Aplikasi Edible Coating Berbasis Pati Singkong Untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Naga Terolah Minimal

APLIKASI EDIBLE COATING BERBASIS PATI SINGKONG
UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN
BUAH NAGA TEROLAH MINIMAL

MOHD DEHYA BIN MAHADIN

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Aplikasi Edible Coating
Berbasis
Pati
Singkong
Untuk
Memperpanjang
Umur

Simpan
Buah Naga Terolah Minimal adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Mohd Dehya Bin Mahadin
NIM F14098001

ABSTRAK
MOHD DEHYA BIN MAHADIN. Aplikasi Edible Coating Berbasis Pati
Singkong Untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Naga Terolah Minimal.
Dibimbing oleh USMAN AHMAD.
Buah naga memiliki khasiat yang tinggi dan sering dijual sebagai buah
terolah minimal oleh pedagang eceran sehingga banyak upaya yang dilakukan
untuk mempertahankan mutunya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh aplikasi edible coating berbasis pati singkong terhadap mutu dan umur

simpan buah naga (Hylocereus costaricensis) terolah minimal selama
penyimpanan atmosfer termodifikasi. Pengamatan dilakukan terhadap laju
respirasi dan perubahan mutu buah naga seperti susut bobot, perubahan warna,
perubahan kekerasan dan total padatan terlarut. Hasil akhir penelitian ini berupa
usulan kombinasi konsentrasi pati singkong dalam larutan edible coating, suhu
penyimpanan dan komposisi atmosfer termodifikasi yang paling baik untuk
penyimpanan buah naga terolah minimal. Konsentrasi pati singkong terbaik yang
diperoleh adalah 4%, suhu 5°C dan komposisi atmosfer penyimpanan 2-4% O2
dan 7-9% CO2.
Kata kunci: atmosfer termodifikasi, buah naga, edible coating, Hylocereus
costaricensis, pengolahan minimal

ABSTRACT
MOHD DEHYA BIN MAHADIN. Application of Tapioca-Based Edible Coating
in Extending the Shelf Life of Minimally Processed Dragon Fruit. Supervised by
USMAN AHMAD.
Dragon fruit is known to have high efficacy and often sold as minimally
processed fruit thus efforts has been made to preserve its quality. The objective of
this research is to determine the effects of tapioca-based edible coating application
on the quality and shelf life of minimally processed dragon fruit (Hylocereus

costaricensis) in a modified atmosphere storage. Parameters observed in this
research are rate of respiration and the changes in quality such as weight loss,
changes in color, changes in hardness, and total dissolved solids. The outcome of
this research is a proposed combination of tapioca concentration used in the edible
coating, storage temperature and composition of gases in the modified atmosphere
that gave the best results in preserving minimally processed dragon fruit which are
4%, 5°C and 2-4% O2 and 7-9% CO2.
Keywords: dragon fruit, edible coating, Hylocereus costaricensis, minimally
processed, modified atmosphere

APLIKASI EDIBLE COATING BERBASIS PATI SINGKONG
UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN
BUAH NAGA TEROLAH MINIMAL

MOHD DEHYA BIN MAHADIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Aplikasi Edible Coating Berbasis Pati Singkong Untuk
Memperpanjang Umur Simpan Buah Naga Terolah Minimal
Nama
: Mohd Dehya Bin Mahadin
NIM
: F14098001

Disetujui oleh

Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr
Dosen Pembimbing


Diketahui oleh

Dr. Ir. Desrial, M.Eng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Aplikasi Edible Coating Berbasis
Pati Singkong Untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Naga Terolah
Minimal” ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah
satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Pertanian pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Penyusunan skripsi ini dibantu dan didukung oleh berbagai pihak, oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua Orangtua dan seluruh keluarga besar atas dukungan dan doanya
selama ini.
2. Istri tercinta Wardah Umairah Abdullah atas dukungan dan semangat yang

diberikan.
3. Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak memberikan masukan, saran, dan kritikan yang bermanfaat dalam
penyelesaian skripsi ini.
4. Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si dan Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr
selaku dosen penguji.
5. Bapak Sulyaden dan Mas Abas atas bantuannya dalam pengambilan data
di laboratorium.
6. Teman-teman seperjuangan TMB 46 atas dukungan dan kenangan selama
di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
7. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2015
Mohd Dehya Bin Mahadin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii


DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1


Manfaat Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2

Buah Naga

2

Laju Respirasi Buah-buahan

3

Pengolahan Minimal

4


Edible Coating

5

Edible Coating Berbasis Pati Singkong

6

Penyimpanan Atmosfer Termodifikasi

7

METODOLOGI

8

Alat dan Bahan

8


Waktu dan Tempat Penelitian

8

Metode Penelitian

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

18

Penentuan Konsentrasi Pati Singkong dan Suhu Penyimpanan Terbaik

18

Perubahan Mutu Fisik Buah Naga Terolah Minimal

22


Penentuan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Mutu Kritis

31

SIMPULAN DAN SARAN

34

Simpulan

34

Saran

34

DAFTAR PUSTAKA

34

LAMPIRAN

37

RIWAYAT HIDUP

79

DAFTAR TABEL
1
2

3
4

Kombinasi perlakuan pada penentuan laju respirasi buah naga terolah
minimal
Kombinasi perlakuan pada penentuan komposisi O2 dan CO2 dalam
wadah penyimpanan atmosfer termodifikasi buah naga terolah
minimal
Laju respirasi rata-rata buah naga dengan kombinasi konsentrasi pati
singkong dan suhu penyimpanan yang berbeda
Persamaan regresi masing-masing parameter untuk perlakuan G1T1

12

14
22
32

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Buah naga Hylocereus costaricensis
Diagram alir pembuatan larutan edible coating
Buah naga setelah dibersihkan dan dicuci
Ilustrasi potongan buah naga
Irisan buah naga yang telah dilapisi edible coating dikeringkan
Ilustrasi penyimpanan buah naga
Penyimpanan buah naga di dalam stoples (a) selang dan tutup stoples
ditutup rapat menggunakan penjepit dan lilin malam (b)
Pengukuran laju respirasi pada buah naga
Diagram alir penelitian tahap 1
Buah naga yang disimpan di dalam stoples dengan komposisi
atmosfer yang berbeda
Diagram alir penelitian tahap 2
Laju konsumsi O2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu 5°C
Laju produksi CO2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu 5°C
Laju konsumsi O2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu 10°C
Laju produksi CO2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu 10°C
Laju konsumsi O2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu ruang
Laju produksi CO2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu ruang
Susut bobot buah naga pada masing-masing kondisi penyimpanan
Perubahan kekerasan buah naga pada masing-masing kondisi
penyimpanan
Perubahan warna (nilai L) buah naga pada masing-masing kondisi
penyimpanan
Perubahan warna (nilai a) buah naga pada masing-masing kondisi
penyimpanan
Total padatan terlarut buah naga pada masing-masing kondisi
penyimpanan

3
8
9
10
10
10
11
12
13
15
17
18
19
19
20
20
21
23
24
25
26
27

23
24
25
26
27
28

Penilaian panelis terhadap aroma buah naga pada masing-masing
kondisi penyimpanan
Penilaian panelis terhadap warna buah naga pada masing-masing
kondisi penyimpanan
Penilaian panelis terhadap rasa buah naga pada masing-masing
kondisi penyimpanan
Penilaian panelis terhadap kekerasan buah naga pada masing-masing
kondisi penyimpanan
Penilaian panelis secara keseluruhan terhadap buah naga pada
masing-masing kondisi penyimpanan
Grafik regresi masing-masing parameter untuk perlakuan G1T1

28
29
30
30
31
32

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

6

7

8

9

10

11

12

Laju respirasi buah naga terolah minimal dilapisi edible coating
dengan konsentrasi berbeda pada suhu 5°C
Laju respirasi buah naga terolah minimal dilapisi edible coating
dengan konsentrasi berbeda pada suhu 10°C
Laju respirasi buah naga terolah minimal dilapisi edible coating
dengan konsentrasi berbeda pada suhu ruang
Rata-rata laju respirasi buah naga terolah minimal dilapisi edible
coating dengan konsentrasi berbeda
Susut bobot buah naga terolah minimal dilapisi edible coating dengan
konsentrasi pati singkong 4% pada suhu dan komposisi atmosfer
yang berbeda
Perubahan kekerasan buah naga terolah minimal dilapisi edible
coating dengan konsentrasi pati singkong 4% pada suhu dan
komposisi atmosfer yang berbeda
Perubahan warna (nilai L) buah naga terolah minimal dilapisi edible
coating dengan konsentrasi pati singkong 4% pada suhu dan
komposisi atmosfer yang berbeda
Perubahan warna (nilai a) buah naga terolah minimal dilapisi edible
coating dengan konsentrasi pati singkong 4% pada suhu dan
komposisi atmosfer yang berbeda
Total padatan terlarut buah naga terolah minimal dilapisi edible
coating dengan konsentrasi pati singkong 4% pada suhu dan
komposisi atmosfer yang berbeda
Hasil uji organoleptik terhadap aroma buah naga terolah minimal
dilapisi edible coating dengan konsentrasi pati singkong 4% pada
suhu dan komposisi atmosfer yang berbeda
Hasil uji organoleptik terhadap warna buah naga terolah minimal
dilapisi edible coating dengan konsentrasi pati singkong 4% pada
suhu dan komposisi atmosfer yang berbeda
Hasil uji organoleptik terhadap rasa buah naga terolah minimal
dilapisi edible coating dengan konsentrasi pati singkong 4% pada
suhu dan komposisi atmosfer yang berbeda

37
37
38
38

39

39

40

40

41

41

42

42

13

14

15
16

17

18

19

20

Hasil uji organoleptik terhadap kekerasan buah naga terolah minimal
dilapisi edible coating dengan konsentrasi pati singkong 4% pada
suhu dan komposisi atmosfer yang berbeda
Hasil uji organoleptik keseluruhan buah naga terolah minimal dilapisi
edible coating dengan konsentrasi pati singkong 4% pada suhu dan
komposisi atmosfer yang berbeda
Laju perubahan mutu untuk perlakuan G1T1
Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan terhadap susut bobot
buah naga terolah minimal dilapisi edible coating dengan konsentrasi
pati singkong 4% pada suhu dan komposisi atmosfer yang berbeda
Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan terhadap perubahan
kekerasan buah naga terolah minimal dilapisi edible coating dengan
konsentrasi pati singkong 4% pada suhu dan komposisi atmosfer
yang berbeda
Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan terhadap perubahan
warna (nilai L) buah naga terolah minimal dilapisi edible coating
dengan konsentrasi pati singkong 4% pada suhu dan komposisi
atmosfer yang berbeda
Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan terhadap perubahan
warna (nilai a) buah naga terolah minimal dilapisi edible coating
dengan konsentrasi pati singkong 4% pada suhu dan komposisi
atmosfer yang berbeda
Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan terhadap total
padatan terlarut buah naga terolah minimal dilapisi edible coating
dengan konsentrasi pati singkong 4% pada suhu dan komposisi
atmosfer yang berbeda

43

43
44

45

51

58

65

72

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Buah-buahan mudah sekali mengalami kerusakan setelah panen, baik
kerusakan fisik, mekanis, maupun biologis. Umumnya buah-buahan dikonsumsi
dalam keadaan segar dan buah yang terolah minimal semakin populer di pasaran
kerena siap saji dan langsung dapat dikonsumsi. Buah yang terolah minimal ini
terdedah kepada udara karena kulit buah telah dikupas sehingga laju respirasi dan
penurunan mutu buah menjadi meningkat.
Buah naga memiliki nilai khasiat yang tinggi dan sering dijual sebagai buah
terolah minimal oleh pedagang buah eceran sehingga banyak upaya yang
dilakukan untuk mempertahankan mutunya. Salah satu alternatif yang dapat
dilakukan adalah dengan pelapisan edible coating yang dikombinasikan dengan
peyimpanan pada kondisi atmosfer termodifikasi dan suhu rendah.
Edible coating adalah lapisan tipis yang rata, dibuat dari bahan yang boleh
dikonsumsi, bersifat permeable terhadap gas-gas tertentu, dan dapat menggantikan
fungsi kulit buah yang telah dikupas.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aplikasi
edible coating berbasis pati singkong terhadap mutu dan umur simpan buah naga
(Hylocereus costaricensis) terolah minimal selama penyimpanan atmosfer
termodifikasi.
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Menentukan konsentrasi pati singkong dan suhu penyimpanan terbaik untuk
menekan laju respirasi buah naga terolah minimal;
2. Menentukan komposisi atmosfer terbaik pada penyimpanan atmosfer
termodifikasi untuk mempertahankan mutu buah naga terolah minimal dengan
coating pati singkong;
3. Menentukan umur simpan terbaik dari buah naga terolah minimal dengan
kombinasi coating pati singkong, suhu penyimpanan, dan komposisi atmosfer
terbaik.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat bermanfaat untuk mempertahankan mutu dan umur
simpan buah naga terolah minimal selama penyimpanan.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Buah Naga
Tanaman buah naga berasal dari Amerika Utara dan Amerika Tengah. Pada
awalnya tanaman ini ditujukan sebagai tanaman hias, karena bentuk batangnya
segitiga dan berduri pendek serta memiliki bunga yang indah mirip dengan bunga
Wijayakusuma berbentuk corong dan mulai mekar saat senja dan akan mekar
sempurna pada malam hari. Karena itulah tanaman ini juga dijuluki night
blooming cereus.
Buah naga atau dragon fruit diklasifikasikan sebagai buah eksotik di
Indonesia karena harganya cukup mahal dan ketersediaannya masih langka.
Prospek buah naga di pasar domestik cukup baik karena penggemarnya semakin
meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dengan semakin banyaknya buah naga di
supermarket atau pasar swalayan di beberapa kota di Indonesia. Untuk memenuhi
kebutuhan pasar tersebut sekarang telah berkembang sentra produksi buah naga di
beberapa daerah. Namun, produsen buah naga di Indonesia belum mampu
memenuhi permintaan domestik sehingga masih harus melakukan impor. Untuk
itu, pengusahaan buah naga memiliki potensi pasar yang cukup baik.
Buah naga merupakan kelompok tumbuhan biji tertutup yang berkeping dua.
Spesies dari tanaman buah naga ada empat yaitu Hylocereus undatus (daging
putih), Hylocereus polyrhizus ( daging merah), Hylocereus costaricensis (daging
merah super) dan Selenicereus megalanthus (kulit kuning, tanpa sisik).
Berdasarkan taksonominya buah naga memiliki kalsifikasi botani sebagai berikut:
Kingdom
Divisi
Subdivisi
Kelas
Ordo
Famili
Subfamili
Genus
Spesies

:
:
:
:
:
:
:
:
:

Plantae
Spermatophyta
Angiospermae
Dicotyledonae
Cactales
Cactaceae
Hylocereanea
Hylocereus
- Hylocereus undatus
- Hylocereus polyrhizus
- Hylocereus costaricensis
- Selenicereus megalanthus

Secara morfologis, tanaman ini termasuk tanaman tidak lengkap karena
tidak memiliki daun. Akar buah naga tidak terlalu panjang dan berupa akar
serabut yang sangat tahan pada kondisi tanah yang kering dan tidak tahan
genangan yang cukup lama. Batang dan cabang mengandung air dalam bentuk
lendir dan berlapiskan lilin bila sudah dewasa. Bunga buah ini mekar penuh pada
malam hari dan menyebarkan bau yang harum. Buah berbentuk bulat agak
lonjong dengan letak yang pada umumnya berada di ujung cabang atau batang
dengan ketebalan kulit buah sekitar 2-3 cm. Biji berbentuk bulat berukuran kecil

3
dengan warna hitam dan setiap buah terdapat sekitar 1200-2300 biji (Kristanto
2008).
Buah naga merupakan buah non klimakterik (buah yang bila dipanen
mentah tidak akan menjadi matang sehingga pemanenan harus dilakukan pada
tingkat kematangan yang optimum) dan peka mengalami chilling injury. Buah ini
sudah dapat dipanen 30 hari setelah berbunga (Zee et al. 2004). Jenis buah naga
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hylocereus costaricensis yang dapat
dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Buah naga Hylocereus costaricensis
Laju Respirasi Buah-buahan
Menurut Ahmad (2013), respirasi adalah proses dimana karbohidrat, protein,
lemak, dan zat gizi lainnya pada produk dirombak menjadi zat-zat yang lebih
sederhana melalui pelepasan energi panas. Respirasi merupakan proses
perombakan jaringan hidup dan menghasilkan energi, sebagai kebalikan dari
proses fotosintesis yang merupakan proses pembentukan suatu zat dan
membutuhkan pasokan energi. Respirasi secara umum digambarkan melalui
reaksi berikut:
CH2O + O2 → CO2 + H2O + Energi
Dari persamaan di atas jelas terlihat bahwa oksigen diperlukan dan
karbondioksida dihasilkan dalam proses respirasi. Energi yang dihasilkan tidak
sepenuhnya dimanfaatkan oleh produk, tetapi sebagian besar hilang dalam bentuk
panas yang menyebar ke lingkungan.
Respirasi merupakan proses metabolik terpenting setelah panen yang
meliputi perombakan substrat organis (Apandi 1984). Proses respirasi dapat
diketahui dengan mengukur perubahan kandungan gula, jumlah Adenosin
Triphospat (ATP), jumlah O2 yang diserap dan jumlah CO2 yang dihasilkan
(Winarno dan Wirakartakusumah 1981).
Respirasi dibedakan menjadi tiga tingkatan: a) pemecahan polisakarida
menjadi gula sederhana; b) oksidasi gula menjadi asam piruvat, dan c)
transformasi piruvat dan asam-asam organik lainnya secara aerobik menjadi CO2,
air dan energi (Pantastico 1986).
Biasanya respirasi ditentukan dengan pengukuran CO2 dan O2, yaitu dengan
pengukuran laju penggunaan O2 atau dengan penentuan laju pengeluaran CO2.
Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah setelah
dipanen. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai dengan umur simpan yang
pendek. Hal itu juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya
sebagai bahan makanan (Pantastico 1986). Menurut Ahmad (2013), laju

4
penurunan kualitas suatu produk pertanian tergantung langsung pada laju
respirasinya. Makin tinggi laju respirasi berarti makin cepat metabolisme terjadi
dan akibatnya umur simpan produk makin singkat.
Sejumlah faktor internal (sifat dan jenis komoditas) dan faktor eksternal
(suhu dan kelembaban udara, komposisi udara) menentukan tinggi rendahnya laju
respirasi. Termasuk dalam faktor internal adalah jenis jaringan penyusun
komoditas, tahap perkembangan, sifat alami lapisan kulit, dan kekompakan sel.
Lebih jauh lagi, adanya kerusakan fisik akan meningkatkan laju respirasi produk
hortikultura karena kerusakan lapisan dermal akibat luka fisik dapat melancarkan
masuknya oksigen yang berakibat meningkatnya respirasi sehingga meningkatkan
laju pembentukan etilen yang selanjutnya memicu proses pematangan dan
penuaan (Ahmad 2013).
Laju respirasi meningkat 2-3 kali (atau lebih) setiap kenaikan suhu 10⁰C.
Produk dapat memburuk lebih cepat pada suhu tinggi. Tantangan dalam
menangani produk segar adalah meminimumkan respirasi tanpa merusak jaringan
hidup (Farber et al. 1995). Ahmad (2013) menjelaskan bahwa ketersediaan
oksigen juga merupakan faktor yang penting dalam proses respirasi. Penurunan
konsentrasi oksigen dalam udara akan menurunkan laju respirasi, demikian pula
terjadi sebaliknya. Namun demikian konsentrasi oksigen yang terlalu rendah dapat
membawa kerusakan produk akibat reaksi anaerobik, yaitu suatu reaksi
metabolisme tanpa kehadiran oksigen.
Pengolahan Minimal
Pengolahan minimal meliputi semua kegiatan sperti mencuci, mensortasi,
memotong, membuang kulit, mengiris, mengambil inti, dan sebagainya yang
cenderung tidak mempengaruhi kualitas produk dari keadaan segarnya (Shewfelt
1987).
Produk yang terolah minimal lebih mudah mengalami kerusakan dibanding
dengan produk utuh (Krochta 1992). Umumnya pengolahan minimal
meningkatkan derajat kerusakan pada produk. Hal ini kontras dibandingkan
sistem penanganan konvensional yang membuat produk tetap stabil dan
meningkatkan ketahanan produk.
Pengolahan minimal akan mempercepat produksi etilen, menyebabkan
degradasi membrane lemak, meningkatkan repirasi oksidasi, pencoklatan, dan
kehilangan air, sehingga akan memperpendek umur simpan produk (Sutrisno dan
Sudiari 1998).
Kerusakan akibat membuang kulit, mengiris, mengambil inti, dan
sebagainya dapat diminimalkan dengan mempelajari akibat dari berbagai teknik
yang digunakan untuk masing-masing tahapan proses. Sebagai contoh, stabilitas
dari koyakan lettuce dapat diperpanjang dengan cara menggunakan mata pisau
yang tajam pada kegiatan pengirisan (Bolin et al. 1977).

5
Edible Coating
Pada beberapa tahun terakhir ini, perhatian banyak ditujukan pada
penggunaan edible coating dan menjadi salah satu pendekatan inovatif untuk
memperpanjang umur simpan buah-buahan dan sayuran (Moldao-Martins et al.
2003).
Edible coating adalah suatu lapisan tipis yang rata, dibuat dari bahan yang
dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan (coating) atau diletakkan
diantara komponen makanan (film) dan dapat berfungsi sebagai penahan (barrier)
perpindahan massa (seperti kelembaban, oksigen, lipida, zat terlarut) dan atau
sebagai pembawa (carrier) bahan tambahan makanan seperti bahan pengawet
untuk meningkatkan kualitas dan umur simpan makanan (Krochta 1992).
Edible coating biasanya dibentuk langsung diatas produk yang akan
dilapisi, sedangkan edible film merupakan lembaran atau kantong yang dibentuk
secara terpisah dari produk (Gennadious dan Walter 1990). Edible coating
biasanya digunakan untuk melapisi produk daging beku, makanan semi-basah,
produk konveksionari, ayam beku, produk hasil laut, sosis, buah-buahan, dan
obat-obatan terutama untuk pelapis kapsul (Krochta et al. 1994).
Komponen yang digunakan untuk pembuatan edible coating terdiri dari
tiga kategori yaitu hidrokoloid, lipid, dan kombinasinya (komposit). Hidrokoloid
terdiri atas protein, turunan selulosa, alginat, pektin, tepung (starch) dan
polisakarida lainnya, sedangkan dari golongan lipid antara lain lilin (waxes),
gliserol, dan asam lemak (Donhowe dan Fennema 1994).
Berdasarkan komposisinya hidrokoloid terbagi kepada dua yaitu
karbohidrat dan protein. Karbohidrat terdiri dari tepung (starch), gum tumbuhan
(alginat, pektin, gum arab) dan pati termodifikasi. Pada umumnya edible coating
dari polisakarida mempunyai sifat penghambatan terhadap gas yang lebih baik
daripada terhadap uap air (Baldwin et al. 1995). Protein yang dapat digunakan
untuk membuat edible coating antara lain adalah gelatin, kasein, protein kedelai,
protein whey, gluten whey, dan zein (Donhowe dan Fennema 1994).
Metode pengaplikasian edible coating pada buah-buahan dan sayuran
antara lain pencelupan (dip application), pembuihan (foam application),
penyemprotan (spray application), penetesan (drip application), dan penetesan
terkendali (controlled drip application). Pemilihan metode aplikasi tergantung
pada jumlah, ukuran, sifat produk, dan hasil yang diinginkan (Grant dan Burns
1994).
Keuntungan produk yang dikemas dengan edible coating antara lain (a)
menurunkan aktivitas air pada permukaan bahan, sehingga kerusakan oleh
mikroorganisme dapat dihindari karena terlindung oleh edible coating, (b)
memperbaiki struktur permukaan bahan, sehingga permukaan menjadi mengkilat,
(c) mengurangi terjadinya dehidrasi, sehingga susut bobot dapat dicegah, (d)
mengurangi kontak oksigen dengan bahan, sehingga oksidasi atau ketengikan
dapat dihambat, (e) sifat asli produk seperti flavor tidak mengalami perubahan,
dan (f) memperbaiki penampilan produk (Santoso et al. 2004).
Pase (2010) menggunakan edible coating dengan larutan glukomanan
sebagai bahan baku untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang umur
simpan buah naga terolah minimal yang disimpan dalam kemasan atmosfer
termodifikasi. Glukomanan merupakan polisakarida yang mudah larut dan

6
membentuk larutan yang kental. Larutan glukomanan dapat membentuk lapisan
tipis yang tembus pandang sehingga dijadikan bahan baku dalam pembuatan
edible coating. Hasil penelitiannya menunjukkan edible coating dengan
konsentrasi glukomanan 0.55% pada suhu penyimpanan 5⁰C dan komposisi
atmosfer dalam kemasan adalah 2-4% O2 dan 7-9% CO2 menghasilkan laju
respirasi terendah yaitu 15.94 mlCO2/kg.jam dan 18.78 mlO2/kg.jam.
Edible Coating Berbasis Pati Singkong
Edible coating menggunakan bahan dasar polisakarida banyak digunakan
terutama pada buah dan sayuran, karena memiliki kemampuan bertindak sebagai
membran permeable yang selektif terhadap pertukaran gas karbondioksida dan
oksigen. Sifat inilah yang dapat memperpanjang umur simpan karena respirasi
buah dan sayuran menjadi berkurang. Selain itu polisakarida menghasilkan film
dengan sifat mekanik yang baik. Pati singkong dan pati sagu merupakan contoh
polisakarida. Oleh karena itu pati singkong dan pati sagu mempunyai potensi
dalam teknologi edible coating (Budiman 2011).
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut
disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin (Winarno 1981).
Struktur amilosa merupakan struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa.
Amilopektin terdiri dari struktur bercabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan
titik percabangan amilopektin merupakan ikatan α-(1,6). Berat molekul amilosa
dari beberapa ribu hingga 500,000 begitu pula dengan amilopektin (Lehninger
1982).
Pati singkong mengandung 83% amilopektin yang mengakibatkan pasta
yang terbentuk menjadi bening dan kemungkinan untuk terjadi retrogradasi adalah
kecil (Friedman 1950 dalam Chan 1983). Pati singkong relatif mudah didapat dan
harganya murah.
Miskiyah et al. (2011) menggunakan edible coating dengan bahan baku
pati sagu dan penambahan vitamin C pada paprika merah yang disimpan di dalam
wadah styrofoam dan ditutup plastic wrap. Hasil penelitian ini menunjukkan
paprika yang dilapisi edible coating dengan penambahan vitamin C memiliki
tingkat pertumbuhan mikroba yang lebih rendah dibanding paprika yang dilapisi
edible coating tanpa vitamin C dan paprika yang tidak diberi perlakuan coating
(kontrol) memiliki tingkat pertumbuhan mikroba paling tinggi. Perlakuan coating
dan penambahan vitamin C tersebut dapat memperpanjang umur simpan paprika
sampai dengan 7 hari.
Budiman (2011) menggunakan pati singkong sebagai bahan baku
pembuatan edible coating pada pisang Cavendish untuk memperpanjang umur
simpan pisang tersebut. Penggunaan edible coating dengan komposisi pati
singkong 3%, carboxymethylcellulose (CMC) 0.4%, dan gliserol 5% terbukti
dapat memperpanjang umur simpan pisang tersebut selama 8 hari, dua hari lebih
lama daripada kontrol (tanpa pelapisan edible coating) pada suhu penyimpanan
10⁰C dan RH 87-88%.

7
Penyimpanan Atmosfer Termodifikasi
Atmosfer termodifikasi merupakan pemindahan atau penambahan gas-gas
akhir dalam komposisi atmosfer disekitar komoditas, gas tersebut berbeda dari
komposisi udara (78% N2, 20.95% O2, dan 0.03% CO2). Umumnya meliputi
penurunan oksigen dan peningkatan konsentrasi karbondioksida. Penggunaan
atmosfer termodifikasi harus mempertimbangkan suhu yang tepat dan pengaturan
kelembaban (Singh dan Taub 1997).
Peningkatan CO2 dalam ruang penyimpanan akan menghambat proses
pematangan. Hal ini terjadi karena kelebihan CO2 dapat menggantikan etilen
dalam ikatan kompleks metalo-enzim, sehingga etilen menjadi tidak aktif
(Winarno dan Wirakartakusumah 1981). Batas toleransi konsentrasi kenaikan CO2
atau penurunan O2 bervariasi tergantung dari jenis komoditas. Jangkauan
konsentrasi minimum O2 dan maksimum CO2 masing-masing antara 0.5-5.0% dan
2-15% (Kader 1992).
Dalam penerapannya ada dua cara penyimpanan dengan atmosfer
termodifikasi yaitu cara aktif dan pasif. Pada penyimpanan dengan atmosfer
termodifikasi cara pasif, kesetimbangan antara gas CO2 dan O2 didapat melalui
perembesan udara ke dalam dan ke luar ruang kemasan. Untuk mendapatkan dan
mempertahankan komposisi udara yang sesuai dalam kemasan maka digunakan
film pengemas dengan laju yang sesuai dengan konsumsi O2 dari komoditas yang
disimpan. Sedangkan pada penyimpanan atmosfer termodifikasi cara aktif,
kesetimbangan antara gas CO2 dan O2 diatur pada awal pengemasan dengan
komposisi yang sesuai dengan komoditas yang akan disimpan. Bahan pengemasan
pada cara ini adalah pengemas yang impermeabel terhadap perembesan gas, dan
tidak dilakukan kontrol terhadap komposisi gas selama penyimpanan (Maryanti
2007).
Teknik penyimpanan atmosfer termodifikasi yang dikombinasikan dengan
penyimpanan pada suhu rendah dapat memperpanjang umur simpan produk
hortikultura. Suhu, kelembaban udara (RH), dan komposisi atmosfer udara
penyimpanan dapat dimanipulasi untuk menekan laju respirasi dan pada akhirnya
dapat meminimalkan kerusakan produk selama penyimpanan (Pantastico 1986).
Penyimpanan dalam atmosfer termodifikasi tidak dianjurkan tanpa
dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu rendah terutama pada daerah
beriklim tropis. Panas dari udara lingkungan justru dapat mempercepat laju
respirasi dan selanjutnya mempercepat kerusakan produk.

8

METODOLOGI
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah hot plate, timbangan
analitik, termometer, mesin pendingin (refrigerator), gas analyzer, rheometer,
chromameter, flowmeter, refraktometer, dan alat-alat laboratorium seperti gelas
piala, gelas ukur, Erlenmeyer, magnetic stirrer, dan pipet.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah naga (Hylocereus
costaricensis) berdaging merah segar dari perkebunan buah naga milik PT.
Dragon Thang di Desa Purasari, Kecamatan Leuwiliang yang dipanen pada bulan
Februari (penelitian tahap 1) dan bulan Juni (penelitian tahap 2); pati singkong;
carboxymethylcellulose (CMC); gliserol; potassium sorbat; dan asam lemak
stearat.
Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan
dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada
Januari 2015-Juni 2015.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap yaitu tahap 1 dan tahap 2. Pada
tahap 1 dilakukan penentuan laju respirasi buah naga terolah minimal, sementara
pada tahap 2 dilakukan penentuan komposisi atmosfer dalam wadah penyimpanan
atmosfer termodifikasi.
Pembuatan Larutan Edible Coating
Penelitian diawali dengan proses pembuatan larutan edible coating dengan
bahan baku pati singkong. Edible Coating dibuat berdasarkan metode Budiman
(2011). Diagram berikut menunjukkan tahapan pembuatan edible coating.

Pelarutan CMC 0.4%
(b/v); diaduk pada
suhu 70⁰C hingga
homogen

Pendinginan hingga
mencapai suhu ruang

Penambahan pati
singkong (2%, 3%, dan
4% (b/v)); diaduk pada
suhu 70⁰C hingga
homogen

Penambahan gliserol
5% (v/v); diaduk pada
suhu 70⁰C selama ±1
menit

Penambahan asam
lemak stearat 0.5%
(b/v); diaduk pada
suhu 70⁰C hingga
homogen

Penambahan
potassium sorbat 0.5%
(b/v); diaduk pada
suhu 70⁰C hingga
homogen

Gambar 2 Diagram alir pembuatan larutan edible coating

9
Pengolahan Minimal Buah Naga
Buah naga diolah secara minimal dengan membersihkan dan mencuci buah
naga dari kotoran, kemudian mengupas kulit buah dan memotong daging buah
menjadi dua bagian. Setiap bagian tersebut kemudian dipotong menjadi beberapa
potongan kecil dengan ketebalan 3 cm. Proses pengolahan minimal ini dilakukan
secara steril dengan merendam atau menyeka setiap peralatan yang digunakan
dengan alkohol, dan memakai perlengkapan seperti jas laboratorium, topi, masker,
dan sarung tangan. Adalah sulit untuk memastikan ruang kerja yang steril
sepenuhnya tanpa adanya lemari laminar yang berfungsi khusus untuk tujuan
tersebut, oleh itu ruang kerja diupayakan menjadi bersih dari kontaminasi dengan
menyemprot alkohol pada permukaan meja dan juga semua perlengkapan yang
digunakan.

Gambar 3 Buah naga setelah dibersihkan dan dicuci
Pelapisan Buah Naga Terolah Minimal
Proses pelapisan buah naga dengan edible coating berbasis pati singkong
dilakukan sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) yaitu sebagai
berikut:
1. Mengkondisikan ruang kerja menjadi kering dan bersih.
2. Membersihkan peralatan kerja yang digunakan.
3. Memakai perlengkapan perlindungan seperti jas laboratorium, topi, masker,
dan sarung tangan.
4. Buah naga dibersihkan dari kotoran dan dicuci sehingga bersih.
5. Buah naga dipotong menjadi potongan kecil dengan ketebalan 3 cm.
6. Buah naga yang terolah minimal kemudian dicelupkan ke dalam larutan
edible coating selama 30 detik dan kemudian ditiriskan selama 10 detik.
7. Mengeringkan buah naga di atas tray berlubang pada suhu ruang selama 10
menit.
8. Menyimpan buah naga yang telah dilapisi dengan edible coating di dalam
stoples dan disimpan di ruang pendingin.
9. Melakukan pengamatan terhadap buah naga yang telah disimpan.

10
Lapisan edible coating
Potongan buah naga

3 cm
Gambar 4 Ilustrasi potongan buah naga

Gambar 5 Irisan buah naga yang telah dilapisi edible coating dikeringkan
Penyimpanan Buah Naga Terolah Minimal
Buah naga yang terolah minimal disimpan di dalam stoples setelah dilapisi
dengan edible coating. Stoples yang digunaan terlebih dahulu telah dicuci dan
dibersihkan kemudian diseka dengan alkohol untuk mensterilisasikan stoples dari
bakteri dan cendawan.
Penjepit

Lapisan edible coating

Selang pengaturan
komposisi gas

Tidak ada
pertukaran gas

Potongan buah naga

Gambar 6 Ilustrasi penyimpanan buah naga

11

(a)
(b)
Gambar 7 Penyimpanan buah naga di dalam stoples (a) selang dan tutup stoples
ditutup rapat menggunakan penjepit dan lilin malam (b)
Penentuan Konsentrasi Pati Singkong Sebagai Coating Berdasarkan Laju
Respirasi Dalam Penyimpanan Dingin
Pada tahap 1, buah naga yang terolah minimal diberi perlakuan pelapisan
edible coating dengan tiga konsentrasi pati singkong yang berbeda yaitu 2%, 3%
dan 4%. Buah naga tersebut dengan masing-masing konsentrasi pati singkong
kemudian dimasukkan ke dalam stoples dan disimpan pada tiga suhu yang
berbeda yaitu 5⁰C, 10⁰C dan suhu ruang.
Penutup stoples dilengkapi dengan dua lubang yang disambung dengan
selang plastik untuk tujuan pengukuran komposisi O2 dan CO2. Selang plastik
dapat ditekuk dan ditutup rapat untuk menghindari kebocoran gas.
Pengambilan data dilakukan setiap enam jam sekali selama 24 jam pada hari
pertama, setiap 12 jam sekali pada hari kedua, dan setelah itu pengukuran
dilakukan setiap 24 jam sekali sehingga buah naga mengalami kerusakan.
Pengukuran dihentikan jika buah naga yang disimpan telah mengalami kerusakan
berupa perubahan warna yang sangat jelas, kekerasan permukaan buah menjadi
lunak, mengeluarkan bau yang tidak diinginkan, atau terlihatnya pertumbuhan
mikroba atau cendawan pada buah naga.
Laju konsumsi O2 dan produksi CO2 merupakan komponen laju respirasi
yang masing-masing dipengaruhi oleh besarnya penurunan konsentrasi dari O2
dan peningkatan konsentrasi CO2 di dalam stoples. Pada tahap ini tidak dilakukan
pengukuran mutu fisik, uji organoleptik, dan analisis statistik.
Secara keseluruhan terdapat 9 kombinasi perlakuan dengan tiga kali
pengulangan untuk masing-masing kombinasi. Tabel 1 menunjukkan kombinasi
perlakuan yang dilakukan pada tahap 1.

12
Tabel 1 Kombinasi perlakuan pada penentuan laju respirasi buah naga terolah
minimal
Perlakuan
C1T1
C2T1
C3T1
C1T2
C2T2
C3T2
C1T3
C2T3
C3T3

Suhu
penyimpanan
(5°C)
5
5
5
10
10
10
Suhu ruang
Suhu ruang
Suhu ruang

Konsentrasi pati singkong
(%)
2
3
4
2
3
4
2
3
4

Data yang diperoleh pada tahap ini berupa perubahan konsentrasi gas O2 dan
CO2 yang diukur pada suhu 5⁰C, 10⁰C dan suhu ruang. Laju respirasi diukur
berdasarkan persamaan yang dikembangkan oleh Mannapperuma dan Singh
(1989) sebagai berikut:
R=
dimana
R = laju respirasi (ml/kg.jam)
V = volume udara bebas di dalam wadah (ml)
W = berat sampel (kg)
= perubahan konsentrasi gas terhadap waktu (%/jam)

Gambar 8 Pengukuran laju respirasi pada buah naga

13
Pembuatan larutan edible
coating dengan konsentrasi
pati singkong 2%, 3%, dan 4%

Pengolahan minimal buah naga

Pelapisan dengan edible
coating

Edible coating dengan
konsentrasi pati
singkong 2%

Edible coating dengan
konsentrasi pati
singkong 3%

Edible coating dengan
konsentrasi pati
singkong 4%

Penyimpanan pada
suhu 5⁰C, 10⁰C, dan
suhu ruang

Penyimpanan pada
suhu 5⁰C, 10⁰C, dan
suhu ruang

Penyimpanan pada
suhu 5⁰C, 10⁰C, dan
suhu ruang

Pengukuran konsentrasi O2
dan CO2
- Pengukuran konsentrasi O2
dan CO2 dilakukan setiap
enam jam sekali selama 24
jam pertama, setiap 12 jam
sekali pada hari kedua, dan
setelah
itu
pengukuran
dikakukan setiap 24 jam
sekali sehingga buah naga
mengalami kerusakan.

Perhitungan laju respirasi

Penentuan konsentrasi pati
singkong dan suhu
penyimpanan terbaik
berdasarkan laju respirasi
terendah
Gambar 9 Diagram alir penelitian tahap 1

14
Penentuan Komposisi O2 dan CO2 Dalam Wadah Penyimpanan Atmosfer
Termodifikasi
Pada tahap 2 penelitian, penentuan komposisi O2 dan CO2 yang terbaik di
dalam kemasan atmosfer termodifikasi didasarkan pada laju respirasi terendah
buah naga yang diperoleh pada tahap 1. Pada tahap ini, penelitian dilakukan pada
suhu penyimpanan dan konsentrasi pati singkong yang memiliki laju respirasi
terendah pada tahap sebelumnya. Suhu ruang juga digunakan sebagai suhu
penyimpanan untuk dijadikan pembanding pada suhu terbaik tahap 1. Pengaturan
atmosfer di dalam stoples dilakukan dengan mengatur debit gas O2, CO2, dan N2
menggunakan flowmeter. Ada tiga perlakuan komposisi atmosfer yang dilakukan
yaitu:
1. Komposisi 1 : 2-4% O2 dan 7-9% CO2
2. Komposisi 2 : 7-9% O2 dan 12-14% CO2
3. Komposisi 3 : 21% O2 dan 0.03% CO2 sebagai kontrol
Pengaturan komposisi atmosfer di dalam stoples dilakukan pada awal
penembakan gas dengan memasukkan gas-gas O2, CO2, dan N2. Pengaturan ulang
komposisi atmosfer di dalam stoples dilakukan setiap hari selama masa
pengamatan yaitu selepas pengamatan dilakukan.
Pengamatan dilakukan setiap hari meliputi susut bobot, kekerasan, warna,
total padatan terlarut, dan uji organoleptik. Pengamatan dihentikan jika buah naga
yang disimpan telah mengalami kerusakan berupa perubahan warna yang sangat
jelas, kekerasan permukaan buah menjadi lunak, mengeluarkan bau yang tidak
diinginkan, atau terlihatnya pertumbuhan mikroba atau cendawan pada buah naga.
Secara keseluruhan ada 6 kombinasi perlakuan dengan tiga kali
pengulangan untuk masing-masing kombinasi. Tabel 2 menunjukkan kombinasi
perlakuan yang dilakukan pada tahap 2.
Tabel 2 Kombinasi perlakuan pada penentuan komposisi O2 dan CO2 dalam
wadah penyimpanan atmosfer termodifikasi buah naga terolah minimal
Perlakuan
G1T1
G2T1
G3T1
G1T2
G2T2
G3T2

Suhu
penyimpanan
(5°C)
5
5
5
Suhu ruang
Suhu ruang
Suhu ruang

Konsentrasi pati
singkong (%)

Komposisi
atmosfer

4
4
4
4
4
4

Komposisi 1
Komposisi 2
Komposisi 3
Komposisi 1
Komposisi 2
Komposisi 3

15

Gambar 10 Buah naga yang disimpan di dalam stoples dengan komposisi
atmosfer yang berbeda
Pengamatan
Pada penelitian tahap 2 pengamatan dilakukan terhadap susut bobot,
perubahan kekerasan, dan perubahan warna pada buah naga.
1. Susut Bobot
Pengukuran susut bobot dilakukan berdasarkan persentase penurunan berat
buah naga sejak awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan. Persamaan yang
digunakan untuk menghitung susut bobot adalah sebagai berikut:
Susut bobot (%) =

100%

dimana
W = bobot buah naga pada awal penyimpanan
Wa = bobot buah naga pada akhir penyimpanan
2. Perubahan Kekerasan
Kekerasan diukur dengan menggunakan Rheometer tipe CR 300 DX. Uji
kekerasan dilakukan bagi setiap sampel dengan kecepatan tekanan 10 mm/menit,
beban maksimum 2 kg, dan kedalaman tusukan 10 mm. Kekerasan diukur pada
tiga bagian berbeda yaitu pada bagian pangkal, tengah, dan ujung dengan 2 kali
pengulangan.
3. Perubahan Warna
Perubahan warna dapat diketahui dengan cara mengukur intensitas warna
buah naga menggunakan chromameter Minolta tipe CR-200. Data warna
dinyatakan dengan nilai L dan a. Nilai L menunjukkan kecerahan, bernilai 0 untuk
warna hitam dan bernilai 100 untuk warna putih. Nilai L yang semakin besar
menunjukkan buah semakin rusak kerana warnanya semakin pucat. Nilai a positif
untuk warna merah (0 hingga 100) dan nilai a negatif untuk warna hijau (0 hingga
-80). Semakin besar nilai a menunjukkan buah semakin rusak.
4. Total Padatan Terlarut
Total padatan terlarut diukur dengan cara mengukur kandungan kadar gula
pada buah naga dengan menggunakan alat pengukur refraktometer merk ATAGO
tipe PR-201. Sampel diperas dan kemudian diteteskan ke alat pengukur tersebut.
Kandungan kadar gula akan diukur dalam satuan °Brix.

16
5. Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan oleh 25 orang panelis yang tidak terlatih yang
meliputi warna, aroma, kekerasan, rasa, dan penilaian secara keseluruhan. Panelis
akan memberikan nilai mengikut tingkat kesukaan/ketidaksukaan.
Tingkat ini disebut hedonik seperti sangat suka, suka, netral, tidak suka, dan
sangat tidak suka. Setiap tingkat diberi skor dari 1 (sangat tidak suka) hingga 5
(sangat suka). Dengan adanya skor ini maka secara tidak langsung
memperlihatkan adanya perbedaan pada setiap sampel yang diuji.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian tahap 2 adalah
Rancangan Acak Lengkap dengan 2 faktor (RAL faktorial) dengan 3 kali ulangan.
Perlakuan yang diujikan adalah komposisi atmosfer penyimpanan (1) 2-4% O2
dan 7-9% CO2, (2) 7-9% O2 dan 12-14% CO2, (3) 21% O2 dan 0.03% CO2 serta
perlakuan suhu yaitu suhu terbaik (ditentukan pada tahap 1) dan suhu ruang
sebagai pembanding.
G = Komposisi atmosfer
G1 = Komposisi 1
G2 = Komposisi 2
G3 = Komposisi 3
T = Suhu penyimpanan
T1 = Suhu terbaik
T2 = Suhu ruang
Model umum dari rancangan percobaan ini adalah:
Yijk = µ + Gi + Tj + (GT)ij + Єijk
Keterangan:
Yijk = pengamatan pada perlakuan G ke-i dan T ke-j
µ
= nilai rata-rata harapan
Gi
= perlakuan G ke-i
Tj
= perlakuan T ke-j
(GT)ij = interaksi G ke-i dan T ke-j
Єijk
= pengaruh galat percobaan dari perlakuan G ke-i, T ke-j, ulangan ke- k
Dengan i = 1, 2, 3 (komposisi gas); j = 1, 2 (suhu penyimpanan); k = 1, 2, 3
(ulangan)
Data pengamatan dianalisis dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test
(DMRT) sebagai penentu beda nyata dari hasil analisis sidik ragam dengan taraf
nyata 5%.

17
Pembuatan larutan edible
coating dengan konsentrasi
pati singkong terbaik

Pengolahan minimal buah naga

Pelapisan edible coating
dengan konsentrasi pati
singkong terbaik
Penyimpanan atmosfer
termodifikasi dengan
komposisi 1 (2-4% O2
dan 7-9% CO2) pada
suhu terbaik, dan suhu
ruang (sebagai
pembanding)

Penyimpanan atmosfer
termodifikasi dengan
komposisi 2 (7-9% O2
dan 12-14% CO2) pada
suhu terbaik, dan suhu
ruang (sebagai
pembanding)

Penyimpanan atmosfer
termodifikasi dengan
komposisi 3 (21% O2
dan 0.03% CO2) pada
suhu terbaik, dan suhu
ruang (sebagai
pembanding)

Pengamatan
- Pengamatan dilakukan terhadap susut
bobot, perubahan kekerasan, perubahan
warna, total padatan terlarut, dan uji
organoleptik
- Pengamatan dilakukan pada setiap hari
sehingga buah naga mengalami
kerusakan.
- Pengaturan ulang komposisi atmosfer
di dalam stoples dilakukan setiap hari
selama masa pengamatan yaitu selepas
pengamatan dilakukan.
Pengolahan data dan validasi
hasil.
Gambar 11 Diagram alir penelitian tahap 2

18

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Konsentrasi Pati Singkong dan Suhu Penyimpanan Terbaik
Pada penelitian tahap 1 untuk menentukan laju respirasi, buah naga yang
disimpan telah diberikan dua perlakuan secara kombinasi yaitu perlakuan
pelapisan edible coating dan perlakuan suhu. Tujuan dari penelitian tahap 1 ini
adalah untuk mengetahui kombinasi konsentrasi pati singkong dan suhu
penyimpanan yang paling baik untuk digunakan pada tahap selanjutnya.
Indikasinya adalah kombinasi yang paling baik akan memiliki laju respirasi yang
paling rendah.
Pada perlakuan pelapisan edible coating ada tiga konsentrasi pati singkong
yang berbeda yaitu 2%, 3%, dan 4% sementara pada perlakuan suhu ada tiga suhu
penyimpanan yang berbeda yaitu suhu 5°C, suhu 10°C, dan suhu ruang. Secara
keseluruhan ada 9 kombinasi perlakuan yang diuji dan 3 kali pengulangan untuk
setiap kombinasi sehingga total sampel yang digunakan adalah sebanyak 27
sampel. Pengukuran laju respirasi dilakukan sehingga masing-masing sampel
mengalami kerusakan.
Perubahan laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2 untuk semua kombinasi
perlakuan disajikan dengan grafik dalam Gambar 12-17.

Laju Konsumsi O2 ( ml/kg.jam )

20.00
18.00
16.00
C1T1

14.00
12.00
10.00

C2T1

8.00
6.00

C3T1

4.00
2.00
0.00
6

30 54 78 102 126 150 174 198 222 246 270 294
Lama Penyimpanan (jam ke-)

Gambar 12 Laju konsumsi O2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu 5°C

19

Laju Produksi CO2 ( ml/kg.jam )

250.00
200.00
C1T1
150.00
C2T1
100.00
C3T1
50.00
0.00
6

37

65

96 126 157 187 218 249 279 310
Lama Penyimpanan (jam ke-)

Gambar 13 Laju produksi CO2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu 5°C

Laju Konsumsi O2 ( ml/kg.jam )

70.00
60.00
C1T2

50.00
40.00

C2T2
30.00
20.00

C3T2

10.00
258

237

216

195

174

153

132

111

90

69

48

27

6

0.00
Lama Penyimpanan (jam ke-)

Gambar 14 Laju konsumsi O2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu 10°C

20

Laju Produksi CO2 ( ml/kg.jam )

250.00
200.00
C1T2
150.00
C2T2
100.00
C3T2
50.00

258

237

216

195

174

153

132

111

90

69

48

27

6

0.00
Lama Penyimpanan (jam ke-)

Gambar 15 Laju produksi CO2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu 10°C

Laju Konsumsi O2 ( ml/kg.jam )

300.00
250.00
C1T3
200.00
150.00

C2T3

100.00
C3T3
50.00
0.00
6

18

30
42
54
66
78
Lama Penyimpanan (jam ke-)

90

Gambar 16 Laju konsumsi O2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu ruang

21

Laju Produksi CO2 ( ml/kg.jam )

250.00
200.00
C1T3
150.00
C2T3
100.00
C3T3
50.00
0.00
6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72 78 84 90 96
Lama Penyimpanan (jam ke-)

Gambar 17 Laju produksi CO2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu ruang
Pada penyimpanan suhu 5°C, sampel dengan perlakuan C3T1 memiliki
umur simpan paling lama yaitu 312 jam (13 hari) diikuti oleh C2T1 yaitu 288 jam
(12 hari) dan C1T1 yaitu 264 jam (11 hari). Sesuai dengan umur simpan sampel
yang paling lama, C3T1 turut memiliki laju respirasi rata-rata yang paling rendah
yaitu 5.79 ml O2 /kg.jam dan 28.95 ml CO2 /kg.jam. C2T1 dan C1T1 masingmasing memiliki laju respirasi rata-rata 9.41 ml O2 /kg.jam dan 40.13 ml CO2
/kg.jam serta 10.29 ml O2 /kg.jam dan 34.20 ml CO2 /kg.jam.
Pada penyimpanan suhu 10°C, sampel dengan perlakuan C1T2, C2T2, dan
C3T2 masing-masing memiliki umur simpan dan laju respirasi rata-rata 192 jam
(8 hari), 31.38 ml O2 /kg.jam dan 46.74 ml CO2 /kg.jam; 240 jam (10 hari) 18.16
ml O2 /kg.jam dan 34.78 ml CO2 /kg.jam; 264 jam (11 hari) 20.75 ml O2 /kg.jam
dan 32.42 ml CO2 /kg.jam.
Pada penyimpanan suhu ruang, sampel dengan perlakuan C1T3, C2T3 dan
C3T3 masing-masing memiliki umur simpan dan laju respirasi rata-rata 96 jam (4
hari), 139.23 ml O2 /kg.jam dan 147.55 ml CO2 /kg.jam; 72 jam (3 hari), 81.11 ml
O2 /kg.jam dan 89.80 ml CO2 /kg.jam; 72 jam (3 hari), 79.77 ml O2 /kg.jam dan
88.20 ml CO2 /kg.jam.

22
Tabel 3 Laju respirasi rata-rata buah naga dengan kombinasi konsentrasi pati
singkong dan suhu penyimpanan yang berbeda

Perlakuan

Suhu

Konsentrasi
pati
singkong

C1T1
C2T1
C3T1
C1T2
C2T2
C3T2
C1T3
C2T3
C3T3

5°C
5°C
5°C
10°C
10°C
10°C
Ruang
Ruang
Ruang

2%
3%
4%
2%
3%
4%
2%
3%
4%

Rata-rata laju
respirasi (O2)
ml/kg.jam
10.29
9.41
5.79
31.38
18.16
20.75
139.23
81.11
79.77

Rata-rata laju
respirasi (CO2)
ml/kg.jam

Lama
penyimpanan
(jam)

34.20
40.13
28.95
46.74
34.78
32.42
147.55
89.80
88.20

264
288
312
192
240
264
96
72
72

Secara keseluruhan, sampel C3T1 dengan kombinasi konsentrasi pati
singkong 4% dan suhu penyimpanan 5°C memiliki umur simpan yang paling lama
dan laju respirasi yang paling rendah. Hasil pengukuran ini sesuai dengan yang
dijelaskan oleh Ahmad (2013) bahwa laju penurunan kualitas suatu produk
pertanian tergantung langsung pada laju respirasinya. Makin tinggi laju respirasi
berarti makin cepat metabolisme terjadi dan akibatnya umur simpan produk makin
singkat dan begitu juga sebaliknya. Oleh itu, konsentrasi pati singkong 4% dan
suhu penyimpanan 5°C digunakan sebagai parameter untuk pengukuran mutu
fisik pada tahap selanjutnya.
Perubahan Mutu Fisik Buah Naga Terolah Minimal
Pengukuran mutu fisik suatu produk pertanian adalah sangat penting dalam
menentukan kualitas dari produk tersebut secara objektif. Parameter mutu fisik
yang diukur dalam tahap 2 penelitian ini adalah susut bobot, perubahan kekerasan,
perubahan warna, total padatan terlarut, dan uji organoleptik yang meliputi aroma,
warna, rasa, dan kekerasan.
Susut Bobot
Susut bobot secara umum terjadi karena hilangnya air akibat penguapan
baik melalui respirasi maupun transpirasi. Pengolahan minimal yang dilakukan
terhadap buah naga mempercepat proses terjadinya kehilangan air atau dapat juga
dikatakan mempercepat penyusutan bobot buah dikarenakan kulit buah yang telah
dikupas. Penggunaan edible coating secara tidak langsung meggantikan fungsi
kulit buah yang telah dibuang dan memperkecil laju kehilangan air dari buah.
Berdasarkan data hasil pengamatan, susut bobot buah naga terjadi pada
masing-masing kondisi penyimpanan. Data susut bobot dapat dilihat pada tabel di
Lampiran 5. Pada hari penyimpanan ke-11, susut bobot terbesar terjadi pada buah
naga yang disimpan dengan perlakuan G1T1 yaitu 5.94% sedangkan susut bobot
terke