Eksplorasi Jamur Perombak Serasah di Bawah Tegakan Pinus (Pinus merkusii Jungh et de vriese) dan Rasamala (Altingia excelsa Noronha)

(1)

EKSPLORASI JAMUR PEROMBAK SERASAH DI BAWAH

TEGAKAN PINUS (Pinus merkusii Jungh et de vriese)

DAN

RASAMALA (Altingia excelsa Noronha)

SKRIPSI

Oleh:

Triaty Handayani

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(2)

EKSPLORASI JAMUR PEROMBAK SERASAH DI BAWAH

TEGAKAN PINUS (Pinus merkusii Jungh et de vriese)

DAN

RASAMALA (Altingia excelsa Noronha)

SKRIPSI

Oleh:

Triaty Handayani 101201001 Budidaya Hutan

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan pada Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian :

Eksplorasi Jamur Perombak Serasah di Bawah

Tegakan Pinus

(Pinus merkusii

Jungh et de

vriese

)

dan Rasamala

(Altingia excelsa

Noronha

)

Nama : Triaty Handayani

Nim : 101201001

Program Studi : Kehutanan

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing

Dr. Deni Elfiati, S.P, M.P. Dr. Delvian, S.P, M.P Ketua Anggota

Mengetahui,

Siti Latifah S.Hut, M.Si, Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan


(4)

ABSTRAK

TRIATY HANDAYANI : Eksplorasi Jamur Perombak Serasah di Bawah Tegakan Pinus (Pinus merkusii Jungh et de vriese) dan Rasamala (Altingia

excelsa Noronha). Dibimbing oleh DENI ELFIATI dan DELVIAN.

Serasah merupakan lapisan yang terdiri dari bagian tumbuhan telah mati yang menyebar dipermukaan tanah dibawah hutan sebelum bahan tersebut mengalami dekomposisi. Serasah mengalami dekomposisi yang dilakukan oleh mikroba tanah sehingga mempercepat tersedia kandungan unsur hara tanah bagi tumbuhan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis jamur yang mampu merombak serasah pada daun Pinus (Pinus merkusii Jungh et de vriese) dan Rasamala (Altingia excelsa Noronha). Hasil jamur perombak serasah yang diperoleh sebanyak 9 jenis yaitu Trichoderma sp, Aspergillus sp1, dan Aspergillus sp2, Aspergillus sp3, Aspergillus sp4, Mucor sp, Penicillium sp1, Penicillium sp2, Rhizopus sp dan Trichoderma sp. Secara makroskopis dapat dilihat melalui pertumbuhan koloni jamur perombak serasah, sedangkan secara mikroskopis dengan bantuan mikroskop.

Kata kunci : Pinus, Rasamala, Serasah, Jamur.  

               


(5)

ABSTRACT

TRIATY HANDAYANI : Exploration perombak Litter Fungi Under pine stands

(Pinus Jungh et de Vriese) and Rasamala (Altingia excelsa Noronha). Supervised by DENI ELFIATI and DELVIAN.

Litter is a layer consisting of dead plant parts were spread on the surface of the land is under forest before the materials decompose. Experiencing litter decomposition is performed by soil microbes thus speeding up the nutrient content of soil available for plants. purpose of this study was to determine the types of fungi are capable of overhauling the leaf litter on Pine (Pinus Jungh et de Vriese)

and Rasamala (Altingia excelsa Noronha). The results obtained litter decomposer 

fungi  were 9 types of Trichoderma  sp, Aspergillus sp1  and sp2 Aspergillus, 

Aspergillus sp3, sp4 Aspergillus, Mucor sp, Penicillium sp1, sp2 Penicillium, 

Rhizopus  sp  and  Trichoderma  sp.  Macroscopically  visible  through  litter 

decomposer fungal colony growth, whereas microscopically with the aid of a

microscope.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

Penelitian ini berjudul “Eksplorasi Jamur Perombak Serasah di Bawah Tegakan Pinus (Pinus merkusii Jungh et de vriese) dan Rasamala (Altingia excelsa Noronha). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis jamur perombak serasah dibawah tegakan Pinus dan Rasamala pada kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) Hutan Pendidikan USU.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Deni Elfiati. SP, MP dan Dr. Delvian, SP, MP selaku dosen pembimbing penulis serta kepada seluruh teman-teman yang telah mendukung dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan baik itu dari struktur penulisan maupun penyampaiannya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar dapat memperbaiki dalam penulisan skripsi ini. Demikianlah penulis ucapkan terima kasih. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2014


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penilitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Taman Hutan Raya ... 4

Rasamala (Altingia excelsa Noronha) ... 4

Pinus (Pinus merkusii Jungh et De Vriese) ... 6

Proses Dekomposisi ... 7

a. Perubahan Fisik Serasah ... 7

b. Perubahan Kimiawi Serasah ... 7

c. Kandungan Kimia Serasah ... 7

Fungi ... 8

a. Karakteristik Utama Fungi ... 9

b. Peranan Fungi Terhadap Proses Dekomposisi ... 9

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fungi ... 11

a. Substrat ... 11

b. Cahaya ... 11

c. Kelembaban ... 12

d. Suhu ... 12

e. Derajat Kemasaman Lingkungan (pH) ... 12

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 13

Alat dan Bahan ... 13


(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah Jamur Perombak Serasah ... 16 Morfologi Jamur ... 17

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 26 Saran ... 26


(9)

ABSTRAK

TRIATY HANDAYANI : Eksplorasi Jamur Perombak Serasah di Bawah Tegakan Pinus (Pinus merkusii Jungh et de vriese) dan Rasamala (Altingia

excelsa Noronha). Dibimbing oleh DENI ELFIATI dan DELVIAN.

Serasah merupakan lapisan yang terdiri dari bagian tumbuhan telah mati yang menyebar dipermukaan tanah dibawah hutan sebelum bahan tersebut mengalami dekomposisi. Serasah mengalami dekomposisi yang dilakukan oleh mikroba tanah sehingga mempercepat tersedia kandungan unsur hara tanah bagi tumbuhan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis jamur yang mampu merombak serasah pada daun Pinus (Pinus merkusii Jungh et de vriese) dan Rasamala (Altingia excelsa Noronha). Hasil jamur perombak serasah yang diperoleh sebanyak 9 jenis yaitu Trichoderma sp, Aspergillus sp1, dan Aspergillus sp2, Aspergillus sp3, Aspergillus sp4, Mucor sp, Penicillium sp1, Penicillium sp2, Rhizopus sp dan Trichoderma sp. Secara makroskopis dapat dilihat melalui pertumbuhan koloni jamur perombak serasah, sedangkan secara mikroskopis dengan bantuan mikroskop.

Kata kunci : Pinus, Rasamala, Serasah, Jamur.  

               


(10)

ABSTRACT

TRIATY HANDAYANI : Exploration perombak Litter Fungi Under pine stands

(Pinus Jungh et de Vriese) and Rasamala (Altingia excelsa Noronha). Supervised by DENI ELFIATI and DELVIAN.

Litter is a layer consisting of dead plant parts were spread on the surface of the land is under forest before the materials decompose. Experiencing litter decomposition is performed by soil microbes thus speeding up the nutrient content of soil available for plants. purpose of this study was to determine the types of fungi are capable of overhauling the leaf litter on Pine (Pinus Jungh et de Vriese)

and Rasamala (Altingia excelsa Noronha). The results obtained litter decomposer 

fungi  were 9 types of Trichoderma  sp, Aspergillus sp1  and sp2 Aspergillus, 

Aspergillus sp3, sp4 Aspergillus, Mucor sp, Penicillium sp1, sp2 Penicillium, 

Rhizopus  sp  and  Trichoderma  sp.  Macroscopically  visible  through  litter 

decomposer fungal colony growth, whereas microscopically with the aid of a

microscope.


(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu kawasan yang diperuntukkan untuk pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya adalah Taman Hutan Raya. Kawasan Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli , yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian , ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi (Yudohartono, 2008).

Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara (USU) merupakan satu contoh kawasan hutan hujan tropis Indonesia yang tentunya memiliki keanekaragaman jamur makroskopis dan mikroskopis yang tinggi. Di kawasan Hutan Pendidikan USU penelitian mengenai keanekaragaman jamur mikroskopis lokal hutan hujan tropis, sejauh ini belum pernah dilakukan. Mengingat pentingnya peranan jamur mikroskopis dalam suatu ekosistem hutan hujan tropis, seperti Hutan Pendidikan USU, maka penting dilakukan suatu penelitian untuk eksplorasi keanekaragaman spesies jamur mikroskopis di kawasan Hutan Pendidikan USU, Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Desa Tongkoh, Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo, Sumatera Utara (Tampubolon, 2012).

Serasah merupakan lapisan yang terdiri dari bagian tumbuhan telah mati yang menyebar dipermukaan tanah dibawah hutan sebelum bahan tersebut mengalami dekomposisi. Perkiraan jumlah dan komposisi jatuhan serasah penting diketahui untuk mempelajari siklus nutrient dalam hutan dan merupakan bagian penting dalam ekologi hutan (Handayani, 2006).


(12)

Serasah merupakan bagian organ tumbuhan yang mati dan terdapat di lapisan atas pada permukaan tanah. Serasah merupakan biomassa tumbuhan ditemukan di atas permukaan tanah sebagai bahan organik yang mengandung unsur hara dan mempengaruhi kesuburan tanah. Serasah mengalami dekomposisi yang dilakukan oleh mikroba tanah sehingga mempercepat tersedia kandungan unsur hara tanah bagi tumbuhan (Kurniasari, 2009).

Makhluk hidup yang melakukan dekomposisi dikenal sebagai dekomposer, pengurai atau saprobe. Proses dekomposisi sebagian besar adalah proses biologi yang dilakukan oleh mikroorganisme. Salah satunya adalah jamur. Jamur memiliki peran penting dalam siklus hara dengan kemampuannya dalam menghancurkan dan digunakan dalam industry untuk menghasilkan beragam produk yang berguna. Fungi berkembang dalam tanah, pada bahan organik bersimbiosis dengan tumbuhan, hidup dalam tubuh binatang. Metabolisme makhluk hidup dan proses perubahan yang terjadi di alam banyak dipengaruhi oleh keberadaan fungi, sehingga fungi merupakan organisme penting dalam ekosistem. Bahan organik yang menumpuk sebagai serasah tidak menjadi lebih bermanfaat bagi kehidupan makhluk lain jika tidak ada peran fungi (Subandi, 2010).

Fungi adalah organisme dengan asimilatif (non-produktif) struktur fungi terdiri dari miselium. Miselium tersebut biasanya tumbuh secara radial dari titik asal, jika kondisi yang sama tentang hal itu. Setiap cabang struktur ini dapat dibagi dengan silang dinding (septa), tergantung pada sifat dari species. Umumnya sebagai dasar identifikasi pada banyak biasa spora


(13)

aseksual (konidia) yang merupakan hasil dari pembagian sel-sel miselium. (Gilman, 1957).

Daun merupakan sebagian besar dari serasah yang ada di lantai hutan, bahkan 70% dari serasah yang ada di lantai hutan berupa daun. Sisanya ranting, patahan cabang, batang dan lain sebagainya. Sehingga kecepatan terdekomposisi serasah daun tanaman tersebut menjadi salah satu penentu jamur yang berperan dalam proses dekomposisinya. Dengan demikian serasah yang terdekomposisi mampu memperbaiki siklus hara dalam tanah dan juga membantu menyuburkan tanah . Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran atau fragmentasi atau pemecahan struktur fisik yang mungkin dilakukan oleh hewan pemakan bangkai (scavenger) terhadap hewan-hewan mati atau oleh hewan-hewan herbivore terhadap tumbuhan dan menyisakannya sebagai bahan organik mati yang selanjutnya menjadi serasah, debris atau detritus dengan ukuran yang lebih kecil (Nafia, 2009).

Tujuan

Untuk mengetahui jenis-jenis jamur perombak serasah pada ekosistem kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) Hutan Pendidikan USU.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini berguna untuk memberi informasi tentang jenis – jenis fungi yang mampu merobak serasah daun dibawah tegakan Pinus dan Rasamala pada kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) Hutan Pendidikan USU.


(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Taman Hutan Raya

Taman hutan raya yang merupakan ekosistem hutan hujan tropis yang merupakan ekosistem hutan hujan tropis yang merupakan habitat makhluk hidup. Taman Hutan Raya (TAHURA) Bukit Barisan Tongkoh, Kabupaten Karo, kawasan hutan ini dapat dijadikan sebagai lokasi penelitian. Tipe vegetasinya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu tipe vegetasi semak belukar, hutan sekunder dan hutan primer dari dataran rendah sampai dataran tinggi mencapai ± 2000 mdpl. Topografinya dataran sampai berbukit dengan kemiringan lahan tanah liatdan berpasir. Kawasan hutan ini memiliki bulan basah (Curah Hujan 7200 mm/ bulan) selama sembilan bulan berturut-turut, kisaran suhu antara 16,80C – 230 C, serta kelembaban yang tinggi ± 80% (Lukmana, 2012).

Rasamala (Altingia excelsa Noronha)

Rasamala (Altingia excelsa) merupakan salah satu jenis tumbuhan hutan family Hamamelidaceae. Tinggi pohon Rasamala dapat mencapai 50 meter dengan tinggi batang bebas cabang 15-40 m, diameter sampai 150 cm, namun pada umumnya tingginya berkisar antara 40-50 meter dengan diameter 80-110 cm. kulit luar berwarna coklat muda atau kelabu merah, dan sedikit mengelupas. Pada umur yang agak tua, batang berbanir. Kulit batang memiliki tebal ± 1cm, agak rapuh dan keras, agak licin, berwarna abu-abu sampai abu-abu kuning atau abu-abu coklat. Kulit batangnya ada yang menglupas dalam bentuk potongan-potongan panjang dan tipis, retak-retak melintang, berwarna merah coklat atau coklat kuning. Kayu segar berbau asam dan mengandung sedikit damar yang apabila dibakar meneluarkan bau harum. Tajuk Rasamala pada saat muda


(15)

berbentuk kerucut, runcing, dan rapat, sedangkan pada umur tunggal, tersebar dan berbentuk bulat telur dengan pinggir bergerigi.

Sistematika Altingia excelsa sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Hamamelidales Famili : Hamamelidaceae Genus : Altingia

Spesies : Altingia excelsa Noronha

Rasamala mempunyai nama daerah Rasamala (Jawa Barat), gadog (Jawa), tulason (Tapanuli), lamin, mandung, mandung jati atau sigadungdeung (Minangkabau), dan cemara hitam (Plembang). Penyebaran Rasamala secara alami di Indonesia meliputi Sumatera Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, dan Jawa Barat. Di Jawa Barat Rasamala tumbuh pada ketinggian 500-1500 m dpl pada daerah-daerah dengan musim kering basah atau sedang. Rasamala tumbuh tersebar di Jawa Barat pada ketinggian 600-1600 m dpl pada tanah yang subur dan selalu lembab. Spesies ini merupakan pohon besar dengan menjulur keluar, mempunyai bentuk kanopi menyerupai kembang kol. Bau dan cukup menyengat. Daun muda Rasamala biasanya dikonsumsi atau digoreng, dammar (getah) pohon ini dapat digunakan sebagai pewangi (Hidayah, 2011).

Pinus (Pinus merkusii Jungh et De Vriese)

Pinus merkusii Jungh et de vriese pertama kali ditemukan dengan nama


(16)

Dr. F.R. Junghuhn pada tahun 1841. Jenis ini tergolong jenis cepat tumbuh dan tidak membutuhkan persyaratan khusus. Keistimewaan jenis ini antara lain merupakan satu-satunya yang menyebar secara alami ke selatan khatulistiwa sampai 20LS. Pinus atau tusam dikenal sebagai penghasil kayu, resin dan gondorukem yang dapat diolah lebih lanjut sehingga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Kelemahan Pinus adalah peka terhadap kebakaran, karena menghasilkan serasah daun yang tidak mudah membusuk secara alami.

Sistematika pohon Pinus adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Spermathopytha Subdivisi : Gymnospermae Kelas : Coniferae Ordo : Pinales Famili : Pinaceae Genus : Pinus

Spesies : Pinus merkusii Jungh et de vriese

Pohon ini dapat mencapai tinggi 60-70 m dengan diameter 10 cm. Kulit batang berwarna kelabu tua, berjalur agak dalam, memanjang bersepih dalam lempeng, batang bulat panjang lurus dan kadang-kadang juga bengkok. Tajuk pohon ini tidak begitu lebar, pada waktu muda berbentuk kerucut panjang dan agak rapat dan selalu hijau. Daunnya berbentuk jarum dengan panjang 15-20 cm dan buahnya berbentuk kerucut (Sitorus, 2011).

Dari beberapa kajian ekologis pada daerah pertumbuhan pohon Pinus menunjukkan tidak ada pertumbuhan tanaman herba, hal tersebut diduga karena


(17)

serasah daun Pinus yang terdapat pada tanah mengeluarkan zat alelopati yang menghambat pertumbuhan herba. Hal tersebut diperkuat dengan hasil uji efektivitas ektrak daun Pinus menunjukkan bahwa senyawa alelopati yang terdapat dalam ekstrak daun Pinus dapat menghambat perkecambahan benih Amaranthus viridis (Novianti. 2006).

Proses Dekomposisi

Proses dekomposisi serasah meliputi perubahan fisik serasah, perubahan kimiawi serasah, dan kandungan kimia serasah;

a. Perubahan fisik serasah

Proses dekomposisi ditandai oleh perubahan fisik serasah. Hal ini dapat dilihat baik bentuk maupun bobotnya. Serasah mulai mengalami fragmentasi terutama setelah 30 hari. Lembaran-lembaran daun mulai berubah menjadi potongan-potongan dan serpihan-serpihan dan ukuran potongan semakin mengecil dari waktu ke waktu, sehingga jumlah serpihan terus bertambah (Anggrini, 2010).

b. Perubahan kimiawi serasah

Salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi laju dekomposisi serasah adalahkandungan kimia serasah. Faktor ini sering juga disebut sebagai kualitas serasah yang terutama sekali berkaitan dengan kandungan unsur C dan N serta rasio antara keduanya (C/N). Semakin tinggi rasio C/N dalam serasah, maka semakin rendah kualitas serasah atau dengan kata lain, semakin sukar terdekomposisi. Oleh karenanya, serasah dengan rasio C/N <20 justru disebut sebagai serasah berkualitas tinggi, sementara serasah


(18)

dengan rasio C/N antara 20 dan 40 berkualitas sedang dan yang memiliki rasio C/N >40 disebut berkualitas rendah (Anggrini, 2010).

c. Kandungan kimia serasah

Serasah dari pepohonan dan tanaman, seperti dedaunan dan ranting, memiliki komposisi selulosa sebesar 45% dari berat kering bahan. Sedangkan hemiselulosa menempati 20-30% dan sisanya adalah lignin. Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan β-1,4 glukosida dalam rantai lurus. Bangun dasar selulosa berupa suatu selobiosa yaitu dimer dari glukosa. Hemiselulosa merupakan kelompok polisakarida heterogen dengan berat molekul rendah. Hemiselulosa relatif lebih mudah dihidrolisis dengan asam menjadi monomer yang mengandung glukosa, mannosa, galaktosa, xilosa dan arabinosa. Lignin merupakan polimer dengan struktur aromatik yang terbentuk melalui unit-unit penilpropan yang berhubungan secara bersama oleh beberapa jenis ikatan yang berbeda. Lignin sulit didegradasi karena strukturnya yang kompleks dan heterogen yang berikatan dengan selulosa dan hemiselulosa dalam jaringan tanaman (Hanum dan Kuswytasari, 2014).

Fungi

Fungi adalah organisme yang sel-selnya berinti sejati (eucariotic),biasanya berbentuk benang , bercabang – cabang , tidak berklorofil, dinding selnya mengandung kitin, selulosaatau keduanya. Jamur adalah organisme heterotrof absobtif, dan membentuk beberapa macam spora.Bagian vegetatif pada jamur umumnya berupa benang-benang halus memanjang, bersekat (septa) atau tidak, dinamakan dengan hifa. Kumpulan benang - benang hifa tersebut dinamakan dengan miselium. Miselium dapat dibedakan menjadi dua tipe pokok. Yang


(19)

pertama mempunyai hifa senositik (coenoytic) , yaitu hifa yang mempunyai banyak inti dan tidak mempunyai sekat melintang sekat melintang, jadi hifa ini berbentuk tabung halus yang mengandung protoplas dengan banyak inti.

Pembelahan intinya tidak diikuti oleh pembelahan sel. Yang kedua mempunyai

satu dua inti (Semangun, 1996).

a. Karakteristik utama fungi

Tiga karakteristik utama fungi adalah: (1) pembentukan struktur unit dasar yaitu hifa, (2) pembentukan propagul reproduksi yang sebagian besar adalah spora (biasanya bersel satu) dan (3) penyerapan makanan secara heterotrofik ( fungi menghasilkan enzim yang diperlukan untuk penguraian bahan-bahan organik , sehingga dapat diserap dalam bentuk larutan. Di samping tiga karakter utama tersebut , fungi juga mempunyai karakter lain yaitu ( 1 ) sebagian multiseluler , (2) sebagian besar tidak dapat bergerak/ tidak mempunyai bulu cambuk (non-motile), (3) dinding sel kaku, biasanya mengandung khitin, dan (4) pertumbuhan tidak tentu (Widyastuti dkk, 2005).

b. Peranan fungi terhadap proses dekomposisi

Faktor yang mempengaruhi jumlah fungi dalam tanah lain : kadar bahan organik, potential of hydrogen (pH) , pemupukan , regim kelembaban, aerasi, suhu, dan komposisi vegetasi. Fungi mampu berkembang pada kisaran pH sangat masam (dibawah 3) sampai alkalin (diatas 9). Keberadaan fungi yang dominan pada tanah - tanah masam disebabkan oleh toleransi fungi yang lebih tinggi terhadap kemasaman dibandingkan bakteri dan aktinomicetes. Oleh karena itu proses dekomposisi material pada tanah-tanah masam lebih didominasi oleh


(20)

aktivitas fungi. Sebagian besar fungi tergolong mesofilik dengan kisaran suhu optimum 25-350C. Fungi yang umum terdapat dalam tanah antara lain berasal dari genus Penicillium , Trichoderma , Aspergillus , Fusarium , dan Mucor (Widjayatnika, 2009).

Peranan fungi tanah sangat beragam , diantaranya adalah sebagai dekomposer , bersimbiosis dengan akar tanaman (mikoriza) , bahkan sebagian bersifat sebagai patogen dan parasit. Fungi dekomposer atau disebut juga saprofit mendapatkan energi dengan merombak bahan organik menjadi co2 dan molekul sederhana seperti asam organik . Asam organik yang dihasilkan fungi dari dekomposisi material akan meningkatkan akumulasi asam humat (humic acid) yang bersifat resisten sehingga dapat bertahan di tanah dalam waktu yang lama sebagai sumber bahan organik (Widjayatnika, 2009).

Senyawa - senyawa serasah terdekomposisi dan termineralisasi sehingga menyediakan unsur - unsur yang penting bagi pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme yang pada umumnya didominasi oleh jamur, membutuhkan sumber karbon, nutrisi makro seperti nitrogen, fosfor, potasium dan elemen lain untuk pertumbuhannya. Sedangkan nutrisi-nutrisi tersebut terdapat bersama-sama di dalam sel tumbuhan. Untuk mendapatkan sumber - sumber nutrisi, mikroorganisme harus mendegradasi sel tumbuhan terlebih dahulu. Sel tumbuhan sendiri dilindungi oleh senyawa lignin yang kompleks dan selulosa sebagai penyusun dinding sel yang sulit dicerna oleh enzim mikroorganisme (lignolisis). Hal ini menyebabkan proses penggunaan sumber karbon dan senyawa lain untuk metabolisme mikroorganisme terhambat. Oleh sebab itu, semakin tinggi kandungan ligninnya , semakin lama proses dekomposisi suatu bagian


(21)

tanaman (Rindyastuti dan Darmayanti, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fungi

Pada umumnya, pertumbuhan fungi (jamur) dipengaruhi oleh faktor substrat, cahaya, kelembaban, suhu, derajat keasaman substrat (pH) dan senyawa-senyawa kimia di lingkungannya ( Gandjar,et al., 2006).

a. Substrat

Substrat merupakan sumber nutrien utama bagi jamur. Nutrien-nutrien baru dapat dimanfaatkan sesudah jamur mengeksresi enzim-enzim ekstra seluler yang dapat mengurai senyawa-senyawa kompleks dari substrat tersebut menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, banyak jamur memiliki kemampuan mengeksresikan beberapa jenis enzim ke lingkungan yang menguraikan karbohidrat kompleks, antara lain cellulase, amilase, pectinase, chitinase, dextranase, xylanase. Sebab selulosa adalah polisakarida utama di dalam jaringan tumbuhan yang menjadi sumber karbon potensial bagi jamur (Garraway, 1984).

b. Cahaya

Spektrum cahaya dengan panjang gelombang 380-720 nm relatif berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur, juga berpengaruh terhadap sporulasi (Deacon, 1988). Pengaruh cahaya terhadap reproduksi jamur cukup kompleks. Tingkat perkembangan yang berbeda membutuhkan sinar yang berbeda. Intensitas, durasi, kualitas cahaya menentukan besarnya pengaruh cahaya terhadap jamur. Umumnya cahaya menstimulasi atau menjadi faktor penghambat terhadap pembentukan struktur alat-alat reproduksi dan spora pada jamur. Walaupun proses reproduksi memerlukan cahaya, hanya fase tertentu saja yang memerlukan cahaya, atau


(22)

secara bergantian struktur berbeda di dalam sporokarp dapat memberi respon berbeda terhadap cahaya.

c. Kelembaban

Pada umumnya jamur tingkat rendah memerlukan kelembaban nisbi 90 %, dan dari jenis hyphomycetes dapat hidup pada kelembaban yang lebih rendah yaitu 80 %. Menurut Deacon (1984) pertumbuhan jamur dapat berlangsung dengan kelembaban minimal 70%, walaupun beberapa jamur dapat tumbuh dengan sangat lambat pada kelembaban 65%.

d. Suhu

Berdasarkan kisaran suhu lingkungan yang baik, untuk pertumbuhan,

jamur dikelompokkan sebagai jamur psicrofil, mesofil dan termofil (Gandjar,et al., 2006). Menurut Deacon (1984) sebagian besar fungi atau jamur

bersifat mesofilik, tumbuh pada temperatur sedang pada rentang 10 – 400 C, optimum pada suhu 25 – 350 C.

e. Derajat keasaman lingkungan (pH)

Derajat keasaman substrat sangat penting untuk pertumbuhan fungi, karena enzim-enzim tertentu hanya akan mengurai suatu substrat sesuai dengan aktivitasnya pada pH tertentu. Umumnya menyenangi pH dibawah 7,0. Jenis-jenis Khamir tertentu bahkan tumbuh pada pH cukup rendah yaitu pH 4,5 – 5,5 (Gandjar,et al., 2006). Menurut Deacon (1984) dalam pengamatan di laboratorium jamur tumbuh pada rentang 4,5 – 8,0 dengan pH optimum berkisar 5,5 – 7 5,5.


(23)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2014. Pengambilan sampel dilakukan di kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) Hutan Pendidikan USU. Isolasi dan identifikasi fungi dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, gelas ukur, labu erlenmeyer, timbangan analitik, kamera, oven, autoklaf, laminar air flow, mikroskop cahaya, kaca preparat, label kertas, aluminum foil, plastik clingwrap, lampu bunsen, gunting, kapas, kertas saring dan

sprayer.

Bahan-bahan yang digunakan adalah serasah daun dibawah tegakan Pinus dan Rasamala pada ekosistem Taman Hutan (TAHURA) masing-masing 100 g, aquades, antibiotik kalmicitin, dan media Potatoes Dextorse Agar (PDA).

Prosedur Penelitian Persiapan alat

Cawan Petri, labu Erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi disterilkan dengan oven dengan suhu 800C, sedangkan media disterilkan menggunakan autoklaf dengan suhu 1210 C, tekanan 15 Psi dalam waktu 15-30 menit. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

Media yang digunakan dibuat dengan cara sebagai berikut: 500 g kentang dipotong dan direbus, kemudian disaring diambil sarinya. Ditimbang dektrose


(24)

sebanyak 20 g, dan agar sebanyak 20 g. Semua bahan dicampur dan ditambah dengan air sampai mencapai 1 liter dimasukkan dalam panci aluminium dan dipanaskan, Setelah mendidih dipindah kedalam erlenmenyer dan tutup dengan mengunakan kapas dan aluminium foil. Kemudian disterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210C dan tekanan 15 Psi selama 15-30 menit.

Pengambilan Sampel Serasah Daun

Serasah diambil pada petak dengan ukuran 5m × 5m sebanyak 5 petak. Pada tiap petak diambil 5 titik contoh serasah dibawah tegakan Pinus dan Rasamala. Pada tiap titik contoh diambil ± 100 g serasah pada satu jenis tegakan (Ilyas, 2007), sehingga diperoleh 25 titik sampel masing-masing dibawah satu jenis tegakan, selanjutnya dimasukkan ke dalam kantong plastik putih yang berukuran 20 kg.

Isolasi Jamur perombak serasah

Serasah daun terlebih dahulu dibersihkan dari tanah yang menempel. Kemudian dipotong secara aseptik dengan pisau menjadi potongan-potongan berukuran kurang lebih 1cm × 1cm dan diletakkan langsung di atas permukaan agar PDA dalam cawan petri. Kemudian diinkubasi di dalam inkubator. Sesudah diinkubasi selama 2-7 hari pada suhu yang sesuai (28°C). Koloni-koloni jamur yang tumbuh terpisah atau tumbuh tunggal diamati, dan segera dipindahkan secara aseptik ke cawan petri yang lain dengan medium PDA (Gandjar dkk., 1999).

Pemurniaan Jamur perombak serasah

Setelah dilakukan pengisolasian, jamur perombak serasah yang telah tumbuh selanjutnya dilakukan pemurnian. Dilakukan pada media PDA dan


(25)

inkubasi selama 14 hari. Fungi yang telah tumbuh pada media, diamati ciri-ciri makroskopisnya.

Identifikasi jamur perombak serasah a. Identifikasi secara makroskopis

Masing-masing jenis fungi yang diperoleh, dikultur tunggal pada media PDA dan diidentifikasi secara makroskopis dengan mengamati warna spora, permukaan atas, permukaan bawah dan diameter koloni.

b. Identifikasi secara mikroskopis

Identifikasi dilakukan dengan pengamatan hifa, konidia, bentuk spora dan warna spora dilakukan dibawah mikroskop cahaya. Dari hasil pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis diidentifikasi dan

dicocokkan dengan menggunakan buku identifikasi jamur (Gandjar dkk., 1999).


(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah jamur perombak serasah

Jumlah jamur perombak serasah pada serasah daun Pinus (Pinus

merkusii Jungh et de vriese) dan pada serasah daun Rasamala (Altingia

excelsa Noronha) dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Jumlah jamur perombak serasah

Dari Tabel 1 tersebut diperoleh jenis jamur perombak serasah pada daun Pinus (Pinus merkusii Jungh et de vriese) terdapat jumlah total 12 jenis dan

jumlah rata-rata 2 jenis jamur perombak serasah, pada daun Rasamala

(Altingia excelsa Noronha) terdapat jumlah total 19 jenis dan jumlah rata-rata 4

jenis jamur perombak serasah.

Hal ini disebabkan oleh kandungan lignin yang kita ketahui besar pada daun Pinus. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Hanum dan Kuswytasari, 2014) yang menyatakan bahwa, Serasah dari pepohonan dan tanaman, seperti dedaunan dan ranting, memiliki komposisi selulosa sebesar 45% dari berat kering bahan.

Petak ke- Jenis daun

Pinus Rasamala 1 3 5 2 3 6 3 2 4 4 1 4 5 3 4

Total 12 19


(27)

Sedangkan hemiselulosa menempati 20-30% dan sisanya adalah lignin. Lignin sulit didegradasi karena strukturnya yang kompleks dan heterogen.

Selain itu juga dapat dipengaruhi oleh sifat alelopati yang dimiliki oleh Pinus, yang merupakan senyawa yang bersifat toksik yang dihasilkan oleh suatu tanaman terhadap gulma. sehingga dapat mempengaruhi pada tumbuhan bawah yang tumbuh dibawah tegakan, dapat kita lihat sendiri dibawah tegakan Pinus jarang ditemui tumbuhan lain, sedangkan dibawah tegakan Rasamala banyak terdapat jenis tumbuhan bawah yang lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Novianti, 2006) yang menyatakan bahwa pada daerah pertumbuhan pohon Pinus menunjukkan tidak ada pertumbuhan tanaman herba, hal tersebut diduga karena serasah daun Pinus yang terdapat pada tanah mengeluarkan zat alelopati yang menghambat pertumbuhan.

Morfologi jamur

Hasil pengamatan morfologi masing-masing jamur perombak serasah dibawah tegakan Pinus dan Rasamala baik secara makroskopis maupun mikroskopis dapat dilihat pada Tabel 2 berikut;

Tabel 2. Morfologi jamur perombak serasah

No Jenis Makroskopis Mikroskopis Jenis daun Warna koloni Bentuk dan arah pertumbuhan Bentuk hifa Bentuk konidia Pinus Rasamala 1 Aspergillus sp1 Coklat

kehitaman sampai

hitam

Bulat, koloni menyebar kesegala arah, permukaan halus sampai kasar Tidak Bersepta

Bulat, Oval + -

2 Aspergillus sp2 Coklat kehitaman

Bulat, koloni menyebar kesegala arah,

permukaan

Tidak Bersepta


(28)

halus 3 Aspergillus sp3 Coklat

kehitaman

Bulat, koloni menyebar kesegala arah, permukaan halus Tidak Bersepta

Oval - +

4 Aspergillus sp4 Coklat kehitaman

sampai hitam

Bulat, koloni menyebar kesegala arah, permukaan halus sampai kasar Tidak Bersepta

Bulat - +

5 Mucor sp Putih Bulat, koloni menyebar kesegala arah

Tidak Bersepta

Bulat - + 6 Penicellium sp1 Hijau Bulat, koloni

mengumpul, permukaan halus dan licin

Bersepta Oval + -

7 Penicellium sp2 Hijau abu-abu sampai hitam Bulat, koloni mengumpul, permukaan halus

Bersepta Oval - +

8 Rizophus sp Hijau hingga hijau gelap Bulat, permukaan kasar, cincin jelas, hifa rapat dan menyeluruh Tidak Bersepta

Bulat - +

9 Trichoderma sp Hijau lumut Bulat, permukaan halus, cincin jelas, hifa rapat dan menyebar kesegala arah

Bersepta Oval + +

Dari table 2 tersebut diperoleh jamur perombak serasah sebanyak 9 jenis yaitu Trichoderma sp, Aspergillus sp1, dan Aspergillus sp2, Aspergillus sp3, Aspergillus sp4, Mucor sp, Penicillium sp1, Penicillium sp2, Rhizopus sp

dan Trichoderma sp. Secara makroskopis dapat dilihat melalui pertumbuhan

koloni jamur perombak serasah, sedangkan secara mikroskopis dengan bantuan mikroskop.


(29)

Aspergillus sp1 secara makroskopis dapat dilihat pada gambar 1. (A), secara mikroskopis dapat dilihat pada gambar 1 (B), dibawah ini :

Gambar 1. (A) Koloni Aspergillus sp 1. setelah berumur 7 hari pada media PDA dan (B) Bentuk miksoskopik, (a) Konidia, (b)Konodiofor

Aspergillus sp1 diperoleh pada daun Pinus ditandai dengan warna

koloni hitam tipis, yang membentuk diameter koloni ±1,5 cm pada hari kedua setelah pemurnian dilakukan dan pada umur 7 hari 3-7 cm. Hal ini sesuai dengan pertanyataan Gandjar, dkk (1999) yang menyatakan bahwa

Aspergillus sp memiliki koloni umumnya tipis, konidia berbentuk bulat

hingga semi bulat. Habitat spesies ini umumnya kosmopolit di daerah tropis dan subtropis, dan mudah diisolasi dari tanah, air, udara. Aspergillus sp2 dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini :

Gambar 2. (A) Koloni Aspergillus sp2. setelah berumur 7 hari pada media PDA dan (B) Bentuk miksoskopik, (a) Konidia, (b)Konodiofor


(30)

Jamur perombak jenis Aspergillus sp2 diperoleh pada daun Pinus ditandai dengan memiliki warna koloni hitam dengan dasar berwarna putih, pertumbuhannya lambat, diameter koloni 0,1-0,5 cm. Hal ini sesuai dengan pertanyataan Gandjar, dkk (1999) yang menyatakan bahwa Aspergillus sp ditandai dengan memiliki satu lapisan basal yang kompak berwarna putih, dan suatu lapisan konidifor yang lebat yang berwarna coklat tua hingga hitam. Kepala konidia berwarna hitam, berbentuk bulat, dan cenderung merekah menjadi kolom-kolom pada koloni berumur tua. Spesies ini merupakan kapang tropis yang sangat umum, dan banyak ditemukan pada serasah. Habitat spesies ini umumnya kosmopolit di daerah tropis dan subtropis. Aspergillus sp3 dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini:

Gambar 3. (A) Koloni Aspergillus sp3. setelah berumur 7 hari pada media PDA dan (B) Bentuk miksoskopik, (a) Konidia, (b)Konodiofor

Selanjutnya Aspergillus sp3 diperoleh pada daun Rasamala ditandai koloni berwarna hitam, memiliki pola koloni melingkar, dengan diameter koloni 3-7cm. Hal ini sesuai dengan pertanyataan Gandjar, dkk (1999) yang menyatakan bahwa Aspergillus sp3 ditandai memiliki konidifor yang lebat yang berwarna coklat tua hingga hitam. Kepala konidia berwarna hitam, berbentuk bulat, dan cenderung merekah menjadi kolom-kolom pada koloni


(31)

berumur tua. Spesies ini merupakan kapang tropis yang sangat umum, dan banyak ditemukan pada serasah. Habitat spesies ini umumnya kosmopolit di daerah tropis dan subtropis, dan mudah diisolasi dari tanah, air, udara.

Aspergillus sp4 dapat dilihat pada gambar 4 dibawah ini:

Gambar 4 (A) Koloni Aspergillus sp4. setelah berumur 7 hari pada media PDA dan (B) Bentuk miksoskopik, (a) Konidia, (b)Konodiofor

Tidak hanya sampai 3 species, kemudian Aspergillus sp4 ini diperoleh pada daun Rasamala yang secara makroskopis ditandai dengan warna koloni hitam yang dimana lapisan dasar berwarna putih, penyebaran merata, memiliki diameter koloni 0,3 - 4cm. Hal ini sesuai dengan pertanyataan Gandjar, dkk (1999) yang menyatakan bahwa Aspergillus sp ditandai dengan memiliki satu lapisan basal yang kompak berwarna putih, dan suatu lapisan konidifor yang lebat yang berwarna coklat tua hingga hitam. Kepala konidia berwarna hitam, berbentuk bulat, dan cenderung merekah menjadi kolom-kolom pada koloni berumur tua. Spesies ini merupakan kapang tropis yang sangat umum, dan banyak ditemukan pada serasah. Habitat spesies ini umumnya kosmopolit di daerah tropis dan subtropis, dan mudah diisolasi dari tanah, air, udara. Mucor sp dapat dilihat pada gambar 5 dibawah ini:


(32)

Gambar 5 (A) Koloni Mucor sp. setelah berumur 7 hari pada media PDA dan (B) Bentuk miksoskopik, (a) Konidia, (b)Konodiofor

Mucor sp ini diperoleh pada daun Rasamala yang tampak secara

makroskopis memiliki warna koloni putih. Sporangiospora tumbuh pada seluruh bagian miselium, bentuk sederhana dan bercabang. Pertumbuhan koloni secara makroskopisnya cepat menutupi permukaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gilman (1957) Mucor sp ini ditandai dengan memiliki koloni berwarna putih sampai keabu-abuan, Sporangiophores sederhana terdiri dari 2-3 cabang. Habitat spesies ini bersifat kosmopolitan.

Jenis Penicillium sp1 dapat dilihat pada gambar 6 dibawah ini :

Gambar 6. (A) Koloni Penicilillium sp1. setelah berumur 7 hari pada media PDA dan (B) Bentuk miksoskopik, (a) Konidia, (b)Konodiofor


(33)

Jamur perombak serasah jenis Penicilillium sp1 ini diperoleh pada daun Pinus. Penicilillium sp1 ini ditandai dengan warna koloni hijau tua, 2 hari setelah pemurnian koloni tersebar luas tapi tidak merata, selama 7 hari diamati dengan diameter 7 cm. Ujung konidiofornya tidak melebar, melainkan bercabang-cabang dengan deretan konidium pada cabang-cabang tadi. Hal ini sesuai dengan pertanyataan Gandjar, dkk (1999) yang menyatakan bahwa Penicillium sp1 ini ditandai dengan konidifor yang sangat lebat yang terbentuk menyebabkan koloni mirip kulit yang keras, berwarna biru kehijauan. Ada juga yang memiliki warna konidia hijau keabu-abuan hingga hijau tua. Spesies ini bersifat kosmopolitan, dapat ditemukan ditanah hutan, spesies ini mudah diisolasi dari udara . pembentukan konidia sangat cepat pada suhu 300C didaerah tropis. dan umumnya terdapat di daerah tropis dan subtropis. Selanjutnya species Penicellium sp2 dapat dilihat pada gambar 7 dibawah ini:

Gambar 7 (A) Koloni Penicellium sp2. setelah berumur 7 hari pada media PDA dan (B) Bentuk miksoskopik, (a) Konidia, (b)Konodiofor

Species Penicellium sp2 ini diperoleh pada petak 1 titik 5 yang memiliki warna hijau abu-abu sampai hitam, pertumbuhan koloninya lambat, setelah 7 hari


(34)

setelah pemurnian memiliki diameter koloni 0,3 - 4cm. Penicillium sp memiliki pembeda dengan yang lain, dapat terlihat pada konidianya. Pada Penicillium sp terdapat pendukung konidia yang bercabang-cabang. Hal ini sesuai dengan pertanyataan Gandjar, dkk (1999) yang menyatakan bahwa Penicillium sp ini ditandai dengan konidifor yang sangat lebat yang terbentuk menyebabkan koloni mirip kulit yang keras, berwarna biru kehijauan. Ada juga yang memiliki warna konidia hijau keabu-abuan hingga hijau tua. Spesies ini bersifat kosmopolitan, dapat ditemukan ditanah hutan, spesies ini mudah diisolasi dari udara. Pembentukan konidia sangat cepat pada suhu 300C didaerah tropis. dan umumnya terdapat di daerah tropis dan subtropis. Berikutnya Rhizopus sp dapat dilihat pada gambar 8 dibawah ini:

Gambar 8. (A) Koloni Rhizopus sp setelah berumur 7 hari pada media PDA dan (B) Bentuk miksoskopik, (a) Konidia, (b)Konodiofor

Jamur jenis Rhizopus sp diperoleh pada daun Rasamala. Rhizopus sp ditandai dengan memiliki warna koloni hijau hingga hijau gelap, dengan diameter koloni 3 cm setelah 2 hari pemurnian, dan setelah 7 hari pemurnian diameter koloni 3-6 cm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gilman (1957) yang menyatakan bahwa Miselium seperti kapas, putih saat muda, kemudian


(35)

berwarna hijau. Di tengah-tengah miselium dan pada stolons, cabang berakhir dengan sporangia terjadi. Selanjutnya jamur perombak yang diperoleh adalah

Trichoderma sp dapat dilihat pada gambar 9 dibawah ini:

Gambar 9. (A) Koloni Trichoderma sp. setelah berumur 7 hari pada media PDA dan (B) Bentuk miksoskopik, (a) Konidia, (b)Konodiofor

Trichoderma sp ini diperoleh pada daun Pinus dan terdapat juga pada

daun Rasamala. Trichoderma sp ini ditandai dengan memiliki warna koloni hijau kemudian menjadi redup dengan bertambahnya konidia yang tumbuh serta membentuk pola lingkaran, yang pada umur tujuh hari memiliki diameter koloni 3-8 cm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gandjar, dkk (1999) yang menyatakan bahwa Trichoderma sp memiliki koloni semula berwarna hialin, kemudian menjadi putih kehijauan dan selanjutnya hijau redup terutama pada bagian yang menunjukkan banyak terdapat konidia. Spesies ini bersifat kosmopolit, dan dapat diisolasi dari tanah. Spesies ini memiliki suhu pertumbuhan optimum 150 - 300C dan maksimum pada suhu 300 - 360C.


(36)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jenis jamur yang paling banyak ditemui pada serasah daun Rasamala dibandingkan serasah daun Pinus.

2. jamur perombak serasah sebanyak 9 jenis yaitu Trichoderma sp, Aspergillus sp1, dan Aspergillus sp2, Aspergillus sp3, Aspergillus sp4, Mucor sp,

Penicillium sp1, Penicillium sp2, Rhizopus sp dan Trichoderma sp.

3. Kandungan alellopati pada Pinus dapat mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan dibawahnya sehingga mempengaruhi keberadaan jamur perombang serasah.

Saran

Dapat dilakukan analisis potensi jamur perombak serasah pada kedua daun serasah Pinus dan Rasamala.

     


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Anggrini, M. 2013. Laju Dekomposisi Serasah Dalam Dua Sistem Budidaya Karet Pada Lahan Gambut Di Kawasan Rimbo Panjang, Riau. Binawidya

Pekanbaru. Riau.

Deacon, J. W. 1988. Introduction to Modern Mycology. Blackwell Scientific Publictions. California, USA.

Gandjar, I., R.A. Samson, K. van den Tweel-Vermeulen, A. Oetari, dan I. Santoso, 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Gandjar, I., Sjamsuridzal, W., dan Oetari, A. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Garraway, M. D., dan Robert, C. E. 1984. Fungal Nutrition and Physiology. John Wiley & Sons, Inc. New York.

Gilma, J.C. 1957. A Manual of Soil Fungi. The lowa State University Press. USA.

Handayani, E. 2006. Laju Produktivitas Serasah Daun (Leaf Litter) Komunitas Medang (Litsea spp.) dan Meranti (Shorea spp.) Di Kebun Raya Bogor. IPB.

Bogor.

Hanum. A . H, Kuswytasari. N. D, 2014 . Laju Dekomposisi Serasah Daun Trembesi (Samanea saman) dengan Penambahan Inokulum Kapang. Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Surabaya.

Hidayah. N, 2011 . Daya sintas dan laju pertumbuhan Rasamala

(Altingia excelsa Noronha), Puspa (Schima wallichii (DC.)Korth.), dan

Jamuju (Dacrycarpus imbricatus (Blume) de Laub). Pada Lahan Terdegradasi Di Hulu DAS Cisadane. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ilyas, M. 2007. Isolasi Dan Identifikasi Mikoflora Kapang Pada Sampel Serasah Daun Tumbuhan Di Kawasan Gunung Lawu, Surakarta, Jawa Tengah

(Isolation And Identification Mould Micoflora Inhabiting Plant Leaf Litter

From Mount Lawu, Surakarta, Central Java). Pusat Penelitian Biologi,

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Lipi), Cibinong.

Kurniasari S. 2009. Produktivitas Serasah Dan Laju Dekomposisi Di Kebun Campur Senjoyo Semarang Jawa Tengah Serta Uji Laboratorium Anakan Mahoni (Swietenia Macrophylla King) Pada Beragam Dosis Kompos Yang Dicampur Em4. ITB. Bogor.


(38)

Lukmana, W . 2012. Keanekaragaman Jenis Lichenes Pada Tegakan Pohon Rasamala (Altingia excelsa) Di Tahura Bukit Barisan Tongkoh Kab. Karo dan Hutan Aek Nauli Parapat Kab. Simalungun. Universitas Negeri Medan. Sumatera Utara.

Nafia, K. 2009. Potensi Jarak Pagar (Jatropha Curcas Linn) Sebagai Jalur Hijau Ditinjau Dari Laju Dekomposisi Serasahnya. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Novianti. I. 2006. Uji efektivitas ektrak daun Pinus ( Pinus merkusii) terhadap perkecambahan Echinochloa colonum dan Amaranthus viridis. http://digilib.upi.edu/pasca/available. 7 Agustus 2014.

Rindyastuti . R dan Darmayanti A . S , 2010 . Komposisi Kimia dan Estimasi Proses Dekomposisi Serasah 3 Familia Fabaceae Di Kebun Raya Purwodadi. Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi. Surabaya.

Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta

Sitorus. H. M , 2011 . Kontribusi Penyadapan Getah Pinus (Pinus merkusii) Terhadap Tingkat Pendapatan Penyadap . Universitas Sumatera Utara . Medan.

Subandi. 2010. Mikrobiologi. PT. Remaja Rosdokarya. Bandung

Tampubolon. S . D. 2012 . Keanekaragaman Jamur Makroskopis Di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara Desa Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara. Medan

Widjayatnika, B. 2009. Isolasi dan seleksi mikrob tanah yang menguntungkan serta pengaruhnya terhadap tanaman caisin (Brassica parachinensis). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Widyastuti. S.M, Sumardi , dan Harjono . 2005. Patologi Hutan . Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Yudohartono. T . P . 2008 . Peranan Taman Hutan Raya Dalam Konservasi sumberdaya Genetik : Peluang Dan Tantangannya. Balai Besar


(1)

Jamur perombak serasah jenis Penicilillium sp1 ini diperoleh pada daun Pinus. Penicilillium sp1 ini ditandai dengan warna koloni hijau tua, 2 hari setelah pemurnian koloni tersebar luas tapi tidak merata, selama 7 hari diamati dengan diameter 7 cm. Ujung konidiofornya tidak melebar, melainkan bercabang-cabang dengan deretan konidium pada cabang-cabang tadi. Hal ini sesuai dengan pertanyataan Gandjar, dkk (1999) yang menyatakan bahwa Penicillium sp1 ini ditandai dengan konidifor yang sangat lebat yang terbentuk menyebabkan koloni mirip kulit yang keras, berwarna biru kehijauan. Ada juga yang memiliki warna konidia hijau keabu-abuan hingga hijau tua. Spesies ini bersifat kosmopolitan, dapat ditemukan ditanah hutan, spesies ini mudah diisolasi dari udara . pembentukan konidia sangat cepat pada suhu 300C didaerah tropis. dan umumnya terdapat di daerah tropis dan subtropis. Selanjutnya species Penicellium sp2 dapat dilihat pada gambar 7 dibawah ini:

Gambar 7 (A) Koloni Penicellium sp2. setelah berumur 7 hari pada media PDA dan (B) Bentuk miksoskopik, (a) Konidia, (b)Konodiofor

Species Penicellium sp2 ini diperoleh pada petak 1 titik 5 yang memiliki warna hijau abu-abu sampai hitam, pertumbuhan koloninya lambat, setelah 7 hari


(2)

setelah pemurnian memiliki diameter koloni 0,3 - 4cm. Penicillium sp memiliki pembeda dengan yang lain, dapat terlihat pada konidianya. Pada Penicillium sp terdapat pendukung konidia yang bercabang-cabang. Hal ini sesuai dengan pertanyataan Gandjar, dkk (1999) yang menyatakan bahwa Penicillium sp ini ditandai dengan konidifor yang sangat lebat yang terbentuk menyebabkan koloni mirip kulit yang keras, berwarna biru kehijauan. Ada juga yang memiliki warna konidia hijau keabu-abuan hingga hijau tua. Spesies ini bersifat kosmopolitan, dapat ditemukan ditanah hutan, spesies ini mudah diisolasi dari udara. Pembentukan konidia sangat cepat pada suhu 300C didaerah tropis. dan umumnya terdapat di daerah tropis dan subtropis. Berikutnya Rhizopus sp dapat dilihat pada gambar 8 dibawah ini:

Gambar 8. (A) Koloni Rhizopus sp setelah berumur 7 hari pada media PDA dan (B) Bentuk miksoskopik, (a) Konidia, (b)Konodiofor

Jamur jenis Rhizopus sp diperoleh pada daun Rasamala. Rhizopus sp ditandai dengan memiliki warna koloni hijau hingga hijau gelap, dengan diameter koloni 3 cm setelah 2 hari pemurnian, dan setelah 7 hari pemurnian diameter koloni 3-6 cm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gilman (1957) yang menyatakan bahwa Miselium seperti kapas, putih saat muda, kemudian


(3)

berwarna hijau. Di tengah-tengah miselium dan pada stolons, cabang berakhir dengan sporangia terjadi. Selanjutnya jamur perombak yang diperoleh adalah Trichoderma sp dapat dilihat pada gambar 9 dibawah ini:

Gambar 9. (A) Koloni Trichoderma sp. setelah berumur 7 hari pada media PDA dan (B) Bentuk miksoskopik, (a) Konidia, (b)Konodiofor

Trichoderma sp ini diperoleh pada daun Pinus dan terdapat juga pada daun Rasamala. Trichoderma sp ini ditandai dengan memiliki warna koloni hijau kemudian menjadi redup dengan bertambahnya konidia yang tumbuh serta membentuk pola lingkaran, yang pada umur tujuh hari memiliki diameter koloni 3-8 cm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gandjar, dkk (1999) yang menyatakan bahwa Trichoderma sp memiliki koloni semula berwarna hialin, kemudian menjadi putih kehijauan dan selanjutnya hijau redup terutama pada bagian yang menunjukkan banyak terdapat konidia. Spesies ini bersifat kosmopolit, dan dapat diisolasi dari tanah. Spesies ini memiliki suhu pertumbuhan optimum 150 - 300C dan maksimum pada suhu 300 - 360C.


(4)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jenis jamur yang paling banyak ditemui pada serasah daun Rasamala dibandingkan serasah daun Pinus.

2. jamur perombak serasah sebanyak 9 jenis yaitu Trichoderma sp, Aspergillus sp1, dan Aspergillus sp2, Aspergillus sp3, Aspergillus sp4, Mucor sp, Penicillium sp1, Penicillium sp2, Rhizopus sp dan Trichoderma sp.

3. Kandungan alellopati pada Pinus dapat mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan dibawahnya sehingga mempengaruhi keberadaan jamur perombang serasah.

Saran

Dapat dilakukan analisis potensi jamur perombak serasah pada kedua daun serasah Pinus dan Rasamala.

     


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anggrini, M. 2013. Laju Dekomposisi Serasah Dalam Dua Sistem Budidaya Karet Pada Lahan Gambut Di Kawasan Rimbo Panjang, Riau. Binawidya

Pekanbaru. Riau.

Deacon, J. W. 1988. Introduction to Modern Mycology. Blackwell Scientific Publictions. California, USA.

Gandjar, I., R.A. Samson, K. van den Tweel-Vermeulen, A. Oetari, dan I. Santoso, 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Gandjar, I., Sjamsuridzal, W., dan Oetari, A. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Garraway, M. D., dan Robert, C. E. 1984. Fungal Nutrition and Physiology. John Wiley & Sons, Inc. New York.

Gilma, J.C. 1957. A Manual of Soil Fungi. The lowa State University Press. USA.

Handayani, E. 2006. Laju Produktivitas Serasah Daun (Leaf Litter) Komunitas Medang (Litsea spp.) dan Meranti (Shorea spp.) Di Kebun Raya Bogor. IPB.

Bogor.

Hanum. A . H, Kuswytasari. N. D, 2014 . Laju Dekomposisi Serasah Daun Trembesi (Samanea saman) dengan Penambahan Inokulum Kapang. Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Surabaya.

Hidayah. N, 2011 . Daya sintas dan laju pertumbuhan Rasamala (Altingia excelsa Noronha), Puspa (Schima wallichii (DC.)Korth.), dan Jamuju (Dacrycarpus imbricatus (Blume) de Laub). Pada Lahan Terdegradasi Di Hulu DAS Cisadane. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ilyas, M. 2007. Isolasi Dan Identifikasi Mikoflora Kapang Pada Sampel Serasah Daun Tumbuhan Di Kawasan Gunung Lawu, Surakarta, Jawa Tengah (Isolation And Identification Mould Micoflora Inhabiting Plant Leaf Litter From Mount Lawu, Surakarta, Central Java). Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Lipi), Cibinong.

Kurniasari S. 2009. Produktivitas Serasah Dan Laju Dekomposisi Di Kebun Campur Senjoyo Semarang Jawa Tengah Serta Uji Laboratorium Anakan Mahoni (Swietenia Macrophylla King) Pada Beragam Dosis Kompos Yang Dicampur Em4. ITB. Bogor.


(6)

Lukmana, W . 2012. Keanekaragaman Jenis Lichenes Pada Tegakan Pohon Rasamala (Altingia excelsa) Di Tahura Bukit Barisan Tongkoh Kab. Karo dan Hutan Aek Nauli Parapat Kab. Simalungun. Universitas Negeri Medan. Sumatera Utara.

Nafia, K. 2009. Potensi Jarak Pagar (Jatropha Curcas Linn) Sebagai Jalur Hijau Ditinjau Dari Laju Dekomposisi Serasahnya. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Novianti. I. 2006. Uji efektivitas ektrak daun Pinus ( Pinus merkusii) terhadap perkecambahan Echinochloa colonum dan Amaranthus viridis. http://digilib.upi.edu/pasca/available. 7 Agustus 2014.

Rindyastuti . R dan Darmayanti A . S , 2010 . Komposisi Kimia dan Estimasi Proses Dekomposisi Serasah 3 Familia Fabaceae Di Kebun Raya Purwodadi. Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi. Surabaya.

Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta

Sitorus. H. M , 2011 . Kontribusi Penyadapan Getah Pinus (Pinus merkusii) Terhadap Tingkat Pendapatan Penyadap . Universitas Sumatera Utara . Medan.

Subandi. 2010. Mikrobiologi. PT. Remaja Rosdokarya. Bandung

Tampubolon. S . D. 2012 . Keanekaragaman Jamur Makroskopis Di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara Desa Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara. Medan

Widjayatnika, B. 2009. Isolasi dan seleksi mikrob tanah yang menguntungkan serta pengaruhnya terhadap tanaman caisin (Brassica parachinensis). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Widyastuti. S.M, Sumardi , dan Harjono . 2005. Patologi Hutan . Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Yudohartono. T . P . 2008 . Peranan Taman Hutan Raya Dalam Konservasi sumberdaya Genetik : Peluang Dan Tantangannya. Balai Besar