Kajian Kontaminasi Virus Newcastle Disease (VND) dari Beberapa Pasar Tradisional di Wilayah Jawa Barat Dan Banten

KAJIAN KONTAMINASI VIRUS NEWCASTLE DISEASE
(VND) DARI BEBERAPA PASAR TRADISIONAL
DI WILAYAH JAWA BARAT DAN BANTEN

PUPIMADITA TIZAR AFDORA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Kontaminasi
Virus Newcastle Disease (VND) dari Beberapa Pasar Tradisional di Wilayah
Jawa Barat dan Banten adalah benar karya saya denganarahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Pupimadita Tizar Afdora
NIM B 253110011

RINGKASAN
PUPIMADITA TIZAR AFDORA. Kajian Kontaminasi Virus Newcastle
Disease (VND) dari Beberapa Pasar Tradisional di Wilayah Jawa Barat Dan
Banten. Dibimbing oleh RETNO DAMAJANTI SOEJOEDONO dan
SURACHMI SETIYANINGSIH.
Penyakit tetelo atau Newcastle disease (ND) merupakan penyakit menular
penting pada unggas yang disebabkan oleh virus Newcastle disease (VND) strain
virulen dari avian paramyxovirus tipe 1 (APMV-1). Penyakit endemik ini telah
menyebabkan kerugian yang cukup besar terhadap industri peternakan di
Indonesia. Penelitian ini bertujuan mengkaji keberadaan VND di lingkungan pasar
tradisional, khususnya melalui isolasi, identifikasi dan penentuan patotipevirus
baik secara molekuler maupun biologis.
Pasar kajian meliputi 30 pasar tradisional di wilayah Propinsi Jawa Barat
dan Banten; 20 pasar diantaranya mendapatkan program intervensi peningkatan
higienitas pedagang dalam proses berdagang daging ayam (karkas) ataupun ayam

hidup. Tiap pasar diambil sampel 2 kali, yaitu tiga dan enam bulan setelah
intervensi. Sebanyak 60 pool sampel lingkungan dipasase ke telur ayam
berembrio (TAB) sebanyak 2 kali. Pertumbuhan virus di cairan alantois dideteksi
dengan uji hemaglutinasi (HA). Semua sampel positif HA diuji lebih lanjut
menggunakan uji molekuler, serologis, elusi dan biologis.
Hasil menunjukkan 13 dari 60 panenan cairan alantois positif uji HA.
Pengujian menggunakan teknik real-time reverse-transcriptation polymerase
chain reaction (rRT-PCR) dengan target gen matrix mengidentifikasi 12 isolat
sebagai VND, yang mana 10 diantaranya merupakan VND ganas karena positif
dengan rRT-PCR fusion. Karakterisasi antigenik dengan uji Hemaggutination
Inhibition (HI), menunjukkan ke-12 sampel positif VND memiliki variasi
antigenisitas dari 3Log2 sampai 6Log2 dengan antisera Hitchner B1 dan dari
4,5Log2 sampai 6,5Log2 dengan antisera Komarov, akan tetapi 10 sampel positif
F memiliki afinitas lebih tinggi dengan antisera Komarov.
Uji elusi menunjukkan 1 lentogenik, 5 mesogenik dan 7 velogenik
berdasarkan lama waktu elusi sampel. Akan tetapi hasil ini memperlihatkan
variasi tipe yang berbeda dengan hasil rRT-PCR fusion. Hasil yang berbeda pada
uji elusi dan rRT-PCR digunakan sebagai dasar pemilihan 2 sampel yang
dilanjutkan ke pengujian ke ayam umur 7 hari. Kedua isolat positif fusion
teridentifikasi merupakan tipe lentogenik dan mesogenik melalui uji elusi,

ternyata mematikan unruk semua ayam. Semua ayam yang diinfeksi
memperlihatkan gejala klinis khas VND. Hasil positif VND juga ditemukan di
otak dan proventrikulus dengan rRT-PCR. Hal ini menunjukkan bahwa uji elusi
saja masih belum dapat dijadikan acuan untuk menentukan virulensi virus.
Intervensi biosekuriti pada pasar berupa praktek kebersihan oleh pedagang
diharapkan dapat menghambat penyebaran VND di lingkungan. Hasil
menujukkkan bahwa VND masih dideteksi di 7 dari 20 pasar yang menerapkan
dan 4 dari 10 pasar yang tidak menerapkan program kebersihan tiga bulan setelah
implementasi. Penurunan nyata terjadi setelah implementasi kebersihan selama
enam bulan, yaitu hanya 1 pasar yang terkontaminasi VND walaupun pasar
tersebut menerapkan program kebersihan. Hal ini menunjukkan bahwa

implementasi kebersihan dapat menurunkan penyebaran meskipun tidak cukup
untuk menghilangkan VND dari lingkungan pasar. Penelitian ini membuktikan
bahwa pasar memiliki potensi menjadi satu tempat penyebaran VND.
Kata kunci: Lingkungan, pasar tradisional, Newcastle disease, patotipe, real-time
reverset ranscriptase polymerase chain reaction (rRT-PCR),
Velogenic ND

SUMMARY

PUPIMADITA TIZAR AFDORA. Study of Newcastle Disease Virus (NDV)
Contamination from in West Java and Banten Provincies. Under direction
RETNO DAMAJANTI SOEJOEDONO and SURACHMI SETIYANINGSIH.
Newcastle disease (ND) is an important infectious disease in poultry caused
by virulent Newcastle disease virus (NDV) strains of avian paramyxovirus type 1
(APMV-1). The disease is endemic in Indonesia and causes a great economic
losses to the national poultry industry. The aims of this study was to examine the
presence of NDV in the traditional market environment via virus isolation,
identification and pathotyping using serological, molecular and biological.
The study includes 30 traditional markets in West Java and Banten areas; 20
of them received intervention program to improve the hygienic practises among
merchants in selling chicken meat (carcass) or live chicken. Each market sampled
twice at three and six monts after the intervention program. A total of 60 pool
environment samples were passaged twice in embryonated chicken eggs (ECE).
The virus growth in the allantoic fluid (AF) was detected using Hemagglutination
(HA). All haemagglutinating samples were further tested by molecular,
serological, elution and bioassay methods.
The HI test showed 13 out of 60 harvested AF have hemagglutinating
activity. Further testing using real-time reverse-transcriptation polymerase chain
reaction (rRT-PCR) technique targeted the matrix gene identified 12 isolatesas

NDV, and 10 of them were recognized as virulent strains by rRT-PCR fusion.
Antigenicexaminationof all isolates using hemaggutination inhibition (HI) test
suggested antigenic variation among isolates with HI titers ranging from 3Log2 to
6Log2 and from 4,5Log2 to 6,5Log2 using lentogenic Hitchner B1 and mesogenic
Komarov antisera, respectively. The 10 virulent strains identified by rRT-PCR
fusion have a higher affinity to Komarov antisera.
The elution test identified 1 lentogenic, 5 mesogenic and 7 velogenic strains
based on their haemagglutination-elution profile, which shows a few
disagreements with rRT-PCR fusion. This finding was used as the basis for
selecting two isolates for bioassay using 7-day old chickens. Both fusion positive
isolates, identified as lentogenic and pathogenic by elution test were deadly for the
chickens, which showed clinical and pathological symptoms typical of ND. The
presence of the virus was confirmed in the brain and proventriculus of all infected
chickens.This shows that the elution test alone cannot be used to determine the
virulence of the virus.
Biosecurity intervention in the form hygienic practice improvement among
sellers was expected to prevent the spread of NDV to the environment. The result
revealed that following 3 months of hygienic program implementation, NDV was
still detected in 7 of the 20 markets with and 4 of the 10 markets without the


intervention. Significant reduction in the number of contaminated market was
shown after 6 moths of intervention, in which NDV was detected only in 1 market
recieving intervention. This study proves that traditional market has the potential
to spread NDV to the environment, and that consistent implementation of
hygienic practices can reduce NDV contamination. Other biosecurity measures
need to be implemented to enable elimination of NDV from market environment.
Keywords: Environment, live bird market, Newcastle disease, pathotyping, realtime reverse transcriptase polymerase chain reaction (rRT-PCR),
Vicerotropic Velogenic ND.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN KONTAMINASI NEWCASTLE DISEASE (VND)

DARI BEBERAPA PASAR TRADISIONAL DI WILAYAH
JAWA BARAT DAN BANTEN

PUPIMADITA TIZAR AFDORA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi Medis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji pada Ujian Tertutup: Prof. Dr. Drh. I Wayan T. Wibawan

Judul Tesis : Kajian kontaminasi virus newcastle disease (VND) dari beberapa
pasar tradisional di wilayah Jawa Barat dan Banten

Nama
NIM

: Pupimadita Tizar Afdora
: B253110011
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Drh. Retno
Damayanti Soejoedono, MS
Ketua

Drh. Surachmi Setyaningsih, Ph.D.
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Mikrobiologi Medis


Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof . Dr. Drh. Fachriyan
Hasmi Pasaribu

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 24 Juni 2015
(tanggal pelaksanaan ujian tesis)

Tanggal Lulus:
(tanggal penandatanganan tesis oleh
Dekan Sekolah Pascasarjana)

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 sampai
Desember 2014ini ialah Virus Newcastle Disease, dengan judul Kajian
kontaminasi Virus Newcastle Disease (VND) dari beberapa pasar tradisional di

wilayah jawa barat dan banten.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Drh. Retno Damayanti
Soejoedono, MS dan Ibu Drh. Surachmi Setiyaningsih, Ph.D yang telah banyak
memberi saran dan masukan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Bapak Prof. Dr. Drh. Fachriyan Hasmi Pasaribu selaku ketua program
studi Mikrobiologi Medik. Terima kasih untuk Para Staff Laboratorium Terpadu
Mikrobiologi FKH IPB. Terima kasih untuk Drh. Uni Purwaningsih, M.Si, Drh.
Darniati, M.Si, Drh. Aprizal Panus, M.Si, Drh.M. Daud AK dan Drh. Maya Shofa
atas bantuan dan dorongan semangat selama ini. Terima kasih kepada rekan-rekan
MKM semoga silaturrahmi kita tetap terjalin.Ungkapan terima kasih juga saya
sampaikan kepada Ayahanda Drs. Zainuri, SH, M.Pd dan ibunda Dra. Harti
Kartini, M.Pd, yang telah memberikan do’a dan dukungannya. Terima kasih untuk
kakakku Rerenstradika Tizar Terryana, SP. M.Si, dan adikku Damangrea Tizar
Balamrayoga, ST yang memberikan motivasi dan kekuatan yang sangat besar,
juga keluarga besar yang telah mendukung selama penulis menyelesaikan
pendidikan di Mayor Mikrobiologi Medis, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Agustus 2015
Pupimadita Tizar Afdora

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Hipotesis
2 TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah Penyebaran Penyakit Newcastle Disease (ND)
Newcastle Disease Virus (VND)
Struktur dan karakteristik virus
Replikasi Virus
Epidemiologi dan Transmisi VirusNewcastle Disease
Inang (Host)
Penyebaran dan Penularan
Gejala Klinis
Perubahan Patologis Infeksi virus Newcastle Disease
Teknik Diagnosa
Kondisi Umum Pasar Tradisional di Indonesia
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Metode Penelitian
Koleksi Sampel
Peremajaan virus
Uji Hemaglutination (HA) dengan metode mikrotitrasi
Uji Hemaglutination Inhibition (HI) dengan metode mikrotitrasi
Uji waktu elusi dengan metode mikrotitrasi
Ekstraksi RNA
Uji Realtime Reverse Transcriptation Polychain Reaction (RRT-PCR)
Uji Patogenisitas
Analisis Data
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengelompokan sampel
Isolasi dan identifikasi VND
Pathotyping secara melokuler

vi
vi
vi
1
1
3
4
4
4
4
4
4
5
6
7
8
8
9
9
10
10
11
12
12
12
12
12
13
14
14
14
15
15
16
16
16
16
16
17

Keragaman antigenisitas VND dengan uji Hemaglutination Inhibition (HI)
18
Karakterisasi VND dengan metode elusi
19
Infeksi pada ayam SPF
22
Perbandingan karakter VND dari berbagai metode pengujian
26
Hubungan kebersihan pasar dengan penyebaran VND
26
5. Kesimpulan
29
Kesimpulan
29
Saran
30
DAFTAR PUSTAKA
31

DAFTAR TABEL
1. Daftar pasar asal sampel koleksi
2. Pasangan primer dan probe serta kondisi rRT-PCR untuk mendeteksi

VND

3. Karakteristik 13 isolat asal lingkungan pasar
4. Perbedaan gross lesion pada berbagai macam organ yang telah diinfeksi

dengan
NDV/Env/Ciamis/Indonesia/2013/02/TM1
dan
NDV/Env/Ciamis/Indonesia/2012/11/TM3 bila dibandingkan dengan
kontrol.
5. Perbandingan tipe patogenisitas VND berdasarkan tiga jenis pengujian

13
16
21

24
26

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Produksi daging konsumsi tahun 2012
Peta persebaran penyakit ND di dunia
Taksonomi family Paramyxoviridae
Skema Struktur VND
Susunan Genom VND
Ilustrasi siklus hidup Virus Newcastle Disease
Lokasi asal sampel koleksi
Hasil deteksi sampel menggunakan rRT-PCR
Perbandingan titer HI isolat VND
Grafik perubahan bobot badan ayam setelah infeksi isolat lapang VND
Hipotesis siklus penyebaran virus Avian Influenza (VAI) di indonesia

3
5
6
6
7
8
13
18
19
22
28

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit tetelo atau Newcastle disease (ND) merupakan salah satu penyakit
menular pada unggas. Penyakit yang memiliki karakteristik mudah menular,
mudah menyebar dan dapat menyerang unggas semua umur ini disebabkan oleh
virus Newcastle Disease (VND) atau strain virulen dari avian paramyxovirus tipe
1 (APMV-1). Virus ini termasuk dalam genus Avulavirus anggota dari subfamili
Paramyxovirinae dan famili Paramyxoviridae. Paramyxoviridae merupakan jenis
virus dengan genom untai tunggal RNA negatif sense, panjang genomnya 15-16
kb dan mempunyai amplop dengan dua lapis lemak (bilayer lipid membrane) dan
kapsid simetris heliks, tidak bersegmen, berdiameter 13-18 nm (Fenner et al.
1995, Miller et al. 2010). Virus ini menginfeksi lebih dari 250 spesies dari 27
golongan unggas. Spesies yang biasa terinfeksi antara lain ayam, kalkun, merpati
dan bebek (Alexander dan Senne 2008). Lima manifestasi klinis ND menurut
Beard dan Hanson (1984), antara lain Viscerotropic Velogenic ND
(VVND),Neurotropik Velogenic ND (NVND), Mesogenic ND, Lentogenic ND,
dan Asymthomatic.
Gejala klinis digunakan sebagai diagnosa awal sedangkandiagnosa lanjutan
dilakukan di laboratorium (identifikasi agen penyakit dan uji serologi).
Identifikasi agen penyakit dapat dimulai dari pengambilan sampel untuk isolasi
virus, uji keberadaan virus dengan isolasi dengan metode pasase ke telur ayam
berembrio (TAB) atau kultur jaringan, identifikasi dengan menggunakan uji HA
dan HI, uji patogenisitas dengan metodeMean Death Time (MDT), Intravenous
Pathogenicity Test (IVPT) dan Intracerebral Pathogenicity Index (ICPI) dan
dengan menggunakan pendekatan molekuler (OIE 2013). Metode pendekatan
molekuler menggunakan realtime Reverse Transcriptase Polymerase Chain
Reaction (rRT-PCR) bagian yang dideteksi adalah asam amino tambahan pada
bagian fusion VND karena asam amino fusion diketahui sebagai penyebab
virulensi dan sering digunakan sebagai karakter patogenisitas VND (Aldous dan
Alexander 2001).
Penyebaran ND secara umum bisa terjadi melalui kontak langsung dengan
sekresi maupun eksresi unggas yang terinfeksi.Virus dapat dikeluarkankan baik di
feses maupun melalui sekresi respirasi. Olesiuk (1951), APMV-1 dapat bertahan
pada lingkungan yang bervariasi dimungkinkan karena beberapa faktor, antara
lain kelembaban, temperatur udara, dan paparan cahaya. Proses penularan VND
umumnya melalui rute pencernaan (fecal/oral) dan pernafasan(Charles 2000).
Tingginya tingkat penularan dan kerugian ekonomi menyebabkan organisasi
kesehatan hewan dunia (OIE) mengolongkan penyakit ini dalam kategori
“notifiable diseases” (OIE 2013). Tingkat kejadian ND terdapat di seluruh dunia
dengan tingkat yang cukup tinggi, termasuk di Indonesia (Ideris 1993). Indonesia
merupakan salah satu negara yang terserang penyakit ND berdasarkan adanya
gejala klinis yang muncul (WAHID 2015). Fakta di lapangan kasus penyakit ND
telah menjadi perhatian sejak tahun 2009. Kejadian ND meliputi hampir seluruh
wilayah Indonesia. Kejadian ND dalam kurun waktu yang sama dijumpai pula di
Malaysia, China dan Thailand. Penyakit ini dapat menular baik secara langsung

2
maupun tidak langsung pada lingkungan dengan tingkat lalu lintas yang
tinggi.Salah satu tempat dengan lalu lintas yang tinggi adalah pasar tradisional.
Pasar merupakan salah satu tempat karena di pasar pertukaran ekonomi,
budaya dan pengetahuan karena di dalam pasar terjadi interaksi antara pedagang,
pembeli, bahan yang diperjualbelikan yang salah satunya merupakan unggas baik
dalam keadaan mati (karkas) maupun yang hidup. Daging unggas merupakan
salah satu jenis protein hewani yang mudah didapat dan paling banyak
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia (Gambar 1). Persentase lebih dari 60%
pada gambar menunjukkan bahwa secara umum konsumsi daging ayam ras
pedaging per kapita di Indonesia lebih tinggi dibandingkan konsumsi jenis-jenis
daging lain (Ditjennak
2012). Sebagian besar masyarakat Indonesia
menggunakan fasilitas pasar untuk membeli unggas hidup dan/atau daging
unggas. Pasar tradisional di Indonesia merupakan bagian terbesar dari seluruh
tempat belanja masyarakat Indonesia (Soeharno 2002). Provinsi Jawa Barat
sendiri merupakan salah satu daerah penyangga produksi ternak ayam pedaging
nasional. Sentra produksi ternak ayam pedaging di Provinsi Jawa Barat antara lain
di Kabupaten Bogor dan Bandung disamping beberapa kabupaten yang lain
seperti Tasikmalaya, Ciamis, Purwakarta serta Subang. Sebagai sentra produksi
peternakan, maka provinsi Jawa Barat bertanggung jawab terhadap penyediaan
hasil produksi yang sehat dan aman untuk dikonsumsi. Banyak kasus penyakit
menular pada unggas yang studi kasusnya dilakukan di Jawa Barat. Upaya
pemantauan penyakit, pencegahan serta penanganan dilakukan untuk tujuan yang
lebih luas. Sebagai pendukung maka sistem produksi, sistem pemeliharaan serta
sistem pemasarannya (Ditjennak 2012).
Kondisi pasar tradisional di Indonesia terutama di wilayah Jawa Barat tidak
dapat dikatakan bagus. Hal ini dapat menjadi salah satu kondisi penyebaran dan
penularan penyakit. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Indriani et al. (2010),
terdeteksi keberadaan virus H5N1 (flu burung) pada 3 dari 82 sampel usap
lingkungan. Sampel lingkungan yang diambil antara lain usap talenan, pisau,
pegangan pisau, tempat pembuangan, lap yang digunakan untuk membersihkan
permukaan meja dagangan, dan permukaan dari meja dagangan. Penyakit yang
disebabkan oleh virus dapat dengan mudah menyebar. Penularan ND dapat terjadi
secara langsung melalui droplet yang dihasilkan oleh unggas yang terinfeksi,
penularan secara tidak langsung dapat terjadi melalui kontaminasi alat-alat dan
kendaraan yang berada di sekitar unggas yang terinfeksi (Swayne dan King
2003). Hal ini membuktikan bahwa unggas hidup juga dapat membawa penyakit
dalam hal ini VND serta menyebarkannya ke unggas lain ataupun ke lingkungan
(Emilia 2013, Darniati 2014, Panus 2014). Baik VND maupun VAI dapat
bertahan hidup dalam waktu yang cukup lama dalam lingkungan seperti kotoran
unggas dan air yang memiliki suhu kurang dari 20C dan dengan kemampuan
bertahan hidup yang tinggi, virus ini dapat menyebar melalui kotoran yang
terbawa oleh peralatan ataupun oleh orang (Guan et al. 2008).

3

Sumber: (Ditjennak 2012)

Gambar 1 Produksi daging konsumsi tahun 2012
Salah satu program yang ditetapkan pemerintah untuk menanggulangi
penyebaranVND adalah vaksinasi. Strain vaksin yang terdaftar di Indonesia antara
lain La Sota, Clone 30, N63, Ulster 2C, F, B1 Hitchner, VH, ITA, Komarov,
Hertz, Kimber dan Mukteswar (Ditjennak 2012). Salah satu seed vaksin yang
sering digunakan adalah strain Lasota. Penelitian Ideris (1993), mengungkapkan
bahwa terdapat perbedaan jarak genetik antara VND di Indonesia dengan strain
virus Lasota kurang lebih 20%. Berdasarkan susunan asam amino, perbedaan
susunan asam amino dengan Lasota sebanyak 13 gugus asam aminoNamun.
Perbedaan asam amino ini dapat menjadikan penyebab adanya kegagalan program
vaksinasi.Melihat tingginya angka kejadian dan kondisi pasar tradisional, maka
tidak menutup kemungkinan bahwa penyakit ini dapat menyebar ke lingkungan.
Perumusan Masalah
Newcastle disease merupakan penyakit dengan tingkat kejadian cukup
tinggi di Indonesia. Penyakit yang memiliki kemampuan untuk bertahan hidup
pada lingkungan yang ekstrim (tanpa keberadaan inang) ini dapat menular baik
secara langsung maupun tidak langsung pada lingkungan dengan tingkat lalu
lintas yang tinggi. Salah satu tempat dengan lalu lintas yang tinggi adalah pasar
tradisional. Pasar tradisional merupakan salah satu tempat yang dapat
mempertemukan pedagang, pembeli dan bahan dagangan. Kondisi pasar
tradisional di Indonesia terutama di wilayah Jawa Barat tidak dapat dikatakan
bagus. Hal ini dapat menjadi salah satu kondisi penyebaran dan penularan
penyakit. Tingginya tingkat kejadian ND di Indonesia akhir-akhir ini,
menimbulkan pertanyaan apakah lalu lintas perdagangan ayam dapat dijadikan
salah satu penyebab menyebarnya ND melalui perantara lingkungan.

4
Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan mengkaji keberadaan virus Newcastle
Disease di beberapa lingkungan pasar tradisional. Secara khusus penelitian ini
dengan rRT-PCR, mengisolasi dan mengidentifikasi karakteristik virus Newcastle
disease asal lingkungan dengan rRT-PCR dan patogenitasnya.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi mengenai
keberadaan virus Newcastle disease pada lingkungan pasar tradisional sehingga
dapat dijadikan acuan untuk mengevaluasi program biosekuriti pada pasar
tradisional.
Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan serangkaian kegiatan yaitu koleksi sampel
berupa usap lingkungan, kloaka dan trakhea dari ayam pedaging dan ayam
kampung yang dijual di pasar tradisional; isolasi virus Newcastle disease;
identifikasi virus Newcastle disease dengan uji serologis; deteksi virus Newcastle
disease dengan metode rRT-PCR; uji patogenitas isolat virus Newcastle disease.
Hipotesis
Virus Newcastle Disease yang berasal dari usap lingkungan pasar
tradisional yang telah terlebih dahulu ditumbuhkan pada telur ayam berembrio
(TAB) dapat dideteksi dengan rRT-PCR. Karakterisasi isolat virus dapat
dilakukan dengan uji serologis, rRT-PCR fusion, uji elusi dan uji patogenisitas
serta karakter VND yang diperoleh beragam.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah Penyebaran Penyakit Newcastle Disease (ND)
Newcastle disease (ND) merupakan salah satu penyakit unggas yang sangat
penting di industri peternakan. Distribusi ND sudah terjadi di seluruh dunia antara
lain Asia, Afrika dan Amerika, hanya negara-negara Oceania relatif bebas dari
penyakit ini, meskipun wabah yang serius pernah terjadi di Australia selama tahun
1998-2000 (Gambar 2) (Kirkland 2000). ND juga merupakan penyakit unggas
yang sangat merugikan secara ekonomi karena infeksi yang diakibatkan dapat
berupa tidak ada gejala apa-apa sampai dapat menyebabkan kematian mencapai
100% (Beard dan Hanson 1984, Cattoli et al. 2011).
Kasus outbreak Newcastle Disease pertama di Indonesia terjadi pada tahun
1926 dan menjadi perhatian internasional karena penyakit ini merupakan wabah

5
penyakit yang ganas. Kejadian wabah pertama kali dilaporkan di Jawa Barat,
Indonesia dan diidentifikasi oleh Prof. Kranevelt di laboratorium yang sekarang
dikenal sebagai Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor dan terjadi pula pada
tahun 1927 di daerah Newcastle, Inggris (Doyle 1927), penyebab penyakit ini
diidentifikasi oleh Doyle. Nama Newcastle Disease sendiri baru digunakan oleh
Doyle setelah tahun 1935 (Samal 1997).

Sumber: (WAHID 2015)

Gambar 2 Peta persebaran penyakit ND di dunia
Brown et al. (1999), mengemukakan bahwa di Inggris, ND dapat
menyebabkan angka kematian unggas yang terkena lebih dari 90 %. Wabah ND di
California, Nevada dan Texas, Amerika Serikat menyerang lebih dari 3,4 juta ekor
unggas dan memerlukan biaya lebih dari US $ 5 Milyar untuk pengendalian
penyakit. Kejadian lain di Australia, pada beberapa tahun terakhir ini juga
membuat panik kalangan industri perunggasan, karena dampak secara ekonomi
sangat tinggi. Kerugian berupa kematian, pengendalian penyakit serta penghentian
import dari negara-negara yang terserang wabah ND. Karena kemampuan
penyakit ini berbeda dari penyakit yang mematikan unggas lainnya. dalam kurun
beberapa tahun ND telah menyebar ke seluruh dunia dan menjadi endemik di
banyak negara. Hal ini diperlihatkan bahwa pada tahun 2010 terdapat wabah yang
dilaporkan berada di Belgia, Belize, Perancis, Jerman, Honduras, Israel, Jepang,
Mongolia, Peru dan Spanyol (WAHID 2015)
Newcastle Disease Virus (VND)Newcastle disease disebabkan oleh Virus
Newcastle Disease (VND) atau avian paramyxovirus tipe 1 (APMV-1). Virus ini
termasuk dalam genus Avulavirus anggota dari subfamili Paramyxovirinae dan
famili Paramyxoviridae. Sampai saai ini family Paramyxoviridae diklasifikasikan
dalam 10 serotipe yaitu APMV-1 sampai dengan APMV-10 (Gambar 3) (OIE
2013). Serotipe VND dibagi menjadi 2 kelas (Czegledy et al. 2006). Kelas I
berasal dari unggas air dan burung pantai (Czegledy et al. 2006, Kim et al. 2007)
dan sebagian besar bersifat avirulent pada ayam, sedangkan virus kelas II diisolasi
dari unggas, burung peliharaan dan unggas liar. VND kelas II dikategorikan
kembali menjadi sepuluh genotipe I sampai dengan X.

6

Sumber: (Najjar et al. 2014)

Gambar 3 Taksonomi family Paramyxoviridae
Struktur dan karakteristik virus
Paramyxoviridae merupakan jenis virus dengan genom untai tunggal RNA
negatif sense, panjang genomnya 15-16 kb dan mempunyai amplop dengan dua
lapis lemak (bilayer lipid membrane) dan kapsid simetris heliks, tidak bersegmen,
berdiameter 13-18 nm (Gambar 4) (Fenner et al. 1995, Miller et al. 2010). Di
sekeliling amplop terdapat dua jenis glikoprotein yaitu protein haemagglutininneuraminidase (HN) dan fusion (F). Dua jenis glikoprotein ini merupakan protein
kompleks yang bekerjasama dalam proses infeksi. Diantara membran lipid ini ada
sebuah lapisan yang protein matriks (M) hydrophobic non-glycosylated, yang
tidak hanya dikaitkan dengan membran tetapi juga dengan segmen N-terminal
dari protein HN yang berlokasi di permukaan dalamnya. Protein M diperkirakan
berinteraksi dengan protein nukleokapsid (NP) yang merakit morfologi
herringbone klasik yang dapat dilihat jelas ketika membran virus rusak. Struktur
seperti herringbone terdiri dari beribu subunit NP yang terkait erat dengan
beberapa copy dari phosphoprotein (P) dan large protein (L) (Yusoff dan Tan
2001).

Sumber: (Najjar et al. 2014)

Gambar 4 Skema Struktur VND

7
Genom VND terdiri dari 15.186 , 15.192 atau 15198 nukleotida (nt). Genom
ini mengandung enam open reading frame (ORF) yang menyandi nukleoprotein
(NP), phosphoprotein (P), matriks protein (M), protein fusi (F), hemaglutininneuraminidase (HN) dan RNA dependent RNA polymerase (L) serta protein non
struktural yaitu V dan W yang dihasilkan oleh RNA editing selama transkripsi gen
P. Diantara gen terdapat nukleotida non-coding yang disebut dengan daerah
intergen. Panjang basa pada daerah ini bervariasi antara 1 sampai dengan 47
nukleotida (OIE 2013). Skema susunan genom VND diperlihatkan pada Gambar
5.

Keterangan:

Gambar 5 Susunan Genom VND

NP=nukleoprotein, P=phosphoprotein, M=matriks protein, F=protein fusi,
HN=hemaglutinin-neuraminidase, L=RNA dependent RNA polymerase, V dan W
= protein non struktural

Replikasi Virus
Proses infeksi virus dimulai dengan penempelan membran sel virus dengan
sel target. Ikatan glikoprotein HN dengan asam sialik pada permukan sel target.
menggertak protein F untuk melakukan fusi sel. Setelah fusi terjadi, kompleks
ribonukleoprotein (RNP kompleks) yang terdiri dari genom RNA yang
terbungkus oleh Nukleoprotein bekerjasama dengan komplek polimerase
membentuk protein L dan P. Nukleokapsid masuk ke sitoplasma sel. Virus ND
mempunyai genom negatif-sense RNA, maka RNA dependent RNA polymerase (L)
diperlukan untuk masuk ke dalam sel dan genom RNA diperlukan untuk
transkripsi terjadi. Positif-sense RNA intermediates terbentuk yang bertindak
sebagai mRNA. Virus menggunakan mekanisme sel inang untuk translasi protein.
Protein virus di transportasikan ke membran sel untuk pembentukan virion.
Membran sel inang dimodifikasi dan membentuk amplop virus yang baru. Protein
nukleokapsid akan tersusun dalam membran baru untuk membentuk RNP yang
kompleks. Partikel-partikel virus baru yang dibebaskan dengan budding melalui
membran sel inang. Semua peristiwa replikasi virus ini terjadi di dalam sitoplama
sel inang (Gambar 6) (Lamb dan Parks 2007).

8

Gambar 6 Ilustrasi siklus hidup Virus Newcastle Disease
Epidemiologi dan Transmisi VirusNewcastle Disease
Inang (Host)
Newcastle disease dapat menginfeksi lebih dari 250 spesies dari 27
golongan unggas. Sebagian jenis unggas ada yang terserang virus ini menujukkan
gejala sementara ada beberapa jenis unggas yang lain tetap tidak menunjukkan
gejala. Contoh jenis unggas yang peka terhadap penyakit ini antara lain ordo
Psittaciformes, Struthioniformes, Columbiformes, Charadriiformes, Strigiformes,
Pelecaniformes, dan Passeriformes. Sedangkan jenis unggas yang resisten ataupun
tidak menunjukkan gejala klinis walaupun terinfeksi ND antara lain golongan
Raptor dan ordo Anseriformes. Tingkat kejadian dan kematian terhadap infeksi
ND bergantung pada jenis atau strain virus yang menyerang. Selain pada
golongan Unggas, penyakit ini juga dapat menyerang manusia. Manifestasi yang
terjadi adalah konjungtivitis, oedema pada kelopak mata, dan hemoragic pada
bagian sub-conjuctival dilaporkan terjadi 24 jam setelah terinfeksi VND pada
bagian mata (Swayne dan King 2003). Berdasarkan Goebel et al. (2007),
Manifestasi ini dapat menjadi akut apabila manusia yang terinfeksi memiliki
kondisi immunosupresi, karena ditemukan isolat seperti APMV-1 pada jaringan
paru-paru, urin dan feses dari pasien yang meninggal karena pneumonia. Namun
sampai saat ini masih belum ada laporan bahwa penyakit in dapat menyebar antar
manusia (OIE 2013).

9
Penyebaran dan Penularan
Penyebaran ND secara umum bisa terjadi melalui kontak langsung dengan
sekresi maupun eksresi unggas yang terinfeksi. Virus dapat disheddingkan baik di
feces maupun di sekresi respirasi. Kemampuan masing-masing unggas dalam
shedding virus berbeda-beda. Contohnya pada ordo Gallinaceous dapat
mengeksresikan virus dalam waktu 1-2 minggu sedangkan ordo Psittaciformes
membutuhkan waktu lebih lama yaitu beberapa bulan. Kemampuan bertahan
hidup dari virus ini sangat tinggi, salah satunya masih dapat bertahan hidup
walaupun inangnya telah mati. Berdasarkan Olesiuk (1951), APMV-1 dapat
bertahan pada lingkungan yang bervariasi dimungkinkan karena beberapa faktor,
antara lain kelembaban, temperature udara, dan paparan cahaya. Sumber
penularan virus dapat berasal dari eksresi/sekresi unggas yang terinfeksi, semua
bagian dari karkas, sheeding virus, maupun bekas kandang yang pernah terinfeksi
dan lingkungan yang tidak bersih. Proses penularan ND umumnya melalui rute
pencernaan (fecal/oral) dan inhalasi (Charles 2000, OIE 2012). Secara umum
penularan ND terjadi secara horizontal. Sedangkan anak ayam yang baru menetas
juga dapat terinfeksi penyakit ini dari cangkang yang terkontaminasi (Fenner et al.
1995).
Gejala Klinis
Tanda-tanda klinis yang muncul secara umum meliputi gangguan pada
sistem saraf, sistem pernafasan, sistem gastrointestinal dan juga sistem reproduksi.
Morbiditas biasanya tinggi dan mortalitas bervariasi antara 0-100 %. Mortalitas
yang lebih tinggi terlihat pada ayam yang tidak divaksinasi tetapi terkena infeksi
tipe velogenik (Calnek et al. 1997). Lima manifestasi klinis ND menurut Beard
dan Hanson (1984), diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Viscerotropik Velogenik ND (VVND)
Jenis ini merupakan jenis yang sangat virulen untuk ayam, tetapi kurang
virulen pada kalkun. Gejala Klinis yang diperlihatkan adalah gangguan
pernafasan parah, sering terlihat adanya lesi hemoragic pada usus dan
menyebabkan kematian sampai 90 %.
2. Neurotropik Velogenik ND (NVND)
Bersifat akut dan fatal pada ayam semua usia, menyebabkan gangguan
neurologis dan gangguan pernafasan.
3. Mesogenik ND
Tipe ini menyebabkan gangguan pernafasan, kadang kala menunjukkan gejala
gangguan syaraf, dan mempengaruhi kualitas dan produksi telur serta
mengakibatkan kematian sampai 10 %.
4. Lentogenik ND
Tipe ini bersifat ringan, kadang-kadang subklinis. Mempengaruhi hewan pada
segala usia. Strain ini dapat dikembangkan sebagai vaksin, menghasilkan
tanda-tanda ringan dengan tingkat mortalitas yang dapat diabaikan.
5. Asimtomatik
Merupakan tipe yang sering ditemui. Jenis infeksi yang ditimbulkan adalah
infeksi subklinis pada saluran pencernaan.

10
Gejala awal yang umum terjadi adalah gangguan pernapasan dan serak yang
diikuti dengan kelumpuhan kaki, sayap dan tortikolis leher pada 1 atau 2 hari
berikutnya (Kommers et al. 2002). Pada unggas dewasa, penurunan produksi
yang bersamaan dengan gangguan pernapasan serta kelumpuhan terjadi 4 sampai
6 hari pasca infeksi. Tanda-tanda lain mencakup gangguan pernapasan (terengahengah, batuk), gangguan syaraf (depresi, tremor otot, sayap terkulai, torsi kepala
dan leher, berputar-putar serta kelumpuhan), pembengkakan jaringan sekitar mata
dan leher, diare berair kehijauan, kualitas telur yang kasar atau tipis dan berisi
albumen encer serta produksi telur berkurang (Charlton 2006).
Perubahan Patologis Infeksi virus Newcastle Disease
Beberapa lesi post-mortem antara lain: airsacculitis, tracheitis, necrotik
plaque di proventrikulus, ptechiae di proventrikulus dan submukosa gizzard,
nekrotik-hemoragi usus, enteritis parah di duodenum, sekum dan perdarahan di
proventrikulus. Lesio pada usus terutama terjadi pada bentuk ND tipe
viscerotropic (Jordan
1990). Lesi mikroskopik utama ND adalah
encephalomyelitis nonpurulent, vaskulitis, nekrosis limfoid (bursa, limpa, timus
dan jaringan limfoid mukosa usus), trakheitis, pneumonia, nekrosis hati, infiltrasi
selular pankreas, dan konjungtivitis. Menurut Ernawati et al. (1991), dalam
percobaannya, semua ayam specific Pathogenic Free (SPF) dengan titer HI
rendah yang diinokulasi dengan virus ND mengalami kematian pada hari ke-3
pasca inokulasi. Gejala klinis terlihat jelas kecuali depresi. Perubahan
makroskopik, ayam menunjukkan perdarahan di konjungtiva. Secara histologi,
ayam mengalami nekrosis limpa, hepatosit, nekrosis limfositik serta deplesi dalam
jaringan limfoid (bursa, timus, dan seka tonsil), serta perdarahan dan nekrosis
pembuluh darah pada konjungtiva. Tidak ditemukan lesio pada sistem saraf pusat
atau pankreas (Gohm et al. 2000). Bhaiyat et al. (1994), melaporkan lesi yang
paling sering diamati pada kasus ND adalah pada organ otak. Perubahan yang
sering diamati adalah encephalomyelitis dengan degenerasi neuronal dan
hipertrofi sel endotel otak. Lesi pada otak selalu diamati pada ayam yang
terinfeksi dengan patotipe neurotropik velogenik walaupun kadang kala juga
ditemukan pada tipe viscerotropik dan tipe mesogenik. Pada umumnya, lesi
histologi dari sistem saraf pusat ditemukan pada medula, otak kecil, otak tengah,
dan sumsum tulang belakang dan jarang ditemukan dalam otak besar.
Teknik Diagnosa
Diagnosa awal yang dilakukan adalah melihat gejala klinis, apabila terdapat
kematian yang mendadak tanpa adanya gejala klinis yang khas, maka lesi post
mortem dapat dijadikan sebagai salah satu petunjuk untuk diagnosa penyakit.
Diganosa banding yang digunakan adalah penyakit fowl cholera, highly
pathogenic avian influenza (HPAI), laryngotracheitis, mycoplasmosis, infectious
bronchitis, aspergilosis dan permasalahan manajemen seperti ventilasi yang
kurang baik dan tingkat asupan makanan dari unggas tersebut (OIE 2013).
Diagnosa lanjutan dapat dilakukan di laboratorium. Diagnosa lanjutan
meliputi identifikasi agen penyakit dan uji serologi. Identifikasi agen penyakit
dapat dimulai dari pengambilan sampel untuk isolasi virus. Sampel umum yang
diambil adalah sampel usap kloaka dan trackhea, sampel organ antara lain paruparu, ginjal, usus, limpa, otak, hati dan jantung. Sampel yang telah diperoleh diuji

11
lebih lanjut dengan cara ditanam dalam Telur Embrio Tertunas Specific Pathogen
Free (TET- SPF) umur 9-11 hari. Penanaman ini berfungsi untuk mengisolasi dan
menumbuhkan agen penyebab penyakit. Setelah pengamatan selama 4 hari,
Chorio Alantois Membran dipanen dan diuji keberadaan virus dengan uji
Hemaglutinasi (HA). Uji HA dapat memberikan hasil positif untuk 10 suptipe
APMV maupun 16 subtipe hemaglutinin virus A Influenza ataupun cairan
nonsteril yang terkontaminasi bakteri HA. Uji spesifik ND dapat diakukan dengan
uji Hemaglutination Inhibition (HI) dengan antiserum standart ND.
Variasi virulensi dari VND dapat diketahui dengan melakukan berbagai uji
patogenisitas. Uji yang digunakan antara lain uji Mean Death Time (MDT),
Intravenous Pathogenicity Test (IVPT) dan uji Intracerebral Pathogenicity Index
(ICPI). Berdasarkan kesepakatan internasional, uji yang dapat digunakan sebagai
uji virulensi adalah ICPI. Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya kesalahan produksi virus yang tidak berasal dari ayam. Sehingga
memperkecil kemungkinan agen untuk menyebar ke lingkungan. Selain diuji
secara in vivo, variasi virulensi juga dapat dilakukan dengan menggunakan basis
molekuler dengan metode realtime Reverse Transcriptase Polymerase Chain
Reaction (rRT-PCR). Bagian yang dapat dideteksi adalah bagian asam amino
tambahan pada bagian fusion VND. Apabila tidak terdapat asam amino tambahan
pada bagian fusion, maka tingkat virulensi dapat dilihat dari hasil ICPI. Dari hasil
rRT-PCR tersebut dapat dilanjutkan ke tahap sekuensing untuk mendapatkan
analisis filogenetik dari agen tersebut (OIE 2013).
Uji laboratorium berikutnya adalah uji serologi. Uji serologi ini dapat
berfungsi melihat keanekaragaman antigen permukaan VND. uji serologi juga
dapat digunakan sebagai uji konfirmasi untuk serum netralisasi atau enzymelinked immunoabsorbent assay (ELISA). Dan uji Hemaglutination Inhibition (HI)
memiliki fungsi untuk menguji titer antibody pada serum (OIE 2013)
Kondisi Umum Pasar Tradisional di Indonesia
Kondisi pasar tradisional di Indonesia pada umumnya memprihatinkan.
Banyak pasar tradisional di Jabodetabek yang tidak terawat sehingga dengan
berbagai kelebihan yang ditawarkan oleh pasar modern kini pasar tradisional
terancam oleh keberadaan pasar modern. Masalah utama yang dihadapi sebagian
besar pasar tradisional di kota-kota besar adalah kondisi pasar yang sempit, kotor,
becek, pengap dan bau, serta akses jalan yang macet. Pasar-pasar tradisional ratarata sudah beroperasi puluhan tahun dan telah direnovasi beberapa kali. Kondisi
pasar tradisional yang kurang layak telah mendorong pemda memodernisasi dan
merenovasi bangunan pasar dengan struktur bangunan bertingkat demi efisiensi
lahan sehingga mampu menampung jumlah pedagang dan pembeli lebih banyak.
Faktor lain yang juga menjadi penyebab kurang berkembangnya pasar
tradisional adalah minimnya daya dukung karakteristik pedagang tradisional,
yakni strategi perencanaan yang kurang baik, terbatasnya akses permodalan yang
disebabkan jaminan (collateral) yang tidak mencukupi, tidak adanya skala
ekonomi (economies of scale), tidak ada jalinan kerja sama dengan pemasok
besar, buruknya manajemen pengadaan, dan ketidakmampuan untuk
menyesuaikan dengan keinginan konsumen (Wiboonponse dan Songsak 2006).

12
Meskipun dengan kondisi yang tidak menguntungkan, tetap ditemukan
adanya pasar tradisional yang mampu bertahan karena dikelola dengan baik dan
memperhatikan seluruh aspek seperti kebersihan, kenyamanan, dan keamanan
dalam berbelanja. Kelebihan pasar tradisional adalah kekhasannya yang tidak
dimiliki oleh pasar modern, seperti jual-beli dengan tawar-menawar harga.

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di bagian Mikrobiologi Medik Departemen Ilmu
Penyakit Hewan dan Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan IPB dimulai dari
bulan Juli 2013 sampai Desember 2014.
Alat dan Bahan
Media transport yang digunakan adalah brain heart infusion (BHI). Sampel
usap diambil menggunakan cotton swab steril. Untuk isolasi genom virus
digunakan QIAmp Viral RNA Mini Kit. Sedangkan rRT-PCR dilakukan
menggunakan KitAg-Path ID™ One-Step RT-PCR dari Ambion® dengan plat
optik 96 sumuran pada mesin AppliedBiosystems 7500 Real Time PCR System.
Bahan dan peralatan yang digunakan untuk isolasi virus antara lain telur ayam
bertunas (TAB) spesific pathogen free (SPF) berumur 9-11 hari, larutan
phosphate buffered saline (PBS) pH 7.2, sel darah merah ayam, antibiotik :
penicillin (100 IU/ml) , streptomycin (0,1 mg/ml), mikropipet, tips mikropipet,
biosafety cabinet (BSC)(Esco), plat mikrotitrasi 96 sumuran berdasar V atau U,
kontrol antiserapositif VND (strain Lasota, Komarov), kontrol antiserapositifVAI,
VND La sota 7 (BPMSOH), VND Sato (FKH), dan antigen VAI clade 2.1.3
(pusvetma).
Metode Penelitian
Koleksi Sampel
Penelitian ini menggunakan sampel koleksi Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor. Terdapat 60 sampel pool sampel usap lingkungan pasar
(lingkungan sekitar meja dagang antara lain plastik tempat membawa ayam dari
rumah potong ke pasar, meja tempat ayam diletakkan, talenan, pisau, celemek
pedagang, dan tempat sampah)yang berasal dari 5 pedagang ayam pada 3 pasar di
10 Kabupaten Jawa Barat dan Banten (Gambar 7, Tabel 1). Dari sampel dipool
yang telahdipasase ke Telur Ayam Berembrio (TAB) sebanyak 2 kali,
ditemukansebanyak 13 sampel menujukkan hasil positif uji HAdan sampel inilah
yang digunakan sebagai sampel awal penelitian ini.

13
Tabel 1 Daftar pasar asal sampel koleksi
Kabupaten
Bandung
Bandung Barat
Bogor
Ciamis
Cianjur
Garut
Lebak
Serang
Sukabumi
Tasikmalaya

Pasar 1
Soreang
Lembang
Jonggol
Manis
Cipanas
Malangbong
Rangkasbitung
Anyer
Sukaraja
Ciawi

Pasar 2
Sayati
Batujajar
Citayam
Pananjung
Sukanegara
Sukamukti
Maja
Cikande
Parung Kuda
Rajapolah

Pasar 3
Ciwidey
Cililin
Citeureup
Banjarsari
Muka
Wanaraja
Malimping
Sirih
Cibadak
Manonjaya

Keterangan: pasar 1 dan 2 merupakan pasar yang diintervensi dengan implementasi program
implementasi kebersihan, sedangkan pasar 3 merupakan pasar kontrol yang tidak
diintervensi dengan program implementasi kebersihan.

Peremajaan virus
Peremajaan virus dilakukan menurut protokol yang ada di (OIE 2013).Sampel
alantois sampel sebanyak 0.18 ml dicampur dengan 0.02 ml antibiotikpenicillinstreptomycin10.000 IU. Sampel dihomogenasi dan diinkubasi pada suhu ruang
selama 30 menit dan diinokulasikan ke TAB Specific Pathogen Free (SPF) umur
9-11 hari pada bagian ruang alantois.Telur yang sudah diinokulasi sampel,
diinkubasi pada suhu 37C dan diamati selama 4 hari untuk dilihat viabilitasnya.
Cairan alantois TAB diambil dan diuji kembali keberadaan aktivitas HA dengan
uji HA kemudian diteruskan ke proses isolasi RNA.

Gambar 7 Lokasi asal sampel koleksi
Keterangan: A = Bandung, B = Bandung Barat, C = Bogor, D = Ciamis, E = Cianjur, F = Garut,
G = Lebak, H = Serang, I = Sukabumi, dan J = Tasikmalaya.

14

Uji Hemaglutination (HA) dengan metode mikrotitrasi
Phosphate Buffer Saline sebanyak 0.025 ml dimasukkan kedalam tiap
sumuran (1 s.d 12) plat mikrotiter (V-bottomed wells). Kemudian pada sumuran
pertama dimasukkan 0.025 ml suspensi virus. Cairan pada sumuran pertama
dihomogenenasi dan diambil 0.025 ml untuk dipindahkan ke sumur 2. Lalu dari
sumur 2 diambil dan dipindahkan ke sumur 3 dan dilakukan sampai dengan sumur
ke-11 kemudian dari sumur ke-11 diambil 0,025 untuk dibuang. Sumur ke-12
digunakan sebagai kontrol negatif. Kemudian dilakukan penambahan PBS
kembali sebanyak 0.025 ml ke dalam tiap sumuran dan SDM 1% sebanyak 0.025
ml dimasukkan ke tiap sumuran. Kemudian dihomogenasi dengan hati-hati dan
plat ditempatkan pada suhu 4C atau temperatur ruang (20-24C). Hasil dapat
dibaca setelah 30 menit (pada temperatur ruang) atau 40 menit pada suhu 4C
ketika SDM kontrol sudah turun berbentuk titik di dasar plat. Hasil positif terlihat
apabila terdapat aglutinasi yang berupa butiran seperti pasir pada dasar plat dan
hasil negatif terlihat apabila terdapat aliran sel darah merah atau membentuk tear
drop. Titer virus (HAU) merupakan pengenceran terakhir yang dapat
mengaglutinasi darah. Titer virus dapat dihitung lebih akurat apabila ditambahkan
beberapa jenis rentang pengenceran (1/3, 1/5, 1/7, dam 1/9) (OIE 2013).
Uji Hemaglutination Inhibition (HI) dengan metode mikrotitrasi
Hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan uji HI adalah membuat
stok virus dengan titer 4 HAU. Uji HI dimulai dengan dimasukkanya Phosphat
Buffer Saline (PBS) sebanyak 0.025 ml ke dalam tiap sumuran (1 s.d 12) plat
mikrotiter (V-bottomed wells). Kemudian 0.025 ml serum standar dimasukkan
pada kolom sumuran pertama. Kemudian dilakukan pengenceran dua kali dengan
cara cairan pada sumuran pertama dihomogenenasi dan diambil 0.025 ml untuk
dipindahkan ke sumur 2. Lalu dari sumur 2 diambil dan dipindahkan ke sumur 3
dan dilakukan sampai dengan sumur ke-10 kemudian dari sumur ke-10 diambil
0.025 ml untuk dibuang. Lalu ditambahkan stok virus yang mengandung 4 HAU
ke sumuran (1 s.d 11). Sumur ke-11 merupakan kontrol virus. Sedangkan pada
sumur ke-12 ditambahkan PBS sebanyak 0.025 ml digunakan sebagai kontrol
negatif. Secara pelan digoyang dan plat ditempatkan pada suhu 4oC selama 40
menit atau suhu ruang selama 30 menit. SDM 1 % ditambahkan 0.025 ml ke
semua sumuran dan digoyang secara perlahan dan ditempatkan pada suhu 4C
atau suhu ruang. Plat dibaca setelah 30-40 menit atau ketika kontrol sel darah
merah sudah turun. Sumur 11 (kontrol virus) harus memberikan hasil aglutinasi
sedangkan sumur 12 (kontrol SDM) harus memberikan hasil yang berbentuk tear
drop. Hasil positif terlihat apabila terdapat terdapat aliran sel darah merah atau
membentuk tear drop dan hasil negatif terlihat apabila aglutinasi yang berupa
butiran seperti pasir pada plat. Titer HI merupakan pengenceran terakhir yang
tidak dapat mengaglutinasi darah (OIE 2013).
Uji waktu elusi dengan metode mikrotitrasi
Waktu elusi merupakan waktu terjadinya pelepasan aglutinasi virus dengan
sel darah merah.Metode yang digunakan untuk pengujian waktu elusi sesuai
dengan protokol Ezeibe dan Nzip (2005).Waktu elusi merupakan waktu terjadinya

15
pelepasan aglutinasi virus dengan sel darah merah. Metode yang digunakan untuk
elusi hampir sama seperti uji HA. Phosphate Buffer Saline sebanyak 0.05 ml
dimasukkan kedalam tiap sumuran (1 s.d 12) plat mikrotiter (V-bottomed wells).
Kemudian pada sumuran pertama dimasukkan 0.05 ml suspensi virus. Cairan pada
sumurarn pertama dihomogenenasi dan diambil 0.025 ml untuk dipindahkan ke
sumur 2. Lalu dari sumur 2 diambil dan dipindahkan ke sumur 3 dan dilakukan
sampai dengan sumur ke-11 kemudian dari sumur ke-11 diambil 0,025 untuk
dibuang. Sumur ke-12 digunakan sebagai kontrol negatif. Kemudian dilakukan
penambahan SDM 0.6% sebanyak 0.05 ml dimasukkan ke tiap sumuran.
Kemudian dihomogenasi dengan hati-hati dan plat ditempatkan pada suhu 4C
atau temperatur ruang (20-24C). Hasil dapat dibaca setelah 30 menit (pada
temperatur ruang) atau 40 menit pada suhu 4C ketika SDM kontrol sudah turun
berbentuk titik di dasar plat. Perhitungan waktu elusi dilakukan pada sumuran
terakhir yang masih menunjukkan hasil aglutinasi sempurna. Perhitungan waktu
dihentikan ketika pengenceran HA terakhir yang teraglutinasi berubah menjadi
aliran sel darah merah (tear drop).
Ekstraksi RNA
Sampel cairan allantois yang memiliki hasil HA positif dilanjutkan ke tahap
ekstraksi RNA sesuai prosedur standar QIAmp Viral RNA Mini Kit. Langkah
awal yang digunakan dalam ekstraksi RNA adalah mengambil 0.56 ml AVL
dimasukkan ke dalam 1.5 ml microtube kemudian ditambahkan 0.14 ml sampel
(cairan allantois) dan dihomogenasi dengan vortex selama 15 detik. Campuran
tersebut diinkubasi pada temperatur ruangan selama 10 menit. Langkah
berikutnya microtube disentrifugasi singkat untuk menurunkan cairan yang
menempel pada dinding tabung. Kemudian dilakukan penambahkan 0.56 ml
ethanol dan dihomogenasi dengan vortex selama 15 detik, kemudian
microtubedisentrifugasi singkat kembali. Campuran larutan dimasukkan ke dalam
QIAamp column dan disentrifugasi dengan kecepatan 8,000 rpm selama 1 menit.
Kolom dipindahkan ke dalam tabung koleksi yang baru (collection tube) dan
ditambahkan 0.5 ml buffer AW1 ke dalam kolom, disentrifugasi 8000 rpm selama
1 menit dan kolom diletakkan ke dalam tabung koleksi yang baru.
Selanjutnyaditambahkan 0.5ml buffer AW2 ke dalam kolom serta disentrifugasi
kembali dengan kecepatan 8 rpm selama 3 menit kemudian kolom diletakkan ke
dalam 1.5 tabung microtube yang baru. Langkah akhir, ditambahkan 0.06 ml
buffer AVE ke dalam kolom dan inkubasi pada temperatur ruang selama 1 menit
dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 8,000 rpm selama 1 menit.Hasil
elusi RNA dalam microtubedisimpan untuk nantinya digunakan sebagai template
PCR dan/atau disimpan pada suhu -80°C hingga digunakan.
Uji Realtime Reverse Transcriptation Polychain Reaction (RRT-PCR)
Protokol yang digunakan untuk uji rRT-PCR sesuai dengan protokol NVSL
(2005). Langkah awal adalah membuat master mix PCR matriks (1x reaksi) yang
secara berurutan terdiri dari 2x RT-PCR buffer, primer forward (20 pmol/l),
primer reverse (20 pmol/l), probe (6 pmol/l), 25x RT-PCR enzyme mix, dan
enhancer dengan total master mix per reaksi 0,017 ml (Ambion). Master mix
dapat disimpan pada suhu -20C sampai dengan diguna