Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usahatani Padi Semiorganik di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong,Kabupaten Bogor

(1)

i

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF

USAHATANI PADI SEMIORGANIK DI DESA CIBURUY,

KECAMATAN CIGOMBONG, KABUPATEN BOGOR

IMAM MUKTI WIBOWO

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

ii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usahatani Padi Semiorganik di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2013

Imam Mukti Wibowo H44080102


(3)

1 ANALYSIS OF COMPARATIVE AND COMPETITIVE OF SEMIORGANIC RICE

FARMING IN CIBURUY VILLAGE, CIGOMBONG SUB-DISTRICT, BOGOR REGENCY

Wibowo, Imam Mukti1, Hendrakusumaatmaja, Sutara2 Abstract

If the views of potential resources and condition of agricultural markets organic products is increasing, then Indonesia has a great opportunity to be producers of organic food. It was realized by the government to make the program “Go Organic 2010”, where one of the purpose is to encourage the development of organic farming who have the competitiveness and sustainability. This research wanted to see rice farming semiorganic run by farmers in the village Ciburuy have comparative and competitive advantages or not.

The results of this research are: 1). Semiorganic rice farming run by each farmer characteristics have comparative and competitive advantages, as indicated by PCR and DRC values smaller than one. The land sharecroppers farmers value is 0.851 and 0.826. The land tenant farmers value is 0.532 and 0.632. The farmers owner land value is 0.608 and 0.616; 2). Based on the sensitivity analysis, the most sensitive indicator of the decline occurred in the conditions of the selling price of output, and decrease the amount of output. For indicators the increase of anorganic fertilizer price is not overly sensitive, due to the use of anorganic fertilizers is not too much in rice farming semiorganic.

Keywords: comparative advantage, competitive advantage, sensitivity analysis, rice semiorganic

1

Mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, NIM H44080102, semester 10 2


(4)

iii RINGKASAN

IMAM MUKTI WIBOWO. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

Usahatani Padi Semiorganik di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh SUTARA HENDRAKUSUMAATMAJA.

Memasuki abad ke-21, gaya hidup sehat dengan slogan Back to Nature telah menjadi trend baru masyarakat dunia. Masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan kimia seperti pupuk dan pestisida kimia ternyata berdampak negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Hal ini mengakibatkan banyak permintaan akan produk-produk pertanian yang mengarah kepada Back to Nature atau dengan kata lain produk organik. Salah satu produsen di Kabupaten Bogor yang mengembangkan beras semiorganik adalah Gapoktan Silih Asih yang terletak di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Gapoktan ini sudah memproduksi beras semiorganik selama kurun waktu 10 tahun sejak tahun 2002. Beras yang dijual ke masyarakat bermerek beras SAE (Sehat, Aman, dan Enak).

Permasalahan yang masih dialami oleh petani Gapoktan Silih Asih dalam mengembangkan usahatani padi semiorganik adalah distribusi dan pemasaran produk, produksi masih rendah dan belum dapat memenuhi permintaan. Selain itu maraknya produk impor sejenis mengakibatkan persaingan semakin ketat. Dari sisi budidaya, para petani tidak bisa terlepas dari kebergantungan akan pupuk urea dan NPK, karena kondisi tanah yang masih ketergantungan. Para petani dihadapkan pada masalah tingginya harga input produksi, terutama pupuk. Ditambah kondisi perairan irigasi yang sudah tidak bagus, sehingga petani sulit mendapat air ketika kondisi tertentu. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis keunggulan komaparatif dan kompetitif usahatani padi semiorganik di Desa Ciburuy berdasarkan status kepemilikan lahan, serta melihat dampak perubahan kebijakan pemerintah dan variabel lainnya terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani padi semiorganik di Desa ciburuy.

Hasil dari Policy Analysis Matrix (PAM) menunjukkan bahwa usahatani padi semiorganik yang dijalankan oleh petani penggarap, penyewa, dan pemilik lahan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Hal tersebut terlihat dari nilai KP dan KS yang positif, serta nilai PCR dan DRC yang kurang dari satu. Keuntungan privat dan sosial terbesar didapatkan oleh petani penyewa lahan, sedangkan nilai PCR terkecil didapatkan oleh petani pemilik sebesar 0,616 dan nilai DRC terkecil didapatkan oleh petani penyewa lahan sebesar 0,532. Perbedaan keuntungan serta nilai PCR dan DRC disebabkan adanya perbedaan harga jual serta jumlah output yang didapatkan dan dihasilkan oleh setiap karakteristik petani padi semiorganik.

Analisis sensisitivitas yang dilakukan pada penelitian ini mencakup penurunan jumlah output pada nilai tertentu tiap karakteristik petani, kenaikan harga pupuk anorganik untuk urea sebesar 12,5 persen dan pupuk lainnya sebesar 90 persen, penurunan harga jual output pada nilai tertentu tiap karakteristik petani, dan analisis sensisitivitas gabungan. Hasil dari analisis sensitivitas dapat dilihat dari setiap petani yang menunjukkan kepekaan yang berbeda-beda dari tiap indikator analisis sensitivitas. Indikator yang paling sensitif terjadi pada penurunan harga jual dan penurunan jumlah output. Untuk penurunan harga jual


(5)

iv

dan penurunan jumlah output, petani yang paling sensitif terjadi pada petani penggarap lahan ketika terjadi penurunan sebesar 17 persen, sedangkan untuk petani yang kurang sensitif terjadi pada petani pemilik lahan ketika penurunan sebesar 37,7 persen dan 37 persen. Indikator yang tidak terlalu sensitif terjadi ketika adanya kenaikan harga pupuk anorganik. Nilai DRC dan PCR yang menjadi indikator keunggulan komparatif dan kompetitif pada ketiga karakteristik petani menunjukkan peningkatan dari nilai sebelum adanya analisis sensitivitas. Hal tersebut terlihat dari nilai DRC dan PCR yang mendekati nilai satu, sehingga terjadi inefisiensi pada kondisi sosial maupun privat.

Hasil analisis sensitivitas gabungan dapat disimpulkan ketika kondisi buruk terjadi, petani yang tidak memiliki keuntungan sosial dan keunggulan komparatif hanya petani penggarap. Untuk petani lainnya memiliki keuntungan sosial dan keunggulan komparatif. Selain itu untuk keuntungan secara finansial dan keunggulan kompetitif, semua karakteristik petani responden mengalami kerugian pada kondisi privat dan tidak mempunyai indikator keunggulan kompetitif.

Kata kunci: keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif, analisis sensitivitas, padi semiorganik


(6)

v

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF

USAHATANI PADI SEMIORGANIK DI DESACIBURUY,

KECAMATAN CIGOMBONG, KABUPATEN BOGOR

IMAM MUKTI WIBOWO H44080102

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(7)

vi

Judul Skripsi : Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usahatani Padi Semiorganik di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong,Kabupaten Bogor.

Nama : Imam Mukti Wibowo

NIM : H44080102

Disetujui Pembimbing

Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M.Sc NIP. 19480601 197301 1 001

Diketahui Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003


(8)

vii UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini, antara lain kepada:

1. Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Orangtua tercinta, ayahanda Abdul Latief dan Ibunda Chairiyah atas segala doa, cinta dan kasih sayang, kesabaran, dukungan baik materi dan moral yang telah diberikan kepada penulis selama ini, serta segenap kakak tercinta, Kurnia Fitra Utama dan Lingga Fitriany yang telah memberikan doa dan semngat kepada penulis.

3. Bapak Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M.Sc yang senantiasa dengan penuh ketekunan dan kesabaran membimbing penulis hingga skripsi ini selesai. 4. Ibu Hastuti, SP, MP, M.Si atas kesediaan beliau menyisihkan waktunya untuk

berdiskusi tentang skripsi ini dengan penulis.

5. Bapak Novindra, SP, M.Si dan Ibu Asti Istiqomah, SP, M.Si atas kesediaan beliau menjadi dosen penguji utama dan perwakilan departemen.

6. Pihak desa di Desa Ciburuy (Pak H. Ahmad Zakaria sebagai ketua Gapoktan Silih Asih dan Pak Sukri yaitu sebagai ketua kelompok tani Saung Kuring) atas bantuan dan pengarahannya kepada penulis selama penelitian.

7. Para petani padi semiorganik di Desa Ciburuy yang sudah bersedia meluangkan waktunya sebagai responden dalam penelitian penulis.

8. Keluarga Bapak Sukri di Desa Cigombong yang telah bersedia memberikan akomodasi tempat tinggal selama penulis melakukan penelitian.


(9)

viii

9. Sausan Basmah yang telah berjuang dan saling memberi semangat bersama penulis ketika melakukan penelitian bersama di Desa Ciburuy.

10.Teman-teman kontrakan DR A 14; Yogi, Ade, Rizky Radityo, Sandy, Ichsan, Rahmat, yang selalu memberikan akomodasi tempat istirahat ketika penulis berada di Bogor.

11. Teman-teman seperjuangan skripsi Kak Dinda, Kak Kiki, Alya, Yuli, Heti, Dea, Asih, dan Fadhli yang telah memberikan dukungan, doa, dan kerjasama selama proses penulisan skripsi.

12.Teman-teman seperjuangan semasa kuliah, Novrika, Sandra, Husen, Mahmud, Ajeng, Indi, Sandy, Ferry, Erna, Elok, Malik, Dharma, Ihsan, Febri, Boy yang selalu menemani dan memberikan keceriaan pada hari-hari penulis.

13.Teman-teman BEM FEM IPB, Khususnya Departemen Pendidikan Orasi, dan Departemen Hubungan Eksternal Sinergi yang telah membentuk penulis menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya sehingga dapat menyelesaikan skripsi.

14.Keluarga besar ESL 45 Envirangers atas semangat kekeluargaan selama kuliah di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan IPB, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih atas bantuannya. Serta kakak-kakak dan adik-adik ESL 43, 44, 46, dan 47.

Bogor, April 2013


(10)

ix KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan syarat kelulusan pada Program Sarjana Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usahatani Padi Semiorganik di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor.

Penelitian ini berisi analisis mengenai suatu sistem usahatani, apakah memiliki keunggulan komparatif maupun kompetitif serta bagaimana dampaknya apabila terjadi perubahan harga dan faktor lainnya. Penulis berharap, isi penelitian ini bisa menjadi masukan bagi pembaca, pengambil kebijakan, dan para pelaku usahatani.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih memiliki kekurangan dan keterbatasan. Namun walaupun dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang ada, penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan, baik secara langsung maupun tidak langsung termasuk untuk penulis pribadi.


(11)

x DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...…. xiii

DAFTAR GAMBAR...…. xv

DAFTAR LAMPIRAN ...…. xvi

I. PEDAHULUAN ...…. 1

1.1. Latar Belakang ...…. 1

1.2. Perumusan Masalah...…. 7

1.3. Tujuan Penelitian ...…. 9

1.4. Manfaat Penelitian ...…. 9

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...…. 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ...…. 11

2.1. Pertanian Organik...…. 11

2.1.1. Pengertian Pertanian Organik...…. 11

2.1.2. Kendala Pertanian Organik ...…. 13

2.1.3. Tujuan Pertanian Organik ...…. 13

2.1.4. Kegunaan Pertanian Organik ...…. 14

2.2. Pupuk Organik ...…. 15

2.2.1. Pengertian Pupuk Organik ...…. 15

2.2.2. Macam-Macam Pupuk Organik ...…. 16

2.3. Pestisida ...…. 17

2.3.1. Pengertian Pestisida ...…. 17

2.3.2. Jenis - Jenis Pestisida ...…. 18

2.3.3. Resiko Penggunaan Pestisida Pertanian ...…. 20

2.4. Gambaran Umum Beras ...…. 22

2.5. Beras SAE (Sehat, Aman, dan Enak) ...…. 25

2.6. Kajian Penelitian Terdahulu ... 25

2.6.1. Penelitian Terdahulu Mengenai Keunggulan Komparatif dan Kompetitif ...…. 26

2.6.2. Penelitian Terdahulu Mengenai Padi Semiorganik ...…. 28

III. KERANGKA PEMIKIRAN ...…. 31

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ...…. 31

3.1.1. Konsep Daya Saing ...…. 31

3.1.2. Keunggulan Komparatif...…. 32

3.1.3. Keunggulan Kompetitif ...…. 34

3.1.4. Policy Analysis Matrix (PAM) ...…. 35

3.1.5. Analisis Sensitivitas ...…. 36

3.1.6. Kebijakan Pemerintah ...…. 37

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ...…. 41

IV. METODE PENELITIAN ...…. 44


(12)

xi

4.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian ...…. 44

4.3. Metode Penolahan dan Analisis Data ...…. 45

4.3.1. Menentukan Input dan Output...…. 46

4.3.2. Alokasi Komponen Biaya Domestik dan Asing ...…. 46

4.3.3. Penentuan Harga Bayangan Output dan Input ...…. 48

4.3.3.1. Harga Bayangan Output ...…. 49

4.3.3.2. Harga Bayangan Input ...…. 50

4.3.3.3. Harga Bayangan Faktor Domestik ...…. 55

4.3.3.4. Harga Bayangan Nilai Tukar...…. 56

4.4. Policy Analysis Matrix (PAM)...…. 57

4.5. Analisis Sensitivitas ...…. 65

V. GAMBARAN UMUM ...…. 68

5.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Bogor ...…. 68

5.2. Kondisi Wilayah Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong ...…. 69

5.3. Karakteristik Responden ...…. 72

5.3.1. Usia ...…. 72

5.3.2. Tingkat Pendidikan ...…. 73

5.3.3. Pengalaman Bertani Dengan Sistem Semiorganik ...…. 74

5.3.4. Luas Lahan ...…. 74

5.3.5. Sumber Modal ...…. 75

5.3.6. Status Kepemilikan Lahan ...…. 76

5.3.7. Status Usahatani ...…. 76

5.3.8. Varietas Benih yang Digunakan ...…. 77

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEME- RINTAH PADA USAHATANI PADI SEMIORGANIK ...…. 78

6.1. Policy Analysis Matrix Pada Usahatani Padi Semiorganik ...…. 78

6.1.1. Analisis Keuntungan Finansial dan Ekonomi ...…. 78

6.2. Indikator PAM Usahatani Padi Semiroganik Berdasarkan Klasi- Fikasi Penguasaan Lahan...…. 79

6.2.1. Keunggulan Kompetitif ...…. 79

6.2.2. Keunggulan Komparatif...…. 82

6.3. Indikator Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Usahatani Padi Semiorganik ...…. 85

6.3.1. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Output ...…. 85

6.3.2. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhdap Input ...…. 87

6.3.3. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input-Output ...…. 90

VII. DAMPAK PERUBAHAN DAN PERUBAHAN VARIABEL PENERIMAAN DAN BIAYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI PADI SEMI- ORGANIK ...…… 93

7.1. Dampak Adanya Penurunan Jumlah Output...…. 93

7.2. Dampak Adanya Kenaikan Harga Pupuk Anorganik ...…. 96

7.3. Dampak Adanya Penurunan Harga Jual Output ...…. 98

7.4. Dampak Adanya Analisis Sensitivitas Gabungan ...…. 101


(13)

xii

8.1. Simpulan ...…. 104

8.2. Saran ...…. 105

DAFTAR PUSTAKA ...…. 107

LAMPIRAN…. ...…. 111


(14)

xiii DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan

Usaha (Milliar Rupiah) Tahun 2007-2011 ...…. 1 2. Lahan Pertanian Organik di Kawasan Asia ...…. 3 3. Proyeksi Produksi dan Kebutuhan Pasar Padi Organik di

Indonesia Tahun 2005-2009 ...…. 5 4. Perbedaan Sifat Pupuk Organik (Kompos) dan Pupuk

Anorganik ...…. 17 5. Persamaan dan Perbedaan antara Penelitian “Analisis Ke-

unggulan Komparatif dan Kompetitif Usahatani Padi Sem- iorganik di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong,Kabupa-

ten Bogor” dengan Penelitian Terdahulu ...…. 30 6. Klasifikasi Kebijakan Pemerintah Terhadap Harga

Komoditi ...…. 38 7. Matriks Analisis Kebijakan ...…. 58 8. Penggolongan Penduduk Berdasarkan Jenis Mata

Pencaharian di Desa Ciburuy Tahun 2011 ...…. 71 9. Penggolongan Petani Berdasarkan Status Kepemilikan

Lahan di Desa Ciburuy Tahun 2011 ...…. 71 10. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Aspek Usia...…. 73 11. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan. 73 12. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Bertani

Dengan Sistem Organik ...…. 74 13. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan ...…. 75 14. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Sumber Modal ..…. 75 15. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan

Lahan ...…. 76 16. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Status Usahatani 76 17. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Varietas yang

Digunakan ...…. 77 18. Policy Analysis Matrix Untuk Usahatani Padi Semiorganik

di Desa Ciburuy Tahun 2012 ...…. 78 19. Nilai KP dan PCR Usahatani Padi Semiorganik Per Hektar


(15)

xiv

20. Nilai KS dan DRC Usahatani Padi Semiorganik Per Hektar Per Musim tanam ...…. 82 21. Nilai TO dan NPCO Usahatani Padi Semiorganik Per

Hektar Per Musim Tanam ...…. 85 22. Nilai TI, NPCI, dan TF Usahatani Padi Semiorganik Per

Hektar Per Musim Tanam ...…. 87 23 Nilai EPC, TB, PC, dan SRP Usahatani Padi Semorganik

Per Hektar Per Musim Tanam ...…. 90 24 Besarnya Perubahan KS, DRC, KP, dan PCR Akibat Ada-

nya Penurunan Jumlah Output (Rp/Ha) ...…. 93 25. Besarnya Perubahan KS, DRC, KP, dan PCR Akibat Ada-

nya Kenaikan Harga Pupuk Anorganik (Rp/Ha) ...…. 96 26. Besarnya Perubahan KS, DRC, KP, dan PCR Akibat Ada-

nya Penurunan Harga Jual Output Padi Semiorganik ...…. 99 27. Besarnya Perubahan KS, DRC, KP, dan PCR Akibat Ada-


(16)

xv DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Alur Kerangka Pemikiran ...…. 43


(17)

xvi DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Alokasi komponen biaya input-output usahatani padi

Semiorganik dalam komponen domestik dan asing ...…. 112 2. Perhitungan harga bayangan output usahatani padi

semiorganik...… 113 3. Perhitungan harga bayangan pupuk anorganik pada usaha-

tani padi semiorganik ...…. 114 4. Indikator dampak perubahan kebijakan pemerintah dan

variabel lainnya pada petani penggarap lahan usahatani

padi semiorganik di Desa Ciburuy ...…. 115 5. Indikator dampak perubahan kebijakan pemerintah dan

variabel lainnya pada petani penyewa lahan usahatani

padi semiorganik di Desa Ciburuy ...…. 116 6. Indikator dampak perubahan kebijakan pemerintah dan

variabel lainnya pada petani pemilik lahan usahatani padi

semiorganik di Desa Ciburuy ...…. 117 7. Rincian penerimaan, biaya finansial dan ekonomi dalam

komponen domestik dan asing pada petani penggarap

usahatani padi semiorganik di Desa Ciburuy ...…. 118 8. Rincian penerimaan, biaya finansial dan ekonomi dalam

komponen domestik dan asing pada petani penyewa

usahatani padi semiorganik di Desa Ciburuy ...…. 120 9. Rincian penerimaan biaya finansial dan ekonomi dalam

komponen domestik dan asing pada petani pemilik

usahatani padi semiorganik di Desa Ciburuy ...…. 122 10. Rata-rata penggunaan input petani penggarap usahatani

padi semiorganik di Desa Ciburuy per hektar per musim

tanam ...…. 124 11. Harga privat dan sosial input-output petani penggarap pada

usahatani padi semiorganik di Desa Ciburuy ...…. 125 12. Rata-rata penggunaan input petani penyewa usahatani

padi semiorganik di Desa Ciburuy per hektar per musim

tanam ...…. 126 13. Harga privat dan sosial input-output petani penyewa pada


(18)

xvii

14. Rata-rata penggunaan input petani pemilik usahatani padi semiorganik di Desa Ciburuy per hektar per musim

tanam ...…. 128 15. Harga privat dan sosial input-output petani pemilik pada


(19)

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia dikenal dengan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani. Hal ini didukung dengan kekayaan alam Indonesia, baik itu sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia yang berpotensi untuk mengembangkan produk-produk pertanian. Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam mendorong perekonomian nasional, diantaranya sebagai penyedia bahan pangan serta menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Selain itu sektor ini juga memiliki kemampuan khusus dalam memadukan pertumbuhan dan pemerataan atau pertumbuhan yang berkualitas (Daryanto, 2009).

Sektor pertanian berperan dalam pembentukan PDB nasional. Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan indikator ekonomi makro untuk mengetahui peranan dan kontribusi yang diberikan oleh suatu sektor terhadap pendapatan nasional.

Tabel 1. PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Milliar Rupiah) Tahun 2007-2011

No Sektor 2007 2008 2009 2010 2011*

1. Pertanian 271.509,3 284.619,1 295.883,8 304.777,1 315.036,8

2. Pertambangan &

Penggalian 171.278,4 172.496,3 180.200,5 187.152,5 189.761,4

3. Industri Pengolahan 538.084,6 557.764,4 570.102,5 597.134,9 633.781,9 4. Listrik, Gas & Air Bersih 13.517 14.994,4 17.136,8 18.050,2 18.921

5. Konstruksi 121.808,9 131.009,6 140.267,8 150.022,4 159.993,4

6. Perdagangan, Hotel &

Restoran 340.437,1 363.818,2 368.463 400.474,9 437.199,7

7. Pengangkutan dan

Komunikasi 142.326,7 165.905,5 192.198,8 217.980,4 241.298

8. Keuangan, Real Estate &

Jasa Perusahaan 183.659,3 198.799,6 209.163 221.024,2 236.146,6

9. Jasa-jasa 181.706 193.049 205.434,2 217.842,2 232.537,7

10. Produk Domestik Bruto 1.964.327,3 2.082.456,1 2.178.850,4 2.314.458,8 2.464.676,5 11. Produk Domestik Bruto

Tanpa Migas 1.821.757,7 1.939.625,9 2.036.685,5 2.171.113,5 2.322.763,5 Sumber: BPS, 2011


(20)

2

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai PDB sektor pertanian pada tahun 2007-2011 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Nilai PDB sektor pertanian menempati posisi ketiga terpenting setelah sektor perdagangan, hotel & restoran, dan industri pengolahan. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pemasukan PDB dari sektor pertanian menjadi sangat penting terhadap pendapatan nasional.

Memasuki abad ke-21, gaya hidup sehat dengan slogan Back to Nature telah menjadi trend baru masyarakat dunia. Masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan kimia seperti pupuk dan pestisida kimia ternyata berdampak negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Hal ini mengakibatkan banyak permintaan akan produk-produk pertanian yang mengarah kepada Back to Nature atau dengan kata lain produk organik. Gaya hidup yang demikian, telah mengalami pelembagaan secara internasional yang diwujudkan melalui regulasi perdagangan global yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus mempunyai atribut aman dikonsumsi (food safety attributes), memiliki kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) serta ramah lingkungan (eco-labelling attributes)1. Litbang pertanian menyebutkan bahwa preferensi konsumen terhadap produk organik di seluruh dunia meningkat sebesar 20 persen per tahun. WTO menyebutkan bahwa perdagangan produk pertanian organik dunia pada tahun 2000-2004 mencapai nilai rata-rata US$ 17,5 milyar.

Peluang pasar produk pangan organik, terutama padi organik masih terbuka lebar baik di dalam maupun luar negeri. Kontribusi pasar organik untuk wilayah Asia termasuk Indonesia masih potensial untuk dikembangkan. Pada

1


(21)

3

tahun 2005, pasar beras organik di Indonesia baru mencapai Rp 28 milyar dengan pertumbuhan sekitar 22 persen per tahunnya. Volume produksi beras organik nasional meningkat dari 1.180 ton ditahun 2001 menjadi hampir 11.000 ton di tahun 2004. Beras organik tersebut sebagian besar dipasarkan di supermarket tertentu di kota-kota besar di Indonesia (Biocert, 2006).

Indonesia yang dianugerahi kekayaan keanekaragaman hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, maka Indonesia mempunyai keunggulan komparatif sendiri untuk mengembangkan pertanian organik (Damardjati, 2005). Menurut IFOAM (International Federation of Organic Agricultural Movement), Indonesia baru memanfaatkan 40.000 ha (0,09 persen) lahan pertaniannya untuk pertanian organik, sehingga masih diperlukan berbagai program untuk memaksimalkan pertanian organik di Indonesia2.

Tabel 2. Lahan Pertanian Organik di Kawasan Asia

Negara Luas Lahan (Ha)

China 298.990

India 76.236

Indonesia 40.000

Srilanka 15.215

Vietnam 6.475

Filipina 3.500

Sumber: Ecology and Farming Foundation (SOEL, 2005)3dalam Siahaan (2009)

Berdasarkan luas penggunaan lahan, Indonesia merupakan negara ketiga di Asia dalam pengembangan pertanian organik setelah China dan India (Purbo Winarno4, 2008 dalam Siahaan, 2009). Lahan yang digunakan untuk pertanian organik mencapai 40.000 ha. Sebagian besar lahan organik tersebar di Pulau Jawa.

2

http://bisena.files.wordpress.com/2012/11/penyertaan-petani-dalam-rantai-nilai-beras-organik-indonesia.pdf (diakses pada tanggal 9 April 2013)

3

Data disampaikan dalam Simposium dan Temu Lapang Pertanian Organik di IPB pada tanggal 25 November 2008.

4

Salah satu anggota Asosiasi Produsen Organik Indonesia yang menjadi pembicara di Simposium dan Temu Lapang Pertanian Organik di IPB pada tanggal 25 November 2008.


(22)

4

Lahan ini digunakan untuk mengusahakan tanaman pangan seperti sayuran, kopi, dan padi organik. Statistik Pertanian Organik Indonesia (SPOI) tahun 2010 yang dipublikasikan oleh AOI (Aliansi Organic Indonesia) mendata bahwa total luas area pertanian organik di Indonesia tahun 2010 adalah 238.872,24 hektar, yang meningkat sepuluh persen dari tahun sebelumnya5. Angka ini mencakup luas area pertanian organik yang disertifikasi (organik dan konversi), dalam proses sertifikasi, sertifikasi PAMOR (Penjaminan Mutu Organis Indonesia) dan tanpa sertifikasi.

Jika dilihat dari sumberdaya alam, potensi serta kondisi pasar pertanian organik yang sedang meningkat, maka Indonesia berpeluang besar menjadi produsen pangan organik. Hal tersebut mulai diwujudkan oleh pemerintah dengan mengembangkan pertanian organik dengan program Go Organic 2010. Program ini mulai disosialisasikan mulai tahun 2001, namun teknologi ini belum tersebar secara merata di seluruh wilayah Indonesia.

Salah satu misi dari program Go Organic 2010 adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan alam Indonesia, dengan mendorong berkembangnya pertanian organik yang berdaya saing dan berkelanjutan. Dalam pencapaian visi tersebut, pemerintah sangat mendukung pengembangan pertanian organik dengan adanya kebijakan peningkatan produksi pertanian organik.

Menurut Sulaeman (2007), perkembangan pertanian organik di Indonesia terus mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut termasuk ekspor. Hal tersebut dapat terlihat dari meningkatnya jumlah gerai dan toko organik di Indonesia yang

5


(23)

5

menjual beraneka ragam produk organik, seperti sayuran, daging, produk perkebunan, dan produk probiotik.

Tabel 3. Proyeksi Produksi dan Kebutuhan Pasar Padi Organik di Indonesia Tahun 2005-2009

Tahun Produksi (Kuintal) Kebutuhan Pasar (Kuintal)

2005 550.300 550.300

2006 557.179 660.360

2007 563.865 792.432

2008 570.519 950.918

2009 577.080 1.141.102

Sumber: Sulaeman (2007)

Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa produksi padi organik mengalami peningkatan, walaupun tidak terlalu besar. Hal tersebut terlihat dari produksi pada tahun 2005 sebesar 550.300 kuintal dan meningkat pada tahun 2009 sebesar 577.080 kuintal. Pada Tabel 3, dapat terlihat bahwa permintaan akan produk padi organik meningkat setiap tahunnya. Meningkatnya permintaan tidak diiringi dengan produksi padi organik tersebut, sehingga produksi padi organik Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan pabrik beras organik dalam rangka memnuhi permintaan pasar terhadap beras organik.

Sentra produksi padi organik paling banyak berlokasi di Pulau Jawa yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Yogyakarta. Dewasa ini pertanian padi organik menjadi kebijakan pertanian unggulan di beberapa kabupaten seperti Sragen, Klaten, Malang, Sleman, Tasikmalaya, dan Bogor. Kebijakan ini dikarenakan: (1) padi organik hanya memakai pupuk dan pestisida organik sehingga mampu melestarikan lingkungan, (2) beras organik lebih sehat karena tidak mengandung bahan kimia sehingga aman dan sehat untuk dikonsumsi,(3)segmen pasar beras organik umumnya merupakan masyarakat


(24)

6

kelas menengah ke atas sehingga harga jualnya lebih tinggi daripada beras konvensional6.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten yang berada di Propinsi Jawa Barat. Kabupaten ini sedang mengembangkan jenis-jenis beras yang mempunyai keunggulan, yaitu beras semiorganik. Salah satu produsen yang memiliki dan mengembangkan potensi beras yang dihasilkan melalui sistem petanian organik di Kabupaten Bogor adalah Gapoktan Silih Asih. Gapoktan Silih Asih terletak di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Gapoktan Silih Asih sudah terkenal memproduksi beras semiorganik selama kurun waktu 10 tahun sejak tahun 2002. Gapoktan tersebut memproduksi beras organik yang dikenal masyarakat dengan merek beras SAE (Sehat, Aman, dan Enak). Gapoktan tersebut menerapkan sistem produksi dan pasca panen sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) dibawah bimbingan Dirjen Tanaman Pangan Departemen Pertanian dan Kehutanan.

Berdasarkan pemaparan yang sudah dijelaskan sebelumnya, kondisi preferensi konsumen yang menginginkan produk hasil pertanian organik, serta peluang pasar padi organik yang sangat besar, didukung dengan program pemerintah yaitu Go Organic 2010 untuk membuat produk pertanian organik yang berdaya saing. Maka penelitian skripsi ini penting untuk melihat keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani padi semiorganik yang dihasilkan di Desa Ciburuy, Kabupaten Bogor.

6

http://www.tempo.co/read/news/2005/03/20/05858315/Sragen-Ingin-Jadi-Sentra-Produksi-Beras-Organik (diakses pada tanggal 9 April 2013)


(25)

7 1.2. Perumusan Masalah

Pada abad ke-21, masyarakat dunia telah merubah preferensi konsumsinya dengan menggunakan produk-produk organik. Hal tersebut juga terjadi di Indonesia, dimana perkembangan pertanian organik meningkat secara signifikan. Hal tersebut terlihat dari banyaknya pertambahan jumlah luas lahan pertanian organik serta pangsa pasar beras organik yang mencapai Rp 28 Milyar pada tahun 2005 (Biocert, 2006). Ditambah dengan meningkatnya volume produksi beras organik meningkat dari 1.180 ton di tahun 2001 menjadi hampir 11.000 ton pada tahun 2004.

Program pemerintah untuk mendukung perkembangan pertanian organik, yaitu Go Organic 2010 dirasa belum maksimal. Hal ini terlihat dari kebijakan pemerintah yang belum mengarah kepada pertanian organik. Ditambah dengan banyaknya petani yang belum mendapatkan penyuluhan secara baik dan benar mengenai pertanian organik. Selain itu, pemerintah melalui program ini belum membuat kebijakan khusus mengenai pertanian organik, seperti kebijakan subsidi pupuk organik dan kebijakan harga jual padi yang dihasilkan dengan sistem pertanian organik, sehingga dengan sikap pemerintah seperti ini, belum banyak petani di Indonesia yang mau menerapkan pertanian organik.

Salah satu gabungan kelompok tani (Gapoktan) yang sudah mulai menerapkan pertanian padi semiorganik, yaitu Gapoktan Silih Asih di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Gapoktan ini baru menghasilkan padi semiorganik untuk dijual ke masyarakat. Padi semiorganik tersebut dikemas menjadi suatu merek, yaitu beras SAE (Sehat, Aman, dan Enak). Gapoktan ini mulai merintis pertanian padi semiorganik dengan komposisi bahan


(26)

8

organik hampir 90 persen dari total komposisi penyusun padi semiorganik dan tidak menggunakan pestisida kimia, dan sisa bahan lainnya menggunakan pupuk anorganik (seperti urea dan phonska). Penggunaan pupuk anorganik hanya sebesar 10 persen dikarenakan kondisi tanah yang belum bisa terlepas dengan pupuk anorganik akibat kebiasaan menanam secara konvensional.

Permasalahan yang masih sering dihadapi oleh para petani padi semiorganik di Desa Ciburuy ini antara lain adalah (1) harga jual output padi semiorganik di tingkat petani yang masih rendah. Hal ini dikarenakan kualitas padi semiorganik yang dihasilkan oleh petani masih kurang pada musim tertentu; (2) sarana produksi (saprodi) seperti pupuk anorganik masih mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi. Walaupun komposisi pupuk anorganik hanya sebesar 10 persen untuk mendukung produksi padi semiorganik, namun kenaikan harga ini cukup dirasakan sulit bagi sebagian petani yang bermodal rendah; dan (3) hasil jumlah panen padi semiorganik yang dihasilkan di Desa Ciburuy masih berfluktuatif. Hal ini dikarenakan pada musim tertentu sebagian petani kesulitan mendapatkan air irigasi, karena faktor saluran irigasi yang rusak.

Berdasarkan uraian permasalahan yang dapat mempengaruhi daya saing padi semiorganik yang dihasilkan. Oleh karena itu beberapa pertanyaan yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani padi semiorganik di Desa Ciburuy berdasarkan status kepemilikan lahan?

2. Bagaimana dampak perubahan variabel penerimaan dan biaya terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani padi semiorganik berdasarkan status kepemilikan lahan?


(27)

9 1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani padi semiorganik di Desa Ciburuy berdasarkan status kepemilikan lahan.

2. Menganalisis dampak perubahan variabel penerimaan dan biaya terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani padi semiorganik di Desa Ciburuy berdasarkan status kepemilikan lahan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi petani padi semiorganik, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui pendapatannya dengan cara mengutamakan kualitas yang baik dan produktivitas yang tinggi serta bersifat keberlanjutan (sustainable).

2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rekomendasi untuk mendukung dan mempraktekan usahatani padi dengan sistem organik, sehingga bisa menjadi salah satu komoditas unggulan dalam sektor pertanian. 3. Bagi pemerintah khususnya pemerintah daerah, hasil penelitian ini diharapkan

dapat dijadikan rujukan dalam penetapan berbagai kebijakan yang terkait dengan pertanian sistem organik.

4. Bagi kalangan mahasiswa dan akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan yang bermanfaat sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penelitian lanjutan.


(28)

10

5. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan serta dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan analisis permasalahan yang ada di lapangan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada petani padi semiorganik yang tergabung di dalam Gapoktan Silih Asih yang mengusahakan beras SAE di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Komoditi yang diteliti adalah padi semiorganik yang dihasilkan oleh petani responden. Sistem usahatani padi organik yang dimaksud dalam penelitian adalah sistem yang masih bersifat semiorganik, yaitu usahatani yang bebas pestisida kimia, serta mengkombinasikan pupuk organik (pupuk kompos dan pupuk kandang) dan pupuk kimia dengan dosis yang rendah sebagai input dalam usahatani yang dilakukan. Analisis ini terbatas hanya pada musim terakhir pengusahaan padi semiorganik yaitu bulan januari tahun 2012. Alat analisis yang digunakan adalah Policy Analysis Matrix (PAM) dan analisis sensitivitas. Alat tersebut digunakan untuk menganalisis keuntungan finansial dan ekonomi, serta indikator-indikator keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani padi semiorganik.


(29)

11 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertanian Organik

Melihat perkembangan dunia pangan, dimana para konsumen lebih memilih menggunakan produk-produk hasil pertanian organik. Hal ini didukung dengan potensi pengembangan pertanian organik di Indonesia yang terbuka lebar. Untuk mengetahui mengenai pertanian organik lebih lanjut, maka tinjauan pustaka pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

2.1.1. Pengertian Pertanian Organik

Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis7. Menurut Riyanto (2005), pertanian organik pada dasarnya merupakan sistem pertanian yang dijalankan nenek moyang kita dulu sebelum penemuan banyak bahan-bahan pertanian buatan diciptakan. Teknologi ramah lingkungan ini sendiri merupakan cerminan penghargaan tinggi masyarakat dulu pada alam yang memberikan mereka penghidupan yang artinya harus dijaga, dihormati, dan digunakan secara bijaksana.

Menurut Las et al. (2006), berdasarkan pengembangan pertanian organik (dan penggunaan pupuk organik) dibedakan atas dua pemahaman umum. Pertama, pertanian organik “absolut” (POA) sebagai sistem pertanian yang sama sekali tidak menggunakan input kimia anorganik, hanya menggunakan bahan alami berupa bahan organik atau pupuk organik. Sasaran utamanya adalah menghasilkan produk dan lingkungan (tanah dan air) yang bersih dan sehat (ecolabeling attributes). Kedua, pertanian organik “rasional” (POR) atau pertanian semiorganik

7


(30)

12

sebagai sistem pertanian yang menggunakan bahan organik sebagai salah satu masukan yang berfungsi sebagai pembenah tanah dan suplemen pupuk buatan (kimia anorganik). Pestisida dan herbisida digunakan secara selektif dan terbatas, atau menggunakan biopeptisida. Landasan utamanya adalah sistem pertanian modern yang mengutamakan produktivitas, efisiensi sistem produksi, keamanan, serta kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.

Menurut Daryanto dalam Winangun (2005), pertanian organik merupakan sistem dengan ciri utama bekerja selaras dengan alam untuk mencukupi kebutuhan pangan sehat bagi umat manusia. Pertanian organik dirancang menjadi sebuah sistem usahatani yang mengikuti prinsip-prinsip alam dalam membangun keseimbangan agroekosistem agar bermanfaat bagi tanah, air, udara, tanaman, dan seluruh makhluk hidup yg ada (termasuk organisme pengganggu) serta menyediakan bahan pangan yang sehat untuk manusia.

Menurut dokumen BSN SNI 01-6729-2002 dalam Saragih (2008), pertanian organik adalah istilah pelabelan yang menyatakan bahwa suatu produk telah diproduksi sesuai standar produksi organik dan disertifikasi oleh otoritas atau lembaga sertifikasi resmi. Standar yang dimaksud adalah standar proses produksi. Untuk mendapatkan sertifikat organik tidaklah mudah. Oleh karena itu pemerintah Indonesia menetapkan draft empat jenis label yang menggambarkan tingkat keorganikan dari suatu sistem produksi. Label-label tersebut adalah sebagai berikut:

1. Label biru; label ini mengindikasikan bahwa proses produksi yang dilakukan sudah bebas dari pestisida sintetik.


(31)

13

2. Label kuning; label ini mengindikasikan bahwa proses produksi sedang mengalami masa transisi dari cara bertani yang selama ini menggunakan bahan kimia sintetik ke cara bertani yang tidak menggunakan sama sekali bahan kimia sintetik.

3. Label hijau organik; label ini mengindikasikan bahwa proses produksi sudah setara dengan standar SNI.

4. Label hijau organically grown; label ini mengindikasikan produk pertanian yang tumbuh secara organik dengan sendirinya.

2.1.2. Kendala Pertanian Organik

Menurut Susanto (2002), petanian organik masih sering dianggap sebagai pertanian yang memerlukan biaya mahal, tenaga kerja yang banyak, kembali pada sistem tradisional, serta hasil produksi yang rendah. Pemahaman tersebut adalah keliru yang sering dinilai oleh masyarakat maupun petani. Beberapa kendala mengenai pertanian organik, yaitu ketersediaan bahan organik terbatas dan takarannya harus banyak, menghadapi persaingan dengan kepentingan lain dalam memperoleh sisa pertanaman dan limbah organik, dan tidak adanya nilai tambah dari harga produk pertanian organik.

2.1.3. Tujuan Pertanian Organik

Menurut IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movements) dalam Winangun (2005), tujuan yang hendak dicapai dari pertanian organik antara lain:

1. Menghasilkan bahan pangan dengan kualitas nutrisi tinggi serta dalam jumlah cukup


(32)

14

2. Melaksanakan interaksi efektif dengan sistem dan daur alamiah yang mendukung semua bentuk kehidupan yang ada.

3. Mendorong serta meningkatkan daur ulang dalam sistem usaha tani dengan mengaktifkan kehidupan jasa renik,tanah, flora, dan fauna.

4. Memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan.

5. Menggunakan sebanyak mungkin sumber-sumber terbaharui yang berasal dari sistem usaha tani itu sendiri.

6. Memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didaur ulang baik di dalam maupun di luar usaha tani.

7. Menciptakan keadaan yang memungkinkan ternak hidup sesuai dengan perilakunya yang hakiki.

8. Membatasi terjadinya semua bentuk pencemaran lingkungan yang mungkin dihasilkan oleh kegiatan pertanian.

9. Mempertahankan keanekaragaman hayati termasuk pelestarian habitat tanaman dan hewan.

10.Mempertimbangkan dampak yang lebih luas dari kegiatan usaha tani terhadap kondisi fisik dan sosial.

2.1.4. Kegunaan Pertanian Organik

Menurut Susanto (2002), kegunaan pertanian organik pada dasarnya adalah meniadakan atau membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya kimiawi. Pertanian organik dapat menghemat penggunaan hara tanah, sehingga dapat memperpanjang umur produktif tanah. Selain itu, pertanian organik juga dapat memelihara ekosistem tanah karena tidak membahayakan flora dan fauna tanah, bahkan dapat menyehatkannya. Serta


(33)

15

pertanian organik tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, khususnya pencemaran sumberdaya air, karena zat-zat kimia yang terkandung berkadar rendah dan berbentuk senyawa yang mudah larut.

2.2. Pupuk Organik

Pupuk organik merupakan salah satu bahan organik penyusun dalam usahatani padi semiorganik di Desa Ciburuy. Pada tinjauan pustaka dapat dilihat pengertian pupuk organik, dan macam-macam pupuk organik.

2.2.1. Pengertian Pupuk Organik

Menurut Yuliarti (2009) pupuk organik merupakan hasil akhir dari peruraian bagian-bagian atau sisa-sisa (serasah) tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano, tepung tulang dan lain sebagainya. Pupuk organik dapat menggemburkan lapisan permukaan tanah (top soil), meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air, yang oleh karenanya kesuburan tanah menjadi meningkat. Agar disebut pupuk organik, pupuk yang dibuat dari bahan alami itu harus memenuhi berbagai persyaratan, diantaranya :

1. Zat N atau zat lemasnya harus terdapat dalam bentuk senyawa organik yang dapat dengan mudah diserap oleh tanaman.

2. Pupuk tersebut tidak meninggalkan sisa asam organik di dalam tanah.

3. Pupuk tersebut mempunyai kadar senyawa C organik yang tinggi seperti hidrat arang.

Menurut Sutanto (2002), pengertian lain pupuk organik adalah bahan pembenah tanah yang paling baik dibanding bahan pembenah lainnya. Nilai pupuk yang dikandung pupuk organik pada umumnya rendah dan sangat


(34)

16

bervariasi, misalkan unsur nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) tetapi juga mengandung unsur mikro esensial lainnya. Karakteristik umum yang dimiliki pupuk organik antara lain: (i) kandungan unsur hara rendah dan sangat bervariasi, (ii) penyediaan hara terjadi secara lambat, (iii) menyediakan hara dalam jumlah terbatas.

Menurut International Organization for Standardization (ISO) bahwa pupuk organik adalah bahan organik atau bahan karbon, pada umumnya berasal dari tumbuhan dan/atau hewan, ditambahkan ke dalam tanah secara spesifik sebagai sumber hara, pada umumnya mengandung nitrogen yang berasal dari tumbuhan dan/atau hewan. Menurut Asociation of America Plant Food Control Officials (AAPFCO) mendefinisikan pupuk organik sebagai pupuk yang mengandung karbon sebagai komponen esensial (tetapi tidak dalam bentuk karbonat) dan istilah tersebut sebetulnya juga berasal dari senyawa karbon yang dikandung organism (termasuk senyawa karbon sintetik).

2.2.2. Macam-Macam Pupuk Organik

Pupuk organik terbuat dari berbagai macam bahan, seperti sampah organik (sayur-sayuran), kotoran hewan ternak, serta bahan-bahan organik lainnya. Pada dasarnya pupuk organik dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu (Yuliarti, 2009): 1. Pupuk Kandang

Pupuk kandang dibedakan menjadi pupuk kandang yang segar dan pupuk kandang yang busuk. Pupuk kandang segar merupakan kotoran hewan yang baru saja keluar dari tubuh hewan. Sedangkan pupuk kandang busuk merupakan pupuk kandang yang telah lama disimpan di suatu tempat sehingga mengalami pembusukan.


(35)

17

2. Pupuk Hijau

Pupuk hijau dibuat dari tanaman atau bagian tanaman yang masih muda, kemudian dibenamkan ke dalam tanah dengan maksud agar dapat meningkatkan ketersediaan bahan organik dan unsur hara bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

3. Kompos

Kompos merupakan hasil akhir suatu proses fermentasi tumpukan sampah, serasah tanaman atau bangkai binatang. Ciri-ciri kompos yang baik adalah berwarna coklat, berstruktur remah, berkonsistensi gembur dan berbau daun lapuk.

Menurut Djuarnani (2005), pupuk organik memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pupuk anorganik. Berikut ini merupakan beberapa perbedaan antara pupuk organik (kompos) dan pupuk anorganik:

Tabel 4. Perbedaan Sifat Pupuk Organik (Kompos) dan Pupuk Anorganik

No Sifat Pupuk Organik atau Kompos Sifat Pupuk Anorganik

1. Mengandung unsur hara makro dan mikro yang lengkap walaupun jumlahnya sedikit.

Hanya mengandung satu atau beberapa unsur hara tetapi dalam jumlah banyak. 2. Dapat memperbaiki struktur tanah. Tidak dapat memperbaiki struktur tanah

tetapi justru penggunaan dalam jangka waktu panjang dapat membuat tanah menjadi keras.

3. Beberapa tanaman yang menggunakan kompos lebih tahan terhadap serangan penyakit dan menurunkan aktivitas mikroorganisme tanah yang merugikan.

Sering membuat tanaman manja sehingga rentan terhadap penyakit.

Sumber: Djuarnani (2005) 2.3. Pestisida

2.3.1. Pengertian Pestisida

Menurut Kardinan (2002), secara luas pestisida diartikan sebagai suatu zat yang dapat bersifat racun, menghambat pertumbuhan atau perkembangan, tingkah


(36)

18

laku, perkembangbiakan, kesehatan, mempengaruhi hormone, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak, dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Menurut tata bahasa pestisida (inggris: pesticide) secara harfiah berarti pembunuh hama (pest: hama; cide: membunuh), sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No. 7/1993, pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:

1. Mengendalikan atau mencegah hama atau penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman, atau hasil pertanian;

2. Mengendalikan rerumputan;

3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan;

4. Mengendalikan atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan atau ternak;

5. Mengendalikan hama-hama air;

6. Mengendalikan atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi, dengan penggunaan pada tanaman, tanah, dan air.

2.3.2. Jenis-Jenis Pestisida

Berdasarkan kegunaannya, Ekha (1991), pestisida dibedakan menjadi : 1. Insektisida, yaitu zat atau senyawa kimia yang digunakan untuk mematikan

atau membarantas serangga.

2. Acarisida, yaitu untuk memberantas tungau.

3. Nematosida, yaitu obat untuk memberantas cacing nematoda. 4. Fungisida, yaitu obat pembarentas jamur atau cendawan.


(37)

19

5. Herbisida, yaitu obat pemberantas rumput dan gulma. 6. Ovisida, yaitu obat pemberantas telur serangga. 7. Larvasida, yaitu obat pemberantas larva.

8. Rodentisida, yaitu obat pemberantas hewan perusak, pengerat/tikus. 9. Algisida, yaitu obat pembarantas algae.

10.Molluscisida, yaitu obat pemberantas hewan-hewan mollusca, seperti siput. Jika dilihat dari cara kerja pestisida dalam membunuh hama dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu:

1. Racun perut

Insektisida atau pestisida yang termasuk golongan ini pada umumnya dipakai untuk membasmi serangga-serangga pengunyah, penjilat, dan penggigit. Daya bunuhnya melalui perut.

2. Racun kontak

Serangga yang mempunyai bagian mulut untuk menggigit dan mengambil makanannya dari bawah permukaan daun atau bagian tanaman lainnya dan tidak terkena racun yang disemprotkan atau ditebarkan pada permukaannya, harus dihadapi dengan racun kontak. Jenis ini membunuh hewan sasaran dengan masuk ke dalam tubuh melalui kulit, menembus saluran darah, atau dengan melalui saluran pernafasan. Racun jenis ini dapat digunakan dalam bentuk cairan atau tepung.

3. Racun gas

Jenis racun yang disebut juga dengan fumigant ini digunakan terbatas pada ruangan-ruangan tertutup.


(38)

20 2.3.3. Resiko Penggunaan Pestisida Pertanian

Meskipun sebelum diproduksi secara komersial telah menjalani pengujian yang sangat ketat perihal syarat-syarat keselamatannya, namun karena bersifat bioaktif, maka pestisida tetap merupakan racun (Djojosumarto, 2008). Berikut merupakan keseluruhan resiko penggunaan pestisida dalam pertanian.

1. Resiko Bagi Keselamatan Pengguna

Resiko bagi keselamatan pengguna adalah kontaminasi pestisida secara langsung, yang dapat mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis. Keracunan akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah, dan sebagainya, seperti iritasi kulit.

Keracunan pestisida yang akut berat dapat menyebabkan penderita tidak sadarkan diri, kejang-kejang, bahkan meninggal dunia. Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa, tetapi dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan pestisida, meskipun tidak mudah dibuktikan dengan pasti dan meyakinkan, adalah kanker, gangguan syaraf, fungsi hati dan ginjal, gangguan pernapasan, keguguran, cacat pada bayi, dan sebagainya.

2. Resiko Bagi Konsumen

Resiko bagi konsumen adalah keracunan residu (sisa-sisa) pestisida yang terdapat dalam produk pertanian. Resiko bagi konsumen dapat berupa keracunan langsung karena memakan produk pertanian yang tercemar pestisida atau lewat rantai makanan. Meskipun bukan tidak mungkin konsumen menderita keracunan akut, tetapi resiko bagi konsumen umumnya


(39)

21

dalam bentuk keracunan kronis, tidak segera terasa, dan dalam jangka panjang mungkin menyebabkan gangguan kesehatan.

3. Resiko Bagi Lingkungan

Resiko penggunaan pestisida terhadap lingkungan dapat digolongkan menjadi tiga kelompok sebagai berikut:

a. Resiko bagi orang, hewan, atau tumbuhan yang berada ditempat, atau di sekitar tempat pestisida digunakan. Drift pestisida, misalnya, dapat terbang oleh angin dan mengenai orang yang kebetulan lewat. Pestisida dapat meracuni hewan ternak yang masuk ke kebun yang sudah disemprot pestisida.

b. Bagi lingkungan umum, pestisida dapat menyebabkan pencemaran lingkungan (tanah, udara, dan air) dengan segala akibatnya, misalnya kematian hewan nontarget, penyederhanaan rantai makanan alami, penyederhanaan keanekaragaman hayati, dan sebagainya.

c. Khusus pada lingkungan pertanian (agroekosistem), penggunaan pestisida pertanian dapat menyebabkan hal-hal berikut:

1) Menurunnya kepekaan hama, penyebab penyakit, dan gulma terhadap pestisida tertentu yang berpuncak pada kekebalan (resistensi) hama, penyakit, dan gulma terhadap pestisida.

2) Resurjensi hama, yakni fenomena meningkatnya serangan hama tertentu sesudah perlakuan dengan insektisida. Mekanisme resurjensi ini belum diterangkan dengan jelas, tetapi dugaan mengarah pada menurunnya populasi musuh alami hama.


(40)

22

3) Timbulnya hama yang selama ini tidak penting. Timbulnya hama sekunder akibat aplikasi pestisida belum banyak diteliti di Indonesia. 4) Terbunuhnya musuh alami hama.

5) Perubahan flora, misalnya penggunaan herbisida secara terus menerus untuk mengendalikan gulma daun lebar akan merangsang perkembangan gulma daun sempit (rumput).

6) Meracuni tanaman bila salah menggunakannya. 2.4. Gambaran Umum Beras

Menurut Dewi (2011), beras adalah gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan penggiling serta penyosoh. Gabah yang hanya terkupas bagian kulit luarnya disebut beras pecah kulit, sedangkan beras pecah kulit yang seluruh atau sebagian dari kulit arinya telah dipisahkan dalam proses penyosohan, disebut beras giling. Tujuan penggilingan dan penyosohan beras adalah untuk memisahkan sekam, kulit ari, katul, dan lembaga dari endosperm beras, meningkatkan derajat putih dan kilap beras, menghilangkan kotoran dan benda asing, serta sedapat mungkin meminimalkan terjadinya beras patah pada produk akhir. Menurut Siregar (1981), sebagian bagian beras terbesar didominasi oleh pati (sekitar 80-85 persen). Beras juga mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air. Pati beras tersusun dari dua polimer karbohidrat, yaitu:

1. Amilosa, pati dengan struktur tidak bercabang.

2. Amilopektin, pati dengan struktur bercabang dan cenderung bersifat lengket. Perbandingan komposisi kedua golongan pati ini sangat menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera).


(41)

23

Ketan hampir sepenuhnya didominasi oleh amilopektin sehingga sangat lekat, sementara beras pera memiliki kandungan amilosa melebihi 20 persen yang membuat butiran nasinya terpencar-pencar (tidak berlekatan) dan keras.

Warna beras yang berbeda-beda diatur secara genetik, ini dikarenakan akibat perbedaan gen yang mengatur warna aleuron, warna endospermia, dan komposisi pati pada endospermia. Macam dan warna beras dapat dikategorikan sebagai berikut8:

1. Beras putih yang berwarna putih agak transparan karena hanya memiliki sedikit aleuron, dan kandungan amilosa umumnya sekitar 20 persen, dan kandungan amilosa umumnya sekitar 20 persen.

2. Beras merah, akibat aleuronnya mengandung gen yang memproduksi antosianin yang merupakan sumber warna merah atau ungu.

3. Beras hitam, sangat langka, disebabkan aleuron dan endospermia memproduksi antosianin dengan intensitas tinggi sehingga berwarna ungu pekat mendekati hitam.

4. Ketan (atau beras ketan), berwarna putih, tidak transparan, seluruh atau hampir seluruh patinya merupakan amilopektin.

5. Ketan hitam, merupakan versi ketan dari beras hitam.

Beberapa jenis beras mengeluarkan aroma wangi bila ditanak (misalnya Cianjur Pandan wangi atau Rojolele). Bau ini disebabkan beras melepaskan senyawa aromatik yang memberikan efek wangi. Sifat ini diatur secara genetik dan menjadi objek rekayasa genetika beras.

8


(42)

24

Pada aspek pangan, beras dimanfaatkan terutama untuk diolah menjadi nasi, makanan pokok terpenting warga dunia, khususnya Indonesia. Beras juga digunakan sebagai bahan pembuat berbagai macam makanan dan kue-kue, utamanya dari ketan, termasuk pula untuk dijadikan tape. Selain itu, beras merupakan komponen penting bagi jamu beras kencur dan param. Minuman yang populer dari olahan beras adalah arak dan air tajin. Dalam bidang industri pangan, beras diolah menjadi tepung beras. Sosohan beras (lapisan aleuron), yang memiliki kandungan gizi tinggi, diolah menjadi tepung bekatul (rice bran). Bagian embrio juga diolah menjadi suplemen makanan dengan sebutan tepung mata beras.

Kekurangan tiamin dapat mengganggu sistem saraf dan jantung, dalam keadaan berat dinamakan beri-beri, dengan gejala awal nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, sembelit, mudah lelah, kesemutan, jantung berdebar, dan refleks berkurang. Unsur gizi lain yang terdapat pada beras merah adalah fosfor (243 mg per 100 gr bahan) dan selenium. Selenium merupakan elemen kelumit (trace element) yang merupakan bagian esensial dari enzim glutation peroksidase. Enzim ini berperan sebagai katalisator dalam pemecahan peroksida menjadi ikatan yang tidak bersifat toksik. Peroksida dapat berubah menjadi radikal bebas yang mampu mengoksidasi asam lemak tidak jenuh dalam membran sel hingga merusak membran tersebut, menyebabkan kanker, dan penyakit degeneratif lainnya. Menurut banyak pakar bahan ini memiliki potensi untuk mencegah penyakit kanker dan penyakit degeneratif lain


(43)

25 2.5. Beras SAE (Sehat, Aman, dan Enak)

Beras sebagai makanan pokok utama orang Indonesia yang dikonsumsi sehari-hari berpotensi mengandung residu pestisida berbahaya. Menurut hasil analisa laboratorium menunjukkan bahwa sebagian beras yang dihasilkan Pantura-Jawa Barat telah tercemar lima jenis residu insektisida berbahaya, yaitu Kloriporifos, Lindan, Endosulfan, BPMC, dan karbofuran dengan residu yang telah melebihi batas aman. Residu pestisida kimia tersebut akan terakumulasikan di dalam tubuh dan dapat membahayakan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa residu pestisida yang terakumulasi akan menyebabkan beberapa penyakit, antara lain kanker, penurunan kesuburan, gangguan fungsi syaraf, kerusakan hati, ginjal, dan paru-paru.

Beras “SAE” merupakan beras yang diproduksi dengan teknologi ramah

lingkungan. Beras SAE (Sehat Aman Enak) dinyatakan bebas pestisida berdasarkan uji laboratorium BB BIOGEN BOGOR No. 080/LB/VII/2006. Merek terdaftar No. DOO 2007005776 Dinas Kesehatan Bogor P-IRT No. 215320119. Beras SAE diproduksi dengan menggunakan teknologi pertanian yang ramah lingkungan. Beras SAE bebas residu pestisida golongan Organoklorin, Organophospate, Karbanet, dan Piretoid. Beras SAE memiliki karakteristik yang khas yaitu memiliki warna nasi yang putih, pulen, dan wangi.

2.6. Kajian Penelitian Terdahulu

Kajian penelitian terdahulu adalah beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini. Kajian penelitian terdahulu dibagi menjadi dua, yaitu penelitian terdahulu mengenai keunggulan komparatif dan kompetitif serta penelitian terdahulu mengenai padi semiorganik.


(44)

26 2.6.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Keunggulan Komparatif & Kompetitif

Mantau (2009) meneliti tentang analisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jagung dan padi di Kabupaten Bolaang Mongondow Propinsi Sulawesi Utara. Hasil penelitian ini menunjukkan profitabilitas privat usahatani jagung dan padi masing-masing sebesar Rp 218.926 dan Rp 3.870.106, sedangkan profitabilitas sosial masing-masing sebesar Rp 3.045.938 dan Rp 3.446.567 per dua musim. Berdasarkan nilai PCR dapat dikemukakan bahwa usahatani jagung memerlukan 0,97 satuan untuk dapat bersaing dengan usahatani padi yang hanya memerlukan tambahan biaya faktor domestik pada harga privat sebesar 0,69 satuan. Nilai DRC usahatani jagung menunjukkan bahwa setiap US$ 1,00 yang dibutuhkan untuk mengimpor produk tersebut, hanya membutuhkan biaya domestik sebesar US$ 0,65, artinya untuk memenuhi kebutuhan domestik, maka komoditas jagung sebaiknya di produksi sendiri di Bolaang Mongondow dan tidak perlu didatangkan atau diimpor dari daerah atau negara lain. Demikian halnya dengan usahatani padi yang memiliki nilai DRC sebesar 0,68. Sehingga dapat dikemukakan bahwa kedua komoditas tersebut lebih menguntungkan diproduksi di dalam Kabupaten Bolaang Mongondow daripada mengimpornya.

Septiyorini (2009) meneliti tentang analisis daya saing beras pandan wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengusahaan beras pandan wangi sertifikat dan non-sertifikat di Kabupaten Cianjur dapat memberikan keuntungan finansial dan ekonomi. Hal ini ditunjukkan dari nilai Keuntungan Privat (KP) dan Keuntungan Sosial (KS) bernilai positif. Pengusahaan beras pandan wangi sertifikat mempunyai nilai KP Rp 18.617.492 dan nilai KS Rp 33.449.761. Sedangkan pengusahaan beras


(45)

27

pandan wangi non sertifikat mempunyai nilai KP Rp 13.443.559 dan nilai KS sebesar Rp 24.550.192. Pengusahaan kedua beras pandan wangi tersebut memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif. Hal tersebut terlihat dari nilai Privat Cost Ratio (PCR) dan Domestic Resource Cost (DRC) yang kurang dari satu. Pengusahaan beras pandan wangi sertifikat mempunyai nilai PCR sebesar 0,32 dan nilai DRC sebesar 0,21. Sedangkan untuk beras panda wangi non-sertifikat mempunyai nilai PCR sebesar 0,34 dan nilai DRC sebesar 0,22.

Astriana (2011) meneliti tentang analisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jambu biji di Kecamatan Tanah Sereal, Kota Bogor, Jawa Barat. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa usahatani jambu biji di Kecamatan Tanah Sereal memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Hal ini terlihat dari nilai PP ( keuntungan privat) sebesar 13.333.154 (Rp/Ha) dan SP (keuntungan sosial) sebesar 29.556.434 (Rp/Ha). Selain itu terlihat dari PCR (Rasio Biaya Privat) sebesar 0,488 (kurang dari satu) dan DRC (Biaya Sumberdaya Domestik) sebesar 0,254 (kurang dari satu). Hal tersebut menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan usahatani jambu biji pada tahun 2009 belum memberikan insentif kepada petani jambu biji di Kecamatan Tanah Sereal.

Mastuti (2011) meneliti tentang analisis keunggulan komparatif dan kompetitif usaha pembenihan ikan patin siam di perusahaan Deddy Fish Farm. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa usaha pembenihan ikan patin Deddy Fish Farm memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif baik pada tahun 2008 dan 2009. Hal ini terlihat dari keuntungan privat (PP) pada tahun 2008 sebesar Rp 64.494.080 dan pada tahun 2009 sebesar Rp 53.264.680 yang bernilai


(46)

28

positif. Lalu pada keuntungan sosial (SP) pada tahun 2008 sebesar Rp 61.991.489 dan pada tahun 2009 sebesar Rp 57.633.122 yang berniali positif. Selain itu terlihat dari rasio biaya privat (PCR) pada tahun 2008 sebesar 0,548 dan tahun 2009 sebesar 0,597 yang kurang dari satu. Kemudian untuk nilai biaya sumberdaya domestic (DRC) pada tahun 2008 sebesar 0,567 dan tahun 2009 sebesar 0,572 yang kurang dari satu. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah berjalan efektif sehingga keunggulan kompetitif lebih tinggi daripada keunggulan komparatif.

2.6.2. Penelitian Terdahulu Mengenai Padi Semiorganik

Gultom (2011) meneliti tentang analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi sehat (studi kasus: Gapoktan Silih Asih di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong, Bogor). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usahatani padi sehat ini menguntungkan dan layak diusahakan. Hal ini ditunjukkan dari pendapatan bersih rata-rata sebesar Rp 2.405.039,56 dgn R/C biaya tunai dan R/C biaya total sebesar 2,10 dan 1,22. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi adalah pupuk kompos, pupuk urea, pupuk phonska, pestisida nabati, sedangkan faktor produksi benih dan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata baik pada selang kepercayaan 85 persen dan 95 persen.

Sari (2011) meneliti tentang analisis ekonomi usahatani padi semiorganik dan anorganik pada petani penggarap (studi kasus: Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usahatani padi semiorganik lebih layak dijalankan dibandingkan anorganik karena menghasilkan NPV dan gross B/C ratio yang


(47)

29

lebih tinggi. Total biaya rata-rata per hektar dan per kilogram output per musim tanam usahatani padi semiorganik lebih tinggi dibandingkan usahatani padi anorganik, biaya tertinggi untuk kedua usahatani yaitu bagi hasil. Pendapatan rata-rata dan R/C ratio yang dihasilkan menyimpulkan bahwa usahatani padi semi organik akan menghasilkan nilai yang lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik, maka usahatani padi semi organik lebih menguntungkan untuk dijalankan. Hasil uji nilai tengah dengan SPSS 16 pada pendapatan usahatani padi semiorganik dan anorganik menyatakan bahwa pendapatan kedua usahatani berbeda nyata secara statistik. Analisis regresi logistik mengenai faktor-faktor yang mendorong petani untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia diperoleh hasil bahwa yang secara nyata mempengaruhi keputusan adalah informasi pada taraf nyata lima persen. Sedangkan, variabel yang tidak signifikan yaitu pendidikan, luas lahan, umur, pendapatan, dan biaya pupuk.

Penelitian ini memiliki persamaan dan juga perbedaan dibandingkan dengan penelitian terdahulu. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Mantau (2009), Septiyorini (2009), Astriana (2011), dan Mastuti (2011) adalah metode pengolahan data menggunakan Policy Analysis Matrix (PAM) untuk melihat keunggulan komparatif dan kompetitif serta dampak kebijakan pemerintah pada suatu usahatani. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Gultom (2011) adalah metode pengolahan menggunakan analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, dengan bantuan software Microsoft Excel dan Minitab versi 14 for windows. Perbedaan dengan penelitian Sari (2011) adalah menggunakan metode pengolahan analisis kelayakan usahatani, analisis pendapatan, dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani


(48)

30

dengan bantuan sofwate Microsoft Excel, SPSS 16, dan Minitab Release 14. Penjelasan lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Persamaan dan Perbedaan antara Penelitian “Analisis Keunggulan

Komparatif dan Kompetitif Usahatani Padi Semiorganik di Desa Ciburuy, Kec. Cigombong, Kab. Bogor” dengan Penelitian Sebelumnya

Penelitian Sebelumnya Persamaan Perbedaan

Mantau (2009) Metode pengolahan data

menggunakan PAM, melihat dampak kebijakan pemerintah, komoditas yang diteliti yaitu padi.

Pemilihan lokasi penelitian

Septiyorini (2009) Metode pengolahan data

menggunakan PAM, dan melihat dampak kebijakan pemerintah, komoditas yang diteliti yaitu beras.

Pemilihan lokasi penelitian

Astriana (2011) Metode pengolahan data

menggunakan PAM, dan melihat dampak kebijakan pemerintah

Komoditas yang diteliti, pemilihan lokasi penelitian

Mastuti (2011) Metode pengolahan data

menggunakan PAM, dan melihat dampak kebijakan pemerintah

Komoditas yang diteliti, pemilihan lokasi penelitian

Gultom (2011) Komoditas yang diteliti,

pemilihan lokasi penelitian

Metode yang digunakan, yaitu analisis pendapatan, serta faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi suatu usahatani, dengan bantuan software Minitab 14

Sari (2011) Komoditas yang diteliti,

pemilihan lokasi penelitian

Metode yang digunakan yaitu analisis kelayakan usahatani, analisis pendapatan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi, dengan bantuan software SPSS 16 dan Minitab 14


(49)

31 III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang teori-teori dan konsep yang berkaitan dengan penelitian analisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani padi semiorganik. Kerangka teoritis terdiri dari konsep daya saing, keunggulan komparatif dan kompetitif, Policy Analysis Matrix, dan analisis sensitivitas.

3.1.1. Konsep Daya Saing

Perdagangan internasional pada dasarnya merupakan perdagangan yang terjadi antara suatu negara tertentu dengan negara lainnya. Perdagangan internasional berlangsung atas dasar saling percaya dan saling menguntungkan, mulai dari barter hingga transaksi jual beli antara para pedagang dari negara lainnya. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan suatu negara melakukan perdagangan internasional. Pertama, yakni adanya keragamaan sumberdaya alam yang dimiliki oleh suatu negara. Hal ini berhubungan dengan faktor-faktor secara alamiah dimiliki oleh suatu negara tertentu. Kedua, yakni adanya keragaman sumberdaya modal yang dimiliki oleh suatu negara. Hal ini berhubungan dengan input suatu produksi. Ketiga, yakni adanya keragaman tenaga kerja yang dimiliki oleh suatu negara. Hal ini terkait dengan kemampuan (skill) yang dimiliki tenaga kerja disuatu negara. Keempat, yakni perbedaan teknologi yang dimiliki oleh suatu negara (Halwani, 2002).

Daya saing adalah konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu yang cukup baik dan biaya produksi yang cukup rendah, sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar


(50)

32

internasional, komoditi tersebut diproduksi dan dipasarkan oleh produsen dengan perolehan laba yang mencukupi, sehingga hal ini dapat mempertahankan kelanjutan biaya produksinya (Simanjuntak, 1992). Menurut Kuraisin dalam Dewanata (2011), menyebutkan bahwa pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditi adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dalam pengusahaan komoditas tersebut. Keuntungan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu keuntungan privat dan keuntungan sosial. Sementara itu, efisiensi pengusahaan suatu komoditas dapat dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.

3.1.2. Keunggulan Komparatif

Konsep keunggulan komparatif pertama kali diperkenalkan oleh David Ricardo pada awal abad ke 19. Ricardo mengungkapkan hukum keunggulan komparatif, yaitu bahwa setiap negara memiliki keunggulan komparatif dalam sesuatu dan memperoleh manfaat dengan memperdagangkannya untuk ditukar dengan barang yang lain. Kelemahan pada teori keunggulan komparatif yaitu keunggulan komparatif hanya didasarkan pada perbedaan produktivitas setiap tenaga kerja saja, padahal masih banyak faktor yang mempengaruhi seperti teknologi, modal, tanah, dan sumberdaya lainnya (Lindert dan Kindleberger, 1995).

Pada tahun 1936, hukum keunggulan komparatif disempurnakan dengan teori biaya imbangan (Opportunity Cost Theory) yang dikemukakan oleh Haberler. Menurut teori biaya imbangan, biaya sebuah komoditi adalah jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumberdaya yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan komoditi pertama, artinya negara


(51)

33

memiliki biaya imbangan lebih rendah dalam memproduksi sebuah komoditi akan memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi tersebut dan memiliki kerugian komparatif dalam komoditi kedua (Salvatore, 1997).

Teori keunggulan komparatif yang lebih modern dikemukakan oleh Hecksler dan Ohlin yang diberi nama dengan teori Hecksler-Ohlin. Teori tersebut menyatakan bahwa setiap negara akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang banyak menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dalam jumlah dan berharga relatif murah, serta mengimpor komoditi yang banyak menyerap faktor produksi yang di negara itu relatif langka dan mahal (Salvatore, 1997)

Menurut Soekartawi et. al (1985) ada beberapa faktor yang dapat mengubah keunggulan komparatif, yang penting diantaranya adalah:

1. Pengembangan pola usahatani baru atau perbaikan teknologi.

2. Perubahan biaya produksi dan harga relatif berbagai komoditi usahatani. 3. Perubahan biaya angkutan seperti yang terjadi bila jalan diperbaiki atau rusak. 4. Perbaikan kualitas lahan karena drainase, irigasi, dan sebagainya.

5. Pengembangan produk substitusi yang lebih murah.

Keunggulan komparatif akan menjadi ukuran daya saing, apabila perekonomian tidak mengalami gangguan atau distorsi. Seperti yang telah disebutkan, bahwa keunggulan komparatif akan menjadi tolak ukur daya saing komoditas tertentu dari segi efisiensi. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dapat dikatakan komoditas tersebut telah mencapai efisiensi secara ekonomi. Oleh karena itu keunggulan komparatif terkait dengan kelayakan secara ekonomi. Artinya kelayakan ekonomi menilai aktivitas ekonomi bagi masyarakat


(52)

34

secara general atau menyeluruh, tanpa melihat siapa yang terlibat dalam aktivitas tersebut (Dewanata, 2011).

3.1.3. Keunggulan Kompetitif

Keunggulan komparatif disebutkan akan menjadi ukuran daya saing suatu komoditas dimana jika diasumsikan perekonomian tidak mengalami gangguan atau distorsi sama sekali, namun tidak ada yang menemukan kondisi perekonomian yang tidak mengalami gangguan atau distorsi, contohnya Indonesia sebagai negara berkembang. Oleh karena itu, dalam perkembangannya konsep yang sesuai dengan untuk mengukur kelayakan finansial menggunakan konsep keunggulan kompetitif. Konsep keunggulan kompetitif dapat mengukur manfaat yang diterima oleh pihak-pihak yang terlibat langsung dalam kegiatan ekonomi (Dewanata, 2011).

Michael E. Porter dalam bukunya yang terkenal, The Competitive Advantage of Nation, 1990 mengemukakan tentang tidak adanya korelasi langsung antara dua faktor produksi (sumberdaya alam dan sumberdaya manusia) yang dimiliki oleh suatu negara, yang dimanfaatkan menjadi keunggulan daya saing dalam perdagangan internasional. Hasil akhir Porter menyebutkan bahwa peran pemerintah sangat mendukung dalam peningkatan daya saing selain faktor produksi yang tersedia (Halwani, 2002).

Porter lalu mengungkapkan ada empat atribut yang menentukan dalam suatu negara apabila ingin sukses dalam perdagangan internasional. Keempat atribut tersebut adalah (Halwani, 2002) :


(1)

125 Lampiran 11. Harga Privat dan Sosial Input-Output Petani Penggarap Pada

Usahatani Padi Semiorganik di Desa Ciburuy

Input Satuan Privat Sosial

Input Tradable

Urea Rp/Kg 2.086,28 3.743,44

TSP Rp/Kg 2.491,67 4.923,88

NPK Rp/Kg 3.071,43 2.811,34

KCL Rp/Kg 3.000 3.925,84

Faktor Domestik

Benih Rp/Kg 6.906,98 8.742,32

Pupuk Organik

Pupuk Kompos/Jerami Rp/Kg 154,57 154,57

Pupuk Kandang Rp/Kg 1.000 1.000

Obat-obatan

Pestisida Nabati Rp/ Liter 26.000 26.000

Biaya Lainnya

Pengairan Rp/MT 34.338,24 34.338,24

Pinjaman Rp/MT 35.985,19 35.985,19

Pajak (PBB) Rp/MT

Sewa Lahan Rp/MT - 2.038.025,08

Sewa Traktor Rp/hari 150.000 150.000

Sewa Kerbau Rp/hari 70.909,09 70.909,09

Panen Rp/Kg 283,72 283,72

Biaya Peralatan

1. Cangkul Rp/Unit 5.434,21 5.434,21

2. Parang Rp/Unit 4.037,04 4.037,04

3. Arit Rp/Unit 4.280,37 4,280.37

4. Sorong Rp/Unit 6.000 6.000

5. Garok Rp/Unit 6.000 6.000

Tenaga Kerja

Pria Rp/HOK 26.283,33 26.283,33

Wanita Rp/HOK 19.783,33 19.783,33

Output

Padi Semi-organik Rp/Kg 2.800 3.544,03


(2)

126 Lampiran 12. Rata-rata Penggunaan Input Petani Penyewa Usahatani Padi

Semiorganik di Desa Ciburuy Per Hektar Per Musim Tanam No Uraian Jumlah Satuan Harga (Rp) Nilai (Rp/Ha)

1 Benih 40,61 Kg 7.050 286.291,80

2 Pupuk Anorganik

Urea 16,78 Kg 2.005,26 328.425,23

TSP 66,29 Kg 2.706,67 179.429,65

NPK 94,04 Kg 3.333,33 313.468,01

KCL 29 Kg 2.916,67 85.474,54

3 Pupuk Organik

Pupuk Kompos/Jerami 8.987,08 Kg 97,07 872.407,02 Pupuk Kandang 907,69 Kg 1.000 907.693,82 4 Pestisida Nabati 6,83 Liter 12.500 85.416,67 5 Biaya Lainnya

Pengairan 1 MT 30.789,47 30.789,47

Pinjaman 1 MT 73.076,92 73.076,92

Pajak (PBB) - MT - -

Sewa Lahan 1 MT 1.893.384.74 1.893.384,74

Traktor 4,58 hari 150.000 687.716,45

Kerbau 6,62 hari 73.125 483.829,90

Panen 5.991,39 Kg 287,50 1.722.523,89

6 Peralatan Pertanian

Cangkul 1,90 Unit 4.944,44 9.394,44

Parang 1,42 Unit 4.458,33 6.335,53

Arit 1,74 Unit 4.638,30 8.055,99

Sorong 1 Unit 6.000 6.000

Gorok 1 Unit 6.000 6.000

7 Tenaga Kerja*

Pengolahan Lahan 41,81 HOK 26.283,33 1,099,018.81 Persemaian 7,67 HOK 26.283,33 201,529.73 Penanaman 23,22 HOK 26.283,33 610,356.51 Penyiangan 1 13,99 HOK 26.283,33 367,789.02 Penyiangan 2 8,75 HOK 26.283,33 230,091.87 Pemupukan 8,01 HOK 26.283,33 210,450.14 Penyemprotan 5,33 HOK 26.283,33 140,177.78 Sumber : Data Primer, diolah (2012)

*) 1 HOK = 6 jam


(3)

127 Lampiran 13. Harga Privat dan Sosial Input-Output Petani Penyewa Pada

Usahatani Padi Semiorganik di Desa Ciburuy

Input Satuan Privat Sosial

Input Tradable

Urea Rp/Kg 2.005,26 3.743,44

TSP Rp/Kg 2.706,67 4.923,88

NPK Rp/Kg 3.333,33 2.811,34

KCL Rp/Kg 2.916,67 3.925,84

Faktor Domestik

Benih Rp/Kg 7.050 8.797,67

Pupuk Organik

Pupuk Kompos/Jerami Rp/Kg 97,07 97,07 Pupuk Kandang Rp/Kg 1.000 1.000

Obat-obatan

Pestisida Nabati Rp/ Liter 12.500 12.500

Biaya Lainnya

Pengairan Rp/MT 30.789,47 30.789,47 Pinnjaman Rp/MT 73.076,92 73.076,92

Pajak (PBB) Rp/MT

Sewa Lahan Rp/MT 1.893.384,74 2.038.025,08 Sewa Traktor Rp/hari 150.000 150.000 Sewa Kerbau Rp/hari 73.125 73.125 Panen Rp/Kg 287,50 287,50

Biaya Peralatan

1. Cangkul Rp/Unit 4.944,44 4.944,44 2. Parang Rp/Unit 4.458,33 4.458,33 3. Arit Rp/Unit 4.638,30 4.638,30 4. Sorong Rp/Unit 6.000 6.000 5. Garok Rp/Unit 6.000 6.000

Tenaga Kerja

Pria Rp/HOK 26.283,33 26.283,33 Wanita Rp/HOK 19.783,33 19.783,33

Output

Padi Semiorganik Rp/Kg 2.840 3.544,03 Sumber : Data Primer, diolah (2012)


(4)

128 Lampiran 14. Rata-rata Penggunaan Input Petani Pemilik Usahatani Padi

Semiorganik di Desa Ciburuy Per Hektar Per Musim Tanam No Uraian Jumlah Satuan Harga (Rp) Nilai (Rp/Ha)

1 Benih 53,55 Kg 6.566,67 351.671,06

2 Pupuk Anorganik

Urea 132,73 Kg 2.062,67 273.778,07

TSP 80,88 Kg 2.508,33 202.881,37

NPK - Kg - -

KCL 54 Kg 3.083,33 166.646,83

3 Pupuk Organik

Pupuk Kompos/Jerami 8.555,48 Kg 101,83 871.173,81 Pupuk Kandang 1.361,43 Kg 1.000 1.361.428,57 4 Pestisida Nabati 6,29 Liter 32.500 204.285,71 5 Biaya Lainnya

Pengairan 1 MT 42.100 42.100

Pinjaman 1 MT 55.000 55.000

Pajak (PBB) 1 MT 347.738,10 347.738,10

Sewa Lahan 1 MT - -

Traktor 4,44 hari 150.000 666.071,43

Kerbau 7,54 hari 75.000 565.625

Panen 5.703,65 Kg 296,67 1.692.083,07

6 Peralatan Pertanian

Cangkul 2 Unit 4.608,70 9.217,39

Parang 1,62 Unit 4.281,25 6.915,87

Arit 1,46 Unit 4.156,25 6.074,52

Sorong 1 Unit 6.000 6.000

Gorok 1 Unit 6.000 6.000

7 Tenaga Kerja*

Pengolahan Lahan 48,74 HOK 26.283,33 1.281.166,48 Persemaian 8,43 HOK 26.283,33 221.489,23 Penanaman 20,89 HOK 26.283,33 549.066,01 Penyiangan 1 14,99 HOK 26.283,33 394.065,16 Penyiangan 2 11,40 HOK 26.283,33 299.704,65 Pemupukan 9,07 HOK 26.283,33 238.427,38 Penyemprotan 5,86 HOK 26.283,33 153.945,24 Sumber : Data Primer, diolah (2012)

*) 1 HOK = 6 jam


(5)

129 Lampiran 15. Harga Privat dan Sosial Input-Output Petani Pemilik Pada

Usahatani Padi Semiorganik di Desa Ciburuy

Input Satuan Privat Sosial

Input Tradable

Urea Rp/Kg 2.062,67 3.743,44

TSP Rp/Kg 2.508,33 4.923,88

NPK Rp/Kg - -

KCL Rp/Kg 3.083,33 3.925,84

Faktor Domestik

Benih Rp/Kg 6.566,67 8.252,64

Pupuk Organik

Pupuk Kompos/Jerami Rp/Kg 101,83 101,83

Pupuk Kandang Rp/Kg 1.000 1.000

Obat-obatan

Pestisida Nabati Rp/ Liter 32.500 32.500

Biaya Lainnya

Pengairan Rp/MT 42.100 42.100

Pinnjaman Rp/MT 55.000 55.000

Pajak (PBB) Rp/MT 347.738,10 347.738,10

Sewa Lahan Rp/MT - 1.893.384,74

Sewa Traktor Rp/hari 150.000 150.000

Sewa Kerbau Rp/hari 75.000 75.000

Panen Rp/Kg 296,67 296,67

Biaya Peralatan

1. Cangkul Rp/Unit 4.608,70 4.608,70

2. Parang Rp/Unit 4.281,25 4.281,25

3. Arit Rp/Unit 4.156,25 4.156,25

4. Sorong Rp/Unit 6.000 6.000

5. Garok Rp/Unit 6.000 6.000

Tenaga Kerja

Pria Rp/HOK 26.283,33 26.283,33

Wanita Rp/HOK 19.783,33 19.783,33

Output

Padi Semiorganik Rp/Kg 2.820 3.544,03


(6)

130 RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bogor 20 Maret 1990, anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Abdul Latief dan Ibu Chairiyah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Sukamaju I pada tahun 2002, pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2005 di Pondok Pesantren SMP Islam Terpadu AL-GHIFARI Sukabumi, dan pendidikan lanjut menengah atas di SMA Islam Terpadu Nurul Fikri Depok diselesaikan pada tahun 2008.

Penulis diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN pada tahun 2008. Penulis menerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) selama tiga tahun dari tahun 2009-2012. Penulis juga mendapatkan kesempatan mendapatkan beasiswa ERP (Early Recruitment Program) BNI 46 dari tahun 2011-2013.

Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif dalam kegiatan kampus. Penulis pernah mengikuti karya tulis ilmiah PKM-K yang berjudul Inovasi Baru Minuman Baesuk Dengan Menggunakan Rempah-Rempah Warisan Nenek Moyang Indonesia pada tahun 2010. Penulis aktif di BEM FEM IPB kabinet ORASI dan SINERGI. Menjabat sebagai kepala departemen pendidikan pada tahun 2009-2010 dan hubungan eksternal pada tahun 2010-2011. Selain itu penulis juga aktif di BP Himpro REESA pada tahun 2011 sebagai anggota. Penulis juga aktif di beberapa kepanitian kampus, salah satunya di Masa Perkenalan Departemen (MPD) ESL 46 Envirangers tahun 2010 sebagai ketua panitia.