Ciri-ciri fisik pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) banyak
menghasilkan getah dan pengaruh pemberian stimulansia serta kelas umur
terhadap produktivitas getah pinus di RPH Sawangan dan RPH Kemiri KPH
Kedu Selatan, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
FAO. 2010. Pertanian Kehutanan [internet]. [diunduh 2014 Desember 2]. Tersedia
pada http://petanitangguh.blogspot.com/2014/01/penyadapan-getah-pinus.
Kasmodjo. 2011. Dasar-dasar Pengolahan Gondorukem. Yogyakarta (ID).
Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.
[LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2004. Lembar Data Keselamatan
Bahan Kimia [internet]. [diunduh 2014 Maret 7]. Tersedia pada:
http//Kimianet.lipi.go.id/database.cgi?bacadatabase&&&1&1098595676&10
98638744.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2013. Perancangan percobaan dengan aplikasi SAS
dan Minitab. Bogor (ID): IPB Pr.
Perum Perhutani. 2005. Petunjuk Penyadapan Getah Pinus. Surat Keputusan
Direksi Perum Perhutani Nomor: 792/KPTS/DIR/2005. Jakarta.
Perum Perhutani. 2006a. Uji Coba Penyadapan Getah Secara Bor. Kesatuan
Pemangkuan Hutan Malang. Laporan tidak dipublikasikan. Pusat Penelitian
dan Pengembangan.
Perhutani. 2011. Gondorukem Jadi Bisnis yang Menjanjikan [internet]. [diunduh
2014 Desember 2]. Tersedia pada: http://perumperhutani.com/2011/10.
Santosa G. 2011. Pengaruh Pemberian ETRAT terhadap Peningkatan Produktivitas
Penyadapan Getah Pinus (Studi Kasus di KPH Sukabumi, Perum Perhutani
Unit III Jawa dan Banten). Laporan Penelitian. Bogor (ID): Fakultas
Kehutanan IPB.
Sukadaryati, Dulsalam. 2013. Teknik Penyadapan Pinus untuk Peningkatan
Produksi melalui Stimulansia Hayati. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 31(3) :
221-227.

13
Sukarno A, Hardiyanto EB, Marsoem SN, Nai’em M. 2012. Pengaruh Perbedaan
Kelas Umur terhadap Produktivitas Getah Pinus merkusii Jungh et de Vriese
Ras Lahan Jawa melalui Penyadapan Getah Metode Bor. Jurnal Pembangunan
dan Alam Lestari 3 (1).
Ulum MM. 2007. Pengaruh kelas umur dan jenis stimulansia serta analisis biaya
pada penyadapan getah pinus (Pinus merkusii Jungh. Et de Vriese) (Studi
Kasus: RPH Ciguha BKPH Cikawung KPH Sukabumi Perum Perhutani Unit
III Jawa Barat dan Banten) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor.
Wibowo P. 2006. Produktivitas penyadapan getah pinus merkusii Jungh, et de
Vriese dengan sistem koakan (quarre system) di Hutan Pendidikan Gunung
Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

14

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Indramayu, pada tanggal 1 Agustus 1992, sebagai anak
pertama dari pasangan Bapak Caryono dan Ibu Sri Arwati. Penulis pernah
menempuh pendidikan di SDN Panlon 1 dari tahun 1998 hingga 2004, kemudian
penulis melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1 Sindang (2004-2007), dan SMA
Kornita IPB (2007-2010). Selanjutnya, penulis diterima kuliah di Departemen
Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui Ujian
Talenta Mandiri (UTM) pada tahun 2010.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi Himpunan
Profesi Forest Management Students Club (FMSC) sebagai anggota kelompok studi
sosial ekonomi periode 2011-2012, anggota Sylva Indonesia divisi informasi dan
komunikasi periode 2011-2012. Pada tahun 2012-2013 penulis terpilih sebagai
penanggung jawab kelompok studi sosial ekonomi di FMSC, dan aktif sebagai
anggota Sylva Indonesia pada tahun 2011-2013 divisi bank plastik dan aktif
organisasi diluar kampus sebagai anggota Kemangteer Jakarta pada tahun 2013
hingga sekarang. Selama kuliah penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan.
Praktik yang pernah diikuti penulis yaitu Praktik Pengenalan Ekosistem
Hutan (PPEH) jalur Tanamn Nasional Gunung Ciremai Kuningan dan Losarang
Indramayu pada tahun 2012, Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan
Gunung Walat Kabupaten Sukabumi pada tahun 2013, dan Praktik Kerja Lapang
(PKL) di IUPHHK-HA PT Wapoga Mutiara Timber Unit II, Papua pada tahun 2014.
Dalam rangka menyelesaikan pendidikan dan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor, penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul
Produktivitas Penyadapan Getah pada Tegakan Pinus Umur Delapan, Sembilan dan
Sepuluh Tahun di RPH Hanjuang Tengah, BKPH Lengkong, KPH Sukabumi,
Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat dan Banten di bawah bimbingan Dr Ir
Gunawan Santosa, MS.