Keanekaragaman Jenis Lumut Kerak Yang Hidup Pada Kulit Kayu Sebagai Bioindikator Pencemaran Udara
KEANEKARAGAMAN JENIS LUMUT KERAK YANG HIDUP
PADA KULIT KAYU SEBAGAI BIOINDIKATOR
PENCEMARAN UDARA
RUDI HALOMOAN HUTAJULU
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Jenis
Lumut Kerak yang Hidup pada Kulit Kayu sebagai Bioindikator Pencemaran
Udara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Rudi Halomoan Hutajulu
NIM E34100139
ABSTRAK
RUDI HALOMOAN HUTAJULU. Keanekaragaman Jenis Lumut Kerak yang
Hidup pada Kulit Kayu sebagai Bioindikator Pencemaran Udara. Dibimbing oleh
SITI BADRIYAH RUSHAYATI dan ELIS NINA HERLIYANA.
Pada saat ini, lumut kerak dikenal sebagai bioindikator untuk pemantauan
kualitas udara. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi keanekaragaman
jenis lumut kerak serta responnya sebagai bioindikator pencemaran udara.
Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai bulan April 2014 di Hutan Kota
PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung (PT. JIEP), Jakarta Timur dan tegakan
mahoni Cikabayan kampus IPB Dramaga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
keanekaragaman jenis lumut kerak di Hutan Kota PT. JIEP lebih rendah dengan
nilai indeks keanekaragaman (H’) sebesar 0.869 dibandingkan dengan di tegakan
mahoni Cikabayan IPB dengan H’ sebesar 2.592. Komposisi jenis lumut kerak di
Hutan Kota PT. JIEP ditemukan 6 jenis, sedangkan di tegakan mahoni Cikabayan
IPB ditemukan 19 jenis. Secara umum, lumut kerak menunjukkan respon yang
berbeda dalam hal frekuensi perjumpaan, perubahan warna, dan kerusakan lumut
kerak serta perbedaan persentase tutupan lumut kerak di kedua lokasi penelitian.
Kata kunci: bioindikator, keanekaragaman, kualitas udara, lumut kerak
ABSTRACT
RUDI HALOMOAN HUTAJULU. Lichens Diversity Lives in Wood Bark as Air
Pollutant Bio-indicator. Supervised by SITI BADRIYAH RUSHAYATI and
ELIS NINA HERLIYANA.
Nowadays, lichens well known as bio-indicator to monitor the air quality.
This research objectives are to identify lichens biodiversity including its responds
as air pollutant bio-indicator. Research conducted from March to April 2014 in PT.
Jakarta Industrial Estate Pulogadung (PT. JIEP) Urban Forest in East Jakarta, and
Cikabayan mahoni stands in IPB Darmaga. Research showed that the lichens
diversity in PT. JIEP urban forest with the diversity index (H’) as many as 0.869
is lower compared to mahogany stands with the same index as many as 2.592. The
composition of lichens, in PT. JIEP urban forest 6 species were recorded while in
Cikabayan mahoni stands IPB 19 species recorded. Generally, lichens shows
different respond in encounter frequency, color-changing, lichens damage, and
also the percentage difference of lichens cover between two research places.
Keywords: air-pollutant, bio-indicator, diversity, lichens
KEANEKARAGAMAN JENIS LUMUT KERAK YANG HIDUP
PADA KULIT KAYU SEBAGAI BIOINDIKATOR
PENCEMARAN UDARA
RUDI HALOMOAN HUTAJULU
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah Pencemaran
Udara, dengan judul Keanekaragaman Jenis Lumut Kerak yang Hidup pada Kulit
Kayu sebagai Bioindikator Pencemaran Udara.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Siti Badriyah Rushayati, MSi
dan Dr ir Elis Nina Herliyana, MSi selaku pembimbing. Terima kasih kepada
Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Administrasi Jakarta Timur yang
mengelola Hutan Kota PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung (PT. JIEP),
Jakarta Timur melalui ibu Wahyu; Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB
melalui bapak Deni; Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui ibu
Dewi dan penghargaan penulis sampaikan atas segala bantuan selama
pengumpulan data kepada bapak Rusli dan bapak Usman. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah dan ibu serta seluruh keluarga atas segala doa dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014
Rudi Halomoan Hutajulu
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
2
3
Metode Pengumpulan Data
3
Analisi Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Karakteristik Lokasi Penelitian sebagai Habitat Lumut Kerak
6
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Lumut Kerak dan Habitatnya
7
Komposisi Jenis Lumut Kerak
8
Frekuensi Perjumpaan terhadap Lumut Kerak, Perubahan Warna Lumut
Kerak, dan Persentase Tutupan Lumut Kerak terhadap Kulit Kayu
10
Lumut Kerak sebagai Bioindikator Pencemaran Udara
12
SIMPULAN DAN SARAN
13
Simpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
13
LAMPIRAN
15
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
Luas kulit kayu sebagai habitat lumut kerak
Suhu udara dan kelembaban relatif udara harian
Kualitas udara ambien
Komposisi jenis lumut kerak
Indeks keanekaragaman jenis lumut kerak
Frekuensi perjumpaan terhadap lumut kerak
Persentase tutupan lumut kerak terhadap kulit kayu
6
7
7
9
10
10
12
DAFTAR GAMBAR
1 Kondisi lokasi penelitian Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur.
Aktivitas transportasi (a), Vegetasi berkayu pada areal penghijauan (b)
2 Kondisi lokasi penelitian tegakan mahoni Cikabayan kampus IPB
Dramaga, Bogor
3 Lumut kerak jenis Chiodecton sp.1 di kedua lokasi penelitian.
Chiodecton sp.1 di Hutan Kota PT. JIEP (a), Chiodecton sp.1 di
tegakan mahoni Cikabayan IPB (b)
4 Lumut kerak jenis Chiodecton sp.2 di kedua lokasi penelitian.
Chiodecton sp.2 di Hutan Kota PT. JIEP (a), Chiodecton sp.2 di
tegakan mahoni Cikabayan IPB (b)
2
3
11
11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Jenis lumut kerak yang ditemukan di Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta
Timur
2 Jenis lumut kerak yang ditemukan di tegakan mahoni Cikabayan
kampus IPB Dramaga, Bogor
3 Jumlah pohon, jumlah pohon ditemui lumut kerak, jumlah jenis lumut
kerak dan frekuensi perjumpaan terhadap lumut kerak
4 Luas total lumut kerak, total luas kulit kayu dan persentase tutupan
lumut kerak terhadap kulit kayu
5 Titik koordinat pengambilan data pada lokasi plot contoh penelitian
6 Subtrat lumut kerak pada plot contoh penelitian di Hutan Kota PT.
JIEP, Jakarta Timur
7 Subtrat lumut kerak pada plot contoh penelitian di tegakan mahoni
Cikabayan kampus IPB Dramaga, Bogor
8 Rekapitulasi suhu udara (°C) dan kelembaban relatif udara harian (%)
pada plot contoh penelitian di Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur
9 Rekapitulasi suhu udara (°C) dan kelembaban relatif udara harian (%)
pada plot contoh penelitian di tegakan mahoni Cikabayan kampus IPB
Dramaga, Bogor
10 Lampiran hasil identifikasi jenis lumut kerak
11 Lampiran hasil analisis kualitas udara ambien lokasi penelitian
12 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999
15
16
19
19
20
21
21
22
22
23
25
27
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penurunan kualitas udara menjadi masalah yang sangat penting di
lingkungan perkotaan. Penurunan kualitas udara terjadi akibat adanya unsur atau
senyawa pencemar (polutan) di udara yang melebihi baku mutu. Sumber polutan
dapat berasal dari kegiatan industri, transportasi maupun rumah tangga. Polutan
yang dibebaskan di udara dapat berupa partikulat, CO, CO2, SO2, Pb, dan NO2
(Wardani 2003; Hadiyati et al. 2013). Peningkatan polutan di udara berpotensi
menimbulkan perubahan lingkungan dan memberikan dampak negatif terhadap
kesehatan manusia. Batas toleransi lingkungan terhadap adanya polutan sulit
untuk diketahui, sehingga perlunya kegiatan penanganan dini dalam pemantauan
ada tidaknya polutan di udara. Kegiatan pemantauan polutan di udara telah
banyak dilakukan dengan menggunakan alat pengukur kualitas udara. Kegiatan
pemantauan tersebut dinilai kurang efisien karena pada pengoperasian alat
tersebut memerlukan tenaga operasional khusus maupun biaya operasional yang
cukup besar. Suatu alternatif penanganan dini yang lebih efisien sangat diperlukan
untuk mengetahui adanya polutan di udara. Salah satu alternatif penanganan dini
untuk mengetahui adanya polutan di udara ialah memperhatikan kondisi
lingkungan sekitar. Tumbuhan dan hewan memiliki kepekaan atau respon
terhadap terjadinya perubahan lingkungan. Hal ini dapat digunakan sebagai
petunjuk untuk mengetahui adanya polutan di udara atau disebut juga sebagai
bioindikator pencemaran udara.
Udara merupakan komponen lingkungan yang paling dibutuhkan organisme
untuk mempertahankan kehidupannya, salah satunya tumbuhan lumut kerak.
Tumbuhan lumut kerak memperoleh nutrisi atau makanan dari udara melalui
proses fotosintesis. Lumut kerak merupakan organisme hasil simbiosis antara
fungi dan alga, organisme ini memiliki perbedaan fisiologi maupun morfologinya
sesuai komponen pembentuknya masing-masing (Ahmadjian 1967). Tumbuhan
lumut kerak telah dikenal sebagai tumbuhan bioindikator pencemaran udara.
Penelitian terkait tentang lumut kerak telah banyak dilakukan sejak tahun 1960an. Cecchetti dan Conti (2000) menyebutkan bahwa tumbuhan lumut kerak sangat
berguna dalam menunjukkan beban polutan serta sebagai biomonitoring kualitas
udara. Lumut kerak merupakan bioindikator yang baik dalam pemantauan adanya
polutan di udara dan dinilai lebih efisien dibandingkan dengan menggunakan alat
pengukur kualitas udara (Loopi et al. 2002 dalam Attanayaka dan Chadrani 2013).
Pratiwi (2006) menyebutkan bahwa lumut kerak adalah kelompok organisme yang
memiliki respon sensitif terhadap perubahan lingkungan dengan menunjukkan
perubahan keadaan warna lumut kerak maupun morfologinya. Januardania (1995)
menyatakan bahwa luasan lumut kerak dipengaruhi oleh jarak habitat lumut kerak
terhadap sumber pencemar, dan semakin baik kualitas udara semakin banyak
lumut kerak pada kulit kayu ditemukan (Istam 2007). Kualitas udara
mempengaruhi keanekaragaman jenis lumut kerak serta respon yang ditunjukkan
dengan perubahan warna, frekuensi perjumpaan terhadap lumut kerak, dan luas
tutupan lumut kerak (Pratiwi 2006; Januardania 1995; Istam 2007).
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi keanekaragaman jenis lumut kerak
yang hidup pada kulit kayu (Corticolous) serta responnya sebagai bioindikator
pencemaran udara.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
bioindikator pencemaran udara melalui kajian keanekaragaman jenis lumut kerak.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan selama dua bulan, yaitu dari bulan April sampai
bulan Mei 2014. Penelitian dilakukan di Hutan Kota PT. Jakarta Industrial Estate
Pulogadung (PT. JIEP), Jakarta Timur dan tegakan mahoni Cikabayan kampus
IPB Dramaga, Bogor.
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur merupakan kawasan industri yang
digunakan sebagai areal penghijauan. Lokasi penelitian merupakan kawasan yang
berpotensi mengalami pencemaran udara. Aktivitas transportasi merupakan
aktivitas industri yang dapat dijumpai disekitar plot contoh (Gambar 1a). Plot
contoh di Hutan Kota PT. JIEP terletak pada titik koordinat 06º 12’ 24.6” LS dan
106º 54’ 55.3” BT merupakan areal yang terdapat vegetasi berkayu (Gambar 1b).
Keberadaan plot contoh, di Sebelah Utara terdapat PT. Kimia Farma, di sebelah
Selatan terdapat Jalan raya Pulo Ayang Raya 1, PT. Sanggar Sarana Baja dan PT.
Torishima Guna Engginering, di bagian Barat terdapat gedung yang digunakan
sebagai gudang dan tempat tinggal warga, dan di bagian Timur terdapat PT.
Jamsostek dan Jalan raya.
(a)
(b)
Gambar 1 Kondisi lokasi penelitian Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur. Aktivitas
transportasi (a), Vegetasi berkayu pada areal penghijauan (b).
3
Pada penelitian ini, lokasi tegakan mahoni Cikabayan IPB merupakan
kawasan relatif tidak tercemar. Tegakan mahoni Cikabayan IPB terletak pada titik
koordinat 06º 32’ 51.1” LS dan 106º 43’ 02.5” BT. Lokasi ini berada jauh dari
keramaian atau pemukiman. Jenis vegetasi berkayu yang dominan pada plot
contoh adalah jenis mahoni (Swietenia sp.) (Gambar 2). Keberadaan plot contoh,
di bagian Utara terdapat areal pusat studi Biofarmaka dan Sungai Cisadane, di
bagian Selatan terdapat Perumahan Dosen IPB, di bagian Barat terdapat areal
kegiatan praktik Fakultas Pertanian, dan di bagian Timur terdapat Sungai Ciapus.
Gambar 2 Kondisi lokasi penelitian tegakan mahoni Cikabayan
kampus IPB Dramaga, Bogor
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pita meter, pisau,
termometer, dry wet (thermohygrometer), timbangan analitik, alat pengukur
kualitas udara ambien yang terdiri atas: Impinger Air Sampler dan High Volume
Air Sampler, kamera, dan tally sheet. Bahan yang digunakan adalah plastik
transparan, amplop, dan lumut kerak yang hidup pada kulit kayu (obyek
penelitian).
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan di dalam plot contoh berbentuk lingkaran
dengan luas 0.1 ha. Plot contoh kemudian dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan
jarak dari titik pengambilan sampel udara, yaitu: bagian pertama (0-5 m), bagian
kedua (>5 - ≤17 m), bagian ketiga (>17 m). Data penelitian yang dikumpulkan,
yaitu: (1) karakteristik lokasi penelitian sebagai habitat lumut kerak, (2) faktor
lingkungan yang mempengaruhi habitat dan keberadaan lumut kerak, (3)
komposisi jenis lumut kerak, (4) frekuensi perjumpaan terhadap lumut kerak, (5)
perubahan morfologi lumut kerak, dan (6) persentase tutupan lumut kerak
terhadap kulit kayu.
Karakteristik Lokasi Penelitian sebagai Habitat Lumut Kerak
Data karakteristik lokasi penelitian sebagai habitat lumut kerak yang
dikumpulkan, yaitu: jenis vegetasi berkayu, diameter batang, keliling batang atas
dan keliling batang bawah pada kriteria tinggi batang vegetasi berkayu 150 cm
4
diatas permukaan tanah. Diameter dan keliling batang vegetasi berkayu diukur
menggunakan pita meter. Pengukuran tersebut bertujuan untuk mengetahui luas
kulit kayu yang diamati. Luas kulit kayu yang diamati diperoleh melalui
penghitungan dengan menggunakan rumus:
Luas permukaan kulit kayu (cm2) = ½ x (A+B) x C
Keterangan :
A = Keliling batang atas pohon (cm)
B = Keliling batang bawah pohon (cm)
C = Tinggi batang pohon yang diamati (150 cm dari permukaan tanah)
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Lumut Kerak dan Habitatnya
Data faktor lingkungan yang dikumpulkan, yaitu: suhu udara harian,
kelembaban relatif udara harian, dan kualitas udara ambien lokasi penelitian.
Pengumpulan data faktor lingkungan dilakukan di kedua lokasi penelitian.
Pengukuran suhu udara harian dilakukan dengan menggunakan termometer.
Termometer digantung pada ketinggian 120 cm di atas permukaan tanah.
Pengukuran dilakukan pada waktu yang sama (Pukul 07.30; 13.30; dan 17.30
WIB) di kedua lokasi penelitian. Pencatatan data suhu udara harian dilakukan
setiap 15 menit pengamatan dalam satu jam pengamatan pada pagi hari, siang
hari, dan sore hari. Suhu udara harian diperoleh melalui perhitungan
menggunakan rumus:
Suhu udara harian (ºC)
(2 x T pagi)
( T siang)
(T sore)
4
Pengukuran kelembaban relatif udara harian dilakukan dengan
menggunakan dry wet. Dry wet digantung pada ketinggian 120 cm di atas
permukaan tanah. Pengukuran dilakukan pada waktu yang sama (Pukul 07.30;
13.30; dan 17.30 WIB) di kedua lokasi penelitian. Pencatatan data suhu dan
kelembaban udara dilakukan setiap 15 menit pengamatan dalam satu jam
pengamatan pada pagi hari, siang hari, dan sore hari. Kelembaban relatif udara
harian diperoleh melalui penghitungan dengan menggunakan rumus:
Kelembaban relatif udara harian (%)
(2 x KU pagi)
( KU siang)
(KU sore)
4
Pengambilan data sampel udara ambien menggunakan alat pengukur
kualitas udara, yang terdiri atas: Impinger Air Sampler dan High Volume Air
Sampler. Data parameter gas (CO2, NO2, dan SO2) dikumpulkan dengan
menggunakan alat Impinger Air Sampler, dan untuk parameter total suspensi
partikel (debu) menggunakan alat High Volume Air Sampler. Pengukuran kualitas
udara ambien dilakukan pada bulan basah di hari yang sama (23 April 2014)
dengan waktu yang berbeda. Pada Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur dilakukan
pengambilan sampel udara pada siang hari (Pukul 14.08 - 15.08 WIB) dan di
tegakan mahoni Cikabayan IPB pada pagi hari (Pukul 08.15 - 09.15 WIB).
Pengukuran dilakukan selama satu jam pengamatan di setiap lokasi penelitian,
kemudian sampel udara dianalisis di Laboratorium Pusat Penelitian Lingkungan
Hidup IPB (PPLH IPB). Hasil analisis sampel udara ambien dibandingkan dengan
baku mutu yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintahan No. 41 Tahun 1999
tentang pengendalian pencemaran udara.
5
Komposisi Jenis Lumut Kerak
Data komposisi jenis lumut kerak dikumpulkan dengan mengidentifikasi
dari setiap vegetasi berkayu pada ketinggian 150 cm dari permukaan tanah. Lumut
kerak jenis yang sama, yang terdapat pada suatu vegetasi diasumsikan satu
individu. Sampel lumut kerak diambil dari setiap jenisnya dengan cara mengerik
dari kulit kayu menggunakan pisau, kemudian dilakukan identifikasi jenis lumut
kerak di Laboratorium Mikrobiologi, Herbarium Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Cibinong. Hasil identifikasi jenis lumut kerak di kedua lokasi
penelitian dibandingkan melalui penghitungan nilai indeks keanekaragaman
jenisnya. Nilai indeks keanekaragaman jenis lumut kerak diperoleh melalui
penghitungan dengan menggunakan rumus Shannon-Wiener (Odum 1996):
(H’) = -∑ Pi ln Pi
Keterangan:
H’ = Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon-Wiener,
Pi = Proporsi jumlah individu jenis ke-i dengan jumlah individu semua jenis.
Indeks keanekaragaman jenis mempunyai kriteria, yaitu: H’> 3.0
menunjukkan keanekaragaman sangat melimpah, 1 ≤ H’≤ 3 menunjukkan
keanekaragaman melimpah, dan H’5- ≤17 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian III = Jarak pengambilan data (>17 m dari titik pengambilan sampel udara).
Vegetasi berkayu sebagai habitat lumut kerak di kedua lokasi penelitian
memiliki jumlah dan diameter yang berbeda. Perbedaan jumlah maupun diameter
batang kayu mempengaruhi luasan kulit kayu yang diamati (Tabel 1). Diameter
batang kayu yang semakin besar berpotensi ditemukan lebih luas tutupan lumut
kerak. Secara umum, permukaan kulit kayu di kedua plot contoh tampak lembab
dan mengalami pengelupasan. Tingkat kelembaban dan kesehatan vegetasi
berkayu dapat mempengaruhi kesehatan kulit kayu sebagai tempat tumbuh lumut
kerak (Gombert et al. 2003).
7
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Lumut Kerak dan Habitatnya
Keberadaan lumut kerak serta habitatnya pada lokasi penelitian dipengaruhi
faktor lingkungan, yakni: suhu udara harian, kelembaban relatif udara harian, dan
kualitas udara ambien. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa di Hutan Kota PT.
JIEP memiliki suhu harian sebesar 28.9 °C, serta kelembaban relatif udara harian
sebesar 91%. Suhu harian di tegakan mahoni Cikabayan IPB sebesar 25.3 °C,
serta kelembaban relatif udara harian sebesar 88% sampai 91% (Tabel 2).
Tabel 2 Suhu udara dan kelembaban relatif udara harian
Hutan Kota
Tegakan mahoni
PT. JIEP
Cikabayan IPB
Bagian
Bagian
I
II
III
I
II
Kelembaban udara (%) 91
91
91
88
91
Suhu udara (ºC)
28.9 28.9 28.9
25.3
25.7
III
91
25.3
Keterangan: Bagian I = Jarak pengambilan data (0-5 m dari titik pengambilan sampel udara),
Bagian II = Jarak pengambilan data (>5- ≤17 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian III = Jarak pengambilan data (>17 m dari titik pengambilan sampel udara).
Suhu udara harian di Hutan Kota PT. JIEP lebih tinggi dibandingkan dengan
di tegakan mahoni Cikabayan IPB, namun kelembaban relatif udara harian di
kedua lokasi penelitian diatas 85% (Tabel 2). Sundberg et al. (1996) menyebutkan
bahwa kelembaban udara diatas 85% dapat mengurangi efektivitas fotosintesis
lumut kerak, didukung dengan pernyataan Gauslaa dan Solhaug (1998)
menyatakan bahwa pada kondisi udara yang lembab dan suhu optimalnya berkisar
17 m dari titik pengambilan sampel udara).
Lampiran 4 Luas total lumut kerak, total luas kulit kayu, dan persentase tutupan
lumut kerak terhadap kulit kayu.
Total Luas tutupan lumut
kerak (m2)
Total luas kulit kayu (m2)
Jumlah Vegetasi (ind)
Persentase tutupan lumut
kerak terhadap kulit kayu (%)
Total Persentase tutupan
lumut kerak terhadap kulit
kayu (%)
Lokasi penelitian
Hutan Kota PT. JIEP
Tegakan mahoni
Cikabayan IPB
Bagian
Bagian
I
II
III
I
II
III
0.3
0.3
0.5
11.2
8.0
5.4
29.3
40
33.2
42
18.1
20
33.8
34
33.02
29
1.0
1.0
3.0
33
24
1.43
28.7
24
19
26
Keterangan : Bagian I = Jarak pengambilan data (0-5 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian II = Jarak pengambilan data (>5- ≤17 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian III = Jarak pengambilan data (>17 m dari titik pengambilan sampel udara).
20
Lampiran 5 Titik koordinat pengambilan data pada lokasi plot contoh penelitian
Hutan Kota PT. JIEP
Tegakan mahoni Cikabayan IPB
No.
Titik koordinat
Titik koordinat
Lokasi
Lokasi
1. Plot I
S 06º 12’ 24.6”
Plot II
S 06º 32’ 51.1”
E106º 54’ 55.3”
E106º 43’ 02.5”
2. PSU
S 06º 12’ 24.6”
PSU
S 06º 32’ 51.1”
E106º 54’ 54.9”
E106º 43’ 02.6”
3. Bagian I
S 06º 12’ 23.6”
Bagian I
S 06º 32’ 50.9”
E106º 54’ 5.55”
E106º 43’ 05.1”
4. Bagian II
S 06 º 12’ 23.3”
Bagian II
S 06º 32’ 51.1”
E106º 54’ 55.7”
E106º 43’ 02.8”
5. Bagian III
S 06º 12’ 22.8”
Bagian III
S 06º 32’ 51.4”
E106 º54’ 56.0”
E106º 43’ 03.1”
Keterangan: PSU = Titik pengambilan sampel udara,
Plot I = Plot contoh pada Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur
Plot II = Plot contoh tegakan mahoni Cikabayan kampus IPB, Bogor
Bagian I = Jarak pengambilan data (0-5m dari Titik pengambilan sampel udara),
BagianII = Jarak pengambilan data (>5- ≤17 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian III = Jarak pengambilan data (>17m dari Titik pengambilan sampel udara).
21
Lampiran 6 Subtrat lumut kerak pada plot contoh penelitian di Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur
Jumlah pohon perbagian pada plot
Diameter
Jumlah
Nama
contoh penelitian
rata-rata
total
lokal
Nama latin
Family
(individu)
(cm2)
(Individu)
I
II
III
Saga
Abrus precatorius
Fabaceae
1
2
20.94
3
Bungur
Lagerstroemia indica
Lythraceae 37
29
2
15.38
68
Trembesi Samanea saman
Fabaceae
13
16
20.04
29
Petai cina Leucaena leucocephala Fabaceae
2
12.53
2
Jumlah total
40
42
20
17.22
102
Persentase
(%)
2.9
66.7
28.44
1.96
100
Keterangan : Bagian I = Jarak pengambilan data (0-5 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian II = Jarak pengambilan data (>5- ≤17 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian III = Jarak pengambilan data (>17 m dari titik pengambilan sampel udara).
Bagian
Lampiran 7 Subtrat lumut kerak pada plot contoh penelitian di tegakan mahoni Cikabayan kampus IPB
Dramaga, Bogor
Jumlah pohon per-bagian pada
Diameter
Nama
plot contoh penelitian
Persentase
rata-rata
lokal
Nama latin
Famili
(individu)
(%)
(cm2)
Mahoni Swietenia sp. Meliaceae
I
34
39.1
21.1
Mahoni Swietenia sp. Meliaceae
II
29
33.3
25.1
Mahoni Swietenia sp. Meliaceae
III
24
27.6
25.4
Jumlah total (Individu)
87
23.3
Keterangan : Bagian I = Jarak pengambilan data (0-5 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian II = Jarak pengambilan data (>5- ≤17 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian III = Jarak pengambilan data (>17 m dari titik pengambilan sampel udara).
21
22
22
Lampiran 8 Rekapitulasi suhu udara (°C) dan kelembaban relatif udara harian (%) pada plot contoh penelitian
di Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur
Waktu
7.30 WIB
13.30 WIB
17.30 WIB
Dry
ºC
28
32
28
Bagian I
Wet Kelembaban
ºC
(%)
27
92
31
93
27
92
Suhu
ºC
28
32
28
Dry
ºC
28
32
28
Bagian II
Wet Kelembaban
ºC
(%)
27
92
31
93
27
92
Suhu
ºC
28
32
28
Dry
ºC
28
33
28
Wet
ºC
27
30
27
Bagian III
Kelembaban
(%)
92
80
92
Suhu ºC
28
33
28
Keterangan : Bagian I = Jarak pengambilan data (0-5 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian II = Jarak pengambilan data (>5- ≤17 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian III = Jarak pengambilan data (>17 m dari titik pengambilan sampel udara).
Lampiran 9 Rekapitulasi suhu udara(°C) dan kelembaban relatif udara harian (%) pada plot contoh penelitian
di tegakan mahoni Cikabayan kampus IPB Dramaga, Bogor.
Waktu
7.30 WIB
13.30 WIB
17.30 WIB
Dry
ºC
26
30
25
Bagian I
Wet Kelembaban
ºC
(%)
25
92
28
85
24
92
Suhu
ºC
24
29
25
Dry
ºC
25
30
25
Bagian II
Wet Kelembaban
ºC
(%)
24
92
29
92
24
92
Suhu
ºC
25
28
25
Keterangan : Bagian I = Jarak pengambilan data (0-5 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian II = Jarak pengambilan data (>5- ≤17 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian III = Jarak pengambilan data (>17 m dari titik pengambilan sampel udara).
Dry
ºC
25
30
25
Wet
ºC
24
29
24
Bagian III
Kelembaban
(%)
92
92
92
Suhu
ºC
24
29
25
25
27
Lampiran 12 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 1999
TENTANG
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 41 TAHUN 1999
TANGGAL : 26 MEI 1999
BAKU MUTU UDARA AMBIEN NASIONAL
Waktu
Pengukuran
Baku Mutu
Metode Analisis
Peralatan
No.
Parameter
1
SO2
(Sulfur
Dioksida)
CO
(Karbon
Monoksida)
NO2
(Nitrogen
Dioksida)
O3
(Oksidan)
HC
(Hidro
karbon)
PM10
(Partikel < 10
um )
PM2,5 (*)
(Partikel < 2,5
um )
TSP
(Debu)
Pb
(Timah Hitam)
1 Jam
24 Jam
1 Thn
1 Jam
24 Jam
1 Thn
1 Jam
24 Jam
1 Thn
1 Jam
1 Thn
3 Jam
900 ug/Nm3
365 ug/Nm3
60 ug/Nm3
30.000 ug/Nm3
10.000 ug/Nm3
400 ug/Nm3
150 ug/Nm3
100 ug/Nm3
235 ug/Nm3
50 ug/Nm3
160 ug/Nm3
Pararosanilin
Spektrofotometer
NDIR
NDIR Analyzer
Saltzman
Spektrofotometer
Chemiluminescent
Spektrofotometer
Flame
24 Jam
150 ug/Nm3
Gravimetric
Ionization
Gas Chromatogarfi
Hi - Vol
24 Jam
1 Thn
65 ug/Nm3
15 ug/Nm3
Gravimetric
Gravimetric
Hi - Vol
Hi - Vol
24 Jam
1 Thn
24 Jam
1 Thn
230 ug/Nm3
90 ug/Nm3
2 ug/Nm3
1 ug/Nm3
Gravimetric
Hi - Vol
Hi – Vol
AAS
9
Dustfall
Jatuh )
30 hari
10
Total Fluorides
(as F)
24 Jam
90 hari
10Ton/km2/Bulan
(Pemukiman)
20Ton/km2/Bulan
(Industri)
3 ug/Nm3
0,5 ug/Nm3
Gravimetric
Ekstraktif
Pengabuan
Gravimetric
Spesific Ion
Electrode
11
Fluor Indeks
30 hari
Impinger atau
Countinous
Analyzer
Limed Filter Paper
12
Khlorine &
Khlorine
Dioksida
Sulphat Indeks
24 Jam
2
3
4
5
6
7
8
13
(Debu
30 hari
40 u g/100 cm2 dari
kertas limed filter
150 ug/Nm3
Colourimetric
1 mg SO3/100 cm3
Dari Lead Peroksida
Colourimetric
Spesific Ion
Electrode
Cannister
Impinger atau
Countinous
Analyzer
Lead
Peroxida Candle
Catatan :
Nomor 10 s/d 13 Hanya di berlakukan untuk daerah/kawasan Industri Kimia Dasar
Contoh : - Industri Petro Kimia
- Industri
PADA KULIT KAYU SEBAGAI BIOINDIKATOR
PENCEMARAN UDARA
RUDI HALOMOAN HUTAJULU
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Jenis
Lumut Kerak yang Hidup pada Kulit Kayu sebagai Bioindikator Pencemaran
Udara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Rudi Halomoan Hutajulu
NIM E34100139
ABSTRAK
RUDI HALOMOAN HUTAJULU. Keanekaragaman Jenis Lumut Kerak yang
Hidup pada Kulit Kayu sebagai Bioindikator Pencemaran Udara. Dibimbing oleh
SITI BADRIYAH RUSHAYATI dan ELIS NINA HERLIYANA.
Pada saat ini, lumut kerak dikenal sebagai bioindikator untuk pemantauan
kualitas udara. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi keanekaragaman
jenis lumut kerak serta responnya sebagai bioindikator pencemaran udara.
Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai bulan April 2014 di Hutan Kota
PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung (PT. JIEP), Jakarta Timur dan tegakan
mahoni Cikabayan kampus IPB Dramaga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
keanekaragaman jenis lumut kerak di Hutan Kota PT. JIEP lebih rendah dengan
nilai indeks keanekaragaman (H’) sebesar 0.869 dibandingkan dengan di tegakan
mahoni Cikabayan IPB dengan H’ sebesar 2.592. Komposisi jenis lumut kerak di
Hutan Kota PT. JIEP ditemukan 6 jenis, sedangkan di tegakan mahoni Cikabayan
IPB ditemukan 19 jenis. Secara umum, lumut kerak menunjukkan respon yang
berbeda dalam hal frekuensi perjumpaan, perubahan warna, dan kerusakan lumut
kerak serta perbedaan persentase tutupan lumut kerak di kedua lokasi penelitian.
Kata kunci: bioindikator, keanekaragaman, kualitas udara, lumut kerak
ABSTRACT
RUDI HALOMOAN HUTAJULU. Lichens Diversity Lives in Wood Bark as Air
Pollutant Bio-indicator. Supervised by SITI BADRIYAH RUSHAYATI and
ELIS NINA HERLIYANA.
Nowadays, lichens well known as bio-indicator to monitor the air quality.
This research objectives are to identify lichens biodiversity including its responds
as air pollutant bio-indicator. Research conducted from March to April 2014 in PT.
Jakarta Industrial Estate Pulogadung (PT. JIEP) Urban Forest in East Jakarta, and
Cikabayan mahoni stands in IPB Darmaga. Research showed that the lichens
diversity in PT. JIEP urban forest with the diversity index (H’) as many as 0.869
is lower compared to mahogany stands with the same index as many as 2.592. The
composition of lichens, in PT. JIEP urban forest 6 species were recorded while in
Cikabayan mahoni stands IPB 19 species recorded. Generally, lichens shows
different respond in encounter frequency, color-changing, lichens damage, and
also the percentage difference of lichens cover between two research places.
Keywords: air-pollutant, bio-indicator, diversity, lichens
KEANEKARAGAMAN JENIS LUMUT KERAK YANG HIDUP
PADA KULIT KAYU SEBAGAI BIOINDIKATOR
PENCEMARAN UDARA
RUDI HALOMOAN HUTAJULU
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah Pencemaran
Udara, dengan judul Keanekaragaman Jenis Lumut Kerak yang Hidup pada Kulit
Kayu sebagai Bioindikator Pencemaran Udara.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Siti Badriyah Rushayati, MSi
dan Dr ir Elis Nina Herliyana, MSi selaku pembimbing. Terima kasih kepada
Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Administrasi Jakarta Timur yang
mengelola Hutan Kota PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung (PT. JIEP),
Jakarta Timur melalui ibu Wahyu; Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB
melalui bapak Deni; Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui ibu
Dewi dan penghargaan penulis sampaikan atas segala bantuan selama
pengumpulan data kepada bapak Rusli dan bapak Usman. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah dan ibu serta seluruh keluarga atas segala doa dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014
Rudi Halomoan Hutajulu
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
2
3
Metode Pengumpulan Data
3
Analisi Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Karakteristik Lokasi Penelitian sebagai Habitat Lumut Kerak
6
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Lumut Kerak dan Habitatnya
7
Komposisi Jenis Lumut Kerak
8
Frekuensi Perjumpaan terhadap Lumut Kerak, Perubahan Warna Lumut
Kerak, dan Persentase Tutupan Lumut Kerak terhadap Kulit Kayu
10
Lumut Kerak sebagai Bioindikator Pencemaran Udara
12
SIMPULAN DAN SARAN
13
Simpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
13
LAMPIRAN
15
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
Luas kulit kayu sebagai habitat lumut kerak
Suhu udara dan kelembaban relatif udara harian
Kualitas udara ambien
Komposisi jenis lumut kerak
Indeks keanekaragaman jenis lumut kerak
Frekuensi perjumpaan terhadap lumut kerak
Persentase tutupan lumut kerak terhadap kulit kayu
6
7
7
9
10
10
12
DAFTAR GAMBAR
1 Kondisi lokasi penelitian Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur.
Aktivitas transportasi (a), Vegetasi berkayu pada areal penghijauan (b)
2 Kondisi lokasi penelitian tegakan mahoni Cikabayan kampus IPB
Dramaga, Bogor
3 Lumut kerak jenis Chiodecton sp.1 di kedua lokasi penelitian.
Chiodecton sp.1 di Hutan Kota PT. JIEP (a), Chiodecton sp.1 di
tegakan mahoni Cikabayan IPB (b)
4 Lumut kerak jenis Chiodecton sp.2 di kedua lokasi penelitian.
Chiodecton sp.2 di Hutan Kota PT. JIEP (a), Chiodecton sp.2 di
tegakan mahoni Cikabayan IPB (b)
2
3
11
11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Jenis lumut kerak yang ditemukan di Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta
Timur
2 Jenis lumut kerak yang ditemukan di tegakan mahoni Cikabayan
kampus IPB Dramaga, Bogor
3 Jumlah pohon, jumlah pohon ditemui lumut kerak, jumlah jenis lumut
kerak dan frekuensi perjumpaan terhadap lumut kerak
4 Luas total lumut kerak, total luas kulit kayu dan persentase tutupan
lumut kerak terhadap kulit kayu
5 Titik koordinat pengambilan data pada lokasi plot contoh penelitian
6 Subtrat lumut kerak pada plot contoh penelitian di Hutan Kota PT.
JIEP, Jakarta Timur
7 Subtrat lumut kerak pada plot contoh penelitian di tegakan mahoni
Cikabayan kampus IPB Dramaga, Bogor
8 Rekapitulasi suhu udara (°C) dan kelembaban relatif udara harian (%)
pada plot contoh penelitian di Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur
9 Rekapitulasi suhu udara (°C) dan kelembaban relatif udara harian (%)
pada plot contoh penelitian di tegakan mahoni Cikabayan kampus IPB
Dramaga, Bogor
10 Lampiran hasil identifikasi jenis lumut kerak
11 Lampiran hasil analisis kualitas udara ambien lokasi penelitian
12 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999
15
16
19
19
20
21
21
22
22
23
25
27
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penurunan kualitas udara menjadi masalah yang sangat penting di
lingkungan perkotaan. Penurunan kualitas udara terjadi akibat adanya unsur atau
senyawa pencemar (polutan) di udara yang melebihi baku mutu. Sumber polutan
dapat berasal dari kegiatan industri, transportasi maupun rumah tangga. Polutan
yang dibebaskan di udara dapat berupa partikulat, CO, CO2, SO2, Pb, dan NO2
(Wardani 2003; Hadiyati et al. 2013). Peningkatan polutan di udara berpotensi
menimbulkan perubahan lingkungan dan memberikan dampak negatif terhadap
kesehatan manusia. Batas toleransi lingkungan terhadap adanya polutan sulit
untuk diketahui, sehingga perlunya kegiatan penanganan dini dalam pemantauan
ada tidaknya polutan di udara. Kegiatan pemantauan polutan di udara telah
banyak dilakukan dengan menggunakan alat pengukur kualitas udara. Kegiatan
pemantauan tersebut dinilai kurang efisien karena pada pengoperasian alat
tersebut memerlukan tenaga operasional khusus maupun biaya operasional yang
cukup besar. Suatu alternatif penanganan dini yang lebih efisien sangat diperlukan
untuk mengetahui adanya polutan di udara. Salah satu alternatif penanganan dini
untuk mengetahui adanya polutan di udara ialah memperhatikan kondisi
lingkungan sekitar. Tumbuhan dan hewan memiliki kepekaan atau respon
terhadap terjadinya perubahan lingkungan. Hal ini dapat digunakan sebagai
petunjuk untuk mengetahui adanya polutan di udara atau disebut juga sebagai
bioindikator pencemaran udara.
Udara merupakan komponen lingkungan yang paling dibutuhkan organisme
untuk mempertahankan kehidupannya, salah satunya tumbuhan lumut kerak.
Tumbuhan lumut kerak memperoleh nutrisi atau makanan dari udara melalui
proses fotosintesis. Lumut kerak merupakan organisme hasil simbiosis antara
fungi dan alga, organisme ini memiliki perbedaan fisiologi maupun morfologinya
sesuai komponen pembentuknya masing-masing (Ahmadjian 1967). Tumbuhan
lumut kerak telah dikenal sebagai tumbuhan bioindikator pencemaran udara.
Penelitian terkait tentang lumut kerak telah banyak dilakukan sejak tahun 1960an. Cecchetti dan Conti (2000) menyebutkan bahwa tumbuhan lumut kerak sangat
berguna dalam menunjukkan beban polutan serta sebagai biomonitoring kualitas
udara. Lumut kerak merupakan bioindikator yang baik dalam pemantauan adanya
polutan di udara dan dinilai lebih efisien dibandingkan dengan menggunakan alat
pengukur kualitas udara (Loopi et al. 2002 dalam Attanayaka dan Chadrani 2013).
Pratiwi (2006) menyebutkan bahwa lumut kerak adalah kelompok organisme yang
memiliki respon sensitif terhadap perubahan lingkungan dengan menunjukkan
perubahan keadaan warna lumut kerak maupun morfologinya. Januardania (1995)
menyatakan bahwa luasan lumut kerak dipengaruhi oleh jarak habitat lumut kerak
terhadap sumber pencemar, dan semakin baik kualitas udara semakin banyak
lumut kerak pada kulit kayu ditemukan (Istam 2007). Kualitas udara
mempengaruhi keanekaragaman jenis lumut kerak serta respon yang ditunjukkan
dengan perubahan warna, frekuensi perjumpaan terhadap lumut kerak, dan luas
tutupan lumut kerak (Pratiwi 2006; Januardania 1995; Istam 2007).
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi keanekaragaman jenis lumut kerak
yang hidup pada kulit kayu (Corticolous) serta responnya sebagai bioindikator
pencemaran udara.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
bioindikator pencemaran udara melalui kajian keanekaragaman jenis lumut kerak.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan selama dua bulan, yaitu dari bulan April sampai
bulan Mei 2014. Penelitian dilakukan di Hutan Kota PT. Jakarta Industrial Estate
Pulogadung (PT. JIEP), Jakarta Timur dan tegakan mahoni Cikabayan kampus
IPB Dramaga, Bogor.
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur merupakan kawasan industri yang
digunakan sebagai areal penghijauan. Lokasi penelitian merupakan kawasan yang
berpotensi mengalami pencemaran udara. Aktivitas transportasi merupakan
aktivitas industri yang dapat dijumpai disekitar plot contoh (Gambar 1a). Plot
contoh di Hutan Kota PT. JIEP terletak pada titik koordinat 06º 12’ 24.6” LS dan
106º 54’ 55.3” BT merupakan areal yang terdapat vegetasi berkayu (Gambar 1b).
Keberadaan plot contoh, di Sebelah Utara terdapat PT. Kimia Farma, di sebelah
Selatan terdapat Jalan raya Pulo Ayang Raya 1, PT. Sanggar Sarana Baja dan PT.
Torishima Guna Engginering, di bagian Barat terdapat gedung yang digunakan
sebagai gudang dan tempat tinggal warga, dan di bagian Timur terdapat PT.
Jamsostek dan Jalan raya.
(a)
(b)
Gambar 1 Kondisi lokasi penelitian Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur. Aktivitas
transportasi (a), Vegetasi berkayu pada areal penghijauan (b).
3
Pada penelitian ini, lokasi tegakan mahoni Cikabayan IPB merupakan
kawasan relatif tidak tercemar. Tegakan mahoni Cikabayan IPB terletak pada titik
koordinat 06º 32’ 51.1” LS dan 106º 43’ 02.5” BT. Lokasi ini berada jauh dari
keramaian atau pemukiman. Jenis vegetasi berkayu yang dominan pada plot
contoh adalah jenis mahoni (Swietenia sp.) (Gambar 2). Keberadaan plot contoh,
di bagian Utara terdapat areal pusat studi Biofarmaka dan Sungai Cisadane, di
bagian Selatan terdapat Perumahan Dosen IPB, di bagian Barat terdapat areal
kegiatan praktik Fakultas Pertanian, dan di bagian Timur terdapat Sungai Ciapus.
Gambar 2 Kondisi lokasi penelitian tegakan mahoni Cikabayan
kampus IPB Dramaga, Bogor
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pita meter, pisau,
termometer, dry wet (thermohygrometer), timbangan analitik, alat pengukur
kualitas udara ambien yang terdiri atas: Impinger Air Sampler dan High Volume
Air Sampler, kamera, dan tally sheet. Bahan yang digunakan adalah plastik
transparan, amplop, dan lumut kerak yang hidup pada kulit kayu (obyek
penelitian).
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan di dalam plot contoh berbentuk lingkaran
dengan luas 0.1 ha. Plot contoh kemudian dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan
jarak dari titik pengambilan sampel udara, yaitu: bagian pertama (0-5 m), bagian
kedua (>5 - ≤17 m), bagian ketiga (>17 m). Data penelitian yang dikumpulkan,
yaitu: (1) karakteristik lokasi penelitian sebagai habitat lumut kerak, (2) faktor
lingkungan yang mempengaruhi habitat dan keberadaan lumut kerak, (3)
komposisi jenis lumut kerak, (4) frekuensi perjumpaan terhadap lumut kerak, (5)
perubahan morfologi lumut kerak, dan (6) persentase tutupan lumut kerak
terhadap kulit kayu.
Karakteristik Lokasi Penelitian sebagai Habitat Lumut Kerak
Data karakteristik lokasi penelitian sebagai habitat lumut kerak yang
dikumpulkan, yaitu: jenis vegetasi berkayu, diameter batang, keliling batang atas
dan keliling batang bawah pada kriteria tinggi batang vegetasi berkayu 150 cm
4
diatas permukaan tanah. Diameter dan keliling batang vegetasi berkayu diukur
menggunakan pita meter. Pengukuran tersebut bertujuan untuk mengetahui luas
kulit kayu yang diamati. Luas kulit kayu yang diamati diperoleh melalui
penghitungan dengan menggunakan rumus:
Luas permukaan kulit kayu (cm2) = ½ x (A+B) x C
Keterangan :
A = Keliling batang atas pohon (cm)
B = Keliling batang bawah pohon (cm)
C = Tinggi batang pohon yang diamati (150 cm dari permukaan tanah)
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Lumut Kerak dan Habitatnya
Data faktor lingkungan yang dikumpulkan, yaitu: suhu udara harian,
kelembaban relatif udara harian, dan kualitas udara ambien lokasi penelitian.
Pengumpulan data faktor lingkungan dilakukan di kedua lokasi penelitian.
Pengukuran suhu udara harian dilakukan dengan menggunakan termometer.
Termometer digantung pada ketinggian 120 cm di atas permukaan tanah.
Pengukuran dilakukan pada waktu yang sama (Pukul 07.30; 13.30; dan 17.30
WIB) di kedua lokasi penelitian. Pencatatan data suhu udara harian dilakukan
setiap 15 menit pengamatan dalam satu jam pengamatan pada pagi hari, siang
hari, dan sore hari. Suhu udara harian diperoleh melalui perhitungan
menggunakan rumus:
Suhu udara harian (ºC)
(2 x T pagi)
( T siang)
(T sore)
4
Pengukuran kelembaban relatif udara harian dilakukan dengan
menggunakan dry wet. Dry wet digantung pada ketinggian 120 cm di atas
permukaan tanah. Pengukuran dilakukan pada waktu yang sama (Pukul 07.30;
13.30; dan 17.30 WIB) di kedua lokasi penelitian. Pencatatan data suhu dan
kelembaban udara dilakukan setiap 15 menit pengamatan dalam satu jam
pengamatan pada pagi hari, siang hari, dan sore hari. Kelembaban relatif udara
harian diperoleh melalui penghitungan dengan menggunakan rumus:
Kelembaban relatif udara harian (%)
(2 x KU pagi)
( KU siang)
(KU sore)
4
Pengambilan data sampel udara ambien menggunakan alat pengukur
kualitas udara, yang terdiri atas: Impinger Air Sampler dan High Volume Air
Sampler. Data parameter gas (CO2, NO2, dan SO2) dikumpulkan dengan
menggunakan alat Impinger Air Sampler, dan untuk parameter total suspensi
partikel (debu) menggunakan alat High Volume Air Sampler. Pengukuran kualitas
udara ambien dilakukan pada bulan basah di hari yang sama (23 April 2014)
dengan waktu yang berbeda. Pada Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur dilakukan
pengambilan sampel udara pada siang hari (Pukul 14.08 - 15.08 WIB) dan di
tegakan mahoni Cikabayan IPB pada pagi hari (Pukul 08.15 - 09.15 WIB).
Pengukuran dilakukan selama satu jam pengamatan di setiap lokasi penelitian,
kemudian sampel udara dianalisis di Laboratorium Pusat Penelitian Lingkungan
Hidup IPB (PPLH IPB). Hasil analisis sampel udara ambien dibandingkan dengan
baku mutu yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintahan No. 41 Tahun 1999
tentang pengendalian pencemaran udara.
5
Komposisi Jenis Lumut Kerak
Data komposisi jenis lumut kerak dikumpulkan dengan mengidentifikasi
dari setiap vegetasi berkayu pada ketinggian 150 cm dari permukaan tanah. Lumut
kerak jenis yang sama, yang terdapat pada suatu vegetasi diasumsikan satu
individu. Sampel lumut kerak diambil dari setiap jenisnya dengan cara mengerik
dari kulit kayu menggunakan pisau, kemudian dilakukan identifikasi jenis lumut
kerak di Laboratorium Mikrobiologi, Herbarium Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Cibinong. Hasil identifikasi jenis lumut kerak di kedua lokasi
penelitian dibandingkan melalui penghitungan nilai indeks keanekaragaman
jenisnya. Nilai indeks keanekaragaman jenis lumut kerak diperoleh melalui
penghitungan dengan menggunakan rumus Shannon-Wiener (Odum 1996):
(H’) = -∑ Pi ln Pi
Keterangan:
H’ = Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon-Wiener,
Pi = Proporsi jumlah individu jenis ke-i dengan jumlah individu semua jenis.
Indeks keanekaragaman jenis mempunyai kriteria, yaitu: H’> 3.0
menunjukkan keanekaragaman sangat melimpah, 1 ≤ H’≤ 3 menunjukkan
keanekaragaman melimpah, dan H’5- ≤17 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian III = Jarak pengambilan data (>17 m dari titik pengambilan sampel udara).
Vegetasi berkayu sebagai habitat lumut kerak di kedua lokasi penelitian
memiliki jumlah dan diameter yang berbeda. Perbedaan jumlah maupun diameter
batang kayu mempengaruhi luasan kulit kayu yang diamati (Tabel 1). Diameter
batang kayu yang semakin besar berpotensi ditemukan lebih luas tutupan lumut
kerak. Secara umum, permukaan kulit kayu di kedua plot contoh tampak lembab
dan mengalami pengelupasan. Tingkat kelembaban dan kesehatan vegetasi
berkayu dapat mempengaruhi kesehatan kulit kayu sebagai tempat tumbuh lumut
kerak (Gombert et al. 2003).
7
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Lumut Kerak dan Habitatnya
Keberadaan lumut kerak serta habitatnya pada lokasi penelitian dipengaruhi
faktor lingkungan, yakni: suhu udara harian, kelembaban relatif udara harian, dan
kualitas udara ambien. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa di Hutan Kota PT.
JIEP memiliki suhu harian sebesar 28.9 °C, serta kelembaban relatif udara harian
sebesar 91%. Suhu harian di tegakan mahoni Cikabayan IPB sebesar 25.3 °C,
serta kelembaban relatif udara harian sebesar 88% sampai 91% (Tabel 2).
Tabel 2 Suhu udara dan kelembaban relatif udara harian
Hutan Kota
Tegakan mahoni
PT. JIEP
Cikabayan IPB
Bagian
Bagian
I
II
III
I
II
Kelembaban udara (%) 91
91
91
88
91
Suhu udara (ºC)
28.9 28.9 28.9
25.3
25.7
III
91
25.3
Keterangan: Bagian I = Jarak pengambilan data (0-5 m dari titik pengambilan sampel udara),
Bagian II = Jarak pengambilan data (>5- ≤17 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian III = Jarak pengambilan data (>17 m dari titik pengambilan sampel udara).
Suhu udara harian di Hutan Kota PT. JIEP lebih tinggi dibandingkan dengan
di tegakan mahoni Cikabayan IPB, namun kelembaban relatif udara harian di
kedua lokasi penelitian diatas 85% (Tabel 2). Sundberg et al. (1996) menyebutkan
bahwa kelembaban udara diatas 85% dapat mengurangi efektivitas fotosintesis
lumut kerak, didukung dengan pernyataan Gauslaa dan Solhaug (1998)
menyatakan bahwa pada kondisi udara yang lembab dan suhu optimalnya berkisar
17 m dari titik pengambilan sampel udara).
Lampiran 4 Luas total lumut kerak, total luas kulit kayu, dan persentase tutupan
lumut kerak terhadap kulit kayu.
Total Luas tutupan lumut
kerak (m2)
Total luas kulit kayu (m2)
Jumlah Vegetasi (ind)
Persentase tutupan lumut
kerak terhadap kulit kayu (%)
Total Persentase tutupan
lumut kerak terhadap kulit
kayu (%)
Lokasi penelitian
Hutan Kota PT. JIEP
Tegakan mahoni
Cikabayan IPB
Bagian
Bagian
I
II
III
I
II
III
0.3
0.3
0.5
11.2
8.0
5.4
29.3
40
33.2
42
18.1
20
33.8
34
33.02
29
1.0
1.0
3.0
33
24
1.43
28.7
24
19
26
Keterangan : Bagian I = Jarak pengambilan data (0-5 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian II = Jarak pengambilan data (>5- ≤17 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian III = Jarak pengambilan data (>17 m dari titik pengambilan sampel udara).
20
Lampiran 5 Titik koordinat pengambilan data pada lokasi plot contoh penelitian
Hutan Kota PT. JIEP
Tegakan mahoni Cikabayan IPB
No.
Titik koordinat
Titik koordinat
Lokasi
Lokasi
1. Plot I
S 06º 12’ 24.6”
Plot II
S 06º 32’ 51.1”
E106º 54’ 55.3”
E106º 43’ 02.5”
2. PSU
S 06º 12’ 24.6”
PSU
S 06º 32’ 51.1”
E106º 54’ 54.9”
E106º 43’ 02.6”
3. Bagian I
S 06º 12’ 23.6”
Bagian I
S 06º 32’ 50.9”
E106º 54’ 5.55”
E106º 43’ 05.1”
4. Bagian II
S 06 º 12’ 23.3”
Bagian II
S 06º 32’ 51.1”
E106º 54’ 55.7”
E106º 43’ 02.8”
5. Bagian III
S 06º 12’ 22.8”
Bagian III
S 06º 32’ 51.4”
E106 º54’ 56.0”
E106º 43’ 03.1”
Keterangan: PSU = Titik pengambilan sampel udara,
Plot I = Plot contoh pada Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur
Plot II = Plot contoh tegakan mahoni Cikabayan kampus IPB, Bogor
Bagian I = Jarak pengambilan data (0-5m dari Titik pengambilan sampel udara),
BagianII = Jarak pengambilan data (>5- ≤17 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian III = Jarak pengambilan data (>17m dari Titik pengambilan sampel udara).
21
Lampiran 6 Subtrat lumut kerak pada plot contoh penelitian di Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur
Jumlah pohon perbagian pada plot
Diameter
Jumlah
Nama
contoh penelitian
rata-rata
total
lokal
Nama latin
Family
(individu)
(cm2)
(Individu)
I
II
III
Saga
Abrus precatorius
Fabaceae
1
2
20.94
3
Bungur
Lagerstroemia indica
Lythraceae 37
29
2
15.38
68
Trembesi Samanea saman
Fabaceae
13
16
20.04
29
Petai cina Leucaena leucocephala Fabaceae
2
12.53
2
Jumlah total
40
42
20
17.22
102
Persentase
(%)
2.9
66.7
28.44
1.96
100
Keterangan : Bagian I = Jarak pengambilan data (0-5 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian II = Jarak pengambilan data (>5- ≤17 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian III = Jarak pengambilan data (>17 m dari titik pengambilan sampel udara).
Bagian
Lampiran 7 Subtrat lumut kerak pada plot contoh penelitian di tegakan mahoni Cikabayan kampus IPB
Dramaga, Bogor
Jumlah pohon per-bagian pada
Diameter
Nama
plot contoh penelitian
Persentase
rata-rata
lokal
Nama latin
Famili
(individu)
(%)
(cm2)
Mahoni Swietenia sp. Meliaceae
I
34
39.1
21.1
Mahoni Swietenia sp. Meliaceae
II
29
33.3
25.1
Mahoni Swietenia sp. Meliaceae
III
24
27.6
25.4
Jumlah total (Individu)
87
23.3
Keterangan : Bagian I = Jarak pengambilan data (0-5 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian II = Jarak pengambilan data (>5- ≤17 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian III = Jarak pengambilan data (>17 m dari titik pengambilan sampel udara).
21
22
22
Lampiran 8 Rekapitulasi suhu udara (°C) dan kelembaban relatif udara harian (%) pada plot contoh penelitian
di Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur
Waktu
7.30 WIB
13.30 WIB
17.30 WIB
Dry
ºC
28
32
28
Bagian I
Wet Kelembaban
ºC
(%)
27
92
31
93
27
92
Suhu
ºC
28
32
28
Dry
ºC
28
32
28
Bagian II
Wet Kelembaban
ºC
(%)
27
92
31
93
27
92
Suhu
ºC
28
32
28
Dry
ºC
28
33
28
Wet
ºC
27
30
27
Bagian III
Kelembaban
(%)
92
80
92
Suhu ºC
28
33
28
Keterangan : Bagian I = Jarak pengambilan data (0-5 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian II = Jarak pengambilan data (>5- ≤17 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian III = Jarak pengambilan data (>17 m dari titik pengambilan sampel udara).
Lampiran 9 Rekapitulasi suhu udara(°C) dan kelembaban relatif udara harian (%) pada plot contoh penelitian
di tegakan mahoni Cikabayan kampus IPB Dramaga, Bogor.
Waktu
7.30 WIB
13.30 WIB
17.30 WIB
Dry
ºC
26
30
25
Bagian I
Wet Kelembaban
ºC
(%)
25
92
28
85
24
92
Suhu
ºC
24
29
25
Dry
ºC
25
30
25
Bagian II
Wet Kelembaban
ºC
(%)
24
92
29
92
24
92
Suhu
ºC
25
28
25
Keterangan : Bagian I = Jarak pengambilan data (0-5 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian II = Jarak pengambilan data (>5- ≤17 m dari titik pengambilan sampel udara)
Bagian III = Jarak pengambilan data (>17 m dari titik pengambilan sampel udara).
Dry
ºC
25
30
25
Wet
ºC
24
29
24
Bagian III
Kelembaban
(%)
92
92
92
Suhu
ºC
24
29
25
25
27
Lampiran 12 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 1999
TENTANG
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 41 TAHUN 1999
TANGGAL : 26 MEI 1999
BAKU MUTU UDARA AMBIEN NASIONAL
Waktu
Pengukuran
Baku Mutu
Metode Analisis
Peralatan
No.
Parameter
1
SO2
(Sulfur
Dioksida)
CO
(Karbon
Monoksida)
NO2
(Nitrogen
Dioksida)
O3
(Oksidan)
HC
(Hidro
karbon)
PM10
(Partikel < 10
um )
PM2,5 (*)
(Partikel < 2,5
um )
TSP
(Debu)
Pb
(Timah Hitam)
1 Jam
24 Jam
1 Thn
1 Jam
24 Jam
1 Thn
1 Jam
24 Jam
1 Thn
1 Jam
1 Thn
3 Jam
900 ug/Nm3
365 ug/Nm3
60 ug/Nm3
30.000 ug/Nm3
10.000 ug/Nm3
400 ug/Nm3
150 ug/Nm3
100 ug/Nm3
235 ug/Nm3
50 ug/Nm3
160 ug/Nm3
Pararosanilin
Spektrofotometer
NDIR
NDIR Analyzer
Saltzman
Spektrofotometer
Chemiluminescent
Spektrofotometer
Flame
24 Jam
150 ug/Nm3
Gravimetric
Ionization
Gas Chromatogarfi
Hi - Vol
24 Jam
1 Thn
65 ug/Nm3
15 ug/Nm3
Gravimetric
Gravimetric
Hi - Vol
Hi - Vol
24 Jam
1 Thn
24 Jam
1 Thn
230 ug/Nm3
90 ug/Nm3
2 ug/Nm3
1 ug/Nm3
Gravimetric
Hi - Vol
Hi – Vol
AAS
9
Dustfall
Jatuh )
30 hari
10
Total Fluorides
(as F)
24 Jam
90 hari
10Ton/km2/Bulan
(Pemukiman)
20Ton/km2/Bulan
(Industri)
3 ug/Nm3
0,5 ug/Nm3
Gravimetric
Ekstraktif
Pengabuan
Gravimetric
Spesific Ion
Electrode
11
Fluor Indeks
30 hari
Impinger atau
Countinous
Analyzer
Limed Filter Paper
12
Khlorine &
Khlorine
Dioksida
Sulphat Indeks
24 Jam
2
3
4
5
6
7
8
13
(Debu
30 hari
40 u g/100 cm2 dari
kertas limed filter
150 ug/Nm3
Colourimetric
1 mg SO3/100 cm3
Dari Lead Peroksida
Colourimetric
Spesific Ion
Electrode
Cannister
Impinger atau
Countinous
Analyzer
Lead
Peroxida Candle
Catatan :
Nomor 10 s/d 13 Hanya di berlakukan untuk daerah/kawasan Industri Kimia Dasar
Contoh : - Industri Petro Kimia
- Industri