Respon Lumut Kerak Pada Vegetasi Pohon Sebagai Bioindikator Pencemaran Udara Di Kawasan Industri Jakarta Timur

RESPON LUMUT KERAK PADA VEGETASI POHON SEBAGAI
BIOINDIKATOR PENCEMARAN UDARA DI KAWASAN
INDUSTRI JAKARTA TIMUR

RISZKI IS HARDIANTO

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Lumut Kerak
Pada Vegetasi Pohon Sebagai Bioindikator Pencemaran Udara di Kawasan
Indrustri Jakarta Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Riszki Is Hardianto
NIM E34110088

ABSTRAK
RISZKI IS HARDIANTO. Respon Lumut Kerak Pada Vegetasi Pohon Sebagai
Bioindikator Pencemaran Udara di Kawasan Industri Jakarta Timur. Dibimbing
oleh SITI BADRIAH RUSHAYATI dan ELIS NINA HERLIYANA.
Lumut kerak merupakan organisme tidak berkutikula sehingga polutan
udara langsung terserap yang membuat lumut kerak sangat sensitif pada
pencemaran udara. Tujuan penelitian ini yaitu mengidentifikasi keanekaragaman
jenis lumut kerak dan tingkat kualitas udara pada beberapa lokasi yang memiliki
tingkat polutan tercemar yang berbeda. Penelitian dilaksanakan pada Bulan April
hingga Juli 2015. Lokasi penelitian dilakukan pada ketiga hutan kota di Jakarta
Timur yaitu Hutan Kota JIEP, Kawasan Industri Pulogadung dan Hutan Kota
Lanud Halimperdanakusumah. Pengambilan data dilakukan dengan menyamakan

kondisi tumbuh tempat substratnya seperti jarak dari sumber polutan dan diameter
pohonnya dengan tujuan untuk mengurangi bias data karena faktor substrat tempat
tumbuhnya. Hasil penelitian menunjukan nilai indeks keanekaragaman ketiga
hutan kota yaitu Hutan Kota JIEP (1.71), Kawasan Industri Pulogadung (1.70) dan
Hutan Kota Halim (2.03). Nilai Indeks keanekaragaman menunjukan bahwa
Hutan Kota Lanud Halim merupakan kawasan yang memiliki kualitas udara
terbaik diantara kedua hutan kota lainnya. Hasil penelitian menunjukan bahwa
bertambahnya ketinggian, kecenderungannya menurunkan nilai-nilai parameter
pengukuran lumut kerak sebagai bioindikator.
Kata kunci : keanekaragaman, substrat, kualitas udara, lumut kerak

ABSTRACT
RISZKI IS HARDIANTO. Lichenes Respond at the Vegetations as the Bioindicator Air Pollutant at Industry Area in East Jakarta. Supervised by SITI
BADRIAH RUSHAYATI and ELIS NINA HERLIYANA.
Lichens are organisms not cuticle so readily absorbed air pollutants that make
lichens are very sensitive to air pollution. The purpose of this study were to
identify a diversity of lichens and air quality levels at some locations that have
different levels of pollutants contaminated. Research conducted from April to July
2015. Research locations were in three locations in East Jakarta, that were JIEP
Urban Forest, Industry Area Pulogadung and Lanud Halim Perdanakusumah

Urban Forest. Data collection was performed by equating the growing conditions
where the substrates such as distance from the source of pollutants and the
diameter of the tree in order to reduce the data refraction due to the growth
substrate. The result showed that the value of lichens diversity index from three
locations is JIEP Urban Forest (1.71), Industry Area Pulogadung (1.70) and Lanud
Halim Urban Forest (2.03). The value of the diversity index showed that Urban
Forest Halim air base is an area that has the best air quality between the two other
urban forest. The results showed that increasing height, the tendency could be to
lower values of measurement parameters lichens as bio-indicators.
Keywords : air-pollutant, diversity, substrate, lichenes

RESPON LUMUT KERAK PADA VEGETASI POHON SEBAGAI
BIOINDIKATOR PENCEMARAN UDARA DI KAWASAN
INDUSTRI JAKARTA TIMUR

RISZKI IS HARDIANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan

pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., atas segala rahmatnya
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Respon Lumut Kerak Pada Vegetasi Pohon Sebagai Bioindikator Pencemaran
Udara di Kawasan Industri Jakarta Timur”.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Siti Badriyah
Rushayati, MSi dan Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan bimbingan, nasihat, dan semangat kepada penulis. Selain
itu, penulis menyampaikan penghargaan kepada Dinas Pertamanan dan
Pemakaman Kotamadya Jakarta Timur atas izin penggunaan Hutan Kota sebagai
lokasi penelitian penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ibu

dan teteh atas bantuan, dukungan dan keikhlasannya dalam doa yang ditujukan
kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, September 2015

Riszki Is Hardianto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2


Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Alat dan Bahan

2

Jenis Data

2

Metode Pengambilan Data

3

Analisis Data

4


HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

7

Karakteristik Lokasi Penelitian sebagai Habitat Lumut kerak

7

Faktor Karakteristik Lingkungan Perkembangan Lumut Kerak

9

Komposisi Jenis Lumut Kerak

11


Keanekaragaman Jenis Lumut Kerak (H‟)

12

Frekuensi Perjumpaan Lumut Kerak

14

Luasan Tutupan Lumut Kerak

15

Leaf Area Index (LAI)

16

Lumut Kerak Sebagai Bioindokator

17


SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

20


DAFTAR TABEL
1 Alat yang digunakan untuk pengambilan data saat penelitian
2 Luas permukaan kulit kayu sebagai substrat tumbuh lumut kerak
pada ketiga hutan kota yang diukur diberbagai ketinggian
3 Konsentrasi polutan debu (TSP)
4 Konsentrasi polutan nitrogen dioksida (NO2)
5 Konsentrasi polutan sulfur dioksida (SO2)
6 Konsentrasi polutan timbal (Pb)
7 Komposisi jenis lumut kerak pada ketiga hutan kota
8 Nilai keanekaragaman lumut kerak pada ketiga hutan kota
9 Nilai keanekaragaman lumut kerak perseksi ketinggian
10 Kekayaan jenis lumut kerak pada ketiga hutan kota
11 Frekuensi perjumpaan jenis lumut kerak pada ketiga hutan kota
12 Luasan tutupan lumut kerak terhadap kulit kayu
13 Persentase tutupan lumut kerak terhadap kulit kayu
14 Nilai LAI pada ketiga hutan kota

2
8
9
9
10
10
11
12
13
13
14
15
16
16

DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian di daerah Jakarta Timur yaitu Hutan Kota
JIEP, Kawasan Industri Pulogadung dan Hutan Kota Lanud Halim
2 Kondisi lokasi penelitian: Hutan Kota JIEP, Hutan
Kota Lanud Halim dan Kawasan Industri Pulogadung
3 Sumber pencemaran udara berupa aktifitas industri dan kendaraan
bermotor
4 Pengelompokan toleransi lumut kerak

7
9
11
18

DAFTAR LAMPIRAN
1 Baku mutu udara ambien nasional (PP No 41 Tahun 1999)
2 Suhu dan kelembaban di lokasi penelitian
3 Luas permukaan kayu, luas tutupan lumut dan persentase tutupan
lumut pada ketiga hutan kota
4 Frekuensi perjumpaan lumut kerak pada ketiga hutan kota
5 Dokumentasi jenis lumut kerak yang ditemukan

20
21
22
23
24

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penurunan kualitas lingkungan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
meningkatnya jumlah kendaraan bermotor serta pencemaran akibat aktifitas
industri. Pencemaran udara yang meningkat seperti di daerah perkotaan seperti di
Jakarta Timur diakibatkan oleh pertumbuhan pembangunan pada sektor
perindustrian sehingga perlu dilakukannya penelitian terkait kadar pencemaran
udara. Sektor industri merupakan penyumbang sumber pencemaran yang cukup
besar seperti CO sebesar 70.50%, NOx sebesar 8.89%, SOx sebesar 0.88%, dan
HC sebesar 18.34% (Wardhana 2001). Besarnya tingkat pencemaran yang berasal
dari kegiatan industri maka perlu dilakukan penelitian yang berkaitan dengan
pemantauan kualitas udara yang didasarkan pada penggunaan bioindikator.
Penggunaan bioindikator sebagai pemantauan kualitas udara sangat efektif seperti
responnya yang relatif cepat pada pencemaran yang terjadi dan harganya relatif
lebih murah bila dibandingkan dengan pengukuran kualitas udara dengan cara
kimia.
Beberapa jenis tumbuhan dapat memberikan respon terhadap pencemaran
udara misalnya lumut kerak. Lumut kerak mampu bertahan dalam kondisi yang
ekstrim. Lumut kerak juga tidak memiliki kutikula sehingga mengabsorpsi nutrien
dan air dari atmosfer (Michel & Chan 1986). Hal ini menjelaskan mengapa lumut
kerak dapat menjadi bioindikator pencemaran udara. Perubahan lingkungan
menyebabkan lumut kerak mengalami perubahan dalam keanekaragaman,
morfologi, fisiologi, dan genetik. Lumut kerak bisa menjadi indikator kelayakan
suatu tempat untuk dapat di tinggali berdasarkan tingkat polutannya.
Identifikasi udara suatu daerah tercemar atau tidak, dapat dilihat dari
pertumbuhan lumut kerak yang menempel di batang pohon. Perubahan kondisi
lingkungan akibat pencemaran udara menyebabkan penghambatan pertumbuhan
dan kesuburan lumut kerak. Penggunaan lumut kerak sebagai bioindikator
pencemaran sudah digunakan diberbagai negara seperti di Amerika dan Eropa (OH et al. 2005). Pemantauan lumut kerak sebagai bioindikator terkadang masih
dilakukan pada semua jenis vegetasi pohon tanpa memperhatikan umur pohon,
keliling pohon, intensitas cahaya matahari, besaran paparan polutan yang diterima
serta jenis pohon yang dijadikan substrat lumut kerak pada pemantauan
bioindikator. Terkadang data yang didapatkan bias karena terdapatnya perbedaan
faktor lingkungan maupun faktor substrat tempat tumbuh yang berbeda pada
masing-masing lokasi pemantauan. Penelitian ini ditujukan untuk memantau
tingkat pencemaran udara melalui lumut kerak dengan mengurangi kemungkinan
perubahan karna faktor lingkungan maupun faktor substrat tempat tumbuhnya.
Tujuan Penelitian
Mengidentifikasi keanekaragaman jenis lumut kerak pada beberapa lokasi
yang memiliki konsentrasi polutan udara berbeda.

2
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam menduga
kualitas udara dengan mengetahui keanekaragaman talus lumut kerak yang ada
disuatu wilayah dan dapat dijadikan bioindikator kualitas udara serta menjadi
bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan pembangunan dimasa yang akan
datang.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2015 di
Kawasan Industri daerah Jakarta Timur, di Laboratorium Anatomi dan Sitologi,
Herbarium Bogoriense, Bogor dan Lab. Patogen Departemen Silvikultur, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Alat Penelitian
Alat yang digunakan untuk mengambil sample lumut kerak seperti tersaji
pada Tabel 1. Bahan yang digunakan antara lain amplop, lumut kerak yang hidup
di kulit pohon dan pohon sebagai substrat lumut kerak.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Tabel 1 Alat yang digunakan untuk pengambilan data saat penelitian
Nama
Fungsi
Meteran
Mengukur keliling batang pohon
Kertas sample dan cutter Menyimpan dan mengambil sample lumut
kerak
Termometer
Mengukur suhu (ºC) dan kelembaban udara
Alat tulis dan tally sheet
Mencatat data
Kamera
Dokumentasi dan pengambilan data indeks
nilai daun
Plastik ukuran 30x30 cm2 Pengukuran luasan penutupan lumut kerak
OHP pen
Menjiplak sample lumut kerak
Fish eye dan tripod
Mengambil data indeks nilai daun
Kompas
Pengukuran sudut azimuth

Jenis Data
Data penelitian yang dikumpulkan berupa jenis data primer dan jenis data
sekunder. Jenis data primer berupa (1)karakteristik lokasi penelitian sebagai
habitat lumut kerak, (2)faktor lingkungan yang mempengaruhi habitat dan
keberadaan lumut kerak (suhu dan kelembaban udara harian), (3)komposisi jenis
lumut kerak, (4)frekuensi perjumpaan lumut kerak, (5)persentase tutupan lumut

3
kerak terhadap kulit kayu dan (6) Leaf Area Index (LAI). Jenis data sekunder
berupa data konsentrasi polutan udara NO2, SO2, TSP dan timbal (Pb) dari Balai
Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLHD) Jakarta.

Metode Pengumpulan Data
Penentuan lokasi sampling
Pemilihan lokasi sampling dilakukan secara purposive sampling
berdasarkan pada tingkat pencemaran udara dimasing-masing kecamatan. Tingkat
pencemaran udara di Jakarta Timur dikelompokan bahwa yang tertinggi terdapat
di Kecamatan Cakung, untuk pencemaran udara dengan kualitas sedang terdapat
di Kecamatan Pulogadung dan terendah di Kecamatan Makassar (BPLHD 2013
dalam Warman 2014). Pengambilan sampel lumut kerak dilakukan dengan
sebelumnya melakukan inventarisasi pohon yang menjadi substrat tumbuhnya
lumut kerak, masing-masing hutan kota terdapat satu jenis pohon yang ditemui
pada ketiga hutan kota tersebut, adapun pohon tersebut adalah pohon saga. Pohon
sudah dipilih sebagai objek penelitian juga dilakukan pengukuran jarak pohon dari
sumber polutan. Jarak pohon dari sumber polutan pada ketiga hutan kota
diupayakan memiliki kesamaan jarak dari sumber polutan. Berdasarkan
pengukuran jarak pohon dari sumber polutan maka didapatkan 3 individu pohon
saga (Adenanthera povoniana) pada masing-masing ketiga hutan kota, dengan
jarak jarak dari sumber polutan berkisaran 3-9 meter.
Karektiristik lokasi penelitan sebagai substrat lumut kerak
Data karakteristik lokasi penelitian sebagai substrat lumut kerak yang
dikumpulkan, yaitu: diameter dan keliling bagian batang atas dan batang bawah
perseksi ketinggian mulai dari permukaan tanah sampai dengan ketinggian 200
cm. Diameter dan keliling batang vegetasi berkayu diukur menggunakan pita
meter. Pengukuran dilakukan guna mengetahui luas kulit kayu yang diamati.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi habitat dan keberadaan lumut
kerak
Data faktor lingkungan yang dikumpulkan, yaitu: suhu udara harian,
kelembaban relatif udara harian, dan kualitas udara ambien lokasi penelitian.
Pengumpulan data dilakukan pada ketiga hhutan kota. Pengukuran suhu udara
harian dilakukan dengan menggunakan termometer sedangkan kelembaban
menggunakan dry-wet. Termometer dan dry wet digantung pada ketinggian 150
cm di atas permukaan tanah. Pengukuran dilakukan pada waktu yang sama, yaitu:
pukul 07.30; 13.30; 17.00 WIB dan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan.
Data kualitas udara ambien di masing-masing lokasi penelitian
menggunakan data sekunder yang bersumber dari BPLHD (Badan Pengelolaan
Lingkungan Hidup) Jakarta berupa data konsentrasi polutan udara NO2, SO2, TSP
dan Pb.
Komposisi jenis lumut kerak
Data komposisi jenis lumut kerak dikumpulkan dengan mengindentifikasi
jenis lumut kerak yang ditemukan pada perseksi ketinggian, yaitu: 50, 100, 150,
200 cm dari permukaan tanah. Jenis lumut kerak yang sama, yang terdapat pada

4
suatu plot pengamatan diasumsikan satu individu. Sampel lumut kerak diambil
dengan cara mengerik dari kulit kayu menggunakan pisau dan kemudian
dilakukan identifikasi jenis lumut kerak
Frekuensi perjumpaan lumut kerak
Lumut kerak pada plot contoh diamati pada perseksi ketinggian, mulai dari
permukaan tanah sampai dengan ketinggian 200 cm. Pencatatan dilakukan pada
masing-masing jenis di masing-masing ketinggian.
Persentase tutupan lumut kerak terhadap permukaan kulit kayu
Luas tutupan lumut kerak pada kulit kayu dari setiap plot diukur perseksi
ketinggian mulai dari permukaan tanah sampai dengan ketinggian 200 cm.
Perseksi ketinggiannya memiliki besaran sebesar 50 cm. Luasan tutupan lumut
kerak diperoleh dengan penggambaran atau penjiplakan lumut kerak pada plastik
transparan, kemudian lumut kerak yang terjiplak pada plastik transparan
ditimbang menggunakan timbangan analitik dan selanjutnya dikonversikan
menjadi luasan berdasarkan berat plastik 1 cm2.
Pengukuran LAI (Leaf Area Index)
Metode pengukuran LAI dengan menggunakan metode hemispheric
photograph yaitu dengan elemen kamera, lensa fish eye dan tripod. Pengambilan
data dengan meletakan kamera di bawah tajuk pohon pada beberapa titik
bertujuan untuk mengetahui luasan tajuk pada pohon objek penelitian, kemudian
dilakukan pengambilan gambar luas tutupan tajuk. Luas tutupan tajuk diukur
dengan menggunakan metode proyeksi tajuk. Pengambilan data dilakukan pada
hari yang sama pada pukul 11.00-13.00 WIB pada ketiga hutan kota. Pengambilan
data dilakukan dengan menghadapkan kamera yang dilengkapi lensa fish eye yang
menghadap ke langit (Djumher 2003).
Indentifikasi sample
Indentifikasi lumut kerak dilakukan di Laboratorium Anatomi dan
Sitologi, Herbarium, Bogoriense, Bogor dan Lab. Patogen Departemen
Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Proses identifikasi
lumut kerak yang diamati antara lain bentuk, ukuran, warna talus dan keadaan
talus lumut kerak.

Analisis Data
Luas penutupan lumut kerak
Luas Penutupan lumut kerak menggunakan rumus:
A = (wt/wi) x 1 cm2 (Januardania 1995)
Keterangan

:A
wt
wi

= Luas tutupan lumut kerak (cm2)
= Berat total plastik transparan yang diukur berdasarkan
luas plastik yang tertutup talus lumut kerak (mg)
= Berat plastik transparan total dengan luasan 1 cm2 (mg)

5
Luas permukaan kulit kayu
Luas permukaan kulit kayu diukur dengan rumus:
Luas Permukaan Kulit Kayu = 0.5 x (a+b) x c (Noer 2004)
Keterangan

: a
b
c

= Keliling batang atas pohon
= Keliling batang bawah pohon
= Tinggi batang pohon yang diamati

Persentase tutupan lumut kerak
Persentase tutupan lumut kerak =

X 100%

Frekuensi perjumpaan lumut kerak
Frekuensi jenis =
Indeks keanekaragaman jenis (H’)
Keanekaragaman jenis lumut
keanekaragaman Shannon-Wiener (H‟):
H‟= -

;

kerak
pi =

ditentukan

menggunakan

(Odum 1996)

Keterangan :
H‟
= Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
ni
= Jumlah individu setiap jenis
n
= Jumlah individu seluruh jenis
pi
= Kelimpahan setiap jenis
Ciri makroskopis talus lumut kerak
Analisis ciri talus lumut kerak secara makroskopik dilakukan secara
deksriptif kualitatif yaitu dengan melihat bentuk, keadaan serta warna talus lumut
kerak pada masing-masing lokasi.
Suhu udara harian rata-rata
Suhu udara harian rata-rata dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
Suhu Udara (T) =

(Handoko 1994)

Kelembaban udara harian rata-rata
Kelembaban udara harian rata-rata dianalisis dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Kelembaban udara (RH) =

(Handoko 1994)

6
Kandungan polutan udara ambien
Analisis hasil kandungan data konsentrasi polutan udara dilakukan secara
deskriptif kualitatif yang didapatkan dari Balai Pengelolaan Lingkungan Hidup
(BPLHD) Jakarta, kemudian membandingkan dengan peraturan pemerintahan
yang ada yaitu Peraturan Pemerintahan No. 41 Tahun 1999.
Identifikasi jenis lumut kerak
Sample lumut kerak yang telah diambil dimasukan ke dalam amplop. Setiap
jenis yang diduga berbeda diletakan di amplop yang berbeda. Sample
diindentifikasi di Laboratorium Anatomi dan Sitologi, Herbarium Bogoriense,
Bogor dan Lab. Patogen Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.
LAI (Leaf Area Index)
Data observasi yang didapatkan kemudian dianalisis dengan menggunakan
piranti perangkat lunak software hemiview 2.1. Besaran nilai LAI didapatkan
dengan metode ambang batas dengan memaksimalkan kontras pada tajuk dan
langit. Mencari nilai LAI dari masing-masing pohon contoh dihitung dengan cara
menjumlahkan LAI dari setiap plot kemudian kemudian dibagi dengan jumlah
plot tersebut (Djumhaer 2003).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kota Administrasi Jakarta Timur merupakan bagian wilayah Provinsi DKI
Jakarta memiliki luas wilayah 187.73 km2 dengan ketinggian 16 mdpl. Luas
wilayah itu merupakan 28.39% wilayah Provinsi DKI Jakarta 662.33 km2, terdiri
atas 10 kecamatan dan 65 kelurahan (Pemkot Administrasi Jaktim 2013).
Pemerintahan Kota Administrasi Jakarta Timur dibagi ke dalam 10
Kecamatan, yaitu Kecamatan Pasar Rebo, Ciracas, Cipayung, Makasar, Kramat
Jati, Jatinegara, Duren Sawit, Cakung, Pulogadung dan Matraman. Jumlah
kelurahan di Kota Administrasi Jakarta Timur adalah 65 kelurahan.
Jakarta Timur mempunyai iklim tropis dengan suhu rata-rata sekitar 27.6 oC
dan kelembaban udara 78% (BPS 2013). Wilayah Jakarta Timur berupa dataran
rendah yang letaknya jauh dari pantai, didominasi oleh areal rawa dan persawahan
(Gambar 1).

7

Keterangan :
 : Lokasi Penelitian
Gambar 1 Peta lokasi penelitian di daerah Jakarta Timur yaitu Hutan Kota JIEP,
Kawasan Industri Pulogadung dan Hutan Kota Lanud Halim.
Karakteristik Lokasi Penelitian sebagai Habitat Lumut Kerak
Lumut kerak menggunakan vegetasi berkayu untuk tempat tumbuh atau
habitatnya. Masing-masing hutan kota diwakili oleh 3 individu pohon saga
(Adenanthera povoniana) dengan jarak yang hampir sama dari sumber polutan
yaitu 3 – 9 meter dari sumber polutan. Hutan Kota JIEP, Cakung memiliki ratarata diameter pohon 27 cm. Kawasan Industri Pulogadung memiliki rata-rata
diameter pohonnya 29.98 cm dan Hutan Kota Lanud Halim, Makasar memiliki
diameter rata-rata 23.12 cm.
Hasil pengukuran luas permukaan kulit kayu pohon saga pada Kawasan
Industri Pulogadung 5.67 m2, lebih luas dari permukaan kulit kayu di Hutan Kota
JIEP (5.07 m2) dan Hutan Kota Lanud Halim (4.35 m2). Pengukuran luas

8
permukaan kulit kayu dilakukan pada beberapa ketinggian seperti disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2 Luas permukaan kulit kayu sebagai substrat tumbuh lumut kerak pada
ketiga hutan kota yang diukur diberbagai ketinggian.
Ketinggian Hutan Kota JIEP,
Kawasan Industri
Hutan Kota Lanud
2
2
(cm)
Cakung (m )
Pulogadung (m )
halim, Makasar (m2)
0-50
1.43
1.51
1.20
50-100
1.29
1.45
1.12
100-150
1.21
1.40
1.05
150-200
1.14
1.31
0.99
Total
5.07
5.67
4.35
Pengukuran yang dilakukan pada ketiga hutan kota menunjukkan luas
permukaan kulit kayu cenderung bertambah kecil dengan bertambahnya
ketinggian. Kawasan Industri Pulogadung memiliki luas permukaan kulit kayu
paling luas bila dibandingkan dengan Hutan Kota JIEP dan Hutan Kota Lanud
Halim. Kawasan Industri Pulogadung memiliki luas permukaan kulit kayu terluas
karena adanya jarak tanam yang jelas sehingga dalam pertumbuhan pohonnya
cukup baik, sedangkan pada Hutan Kota JIEP tidak ada jarak tanam yang jelas
dan Hutan Kota Lanud Halim ditanam dengan jarak yang rapat sesuai dengan
peruntukannya sebagai peredam kebisingan (Gambar 2). Vegetasi kayu sebagai
substrat lumut kerak pada ketiga hutan kota memiliki diameter serta luas
permukaan kulit kayu yang tidak jauh berbeda. Penentuan ukuran keliling pohon
diupayakan mendekati kesamaan dengan maksud agar tidak terjadinya bias dalam
pemantauan lumut kerak sebagai bioindikator pencemaran udara yang
dikarenakan perbedaan luasan kulit kayu yang diamati. Luasan permukaan kulit
kayu yang semakin luas berpotensi memiliki tutupan lumut kerak yang semakin
luas pula.

(A)

(B)

(C)
Gambar 2 Kondisi lokasi penelitian: (A) Hutan Kota JIEP, (B) Kawasan Industri
Pulogadung, (C) Hutan Kota Lanud Halim.

9

Faktor Karekteristik Lingkungan dalam Perkembangan Lumut Kerak
Keberadaan lumut kerak pada ketiga hutan kota dipengaruhi oleh faktor
lingkungan yaitu suhu udara, kelembaban udara dan polutan udara ambien. Suhu
udara di Hutan Kota Lanud Halim lebih rendah (28.4 ºC) dari suhu udara di
Kawasan Industri Pulogadung (29.8 ºC) dan Hutan Kota JIEP (30.0 ºC).
Kelembaban udara pada ketiga hutan kota menunjukan perbedaan tingkat
kelembaban dengan Hutan Kota Lanud Halim memiliki kelembaban tertinggi
(84%) kemudian diikuti oleh Hutan Kota JIEP (78%) dan Kawasan Industri
Pulogadung (77%).
Kondisi pada ketiga hutan kota menunjukkan kesesuaian untuk
tumbuhnya lumut kerak secara optimal yaitu pada suhu udara kurang dari 40°C
dan kelembaban dibawah 85%, didukung dengan pernyataan Sundberg et al.
(1996) mengenai kondisi substrat lumut kerak yang mendukung pertumbuhan
lumut kerak secara optimal yaitu pada keadaan suhu yang kurang dari 40 ºC dan
kelembaban yang kurang dari 85%. Suhu dan kelembaban yang melewati ambang
batas dapat menyebabkan rusaknya klorofil pada lumut kerak sehingga aktifitas
fotosintesis dan perkembangan kehidupan dari lumut kerak dapat terganggu.
Pengukuran kualitas udara pada ketiga hutan kota berdasarkan sebaran
polutan udara pada parameter SO2, NO2 dan Pb berada di bawah baku mutu yang
ditetapkan pada peraturan pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang pengendalian
pencemaran udara, sedangkan untuk polutan udara pada parameter TSP di
Kecamatan Cakung berada diatas ambang baku mutu yang ditetapkan yaitu
sebesar ≥230 µg/Nm3 sedangkan pada Kecamatan Pulogadung dan Makasar masih
berada di bawah baku mutu yang telah ditetapkan seperti disajikan pada Tabel 3,
4,5 dan Tabel 6.
Tabel 3 Konsentrasi polutan debu (TSP)
Luas sebaran konsentrasi TSP (Ha)

Kecamatan

≤170
(µg/Nm3)

Cakung
Pulogadung
Makasar

Baku mutu ≥230 µg/Nm3

0.00
0.00
0.00

>170-≤200
(µg/Nm3)

1.40
481.76
2148.0

>200-≤230
(µg/Nm3)

3477.6
986.0
0.00

>230-≤260
(µg/Nm3)

579.65
0.00
0.00

>260
(µg/Nm3)

0.76
0.00
0.00

Tabel 4 Konsentrasi polutan nitrogen dioksida (NO2)
Luas sebaran konsentrasi NO2 (Ha)

Kecamatan
Cakung
Pulogadung
Makasar

≤10
(µg/Nm3)

>10-≤17
(µg/Nm3)

0.00
0.00
0.00

0.00
0.00
0.00

Baku mutu ≥100 µg/Nm3

>17-≤24
(µg/Nm3)

1.65
325.88
2148.00

>24-≤31
(µg/Nm3)

4057.77
1141.87
0.00

>31-≤38
(µg/Nm3)

0.00
0.00
0.00

10
Tabel 5 Konsentrasi polutan sulfur dioksida (SO2)
Luas sebaran konsentrasi SO2 (Ha)

Kecamatan
Cakung
Pulogadung
Makasar

≤30
(µg/Nm3)

Baku mutu ≥ 60 µg/Nm3

0.00
0.00
0.00

>30-≤35
(µg/Nm3)

3324.37
1467.76
2148.00

>35-≤40
(µg/Nm3)

735.05
0.00
0.00

>40-≤45
(µg/Nm3)

0.00
0.00
0.00

>45-≤50
(µg/Nm3)

0.00
0.00
0.00

Tabel 6 Konsentrasi polutan timbal Pb
Luas sebaran konsentrasi Pb (Ha)

Kecamatan
Cakung
Pulogadung
Makasar

≤0.2
(µg/Nm3)

4059.42
1467.76
2148.00

>0.2-≤0.4
(µg/Nm3)

0.00
0.00
0.00

>0.4-≤0.6
(µg/Nm3)

0.00
0.00
0.00

>0.6-≤0.8
(µg/Nm3)

0.00
0.00
0.00

Baku mutu ≥ 1 µg/Nm3
Sumber : Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Jakarta Timur (BPLHD).

>0.8-≤1
(µg/Nm3)

0.00
0.00
0.00

Kecamatan Cakung memiliki persentase luasan sebaran konsentrasi
polutan tercemar tertinggi di semua jenis polutan. Kecamatan Cakung memiliki
tingkat tercemar yang melewati ambang batas baku mutu yang telah ditetapkan
oleh pemerintah di jenis polutan TSP yaitu sebesar ≥230 µg/Nm3. Tingginya
tingkat TSP di Kecamatan Cakung dikarenakan tingginya aktifitas industri dan
aktifitas kendaraan bermotor. Konsentrasi debu dan partikulat berbanding lurus
dengan aktifitas industri dan lalu lintas, hal tersebut yang menyebabkan tingginya
tingkat polutan TSP di Kecamatan Cakung. Jenis polutan lainnya masih jauh dari
batas ambang baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Polutan NO2
merupakan hasil samping pembakaran yang timbul dari kombinasi nitrogen
dengan oksigen di atmosfer. Polutan jenis Pb muncul dari hasil pembakaran
kendaraan bermotor yang mana Timbal atau Pb terdapat pada bensin dalam
bentuk tetraethyl lead (C2H5)4Pb yang berfungsi sebagai zat aditif untuk
meningkatkan bilangan oktan mesin kendaraan (Gambar 3).

Gambar 3 Sumber pencemaran udara berupa aktifitas industri dan kendaraan
bermotor.

11
Menurut Gombert et al. (2003) konsentrasi polutan udara mempengaruhi
proses keberlangsungan hidup lumut kerak. Polutan total suspend partikel (TSP)
di udara dapat mengganggu proses respirasi maupun fotosintesis lumut kerak yang
mengakibatkan pada terganggunya proses pertumbuhan maupun daur hidup dari
lumut kerak. Polutan sulfur dioksida (SO2) dapat mengganggu keberlangsungan
proses fotosintesis karena dalam tubuh lumut kerak akan menjadi asam sehingga
akan mengalami kematian (Hadiyati et al. 2013). Kadar NO2 yang terkandung
dalam udara dapat menyebabkan kerusakan substrat lumut kerak yang dapat
mengganggu pertumbuhan lumut kerak.
Komposisi Jenis Lumut Kerak
Lumut kerak berdasarkan tipe morfologinya dikelompokan ke dalam
empat tipe yatu Crustose (kerak), Foliose (daun), Squamulose (sisik) dan
Fructicose (cabang silinder atau pita) (Januardania 1995). Tipe morfologi lumut
kerak yang ditemukan hanya Crustose dan Foliose. Tingginya kadar sulfur
dioksida (SO2) di Jakarta Timur yang menyebabkan tipe morfologi Fructicose dan
Squamulose tidak dijumpai. Menurut Edi (2001) faktor utama kematian jenis
lumut kerak tipe morfologi Fructicose dan Squamulose adalah polutan sulfur
dioksida (SO2). Tipe morfologi Fructicose tidak ditemukan pada ketiga hutan kota
hal ini dikarenakan tipe morfologi ini lebih sering ditemukan atau berkembang
biak di bebatuan atau cabang pohon (Januardania 1995). Jenis lumut kerak yang
ditemukan pada ketiga hutan kota menunjukan bahwa sebanyak 81% berasal dari
tipe talus Crustose sedangkan sisanya berasal dari tipe talus Foliose (Tabel 7).
Total genus yang ditemukan pada ketiga hutan kota sebanyak lima famili
lumut kerak, yaitu: (1)Physciaceae, (2)Rosellaceae, (3)Graphidaceae,
(4)Verrucariaceae dan (5)Palmeliaceae. Hutan Kota JIEP ditemukan sebanyak
empat famili, Kawasan Industri Pulogadung ditemukan sebanyak empat famili
dan Hutan Kota Lanud Halim ditemukan sebanyak lima famili.

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Tabel 7 Komposisi jenis lumut kerak pada ketiga hutan kota
Lokasi penelitian
Tipe
Famili
Jenis
morfologi
I*
II*
III*
Crustose
Physciaceae
Amandinea sp.


Crustose
Rosellaceae
Chiodecton sp.



Crustose
Graphidaceae
Graphis sp.



Crustose
Jenis F


Crustose
Jenis M

Crustose
Jenis X

Crustose
Jenis X’


Crustose
Physciaceae
Physcia sp.

Crustose
Verrucariaceae Verrucaria sp.

Foliose
Palmeliaceae
Heterodermia sp.

Foliose
Palmeliaceae
Palmeliaceae




Keterangan *

: I : Hutan Kota JIEP, Cakung
II : Kawasan Industri Pulogadung, Pulogadung
III : Hutan Kota Lanud Halim Perdanakusumah
√ : Ditemukan
– : Tidak ditemukan

12
Hutan Kota yang sekelilingnya memiliki tingkat industri yang cukup tinggi
menyebabkan jenis lumut kerak yang ditemukan sedikit, sesuai dengan pernyataan
Alexopolous dan Mims (1979) bahwa pusat kota dengan polusi industri tidak
ditemukan atau jarang ditemukan lumut kerak. Komposisi jenis lumut kerak yang
ditemukan pada ketiga hutan kota sebanyak 11 jenis. Lumut kerak di Hutan Kota
JIEP ditemukan sebanyak 6 jenis, Kawasan Industri Pulogadung ditemukan
sebanyak 6 jenis dan perjumpaan paling tinggi pada Hutan Kota Lanud Halim
ditemukan sebanyak 8 jenis. Komposisi jenis lumut kerak di Hutan Kota Lanud
Halim paling banyak dijumpai dari dua hutan kota lainnya, hal ini yang
mengindikasikan kualitas udara di Hutan Kota Lanud Halim lebih baik dari kedua
lokasi hutan kota lainnya.
Jenis Physcia sp., Verrucaria sp. dan Heterodermia sp. merupakan jenisjenis lumut kerak yang termasuk dalam kelompok sensitif terhadap pencemaran
udara sehingga dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran udara. Hal ini
dikarenakan jenis-jenis tersebut tidak dijumpai pada keadaan kualitas udara yang
tercemar seperti di Kecamatan Cakung, sedangkan jenis Chiodecton sp., Graphis
sp. dan Palmeliaceae merupakan jenis lumut kerak yang toleran terhadap
pencemaran udara karena jenis lumut kerak tersebut dapat dijumpai pada ketiga
hutan kota.
Keanekaragaman Jenis Lumut Kerak (H’)
Keanekaragaman lumut kerak dapat diambil sebagai perkiraan kualitas
udara, semakin tinggi nilainya menunjukan lokasi lingkungan yang baik,
begitupun sebaliknya (Asta et al. 2002). Faktor-faktor lain yang mempengaruhi
besarnya keanekaragaman adalah faktor lingkungan seperti kondisi iklim mikro,
intensitas cahaya matahari, air, nutrisi, suhu dan kelembaban. Keanekaragaman
pada ketiga hutan kota menunjukan tingkat keanekaragaman sedang yaitu
memiliki indeks yang berkisaran pada 1