Evaluasi Kinerja Pertumbuhan Benih Lele (Clarias Gariepinus) Pada Sistem Budidaya Bioflok Yang Diberi Pakan Dengan Kadar Protein Berbeda

EVALUASI KINERJA PERTUMBUHAN BENIH LELE
Clarias gariepinus PADA SISTEM BUDIDAYA BIOFLOK
YANG DIBERI PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA

NOVIATI ROHMATUL KHASANAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Evaluasi Kinerja
Pertumbuhan Benih Lele (Clarias gariepinus) pada Sistem Budidaya Bioflok
yang Diberi Pakan dengan Kadar Protein Berbeda adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016

Noviati Rohmatul Khasanah
NIM C15113058

RINGKASAN
NOVIATI ROHMATUL KHASANAH. Evaluasi Kinerja Pertumbuhan Benih
Lele (Clarias gariepinus) pada Sistem Budidaya Bioflok yang Diberi Pakan
dengan Kadar Protein Berbeda. Dibimbing oleh Nur Bambang Priyo Utomo, Mia
Setiawati, dan Munti Yuhana.
Kadar protein pakan yang tinggi berbanding lurus dengan harga pakan
yang cukup mahal. Harga beli benih tidak sebanding dengan harga jual benih
relatif murah sehingga upaya penurunan protein dilakukan guna mengefisienkan
pakan yang diberikan. Protein pakan yang mampu diretensi oleh ikan hanya 25%
dari total pakan yang dimakan dan 75% sisanya diekskresikan melalui insang dan
urin dalam bentuk amonia sehingga timbul masalah limbah budidaya. Teknologi
bioflok merupakan teknologi dalam bidang akuakultur yang dapat dipergunakan
sebagai alternatif dalam masalah limbah budidaya serta struktur bioflok mampu

menyumbangkan nilai protein sebesar 30 - 35%. Sumbangan protein bioflok
tersebut dapat dijadikan alternatif penambah kebutuhan nutrisi pada benih ikan
lele.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan, yaitu: A (38%), B (34%), C (30%), D (26%).
Pakan uji digunakan dalam bentuk pellet. Penambahan sumber karbon berupa
molase dengan C/N rasio 15 diberikan 1 kali sehari setelah 2 jam pemberian
pakan di pagi hari. Pakan diberikan pada pukul 08.00 dan pukul 16.00 sebanyak
5% dari biomasa benih lele. Benih lele yang digunakan berukuran berat rata-rata
0,83 ± 0,01 g dan panjang rata-rata 4,64 ± 0,04 cm dipelihara di akuarium
berukuran 60 x 40 x 35 cm3 sebanyak 15 unit yang dilengkapi dengan tiga titik
aerasi. Masing-masing akuarium diisi air sebanyak 60 L dan setiap akuarium
diberi 1 liter air dari limbah budidaya lele dengan padat tebar benih 90
ekor/akuarium. Inokulasi bakteri heterotrof berupa Staphylococcus lentus L1k
dilakukan pada setiap perlakuan dengan kepadatan 104 CFU/mL setiap satu
minggu sekali. Parameter uji meliputi parameter kinerja pertumbuhan, parameter
bioflok, parameter kesehatan dan parameter kualitas air. Parameter kinerja
pertumbuhan meliputi laju pertumbuhan harian, panjang total, koefisien
keragaman panjang, efisiensi pakan, jumlah konsumsi pakan, retensi protein,
retensi lemak, dan tingkat kelangsungan hidup. Parameter bioflok meliputi

nutrient flok, volume flok, padatan tersuspensi total, volatil tersuspensi total,
kelimpahan bakteri total di media air, kelimpahan bakteri L1k di media air, dan
kelimpahan bakteri di usus. Parameter kesehatan meliputi hematokrit,
hemoglobin, total eritrosit, dan total leukosit. Parameter kualitas air meliputi
TAN, amonia, pH, suhu dan oksigen terlarut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik laju pertumbuhan
harian dan panjang total tertinggi ditunjukkan pada perlakuan A (4,05% dan 2,35
cm) dan B (4,11% dan 2,39 cm), efisiensi pakan tertinggi pada perlakuan A
(93,65%) dan B (91,32%), retensi lemak tertinggi pada perlakuan D(40,64%),
koefisien keragaman panjang, jumlah konsumsi pakan, retensi protein dan
kelangsungan hidup tidak berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan. Proksimat
nutrient flok tidak berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan, volume flok, total
padatan tersuspensi dan padatan tersuspensi volatil menunjukkan peningkatan

sampai akhir penelitian, kelimpahan bakteri L1k di media air menunjukkan tren
yang sama dengan kelimpahan bakteri total di media air, kelimphan bakteri L1k
dan kelimpahan bakteri total di usus tertinggi pada perlakuan B (4,39 Log
CFU/mL dan 7,98 Log CFU/mL). Nilai hematokrit tertinggi pada perlakuan A
(27,67%), total eritrosit tertinggi pada perlakuan B(2,39 x 106 sel/mm3), nilai
hemoglobin dan total leukosit tidak berbeda nyata antara perlakuan (P>0,05).

Berdasarkan hasil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kadar protein pakan
34% dapat menggantikan kadar protein pakan 38% pada pendederan benih lele
berukuran 4 - 5 cm melalui sistem budidaya bioflok.
Kata kunci: benih lele, bioflok, pertumbuhan, protein, Staphylococcus lentus L1k

SUMMARY
NOVIATI ROHMATUL KHASANAH. Evaluation of growth performance
Catfish fry (Clarias gariepinus) in biofloc-based system on different dietary
protein level. Supervised by Nur Bambang Priyo Utomo, Mia Setiawati and Munti
Yuhana.
The high dietary protein level is directly correlated simoultanesly to the
feed price. On the other hand, the relatively low price of the fry make more efforts
to lower the protein and to search for feed subtitution in order to gain efficien.
There are only 25% of protein retentioned out of the total feed consumed and the
rest of 75% will be excreted through the urine and the gills in the form of
ammonia. This aquaculture waste has many implications occurred. Biofloc-based
technology is one of improving technology in aquaculture study that can be used
as problem solving for waste management in aquaculture. The microbial
composition of biofloc contributes the increase value of proteins by 30-35%.
Additionally; the biofloc role in protein contribution is important for supplement

which support the needs of nutrition oncatfish fry.
The experiments were performed using a completely randomized design,
consisted of 4 different treatments, i.e feed with various protein levels of 38%(A),
34%(B), 30%(C), and 26%(D) as crumbele feed. The molasses was added as
organic carbon source with the C/N (carbon/nitrogen) ratio of 15 was
administrated once a day after 2 hours feeding in the morning. Feeding was
conducted at 8 am and 4 pm at 5% of the biomass weight. Catfish with initial
weight of 0,83 ± 0,01 g and length of 4,64 ± 0,04 cm were cultured in tank size
60x40x35 cm3 for 15 unit with three points aeration. Every tank filled with 60 L
of water and added by 1 L of liquid waste of cultured catfish fry each tank with
density of 90 fish each tank for 35 days. Inoculation of heterotrophic bacterial
cells of Staphylococcus lentus L1k included performed of 104 CFU/mL every
weeks. Parameters observed included growth performance parameters, biofloc
parameters, imun parameters, and water quality parameters. Growth performance
parameters consisted of the daily growth rate, total length, length coefficient
correlation, efficiency of feed, feed consumption, protein retention, fat retention,
survival rate. Biofloc parameters consisted of floc nutrient, floc volume, total
suspended solid, volatile suspended solid, total bacteria density in water, L1k
bacteria density in water, total bacterial density in intestine, L1k bacterial density
in intestine. Imun parameters consisted of hermatocrite, hemoglobin, total

erythrocytes, and total leukocytes. Water quality parameters consisted of TAN,
amonia, pH, temperature and disolved oxigen.
The results on statistic showed that, thehighest of daily growth rate and total
length on treatment A(4,05% and 2,35 cm) and on treatment B(4,11% and
2,39cm), the highest of feed efficiency on treatment A(93,65%) and on treatment
B(91,32%), the highest of fat retention on treatment D(40,64%), the coefisien
correlation length, number of consumption feed, protein retention, survival rate
were not significantly different (P>0,05) compared to the other treatment. The
floc nutrient was not significantly different (P>0,05) compared to the other
treatment, floc volume, total suspended solid and volatile suspended solid were
showed decreased value until final treatment, L1k bacteria density in water

showed similar trend compare with total bacteria density in water, the highest of
L1k bacteria density dan total bacteria density in intestine on treatment B (4,39
Log CFU/mL dan 7,98 Log CFU/mL). The highest of value haematocyte on
treatment A(27,67%), the highest of erytrocyte total on treatment B(2,39 x 106
sel/mm3), the haemoglobin and leucocyte total were not significantly different
(P>0,05) compared to the other treatment. Based on the results, it can be
concluded that 34% protein feed (C) can replace 38% protein feed (B) catfish fry
size 4 - 5 cm through biofloc-based system.

Keywords: biofloc, catfish fry, growth, protein, Staphylococcus lentus L1k

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EVALUASI KINERJA PERTUMBUHAN BENIH LELE
Clarias gariepinus PADA SISTEM BUDIDAYA BIOFLOK
YANG DIBERI PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA

NOVIATI ROHMATUL KHASANAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

2

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Odang Carman, MSc.

4

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Evaluasi Kinerja Pertumbuhan
Benih Lele (Clarias gariepinus) pada Sistem Budidaya Bioflok yang Diberi Pakan
dengan Kadar Protein Berbeda, berhasil diselesaikan dengan baik. Ucapan

terimakasih penuliskan berikan kepada:
1. Dr Ir Nur Bambang Priyo Utomo, MSi, Dr Ir Mia Setiawati, MSi., Dr
Munti Yuhana, SPi MSi selaku dosen pembimbing.
2. Dr Ir Odang Carman, MSc selaku dosen penguji luar komisi yang telah
memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.
3. Dr Dinamella Wahjuningrum, SSi MSi selaku wakil Progam Studi Ilmu
Akuakultur yang telah memberikan saran dan arahan selama sidang tesis
ini.
4. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi yang telah memberikan beasiswa
penuh selama menempuh pendidikan.
5. Suamiku Lukman Al Haries, SIP yang selalu memberikan cinta kasih,
dukungan, semangat dan doa yang tiada henti serta anakku Keenan Al
Rasyid yang telah memberikan kekuatan dan rasa syukur luar biasa.
6. Ibunda Siti Muslimah dan Ayahanda Imam Munjdali (Alm), Ibu mertua
Sukarni dan Ayah mertua Abdul Kodir, kakak Binti Solehah, SE dan
Annakun Nurjanati, SE yang telah memberikan kasih sayang, dukungan
semangat dan doa yang tulus.
7. Adik-adik Laboratorium Kesehatan Ikan (Hana, Mey, Shyfa yang telah
ikhlas membantu selama penelitian), (Mita, Dian, Hesti, Acik, Ardana
dan Dilla yang turut memberikan dukungan dan semangatnya).

8. Teman-teman Laboratorium Nutrisi Ikan atas kebersamaan selama
penelitian
9. Rekan-rekan seperjuangan S2 Ilmu Akuakultur 2013 (Andre RS SPi
MSi, Wildan N SPi, Kurnia F SPi, Nurin DA SPi, Fahmi SPi MSi, A
Fahrul SPi MSi, Asep AA SPi MSi, Abung MS SPi MSi, Didi SSi MSi,
Erni SPi MSi, Ikma SPi MSi, Rifki SPi MSi, Lukman A SPi MSi, Hilma
PF SPi MSi, Putri SPi MSi, Windu S SPi MSi)
10. Rekan kos Bunda Lestari (Sekar Ayu C SPi MSi, Enggar Y Arini SSi,
Ni Wayan Srimani P SSi, Fikriyatul Falasifah SSi dan Deti Triyani SSi)
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyelesaian tesis ini.
Akhir kata semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat dan inspirasi bagi
seluruh pembacanya.
Bogor, September 2016

Noviati Rohmatul Khasanah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2
2

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Rancangan Penelitian
Prosedur Penelitian
Parameter Uji
Analisis Data

2
3
3
3
4
7

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

8
8
13

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

18
18
18

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

43

6

DAFTAR TABEL
1 Formulasi bahan baku pakan dalam (%) berat kering

3

2 Hasil analisis proksimat pakan dalam (%) berat kering

3

3 Analisis nutrien flok selama 35 hari pemeliharaan

8

4 Kelimpahan bakteri usus selama 35 hari pemeliharaan

11

5 Kualitas air media pemeliharaan benih lele selama 35 hari

11

6 Kinerja pertumbuhan pada benih lele selama 35 hari pemeliharaan

11

7 Analisis proksimat tubuh benih lele dalam berat kering (%) selama
35 hari pemeliharaan

12

8 Hematologi benih lele selama 35 hari pemeliharaan

12

DAFTAR GAMBAR
1 Volume flok selama 35 hari pemeliharaan

8

2 Padatan tersuspensi total selama 35 hari pemeliharaan

9

3 Padatan tersuspensi volatil selama 35 hari pemeliharaan

9

4 Kelimpaham bakteri L1k di media air selama 35 hari pemeliharaan

10

5 Kelimpahan bakteri total di media air selama 35 hari pemeliharaan

10

DAFTAR LAMPIRAN
1 Prosedur perhitungan jumlah karbon yang ditambahkan

22

2 Profil bioflok selama 35 hari pemeliharaan

24

3 Prosedur analisis proksimat pakan dan tubuh ikan

24

4 Prosedur pengukuran gambaran darah

26

5 Analisis statistik laju pertumbuhan harian, panjang total, koefisien
keragaman, efisiensi pakan, jumlah konsumsi pakan, retensi protein, retensi
lemak, tingkat kelangsungan hidup
28
6 Analisis statistik protein, lemak, abu, serat kasar, BETN dan gross energi
pada proksimat tubuh benih lele

33

7 Analisis statistik protein, lemak, abu, serat kasar, BETN dan gross energi
nutrien flok pada wadah pemeliharaan.

36

8 Analisis statistik volume flok minggu ke-1, volume flok minggu ke-2,
volume flok minggu ke-3, volume flok minggu ke-4, volume flok minggu
ke-5

38

9 Analisis statistik hematokrit, hemoglobin, total eritrosit dan total leukosit

40

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Protein merupakan salah satu nutrien dari pakan yang penting untuk
pertumbuhan. Benih lele akan tumbuh optimal jika kandungan energi dari sumber
protein pakan yang digunakan untuk pemeliharaan dasar tubuh telah tercukupi,
sehingga kelebihan energi pakan akan digunakan sepenuhnya untuk pertumbuhan
(Lovell 1988). Pelaku pembenihan umumnya menggunakan pakan dengan protein
tinggi yaitu berkisar antara 38 - 40% untuk hasil produksi yang maksimal. Harga
pakan dengan kadar protein tinggi tergolong mahal dan tidak sesuai dengan harga
jual benih yang relatif rendah.
Ikan lele (Clarias gariepinus) merupakan ikan air tawar yang menjadi salah
satu ikan konsumsi unggulan di Indonesia dengan permintaan pasar yang terus
meningkat setiap tahun. Peningkatan permintaan tersebut menyebabkan
kebutuhan benih lele juga mengalami peningkatan. Permintaan yang tinggi
tersebut tidak diimbangi dengan stok benih yang memadai. Intensifikasi
pembenihan merupakan salah satu solusi yang paling tepat, guna memenuhi
permintaan benih yang terus menerus meningkat. Budidaya intensif berimplikasi
pada penggunaan pakan buatan kaya protein yang semakin besar sehingga
menimbulkan masalah budidaya yaitu berupa limbah akuakultur (Gunadi 2012).
Limbah akuakultur tersebut berasal dari akumulasi residu organik dari pakan yang
tidak termakan, feses serta kemampuan ikan dalam meretensi protein pakan yang
masih relatif rendah yaitu, berkisar antara 20 - 25% dapat menimbulkan
terbentuknya amonia berbahaya yang mencemari wadah budidaya (Avnimelech
2007). Oleh sebab itu, dibutuhkan solusi untuk mengatasi berbagai permasalahan
pembenihan secara intensif.
Teknologi bioflok merupakan salah satu teknologi budidaya pengolahan
limbah yang dapat dijadikan alternatif dalam mengatasi berbagai masalah
intensifikasi pembenihan (De Schryver et al. 2008). Prinsip utama teknologi
bioflok adalah manajemen kualitas air yang memanfaatkan kemampuan bakteri
heterotrof dalam mengkonversi nitrogen organik dan anorganik melalui
pemberian sumber karbon berupa molase dengan perbandingan C/N rasio 15
(Ekasari 2009). Keseimbangan C dan N menjadi kunci sukses pembentukan
bioflok oleh bakteri heterotrof. Staphylococcus lentus L1k merupakan salah satu
bakteri heterotof yang memiliki fungsi sebagai agen biokontrol dan bioremediasi
yang berasal dari isolasi usus ikan lele (Firdaus 2012). Sebagai agen bioremediasi,
L1k berperan dalam memperbaiki kualitas air dengan cara mereduksi konsentrasi
amonia dalam wadah budidaya sehingga mendukung pertumbuhan benih lebih
optimal. Pemberian bakteri heterotropik L1k dengan kepadatan 104 CFU/mL
menunjukkan kinerja pertumbuhan benih lele terbaik pada sistem pemeliharaan
bioflok (Salamah 2014).
Manfaat teknologi bioflok yaitu memiliki kemampuan dalam mereduksi
amonia (Avnimelech 2007), kumpulan flok yang terbentuk dalam budidaya
berbasis teknologi bioflok dapat dijadikan sebagai sumber pakan alami (Ekasari et
al. 2010), adanya tambahan nutrisi pakan didalam bioflok mampu meningkatkan

2

pertumbuhan dan efisiensi pakan (Rangka dan Gunarto 2012), nutrien yang
terkandung didalam bioflok memiliki kandungan protein yang cukup tinggi (Xu et
al. 2012), pengurangan penggunaan kadar protein pakan tidak mengganggu
pertumbuhan dan status kesehatan udang sehingga dapat dijadikan alternatif
dalam penurunan kadar protein pakan, yang secara otomatis mampu menekan
biaya produksi pembenihan (Xu dan Pan 2014). Penurunan protein pakan pada
ikan air tawar menggunakan sistem bioflok belum banyak dilakukan oleh karena
itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengevaluasi kinerja pertumbuhan benih lele
Clarias sp. yang diberi kadar protein pakan berbeda melalui sistem bioflok.
Perumusan Masalah
Permintaan benih lele terus mengalami peningkatan sehingga perlu
intensifikasi pembenihan, untuk menunjang pertumbuhan budidaya intensif
diperlukan pakan dengan kadar protein yang tinggi, sementara harga pakan
dengan kadar protein tinggi relatif masih mahal serta kemampuan ikan dalam
merentensi pakan hanya 25% dari total pakan yang dimakan dan sisanya
diekskresikan melalui insang dan urin dalam bentuk amonia (NH3) yang tidak
terionisasi sehingga menimbulkan limbah budidaya. Solusi dari permasalahan
tersebut adalah dilakukan upaya penurunan protein dengan menggunakan sistem
bioflok. Teknologi bioflok tersebut selain mampu mengatasi limbah budidaya
juga dapat menyumbang protein untuk menunjang pertumbuhan.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi kinerja pertumbuhan
benih lele (Clarias gariepinus) pada sistem budidaya bioflok yang diberi pakan
dengan kadar protein berbeda.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
pembudidaya benih lele mengenai pakan dengan protein tertentu yang
menggunakan teknologi bioflok mampu memberikan efisiensi pakan yang tinggi.

2 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2015 di
Laboratorium Nutrisi Ikan Dapertemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Analisis proksimat di Laboratorium
Nutrisi Ikan, analisis kualitas air di Laboratorium Lingkungan, analisis total
kelimpahan bakteri dan hematologi di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Analisis sumber

3

karbon di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian. Analisis Institut
Pertanian Bogor.
Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan sebagai
berikut: Perlakuan A (pakan protein 38%), Perlakuan B (pakan protein 34%),
Perlakuan C (protein 30%), Perlakuan D (pakan protein 26%). Bahan baku yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi tepung ikan, tepung tulang daging, tepung
bungkil kedelai, tepung pollard, minyak jagung, minyak ikan, premix, dan CMC
(Carboxy Methyl Cellulose). Bahan baku tersebut dicetak dalam bentuk pelet
(Tabel 1.). Sedangkan hasil analisis proksimat pakan benih lele ditampilkan dalam
(Tabel 2.) dibawah ini:
Tabel 1.Formulasi bahan baku pakan dalam (%) berat kering
Bahan baku

A(38%)

B(34%)

C(30%)

D(26%)

Tepung ikan
Tepungtulang daging
Tepung bungkil kedelai
Tepung pollard
Minyak jagung
Minyak ikan
Premix
CMC
Total

15,00
25,00
35,00
15,00
1,00
1,00
5,00
3,00
100,00

15,00
19,00
28,00
28,00
1,00
1,00
5,00
3,00
100,00

6,00
18,00
27,00
39,00
1,00
1,00
5,00
3,00
100,00

4,00
3,00
33,00
50,00
1,00
1,00
5,00
3,00
100,00

Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan dalam (%) berat kering
Parameter
Protein (%)
Lemak (%)
Abu (%)
Serat Kasar (%)
Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen
GrossEnergi (kkal/kg)*
c/p ratio

A(38%)
38,01
7,11
18,15
6,53
30,44
3948,57
10,38

Perlakuan Protein Pakan
B(34%)
C(30%)
D(26%)
34,23
30,19
26,10
5,7
4,30
3,33
15,20
12,13
10,49
8,11
9,33
11,52
37,34
44,02
48,52
3898,51
3827,50
3703,79
11,38
12,67
14,18

Keterangan : *Gross energi protein 5,6 kkal/g, lemak 9,4 kkal/g, karbohidrat (BETN) 4,1 kkal/g (Watanabe, 1988)

Prosedur Penelitian
Ikan uji yang digunakan adalah benih lele Clarias sp. yang berasal dari
pembenihan lele di Bogor. Benih lele diaklimatisasi selama satu minggu dan
diletakkan pada tandon pemeliharaan, kemudian dilakukan sampling sehingga
diperoleh bobot awal rata-rata 0,83 ± 0,01 g dan panjang rata-rata 4,64 ± 0,04 cm.
Benih dipelihara di akuarium berukuran 60 x 40 x 35 cm3 sebanyak 15 unit yang
dilengkapi dengan tiga titik aerasi. Masing-masing akuarium diisi air sebanyak 60
L dan setiap akuarium diberi 1 liter air dari limbah budidaya lele (Septiani et al.
2014) dengan padat tebar benih 90 ekor/akuarium dan diberi pakan dengan
feeding rate 5% dari biomassa dengan frekuensi pemberian pada pukul 08.00 dan

4

16.00. Ikan dipelihara selama 35 hari dan sebelum penimbangan bobot awal,
benih dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam. Ikan sebanyak 15 ekor dibius
kemudian disimpan ke dalam freezer untuk keperluan analisis proksimat ikan
awal.
Penambahan sumber karbon dari molase diberikan 1 kali sehari setelah 2
jam pemberian pakan di pagi hari. Sumber karbon dimasukkan kedalam akuarium
dengan C/N rasio 15 (De Schryver 2008). Inokulasi bakteri heterotrof berupa
Staphylococcus lentus L1k dilakukan pada masing-masing perlakuan, dengan
kepadatan 104 CFU/mL setiap satu minggu sekali (Salamah 2014).
Pada akhir pemeliharaan ikan sebanyak 10 ekor diambil dari setiap
akuarium untuk uji hematologi dan diambil seberat 20 gram dari setiap akuarium
untuk analisis proksimat tubuh. Bioflok diambil sebanyak 20 gr dari kolom air
menggunakan plankton net untuk diuji proksimat nutrient flok.

Parameter Uji

Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan harian dihitung menggunakan rumus menurut Huissman
(1987):


α % ={ √



}

Keterangan :

= Laju pertumbuhan harian (%)
wt
= Bobot rata-rata benih ikan pada akhir pemeliharaan (gram)
wo
= Bobot rata-rata benih ikan pada awal pemeliharaan (gram)
t
= Lama pemeliharaan (hari)
Pertumbuhan Panjang Mutlak
Panjang total tubuh ikan diukur menggunakan penggaris dan dihitung
dengan rumus menurut Effendi (1979):
P (cm) = Pt – Po
Keterangan:
P
= Pertumbuhan panjang total (cm)
Pt
= Panjang rata-rata ikan pada akhir pemeliharaan (cm)
Po
= Panjang rata-rata ikan pada awal pemeliharaan (cm)
Koefisien Keragaman Panjang
Variasi ukuran dalam penelitian ini berupa variasi panjang ikan, yang
dinyatakan dalam koefisien keragaman (KK), dihitung menggunakan rumus Steel
dan Torrie (1993) sebagai berikut:
KK (%) = (s/y) x 100

5

Keterangan:
KK
= Koefisien keragaman panjang (%)
s
= Simpangan baku
y
= Rata-rata contoh
Efisiensi Pakan
Efisiensi pakan adalah perbandingaan biomassa ikan dengan jumlah pakan
yang diberikan selama massa pemeliharaan dihitung dengan menggunakan rumus
menurut Takeuchi (1988) yaitu:
EP (%) =

+





Keterangan:
EP
= Efisiensi pakan (%)
F
= Jumlah pakan yang diberikan selama pemeliharaan (g)
Wt
= Bobot total ikan pada akhir pemeliharaan (g)
Wo
= Bobot total ikan pada awal pemeliharaan (g)
Wd
= Bobot total ikan mati (g)
Retensi Protein
Retensi Protein dihitung dengan menggunakan rumus menurut Watanabe
(1988) yaitu:
RP (%) = [ F − I /P] x 100

Keterangan:
RP
= Retensi Protein (%)
F
= Jumlah protein tubuh ikan pada akhir pemeliharaan (g)
I
= Jumlah protein tubuh ikan pada awal pemeliharaan (g)
P
= Jumlah protein pakan yang dikonsumsi selama pemeliharaan (g)
Retensi Lemak
Retensi Lemak dihitung dengan menggunakan rumus menurut Watanabe
(1988) yaitu:
RP (%) = [ F − I /P] x 100

Keterangan:
RP
= Retensi Lemak (%)
F
= Jumlah lemak tubuh ikan pada akhir pemeliharaan (g)
I
= Jumlah lemak tubuh ikan pada awal pemeliharaan (g)
P
= Jumlah lemak pakan yang dikonsumsi selama pemeliharaan (g)
Tingkat Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup/survival rate (SR), dihitung dengan rumus
menurut Effendi (1979) yaitu:
SR (%) 

Nt
 100
No

6

Keterangan :
SR
= Tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt
= Jumlah ikan yang hidup pada akhir pengamatan (ekor)
No
= Jumlah ikan yang hidup pada awal uji tantang (ekor)
Proksimat
Proksimat dilakukan pada awal penelitian dan akhir penelitian. Proksimat
yang dilakukan pada awal penelitian yaitu, pada proksimat bahan baku pakan,
proksimat sumber karbon, proksimat tubuh ikan, dan proksimat pakan uji
sedangkan yang dilakukan pada akhir penelitian yaitu, proksimat nutrien pada flok,
proksimat tubuh ikan. Prosedur analisis proksimat pakan dan tubuh ikan tertera
pada Lampiran 3.
Volume Flok
Volume flok merupakan representasi dari kepadatan partikel flok dalam
suatu kolom air (Avnimelech 2012). Sebanyak 50 ml sampel air diendapkan
selama 30 menit dalam tabung conical 50 ml. Volume flok yang mengendap
dicatat dan selanjutnya dihitung dengan rumus :




�/� =






Padatan Tersuspensi Total
Kertas saring sejumlah sampel dikeringkan dalam oven selama 24 jam
kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (X1). Sebanyak 50 ml air
sampel disaring dengan milipore 0,45 µm kemudian siapkan cawan keramik dan
dioven selama 24 jam lalu didinginkan dalam desikator lalu timbang. Kertas
saring dimasukkan pada cawan yang telah ditimbang, oven pada suhu 100 oC
selama 24 jam, kemudian didinginkan dalam desikator lalu timbang (X2), TSS
dihitung berdasarkan pada rumus sebagai berikut:
�/� =



� −�
� � � �

� �

Padatan Tersuspensi Volatil
Sampel dari pengukuran TSS yang sudah ditimbang (X2) dimasukkan ke
dalam tanur pada suhu 600 oC selama 2 jam. Masing-masing cawan lalu
dikeluarkan dari tanur, didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (X3),
VSS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:


�/� =

X −X


Populasi Bakteri
Pengamatan populasi bakteri dilakukan setiap satu minggu sekali,
menggunakan metode hitung cawan yaitu dengan melakukan pengenceran berseri
10-1 CFU/mL, kemudian diinkubasi pada suhu 28 - 30 0C selama 24 jam. Koloni
yang tumbuh ditentukan dalam colony forming unit (CFU) dan dihitung
menggunakan rumus:

7

Total Kelimpahan Bakteri CFU/mL = jumlah koloni x

x
faktor pengencer ml sampel

Analisis Hematologi
Parameter gambaran hematologi yang diamati meliputi kadar hematokrit,
kadar hemaglobin, total eritrosit dan total leukosit. Prosedur pengamatan tertera
pada Lampiran 4.
Kadar Hematokrit (He)
Kadar hematokrit dihitung berdasarkan Anderson dan Siwicki (1993)
dengan rumus :
Hematokrit % =
Keterangan :
a = panjang bagian darah yang menggendap
b = panjang total volume darah
Kadar hemoglobin (Hb)
Prosedur kadar hemoglobin digunakan metode Sahli (Wedemeyer dan
Yasutake 1997) dengan melihat pada skala jalur kuning (g%) yang menunjukkan
banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml darah.
Total sel darah merah (total eritrosit)
Menurut Blaxhall dan Daisley (1973), total eritrosit dapat dihitung dengan
rumus :
faktor pengencer
∑eritrosit = ∑sel terhitung

Total sel darah putih (total leukosit)
Menurut Blaxhall dan Daisley (1973), total eritrosit dapat dihiting dengan
rumus :
∑leukosit = ∑sel terhitung

faktor pengencer

Analisis Data
Analisa data yang digunakan yaitu dalam bentuk deskriptif dan statistik.
Kualitas air, padatan tersuspensi total dan padatan tersuspensi volatil dianalisa
dalam bentuk deskriptif sedangkan laju pertumbuhan harian, panjang total,
koefisien keragaman panjang, efisensi pakan, jumlah konsumsi pakan, retensi
protein, retensi lemak, tingkat kelangsungan hidup, proksimat tubuh, nutrien flok,
volume flok, kelimpahan bakteri total di media air, kelimpahan bakteri L1k di
media air, kelimpahan bakteri diusus, kadar hematokrit, kadar hemaglobin, total
eritrosit darah, dan total leukosit darah dianalisa secara statistik. Analisis data
dilakukan menggunakan uji ANOVA (Analysys of Variance) dengan selang
kepercayaan 95% dan dilanjutkan menggunakan Uji Jarak Duncan α 5%. Sebagai
alat bantu untuk melaksanakan uji statistik tersebut digunakan paket program
SPSS 17.0.

8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Nutrien Flok
Nutrien flok yang terbentuk pada media pemeliharaan diuji pada akhir
penelitian dan diambil dari kolom air. Uji nutrien flok yaitu meliputi protein,
lemak, abu, serat kasar, dan BETN. Nutrien flok dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Analisis nutrien flok selama 35 hari pemeliharaan
Komposisi
Protein (%)
Lemak (%)
Abu (%)
Serat kasar (%)
BETN*
GE (kkal/g)**

Perlakuan pemberian kadar protein pakan yang berbeda (%)
A(38%)
B(34%)
D(30%)
E(26%)
33,06±1,26a
35,31±2,70a
32,80±1,80a
30,84±1,63a
4,43±0,70a
4,48±0,51a
4,59±0,60a
4,35±0,15a
a
a
a
19,16±4,67
16,49±1,44
20,45±1,9
20,32±3,80a
a
a
a
15,51±3,71
13,17±1,17
18,41±7,14
16,97±7,84a
a
a
a
28,03±1,42
29,21±1,96
23,73±8,59
27,50±9,98a
a
a
a
3338,11±167,41
3512,57±135,57
3162,29±365,53
3189,33±451,01a

Keterangan : * BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen, ** GE = Gross energi protein 5,6 kkal/g, lemak 9,4 kkal/g,
karbohidrat (BETN) 4,1 kkal/g (Watanabe, 1988). Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan pengaruh
perlakuan yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan simpangan baku.

Tabel 3 menunjukkan bahwa flok yang terbentuk memiliki nilai protein
yang cukup tinggi pada semua perlakuan. Hasil statistik menunjukkan semua
perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05) baik pada analisis protein, lemak, abu,
serat kasar, BETN dan SK. Kualitas protein nutrien flok pada perlakuan B lebih
tinggi daripada perlakuan perlakuan lainnya. Hal yang sama juga terlihat pada
perlakuan volume flok. Nilai volume flok dapat terlihat pada Gambar 1 di bawah
ini.
Volume Flok
Data pada Gambar 1 memperlihatkan bahwa volume flok mengalami
peningkatan di setiap minggu. Peningkatan drastis terlihat pada minggu ke-1
sampai minggu ke-2 dan minggu ke-2 sampai minggu ke-3 dan mulai stabil pada
minggu ke-3 sampai minggu ke-5 pada semua perlakuan. Volume flok dapat
dilihat pada Gambar 1.

Volume flok (mL/L)

100
80
A(38%)

60

B(34%)

40

C(30%)
20

D(26%)

0
0

1

2

3
Minggu

Gambar 1. Volume flok selama 35 hari pemeliharaan

4

5

9

Padatan tersuspensi total
mg/L

Padatan Tersuspensi Total
Total padatan tersuspensi diamati setiap minggu. Parameter ini digunakan
untuk mengontrol padatan yang tersuspensi di dalam kolom air berupa bahan
organik agar tidak melebihi ambang batas normal yang telah disarankan.
1200
1000
800

A(38%)

600

B(34%)

400

C(30%)

200

D(26%)

0
0

1

2
3
Minggu ke-

4

5

Gambar 2. Padatan tersuspensi total selama 35 hari pemeliharaan
Gambar 2 menunjukkan nilai padatan tersuspensi total mengalami
peningkatan setiap minggunya. Peningkatan dari minggu ke-0 sampai ke-3
menunjukkan hasil yang hampir sama pada setiap perlakuan, pada minggu ke-3
sampai ke-5 menunjukkan perbedaan peningkatan. Pada minggu ke-3 terlihat
bahwa perlakuan C menunjukkan peningkatan tertinggi disusul oleh perlakuan B,
A dan D. Pada minggu ke-4 terlihat bahwa perlakuan C dan B menunjukkan nilai
yang hampir sama disusul perlakuan D dan A. Menuju minggu ke-5 terlihat
bahwa peningkatan pada semua perlakuan dengan nilai tertinggi pada perlakuan
Cyang hampir sama dengan hasil perlakuan B disusul perlakuan A kemudian
perlakuan D.
Padatan Tersuspensi Volatil
Total padatan volatil diamati setiap minggu. Parameter ini digunakan
untuk mengontrol padatan yang tersuspensi didalam kolom air berupa
mikroorganisme. Padatan tersuspensi solid dapat dilihat pada Gambar 2.

Padatan tersuspensi
volatil (mg/L)

1200
1000

800

A(38%)

600

B(34%)

400

C(30%)

200

D(26%)

0
0

1

2
3
Minggu ke-

4

5

Gambar 3. Padatan tersuspensi volatil selama 35 hari pemeliharaan
Gambar 3 terlihat bahwa nilai padatan tersuspensi volatil mengalami
peningkatan pada semua perlakuan. Minggu ke-1 menunjukkan peningkatan

10

paling drastis. Minggu ke-2 peningkatan pada semua perlakuan terlihat stabil dan
perlakuan D menunjukkan nilai tertinggi kemudian perlakuan A, B dan C.
Minggu ke-3 terlihat peningkatan yang drastis sampai minggu ke-5, peningkatan
tertinggi pada perlakuan C kemudian disusul perlakuan B, A dan terendah pada
perlakuan D. Minggu ke-4 peningkatan tertinggi ditunjukkan pada perlakuan C
yang hampir sama dengan perlakuan B, kemudian disusul perlakuan A dan
perlakuan protein D. Minggu ke-5 terlihat bahwa semua perlakuan mengalami
peningkatan yang stabil kecuali perlakuan C, peningkatan tertinggi terlihat pada
perlakuan B disusul perlakuan A, C, dan E.

Kelimpahan bakteri L1k
(Log CFU/mL)

Kelimpahan Bakteri L1k
Kelimpahan bakteri L1k di media air mengalami peningkatan pada semua
perlakuan. Peningkatan tertinggi terjadi pada minggu ke-4 yaitu berkisar 4,61 –
4,97 Log CFU/mL dan kemudian turun pada minggu ke 5 yaitu berkisar pada 3,97
– 4,74 Log CFU/mL. Kelimpahan bakteri L1k di media air dapat dilihat pada
Gambar 4.
6.00
5.00
A (38%)

4.00
3.00

B (34%)

2.00

C (30%)

1.00

D (26%)

0.00
1

2

3
Minggu ke-

4

5

Gambar 4. Kelimpahan bakteri L1k di media air selama 35 hari pemeliharaan

Kelimpahan bakteri total
(Log CFU/mL)

Kelimpahan Bakteri Total
Kelimpahan bakteri total menunjukkan tren yang sama dengan kelimpahan
bakteri L1k dimana peningkatan tertinggi terjadi pada minggu ke-4 yaitu berkisar
antara 8,30 – 8,99 Log CFU/mL dan menurun pada minggu ke-5 yaitu berkisar
antara 8,05 – 8,92 Log CFU/mL. Kelimpahan bakteri total dapat dilihat pada
Gambar 5.
10.00
8.00
A (38%)

6.00

B (34%)

4.00

C (30%)
2.00

D (26%)

0.00
1

2

3
Minggu ke-

4

5

Gambar 5. Kelimpahan bakteri total di media air selama 35 hari pemeliharaan

11

Kelimpahan Bakteri Usus
Kelimpahan bakteri total di usus tertinggi pada perlakuan B(34%) yang
berbeda nyata (P