Keanekaragaman lumut kerak tiga taman di kota jakarta selatan sebagai bioindikator pencemaran udara

KEANEKARAGAMAN LUMUT KERAK TIGA TAMAN KOTA
DI JAKARTA SELATAN SEBAGAI BIOINDIKATOR
PENCEMARAN UDARA

ADINDA PRYANKA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman
Lumut Kerak Tiga Taman di Kota Jakarta Selatan Sebagai Bioindikator
Pencemaran Udara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Adinda Pryanka
NIM E34100019

ABSTRAK
ADINDA PRYANKA. Keanekaragaman Lumut Kerak Tiga Taman di Kota
Jakarta Selatan sebagai Bioindikator Pencemaran Udara. Dibimbing oleh ENDES
N DACHLAN dan ELIS NINA HERLIYANA.
Lumut kerak merupakan organisme yang dapat mengabsorpsi polutan udara
namun tidak mampu mengembalikannya kembali ke lingkungan sekitarnya,
sehingga polutan udara terakumulasi dan merubah fisiologisnya. Kondisi tersebut
menjadikan lumut kerak dapat dijadikan sebagai bioindikator pencemaran udara.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengukur keanekaragaman lumut kerak dan
melihat hubungannya dengan karakteristik lingkungan (suhu, kelembapan, SO2,
NO2 dan TSP) di tiga taman kota di Jakarta Selatan. Penelitian dilaksanakan pada
bulan Maret hingga April 2014. Taman Kota Martha Tiahahu mewakili
peruntukan pusat kegiatan sosial ekonomi. Taman Kota Ayodya mewakili
peruntukan rekreasi, dan Taman Kota Gandaria Tengah mewakili peruntukan

pemukiman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai indeks keanekaragaman
lumut kerak ketiga taman kota berturut-turut semakin rendah yaitu Martha
Tiahahu (1.23), Gandaria Tengah (1.17) dan Ayodya (0.57). Dominasi pohon
dengan keliling batang yang besar di Martha Tiahahu diduga menjadi faktor
utama tingginya nilai indeks keanekaragaman di taman tersebut. Dari lima
karakteristik lingkungan, hanya kelembapan yang memiliki hubungan linier
(berbanding lurus) terhadap keanekaragaman lumut kerak.
Kata kunci: keanekaragaman, kualitas udara, lumut kerak

ABSTRACT
ADINDA PRYANKA. Diversity of Lichens’ Three City Parks at South Jakarta as
Bioindicators of Air Pollution. Supervised by ENDES N DACHLAN dan ELIS
NINA HERLIYANA.
Lichen is an organism that afford to absorb air pollutants but can’t return it
back into the surrounding environment, so the air pollutants accumulate and affect
physiology. Those conditions make lichens can be used as bioindicators of air
pollution. This study’s purpose is to measure the diversity of lichens and see its
relationship with environmental characteristics (temperature, humidity, SO2, NO2
and TSP) in three city parks at South Jakarta. The study was conducted in March
to April 2014. Martha Tiahahu City Park represents the center of socio-economic

activity. Ayodya City Park represents recreation and Gandaria Tengah City Park
represents residential designation. The result showed that the value of lichens’
diversity index from the highest value is Martha Tiahahu (1.23), Gandaria Tengah
(1.17) and Ayodya (0.57). The large trees dominance at Martha Tiahahu is the
major factor of the high value in city park’s diversity index. Moisture is the only
one of environment’s character that has a linear relationship (proportional) to the
lichens’ diversity.
Keywords: air quality, diversity, lichens

KEANEKARAGAMAN LUMUT KERAK TIGA TAMAN KOTA
DI JAKARTA SELATAN SEBAGAI BIOINDIKATOR
PENCEMARAN UDARA

ADINDA PRYANKA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Keanekaragaman Lumut Kerak Tiga Taman Kota di Jakarta
Selatan Sebagai Bioindikator Pencemaran Udara
Nama
: Adinda Pryanka
NIM
: E34100019

Disetujui oleh

Dr Ir Endes N Dachlan, MS
Pembimbing I

Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt., atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Keanekaragaman Lumut Kerak Tiga Taman Kota di Jakarta Selatan Sebagai
Bioindikator Pencemaran Udara”.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Endes N Dachlan, MS
dan Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, nasehat dan semangatnya kepada penulis. Selain itu,
penulis menyampaikan penghargaan kepada Dinas Pertamanan dan Pemakaman
Kotamadya Jakarta Selatan atas izin penggunaan tiga taman kota sebagai lokasi
penelitian penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada bunda,

ayah dan kakak saya serta Bangkit Maulana atas bantuan, dukungan dan
keikhlasannya dalam doa yang diberikan kepada penulis. Keluarga KSHE 47
(Nepenthes Rafflesiana 47), Keluarga besar HIMAKOVA, Arizka Mufida,
Amalia Chairunnisa, Oktania Kusuma, Rahmi Nur Khairiah, Ade Surahman,
Dimaz Danang Al-Reza, Rudi H Hutajulu atas motivasi, bantuan dan
kebersamaannya selama ini, serta seluruh dosen dan staf pengajar, staf tata usaha,
laboran, mamang dan bibi di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata dan Fakultas Kehutanan IPB yang telah membantu dan memberikan
ilmu pengetahuan.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Oktober 2014
Adinda Pryanka

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR


vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

METODE

2

Lokasi dan Waktu

2

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

2

Jenis Data

4

Prosedur Pengumpulan Data


4

Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Karakteristik Lingkungan

6

Kekayaan Jenis Lumut Kerak

8

Hubungan Karakteristik Lingkungan terhadap Keanekaragaman Lumut
Kerak

SIMPULAN DAN SARAN

13
14

Simpulan

14

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

20


DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Alat dan bahan yang digunakan saat penelitian
Suhu dan kelembapan harian rata-rata di tiga taman kota
Kualitas udara di tiga taman kota
Jenis lumut kerak di tiga taman kota
Kekayaan jenis lumut kerak yang ditemukan
Nilai keanekaragaman jenis lumut kerak
Kekayaan jenis pohon substrat
Frekuensi perjumpaan jenis lumut kerak

4
7
8
9
10
11
12
13

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Kotamadya Jakarta Selatan
Vegetasi yang rapat di Taman Kota Gandaria Tengah
Taman Kota Ayodya di kawasan padat transportasi
Graphis sp (Crustose)
Parmeliaceae (Foliose)
Kondisi pepohonan di Taman Kota Martha Tiahahu

3
7
8
9
9
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Baku mutu udara ambien nasional (PP No. 41 Tahun 1999)
Suhu dan kelembapan di tiga taman kota
Hasil analisa kualitas udara
Dokumentasi lumut kerak yang ditemukan
Hasil identifikasi jenis lumut kerak

18
21
22
26
29

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota merupakan pusat berbagai aktivitas manusia dan tempat konsentrasi
penduduk yang terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Sebuah kota
mempunyai fungsi majemuk, dapat sebagai pusat populasi, perdagangan,
pemerintahan industri maupun pusat budaya dari suatu wilayah (Irwan 1997).
Kota Jakarta Selatan merupakan salah satu wilayah administratif DKI Jakarta
dengan luasan mencapai 141.37 km2 (BPS Kota Administrasi Jakarta Selatan
2012). DKI Jakarta sebagai ibukota negara Republik Indonesia telah menjadi
pusat kegiatan negara dalam segala bidang, meliputi ekonomi, perdagangan,
pendidikan dan pembangunan, termasuk juga di Kota Jakarta Selatan.
Pembangunan yang ada dapat menimbulkan berbagai dampak negatif di
Kota Jakarta Selatan, salah satunya yaitu penurunan kualitas lingkungan berupa
pencemaran udara. Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat,
energi dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia,
sehingga melampaui baku mutu udara yang telah ditetapkan (Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup No 12 Tahun 2010). Zat, energi dan/atau komponen lain
tersebut disebut polutan. Polutan yang terlalu banyak akan menyebabkan
kerusakan pada lingkungan di sekitarnya dan dapat mengganggu kelangsungan
hidup manusia, hewan dan tumbuhan.
Pemantauan kualitas udara ambien di Indonesia telah dilakukan dengan
berbagai cara, seperti pengoperasian jaringan pemantau berkelanjutan otomatis di
sepuluh kota sejak tahun 2000 yang memantau konsentrasi CO (karbon
monoksida), SO2 (sulfur dioksida), NOx (nitrogen oksida), O3 (ozon) dan debu
PM10 (particulate matter) (BAPPENAS 2006). Berdasarkan Departemen
Kesehatan (2005), CO memiliki potensi bersifat racun yang berbahaya karena
mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu hemoglobin,
sehingga berpengaruh terhadap peredaran oksigen ke seluruh tubuh. Sementara
itu, polutan SO2 dengan kadar 8 hingga 12 ppm dapat berdampak pada iritasi
sistem pernafasan dan kandungan ozon dengan kadar 0.3 ppm menimbulkan iritasi
pada hidung serta tenggorokan. Di udara ambien yang normal, NO dapat
mengalami oksidasi menjadi NO2 yang bersifat racun terutama terhadap paru.
Pada umumnya, manusia akan mengalami sulit bernafas apabila menghirup udara
yang mengandung NO2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit. Partikulat debu
yang melayang dan berterbangan dibawa angin akan menyebabkan iritasi pada
mata dan dapat menghalangi daya tembus pandang mata.
Pengoperasian jaringan pemantau yang dilakukan secara berkelanjutan
membutuhkan biaya operasional yang mahal, selain itu besar kemungkinan terjadi
kerusakan yang berdampak terhadap kehilangan data (Estrabou et al. 2011). Oleh
karena itu, dibutuhkan cara lain yang lebih sederhana namun tetap efektif. Sistem
pemantauan dengan menggunakan respons biologi atau biomonitoring merupakan
salah satu alternatif dalam pemantauan kualitas udara. Lumut kerak atau lichen
merupakan organisme epifit, yaitu organisme yang hidup dengan menempel tanpa
mengambil makanan dari inangnya (Aryulina 2007). Hampir seluruh penelitian

2
menggunakan lumut kerak sebagai bioindikator pencemaran udara khususnya di
Amerika dan Eropa (O-H et al. 2005). Menurut Kricke dan Loppi (2002),
pemetaan keanekaragaman jenis lumut kerak telah menjadi suatu hal yang rutin
dilakukan di beberapa negara sejak keberadaannya memberikan indikasi dampak
biologis polusi udara.
Kajian mengenai lumut kerak sebagai bioindikator pencemaran udara di
Indonesia masih terbatas, termasuk di Jakarta Selatan. Beberapa peneliti
diantaranya yaitu Soedaryanto et al. (1992) di Denpasar, Pratiwi (2006) di Pulo
Gadung, Cibubur dan Kampus IPB Bogor serta Istam (2007) di Kebun Raya
Bogor dan Hutan Kota Manggala Wana Bhakti. Terbatasnya kajian mengenai
lumut kerak menyebabkan perlu adanya peningkatan jumlah penelitian terkait hal
tersebut. Penelitian ini akan mengkaji keberadaan lumut kerak di tiga taman kota
di Jakarta Selatan yaitu Taman Kota Gandaria Tengah, Taman Kota Ayodya dan
Taman Kota Martha Tiahahu, sebagai daerah yang diduga relatif tercemar dan
tidak tercemar.
Tujuan Penelitian
Mengukur keanekaragaman lumut kerak serta mengidentifikasi
hubungannya terhadap karakteristik lingkungan di lokasi tertentu dengan kualitas
udara yang diduga berbeda. Lokasi tersebut yaitu tiga taman kota di Jakarta
Selatan, Taman Kota Gandaria Tengah, Taman Kota Ayodya dan Taman Kota
Martha Tiahahu, dalam peranannya sebagai bioindikator pencemaran udara.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai informasi penunjang dalam
pengembangan ilmu terkait lumut kerak sebagai bioindikator pencemaran udara
serta bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan lingkungan di masa
mendatang.

METODE
Lokasi dan Waktu
Pengambilan data dilakukan di tiga taman kota di Jakarta Selatan dengan
kualitas udara yang diduga berbeda, yaitu Taman Kota Gandaria Tengah, Taman
Kota Martha Tiahahu dan Taman Kota Ayodya. Pengambilan data dilaksanakan
dari bulan Maret sampai dengan April 2014.
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Jakarta Selatan terletak pada 106°22’42” Bujur Timur (BT) sampai dengan
106°58’18” BT, dan 5°19’12” Lintang Selatan (LS). Luas Wilayah sesuai dengan
Keputusan Gubernur KDKI Nomor 1815 tahun 1989 adalah 141.37 km2 atau
22.41% dari luas DKI Jakarta. Terbagi menjadi 10 kecamatan dan 65 kelurahan.
Secara geografis wilayah Jakarta Selatan memiliki batas-batas wilayah meliputi:

3
- Sebelah utara berbatasan dengan Kotamadya Jakarta Barat dan Kota Jakarta
Pusat
- Sebelah timur berbatasan dengan Kotamadya Jakarta Timur
- Sebelah selatan berbatasan dengan Kota Depok Propinsi Jawa Barat
- Sebelah barat berbatasan dengan Kota Tangerang Propinsi Banten
(2

Sumber : Dinas Pekerjaan Umum (2012)
Keterangan :
: Lokasi Penelitian

Gambar 1 Kotamadya Jakarta Selatan
Jakarta Selatan beriklim panas dengan suhu rata-rata pertahun 27°C
dengan tingkat kelembapan berkisar antara 80-90%. Penggunaan tanah di wilayah
Kota Jakarta Selatan yaitu 71.56% untuk perusahan, 12.06% perkantoran, 1.62%
perindustrian, 1.31% untuk taman, 1.04% merupakan lahan tidur, 10.48% untuk
kawasan perekonomian dan 1.93% untuk lahan pertanian.
Taman Kota Martha Tiahahu merupakan salah satu taman terluas di Jakarta
Selatan, dengan luas 20.960 m2. Taman ini terletak di sekitar pusat perbelanjaan
dan terminal bus Blok M (Diskominfomas Pemprov DKI Jakarta 2009). Taman
Kota Gandaria Tengah terletak di sekitar perumahan Kebayoran Baru dengan

4
luasan 1.716 m2 (Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta). Taman Kota
Ayodya adalah salah satu taman kota yang baru diresmikan oleh Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta dengan luas 7.500 m2. Taman yang terletak di kawasan
Barito ini menjadi tempat rekreasi yang sering dikunjungi masyarakat DKI
Jakarta.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas dua bagian, yaitu
alat yang digunakan untuk pengambilan sampel talus lumut kerak dan
pengambilan sampel udara (Tabel 1).
Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan saat penelitian
No
1.
2.
3.
4.

Nama
Meteran
Amplop
Cutter
Termometer bola basah dan bola kering

5.
6.
7.
8.

Imvinger dan dust sampler
Generator listrik dan kabel roll
Alat tulis dan tally sheet
Kamera

Fungsi
Mengukur keliling batang pohon
Menyimpan sampel lumut kerak
Mengambil sampel lumut kerak
Mengukur suhu (oC) dan kelembapan
udara (%)
Mengukur kualitas udara
Sumber listrik
Mencatat hasil
Dokumentasi

Pemilihan Lokasi Pengukuran di Lapangan
Ketiga taman kota yang menjadi lokasi penelitian mewakili berbagai lokasi
dengan peruntukan dan kualitas udara yang diduga berbeda. Taman Kota
Gandaria Tengah mewakili taman kota peruntukan pemukiman, Taman Martha
Tiahahu mewakili peruntukan pusat kegiatan sosial ekonomi dan Taman Ayodya
mewakili peruntukan wisata yang berada di kawasan padat transportasi.
Jenis Data
Data faktor biotik yang diperoleh meliputi seluruh jenis pohon, keliling
pohon yang menjadi pohon substrat lumut kerak, jenis lumut kerak yang
ditemukan beserta jumlah individu setiap jenisnya, sedangkan faktor abiotik
meliputi suhu dan kelembapan. Parameter yang digunakan untuk pengambilan
data kualitas udara yaitu NO2, CO2, SO2, dan TSP. Keempat parameter tersebut
merupakan kandungan polutan udara yang menjadi fokus perhatian di beberapa
kota besar, termasuk DKI Jakarta.
Prosedur Pengumpulan Data
Pengambilan Data Suhu dan Sampel Udara
Pengambilan data suhu dan kelembapan dilakukan sebanyak tiga kali dalam
sehari (08.00, 13.00 dan 17.00 WIB) pada masing-masing lokasi penelitian.
Pengukuran dilakukan dengan pengulangan tiga kali, yaitu pada hari Kamis (27

5
Maret 2014), Jumat (18 April 2014) dan Minggu (20 April 2014). Pengukuran
kandungan polutan udara (NO2, CO2, SO2, dan TSP) dilakukan pada hari Sabtu
tanggal 26 April 2014 dengan menggunakan impvinger dan dust sampler.
Pengambilan Sampel Talus Lumut Kerak
Pengambilan sampel talus lumut kerak diawali dengan melakukan
inventarisasi pohon substrat lumut kerak, kemudian melakukan pengamatan
secara makroskopik dengan melihat ciri-ciri talus lumut kerak secara langsung
pada tiap pohon. Pengamatan dimulai dari dasar pohon sampai ketinggian ±150
cm (Asta et al. 2002).
Analisis Data
Indeks Keanekaragaman Jenis (H’)
Keanekaragaman jenis lumut kerak yang terdapat pada tiga lokasi
pengamatan ditentukan dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon–
Wiener (H’) dengan rumus :
H’= -∑pi ln pi;

pi =

Keterangan :
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
ni = Jumlah individu setiap jenis
N = Jumlah individu seluruh jenis
pi = Kelimpahan setiap jenis
Nilai indeks keanekaragaman yang didapatkan akan menjadi perbandingan
untuk mengetahui tingkat keanekaragaman jenis lumut kerak antar taman kota.
Frekuensi Perjumpaan Lumut Kerak
Perjumpaan lumut kerak digunakan untuk mengukur penyebaran jenis lumut
kerak. Rumus yang digunakan dalam analisis frekuensi perjumpaan lumut kerak
yaitu:
umlah individu pohon ditemukan suatu enis
lumut kerak
rekuensi er umpaan =
umlah seluruh individu

Suhu Udara Harian Rata-rata
Rumus yang digunakan untuk menghitung suhu udara harian adalah:
uhu udara (T)=

(2xT pagi) (T siang) (T sore)

Kelembapan Udara Harian Rata-rata
Rumus yang digunakan untuk menghitung kelembapan udara harian adalah:
(2xK pagi) (K siang) (K sore)
Kelembapan dara (K )=

6
Kandungan Udara Ambien
Data kandungan polutan udara yang didapatkan kemudian dianalisis di
Laboratorium PPLH IPB (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Pertanian
Bogor). Hasil analisis dibandingkan dengan baku mutu udara ambien nasional
yang terdapat di Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 mengenai
Pengendalian Pencemaran Udara.
Identifikasi Jenis Lumut Kerak
Sampel lumut kerak yang telah diambil dimasukkan ke dalam amplop.
Setiap jenis yang diduga berbeda diletakkan di amplop yang berbeda. Sampel
diidentifikasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian
Biologi, Cibinong.
Hubungan Karakteristik Lingkungan dengan Keanekaragaman Lumut
Kerak
Hubungan antara peubah tidak bebas (keanekaragaman lumut kerak)
dengan peubah bebas (karakteristik lingkungan) dijelaskan menggunakan analisis
regresi. Karakteristik lingkungan meliputi suhu, kelembapan dan parameter
kualitas udara. Hubungan kedua peubah dianalisis melalui persamaan menurut
Walpole (1982), yaitu sebagai berikut:
y= a + bx
Keterangan:
y= peubah tak bebas
a= konstanta
b= koefisien regresi peubah bebas
x= peubah bebas

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Lingkungan
Jakarta sebagai kota yang memiliki suhu udara harian rata-rata 28°C atau
lebih dimasukkan ke dalam kategori tropis (Karyono 2001). Menurut Sukawi
(2008), kota tropis memerlukan banyak ruang terbuka hijau untuk membantu
menurunkan suhu kota, salah satunya yaitu taman kota. Taman kota adalah
kawasan yang ditanam dan ditata sedemikian rupa, baik sebagian maupun
semuanya hasil rekayasa manusia untuk mendapatkan komposisi tertentu yang
indah (Dachlan 2013).
Suhu dan Kelembapan
Suhu dan kelembapan harian rata-rata di tiga taman kota disajikan dalam
Tabel 2. Taman Gandaria Tengah memiliki suhu harian rata-rata yang paling
rendah dan kelembapan yang paling tinggi. Vegetasi yang rapat dan luas taman
yang hanya berukuran 0,1 ha (Gambar 2) menyebabkan tanaman mampu
menyerap energi sinar matahari yang datang lebih banyak dan meningkatkan

7
kemampuan menyerap CO2 dari aktivitas penduduk ataupun dari kendaraan
bermotor sehingga suhu udara tetap rendah (Prasetyo 2012).
Tabel 2 Suhu dan kelembapan harian rata-rata di tiga taman kota
Taman Kota
Martha Tiahahu
Ayodya
Gandaria Tengah

Suhu harian rata-rata
(0C)

Kelembapan udara harian
rata-rata (%)

31.1 ± 0.23
31.9 ± 0.26
29 ± 0.00

73.1 ± 3.89
64.5 ± 3.11
87 ± 0.00

Gambar 2 Vegetasi yang rapat di Taman Kota Gandaria Tengah
Berdasarkan faktor suhu, ketiga taman kota tersebut merupakan lokasi yang
sesuai dalam mendukung pertumbuhan lumut kerak. Berdasarkan Gauslaa dan
Solhaug (1998), suhu optimal bagi pertumbuhan lumut kerak yaitu kurang dari
40°C. Suhu 45°C dapat merusak klorofil pada lumut kerak sehingga aktivitas
fotosintesis dapat terganggu.
Kualitas Udara
Berdasarkan analisa data yang dilakukan di laboratorium PPLH IPB,
didapatkan nilai kandungan polutan udara di tiga taman kota yang disajikan pada
Tabel 3. Pengambilan sampel udara ambien dilakukan pada hari yang sama di
ketiga lokasi penelitian. Pengukuran nilai kandungan sampel udara ambien
dengan parameter NO2, SO2, TSP dan CO2 masih jauh lebih rendah di bawah
ambang batas baku mutu udara menurut Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 1999.

8
Tabel 3 Kualitas udara di tiga taman kota
Taman kota
Parameter
Nitrogen dioksida
(NO2) (µg/Nm3/Jam)
Sulfur dioksida (SO2)
(µg/Nm3/Jam)
TSP (Debu) (µg/Nm3)
Karbon dioksida
(CO2) (µg/Nm3)

Martha
Tiahahu

Ayodya

Gandaria
Tengah

3

14

7

8

12

9

23
< 0,81

27
< 0,81

5
< 0,81

Peraturan
Pemerintah No
41 Tahun 1999
400
(µg/Nm3/Jam)
900
(µg/Nm3/Jam)
230 (µg/Nm3)
-

Taman Ayodya memiliki kandungan SO2, NO2 dan TSP yang paling tinggi
sebab lokasinya yang berada di daerah padat transportasi (Gambar 3). Pembakaran
bahan bakar dalam kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber utama NO2,
Total Suspended Particulate (BPLHD Jawa Barat 2009) dan SO2 (Sutanto dan
Ani 2011). Perbedaan kandungan SO2 di ketiga taman tidak berbeda signifikan
berbeda dengan kandungan NO2. Menurut Hultengrens et al. (2004), kawasan
perkotaan (urban area) memiliki perbedaan kandungan SO2 yang tidak signifikan
dengan kawasan pedesaan (rural area) di sekitarnya, berbeda halnya dengan
kandungan NO2 dan kontaminan lainnya yang berbeda signifikan.

Gambar 3 Taman Kota Ayodya yang terletak di kawasan padat transportasi
Kekayaan Jenis Lumut Kerak
Lumut kerak merupakan organisme yang dapat mengabsorpsi polutan udara
namun tidak mampu mengembalikannya kembali ke lingkungan sekitarnya,
sehingga polutan udara terakumulasi dan merubah fisiologisnya. Kondisi tersebut
menjadikan lumut kerak dapat dijadikan sebagai bioindikator pencemaran udara.
Menurut Campbell (2003), lumut kerak adalah asosiasi simbiotik yang tersusun
atas berjuta-juta mikroorganisme fotosintetik (fotobion) yang bersatu dalam

9
jaringan hifa fungi (mikobion). Lumut kerak mengabsorpsi air secara langsung
dari atmosfer melalui permukaan talusnya, bersamaan dengan kontaminan lainnya.
Berdasarkan hasil pengamatan di tiga taman kota didapatkan 19 jenis lumut
kerak. Dari 19 jenis tersebut, hanya lima jenis yang dapat diidentifikasi (Tabel 4).
Hampir 95% dari jenis lumut kerak yang ditemukan memiliki tipe talus Crustose
(Gambar 4). Tipe talus Crustose merekat kuat pada substratnya sehingga tidak
mudah dilepas, berbeda halnya dengan Foliose (Gambar 5) yang menyerupai daun
dan mudah dilepas.
Tabel 4 Jenis lumut kerak di tiga taman kota
Kode
No
jenis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
K’
M
N
P
Q
R
X
X’

Jenis lumut
kerak
Graphis sp.
Parmeliaceae
Chiodecton sp.
Fissurina sp.
Lepraria sp.
-

Tipe
morfologi
talus
Crustose
Foliose
Crustose
Crustose
Crustose
Crustose
Crustose
Crustose
Crustose
Crustose
Crustose
Crustose
Crustose
Crustose
Crustose
Crustose
Crustose
Crustose
Crustose

Lokasi Taman Kota
Martha
Gandaria
Ayodya
Tiahahu
Tengah
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v

Keterangan : v : ditemui

Gambar 4 Graphis sp (Crustose)

Gambar 5 Parmeliaceae (Foliose)

10
Taman Kota Martha Tiahahu merupakan taman yang memiliki jumlah
individu lumut kerak paling melimpah (Tabel 5). Menurut Juriado et al. (2003)
dalam Pinokiyo et al. (2008), jenis pohon yang lebih beragam menjadi faktor
utama melimpahnya lumut kerak. Pohon yang menjadi substrat lumut kerak di
Taman Kota Martha Tiahahu, mencapai 26 jenis sedangkan di Taman Kota
Ayodya hanya 19 jenis dan Taman Kota Gandaria Tengah sebanyak 17 jenis.
Tabel 5 Kekayaan jenis lumut kerak yang ditemukan di tiga taman kota
Jenis lumut
kerak
Graphis sp.
Parmeliaceae
Chiodecton sp.
Jenis D
Jenis E
Jenis F
Jenis G
Fissurina sp.
Jenis I
Jenis J
Jenis K
enis K’
Jenis M
Lepraria sp.
Jenis P
Jenis Q
Jenis R
Jenis X
enis X’
Total individu

Jumlah individu lumut kerak di setiap
lokasia (%)
Gandaria
Martha Tiahahu
Ayodya
Tengah
1.94
5.06
0.42
31.61
8.48
20.16
0.39
0.07
2.80
0.02
0.39
0.89
3.69
0.18
1.97
0.01
0.07
0.02
0.06
0.04
0.88
0.21
0.04
0.01
0.03
0.01
0.03
19.58
0.02
0.04
0.38
0.52
60.26
23.98
15.75

Jumlah
individu
tiap jenisa
(%)
7.42
60.25
3.26
0.02
1.28
3.87
1.98
0.07
0.02
0.10
0.88
0.25
0.04
0.01
0.03
19.58
0.02
0.04
0.90
100

Keterangan: aSatu koloni dianggap sebagai satu individu lumut kerak

Famili Parmeliaceae merupakan famili dengan jumlah individu yang
mendominasi di ketiga taman kota. Pada setiap taman kota ditemukan famili
dengan tipe morfologi talus foliose ini. Parmeliaceae memiliki daya lekat yang
lemah dengan substrat, sehingga mudah terlepas (Hadiyati et al. 2013)
Keanekaragaman Jenis Lumut Kerak (H’)
Jumlah keanekaragaman lumut kerak dapat diambil sebagai perkiraan
kualitas lingkungan: semakin banyak jumlahnya menunjukkan kepada kondisi
lingkungan yang baik, begitupun sebaliknya (Asta et al. 2002). Faktor lingkungan
seperti kondisi iklim mikro, sinar matahari, air dan nutrisi memiliki peranan
penting dalam pertumbuhan, penyebaran dan keanekaragaman jenis lumut kerak
di suatu wilayah (Bruniati et al. 2003 dalam Pinokiyo et al. 2008). Berikut nilai
keanekaragaman jenis lumut kerak yang ada di tiga taman kota.

11

Tabel 6 Nilai keanekaragaman jenis lumut kerak di tiga taman kota
Taman kota
Martha Tiahahu
Ayodya
Gandaria Tengah

Nilai keanekaragaman enis (H’)
1.23
0.57
1.17

Keanekaragaman lumut kerak yang tinggi di Taman Kota Martha Tiahahu
(Tabel 6) diduga disebabkan dominasi pohon dengan keliling yang besar.
Keanekaragaman lumut kerak tertinggi ada pada pohon yang tua, besar dan
memiliki laju pertumbuhan lambat, dengan banyak cabang (Lie et al. 2009).
Rendahnya keanekaragaman jenis lumut kerak di Taman Kota Ayodya disebabkan
lokasinya yang berada di pusat kota Jakarta Selatan, hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Estrabou et al. (2011) yang menunjukkan bahwa di area central suatu
perkotaan memiliki lumut kerak dalam jumlah terbatas. Berdasarkan nilai
keanekaragaman jenis lumut kerak yang didapatkan dari ketiga taman kota, dapat
ditentukan bahwa Taman Kota Martha Tiahahu (Gambar 6) memiliki kondisi
lingkungan yang lebih baik dibandingkan Taman Kota Ayodya dan Taman Kota
Gandaria Tengah.

Gambar 6 Kondisi pepohonan di Taman Kota Martha Tiahahu
Frekuensi Perjumpaan Lumut Kerak
Perjumpaan setiap jenis lumut kerak dihitung berdasarkan jumlah individu
pohon sebagai substratnya. Di dalam tiga taman kota terdapat 541 individu pohon,
namun tidak semuanya dijadikan sebagai substrat lumut kerak. Pohon yang
dijadikan sebagai substrat berjumlah 337 individu (Tabel 7).

12
Tabel 7 Kekayaan jenis pohon substrat di tiga taman kota
No

Nama lokal

Nama ilmiah

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
40

Angsana
Pterocarpus indicus
Asam jawa
Tamarindus indica
Bungur
Lagerstroemia indica
Bunga kupu kupu
Bauhinia purpurea
Damar laki
Araucaria cunninghamii
Gelodogan Tiang
Polyalthia longifolia
Gempol
Nauclea orientalis
Jambu air
Syzgium aqueum
Janda merana
Vernania elliptica
Jati
Tectona grandis
Jati emas
Cordia sebestena
Kamboja
Plumeria sp.
Karet kerbau
Ficus elastica
Kedondong
Spondias dulcis
Keben
Barringtonia asiatica
Kelapa gading
Cocos nucifera
Ketapang
Terminalia catappa
Kurma
Phoenix dactylifera
Mahoni daun besar Swietenia macrophylla
Mahoni daun kecil Swietenia mahagoni
Mangga
Mangifera indica
Mangga apel
Nangka
Artocarpus heterophyllus
Palem botol
Hyphorbe lagenicalius
Palem kecil
Palem merah
Cyrthostachys renda
Palem sadeng
Livistona rutondifolia
Pinus
Pinus merkusii
Rambutan
Nephelium lappaceum
Saputangan
Maniltoa grandiflora
Saga pohon
Adenanthera pavonina
Salam
Syzgium polyanthum
Sawo durian
Chrysophyllum cainita
Sawo manila
Manilkara zapota
Tanjung
Mimusops elengi
Tabebuya
Tabebuia aurea
Total Individu

Jumlah individu pohon
di setiap taman kota
AY
GT
MT
4
3
1
1
2
14
27
7
3
1
11
1
3
5
1
1
2
13
9
1
4
1
2
5
1
10
1
34
7
1
13
1
13
27
2
1
1
1
1
53
1
11
34
2
85
79
173

Dari 19 jenis lumut kerak yang ditemukan, Parmeliaceae memiliki frekuensi
perjumpaan paling tinggi, yaitu mencapai 64.7% (Tabel 8). Tingginya frekuensi

13
perjumpaan Parmeliaceae disebabkan melimpahnya jumlah individu pohon
sebagai substratnya. Terdapat 258 individu pohon substrat Parmeliaceae dari total
399 pohon substrat di tiga taman kota. Gelodogan tiang (Polyalthia longifolia)
(Gambar 7) dan Tanjung (Mimusops elengi) adalah pohon yang mendominasi
sebagai substrat Parmeliaceae. Selain itu, menurut Kansri (2003) dalam Hadiyati
et al. (2013), Parmeliaceae memiliki rhizines yang berfungsi sebagai alat untuk
mengabsorbsi makanan bagi lumut kerak, sehingga Parmeliaceae dapat tumbuh
dengan baik meskipun berada pada lingkungan tercemar.
Tabel 8 Frekuensi perjumpaan jenis lumut kerak di tiga taman kota
Jenis lumut kerak
Graphis sp.
Parmeliaceae
Chiodecton sp.
Jenis D
Jenis E
Jenis F
Jenis G
Fissurina sp.
Jenis I
Jenis J
Jenis K
enis K’
Jenis M
Lepraria sp.
Jenis P
Jenis Q
Jenis R
Jenis X
enis X’

Frekuensi perjumpaan (%)
13.5
64.7
10.3
0.3
0.2
10
0.3
6
0.3
1
1.8
1.5
0.5
0.05
11.8
0.3
0.3
0.3
2.3

Hubungan Karakteristik Lingkungan terhadap Keanekaragaman Lumut
Kerak
Identifikasi hubungan karakteristik lingkungan dengan keanekaragaman
lumut kerak (H’) dilakukan dengan analisis regresi. embuatan model regresi
dilakukan antara peubah bebas karakteristik lingkungan terhadap peubah terikat
keanekaragaman lumut kerak. Karakteristik lingkungan meliputi suhu (T),
kelembapan (RH) dan parameter udara ambien yaitu SO2, NO2 dan TSP. Untuk
parameter CO2 tidak dilakukan analisis regresi karena berdasarkan hasil analisis
Titrimetrik tidak didapatkan besaran yang pasti.
Pengaruh Suhu terhadap Keanekaragaman Lumut Kerak
Nilai pada peubah bebas suhu didapatkan dari rataan hasil pengukuran
langsung di lapang. Hasil regresi keanekaragaman lumut kerak dengan suhu
didapatkan model H'= (-0.159T)+5.870. Pada model tersebut menunjukkan bahwa
perubahan suhu tidak berbanding lurus dengan keanekaragaman lumut kerak,

14
sehingga semakin tinggi suhu akan berdampak terhadap penurununan
keanekaragaman jenis lumut kerak, begitupun sebaliknya. Hal ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan Pinokiyo et al. (2008), yang menyatakan bahwa suhu
tidak memiliki hubungan linier signifikan dengan keanekaragaman jenis lumut
kerak.
Pengaruh Kelembapan terhadap Keanekaragaman Lumut Kerak
Berdasarkan analisis regresi antara kelembapan terhadap keanekaragaman
lumut kerak menghasilkan model persamaan H’= (0.02 RH)-0.786. Hubungan
antara kelembapan dan keanekaragaman jenis lumut kerak berbanding lurus.
Semakin tinggi kelembapan di suatu wilayah, maka akan semakin meningkat
keanekaragaman jenis lumut kerak di wilayah tersebut. Hal ini dapat dipahami
karena wilayah dengan kelembapan yang tinggi akan memiliki banyak kandungan
air yang kemudian akan diabsorpsi oleh lumut kerak. Air yang diabsoprsi tersebut
membantu metabolisme dan pertumbuhan lumut kerak.
Pengaruh Parameter Kualitas Udara terhadap Keanekaragaman Lumut
Kerak
Analisis yang digunakan adalah regresi linier, sehingga dapat terlihat
pengaruh setiap parameternya terhadap keanekaragaman lumut kerak. Adanya
hubungan langsung antara daya hidup lumut kerak dengan polusi udara pertama
kali diketahui oleh Nylander di Paris pada tahun 1866 (Slaby dan Maja 2012).
Berdasarkan McCune et al. (1998), terdapat sejumlah tulisan ilmiah di dunia
(jurnal Lichenologist) dan buku yang mendokumentasikan keberhasilan
pembuktian mengenai keterkaitan antara komunitas lumut kerak dengan
pencemaran udara, terutama SO2.
Analisis regresi ketiga parameter polutan udara terhadap keanekaragaman
lumut kerak menghasilkan tiga model pendugaan yaitu H' = -(0.173SO2)+2.663;
H' = (-0.063 NO2)+1.493 dan H' = (-0.018TSP)+1.318. Ketiga model tersebut
menyatakan bahwa SO2, NO2 dan TSP tidak memiliki hubungan linier terhadap
keanekaragaman lumut kerak, sehingga semakin tinggi parameter polutan udara
akan berdampak terhadap penurunan keanekaragaman jenis lumut kerak.
Beberapa literatur menyatakan bahwa SO2 merupakan polutan udara yang paling
mempengaruhi keanekaragaman lumut kerak di suatu wilayah. Kandungan racun
yang tinggi pada SO2 menjadi faktor penyebab tingginya koefisien relasi terhadap
keanekaragaman lumut kerak (Wolseley et al. 2006).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tingkat keanekaragaman jenis lumut kerak tertinggi berada di Taman
Martha Tiahahu. Dominansi pohon tua dan besar menjadi faktor penyebab
melimpahnya jenis lumut kerak yang ada di Taman Martha Tiahahu. Taman
Ayodya memiliki keanekaragaman jenis lumut kerak terendah, dikarenakan
lokasinya yang berada di pusat kota. Hasil regresi linier menyatakan kelembapan

15
memiliki hubungan linier terhadap keanekaragaman lumut kerak, sehingga
semakin tinggi kelembapan suatu wilayah maka akan semakin tinggi pula nilai
keanekaragaman lumut kerak di wilayah tersebut. Sementara itu, empat peubah
bebas lainnya, yaitu suhu, SO2, NO2 dan TSP memiliki hubungan non linier atau
berbanding terbalik terhadap keanekaragaman lumut kerak.
Saran
1.
2.

Pengukuran nilai kandungan sampel udara ambien sebaiknya dilakukan
pada waktu yang bersamaan di tiap lokasi penelitian
Perlu dilakukan pengulangan setiap pengukuran nilai kandungan sampel
udara ambien

DAFTAR PUSTAKA
Al-Thani RF, Al-Meri HA. 2011. Study of some lichens of Qatar. Atlas Journal of
Biology 1(3):41-46.doi:10.5147/ajb.2011.0046
Aryulina D. 2007. Biologi SMA dan MA untuk kelas X. Jakarta(ID): PT Gelora
Aksara Pratama
Asta J, Erhardt W, Ferretti M, Fornasier F, Kirschbaum U, Nimis PL, Purvis OW,
Pirintsos A, Scheidegger C, Van Haluwyn C et al. 2002. Mapping lichen
diversity as an indicator of environmental quality. Monitoring with
Lichens–Monitoring Lichens. 4(7):273–279.
[BAPPENAS] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2006. Strategi dan
rencana aksi nasional peningkatan kualitas udara. Jakarta(ID):
BAPPENAS
[BPLHD Jawa Barat] Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Jawa Barat. 2009.
Polusi Udara [Internet]. [diunduh 2014 Juni 5]. Tersedia pada:
http://www.bplhdjabar.go.id/
[BPS Kota Administrasi Jakarta Selatan] Badan Pusat Statistik Kota Administrasi
Jakarta Selatan. 2012. Letak Geografis 2012 [Internet]. [diunduh 2014
Maret
14].
Tersedia
pada:
http://jakselkota.bps.go.id/index.php?hal=Tabel&id=1
Campbell. 2003. Biologi. Jakarta (ID): Erlangga
Dachlan EN. 2013. Kota hijau hutan kota. Bogor (ID):IPB Press
Departemen Kesehatan. 2005. Parameter pencemar udara dan dampaknya
terhadap kesehatan. Jakarta (ID): PT Asdi Mahasatya
[DISKOMINFOMAS] Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan Pemprov
DKI Jakarta. Taman Kota Martha Tiahahu [Internet] [diunduh 2014 Maret
6]. Tersedia pada http://www.jakarta.go.id
Estrabou C, Filippini E, Soria JP, Schelotto G, Rodriguez JM. 2011. Air quality
monitoring system using lichens as bioindicators in Central Argentina.
Environ monit assess. 182:275-383.doi:10.1007/s10661-011-1882-4
Gauslaa Y, Solhaug KA. 1998. High-light damage in air-dry thalli of the old
forest lichen Lobaria pulminaria- interactions of irradiance, exposure
duration and high temperature. Journal of experimental botany 50:697-705

16
Hadiyati M, Tri RS, Mukarlina. 2013. Kandungan sulfur dan klorofil thallus
lichen Parmelia sp. dan Graphis sp, pada pohon peneduh jalan di
Kecamatan Pontianak Utara. Protobiont 2(1): 12-17
Hultrengen S, Gralen H, Pleijel J. 2004. Recovery of the epiphytic lichen flora
following air quality improvement in South West Sweden. Water Air Soil
Poll. 154: 203-211
Irwan ZD. 1997. Tantangan lingkungan dan lansekap hutan kota. Jakarta (ID):
Cidesindo
Istam YC. 2007. Respon lumut kerak pada vegetasi pohon sebagai indikator
pencemaran udara di Kebun Raya Bogor dan Hutan Kota Manggala Wana
Bhakti [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor
Karyono TH. 2001. Wujud kota tropis di Indonesia: Suatu pendekatan iklim,
lingkungan dan energi. Dimensi Teknik Arsitektur 29(2):141-146
Kricke R, Loppi S. 2002. Bioindication: the IAP approach. Monitoring with
Lichens–Monitoring Lichens. 21–37.
Lie MH, Arup L, Grytnes JA, Ohlson M. 2009. The importance of host tree age,
size and growth rate as determinants of epiphytic lichen diversity in boreal
space
forests.
Biodiversity
Conservation
18:35793596.doi:10.1007/s10531-00909661-z
McCune B, Paul R, Andrea R, Bruce R. 1998. Lichens communities for forest
health monitoring in Colorado, USA [laporan]. A report to the USDA
forest service
O-H NG, BC Tan, JP Obbard. 2005. Lichens as bioindicators of atmospheric
heavy metal pollution of Singapore. Environmental monitoring and
assesment. 123:63-74.doi:10.1007/s10661-005-9120-6
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2010.
Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah. 26 Maret 2010.
Jakarta
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999. Pengendalian Pencemaran Udara.
26 Mei 1999. Jakarta
Pinokiyo A, Krishna PH, Samuna SS. 2008. Diversity and distribution of lichens
in relation to altitude within a protected biodiversity hotspot, northeast
India. The Lichenologist 40(1): 47-62.
Prasetyo AT. 2012. Pengaruh Ruang Terbuka Hijau (RTH) terhadap iklim mikro
di Kota Pasuruan. Jurnal pendidikan geografi Universitas Negeri Malang
1(2):1-12
Pratiwi ME. 2006. Kajian lumut kerak sebagai bioindikator kualitas udara
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Slaby A, Maja L. 2012. Epiphytic lichen recolonization in the centre of Cracow as
a result of air quality improvement. Polish Journal of Ecology 60(2): 225240
Sukawi. 2008. Taman kota dan upaya pengurangan suhu lingkungan perkotaan
(studi kasus Kota Semarang). Di dalam: Seminar Nasional Peran
Arsitektur Perkotaan dalam Mewujudkan Kota Tropis [Internet]. 2008
Agustus 6; Semarang, Indonesia. Semarang (ID). Tersedia pada:
http://eprints.undip.ac.id/32385/1/Taman_Kota_dan_Upaya_Pengurangan
_Suhu_Lingkungan_Perkotaan-sukawi.pdf

17
Sutanto, Ani I. 2011. Hujan asam dan perubahan kadar nitrat dan sulfat dalam air
sumur di wilayah industri Cibinong-Citeureup Bogor. Jurnal Teknologi
Pengelolaan Limbah 4(1): 1-9
Wolseley PA, James PW, Theobald MR, Sutton MA. 2006. Detecting changes in
epiphytic lichen communities at sites affected by atmospheric ammonia
from agricultural sources. The Lichenologist 38: 161-176

18
Lampiran 1 Baku mutu udara ambien nasional (PP No. 41 Tahun 1999)
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 1999
TENTANG
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
BAKU MUTU UDARA AMBIEN NASIONAL
Parameter
SO2
(Sulfur Dioksida)
CO
(Karbon
Monoksida)
NO2
(Nitrogen
Dioksida)
O3
(Oksida)
HC
(Hidro Karbon)
PM10
(Partikel < 10 mm)
PM2,5
(Partikel