Preferensi Oviposisi Bactrocera Papayae Drew & Hancock (Diptera: Tephritidae) Pada Lima Jenis Buah Inang Dan Peran Suplemen Protein Terhadap Keperidiannya

PREFERENSI OVIPOSISI Bactrocera papayae DREW &
HANCOCK (DIPTERA: TEPHRITIDAE) PADA LIMA JENIS
BUAH INANG DAN PERAN SUPLEMEN PROTEIN
TERHADAP KEPERIDIANNYA

SEPTIAN RISKI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Preferensi Oviposisi
Bactrocera papayae Drew & Hancock (Diptera: Tephritidae) pada Lima Jenis
Buah Inang dan Peran Suplemen Protein terhadap Keperidiannya adalah benar
karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015
Septian Riski
NIM A34110020

ABSTRAK
SEPTIAN RISKI. Preferensi Oviposisi Bactrocera papayae Drew & Hancock
(Diptera: Tephritidae) pada Lima Jenis Buah Inang dan Peran Suplemen Protein
terhadap Keperidiannya. Dibimbing oleh ENDANG SRI RATNA.
Serangan hama lalat buah berpotensi sebagai perusak berbagai jenis buah.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan preferensi peneluran lalat
Bactrocera papayae terhadap lima jenis buah dan menentukan keperidian betina
pada inang jambu biji dengan pemberian suplemen protein pada pakan imago.
Berdasarkan metode pemaparan bebas, setiap 15 ekor imago lalat buah dilepas
dalam satu kurungan yang berisi lima jenis inang buah anggur, belimbing, jambu

biji, jambu kristal, dan pepaya. Jumlah telur yang disisipkan pada setiap irisan
buah dihitung setelah 5 hari pemaparan. Pada pengamatan keperidian lalat,
modifikasi suplemen mengandung gula pasir, air, dan protein hidrolisat
diaplikasikan pada pakan lalat. Jumlah telur yang diletakkan serta jumlah telur
yang menetas diamati setiap hari hingga imago lalat tersebut mati. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa B. papayae menyukai seluruh buah uji untuk
meletakan telur, kecuali belimbing. Jumlah telur yang diletakkan antara 22.632.8% berturut-turut ditemukan pada anggur, jambu biji, jambu kristal, dan
pepaya yang nyata lebih tinggi dibandingkan belimbing yang hanya mencapai
12%. Pemberian suplemen protein hidrolisat pada pakan imago sangat
meningkatkan keperidian dan lama hidup imago, yaitu menghasilkan 1093
telur/betina dalam waktu 83 hari. Telur yang berhasil menetas pada imago yang
diberi perlakuan protein hidrolisat mencapai 74-79%.
Kata kunci: keperidian, lalat buah, lama hidup, preferensi inang.

ABSTRACT
SEPTIAN RISKI. Oviposition preference of Bactrocera papayae Drew &
Hancock (Diptera: Tephritidae) on Five Host of Fruits and the Role of Protein
Supplement on its Fecundity. Supervised by ENDANG SRI RATNA.
Agression of fruit fly could caused destruction of all sorts of fruits. The
purposed of this research were to compare the oviposition preference of

Bactrocera papayae on five kind of fruits and find out its fequndity on guava host
by providing a protein suplement on its diet. Based on a choice exposure method,
each 15 adult females was allowed to oviposite within an adult cage contained
hanged slices of five type of fruits such as grapes, star fruit, pink guava, seedless
guava, and papaya. The number of inserted eggs were counted after 5 days of
exposure. To observe the fequndity of flies, modified food suplement contained
sugar, water, and protein hydrolyzate were applied on adult diets. The number of
laid and hatched eggs were observed everyday until the adult die. The results of
the experiments showed that B. papayae almost preferred to insert their eggs on
all tested fruits, except star fruit. The number of eggs between 22.6-32.8% was
found on grapes, pink guava, seedless guava, and papaya, respectively, that were
significantly higher than starfruit was only reached 12%. The implementation of
food suplement protein hydrolyzate on flies diets was highly increased the
fecundity and longevity of adult at about 1093 eggs/female within 83 days. The
hatched eggs treated with protein hydrolyzate could reached 74-79%.
Keywords: fecundity, fruit flies, host preferences, longevity.

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

PREFERENSI OVIPOSISI Bactrocera papayae DREW &
HANCOCK (DIPTERA: TEPHRITIDAE) PADA LIMA JENIS
BUAH INANG DAN PERAN SUPLEMEN PROTEIN
TERHADAP KEPERIDIANNYA

SEPTIAN RISKI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Preferensi Oviposisi Bactrocera
papayae Drew & Hancock (Diptera: Tephritidae) pada Lima Jenis Buah Inang dan
Peran Suplemen Protein terhadap Keperidiannya”. Penulisan tugas akhir
penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr.
Endang Sri Ratna selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan
bimbingan, ilmu pengetahuan, saran, arahan, dan masukan kepada penulis.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir. Djoko Prijono, M.Agr.Sc selaku
dosen pembimbing akademik dan Dr. Ir. Bonny Poernomo Wahyu Sukarno, MS
selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan
tugas akhir ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda
Syamsul Bahri, Ibunda Marwati, adik penulis Sardi Junanda dan Zil’afifah serta
keluarga besar yang telah memberikan semangat, dukungan, dan motivasi serta
mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih
juga diucapkan kepada Nurul Nisa A Amin, Fatku Shirot P, Ulfah Hafidzah, Dian
Haryati, Johana Mendes SP, Ridwan Isnaini Mahfud SP, Dra. Murni Indawatmi,
MSi, Agus Sudrajat, Kemas Usman, SP, Msi, Emilia Sasmita A.Md.A.Farm,
Nasriati A.Md, serta teman-teman lainnya di Departemen Proteksi Tanaman
angkatan 48 yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis
dalam penelitian dan penulisan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini.
Namun semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Bogor, September 2015
Septian Riski

DAFTAR ISI


DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Pemeliharaan dan Perbanyakan Serangga Uji
Uji Preferensi Peneluran B. papayae pada Lima Jenis Inang
Uji Kemampua Lama Hidup Imago dan Keperidian
B. papayae
Kemampuan Tetas Telur B. papayae
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemeliharaan B. papayae
Preferensi Peneluran B. papayae pada Lima Jenis Inang

Lama Hidup Imago, Keperidian serta Kemampuan Tetas Telur
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

viii
viii
1
1
2
2
3
3
3
3
3
4
5
5

6
7
7
7
9
12
13
15
18

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Komposisi pakan buatan lalat buah Bactrocera papayae
Lama stadium perkembangan B. papayae pada pakan buatan

Preferensi peneluran lalat buah B. papayae pada lima jenis buah inang
Kandungan nutrisi buah inang lalat B. papayae
Pengaruh suplemen protein hidrolisat terhadap umur imago B. papayae
Pengaruh suplemen protein hidrolisat terhadap keperidian B. papayae

3
7
8
9
9
10

DAFTAR GAMBAR
1 Kurungan pemeliharaan B. papayae (a), bahan pakan imago (b)
2 Irisan buah uji (a), kurungan (b), alat pengukuran kekerasan buah (c)
3 Fluktuasi produksi telur selama fase reproduktif B. papayae

4
5
11


DAFTAR LAMPIRAN
1 Total telur preferensi inang Bactrocera papayae pada lima macam
buah
2 Lama hidup imago lalat buah B. papayae
3 Keperidian imago betina lalat buah B. papayae

18
18
19

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Buah merupakan salah satu sumber pendapatan dari sektor pertanian karena
memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Sebagian besar dibutuhkan oleh masyarakat
sebagai sumber vitamin, mineral, dan anti oksidan (Setyadjit 2009). Oleh karena
itu, dengan mengkonsumsi buah-buahan secara teratur dapat menghambat proses
penuaan kulit. Bagi orang yang sedang menjalani diet, mengkonsumsi buah
merupakan salah satu cara yang efektif untuk mempertahankan berat badan guna
menuju hidup yang lebih sehat (Ashari 2006).
Indonesia merupakan negara yang menghasilkan berbagai macam produk
bebuahan. Jambu biji merupakan salah satu komoditas buah tropika yang banyak
dikonsumsi masyarakat Indonesia. Produksi jambu biji termasuk kategori 10 besar
di dalam urutan penghasil buah-buahan nasional. Produktivitas buah jambu biji di
Indonesia dilaporkan mencapai 208 151 ton pada tahun 2012 dan menurun
menjadi 181 644 ton pada tahun 2013 (BPS 2015).
Beberapa kendala seringkali ditemukan saat proses budi daya tanaman
dalam upaya peningkatan produksi buah, diantaranya adalah serangan hama
maupun patogen tanaman. Serangan lalat buah dapat dikatakan sebagai hama
potensial perusak aneka buah (Setyabudi 2009). Menurut Kalshoven (1981), lalat
famili Tephritidae merupakan hama utama yang umumnya menyebabkan
penurunan kualitas pada berbagai komoditas buah. Akibat adanya aktivitas lalat
buah dan pembusukan buah menyebabkan buah jatuh sebelum waktunya sehingga
terjadi kegagalan panen. Infestasi lalat buah juga membatasi pasar bebas dan
ekspor komoditas hortikultura, sehingga industri komoditas hortikultura di daerah
tropis untuk kepentingan pasar domestik maupun pasar ekspor sangat bergantung
pada pengendalian hama lalat buah.
Menurut Vijaysegaran (1996), lalat buah yang berperan sebagai hama
penting tanaman buah di daerah tropis adalah Bactrocera dorsalis kompleks
(Oriental fruit fly). Salah satu spesies dari lalat buah tersebut adalah B. papayae
yang dikenal sebagai Asian Papaya Fruit Fly. Populasi hama B. papayae saat ini
dikenal sebagai lalat buah paling merusak di antara spesies lalat lain yang
termasuk dalam spesies B. dorsalis kompleks. Saat ini diketahui B. papayae
menyerang sekitar 209 jenis buah di Asia Tenggara, serta menjadi hama endemik
di daerah selatan Thailand, Malaysia (Semenanjung dan Timur), Singapura, dan
Indonesia. Lalat buah B. papayae merupakan hama penting pada buah pepaya dan
mangga, namun lalat buah ini diketahui sering menyerang buah jambu biji di
Indonesia (Drew dan Romig 1996).
Lalat buah bertelur dengan cara menyisipkan ovipositor melalui permukaan
buah. Selanjutnya telur menetas menjadi larva sehingga buah membusuk akibat
serangan sekunder dari bakteri yang terbawa bersama telur dari tubuh lalat. Pada
umumnya lalat buah bertelur pada buah yang telah matang. Gejala pada jambu biji
yang diserang lalat buah pada umumnya tidak menampilkan suatu noda dan
penampilan buah tetap tampak mulus. Namun, daging buah telah membusuk
akibat aktivitas larva. Pada serangan yang berat, buah jambu biji akan rontok
(Cahyono 2010). Oleh karena itu, tindakan pengendalian terhadap populasi lalat
buah spesies B. papayae sangat penting dilakukan untuk menstabilkan produksi

2
bebuahan. Fluktuasi populasi serangga seringkali menjadi tolok ukur dalam
melakukan tindakan pengendalian serangga yang berpotensi sebagai hama.
Parameter tersebut sangat ditentukan oleh faktor pembatas pakan inang yang
dapat mempengaruhi kebugaran tubuh larva, yang berpengaruh lanjut terhadap
keperidian serta lama hidup imago. Kemampuan oviposisi B. papayae pada
tanaman inang yang disukai dan pengaruh penambahan pakan imago terhadap
kelangsungan hidup serta keperidian lalat spesies B. papayae secara spesifik pada
buah jambu biji belum pernah dilaporkan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui preferensi oviposisi terhadap lima jenis
inang, keperidian serta mengamati lama hidup lalat buah spesies B. papayae.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi dasar dalam
melakukan pengendalian hama lalat buah yang lebih efektif.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi
Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian dimulai dari bulan Januari hingga Agustus 2015.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah lalat buah spesies
B. papayae, yang diperoleh dari hasil pembiakan massal di Laboratorium Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga
Nuklir Nasional (BATAN) Jakarta (Tabel 1). Buah yang digunakan sebagai inang
adalah anggur, belimbing, jambu biji, jambu kristal, dan pepaya yang telah
matang diperoleh dari pasar buah di sekitar Bogor.
Tabel 1 Komposisi pakan buatan larva buah B. papayae (Kuswadi et al.1999)
Bahan- bahan
Jumlah
Sekam gandum
Ragi roti
Gula pasir
Sodium benzoat
Nipagin
HCL teknis
Air

223 g
28 g
1 000 g
0.79 g
0.79 g
0.75 g
600 ml

Metode Penelitian
Pemeliharaan dan Perbanyakan Serangga Uji
Lalat buah dipelihara di dalam kurungan berukuran 60 cm x 30 cm x 30 cm
dengan disertakan pakan campuran gula pasir dan protein hidrolisat (4:1) dan
sebagai sumber minuman diletakkan spons jenuh air di permukaan atas kurungan
kain kasa (Gambar 1). Pemberian pakan dan minuman diberikan setiap 2-3 hari.
Setelah lalat memasuki tahap matang seksual (sekitar 10-14 hari). Media
peletakan telur buatan disisipkan pada salah satu dinding kurungan, yaitu berupa
tabung plastik film silindris yang seluruh permukaan dindingnya diberi lubang
dan di dalamnya diisi spons jenuh air. Telur dipanen dengan cara mengalirkan air
pada permukaan tabung, yang ditampung melalui saringan kain kassa berwarna
hitam. Telur yang menempel pada kain kassa dipindahkan ke dalam wadah yang
telah berisi pakan semi sintetis yang juga sebagai media pemeliharaan larva.
Pakan larva dibuat dengan cara mengaduk semua bahan yang ditunjukan
pada tabel 1 sesuai dengan acuan Kuswadi (2011). Pakan tersebut memiliki pH
3.5-4. Larva instar lanjut yang ditandai dengan aktif meloncat dipindahkan ke
dalam media pupasi berupa serbuk gergaji steril. Pupa yang telah berumur 7 hari
dipisahkan dari serbuk gergaji dengan diayak di atas saringan berukuran lubang 2
mm2. Pupa yang terkumpul dimasukkan kembali ke dalam kurungan pemeliharaan
imago.

4
imago. Setiap periode pergantian metamorfosis diamati dan lama fase setiap instar
dicatat. Selanjutnya, imago yang muncul pada waktu yang relatif seragam
digunakan sebagai serangga uji.

a

b

Gambar 1 Kurungan pemeliharaan B. papayae (a), bahan pakan imago (b).
Uji Preferensi Peneluran B. papayae pada Lima Jenis Inang
Lalat buah B. papayae yang digunakan dalam penelitian ini adalah imago
betina berumur 13-14 hari yang telah memasuki umur matang seksual atau telah
melakukan kopulasi dan melalui tahap pra-oviposisi. Setiap 15 imago betina
dipasangkan dengan 15 imago jantan dan dimasukkan ke dalam kurungan silinder
bertutupkan kain kassa berkerangka kawat besi, berdiameter 16 cm dengan tinggi
20 cm. Di dalam setiap kurungan dipaparkan masing-masing lima jenis buah,
yaitu anggur, belimbing, jambu biji, jambu kristal, dan pepaya. Buah yang
digunakan adalah buah yang sudah matang tanpa adanya kerusakan yang
disebabkan oleh hama maupun patogen.
Buah tersebut dibuat irisan dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 1 cm (Gambar 2a),
kemudian digantung dengan benang yang ujungnya diikatkan pada permukaan
atas kerangka kurungan. Posisi buah dilakukan pengacakan pada setiap harinya.
Di dalam kurungan tersebut dilengkapi juga dengan pakan seperti diuraikan pada
pemeliharaan massal lalat (Gambar 2b). Setiap buah matang yang digunakan pada
perlakuan tersebut diukur tingkat kekerasannya menggunakan alat penetrometer
controller digital PRECISION 2000 (Gambar 2c). Di dalam kurungan tersebut
disertakan juga tabung plastik film silindris untuk media peneluran seperti telah
diuraikan sebelumnya. Kurungan yang telah berisi serangga diletakkan di dalam
ruang pemeliharaan pada suhu 25 ºC – 26 oC dengan kelembapan nisbi 80-85%.
Perlakuan pemaparan ini diulang sebanyak lima kali. Pengujian ini dilakukan
untuk membandingkan preferensi peneluran B. papayae terhadap lima jenis inang
yang disukai, serta mengamati pengaruh warna, kekerasan dan aroma buah dalam
pemilihan inang B. papayae, sehingga dapat menjadi parameter dalam melakukan
tindakan pemgendalian lalat buah spesies B. papayae.

5

a

b

c
Gambar 2 Irisan buah uji (a), kurungan (b), alat pengukuran kekerasan buah (c)

Setelah 24 jam pemaparan, buah dikeluarkan dari dalam kurungan. Jumlah
telur pada masing-masing perlakuan diamati dan dihitung dengan membelah buah
terinfestasi telur lalat buah menggunakan jarum bertangkai di bawah mikroskop
stereo. Persentase preferensi peneluran pada setiap buah uji dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
Preferensi peneluran % =

∑ telur B. papayae pada tiap jenis buah
x 100%
∑ total telur

Uji Kemampuan Lama Hidup Imago dan Keperidian B. papayae
Lalat B. papayae yang digunakan pada pengujian ini adalah imago jantan
dan betina berumur 10 hari setelah keluar dari pupa. Sepasang imago lalat
dimasukkan ke dalam setiap kurungan plastik berbentuk silindris, bertutupkan
kain kasa, berdiameter 8 cm, dan tinggi 10 cm. Setiap kurungan dilengkapi
dengan potongan buah untuk media peneluran seperti diuraikan di atas serta
diberikan variasi suplemen pakan tambahan pada enam perlakuan.
Modifikasi enam perlakuan media peneluran dan pakan tambahan diuraikan
sebagai berikut: jambu biji (J), jambu biji dan spons berisi serapan air (J+A),
jambu biji dan gula pasir (J+G), jambu biji dan protein hidrolisat (J+PH), jambu
biji, spons berisi serapan air, serta campuran gula dan protein hidrolisat dengan
perbandingan 4:1 (J+A+G+PH), dan perlakuan kontrol yaitu media peneluran
tanpa jambu biji yang disubstitusi menggunakan tabung film seperti pada
perlakuan pemeliharaan serangga stok, ditambah dengan spons berisi serapan air,
serta campuran gula dan protein hidrolisat (K+A+G+PH). Seluruh pengujian
pemaparan tersebut dilakukan di laboratorium dengan kondisi suhu ruangan
berkisar antara 25 ºC – 26 oC dan kelembapan nisbi 80-85%. Setiap perlakuan
pemaparan diulang sepuluh kali.
Setelah 24 jam waktu pemaparan, media peneluran jambu dan tabung
diganti dengan yang baru. Jumlah telur yang disisipkan pada kedua media tersebut
dihitung dengan cara yang sama seperti di atas. Pemaparan dilakukan setiap hari
hingga pasangan imago uji mati. Lama hidup lalat jantan dan betina pada setiap
perlakuan dihitung dan dicatat untuk mengamati pengaruh perlakuan terhadap
umur imago B. papayae.
Kemampuan Tetas Telur B. papayae
Telur lalat buah B. papayae yang diperoleh dari masing-masing hasil
pengujian keperidian imago lalat buah di atas. Selanjutnya diinkubasikan pada

6
suhu ruang laboratorium yang sama selama dua hari. Telur yang berasal dari
tabung film dipindahkan terlebih dahulu pada media pakan buatan untuk
pemeliharaan larva. Jumlah larva yang berhasil keluar dari telur fertil hasil
perlakuan imago dan telur steril yang tidak menetas dihitung dan dicatat.
Persentase fertilitas telur dihitung dengan menggunakan rumus:
Fertilitas telur % =

∑ telur fertil
∑ total telur fertil + telur steril

Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pengujian preferensi peneluran, keperidian,
lama hidup imago serta kemampuan tetas telur B. papayae ditabulasi
menggunakan program software Microsoft Excel 2010 dan dianalisis melalui
rancangan percobaan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
menggunakan program sofware SAS 9.1.3. Data analisis statistika yang digunakan
tersebut masing-masing berdasarkan 5 perlakuan pada pengujian preferensi inang
dengan 5 ulangan dan selebihnya 6 perlakuan keperidian imago dengan 10
ulangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemeliharaan Bactrocera papayae
Hasil pengamatan perkembangan telur saat pemeliharaan massal lalat
B. papayae pada pakan semi sintetis di laboratorium ditunjukkan pada Tabel 2.
Pada umumnya telur berhasil menetas dalam waktu 2-3 hari setelah diletakkan
oleh imago betina, kemudian diikuti lama hidup fase larva dan pupa beruturutturut 6-8 hari dan 7-9 hari. Telur menetas menjadi larva 2 hari setelah telur
diletakkan di dalam buah (Soeroto et al. 1995). Menurut Siwi (2005) fase larva
terdiri atas tiga instar. Larva hidup dan berkembang dalam daging buah selama 69 hari. Keberadaan larva di dalam buah dapat memicu pertumbuhan dan
kehidupan organisme pembusuk lainnya yang dapat mempercepat terjadinya
pembusukan buah. Larva instar III biasanya menjatuhkan diri ke tanah sebelum
berubah menjadi pupa. Masa pupa berlangsung 4-10 hari dan setelah itu pupa
menjadi imago. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan lalat buah tersebut
relatif sama dengan stadium masing-masing fase yang dilaporkan Soeroto et al.
(1995) dan Siwi (2005). Sehingga dari hasil pemeliharaan ini diperoleh umur
imago yang seragam untuk digunakan dalam pengujian preferensi peneluran,
keperidian serta lama hidup imago B. papayae.
Tabel 2 Lama stadium perkembangan B. papayae pada pakan buatan
Fase
Jumlah individu (n)
Stadium (hari)
Telur
1 422
2-3
Larva
836
6-8
Pupa
628
7-9
Preferensi Peneluran B. papayae pada Lima Jenis Inang
Pemaparan lalat B. papayae pada lima jenis buah inang di dalam satu
kurungan berpengaruh nyata terhadap perilaku pemilihan peletakkan telur pada
setiap jenis dan kekerasan buah tertentu (Tabel 3). Hasil percobaan menunjukkan
bahwa imago lalat paling menyukai buah anggur sebagai media peletakkan telur
tidak berbeda nyata dengan buah jambu biji, jambu kristal dan pepaya dengan
tingkat preferensi berkisar antara 17.42 - 25.10% yang berjumlah 22.6-32.8
butir/imago/5 hari, yang kemudian diikuti buah belimbing 12.97% dengan jumlah
17 butir/imago/5 hari yang nyata berbeda terhadap buah anggur, namun tidak
berbeda nyata terhadap ketiga buah lainnya. Peletakkan telur paling sedikit nyata
dijumpai pada media tabung plastik, yaitu hanya sebesar 4.47% dengan jumlah 6
butir/imago/5 hari dibandingkan dengan peletakkan telur pada media buah.
Hal ini mengindikasikan bahwa dari kelima buah yang diuji, lalat menyukai
buah anggur yang diduga karena memiliki tekstur kekerasan buah paling lunak
dengan nilai TKB (Tingkat Kekerasan Buah) 17 mm/50 mm/10 detik dengan
aroma yang paling dominan dan sesuai dipilih oleh imago sebagai media bertelur,
sehingga memudahkan imago betina B. papayae meletakkan telur ke dalam buah.
Buah belimbing juga memiliki tekstur daging buah yang lunak dengan TKB 10.2
mm/50 mm/10 detik dibandingkan buah jambu biji, jambu kristal dan pepaya
4.96-9.15 mm/50 mm/10 detik, namun jumlah telur lalat buah yang diletakkan
pada buah belimbing lebih sedikit dari pada ketiga buah lainnya. Hal ini diduga

8
bahwa aroma buah belimbing relatif kurang menarik dipilih oleh lalat buah
dibandingkan anggur, jambu biji, jambu kristal, dan pepaya. Menurut Allwood
(1996) lalat buah mencari makan dan tempat untuk beroviposisi dimulai dengan
penempatan sebuah habitat dengan menggunakan isyarat penciuman dan
penglihatan. Komponen volatil pada buah yang matang merupakan rangsangan
yang mengundang imago lalat buah untuk mendekat ke tanaman inang. Lalat buah
berhenti dekat sumber aroma buah, kemudian hinggap lebih lama pada buah
tersebut dan melakukan kopulasi dan juga beroviposisi. Peletakan telur
dipengaruhi oleh bentuk, warna, dan tekstur buah (Siwi 2005). Menurut Rahayu
(2011), lalat buah Bactrocera lebih tertarik terhadap warna kuning dan merah
yang dilakukan pengujian pada bola berwarna dengan tiga jenis atraktan. Oleh
karena itu, buah anggur yang memiliki tekstur kematangan buah yang lunak serta
kulit buah yang berwarna merah dapat menjadi penyebab imago betina tertarik
untuk hinggap dan meletakkan telur di dalam buah.
Keadaan yang berbeda saat lalat meletakkan telur pada media buatan
berbahan plastik berlubang, yang diduga bahwa peletakkan telur terjadi karena
adanya kesempatan penusukan ovipositor secara acak pada lubang atau lekukan
tersebut dalam kondisi di dalam ruangan atau kurungan yang terbatas. Allwood
(1996) juga menyatakan bahwa lalat buah tropis cenderung memilih buah yang
matang atau lunak dan meletakkan telur pada permukaan buah yang berlekuk,
seperti pada retakan atau pada bagian permukaan buah yang rusak akibat aktivitas
makan oleh organisme lain seperti burung, kelelawar buah, tikus, atau serangga
lain. Buah anggur memiliki nilai preferensi oviposisi yang lebih tinggi dari buah
belimbing, sehingga dapat berpotensi sebagai inang sumber infestasi B. papayae
yang tinggi.
Tabel 3 Preferensi peneluran lalat buah B. papayae pada lima jenis buah inang
TKB*
Jumlah telur
Preferensi
Jenis buah
(mm/50 mm/10 detik)
(butir/imago/5 hari)
oviposisi
(x̅ ± SE)**
(%)
Anggur
17.00
32.8 ± 4.9 a
25.10
Belimbing
10.19
17.0 ± 2.5 b
12.97
Jambu biji
9.15
26.4 ± 1.9 ab
20.23
Jambu kristal
4.96
25.8 ± 4.1 ab
19.78
Pepaya
6.77
22.6 ± 5.1 ab
17.42
Kontrol
6.0 ± 0.3 c
4.47
*TKB = Tingkat kekerasan buah dinyatakan dengan kemampuan jangkauan penetrasi jarum uji
(mm) pada setiap ketebalan buah (mm) dalam waktu tertentu (detik).
** Angka rerata pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5%.

Insting imago dalam memilih inang sebagai tempat oviposisi diduga lebih
berperan pada upaya mempertahankan keberlanjutan keturunannya, untuk
mendukung keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan larvanya. Pertumbuhan
dan keberhasilan hidup serangga pra dewasa seringkali dipengaruhi habitat dan
komposisi nutrisi inang. Nutrisi penting untuk pertumbuhan lalat buah (imago dan
larva) di antaranya adalah asam amino, vitamin, gula, mineral, dan faktor
pertumbuhan lainnya (Allwood 1996). Lalat buah melakukan aktivitas

9
makan pada produk buah seperti pada buah yang busuk, buah yang rusak, cairan
buah, nektar, feses hewan, dan embun madu. Sumber utama protein lalat buah
diperoleh dari bakteri golongan Enterobacteriaceae. Kelima macam buah yang
digunakan pada percobaan ini memiliki kandungan nutrisi yang dibutuhkan yang
menarik pemilihan inang oleh imago lalat buah, walaupun memiliki komposisi
jumlah yang berbeda (Tabel 4). Oleh karena itu, kelima jenis buah tersebut dapat
digunakan sebagai inang lalat buah di alam (CAB International 2007).
Tabel 4 Kandungan nutrisi buah inang lalat B. papayae*
Jenis buah
Komposisi komponen kimia buah per 100 g berat buah
Protein (g) Karbohidrat (g) Gula (g)
Vitamin C (mg)
Anggur
0.63
8.08
6.98
34.4
Belimbing
1.04
6.73
3.98
34.4
Jambu biji
2.55
14.32
8.92
228.3
Pepaya
0.47
10.82
7.82
60.9
*Sumber: USDA (2014)
Lama Hidup Imago, Keperidian, serta Kemampuan Tetas Telur Lalat
B. papayae
Hasil pengujian menunjukkan bahwa pemberian nutrisi protein pada pakan
imago jantan maupun betina lalat B. papayae dapat memperpanjang lama hidup
imago (Tabel 5). Lama hidup imago betina rata-rata 43.80-74.10 hari relatif lebih
panjang dibandingkan dengan imago jantan rata-rata 41.10-64.70 hari. Umur
B. papayae pada perlakuan tanpa protein hidrolisat, yaitu J, J+A, J+G relatif lebih
pendek dari perlakuan protein hidrolisat seperti pada J+PH, J+A+G+PH dan
kontrol. Menurut Siwi (2005), siklus hidup lalat buah mulai dari telur sampai
imago di daerah tropis berlangsung lebih kurang 27 hari. Lama hidup imago
betina berkisar antara 23-27 hari dan imago jantan antara 13-15 hari. Sebaliknya,
Noor et al. (2011) melaporkan bahwa lama hidup imago jantan B. papayae
mencapai 22 hari lebih panjang dibandingkan umur imago betina yaitu 19 hari,
yang dipelihara di dalam ruangan pada suhu 23.92 ºC. Lama hidup lalat buah pada
percobaan ini, baik betina maupun jantan lebih panjang dari kedua hasil laporan
tersebut, sehingga diduga protein hidrolisat merupakan nutrisi penting untuk
memperpanjang hidup lalat.
Tabel 5 Pengaruh suplemen protein hidrolisat terhadap umur imago lalat buah
B. papayae
Perlakuana
Lama hidup imago (hari/ekor) (x̅ ± SE)b
Jantan
Betina
J
47.50 ± 3.64 b
49.10 ± 2.73 c
J+A
41.10 ± 3.00 b
43.80 ± 2.94 c
J+G
48.50 ± 3.42 b
48.00 ± 3.18 c
J+PH
59.40 ± 4.75 a
74.10 ± 3.43 a
J+A+G+PH
64.70 ± 2.47 a
68.30 ± 4.17 a
Kontrol A+G+PH
60.50 ± 2.50 a
55.20 ± 2.62 b
a

J = jambu biji, A = air, G = gula, PH = protein hidrolisat.
Angka rerata pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5%.

b

10
Selain itu, pengaruh suhu dan kelembaban ruangan selama perlakuan dapat
mempengaruhi lama hidup imago dan tingginya produktivitas telur. Selama
pengujian berlangsung, kondisi suhu dan kelembapan ruangan relatif stabil, yaitu
pada suhu ruangan 25 ºC – 26 °C dan kelembapan udara 80-85%. Kondisi tersebut
dianggap optimal bagi lalat buah untuk hidup, berkembang, bereproduksi, dan
bertahan hidup. Menurut Allwood (1996), suhu ideal untuk perkembangan lalat
buah berkisar antara 25 oC dan 30 oC. Suhu di bawah 21 oC dapat menghambat
perkembangan lalat buah pada tahap pra dewasa. Maksimum produksi telur lalat
buah terjadi pada suhu antara 25 oC dan 30 oC. Kisaran suhu tersebut berhubungan
dengan suhu di daerah Pasifik bagian selatan, yang umumnya lalat buah
memproduksi banyak generasi per tahun dan memiliki kemampuan
berkembangbiak sepanjang waktu dalam satu tahun selama tanaman inang
tersedia. Menurut Siwi (2005), jenis pakan yang banyak mengandung asam
amino, vitamin, mineral, air, dan karbohidrat dapat memperpanjang umur
serta meningkatkan keperidian lalat buah. Oleh karena itu, panjangnya umur lalat
B. papayae pada penelitian ini diduga dipengaruhi oleh kondisi suhu dan
kelembapan ruangan optimal serta ketersediaan pakan yang cukup selama
perlakuan.
Tabel 6 Pengaruh suplemen protein hidrolisat terhadap keperidian lalat
B. papayae
Jumlah telur
Fertilitas telur
(butir/betina)
Perlakuana
(%)
b
(x̅ ± SE)
J
0.0 ± 0.0 d
0
J+A
0.0 ± 0.0 d
0
J+G
0.0 ± 0.0 d
0
J+PH
1 092.5 ± 63.7 a
74.4
J+A+G+PH
750.4 ± 118 b
77.5
Kontrol A+G+PH
552.6 ± 88.5 c
79.1
a
b

J = jambu biji, A = air, G = gula, PH = protein hidrolisat.
Angka rerata pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5%.

.
Protein hidrolisat meningkatkan produksi telur lalat B. papayae (Tabel 6).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa peran protein hidrolisat yang diberikan
pada perlakuan J+PH menghasilkan jumlah telur yang nyata sangat tinggi selama
hidupnya, yaitu mencapai 1 092 butir/betina, diikuti J+A+G+PH, dan paling
rendah kontrol K+A+G+PH, berturut-turut 750.4 dan 552.6 butir/betina.
Sebaliknya, perlakuan pakan tanpa protein hidrolisat mengakibatkan lalat tidak
memproduksi telur sama sekali. Perlakuan pemberian protein hidrolisat relatif
tidak menunjukkan perbedaan pada kemampuan penetasan telur lalat B. papayae
(Tabel 6). Telur yang berhasil menetas setelah dua hari diletakkan oleh imago
yang diberi pakan protein hidrolisat berkisar antara 74-79%. Menurut Tsatsia dan
Hollingsworth (1996), telur mulai menetas 46 jam dari waktu telur diletakkan.
Lloyd & Drew (1997) melaporkan bahwa lalat betina memerlukan protein dalam
jumlah besar untuk perkembangan organ reproduksi dan pembentukan telur-telur
yang fertil.

11
Perlakuan protein hidrolisat tunggal dapat mempercepat peletakkan telur
lalat buah dan memiliki jumlah telur paling tinggi dibandingkan perlakuan
campuran air dan gula (Gambar 1). Jumlah telur yang diletakkan B. papayae
setiap hari mengalami fluktuasi, perlakuan J+PH pada hari ke-20 dan 26 mencapai
puncak produksi tertinggi yang kemudian berangsur-angsur menurun mulai hari
ke-59 hingga puncak peletakan telur terendah pada hari ke-83. Pada perlakuan
J+A+G+PH puncak produksi telur mulai tampak pada hari ke-32 dan menurun
pada hari ke-56. Hal sama ditunjukkan pada perlakuan kontrol K+A+G+PH
memiliki produksi telur tertinggi pada hari ke-38 dan menurun pada hari ke-56
hingga berakhir pada hari ke-65. Semakin tua umur B. papayae, kemampuan
bertelur semakin menurun, hal ini diduga dipengaruhi oleh kondisi biologis B.
papayae tersebut. Menurut Allwood (1996), lalat buah dewasa membutuhkan
sumber karbohidrat, air, dan protein untuk mencapai kematangan seksual.

Jumlah telur B. papayae
(butir/betina/3 hari)

45
40

J

35

J+A

30

J+G

25

J+PH

20

J+A+G+PH

15

Kontrol+PH

10
5
0
11 14 17 20 23 26 29 32 35 38 41 44 47 50 53 56 59 62 65 68 71 74 77 80 83

Umur (hari)

. Gambar 3 Fluktuasi produksi telur selama fase reproduktif B. papayae

SIMPULAN DAN SARAN
Bactrocera papayae memilih buah anggur, jambu biji, jambu kristal dan
pepaya sebagai tempat oviposisinya. Perlakuan dengan pemberian protein
hidrolisat memiliki nilai peletakan telur tertinggi. Imago betina tidak
menghasilkan telur pada perlakuan tanpa protein hidrolisat dan memiliki umur
yang relatif pendek dibandingkan perlakuan yang menggunakan protein hidrolisat.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbandingan kerusakan
yang terjadi di lapang terhadap lima jenis buah tersebut serta melihat faktor-faktor
yang mempengaruhi keperidian B. papayae pada tanaman inang, sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai informasi dasar dalam melakukan pengendalian lalat buah
yang lebih efektif.

DAFTAR PUSTAKA
Allwood AJ. 1996. Biology and ecology: prerequisites for understanding and
managing fruit flies (Diptera: Tephritidae). Di dalam: Allwood AJ, editor.
Proceeding of Management of Fruit Flies in the Pacific No.76; 1996 Okt
28-31; Nadi, Fiji. Canberra (AU): Australian Centre for International
Agricultural Research. hlm 95-101.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi tanaman buah-buahan [Internet].
[diunduh 2015 Agust 18]. Tersedia pada: http//www.bps.go.id.
[CABI] Commonwealth Agricultural Bureaux International. 2007. Crop
protection compendium. Wallingford (UK): CAB International.
Drew RAI, Romig MC. 1996. Tephritidae in the Pacific and Southeast Asia. Di
dalam: Allwood Aj, editor. Proceeding of Management of Fruit Flies in the
Pacific No.76; 1996 Okt 28-31; Nadi, Fiji. Canberra (AU): Australian
Centre for International Agricultural Research. hlm 46-53.
Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Lan PA van der,
penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De
Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.
Kuswadi AN. 2011. Kerusakan morfologis dan histologis organ reproduksi lalat
buah Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) (Diptera: Tephritidae)
jantan yang dimandulkan dengan iradiasi gamma. J Batam. 7(1):1-9.
Lloyd A, Drew RAI 1997, Modification and testing of brewery waste yeast as a
protein source for fruit fly bait. Di dalam: Allwood AJ, editor.
Proceeding of Management of Fruit Flies in the Pacific No.76; 1996 Okt
28-31; Nadi, Fiji. Canberra (AU): Australian Centre for International
Agricultural Research. hlm 192-198.
Noor M, Azura AN, Muhamad R. 2011. Growth and development of Bactrocera
papayae (Drew & Hancock) feeding on guava fruits. J Basic and Applied
Sciences. 5(8): 111-117.
Rahayu GA. 2011. Keefektifan tiga atraktan menggunakan bola berwarna dalam
menangkap imago lalat buah pada jambu biji di kecamatan tanah sareal kota
Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Setyadjit. 2009. Pengembangan agribisnis buah. Di dalam: Broto W, editor.
Teknologi Penanganan Pascapanen Buah Untuk Pasar. Bogor (ID): Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. hlm 87-101.
Setyabudi DA. 2009. Bangsal penanganan pascapanen buah. Di dalam: Broto W,
editor. Teknologi Penanganan Pascapanen Buah Untuk Pasar. Bogor (ID):
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. hlm 47-68.
Siwi SS. 2005. Eko-biologi Hama Lalat Buah. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik.
Soeroto, Wasiati, Chalid NI, Henrawati T, Hikmat A. 1995. Petunjuk Praktis
Pengendalian Lalat Buah. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan dan Hortikultura.
Tsatsia F, Hollingsworth RG. 1996. Rearing Techniques for Dacus solomonensis
and Bactrocera cucurbitae in Solomon Islands. Di dalam: Allwood AJ,
editor. Proceeding of Management of Fruit Flies in the Pacific No.76; 1996

14
Okt 28-31; Nadi, Fiji. Canberra (AU): Australian Centre for International
Agricultural Research. Hlm 157-160.
[USDA] United States Department of Agriculture. 2014. National Nutrient
Database for Standard Reference Release 27 [Internet]. [diunduh 2015 agus
6]. Hlm 1. Tersedia pada: http://www.ars.usda.gov.
Vijaysegaran S. 1996. Fruit fly research and development in tropical Asia.
Allwood AJ, Drew RAI, editors. Di dalam: Allwood AJ, editor. Proceeding
of Management of Fruit Flies in the Pacific No.76; 1996 Okt 28-31; Nadi,
Fiji. Canberra (AU): Australian Centre for International Agricultural
Research. hlm 21-29.

LAMPIRAN

16

Lampiran 1 Total telur preferensi inang B. papayae pada lima jenis buah
Ulangan

Anggur

1
2
3
4
5
Total telur

302
562
460
732
400
2 456

Jumlah telur pada inang (butir/15 betina)
Jambu biji
Jambu kristal

Belimbing
190
201
371
316
191
1 179

397
376
297
449
460
1 979

375
407
377
585
191
1 935

Pepaya

Kontrol

439
205
169
584
308
1 705

69
93
104
88
84
438

Lampiran 2 Lama hidup imago lalat buah B. papayae
Ulangan

J

a

Umur imago pada tiap perlakuan (hari)
J+G
J+PH

J+A

J+A+G+PH

Kontrol

b

B

J

B

J

B

J

B

J

B

J

B

1
2

52

53

45

45

47

50

73

85

72

85

67

55

27

55

54

54

35

59

45

55

48

74

67

58

3

51
50

51
50

32
58

27
44

57
50

52
55

28
70

78
64

66
66

53
54

58
57

65
59

J

4
5

57

59

28

43

56

54

77

83

76

87

63

44

6

53

47

44

54

59

31

54

61

60

58

68

56

7

58
36

54
36

39
33

56
33

55
28

43
31

53
70

79
85

67
66

69
61

48
47

45
45

59

54

40

40

58

48

58

81

68

83

62

57

32
47

32
49

38
41

42
44

40
49

57
48

66
59

70
74

58
65

59
68

68
61

68
55

8
9
10
Rata-rata
a
b

J = jambu biji, A = air, G = gula, PH = protein hidrolisat.
J= jantan, B = betina.

17
Lampiran 3 Keperidian imago betina lalat buah B. papayae
Ulangan
Jumlah telur B. papayae (butir/betina)
a
J
J+A
J+G
J+PH
J+A+G+PH Kontrol+PH
1
0
0
0
1 059
755
693
2
0
0
0
1 097
1 242
776
3
0
0
0
936
492
644
4
0
0
0
940
830
1 036
5
0
0
0
1 121
712
203
6
0
0
0
837
1 135
636
7
0
0
0
1 590
922
109
8
0
0
0
1 090
180
376
9
0
0
0
1 145
174
659
10
0
0
0
1 110
1 062
394
Total
0
0
0
10 925
7 504
5 526
a

J = jambu biji, A = air, G = gula, PH = protein hidrolisat.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banda Aceh, 14 September 1993. Penulis adalah anak
pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Syamsul Bahri dan Ibu
Marwati. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA
Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh. Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai
mahasiswa program studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Himpunan Profesi Mahasiswa
Proteksi Tanaman (HIMASITA IPB) pada divisi Eksternal Informasi periode
2012-2013 dan divisi Akademik Prestasi periode 2013-2014. Selain itu penulis
juga aktif di Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD) pada divisi
Fundrising periode 2012-2013 serta menjadi ketua divisi Dana Usaha dalam
kepanitiaan Musyawarah Nasional IV Ikatan Mahasiswa Muslim Pertanian
Indonesia (IMMPERTI) pada tahun 2014. Penulis juga aktif di Ikatan Mahasiswa
Tanah Rencong (IMTR) pada divisi Pengembangan Sumbar Daya Manusia
periode 2012-2013 dan sebagai ketua divisi Informasi dan Komunikasi periode
2013-2014. Penulis juga menjadi asisten praktikum Hama dan Penyakit Tanaman
Perkebunan semester genap tahun 2014-2015. Penulis juga aktif dalam berbagai
kepanitiaan yang diadakan oleh HIMASITA, FKRD dan IMTR.