Konsumsi suplemen pada atlet remaja di SMA Ragunan Jakarta

KONSUMSI SUPLEMEN PADA ATLET REMAJA DI SMA
RAGUNAN JAKARTA

MUHAMMAD Q ALIYYAN WIJAYA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Konsumsi Suplemen
pada Atlet Remaja di SMA Ragunan Jakarta adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014
Muhammad Q Aliyyan Wijaya
NIM I14100137

ABSTRAK
MUHAMMAD Q ALIYYAN WIJAYA. Konsumsi Suplemen pada Atlet Remaja
di SMA Ragunan Jakarta. Dibimbing oleh HADI RIYADI.
Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan konsumsi suplemen pada atlet
remaja di SMA Ragunan Jakarta. Desain penelitian ini menggunakan cross
sectional study. Subjek diambil dari siswa SMA Ragunan yang bersedia
mengikuti penelitian dan berada di sekolah saat penelitian dilakukan. Sebanyak
92.4% atlet mengaku mengonsumsi suplemen dalam satu tahun terakhir. Dilihat
dari kategori olahraga, tidak semua atlet dari kategori olahraga sedang dan berat
mengonsumsi suplemen. Namun, atlet dari kategori olahraga ringan dan berat
sekali semuanya mengonsumsi suplemen. Suplemen vitamin, mineral, dan
fitonutrisi dalam bentuk tablet merupakan jenis dan bentuk suplemen yang paling
banyak dikonsumsi. Sebanyak 89% dari atlet mengonsumsi suplemen setiap hari.
Alasan utama atlet mengonsumsi suplemen adalah untuk memenuhi kebutuhan
gizi. Pelatih merupakan sumber infomasi tentang suplemen yang paling banyak
dipilih oleh atlet. Lebih dari 50% atlet mendapatkan suplemen dengan cara diberi.

Hubungan antara jenis kelamin dengan konsumsi suplemen serta hubungan antara
kategori olahraga dan konsumsi suplemen menunjukkan hubungan yang tidak
signifikan. Kategori olahraga dan jumlah suplemen yang dikonsumsi
menunjukkan hubungan positif signifikan (p Rp 1 000 000
Total
Rata-rata ± SD (Rupiah)

Jumlah
n
%
39
49.4
31
39.2
9
11.4
79
100
758 367 ± 915 661


Persentasi Penggunaan Suplemen
Suplemen pada penelitian ini adalah produk yang memiliki nilai gizi dan
atau efek fisiologis yang mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin,
mineral, asam amino atau bahan lain yang berasal dari tumbuhan atau bukan
tumbuhan yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan gizi (BPOM RI 2004).
Sebanyak 73 subjek (92.4%) menjawab pernah mengonsumsi sedikitnya satu
suplemen dalam satu tahun terakhir saat survei dilakukan. Subjek yang
mengonsumsi suplemen terdiri dari 39 (88.6%) subjek laki-laki dan 34 (97.1%)
subjek perempuan. Tabel 3 berisikan penggunaan suplemen berdasarkan jenis
kelamin.
Tabel 3 Sebaran subjek menurut penggunaan suplemen dan jenis kelamin
Konsumsi Suplemen
Ya
Tidak
Total

Laki-laki
n
%
39

88.6
5
11.4
44
100

Perempuan
n
%
34
97.1
1
2.9
35
100

Total
n
%
73

92.4
6
7.6
79
100

10
Berdasarkan jenis kelamin, persentase atlet perempuan lebih banyak yang
mengonsumsi suplemen dibandingkan atlet laki-laki. Hal ini berbeda dengan
penelitian Tian et al. (2009) dan Sato et al. (2012) yang menemukan atlet laki-laki
lebih banyak mengonsumsi suplemen. Namun hasil ini sesuai dengan McDowall
(2007) yang menyatakan bahwa atlet perempuan umumnya lebih banyak
mengonsumsi
suplemen
dibandingkan
dengan
atlet
laki-laki,
denganalasankesehatan, pemulihan dan memenuhi kebutuhan gizi.
Terdapat enam (7.6%) atlet remaja yang tidak mengonsumsi suplemen pada

penelitian ini.Sebanyak tiga atlet remaja beralasan asupan gizinya sudah cukup,
jadi mereka tidak mengonsumsi suplemen.Sisanya masing-masing beralasan tidak
mengonsumsi suplemen karena ekonomi, alasan pribadi dan belum diizinkan
mengonsumsi suplemen oleh pelatihnya. Hasil ini lebih rendah dari penelitian
Hasil ini lebih rendah dari penelitian Froiland et al. (2004) yang menemukan
persentase atlet yang tidak mengonsumsi
suplemen dalam bentuk
apapunsebanyak 11%.
Persentase penggunaan suplemen pada penelitian ini paling tinggi
dibandingkan dengan penelitian penggunaan suplemen pada atlet remaja
sebelumnya (Froiland et al. 2004; Scofield dan Unruh 2006; Petroczi et al. 2008;
Sato et al. 2012).Froiland et al. (2004) meneliti pada atlet berusia 19 tahun
sebanyak 203 orang di Nebraska dan menemukan persentasi penggunaan
suplemen sebesar 89%. Scofield dan Unruh (2006) meneliti atlet berusia 14
sampai 17 tahun sebanyak 139 orang di Nebraska dan menemukan 22.3%
menggunakan suplemen. Petroczi et al.(2008) meneliti pada atlet berusia 12
sampai 21 tahun di Inggris sebanyak 1674 orang dan menemukan persentasi
penggunaan suplemen sebesar 48.1%. Sato et al.(2012) meneliti pada atlet Jepang
berusia 13 sampai 18 tahun sebanyak 75 orang dan menemukan persentasi
penggunaan suplemen sebesar 62.7%.

Perbedaan persentasi penggunaan suplemen diatas kemungkinan disebabkan
karena perbedaan umur atlet yang diteliti, walaupun sama-sama meneliti atlet
berusia remaja, umur dan rentang umur atlet yang menjadi subjek penelitian
berbeda satu sama lain. Braun et al. (2009) mengatakan bahwa semakin tua atlet,
maka atlet akan lebih banyak mengonsumsi suplemen. Hal lain yang mungkin
menyebabkan perbedaan hasil ini adalah metode survei, cabang olahraga atlet
yang menjadi subjek penelitian, dan tingkat penyelenggaraan penelitian
(McDowall 2007).
Penggunaan suplemen pada atlet remaja di SMA Ragunanpernah dilakukan
pada penelitian-penelitian sebelumnya. Anindita (2011) melakukan penelitian di
sekolah ini pada tahun 2011 dan hasilnya 78.1% dari keseluruhan atlet senam dan
renang yang menjadi subjek penelitiannya mengonsumsi suplemen. Selanjutnya
pada tahun 2012, Imaduddin (2012) meneliti pada atlet taekwondo dan hasilnya
58.3% dari mereka mengonsumsi suplemen. Terakhir Sari (2013) menemukan
prevalensi konsumsi suplemen sebesar 57.9% dari keseluruhan atlet senam yang
menjadi subjek penelitiannya. Temuan ini serupa dengan penelitian yang peneliti
lakukan yaitu tidak seluruh atlet pada cabang olahraga senam dan taekwondo
mengonsumsi suplemen. Cabang olahraga yang seluruh atletnya mengonsumsi
suplemen adalah angkat besi, bulu tangkis, basket, gulat, judo, panahan, senam
artistik, senam ritmik, sepak bola, squash, tenis lapangan, tenis meja, dan voli.


11
Penggunaan Suplemen Berdasarkan Kategori Olahraga
Berdasarkan subjek yang mengikuti penelitian ini, hampir seluruh atlet dari
kategori olahraga manapun mengonsumsi suplemen. Kategori olahraga ringan
yang berisi cabang olahraga panahan semuanya mengonsumsi suplemen. Cabang
olahraga di kategori olahraga sedang yang tidak semuanya mengonsumsi
suplemen adalah atletik, loncat indah, dan senam gymnastic, sedangkan sisanya
yaitu bulu tangkis, basket, senam artistik, senam ritmik, sepak bola, squash, tenis
lapangan, tenis meja, dan voli semua atletnya mengonsumsi suplemen. Cabang
olahraga di kategori sedang yang atletnya semuanya mengonsumsi suplemen
adalah atlet dari gulat dan jugo, sedangkan pencak silat dan taekwondo tidak
semua atletnya mengonsumsi suplemen. Terakhir cabang olahraga angkat besi di
kategori olahraga berat sekali semuanya mengonsumsi suplemen.
Tabel 4 Sebaran subjek menurut konsumsi suplemen dan kategori olahraga
Kategori olahraga
n
Ringan
Panahan
Total kategori ringan

Sedang
Atletik
Bulu tangkis
Basket
Loncat Indah
Senam Artistik
Senam Gymnastic
Senam Ritmik
Sepak Bola
Squash
Tenis Lapangan
Tenis Meja
Voli
Total kategori sedang
Berat
Gulat
Judo
Pencak Silat
Taekwondo
Total kategori berat

Berat sekali
Angkat Besi
Total berat sekali
Total

Konsumsi suplemen
Tidak
%
n

Ya
%

0
0

0
0

4

4

5.06
5.06

2
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
4

2.53
0
0
1.27
0
1.27
0
0
0
0
0
0
5.06

10
6
15
0
1
0
1
7
3
5
1
6
55

12.66
7.59
18.99
0
1.27
0
1.27
8.86
3.8
6.33
1.27
7.59
69.62

0
0
1
1
2

0
0
1.27
1.27
2.53

5
3
1
3
12

6.33
3.8
1.27
3.8
15.2

0
0
6

0
0
7.59

2
2
73

2.53
2.53
92.41

12
Jenis Suplemen dan Frekuensi Pemakaian Suplemen Oleh Atlet Remaja
Subjek rata-rata mengonsumsi 2.3 ± 1.4 jenis suplemen dengan rentang 1
sampai 8 jenis (2.3 ± 1.6 untuk subjek laki-laki dan 2.4 ± 1.4 untuk subjek
perempuan). Hasil ini lebih tinggi dari penelitian Sato et al. (2012) pada atlet
remaja Jepang dengan rata-rata 1.1 ± 1.3 produk dan lebih rendah dari penelitian
Tian et al. (2009) pada atlet profesional di Sri Lanka dengan rata-rata 3.18 ± 1.7
produk suplemen. Perbedaan ini mungkin diakibatkan karena atlet remaja pada
penelitian ini memperoleh suplemen dengan beragam cara, salah satunya adalah
pemberian dari pelatih yang mengakibatkan hasilnya menjadi tinggi.
Jenis suplemen yang paling banyak dikonsumsi pada kategori suplemen
makanan adalah suplemen makanan lainnya yang dikonsumsi oleh 52 subjek
(28.3%), kemudian menyusul suplemen protein yang dikonsumsi oleh 44 subjek
(23.9%). Sedangkan untuk kategori suplemen ergogenic aids, jenis suplemen
yang paling banyak dikonsumsi adalah suplemen asam-asam amino dengan
jumlah 26 subjek (14.1%). Sejumlah 27 subjek lainnya mengonsumsi suplemen
ergogenic aids berupa kreatin, kafein, herbal dan suplemen ergogenic aids lainnya.
Tabel 5 menyajikan jenis dan frekuensi pemakaian suplemen pada atlet remaja di
penelitian ini.
Tabel 5 Sebaran subjek menurut jenis dan frekuensi pemakaian suplemen
Jenis suplemen
Suplemen makanan
Protein
Karbohidrat
Vitamin
Mineral
Karbohidrat dan mineral
Lainnya (kombinasi)
Suplemen ergogenic aids
Asam-asam amino
Kreatin
Kafein
Herbal
Taurin
Total
%

Setiap 4-6 kali
1-3 kali 1-3 kali Pada saat
hari seminggu seminggu sebulan tertentu
32
2
19
6
0
39

4
0
0
0
0
2

7
1
4
0
1
7

0
0
1
0
0
1

1
0
1
0
0
3

16
7
1
7
1
130
70.7

4
1
0
0
0
11
6

6
4
2
1
2
35
19

0
0
0
0
0
2
1.1

0
0
0
0
1
6
3.3

Jenis suplemen yang paling banyak dikonsumsi pada penelitian ini adalah
suplemen makanan lainnya berupa suplemen yang berisi vitamin, mineral dan
fitonutrisi. Hasil ini sejalan dengan McDowall (2007) yang menyatakan bahwa
suplemen yang paling banyak dikonsumsi atlet remaja adalah suplemen vitamin
dan mineral. Ada efek yang perlu diperhatikan dari penemuan ini, yaitu atlet yang
sejak usia remaja mulai menggunakan suplemen vitamin dan mineral, dapat
berpotensi menggunakan zat yang berbahaya seperti steroid, amphetamine dan
Human Growth Hormon di masa depannya (Sobal dan Marquart 1994).

13
Beberapa atlet remaja juga ditemukan mengonsumsi suplemen ergogenic
aids berupa kreatin dan kafein. Hal ini bertolakbelakang dengan rekomendasi dari
American Academy of Pediatrics (2005) yang merekomendasikan kepada atlet
yang berusia dibawah 18 tahun untuk tidak mengonsumsi zat apapun yang dapat
meningkatkan performa. Banyak suplemen makanan yang diduga berbahaya
karena meskipun suplemen tersebut mengklaim terbuat dari bahan-bahan alami,
pada kenyataanya tidak semua suplemen telah diuji keamanannya oleh Food and
Drug Administration (FDA) sehingga klaim dari keamanan dan keandalan dari
suplemen tidak bisa dipercaya (Metzl et al. 2001).
Penelitian ini juga menemukan beberapa atlet remaja yang mengonsumsi
suplemen herbal, yaituImboost force dan Pharmanex life pak.. Suplemen Imboost
force mengandung komposisi herbal dan mengklaim dapat meningkatkan sistem
kekebalan tubuh dan melawan berbagai penyakit. Suplemen Pharmanex life pak
berisi antioksidan, vitamin dan mineral dan mengklaim mendukung kesehan dan
kesejahtraan jangka panjang, anti penuaan, perlindungan sel dengan memberikan
antioksidan serta menutupi kekurangan gizi.Efek dan rekomendasi penggunaan
dari suplemen sebenarnya tidak diatur sehingga tidak ada jaminan bahwa
suplemen dapat memberikan hasil yang positif (Clarkson et al. 2002). Atlet
remaja sebanyak 19 orang pada penelitian ini mengaku mengonsumsi suplemen
vitamin setiap hari dan 6 orang mengonsumsi suplemen mineral setiap hari.
Suplemen vitamin disini berupa Nutrilite acerola C, Enervon C, Hemaviton
stamina plus, Neurobion putih, Protecal solid, Redoxon, Supradyn orange,
Vitacimin sweetlet, Nutrilite vitamin C plus, dan zevit grow. Suplemen mineral
berupa Calcium D redoxon dan tiens nutrient calcium powder. Ada yang perlu
diperhatikan dalam mengonsumsi suplemen vitamin dan mineral, mengonsumsi
satu jenis suplemen vitamin dan mineral kemungkinan besar berbahaya karena
dosis yang berlebih dapat mengakibatkan keracunan dan berinteraksi dengan zat
gizi lain (Maughan et al. 2004).
Atlet berusia remaja sebaiknya tidak mengonsumsi suplemen jika tidak
dibutuhkan.Molinero dan Marquez (2009) menyatakan bahwa efek dari suplemen
belum jelas dan bisa membahayakan kesehatan yang mengonsumsinya.American
Academy of Pediatrics (2005) juga menyatakan bahwa efek dari suplemen untuk
masa pertumbuhan dan perkembangan anak-anak dan remaja belum jelas. Banyak
perubahan fisiologis yang terjadi selama masa remaja menambah kesulitan untuk
memahami implikasi fisiologis dari konsumsi suplemen secara teratur pada masa
remaja (Calfee dan Fadale 2005).
Bentuk Produk Suplemen
Sebanyak 68 subjek (37.0%) mengonsumsi suplemen dalam bentuk tablet
dan 65 subjek (35.3%) mengonsumsi suplemen dalam bentuk bubuk, 24 subjek
(13.0%) mengonsumsi suplemen dalam bentuk pil dan 27 subjek (14.7%)
mengonsumsi suplemen dalam bentuk kapsul. Tidak ada subjek yang
mengonsumsi suplemen dalam bentuk minuman. Hal ini kemungkinan terjadi
karena atlet remaja pada saat mengisi kuesioner tidak mengetahui bahwa
suplemen berbentuk cairan seperti minuman berenergi dan minuman isotonik
termasuk sebagai suplemen (Sato et al. 2012). Tabel 6 menunjukkan bentuk
produk yang dikonsumsi oleh atlet remaja di penelitian ini.

14
Tabel 6 Sebaran subjek menurut bentuk produk suplemen yang dikonsumsi
Bentuk produk

Jumlah
n

%

Tablet

68

37.0

Bubuk

65

35.3

Kapsul

27

14.7

Pil

24

13

Minuman

0

0.0

184

100.0

Total

Alasan Mengonsumsi Suplemen
Subjek diminta untuk memilih alasan mereka mengonsumsi suplemen pada
pilihan yang tersedia di kuesioner. Dari jawaban yang diperoleh, total alasan yang
dipilih adalah sebanyak 201 alasan, dengan alasan yang paling sering dipilih
adalah memenuhi kebutuhan gizi (24.4%), meningkatkan kekuatan atau tenaga
(17.4%), dan meningkatkan stamina (16.9%). Hasil ini berbeda dengan McDowall
(2007) yang menyatakan bahwa alasan utama atlet remaja adalah untuk kesehatan,
mencegah penyakit, dan meningkatkan performa. Hasil ini juga berbeda dengan
penelitian Sato et al. (2012) yang menyatakan alasan atlet remaja mengonsumsi
suplemen adalah pemulihan dari kelelahan, meningkatkan performa, dan
pelengkap makanan. Perbedaan ini diduga karena iklan dan informasi yang hadir
di sekitar atlet berisi bahwa suplemen merupakan produk yang dapat memenuhi
kebutuhan gizi. Tabel 7 berisi alasan konsumsi suplemen berdasarkan jenis
kelamin pada atlet remaja di penelitian ini.
Tabel 7 Alasan mengonsumsi suplemen berdasarkan jenis kelamin
Alasan
Memenuhi kebutuhan gizi
Meningkatkan kekuatan/tenaga
Meningkatkan stamina
Kesehatan
Menambah berat badan
Mencegah cedera dan penyakit
Meningkatkan kecepatan
Mempercepat pemulihan
Menurunkan berat badan
Membuat merasa lebih baik
Menghilangkan nyeri
Meningkatkan konsentrasi
Lainnya
Total

Perempuan
n
%
21
22.8
14
15.2
16
17.4
15
16.3
9
9.8
5
5.4
2
2.2
0
0
4
4.3
4
4.3
2
2.2
0
0
0
0
92
100

Laki-laki
n
%
28
25.7
21
19.3
18
16.5
13
11.9
10
9.2
6
5.5
5
4.6
5
4.6
1
0.9
0
0
0
0
1
0.9
1
0.9
109
100

n
49
35
34
28
19
11
7
5
5
4
2
1
1
201

Total
%
24.4
17.4
16.9
13.9
9.5
5.5
3.5
2.5
2.5
2
1
0.5
0.5
100

15
Berdasarkan jenis kelamin, subjek perempuan beralasan mengonsumsi
suplemen untuk memenuhi kebutuhan gizi (22.8%), meningkatkan stamina
(17.4%), dan kesehatan (16.3%). Sedangkan subjek laki-laki beralasan untuk
memenuhi kebutuhan gizi (25.7%), meningkatkan kekuatan atau tenaga (19.3%)
dan meningkatkan stamina (16.5%).
Ada beberapa pilihan khusus yang hanya dipilih oleh masing-masing jenis
kelamin. Subjek perempuan ada yang beralasan mengonsumsi suplemen untuk
membuat dirinya merasa lebih baik (4.3%) dan menghilangkan nyeri (2.2%).
Sedangkan subjek laki-laki beralasan untuk mempercepat pemulihan (4.6%),
meningkatkan konsentrasi (0.9%) dan lainnya (0.9%).
Sumber Informasi Tentang Suplemen
Dari seluruh subjek yang mengonsumsi suplemen, subjek memilih 169
sumber informasi tentang suplemen. Pelatih (30.2%) merupakan sumber informasi
utama para subjek, dokter (16.0%) dan teman sesama atlet (11.2%). Subjek lakilaki tampak terlihat lebih banyak mendapat informasi dari berbagai sumber.
Subjek perempuan tidak ada yang memilih majalah dan televisi sebagai sumber
informasi tentang suplemen.
Tabel 8 Sebaran subjek menurut Sumber informasi dam jenis kelamin
Sumber Informasi
Pelatih
Dokter
Teman sesama atlet
Pelatih fisik
Keluarga
Internet
Ahli gizi
Apoteker
Atlet profesional
Diri sendiri
Lainnya
Pelatih kebugaran
Majalah
Televisi
Total

Perempuan
n
%
24
32.9
12
16.4
5
6.8
5
6.8
9
12.3
6
8.2
2
2.7
4
5.5
2
2.7
2
2.7
2
2.7
0
0
0
0
0
0
73
43.2

Laki-laki
n
%
27
28.1
15
15.6
14
14.6
11
11.5
5
5.2
6
6.3
5
5.2
3
3.1
4
4.2
2
2.1
0
0
2
2.1
1
1
1
1
96
56.8

Total
n
51
27
19
16
14
12
7
7
6
4
2
2
1
1
169

%
30.2
16.0
11.2
9.5
8.3
7.1
4.1
4.1
3.6
2.4
1.2
1.2
0.6
0.6
100

Sumber informasi tentang suplemen yang paling banyak dipilih adalah
pelatih dengan jumlah 51 orang atau sebesar 30.2% dari keseluruhan sumber
informasi yang dipilih. Hal ini menjelaskan bahwa pelatih merupakan orang yang
paling berpengaruh dalam informasi suplemen bagi atlet remaja. Dokter dan
teman sesama atlet juga merupakan sumber informasi yang banyak dipilih.
Sebesar 20.1% atlet mendapat informasi suplemen yang tepat yaitu dari dokter
(16.0%) dan ahli gizi (4.1%), sisanya sebesar 79.9% subjek tidak mendapat
informasi yang tepat tentang suplemen. Kobryner meneliti pada atlet universitas di
Inggris pada tahun 2009 dan hasilnya teman, teman sesama atlet dan pelatih

16
merupakan tiga sumber yang paling banyak memberi rekomendasi ddalam
penggunaan suplemen.
Atlet remaja di Singapura memilih media, internet dan pelatih sebagai
sumber informasi tentang suplemen bagi mereka (Tian et al. 2009 Atlet remaja di
Central Nebraska Amerika juga menyatakan bahwa pelatih merupakan sumber
informasi paling banyak dipilih diikuti oleh penjaga toko dan majalah (Scofield
dan Unruh 2006). Walaupun dari ketiga urutan terbesar sumber informasi yang
dipilih berbeda-beda, pelatih selalu muncul sebagai sumber informasi tentang
suplemen bagi atlet di penelitian yang telah dilakukan. Sayangnya penelitian
Rockwell et al. (2001) mengungkapkan pengetahuan pelatih tentang gizi dan
suplemen tergolong kurang. Kebanyakan pelatih itu tidak mempunyai latar
belakang pendidikan gizi dan terbukti mereka tidak mempunyai informasi yang
tepat tentang suplemen.
Pemberi Kewajiban Atlet dalam Mengonsumsi Suplemen
Saat subjek ditanyakan apakah ada yang mewajibkan mereka dalam
mengonsumsi suplemen, sebesar 33 subjek (44.4%) menjawab tidak ada yang
mewajibkan mereka dalam mengonsumsi suplemen. Namun, sisanya sebanyak 40
subjek (55.5%) mengaku diwajibkan untuk mengonsumsi suplemen. Pelatih
(36.1%) merupakan orang yang paling banyak dipilih dalam pemberi kewajiban
bagi subjek dalam mengonsumsi suplemen, diikuti dokter (5.6%) dan diri sendiri
(4.2%). Keluarga (2.8%) dan orang tua (2.8%) juga berperan dalam pemberi
kewajiban kepada atlet untuk mengonsumsi suplemen. Tabel 9 berisi pemberi
kewajiban bagi atlet remaja dalam mengonsumsi suplemen di penelitian ini.
Tabel 9 Sebaran subjek menurut kewajiban dalam mengonsumsi suplemen
Pemberi kewajiban
Tidak ada yang mewajibkan
Diri sendiri
Dokter
Keluarga
Orang tua
Pelatih
Pelatih dan diri sendiri
Pelatih dan dokter
Total

Jumlah
n
33
3
4
2
2
26
1
2
73

%
44.4
4.2
5.6
2.8
2.8
36.1
1.4
2.8
100

Cara Memperoleh Suplemen
Lebih dari setengah total subjek (63%) mendapatkan suplemen dengan cara
diberi. Kurang dari seperempat subjek (24.7%) mendapatkan suplemen dengan
cara membeli. Sisanya (12.3%) mendapatkan suplemen dengan cara membeli dan
diberi. Pemberian suplemen ini perlu dipertimbangkan kembali karena tidak ada
literatur yang menyarankan pemberian suplemen tanpa izin dari dokter atau ahli
gizi kepada atlet remaja.

17
Tabel 10 Sebaran subjek menurut cara memperoleh suplemen
Frekuensi

Cara memperoleh

n
18
46
9
73

Membeli
Diberi
Membeli dan diberi
Total

%
24.7
63
12.3
100

Uji Korelasi Antar Jenis Kelamin, Kategori Olahraga, Penggunaan
Suplemen, dan Jumlah Konsumsi Suplemen
Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan, koefisien korelasi
dan arah hubungan dalam penelitian ini adalah uji korelasi Spearman dan Chisquared. Hubungan antar variabel yang diuji adalah jenis kelamin dan kategori
olahraga dengan penggunaan dan jumlah suplemen. Hasil uji statistik antar
variabel disajikan pada tabel 11.
Tabel 11 Koefisien korelasi antara jenis kelamin dan kategori olahraga dengan
penggunaan dan jumlah suplemen
Hubungan antar variabel
Jenis kelamin
Kategori olahraga

Konsumsi suplemen
.156
.895

Jumlah konsumsi
.038*

Keterangan: * signifikan pada p-value