Citra Ikonos untuk Identifikasi Batas Petakan dan Penggunaan Lahan Pertanian di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor

CITRA IKONOS UNTUK IDENTIFIKASI BATAS PETAKAN
DAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN DI DESA
CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG, KABUPATEN
BOGOR

ATHU PUSPA CHRISDIANTI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Citra Ikonos untuk
Identifikasi Batas Petakan dan Penggunaan Lahan Pertanian di Desa Ciburuy,
Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014
Athu Puspa Chrisdianti
NIM A14090059

ABSTRAK
ATHU PUSPA CHRISDIANTI. Citra Ikonos untuk Identifikasi Batas Petakan
dan Penggunaan Lahan Pertanian di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong,
Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh BABA BARUS dan KHURSATUL
MUNIBAH.
Sejauh ini citra Ikonos belum dimaksimalkan pemanfaatannya karena baru
digunakan untuk mendapatkan gambaran sawah dalam konteks hamparan atau
penggunaan lahan. Potensi lain yang masih bisa dikembangkan adalah pembuatan
batas petak kepemilikan dan penguasaan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi petakan dan penggunaan lahan pertanian, verifikasi petakan
lahan pertanian menjadi persil lahan, dan mengetahui status penguasaan dan pola
pengelolaan lahan pertanian. Nilai akurasi interpretasi petakan pada citra Ikonos

yaitu 69%. Nilai ini dipengaruhi oleh sulitnya identifikasi ketika batas pematang
terlihat samar pada citra, kemampuan dan pengalaman interpreter, serta waktu
perekaman citra yang terlalu jauh dengan verifikasi lapang. Sedangkan nilai
akurasi interpretasi penggunaan lahan didapatkan sebesar 90%. Citra Ikonos
berpotensi untuk pemetaan batas petakan lahan pertanian yang digunakan sebagai
bahan untuk pemetaan persil dan status penguasaannya ketika verifikasi lapang.
Verifikasi lapang menjadi hal penting yang harus dilakukan karena batas persil
tidak dapat dilihat langsung melalui citra. Status penguasaan di Desa Ciburuy
terdiri dari petani pemilik dan petani penggarap dengan jumlah tertinggi yaitu
petani penggarap. Rotasi tanam yang banyak digunakan adalah padi-padi dan blok
padi mendominasi pemanfaatan lahan pertanian di Desa Ciburuy. Luas lahan,
rotasi tanam dan status penguasaan mempengaruhi keuntungan yang didapatkan
petani.
Kata kunci: Citra ikonos, interpretasi citra, persil, pemilik, penggarap

ABSTRACT
ATHU PUSPA CHRISDIANTI. Ikonos Image for Identification Boundary of
Agricultural Plots and Agricultural Land Use in Desa Ciburuy, Kecamatan
Cigombong Kabupaten Bogor. Supervised by BABA BARUS and KHURSATUL
MUNIBAH.

Ikonos imagery has not been maximized because we just use it to get an
overview of the rice field in the context of blocks or land use. Another potential
that could be develope is to create the boundary of plot ownership and authority.
The objective of this research is to identify the plot and agricultural land use,
verification the plot of agricultural land into parcels of land, and knowing the
status of authority and patterns of agricultural land management. Accuracy value
for plots identification is 69%. This value affected by the difficulty in
identification when the appearance of the dykes faintly visible on the image,
ability and experience of the interpreter, and the image recording time that too far
to the field survey and mapping process. Meanwhile, accuracy value for land use
identification is 90%. Ikonos imagery has potential for mapping the boundary of
agricultural land plots which used as a material for parcel mapping and the
authority status during field verification. Field verification becomes an important
task to do because the parcel boundaries can not be seen directly through the
image. The authority status in the Desa Ciburuy is the owners and landless
farmers and the highest number is the status of landless farmers. Cropping pattern
that is widely used is rice-rice and rice block dominate the agricultural land in the
Desa Ciburuy. Land area, cropping patterns and authority status does affect the
profit.
Keywords: Ikonos Image, image interpretation, parcel, owner, landless farmers.


CITRA IKONOS UNTUK IDENTIFIKASI BATAS PETAKAN
DAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN DI DESA
CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG, KABUPATEN
BOGOR

ATHU PUSPA CHRISDIANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Citra Ikonos untuk Identifikasi Batas Petakan dan Penggunaan
Lahan Pertanian di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong,
Kabupaten Bogor
Nama
: Athu Puspa Chrisdianti
NIM
: A14090059

Disetujui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc
Pembimbing I

Dr Khursatul Munibah, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah
yang berjudul Citra Ikonos untuk Identifikasi Batas Petakan dan Penggunaan
Lahan Pertanian di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor.
Terimakasih penulis ucapkan kepada :
1. Bapak Dr Ir Baba Baru, MSc selaku pembimbing akademik sekaligus
pembimbing skripsi utama atas bimbingan, arahan, masukan serta kesabaran
dalam membimbing penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini
2. Ibu Dr Khursatul Munibah, MSc selaku pembimbing skripsi kedua yang telah
banyak memberi masukan, arahan serta kesabaran dalam membimbing penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
3. Dr Boedi Tjahjono, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan saran
dan masukan bagi karya ilmiah ini.
4. Ayah, Ibu serta seluruh keluarga atas segala doa, semangat dan kasih sayang
serta perhatian yang tiada hentinya.
5. Teman-teman Ilmu Tanah 46 terutama teman-teman PPJ 46 yang tidak bisa

disebutkan satu-persatu.
6. Kepada sahabat-sahabat kontrakan dan Wisma Kristal atas canda, tawa, dan
dukungannya selama ini. Dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
kegiatan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Athu Puspa Chrisdianti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

v

DAFTAR GAMBAR

v

DAFTAR LAMPIRAN


v

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE


2

Bahan dan Alat Penelitian

3

Prosedur Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Interpretasi Citra Ikonos

5
5

Verifikasi Petakan Menjadi Persil Lahan Pertanian

12


Status Penguasaan dan Pola Pengelolaan

13

Karakteristik Kepemilikan

20

Sintesis

21

SIMPULAN DAN SARAN

23

Simpulan

23


Saran

23

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

25

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Kunci interpretasi dalam identifikasi petakan lahan pertanian
Kondisi petakan sebelum dan sesudah verifikasi
Kunci interpretasi yang berperan dalam identifikasi penggunaan lahan
Kondisi petakan dan luas penggunaan lahan sebelum dan sesudah
verifikasi
5 Persentase penguasaan persil dan luas minimum, maksimum dan ratarata persil
6 Keragaan penguasaan di Desa Ciburuy 2013
7 Potret pola penguasaan lahan di Desa Ciburuy berdasarkan data
responden
8 Persentase rotasi tanam lahan Desa Ciburuy
9 Persentase blok tanam Desa Ciburuy
10 Data luas lahan, pendapatan dan rotasi tanam Desa Ciburuy
11 Hubungan Status Penguasaan dengan Pendapatan/ha/tahun
12 Kategori tingkat usia, jumlah angggota keluarga dan tingkat pendidikan

6
7
9
10
13
13
15
16
17
19
20
21

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Peta Lokasi Penelitian
Diagram Alir Penelitian
(a) Hasil penarikan batas petakan saat interpretasi (b) Batas petakan
hasil verifikasi
4 Petakan Lahan Pertanian Sebelum dan Sesudah Verifikasi
5 Kondisi di Lapangan (a) Kebun Campuran (b) Perumahan (c) Tegalan
6 Penggunaan Lahan Pertanian Desa Ciburuy Sebelum Verifikasi
7 Penggunaan Lahan Pertanian Desa Ciburuy Setelah Verifikasi
8 Persil Lahan Pertanian Hasil Verifikasi
9 Peta Pola Penguasan Lahan Pertanian Desa Ciburuy
10 Peta Penyebaran Blok Tanam Desa Ciburuy
11 Persentase Struktur Biaya Usahatani
12 Hubungan Luas Lahan dengan Pendapatan Bersih

2
5
7
8
10
11
11
12
14
18
18
20

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Pola Penguasaan Lahan Pertanian Desa Ciburuy
Data Total Pendapatan, Ongkos Produksi dan Pendapatan Bersih Petani
Desa Ciburuy
Pendapatan Petani dengan Status Pemilik
Pendapatan Petani dengan Status Penggarap
Data Karakteristik Umur, Pendidikan, dan Jumlah Anggota Keluarga
Petani Desa Ciburuy
Kuisioner Lapangan

25
27
28
28
29
30

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketersediaan lahan dari waktu ke waktu relatif tetap, sedangkan kebutuhan
manusia terhadap lahan semakin meningkat. Tingginya angka kepadatan
penduduk dan ketersediaan lahan yang terbatas menyebabkan persaingan antara
penggunaan lahan untuk pertanian dan non pertanian, sehingga berakibat pada
meningkatnya alih fungsi atau konversi lahan. Upaya menahan laju alih fungsi
lahan tersebut merupakan salah satu program terpenting dalam rangka
perlindungan terhadap lahan pertanian.
Dalam rangka menetapkan lahan-lahan pertanian pangan yang harus
dilindung, data utama yang diperlukan adalah data lahan baku sawah. Salah satu
cara yang dapat diterapkan dalam pemetaan lahan sawah adalah dengan
memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dengan citra satelit resolusi tinggi.
Teknologi penginderaan jauh yang didukung dengan sistem informasi geografis
dan pekerjaan lapang, dapat memudahkan pekerjaan dalam mendapatkan
informasi secara lengkap, cepat dan akurat. Penginderaan jauh juga menyediakan
data sumberdaya lahan dalam bentuk dijital dengan karakteristik yang berbeda.
Ketersediaan jenis data dengan perbedaan karakteristik tersebut membuat kegiatan
pemetaan penggunaan dan tutupan lahan menjadi lebih mudah untuk dilakukan
(Singh dan Dubey 2012).
Perkembangan penggunaan data satelit penginderaan jauh dan sistem
informasi geografis dalam berbagai riset di Indonesia saat ini telah berkembang
pesat. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Barus et al. (2012)
tentang pengembangan model spasial dalam menentukan lahan pangan yang harus
dilindungi. Data spasial yang digunakan adalah unsur aktual sawah, kesesuaian
lahan, infrastruktur dan produktivitas, serta parameter sosial ekonomi seperti
usaha tani dan persepsi petani. Berdasarkan hasil penelitian tersebut ditemukan
beberapa parameter baru yang perlu dipertimbangkan, salah satunya adalah data
spasial pola penguasaan dan pemilikan.
Sejauh ini citra Ikonos belum dimaksimalkan pemanfaatannya karena baru
digunakan untuk mendapatkan gambaran sawah dalam konteks blok (hamparan)
atau penggunaan lahan. Potensi lain yang masih bisa dikembangkan adalah
pembuatan batas petak kepemilikan dan penguasaan (Barus et al. 2012). Citra
Ikonos yang merupakan citra satelit dengan resolusi spasial tinggi, memiliki
kemampuan untuk merekam objek lebih detil dibandingkan dengan citra lainnya
yang memiliki resolusi lebih rendah. Karakteristik citra Ikonos yang memiliki
ketelitian piksel satu meter untuk pankromatik dan empat meter untuk
multispektral diharapkan mampu digunakan untuk kajian pemetaan batas petak
kepemilikan dan penguasaan lahan pertanian serta penggunaan lahannya yang
seringkali berubah.
Desa Ciburuy merupakan salah satu wilayah yang terletak di Kecamatan
Cigombong, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 160 ha dan luas lahan
pertanian mencapai 53 ha. Sebagian besar mata pencaharian penduduknya
bergerak dalam bidang pertanian. Selain itu lokasi Desa Ciburuy yang berada
pada kawasan berbukit juga menarik untuk dikaji dalam mengetahui efiktivitas

2

citra Ikonos dalam pemetaan persil lahan pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk
memberikan informasi tentang pembuatan batas petakan lahan pertanian, pola
penguasaan dan pengelolaan lahan pertanian, serta permasalahannya di Desa
Ciburuy dengan bantuan teknik penginderaan jauh menggunakan citra Ikonos
yang didukung oleh data lapang.
Tujuan Penelitian
a. Identifikasi petakan dan penggunaan lahan pertanian melalui citra Ikonos.
b. Verifikasi petakan lahan pertanian menjadi persil lahan pertanian.
c. Mengetahui status penguasaan, pola pengelolaan pada persil lahan
pertanian, dan karakteristik petani di Desa Ciburuy
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menunjukkan efektivitas penggunaan citra
Ikonos dalam interprertasi batas kepemilikan, penguasaan dan penggunaan lahan
pertanian serta informasi yang diperoleh dapat bermanfaat dalam menentukan
kebijakan dan program pengelolaan lahan pertanian.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi
penelitian
terletak di Desa Ciburuy,
Kecamatan
Cigombong,
Kabupaten Bogor, Provinsi
Jawa Barat dengan batas
administrasi sebelah utara
berbatasan dengan Desa
Ciadeg, sebelah selatan
berbatasan dengan Desa
Cigombong, sebelah barat
berbatasan dengan Desa
Cisalada dan sebelah timur
berbatasan dengan Desa
Srogol.
Menurut
data
monografi
Pemerintah
Kabupaten Bogor (2013),
Desa Ciburuy berada pada
ketinggian 1.300 mdpl dan
memiliki luas wilayah 160
ha. Dari luas lahan
tersebut, 53 ha diantaranya
merupakan lahan sawah.
Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

3

Penelitian dimulai pada bulan Juni hingga Desember 2013. Sebelum
melakukan penelitian di lapangan, analisis data dilakukan di Laboratorium
Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan meliputi data primer yang berupa data
wawancara dengan para petani. Data sekunder yang digunakan adalah Citra
Ikonos Kabupaten Bogor 2010, peta lahan baku sawah, peta administrasi, peta
sungai dan peta jalan.
Alat yang digunakan pada saat cek lapang adalah GPS, kamera dijital, dan
alat tulis. Untuk proses pengolahan data spasial digunakan seperangkat komputer
dan piranti lunak seperti Microsoft Word 2007, Microsoft Excel 2007, ArcGIS
v.9.3.
Prosedur Analisis Data
Analisis data terdiri dari enam tahapan yaitu:
Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi studi pustaka dan pengumpulan data sekunder
yang dilakukan melalui penelusuran data dari berbagai sumber yang relevan
sesuai dengan kebutuhan yang menunjang penelitian.
Tahap Interpretasi Citra
Persil lahan merupakan unit suatu lahan, yang biasanya dibatasi oleh hak
kepemilikan atau penggunaannya (Barus 2005). Penutupan lahan lebih kepada
perwujudan fisik objek-objek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan
manusia (Lillesand dan Kiefer 1990). Sedangkan penggunaan lahan merupakan
cerminan bentuk fisik atau cerminan aktifitas manusia yang terkait dengan fungsi
suatu lahan (Rustiadi et al. 2009).
Tahap awal dalam mendapatkan informasi lahan pertanian adalah dengan
cara interpretasi terhadap citra. Pada penelitian ini dilakukan interpretasi terhadap
citra Ikonos untuk identifikasi batas petakan lahan dan pentutupan/penggunaan
lahan pertanian. Interpretasi batas petakan lahan pertanian bertujuan untuk
menghasilkan peta persil lahan pertanian. Hasil interpretasi batas petakan lahan
tersebut akan membantu dalam membatasi persil lahan pertanian saat dilakukan
verifikasi lapang. Jika batas persil hasil verifikasi lapang telah didapatkan maka
informasi batas kepemilikan, penguasaan dan pengelolaannya dapat kita peroleh.
Interpretasi batas petakan maupun penggunaan lahan pertanian dilakukan
secara visual dengan pendekatan unsur-unsur interpretasi yaitu rona, tekstur,
ukuran, bentuk, pola, bayangan, site dan asosiasi, kemudian dilakukan penarikan
batas (digitasi) pada layar komputer (on screen). Berikut merupakan susunan
unsur interpretasi dalam mengenali objek pada citra (Sutanto 1999 dalam
Somantri 2008 ).
a. Rona/warna
Rona adalah tingkat kegelapan atau kecerahan objek pada citra, sedangkan
warna adalah wujud yang tampak oleh mata. Rona ditunjukkan dengan
gelap hingga putih.

4

b. Tekstur
Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra. Tekstur sering
dinyatakan dalam wujud kasar, halus atau bercak-bercak.
c. Ukuran
Ukuran merupakan atribut objek yang berupa jarak, luas, tinggi, kemiringan
lereng dan volume. Ukuran tergantung skala dan resolusi citra.
d. Bentuk
Bentuk adalah variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau
kerangka suatu objek. Bentuk atribut yang jelas sehingga banyak objek yang
dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja, seperti memanjang, lingkaranm
segi empat.
e. Pola
Pola merupakan hubungan susunan spasial objek. Pola merupakan ciri yang
menandai objek bentukan manusia ataupun alamiah.
f. Bayangan
Bayangan merupakan aspek yang menyembunyikan detail objek yang
berada di daerah gelap.
g. Site
Situs adalah letak suatu objek terhadap objek lain di sekitarnya.
h. Asosiasi
Asosiasi adalah keterkaitan antara objek yang satu dan objek lainnya.
Tahap Verifikasi
Verifikasi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian hasil dari interpretasi
dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Verifikasi dilakukan dengan melihat
batas-batas setiap petakan lahan dan jenis penutupan/penggunaan lahan di lapang,
serta mencari informasi tentang batas-batas persil, status penguasaan dan
pemanfaatan lahan pertanian untuk setiap petakan lahan. Selanjutnya dilakukan
wawancara menggunakan kuisioner tersturuktur dengan jumlah sampel sebanyak
30 petani responden yang dipilih secara acak.
Penentuan jumlah sampel tersebut didasarkan pada pernyataan Gay dan
Diehl (1996) dalam Kuncoro (2009) dimana secara umum jumlah sampel minimal
yang dapat diterima untuk suatu studi tergantung dari jenis studi yang dilakukan.
Untuk studi deskriptif, sampel 10% dari populasi dianggap merupakan jumlah
minimal. Untuk populasi yang lebih kecil, setidaknya 20% dari populasi mungkin
diperlukan. Jumlah petani dalam data monografi Pemerintah Kabupaten Bogor
(2013) adalah sebesar 150 petani, maka jumlah sampel yang diteliti minimal
berjumlah 15 orang petani.
Tahap Perbaikan Data
Perbaikan data dilakukan dengan membandingkan hasil interpretasi dengan
hasil verifikasi lapang. Kesalahan interpretasi diperbaiki dengan melakukan
dijitasi ulang kenampakan petakan dan jumlah petakan lahan pertanian, serta
perubahan penggunaan lahan pertanian sesuai dengan keadaan di lapang.

5

Tahap Analisis Hasil
Analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Analisis akurasi hasil interpretasi petakan dan penutupan/penggunaan
lahan yang dilakukan dengan cara menghitung persentasi kebenaran
jumlah petakan hasil interpretasi dengan jumlah petakan hasil verifikasi.
b. Analisis deskriptif status penguasaan, rotasi tanam, dan karakeristik
petani pada persil lahan pertanian.
Tahap Penyajian Hasil
Penyajian hasil dilakukan dengan penulisan skripsi yang dilengkapi dengan
peta-peta, foto-foto lapangan, dan data tabular lainnya.
Peta Penggunaan Lahan
Pertanian Desa Ciburuy

Citra Ikonos
2010

Interpretasi dan
Dijitasi

Hasil
Verifikasi

Peta
Sawah

Survei
Lapang

Pencarian
Informasi Persil

Peta Petakan Lahan
Pertanian Desa Ciburuy

Peta Persil
Lahan Pertanian
Desa Ciburuy

Draft Peta Petakan
dan Penggunaan
Lahan Pertanian
Hasil
Wawancara

Analisis Akurasi
dan Deskriptif

Gambar 2 Diagram Alir Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN
Interpretasi Citra Ikonos
Identifikasi Petakan Lahan Pertanian
Pemetaan batas petakan dan penggunaan lahan pertanian di lokasi penelitian
dilakukan dengan citra Ikonos yang direkam pada tahun 2010. Tujuan penggunaan
citra Ikonos adalah agar pemetaan petakan lahan pertanian dapat optimal, karena
jika digunakan citra satelit yang memiliki resolusi rendah petakan lahan tidak
akan tampak jelas. Menurut Purwadhi (2007) prinsip pengenalan identitas dan
jenis objek yang tergambar pada citra didasarkan pada karakteristik objek pada
citra. Karakteristik objek yang tergambar pada citra dapat dikenali dengan
menggunakan delapan unsur interpretasi, yaitu rona atau warna, ukuran, bentuk,
tekstur, pola, bayangan, site, dan asosiasi.

6

Kegiatan paling penting dalam menginterpretasi petakan lahan pertanian
adalah membedakan batas pematang antar lahan. Selain itu, terdapat juga isu lain
yang dapat membantu dalam mengidentifikasi batas petakan, yaitu dengan melihat
isi dari petakan. Ketika batas pematang pada citra sulit untuk diidentifikasi, batas
petakan dapat ditentukan dari perbedaan rona/warna isi petakan. Unsur
interpretasi yang paling berperan dalam mengidentifikasi batas dan isi petakan
diuraikan pada Tabel 1.
Tabel 1
Unsur
Interpretasi

Kunci interpretasi dalam identifikasi petakan lahan pertanian
Kenampakan Pada Citra
Batas
Isi

Kenampakan Pada
Citra

Kondisi di Lapangan

Hitam pada lahan
yang berteras dan
tanaman sudah
Hijau terang
Rona/warna tinggi, berwarna hingga gelap dan
putih pada lahan kecoklatan
yang baru panen
atau bera.

Ukuran

Bentuk

Tekstur
Pola

Bayangan

-

Lebih kecil untuk
teras rapat, lebih
besar untuk teras
sedang hingga
datar

Garis lurus dan
beberapa
melengkung tidak
beraturan
Halus
Teratur

Persegi dan
beberapa
memanjang tidak
beraturan
Kasar dan halus
Teratur

Bayangan dari
tanaman pada
perbedaan
ketinggian lahan
akan menutupi
pematang dan
memudahkan
penarikan batas
petakan

-

Kenampakan batas pematang terlihat berwarna hitam dan beberapa putih
terang. Warna pematang yang lebih gelap biasanya terdapat pada lahan-lahan
berteras dan lahan yang tanamannya sudah mulai tinggi atau mulai menutupi
pematang. Sedangkan untuk pematang yang berwarna terang biasanya terdapat
pada lahan yang baru panen atau sedang tidak ditanami karena tidak terdapatnya
bayangan yang menutupi pematang. Rona/warna isi petakan terlihat berwarna
hijau terang hingga gelap dan beberapa berwarna kecoklatan. Jika terdapat
petakan yang bersebelahan namun pematangnya tidak terlihat jelas, batas petakan
dapat ditentukan dari perbedaan warna isi petakan.
Proses dijitasi poligon untuk petakan lebih mudah dilakukan pada lahanlahan yang relatif datar dibandingkan dengan lahan yang berteras rapat. Proses
dijitasi pada lahan yang memiliki teras rapat dan pola yang tidak teratur lebih sulit

7

dilakukan karena pematang yang terlihat berhimpitan dan jarak antar pematang
yang sangat dekat. Untuk lahan yang relatif datar maupun lahan yang
berterasering sedang, dijitasi lebih mudah dilakukan karena pematang tidak saling
berhimpitan dan jarak antar pematang lebih lebar. Pada penelitian ini dijitasi on
screen dilakukan pada skala 1:1100 sampai 1:1500.

(a)

(b)

Gambar 3 (a) Hasil penarikan batas petakan saat interpretasi (b) Batas petakan
hasil verifikasi
Verifikasi terhadap hasil interpretasi penting untuk dilakukan agar kita dapat
mengetahui keadaan sebenarnya di lapang dan menilai keakuratan hasil
interpretasi dari citra. Jika terdapat ketidaksesuaian antara batas petakan hasil
interpretasi dengan kondisi di lapang, data tersebut diperbaiki melalui survei
lapang. Sebagai contoh, Gambar 3 menunjukkan terdapat kesalahan penarikan
batas pada saat interpretasi. Setelah dilakukan cek lapang, satu petakan yang
berukuran paling luas ternyata terbagi menjadi beberapa petakan. Kesalahan
seperti ini dapat terjadi karena rona pematang dan isi petakan yang tampak pada
citra terlihat sama sehingga batas antar petakan sulit ditentukan.
Hasil verifikasi menunjukkan, jumlah petakan lahan hasil interpretasi yaitu
611 petakan dan setelah dilakukan cek lapang jumlah petakan sebenarnya yaitu
884 petakan (Tabel 2). Luas petakan terkecil adalah 41.5 m2 dan luas petakan
terbesar 5341 m2. Luas rata-rata petakan adalah 573.6 m2 dengan standar deviasi
0.045. Dari keseluruhan informasi diketahui bahwa variasi luas petakan tidak
terdistribusi normal, artinya luas setiap petakan sangat beragam. Gambar 4
merupakan peta petakan lahan pertanian sebelum dan sesudah verifikasi.
Tabel 2 Kondisi petakan sebelum dan sesudah verifikasi

Kondisi Petakan
Sebelum Verifikasi
Setelah Verifikasi

Jumlah Petakan
611
884

Akurasi (%)
69

Menurut (Lillesand and Kiefer 1990) tinggi dan rendahnya angka
keakuratan hasil interpretasi dipengaruhi oleh kemampuan dan pengalaman dari
interpreter. Keberhasilan dalam interpretasi foto sangat bervariasi tergantung dari
latihan dan pengalaman penafsir, sifat objek yang diinterpretasi dan kualitas foto
udara yang digunakan. Berdasarkan hasil analisis nilai, akurasi yang didapatkan
hanya mencapai 69% (Tabel 2). Menurut Campbell dalam Fitriyanto et all. (2013)
nilai ambang minimum untuk diterimanya suatu pemetaan berbasis penginderaan
jauh adalah 85%. Dengan tingkat akurasi hanya mencapai 69% pemetaan ini dapat
dikatakan belum cukup baik. Rendahnya angka keakuratan disebabkan oleh

8

kemampuan dan pengalaman interpreter yang masih kurang dalam mendijitasi
petakan lahan, waktu survei yang terlalu jauh dengan waktu perekaman citra, dan
kualitas citra yang digunakan, dimana beberapa batas antar petakan pada citra
terlihat samar bahkan tidak terlihat sama sekali, sehingga pembuatan batas
petakan lebih sulit untuk dilakukan.

Gambar 4 Petakan Lahan Pertanian Sebelum dan Sesudah Verifikasi
Identifikasi Penutupan/Penggunaan Lahan Pertanian
Istilah penggunaan lahan menurut Lillesand dan Kiefer (1990) berkaitan
dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Informasi penutupan lahan
dapat dikenali secara langsung dengan menggunakan penginderaan jauh yang
tepat, sedangkan informasi tentang kegiatan manusia pada lahan (penggunaan
lahan) tidak selalu dapat ditafsir secara langsung dari penutupan lahannya. Untuk
itu dalam interpretasi penggunaan lahan harus memungkinkan ditafsir dari tipe
penutupan lahannya. Penggunaan lahan pertanian merupakan penggunaan semua
sumber-sumber alam yang bertujuan untuk memperoleh hasil produksi pertanian
bagi kehidupan manusia dan dibedakan atas tegalan, sawah, kebun karet, padang
rumput, hutan produksi, padang alang-alang dan sebagainya (Arsyad 2000).
Dalam menginterpretasi penggunaan lahan pertanian, semua unsur interpretasi
berperan dalam membedakan dua jenis penggunaan lahan pertanian di lokasi
penelitian yaitu sawah dan tegalan (Tabel 3).

9

Tabel 3 Kunci interpretasi yang berperan dalam identifikasi penggunaan lahan
k

Interpretasi

Kenampakan Pada
Citra

Kondisi di Lapangan

Rona

: Hijau terang hingga gelap
dan kecoklatan
Ukuran : Lebih kecil untuk teras
rapat, lebih besar untuk
teras sedang hingga datar
Bentuk : Persegi dan beberapa
tidak beraturan
Tekstur : Halus
Pola
: Teratur
Bayangan : Bayangan dari tanaman
pada perbedaan ketinggian
lahan
akan
menutupi
pematang dan memudahkan
penarikan batas poligon
Site
: Mengumpul
Asosiasi : Dekat dengan pemukiman
dan tubuh air

h

Rona

an

: Hijau terang hingga gelap
dan kecoklatan
Ukuran : Lebih kecil untuk teras
rapat, lebih besar untuk
teras sedang hingga datar
Bentuk : Persegi dan beberapa tidak
beraturan
Tekstur : Kasar
Pola
: Teratur
Bayangan : Bayangan dari tanaman
pada perbedaan ketinggian
lahan
akan
menutupi
pematang dan memudahkan
penarikan batas poligon
Site
: Mengumpul
Asosiasi : Dekat dengan pemukiman

Suatu areal dikatakan sebagai lahan sawah jika penggunaan utamanya
adalah untuk padi sawah, walaupun dalam prakteknya tidak terus menerus
ditanami padi sawah (Rustiadi dan Wafda 2005). Pada penelitian ini suatu lahan
dikatakan sebagai areal sawah jika pada saat survei, lahan tersebut dalam keadaan
sedang ditanami padi atau lahan tersebut pernah ditanami padi minimal satu kali
dalam satu tahun rotasi tanam.
Kenampakan sawah berwarna hijau terang hingga gelap dan kecoklatan.
Sawah memiliki tekstur halus dan bentuk lahan sawah pada umumnya yaitu
berbentuk petakan persegi tetapi, ada juga yang memiliki bentuk yang tidak
teratur terutama untuk lahan sawah berterasering rapat. Lokasi sawah memiliki
pola yang teratur, mengumpul, dan biasanya dekat dengan tubuh air.
Tegalan merupakan lahan pertanian yang biasanya ditanami dengan
tanaman semusim seperti umbi-umbian, kacang-kacangan dan sebagainya.
Kenampakan tegalan pada citra hampir mirip dengan sawah, yaitu memiliki warna
kehijauan dan kecoklatan serta berbentuk persegi. Perbedaan paling mencolok

10

antara sawah dan tegalan adalah tekstur tegalan terlihat lebih kasar dibandingkan
dengan sawah. Tegalan memiliki pola yang teratur, dan mengumpul. Untuk lahan
tegalan yang sifatnya permanen atau tidak ada pergantian tanam dengan tanaman
padi dalam setahun, biasanya berada pada lokasi yang tidak terjangkau oleh aliran
irigasi atau tubuh air. Pada lokasi penelitian tegalan didominasi oleh tanaman
umbi-umbian seperti ubi, bengkuang, jagung dan singkong, serta terdapat juga
tanaman hortikultur seperti buncis, tomat, timun, kacang panjang dan cabai.
Dalam uji keakuratan interpretasi penggunaan lahan pertanian diambil
sebanyak 30 titik sampel verifikasi di lapang dan terdapat 3 titik kesalahan,
sehingga didapatkan keakuratan dari interpretasi penggunaan lahan yaitu sebesar
90%. Dengan hasil keakuratan tersebut, interpretasi telah memenuhi toleransi
yaitu ≥85%, sehingga citra tersebut masih dapat diterima untuk pemetaan
penutupan atau penggunaan lahan berbasis citra penginderaan jauh (Campbell
dalam Fitriyanto et al. 2013).
Tabel 4 Kondisi petakan dan luas penggunaan lahan sebelum dan sesudah
verifikasi
Penggunaan
Lahan
Sawah
Tegalan
Kebun Campuran
Total

Petakan Sebelum
Verifikasi
511
100
0
611

Luas (ha)
52.09
10.15
62.24

Petakan Setelah
Verifikasi
709
172
3
884

Luas (ha)

%

38.10
12.33
0.27
50.71

75
24
1

Hasil verifikasi menunjukkan, selain lahan sawah dan tegalan terdapat juga
penggunaan lahan kebun campuran yang ditanami pepaya yang hanya mencapai 3
petakan. Berdasarkan Tabel 4 penggunaan lahan pertanian yang banyak dijumpai
yaitu lahan sawah dengan luas totalnya 38.10 ha (75%), dan untuk lahan tegalan
yaitu 12.33 ha (24%), sedangkan lahan kebun campuran yaitu 0.27 ha (1%). Tabel
4 juga menunjukkan bahwa lahan sawah ternyata mengalami penurunan luas,
sedangkan untuk lahan tegalan dan kebun campuran mengalami peningkatan.
Perubahan luas lahan tersebut terjadi karena, pada saat verifikasi ditemukan
alih fungsi lahan sawah menjadi pemukiman, tegalan dan kebun campuran
(Gambar 5). Perubahan lahan sawah menjadi tegalan dan kebun campuran terjadi
karena permasalahan sumber air maupun keinginan dari petani itu sendiri untuk
mengubah penggunaan lahan mereka. Dalam pembuatan peta penggunaan lahan
pertanian ini, perubahan pengunaan lahan dan waktu perekaman citra yang terlalu
jauh dengan waktu survei lapang dapat mempengaruhi hasil verifikasi.

(a)

(b)

(c)

Gambar 5 Kondisi di Lapangan (a) Kebun Campuran (b) Perumahan (c) Tegalan

11

Pada Gambar 7 penyebaran lahan sawah di Desa Ciburuy dominan berada di
bagian barat wilayah. Lahan tegalan bersifat menyebar, dan biasanya berada di
wilayah yang tidak terdapat saluran irigasi atau jauh dari sumber air. Lahan
tegalan yang berada di tengah-tengah kelompok lahan sawah biasanya terjadi
karena rotasi tanam yang diterapkan oleh tiap petani berbeda. Para petani Desa
Ciburuy tidak hanya fokus menanam padi tetapi juga memanfaatkan lahannya
dengan menanam umbi-umbian, kacang-kacangan dan tanaman palawija lainnya.

Gambar 6 Penggunaan Lahan Pertanian Desa Ciburuy Sebelum Verifikasi

Gambar 7 Penggunaan Lahan Pertanian Desa Ciburuy Setelah Verifikasi

12

Verifikasi Petakan Menjadi Persil Lahan Pertanian
Hasil interpretasi batas petakan lahan pertanian digunakan sebagai bahan
untuk pembuatan batas persil lahan pertanian pada saat verifikasi lapang.
Pembuatan batas persil tidak dapat dilakukan langsung pada citra karena batas
yang menandai persil tidak akan terlihat pada citra. Oleh karena itu, verifikasi
lapang menjadi hal penting yang harus dilakukan untuk mendapatkan informasi
tentang persil lahan pertanian. Jika batas persil hasil verifikasi lapang telah
didapatkan maka informasi untuk setiap persil tentang status penguasaan, luasan
persil dan rotasi tanam dapat diperoleh.
Gambar 8 merupakan peta persil lahan pertanian yang dihasilkan setelah
dilakukan verifikasi lapang. Verifikasi lapang menunjukkan terdapat 150 persil
lahan pertanian dengan luas rata-rata persil yang dikuasai adalah 0.34 ha dan luas
rata-rata petakan per persilnya adalah 638.3 m2. Jumlah petakan dalam satu persil
sangat bervariasi. Jumlah petakan terkecil dalam satu persil yaitu 1 petakan,
sedangkan yang tertinggi yaitu 54 petakan dan rata-rata jumlah petakan per persil
yaitu 6 petakan.

Gambar 8 Persil Lahan Pertanian Hasil Verifikasi
Tabel 5 memperlihatkan bahwa jumlah petani yang diketahui di lokasi
penelitian adalah 108 orang petani. Dari jumlah tersebut terdapat beberapa orang
petani yang mengelola lebih dari satu persil. Sebagian besar petani di Desa
Ciburuy hanya menguasai 1-3 persil (97%) dengan luas rata-rata persil 0.39 ha.
Persentase terkecil terdapat pada petani yang menguasai 4-6 persil (1%). Untuk
kelompok jumlah persil >7 hanya terdapat 2 petani dengan luas rata-rata 4.19 ha.
Umumnya penguasaan persil di Desa Ciburuy berada pada lokasi yang menyebar.

13

Tabel 5 Persentase penguasaan persil dan luas minimum, maksimum dan rata-rata
persil
Jumlah Persil yang
Dikuasai Petani
1-3
4-6
>7
Total

Jumlah
Petani
105
1
2
108

%
97
1
2

Luas Min
(ha)
0.03
2.60

Luas Maks
(ha)
1.84
5.78

Luas Ratarata (ha)
0.39
4.19

Status Penguasaan dan Pola Pengelolaan
a.

Status Penguasaan
Pola penguasaan lahan pertanian menggambarkan keadaan kepemilikan dan
pengusahaan faktor produksi utama di sektor pertanian. Keadaan pemilik lahan
sering dijadikan indikator bagi tingkat kesejahteraan masyarakat pedesaan
walaupun belum mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Kata kepemilikan
menunjuk penguasaan formal, sedangkan kata penguasaan menunjuk kepada
penguasaan efektif . Misalnya, jika sebidang tanah disewakan kepada orang lain
maka orang lain itulah yang secara efektif menguasainya (Octiasari 2011).
Status penguasaan lahan bagi petani merujuk kepada status pemilik dan
penggarap. Para petani pemilik merupakan petani yang memiliki lahan sendiri,
berkuasa atas lahannya dan memiliki hak untuk menggunakan, mengolah dan
memanfaatkan lahannya. Sedangkan petani penggarap adalah petani yang
mengusahakan lahan milik orang lain. Para petani penggarap terikat dengan para
pemilik lahan dengan sistem sewa, gadai, sakap maupun pinjam. Selain itu masih
terdapat juga buruh tani, dimana mereka hanya sebagai pekerja yang dibayar
harian. Umumnya buruh tani sama sekali tidak memiliki lahan maupun
menggarap lahan milik orang lain, tetapi untuk beberapa petani pemilik maupun
penggarap, menjadi buruh tani merupakan pekerjaan sampingan selain mengelola
lahannya sendiri.
Berdasarkan hasil verifikasi lapang diketahui terdapat 115 penguasaan
dengan dua status penguasaan yaitu petani pemilik dan petani penggarap. Tabel 6
menunjukkan bahwa pola penguasaan yang paling mendominasi di Desa Ciburuy
adalah status penguasaan penggarap dengan jumlah petani sebanyak 69 orang
(59%), sedangkan untuk status penguasaan pemilik terdapat 46 orang petani
(41%). Rata-rata luas lahan yang dimiliki petani adalah 0.41 ha, lebih kecil dari
rata-rata luas lahan yang dikelola petani penggarap yaitu sebesar 0.46 ha.
Tabel 6 Keragaan penguasaan di Desa Ciburuy 2013
Kriteria
A. Lahan yang dimiliki
Total luas lahan yang dimiliki
Rata-rata luas lahan yang dimiliki
B. Lahan yang digarap
Total luas lahan yang digarap
Rata-rata luas lahan yang digarap
Total

Luas (ha)

Jumlah
Petani
46

Persentase
(%)
41

69

59

19.22
0.41
31.49
0.46
115

14

Berdasarkan hasil wawancara, tingginya angka penggarap dikarenakan para
petani yang dulunya pemilik lahan berubah statusnya menjadi petani penggarap,
karena lahannya telah dijual pada pihak pengembang jalan tol dan perumahan.
Meskipun pembangunan jalan tol dan perumahan tersebut belum dimulai hingga
saat ini, pihak pengembang memberikan ijin kepada petani untuk tetap menggarap
lahan tersebut. Faktor lain yang menyebabkan para pemilik lebih memilih
menyerahkan lahannya untuk digarap orang lain adalah, pemilik lahan tidak
memiliki kemampuan untuk bertani, pemilik tidak lagi mampu menggarap
lahannya sendiri dikarenakan faktor usia, pemilik mempunyai pekerjaan lain
seperti pegawai atau pedagang, dan pemilik tidak berdomisili di Desa Ciburuy.
Gambar 9 menunjukkan bahwa lahan milik dan lahan yang digarap bersifat
menyebar dan tidak membentuk blok-blok penguasaan tertentu. Jika ditinjau
kembali, jumlah status penguasaan (115 penguasaan) tidak sama dengan jumlah
petani yang diketahui di lapang pada saat verifikasi (108 orang). Hal ini dapat
terjadi karena terdapat beberapa petani yang memiliki dua status penguasaan.
Pada umumnya setiap persil biasanya digarap oleh satu petani. Namun, satu orang
petani dapat menguasai atau menggarap lebih dari satu persil. Hal ini tergantung
kepada kemampuan setiap petani dalam mengelola suatu lahan. Jika petani
pemilik mampu mengelola/menggarap lahan lebih dari yang mereka miliki, petani
pemilik dapat mengelola lahannya sendiri sekaligus menggarap lahan milik orang
lain. Begitupun sebaliknya, para petani pemilik yang tidak mampu mengelola
semua lahannya, akan memberikan sebagian lahannya untuk digarap oleh orang
lain. Oleh karena itu, satu orang petani dapat memiliki dua status penguasaan.

Gambar 9 Peta Pola Penguasan Lahan Pertanian Desa Ciburuy
Berdasarkan hasil analisis data responden diperoleh informasi bahwa rumah
tangga di Desa Ciburuy dibedakan menjadi rumah tangga yang memiliki sawah
dan tidak memiliki sawah (penggarap). Jumlah rumahtangga yang tidak memiliki
sawah sebesar 63%, sedangkan 37% lainnya merupakan rumahtangga yang

15

memiliki sawah. Sebagian besar lahan sawah (80%) merupakan sawah beririgasi
dengan 57% sawah berada pada lokasi yang menyebar. Rataan jarak lahan ke
irigasi yaitu 137 meter, sedangkan rataan jarak ke sungai mencapai 1094 meter
(Tabel 7).
Tabel 7 juga memperlihatkan bahwa para petani di Desa Ciburuy selain
menggarap lahan milik sendiri ternyata sebagian besar menggarap lahan milik
orang lain (83%). Para petani penggarap lebih banyak menggunakan Pola Garap-1
(60%) dimana biaya produksi ditanggung oleh pemilik dan hasil panen dibagi
setelah dikurangi biaya produksi. Pola garap dengan persentase terbesar kedua
adalah Pola Garap-3 (30%) dimana biaya produksi ditanggung oleh penggarap
dan hasil panen dibagi setelah dikurangi biaya produksi. Pola Garap-4
(ditanggung koperasi/tengkulak) hanya digunakan oleh 7% petani, dan sisanya
yaitu Pola Garap-2 sebanyak 3% dimana biaya produksi ditanggung bersama.
Pembagian hasil panen yang banyak diterapkan yaitu 40:60 (Pemilik:Penggarap)
untuk lahan sawah dan 25:75 (Pemilik:Penggarap) untuk tanaman palawija.
Kedua sistem pembagian hasil panen tersebut diterapkan setelah dikurangi biaya
produksi. Untuk sistem penjualan hasil panen, sebagian besar petani menjual
seluruh hasil panennya (70%) dan beberapa petani menjual sebagian hasil
panennya dengan persentase 93% dari total hasil panen dijual dan 7% sisanya
digunakan untuk konsumsi petani. Petani Desa Ciburuy lebih banyak menjual
hasil panennya ke KUD (77%), dan sisanya menjual ke tengkulak (17%), pasar
(3%), ataupun tidak dijual (3%).
Tabel 7

Potret pola penguasaan lahan di Desa Ciburuy berdasarkan data
responden

Kepemilikan sawah
Lokasi
Sawah Beririgasi
Rataan Jarak Ke Irigasi (m)
Rataan Jarak Ke Sungai (m)
Menggarap Lahan
Pola Garap

Sistem Penjualan

Cara Penjualan

Punya
Tidak Punya
Mengumpul
Menyebar
Ya
Tidak

Ya
Tidak
Pola Garap-1
Pola Garap-2
Pola Garap-3
Pola Garap-4
Dijual seluruhnya
Dijual sebagian
Tidak dijual
KUD
Pasar
Tengkulak
Tidak dijual

37%
63%
43%
57%
80%
20%
137
1094
83%
17%
60%
3%
30%
7%
70%
27%
3%
77%
3%
17%
3%

Pola Garap-1: Biaya produksi ditanggung pemilik
Pola Garap-2: Biaya produksi ditanggung bersama
Pola Garap-3: Biaya produksi ditanggung penggarap
Pola Garap-4: Biaya produksi ditanggung koperasi dan tengkulak

16

b. Pola Pengelolaan
Sebagian besar petani di Desa Ciburuy menerapkan sistem usaha tani
campuran. Mereka mengusahakan lahannya dengan tanaman pangan, hortikultur,
dan tanaman tahunan yang biasanya ditanami sebanyak 2-3 kali dalam setahun.
Khusus untuk lahan sawah, siklus menanam padi di Desa Ciburuy adalah selama
lima kali dalam dua tahun. Desa Ciburuy memiliki 21 pola pemanfaatan lahan
dimana rotasi tanam padi-padi (76.9%) paling mendominasi. Sedangkan rotas
tanam yang paling rendah yaitu jagung-jagung-jagung, kacang panjang-kacang
panjang-kacang panjang dan padi-padi-padi yang masing-masing hanya memiliki
persentase sebesar 0.1% (Tabel 8).
Tabel 8 Persentase rotasi tanam lahan Desa Ciburuy
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Rotasi Tanam
Jagung-Jagung-Jagung
Kacang Panjang-Kacang Panjang-Kacang Panjang
Padi-Padi-Padi
Timun-Timun
Kacang Panjang-Buncis-Kacang Panjang
Pepaya
Jagung-Tomat-Cabai Rawit
Singkong
Jagung-Bengkuang
Ubi-Timun
Padi-Jagung
Ubi-Kacang Panjang
Bengkuang-Bengkuang
Jagung-Ubi
Timun-Jagung
Kacang Panjang-Bengkuang-Ubi
Ubi-Bengkuang
Ubi-Jagung-Ubi
Padi-Ubi
Ubi-Ubi-Ubi
Padi-Padi

(%)
0.1
0.1
0.1
0.2
0.3
0.3
0.5
0.5
0.7
0.7
1.1
1.1
1.2
1.2
1.7
1.5
1.7
1.8
2.0
6.4
76.9

Untuk mempermudah melihat rotasi tanam, 21 jenis rotasi tanam
dikelompokkan kembali menjadi lima blok tanam. Blok-blok ini dibedakan
berdasarkan jenis komoditas yang diprioritaskan di lahan dan lama masa
tanamnya. Berikut penggolongan blok tanam yang ada di Desa Ciburuy:
a. Blok 1 (Padi)
Blok 1 terdiri dari semua lahan yang ditanami padi dalam satu tahun baik
hanya satu kali maupun lebih. Tanaman padi menjadi prioritas dalam blok ini
meskipun dalam satu tahun lahan tersebut tidak hanya ditanami padi, misalnya
rotasi tanam Padi-Jagung dan Padi-Ubi akan termasuk ke dalam blok satu.
b. Blok 2 (Umbi-umbian dan Palawija)
Pengelolaan lahan yang termasuk dalam Blok 2 merupakan lahan yang dalam
satu tahun pernah ditanami komoditas umbi-umbian dan palawija, atau yang

17

menjadi tanaman prioritas di lahan tersebut adalah umbi-umbian atau palawija.
Contoh tanaman prioritas yang ditanam di blok ini adalah ubi, bengkuang, dan
jagung yang juga memiliki lama masa tanam sama (3-4 bulan)
c. Blok 3 (Hortikultura)
Lahan yang termasuk dalam blok tiga adalah semua lahan yang dalam satu
tahun pernah ditanami oleh tanaman hortikultura. Jika dalam satu tahun rotasi
tanam, terdapat lahan yang ditanami ubi atau palawija hanya satu kali dan dua kali
tanaman hortikultur, pola pengelolaan lahan tersebut tetap masuk kedalam Blok
Hortikultura, karena tanaman hortikultur menjadi prioritas di lahan tersebut.
Contoh rotasi tanamnya yaitu Jagung-Tomat-Cabai Rawit.
d. Blok 4 (Singkong)
Blok 4 terdiri dari lahan yang hanya ditanami singkong dalam setahun.
Meskipun tanaman singkong termasuk ke dalam jenis umbi-umbian, lahan yang
ditanami singkong tidak dapat masuk ke dalam Blok Umbi dan Palawija karena
lama masa tanamnya yang mencapai 9 bulan hingga 1 tahun.
e. Blok 5 (Pepaya)
Pengelolaan lahan yang termasuk ke dalam blok ini adalah lahan-lahan yang
ditanami pepaya.
Tabel 9 Persentase blok tanam Desa Ciburuy
Blok Tanam
Blok 1 (Padi)
Blok 2 (Umbi-umbian dan palawija)
Blok 3 (Hortikultura)
Blok 4 (Singkong)
Blok 5 (Pepaya)
Total

Jumlah Persil
709
158
10
4
3
884

Persentase (%)
80.2
17.9
1.1
0.5
0.3
100

Tabel 9 menunjukkan persentase blok tanam paling banyak yaitu Blok Padi
(80.2%) dan yang paling rendah yaitu Blok Pepaya (0.3%). Peta blok tanam Desa
Ciburuy disajikan pada Gambar 10. Blok Padi pada Gambar 10 mendominasi
pengelolaan lahan di Desa Ciburuy. Lokasi Blok Padi terpusat di bagian barat
wilayah dan perbatasan wilayah, karena saluran irigasi berasal dari arah barat
daya yaitu, saluran Cikupa. Lahan sawah yang tersebar di sekitar batas desa
sebelah timur, mendapatkan sumber air dari sungai Cisadane dan di bagian utara,
sumber air berasal dari saluran Cileungsir.
Blok Umbi dan Palawija, Blok Hortikultur, Blok Singkong, dan Blok
Pepaya lokasinya menyebar di semua wilayah. Berdasarkan hasil wawancara
diketahui, blok tanam yang termasuk ke dalam lahan tegalan dan kebun campuran
ini dulunya merupakan lahan sawah. Perubahan dapat terjadi selain karena
permasalahan sumber air yang tidak lagi mencapai lahan juga karena keinginan
petani yang mengusahakan lahannya menjadi tegalan dan kebun campuran.
Beberapa petani yang memiliki pekerjaan lain selain bertani, lebih memilih untuk
menanam umbi-umbian karena pemeliharaannya yang lebih mudah dibandingkan
dengan menanam padi.

18

Gambar 10 Peta Penyebaran Blok Tanam Desa Ciburuy
Gambar 11 menunjukkan bahwa dari struktur ongkos usahatani Desa
Ciburuy, biaya tenaga kerja untuk panen merupakan biaya paling tinggi mencakup
36.1% dari total ongkos. Biaya tenaga kerja pengelolaan dan pemeliharaan
menempati urutan kedua yaitu 30.7% dari total ongkos, diikuti dengan ongkos
pupuk yang mencapai 17.4%. Besarnya ongkos tenaga kerja untuk pemanenan
dapat disebabkan karena sistem pembayaran yang diterapkan di Desa Ciburuy
yaitu setiap 1 kg gabah kering, ongkos yang didapatkan pekerja yaitu Rp 350. Jadi
semakin banyak hasil panen maka biaya tenaga kerja untuk pemanenan juga akan
semakin besar.
36,1
30,7

17,4
8,8

6,4
0,4

0,1

Gambar 11 Persentase Struktur Biaya Usahatani

19

Berdasarkan analisis diketahui, pendapatan tertinggi terdapat pada rotasi
tanam padi-padi yaitu sebesar Rp 80.780.000/tahun, dengan luas lahan 2 ha.
Sedangkan pendapatan terendah juga terdapat pada rotasi tanam padi-padi sebesar
Rp. 1.125.000/tahun dengan luas lahan 0.025 ha. Jika pendapatan dihitung dalam
luasan yang sama yaitu 1 ha, rotasi tanam yang paling menguntungkan adalah
Jagung-Ubi, sedangkan keuntungan terkecil berada pada rotasi tanam Padi-Padi.
Hal ini menunjukkan rotasi tanam dapat mempengaruhi pendapatan (Tabel 10).
Tabel 10 Data luas lahan, pendapatan dan rotasi tanam Desa Ciburuy

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kode
Kuisioner
PV 001
PV 002
PV 003
PV 004
PV 005
PV 007
PV 010
PV 011
PV 019

Luas
(ha)
1
2
0.065
2
0.06
0.025
0.075
0.11
0.3

10

PV 020

0.11

11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

PV 021
PV 022
PV 024
PV 026
PV 028
PV 029
PV 030
PV 031
PV 034
PV 049
PV 053
PV 056
PV 058
PV 084

0.25
0.4
0.12
0.6
0.165
0.75
0.15
0.48
0.2
0.25
0.3
0.25
0.6
0.3

25

PV 092

0.5

26
27
28
29

PV 093
PV 112
PV 114
PV 149

0.5
0.36
0.06
0.3

30

PV 150

0.25

No

Pola Tanam
Padi-Padi
Padi-Padi
Padi-Padi
Padi-Padi
Padi-Padi
Padi-Padi
Padi-Padi
Padi-Padi
Padi-Ubi
Kacang PanjangBuncis-Kacang
Panjang
Padi-Padi
Padi-Padi
Padi-Padi
Padi-Padi
Padi-Padi
Padi-Padi
Padi-Padi
Padi-Padi
Padi-Padi
Padi-Padi
Padi-Padi
Padi-Padi
Jagung-Ubi
Padi-Padi
Kacang PanjangBengkuang-Ubi
Jagung-Bengkuang
Ubi-Jagung-Ubi
Padi-Padi-Padi
Padi-Padi
Jagung-Tomat-Cabai
Rawit

Pendapatan
Bersih
53690000
80780000
4148000
80780000
3627000
1125000
4380000
2745000
2920000

Pendapatan
Bersih/ha/tahun
53690000
40390000
63815385
40390000
60450000
45000000
58400000
24954545
9733333

11060000

100545455

6844500
15108000
5852500
24545000
4502500
22025000
4620000
12298000
9772000
3069000
8303000
6234000
66571000
2795000

27378000
37770000
48770833
40908333
27287879
29366667
30800000
25620833
48860000
12276000
27676667
24936000
110951667
9316667

16907500

33815000

22210000
27060000
2551250
9368000

44420000
75166667
42520833
31226667

19010500

76042000

20

Pada umumnya semakin luas lahan yang dimiliki petani, pendapatannya
juga akan semakin tinggi. Jika dilihat dari Gambar 12 luas lahan dengan
perbedaan yang kecil, tidak terlihat nyata perbedaan pendapatannya. Tetapi untuk
perbedaan luas lahan yang cukup besar, perbedaan jumlah keuntungan terlihat
nyata. Hal ini menunjukkan luas lahan dengan perbedaan yang cukup besar dapat
mempengaruhi pendapatan.
90000000
80000000
70000000

60000000
50000000
40000000

Pendapatan Bersih

30000000
20000000
10000000
0

Gambar 12 Hubungan Luas Lahan dengan Pendapatan Bersih
Tabel 11 menjelaskan para petani dengan status pemillik dan menggarap
lahannya sendiri ternyata memiliki rata-rata pendapatan/ha/tahun lebih tinggi
dibandingkan dengan pendapatan para petani penggarap. Hal ini dapat disebabkan
karena para petani penggarap terikat dengan sistem bagi hasil dengan para pemilik
lahan.
Tabel 11 Hubungan Status Penguasaan dengan Pendapatan/ha/tahun
Status
Penguasaan

Pendapatan Min
(Rp)

Pendapatan Maks
(Rp)

Pendapatan Rata-rata
(Rp)

Pemilik

9316667

63815385

41565145

Penggarap

7365600

66571000

29201380

Karakteristik Kepemilikan
Sebagian besar petani di Desa Ciburuy berada pada kelompok usia 32-49
tahun (50%) dimana rentang usia ini termasuk ke dalam usia produktif. Dari data
tersebut dapat diduga bahwa kemungkinan seorang petani menguasai lebih dari
satu persil atau memiliki dua status penguasaan sangat besar, karena petani
dengan usia muda masih mampu menggarap lahan lebih luas. Persentase tingkat
pendidikan tertinggi petani yaitu hanya mencapai tingkat sekolah dasar (60%).
Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan para petani di Desa Ciburuy terbilang
cukup rendah. Kelompok jumlah anggota keluarga yang dominan ditingkat rumah
tangga tani di Desa Ciburuy adalah 3-5 orang (83%). Berdasarkan data tersebut
dapat diketahui bahwa jumlah anggota keluarga petani pemilk di Desa Ciburuy
termasuk ke dalam kategori jumlah anggota yang masih cukup rendah. Hal ini

21

berkaitan dalam hal akses warga terhadap lahan, karena dengan padatnya anggota
keluarga maka lahan yang dikuasai akan semakin kecil karena proses pewarisan
kepada anak (Tabel 12).
Sebagian besar petani (53%) ternyata tidak memiliki mata pencaharian lain
selain bertani. Sedangkan 47 % lainnya menjawab bahwa mereka memiliki mata
pencaharian lain seperti menjadi buruh tani, pedagang, peternak, pengajar, pekerja
serabutan, dan pengumpul.
Tabel 12 Kategori tingkat usia, jumlah angggota keluarga dan tingkat pendidikan
Kelompok
Umur
32-49
50-66
>67
Total

Jumlah
Petani
15
9
6
30

Jumlah Angota
Keluarga
3-5
6-8
>9
Total

%
50
30
20
100

Pendidikan
SD
SMP
SMA
Total

Jumlah
Petani
18
5
7
30

Jumlah
Petani
25
4
1
30

%
83
13
3
100

%
60
17
23
100

Sintesis
Isu batas pematang dan isi dari petakan merupakan d