Deteksi Molekuler dan Keragaman Virus Newcastle Disease pada Ayam Kampung di Wilayah Aceh

DETEKSI MOLEKULER DAN KERAGAMAN VIRUS
NEWCASTLE DISEASE PADA AYAM KAMPUNG DI
WILAYAH ACEH

DARNIATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Deteksi molekuler dan
keragaman virus Newcastle Disease pada ayam kampung di wilayah Aceh adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Darniati
NIM B253120011

RINGKASAN
DARNIATI. Deteksi Molekuler dan Keragaman Virus Newcastle Disease pada
Ayam Kampung di Wilayah Aceh. dibimbing oleh SURACHMI
SETIYANINGSIH dan AGUSTIN INDRAWATI.
Newcastle Disease (ND) merupakan penyakit unggas yang sangat menular
dan penting dalam industri peternakan. Kejadian penyakit bersifat akut sampai
kronis dan menyerang berbagai jenis unggas terutama ayam, baik ayam ras
maupun ayam buras. Distribusi ND terjadi di seluruh dunia dan menyebabkan
kerugian ekonomi yang cukup tinggi akibat depopulasi unggas sakit dan biaya
penanggulangan penyakit. Di Aceh, Newcastle Disease merupakan penyakit
endemik dan terjadi setiap tahun. Perjalanan penyakit sangat cepat dan meluas
dari satu daerah ke daerah lain akibat sistem pemeliharaan yang dilakukan dengan
diumbar dan sistem pemasaran melalui pengepul yang membeli dan menjual
unggas kepada masyarakat. Sistem pemeliharaan dan pemasaran ini akan
meningkatkan kontak baik langsung maupun tidak langsung antara unggas dengan

VND dan memperluas sirkulasi virus. Meskipun upaya vaksinasi dan pengawasan
lalu lintas unggas telah dilakukan, namun kasus ND masih dilaporkan terjadi. Hal
tersebut kemungkinan disebabkan oleh ketidaksesuaian antara galur virus vaksin
dengan galur virus yang bersirkulasi di lapangan.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan virus,
menentukan rute ekskresi, isolasi virus dan mengkaji keragaman isolat virus.
Sampel penelitian berupa usapan kloaka dan orofaring dari 177 ekor ayam
kampung yang diambil dari unggas pekarangan dan pasar unggas di 10 kecamatan
dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh. Penapisan virus
dilakukan pada sampel pool dengan real-time reverse-transcriptation polymerase
chain reaction (rRT-PCR) dengan target gen matriks. Inokulasi 309 sampel
representasi 157 ayam asal pool positif matriks pada telur ayam berembrio spesifik
pathogen free (SPF) menghasilkan 69 isolat yang berasal dari 51 ekor ayam.
Sebagian besar (45.09%) ayam mengeluarkan virus melalui orofaring, 25.39%
melalui kloaka dan orofaring, serta 19,61% melalui kloaka.
Karakterisasi keragaman isolat dilakukan dengan uji HI menggunakan
serum Komarov dan Hitchner B1, rRT-PCR gen fusi dan uji Elusi. Adanya
keragaman epitop permukaan virus ditunjukkan dengan titer HI yang bervariasi
antar isolat, perbedaan mencapai 4 log dengan serum Komarov, dan 3 log dengan
B1. Sebagian besar isolat mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap serum

Komarov yang mengindikasikan kecenderungan kepada galur virulen. Penentuan
patogenisitas menggunakan rRT-PCR menunjukkan 73.95% isolat termasuk ke
dalam galur virulen, sementara dari uji elusi menunjukkan 72.46% isolat termasuk
galur velogenik, 20.29% mesogenik dan 6.25% dari galur lentogenik.
Kata kunci: Newcastle Disease, rRT-PCR, virulensi, keragaman antigenik

SUMMARY
DARNIATI. Molecular Detection and Diversity of Newcastle Disease Virus from
Native Chickens in Aceh. under direction of SURACHMI SETIYANINGSIH and
AGUSTIN INDRAWATI.
Newcastle disease (ND) is a highly contagious disease in poultry that
playing the important role in the livestock. Incidency of disease from acute to
chronic and attaches all types of poultries, especially chickens, both broilers and
native chicken. Newcastle Disease has worldwide distribution and highly
economic impact cause of depopulation and preventive medicine. In Aceh,
Newcastle Disease is still endemic that occurs every year. The disease can rapidly
transmitted from one area to another as a result of system maintenance that still
done by backyard and marketing through the collectors who traded poultries to the
community. These system maintenance and marketing will increase contact either
directly or indirectly between the NDV and expanding poultry viruses circulating.

Eventhough Government has made efforts to control traffic and vaccination
program, the cases are still reported. It may coused by inappropriate NDV vaccine
to native NDV.
The aims of this research were to detect the presence and examine route of
excretion, isolation and the diversity of Newcastle Disease virus (NDV) isolates.
The samples were cloacal and oropharynx swabs taken from 177 native chickens
from backyard farms and live birds markets in 12 districts in Aceh Besar and
Banda Aceh. Screening was done by real-time reverse-transcriptation-polymerase
chain reaction (rRT-PCR) to detect matrix gene in pooled samples. SPF egg
inoculation of 309 samples representing 157 chikens from matrix positive yielded
69 isolates originated from 51 individual chickens. Majority (45.09%) of the
chickens shed the virus via oropharynx, 25.39% via cloaca and oropharynk, and
19.61% through cloaca.
Characterization of viral isolates performed by the HI test using Komarov
and Hitchner B1 antisera, fusion rRT-PCR and elution test. The existence of
surface epitop diversity was indicated by HI titer variation among isolates; up to 3
log or 4 log differences with B1 and Komarov, respectively, was achieved. Most
of isolates had higher affinity to Komarov antibody indicating a tendency toward
virulent strain. Pathogenicity determination using fusion rRT-PCR showed
73.95% of isolates belonging to the virulent strain (mesogenic/velogenic), while

the elution time demonstrated 72.46% of isolates were grouped to velogenic
strain, 20.29% mesogenic and 7.25% lentogenic strains.
Kata kunci: Newcastle Disease, rRT-PCR, virulence, antigenic diversity

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DETEKSI MOLEKULER DAN KERAGAMAN VIRUS
NEWCASTLE DISEASE PADA AYAM KAMPUNG DI
WILAYAH ACEH

DARNIATI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi Medik

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr drh Idwan Sudirman

Judul Tesis : Deteksi Molekuler dan Keragaman Virus Newcastle Disease pada
Ayam Kampung di Wilayah Aceh
Nama
: Darniati
NIM
: B253120011


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Drh Surachmi Setiyaningsih, P hD
Ketua

Dr drh. Agustin Indrawati, M Biomed
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Mikrobiologi Medik

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr drh Fachriyan H. Pasaribu

Dr Ir Dahrul Syah, M Sc Agr


Tanggal Ujian: 13 Agustus 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 – Maret 2014 ini
ialah Deteksi Molekuler dan Keragaman Virus Newcastle Disease pada Ayam
Kampung di Wilayah Aceh.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu drh Surachmi Setiyaningsih, Ph D
dan Ibu Agustin Indrawati, M Biomed yang telah banyak memberi saran dan
masukan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Prof Dr
drh Fachriyan Hasmi Pasaribu selaku ketua program studi Mikrobiologi Medik.
Terima kasih untuk Para Staff Lab. Terpadu Mikrobiologi FKH IPB. Terima kasih
untuk drh Aprizal Panus, Pupimadita Tizar Audora S Si dan drh. M. Dauk AK
atas bantuan dan dorongan semangat selama ini. Terima kasih kepada temanteman MKM 2012 semoga silaturrahmi kita tetap terjalin. Ungkapan terima kasih
juga saya sampaikan kepada Ayahanda M. Zain (alm) dan ibunda Salmiah serta
Ayahanda Abdullah (alm) dan ibunda Raliah yang telah memberikan do’a dan
dukungannya. Terima kasih untuk suamiku tercinta Zakaria S. Pdi dan dua jagoan

kecilku Faizul Ghiffari Dzakir dan Fatih Athari Dzakir yang memberikan motivasi
dan kekuatan yang sangat besar, juga keluarga yang telah mendukung selama
penulis menyelesaikan pendidikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Darniati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Hipotesis

1
1
3
3
3
3
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah Newcastle Disease (ND)
Virus Newcastle Disease
Virulensi dan patogenitas
Keragaman Antigenik Virus Newcastle Disease
Epidemiologi dan Transmisi Virus
Gejala Klinis Newcastle Disease

Perubahan Patologis Infeksi Newcastle Disease
Uji Laboratorium

4
4
4
9
10
11
13
14
15

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Metode Penelitian
Analisis Data

18
18
18
18
19
21

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Deteksi dan Isolasi Virus Newcastle Disease.
Keragaman Antigenik Virus Newcastle Disease
Deteksi Virulensi dan Keragaman Virus Dengan rRT-PCR Fusion
Deteksi Virulensi Dengan Uji Elusi
Perbedaan Karakter Virus yang Diekresikan dari Kloaka dan Orofaring
Deteksi Penyebaran VND di Wilayah Aceh

22
22
26
28
29
31
33

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

35
35
36

DAFTAR PUSTAKA

36

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.

Inang dari masing-masing family Avian paramyxovirus.
Pasangan primer dan probe untuk mendeteksi virus ND.
Hasil isolasi dan identifikasi virus ND di wilayah Aceh.
Pengelompokan virus berdasarkan tingkat patogenitas dengan uji
elusi dan deteksi dengan rRT-PCR F.
5. Isolat virus ND virulen yang tidak terdeteksi pada rRT-PCR.
6. Perbedaan karakter virus yang diekskresikam melalui kloaka dan
orofaring dari satu individu ayam.

11
17
25
30
31
32

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Struktur virus Newcastle Disease secara mikroskopis.
Struktur virus ND (Rout 2007).
Siklus hidup dan infeksi virus ND ke dalam sel (Rout 2007).
Skema transkripsi dan replikasi virus ND (Rout 2007).
Gejala klinis ayam yang yang terinfeksi virus ND.
Perubahan patologi anatomi organ visceral ayam.
Lokasi pengambilan sampel dan sampel pool positif gen matriks.
Amplifikasi rRT-PCR sampel positif gen matriks.
Kematian embrio akibat infeksi VND.
Uji HI isolat terisolasi menggunakan serum Komarov dan B1.
Sebaran virus ND di wilayah Aceh.
Sebaran keragaman virus ND di wilayah Aceh.
Kondisi perunggasan rakyat di Aceh.

5
6
8
8
13
15
22
23
24
27
33
34
34

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Usaha perunggasan mempunyai arti ekonomi yang sangat penting
dibandingkan dengan jenis usaha peternakan lainnya. Teknik beternak ayam yang
relatif mudah sehingga dapat dilakukan oleh banyak orang, harga produk yang
murah, bernilai gizi tinggi serta produk utama dan sampingan yang dapat
dimanfaatkan (Tarmudji 2005). Usaha peternakan ayam mempunyai resiko tinggi
karena dapat terserang wabah penyakit menular, salah satunya adalah Newcastle
Disease (ND). Penyakit ND merupakan penyakit unggas yang sangat penting
sehingga termuat dalam “office International Des Epizooties Zoonisatory Code”
dan dimasukkan ke dalam List A (Epidemiological Major Disease) (Alexander
2000). Newcastle Disease bersifat menular dan sangat merugikan para peternak
ayam. Kejadian penyakit bersifat akut sampai kronis, dapat menyerang semua
jenis unggas terutama ayam, baik ayam ras maupun ayam bukan ras (buras)
(Tabbu 2003).
Penyakit ND pertama kali dilaporkan terjadi di Jawa, Indonesia dan
Newcastle upon Tyne, Inggris pada tahun 1926 sehingga disebut dengan
Newcastle Disease. Penyakit tersebut menyebar dengan cepat ke belahan dunia
lainnya dan pada akhirnya menjadi penyakit yang bersifat universal. Di Amerika
Serikat, penyakit menimbulkan gangguan pernafasan unggas pada tahun 1930.
Selanjutnya wabah juga terjadi di Eropa Tengah selama 30 tahun. Kejadian di
negara-negara Asia seperti Asia Timur Tengah terjadi pada tahun 1940-1948 dan
pada tahun 1962-1972 (Hines dan Miller 2012). Indonesia merupakan daerah
endemik ND, kejadian penyakit ND terjadi hampir sepanjang tahun dan meluas
dari satu wilayah ke wilayah lain. Infeksi virus melalui inhalasi mempermudah
transmisi virus antar unggas (Seal et al. 1995).
Kerugian akibat penyakit ND disebabkan oleh angka morbiditas dan
mortalitas yang sangat tinggi. Mortalitas maupun morbiditas dapat mencapai 50100% akibat infeksi virus ND galur velogenik terutama pada kelompok ayam
yang peka, 50% pada galur mesogenik, dan mencapai 30% pada infeksi virus
galur lentogenik (Tabbu 2003). Rata-rata morbiditas dan mortalitas ND dalam
suatu flok ayam bervariasi antara 90-100% sehingga industri peternakan
mengalami kerugian yang serius setiap tahun. Pada tahun 2002, wabah penyakit
terjadi di California, USA. Wabah tersebut menyebabkan kerugian 200.000.000
US $ akibat depopulasi unggas yang terinfeksi (Kapzynski dan King 2005; Haque
et al. 2010). Menurut data yang dilaporkan OIE, kejadian ND di Indonesia pada
tahun 2007, sekitar 1.500-8.000 ekor ayam terinfeksi tiap bulannya di Bali. Pada
tahun 2009 dan 2010, wabah ND terjadi pada ayam komersial, yang menyebabkan
kematian sebesar 70-80% (Xiao et al. 2012). Kerugian akibat Newcastle Disease
di Indonesia diperkirakan mencapai 142 milyar rupiah pertahun. Hal ini
disebabkan karena tingkat kematian yang tinggi, menurunnya produksi daging dan
telur, serta tingginya biaya pengendalian penyakit (Putra et al. 2012).
Vaksinasi terhadap ND sudah diterapkan selama beberapa dekade pada
industri peternakan. Meskipun telah dilakukan vaksinasi, kasus ND masih
dilaporkan terjadi di lapangan. Hal tersebut dapat terjadi karena vaksin yang

2
dipergunakan tidak mampu melindungi ayam dari serangan virus yang
bersirkulasi di lapangan. Sa'idu dan Abdu (2008) melaporkan terjadinya wabah
viscerotropic velogenic Newcastle Disease (VVND) di Nigeria pada ayam petelur
umur 6 minggu yang telah divaksinasi karena infeksi virus lapang yang tidak
homolog dengan virus vaksin.
Sepanjang tahun 2012 penyakit pernafasan masih mendominasi
perunggasan Aceh. Newcastle Disease adalah penyakit klasik yang kerap
menyerang ayam buras sepanjang tahun, disusul dengan Chronic respiratory
disease (CRD), Infectious bursal disease (IBD), Pullorum, Kolera, dan beberapa
kasus Avian influenza (AI). Pada beberapa beberapa lokasi peternakan rakyat
dilaporkan terjadi kasus very virulent ND (vvND) (DISNAK 2012).
Penyakit ND menjadi perhatian utama pemerintah di Kabupaten Aceh
Besar selain Avian Influenza. Selama tahun 2011, hampir seluruh Kecamatan
dalam wilayah Aceh Besar mengalami kasus ND dengan rata-rata 100 kasus di
tiap kecamatan. Usaha penanggulangan dilakukan dengan melaksanakan vaksinasi
dan pengawasan lalu lintas unggas dari daerah-daerah yang diduga tercemar virus
ND (DISNAK 2012).
Seringnya terjadi kasus ND pada ayam buras disebabkan sistem
pemeliharaan dan pemasaran unggas yang masih tradisional. Pemeliharaan unggas
dengan cara diumbar akan mempermudah terjadinya penularan penyakit karena
tingginya kontak, baik langsung ataupun tidak langsung antar unggas. Sistem
pemasaran unggas melalui pengepul yang membeli dan menjual unggas dari
masyarakat dengan menggunakan kendaraan bermotor sampai ratusan kilometer
dari tempat asal unggas dapat memperluas penyebaran VND di lapangan. Virus
tersebar sepanjang jalan yang dilalui oleh kendaraan pengepul dan infeksi lateral
antar unggas dalam keranjang pengepul yang terus terjadi sampai ke tempat tujuan
baru. Ayam baru yang masuk ke dalam suatu populasi sangat beresiko menjadi
sumber infeksi karena virus dapat dikeluarkan oleh ayam terinfeksi beberapa hari
sebelum atau sesudah gejala klinis muncul.
Diagnosa penyakit di Aceh biasanya dilakukan berdasarkan gejala klinis
dan patologis. Sampai saat ini belum ada upaya untuk melakukan isolasi,
identifikasi dan karakterisasi virus ND di Aceh. Perbedaan karakter virus dapat
menyebabkan kegagalan vaksinasi di lapangan sehingga diperlukan pemilihan
vaksin dan metode vaksinasi yang tepat untuk menanggulangi infeksi ND. Untuk
mengetahui galur vaksin yang tepat terlebih dahulu harus diketahui jenis dan
tingkat virulensi virus lapangan.
Metode diagnosa secara molekuler untuk mendeteksi nukleotida virus
telah dilakukan untuk mendeteksi keberadaan virus di lapangan. Salah satu teknik
molekuler yang sering digunakan adalah real-time reverse-transcriptation
polymerase chain reaction (rRT-PCR) yang telah dikembangkan untuk
mendeteksi RNA dari Avian paramyxovirus 1 (APMV-1) pada sampel klinis yang
berasal dari unggas (Wise et al. 2004). Metode rRT-PCR merupakan tes
diagnostik yang cepat untuk mendeteksi RNA APMV-I walaupun isolasi virus
pada telur ayam berembrio masih merupakan ‘gold standard’ untuk identifikasi
virus (Hines dan Miller 2012)

3
Perumusan Masalah
Berdasarkan laporan banyaknya kasus penyakit pernafasan yang terjadi di
Aceh dan belum ada upaya deteksi dan isolasi virus yang bersirkulasi, maka
diperlukan penelitian untuk mendeteksi keberadaan virus dengan menggunakan
teknologi yang lebih sensitif dan spesifik dan juga karakterisasi virus untuk
mengetahui keragaman antigenisitas dan tingkat patogenitas virus dari lapang.
Deteksi dengan metode molekuler diharapkan dapat mengkonfirmasi keberadaan
dan penyebaran virus. Hasil karakterisasi dan identifikasi tersebut berguna dalam
mengelompokkan virus ke dalam galur tertentu dan mengetahui tingkat virulensi
dari virus tersebut.

Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keberadaan virus ND
pada ayam kampung di wilayah Aceh. Secara khusus penelitian ini bertujuan
untuk mendeteksi keberadaan virus, rute ekskresi dan isolasi virus. Menguji
karakter virulensi virus dengan uji HI, uji real-time reverse-transcriptation
polymerase chain reaction (rRT-PCR) pada gen fusi dan uji elusi.
Mengelompokkan virus ke dalam galur tertentu dan mendeteksi distribusi virus
ND di Aceh.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
keberadaan dan keragaman galur virus ND yang bersirkulasi di Aceh, sehingga
dapat diketahui perubahan atau mutasi dari virus sebagai pertimbangan
pemerintah dalam melakukan pemilihan galur vaksin yang tepat sesuai dengan
tipe virus yang beredar, mengatur sistem pemeliharaan dan pemasaran untuk
pencegahan dan pengendalian penyakit yang efektif.

Ruang Lingkup Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan serangkaian kegiatan yaitu koleksi sampel
usapan orofaring dan kloaka dari ayam kampung di Kabupaten Aceh Besar dan
Kota Banda Aceh, pooling sampel usapan, deteksi VND dengan rRT-PCR
matriks, isolasi VND pada telur ayam berembrio (TAB) specific pathogen free
(SPF), konfirmasi keberadaan VND dengan uji haemaglutination (HA) dan rRTPCR Matriks. Karakterisasi VND dengan uji haemaglutination inhibition (HI),
rRT-PCR fusion dan uji elusi.

4
Hipotesis
Virus Newcastle Disease yang bersirkulasi di Kabupaten Aceh Besar dan
Kota Banda Aceh dapat dideteksi dengan rRT-PCR, dan ditumbuhkan pada telur
ayam berembrio (TAB). Karakterisasi isolat virus dapat dilakukan dengan uji HI,
rRT-PCR fusion, dan Uji Elusi. Virus ND yang terisolasi memiliki karakter yang
beragam dan tersebar di seluruh area pengambilan sampel.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Newcastle Disease (ND)
Penyakit ND secara resmi dilaporkan pada tahun 1927, sewaktu terjadi
wabah penyakit yang ganas di daerah Newcastle Upon Tyne, Inggris. Kejadian
wabah tersebut belum diketahui penyebabnya sehingga disebut sebagai Newcastle
Disease. Di Indonesia, ND pertama kali dilaporkan dan diidentifikasi oleh
Professor Kranevelt yang bekerja di laboratorium Balai Besar Penelitian Veteriner
(BBalitvet) Bogor pada tahun 1926. Penyakit yang diduga ND juga pernah
diidentifikasi pada tahun 1924 di Semenanjung Korea dan di Eropa pada
pertengahan tahun 1926 (Alexander dan Senne 2008a). Beberapa tahun kemudian
ND menyebar dengan cepat ke beberapa negara (panzootik) dan menjadi penyakit
yang universal. Di Amerika Serikat pada tahun 1930 terjadi wabah yang
menunjukkan gejala klinis gangguan pernafasan pada unggas sehingga disebut
Pneumoencephalitis. Di Eropa Timur muncul pada kurun waktu 1926-1960;
Timur Tengah pada tahun 1940-1948 dan tahun 1962-1972 (Hines dan Miller
2012).
Newcastle Disease di Indonesia menyebar ke berbagai daerah baik di Jawa
maupun diluar Jawa. Saat ini hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah
tertular dan belum ada satu daerah yang bebas dari ND (Tarmudji 2005). Serangan
ND umumnya mulai meningkat pada awal musim hujan dan mencapai puncaknya
pada pertengahan musim atau pada saat peralihan dari musim hujan ke musim
kemarau.

Virus Newcastle Disease
Etiologi
Newcastle Disease disebabkan virus virulen dari family Paramyxoviridae,
genus Avulavirus. Avian paramyxovirus memiliki 10 serogrup, yaitu APMV-1
sampai APMV-10. Virus ND digolongkan ke dalam serogrup APMV-1 dan
merupakan virus patogen pada unggas (Alexander dan Senne 2008a; OIE 2012).
Walaupun mempunyai satu serotipe, VND dapat dibagi menjadi 5 patotipe
berdasarkan gejala klinis penyakit pada ayam, yaitu: Tipe viscerotropic velogenic
menyebabkan infeksi akut yang parah dengan gejala lesi hemoragi pada organ

5
pencernaan, tipe neurotropic velogenic dengan gejala gangguan pernafasan dan
saraf, tipe mesogenic yang kurang patogen dan biasanya menimbulkan gangguan
pada hewan muda, dan tipe lentogenic dengan gejala pernafasan ringan dan tipe
asymptomatic enteric yang disebabkan oleh infeksi sub klinis galur lentogenik.
Tipe lentogenik dan mesogenik sering dijadikan bahan pembuat vaksin untuk
pengendalian ND (Alexander dan Senne 2008a).
Virus ND merupakan virus RNA, memiliki amplop, berbentuk pleomorfik
dengan diameter 13-18 nm. Genom tidak bersegmen, berutas tunggal (single
stranded) dan berpolaritas negatif. Partikel virus memiliki berat molekul 5x106,
terdiri dari 20-25% lipid dan 6% Karbohidrat (Alexander 2000; Mohammadamin
dan Qubih 2011).

Struktur dan karakteristik virus
Pemeriksaan dengan mikroskop elektron virus ND pada cairan alantois
menunjukkan bentuk pleomorphic (Gambar 1) dengan diameter 100-500 nm,
permukaan partikel virus ditutupi dengan tonjolan-tonjolan protein HN dengan
panjang 8 nm.

A
B
Gambar 1 Struktur virus Newcastle Disease secara mikroskopis.
A. VND utuh dengan menggunakan mikroskop elektron. B. Partikel
virus yang pecah (Alexander dan Senne 2008a; Ren et al. 2012).
Berdasarkan kandungan nukleotida genom, VND dikelompokkan menjadi 2
kelas yatu: kelas I yang terdiri dari 15.198 nukleotida dan kelas II yang memiliki
15.186 atau 15.192 nukleotida. Virus virulen yang sering ditemukan pada ayam,
burung peliharaan dan unggas air dikelompokkan ke dalam kelas II (Dortmans et
al. 2011). Genom virus mempunyai enam “Open Reading Frames (ORF)” yang
mengkode nucleocapsid protein (NP), beberapa molekul fospoprotein (P), matrix
protein (M), fusion protein (F), tiga protein inti dan tiga protein amplop termasuk
dua glikoprotein besar hemaglutinin-neuraminidase (HN) dan large RNA-directed
RNA polymerase (L). selain itu terdapat non-structural protein (V) dan second
protein (W) yang dihasilkan pada saat pengubahan RNA pada proses transkripsi
gen P (Oberdorfer dan Werner 1998; Adi et al. 2010). Dari enam protein tersebut
hanya dua jenis protein yang mempunyai peranan dalam proses kekebalan yaitu

6
protein F dan HN, karena keduanya dapat merangsang pembentukan antibodi
protektif terhadap VND (Cho et al. 2008).
Protein F galur velogenik dam mesogenik tersusun atas multiple basic
amino acid (arginin atau lisin) yang mengapit arginin pada posisi 114 (N terminus
sub unit F2) dan phenilalanin pada posisi 117 (N terminus sub unit F1). Efisiensi
pembelahan protein F0 dan virulensi VND tergantung kehadiran satu atau kedua
arginin pada posisi 112 dan 115 serta phenilalanin pada posisi 117. (Hines dan
Miller 2012). Fusion protein (precursor F glycoprotein, F0) berperan penting
pada saat virus menginfeksi sel inang, karena protein ini dapat terpecah menjadi
F1 dan F2. Polipeptida aktif F1 memperantarai fusi antara membran lipid virus
dengan membran sel inang, fusi membran diikuti dengan masuknya genom virus
ke dalam sitoplasma sel. Protease inang secara umun dapat membelah protein F
vNDV dan mNDV (Rout 2007). Galur VND dengan virulensi rendah hanya
memiliki single basic amino acid dan leucin pada posisi 117 pada protein F yang
dapat terpeceh dengan kehadiran trypsin like enzyme. Perbedaan komposisi
protein ini mempengaruhi kecepatan replikasi virus dan menentukan tingkat
virulensi (Hines dan Miller 2012).
Hemaglutinin-neuraminidase
(HN)
merupakan
immunoprotective
glycoprotein (immunogenic determinant) yang berperan sebagai antigen
permukaan amplop virus ND (Rout 2007). Protein HN juga berperan dalam
menentukan tropisme sel pada jaringan inang. Hemaglutinin memiliki fungsi
esensial pada fase Attachment; merupakan fase perlekatan partikel virus dengan
reseptor cialic acid pada sel inang. Molekul sialic acid merupakan glikoprotein
dan glikolipid (Hewajuli dan Dharmayanti 2011). Fase Entry; berperan sebagai
fasilitator saat terjadi aktifitas fusi dari protein F pada membran sel inang.
Perlekatan hemaglutinin pada membran sel menempatkan protein F sedekat
mungkin dengan sel inang sehingga protein F dapat membelah dengan
memanfaatkan protease inang dan membentuk pori untuk memulai proses fusi dan
transfer genom. Fase Release; merupakan aktifitas dari neuraminidase pada saat
budding untuk melepaskan diri dari permukaan sel dan menghilangkan sisa cialic
acid pada progeni virus (Hines dan Miller 2012).

Gambar 2 Struktur virus ND (Rout 2007).
Virus ND mempunyai kemampuan mengaglutinasi dan melisiskan sel darah
merah (eritrosit) ayam, mamalia dan reptilia, mengeluarkan toksin dan hemolisin

7
(Alexander 1982). Protein HN dapat rusak dan kehilangan kemampuan
mengaglutinasi eritrosit jika dipanaskan pada suhu 56o C, sehingga daya infeksi
dan imunogenitasnya juga menurun (Ibu et al. 2010).
Protein NP memperantarai enkapsidasi genom RNA membentuk
nukleokapsid yang menjadi template untuk transkripsi dan replikasi virus. Protein
P penting untuk sintesis RNA virus dan membentuk komplek terpisah dengan NP,
protein L dan nukleokapsid (EFSA 2007).
Karakteristik biologik Paramyxovirus ditentukan berdasarkan aktivitas
hemaglutinin, neuraminidase, fusi sel. Kemampuan VND mengaglutinasi eritrosit
disebabkan oleh ikatan hemaglutinin pada reseptor permukaan sel. Hambatan
aglutinasi oleh antisera spesifik dapat digunakan untuk mengidentifikasi virus
ND. Enzim neuraminidase berperan untuk melepaskan progeni virus dari
permukaan sel dan mencegah reattachmnet dan self aggregation sehingga dapat
menginfeksi sel-sel baru. Aktivitas neuraminidase akan menghambat kerja
hemaglutinin untuk menempel pada sel inang dengan memecah secara enzimatis
reseptor sialic acid pada permukaan sel (Rout 2007). Reaksi fusi dapat
menyebabkan penggabungan dua atau lebih sel inang hingga membentuk syncytia
(giant cell) ketika partikel virus membentuk tunas pada sel. Membran sel eritrosit
yang kaku akan lisis ketika virus keluar dari sel (Alexander dan Senne 2008a).

Replikasi Virus Newcastle Disease
Proses infeksi virus diawali dengan perlekatan virion pada sialic acid yang
merupakan protein permukaan sel dan berperan sebagai reseptor pada sel target.
Ikatan ini akan menggertak pembelahan protein F menjadi F1 dan F2 yang
menyebabkan penggabungan amplop virus dengan membran plasma sel inang dan
membentuk pori pada permukaan sel sehingga nukleokapsid virus dapat masuk ke
dalam sel (Rout 2007). Setelah nukleokapsid virus/ribonukleoprotein complex
(RNP) yang mengandung genom RNA masuk ke dalam sel, nucleocapsid virus
terpisah dari protein M dan dilepaskan ke dalam sitoplasma. Transkripsi genom
RNA terjadi melalui kompleks viral polymerase (P-L), aktivitas katalitik dari
polimerase dan fungsi dari protein L dan P bertanggung jawab untuk pengikatan
kompleks P-L pada nukleokapsid. kemudian complex viral polymerase
mentranskripsikan genom RNA virus untuk menghasilkan mRNAs yang
dibutuhkan untuk sintesis protein virus. Ikatan kompleks virus dengan
nucleocapsid diperantari oleh protein P, sedangkan protein L berfungsi pada
proses katalitik (Dortmans et al. 2011).
Peralihan dari transkripsi ke replikasi genom terjadi apabila jumlah protein
virus yang terakumulasi sudah mencukupi. Complex polymerase bertanggung
jawab dalam sintesis long-length RNA antigenomik positif, yang berfungsi
sebagai template untuk sintesis untai RNA genomik negatif. Nucleocapsid virus
dibentuk dengan bersatunya NP pada RNA genomik yang baru dengan complex
polymerase. NP mulai berikatan dengan rantai utama, proses di dalam protein P
berperan sebagai pembawa NP kepada RNA baru, kompleks NP-P memulai
proses transkripsi dan replikasi (Rout 2007).
Protein L membentuk modifikasi post translasional seperti capping,
methylation, dan polyadenylation mRNAs. Protein P, NP dan L bersama-sama

8
membentuk kompleks replikasi virus. Semua komponen partikel virus dibawa ke
membran plasma, komponen-komponen tersebut dirakit oleh protein M, kemudian
virion akan dilepaskan dari sel melalui proses pertunasan. Melalui aktivitas
neuraminidase yang difasilitasi oleh protein HN, virus melepaskan diri dari sel
inang dan membuang sisa cialic acid pada partikel virus untuk mencegah
penyatuan kembali (Hines dan Miller 2012).

Gambar 3 Skema transkripsi dan replikasi virus ND (Rout 2007).

Gambar 4 Siklus hidup dan infeksi virus ND ke dalam sel (Rout 2007).

9
Virulensi dan patogenitas
Tingkat virulensi berhubungan dengan tropisme jaringan dan sistem
kekebalan inang. Spesies inang, status immun, umur, lingkungan, infeksi skunder
oleh organisme lain, dosis virus dan jalur paparan juga dapat mempengaruhi
keparahan penyakit (Umali et al. 2013). Faktor yang menentukan tingkat virulensi
antar galur antara lain terletak pada kecepatan multiplikasi virus, semakin cepat
virus bereplikasi akan semakin ganas. Selama proses replikasi, protein fusi virus
(F0) akan terpecah menjadi menjadi F1 dan F2 yang memperantarai fusi virus
dengan membran sel inang (Rout 2007). Protein F0 pada galur virulen dapat
terpecah oleh kebanyakan protease inang yang terdapat di semua jaringan,
sehingga dapat menyebar dengan cepat dan meluas dalam tubuh inang, sedangkan
protein F0 pada galur avirulen dapat membelah dalam sel yang mengandung
“trypsin-like enzyme” dan hanya terdapat pada mukosa saluran pecernaan dan
respirasi. Hal ini menunjukkan bahwa variasi antara galur virulen dan avirulen
disebabkan oleh adanya perbedaan sekuen nukleotida pada daerah pembelahan
protein F0 (Alexander 2000).
Pengujian tingkat patogenitas dan virulensi dari virus ND secara in vivo
dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu Mean death time (MDT), Intravenous
pathogenicity index (IVPI), Intracerebral pathogenicity index (ICPI), Cytophatic
effect (CPE). Pengujian secara in vitro dapat dilakukan dengan teknik molekuler
menggunakan RT-PCR dan uji stabilitas hemaglutinat (elusi) (Ezeibe dan Ndip
2005; Alexander dan Senne 2008a; Fazel et al. 2012).
Uji MDT dilakukan dengan menginokulasikan virus pada telur ayam
berembrio (TAB). Mean death time adalah waktu kematian embrio yang dihitung
setelah TAB diinokulasi virus. Lamanya waktu kematian dari embrio menentukan
tingkat keganasan dari virus. Virus yang mampu mematikan embrio dalam waktu
< 60 jam setelah inokulasi digolongkan ke dalam galur velogenik, jika kematian
embrio terjadi antara 60-90 jam maka dimasukkan dalam galur mesogenik dan
virus yang mematikan embrio dalam waktu > 90 jam maka termasuk dalam galur
lentogenik (Cattoli et al. 2011)
Uji patogenisitas dengan ICPI dilakukan pada anak ayam umur sehari
(Day old chicken) dan uji IVPI dilakukan pada anak ayam umur 6 minggu. Uji
ICPI dan IVPI menggunakan sistem skoring untuk mengevaluasi tingkat
morbiditas atau mortalitas pada ayam. Nilai pada uji ICPI berkisar pada angka 0
sampai 2.0, virus yang virulen akan mencapai angka 2.0, sementara galur
lentogenik akan mendekati angka 0.0. Pada uji IVPI nilai skoring berkisar antara 0
sampai 3.0. Galur velogenik akan mencapai angka 3.0, sedangkan galur
lentogenik dan mesogenik akan memiliki nilai 0 (Dortmans et al. 2011; OIE
2012).
Virulensi galur virus secara in vivo dapat dilihat dari kemampuannya
merusak sel secara in vitro. Galur yang tidak virulen pada in vitro secara umum
tidak akan menghasilkan CPE. Kemampuan virus ND merusak sel dan
menghasilkan plak ditunjukkan oleh galur-galur virulen pada ayam dan telur
berembrio (Reeve dan Poste 1971)
Virulensi virus ND dapat dideteksi secara molekuler dengan rRT-PCR.
Smart cycler software digunakan untuk menguji cycler treshold (Ct) RNA virus
yang terisolasi termasuk vaksin, galur lentogenik dan galur virulen

10
(mesogenik/velogenik). Pengembangan rRT-PCR dapat mendeteksi sejumlah
besar APMV-I yang akan meningkatkan kemampuan diagnostik terhadap VND.
Kombinasi primer dan probe matriks dapat mendeteksi hampir semua APMV –I
dari kelas II dan sebagian besar kelas I, sedangkan primer dan probe fusion
digunakan untuk mendeteksi RNA virus ND pada gen fusion yang dapat
mendeteksi galur ND virulen (mesogenik dan velogenik) dari kelas II (Hines dan
Miller 2012). Deteksi virus secara molekuler dengan rRT-PCR pada gen matriks
APMV-1 lebih sensitif (96.7%) dari pada deteksi pada gen fusion (91.26%),
sehingga gen matriks APMV-1 digunakan untuk melakukan penafisan terhadap
sampel dan pengujian virus ND velogenik pada gen fusion (F) digunakan untuk
mengkonfirmasi hasil dari gen matriks APMV-1. Sampel yang menunjukkan hasil
positif pada gen matriks dan gen F menunjukkan kepastian adanya virus ND
virulen di dalam sampel (NVSL 2005).
Hemaglutinat (aglutinasi eritrosit) yang terbentuk pada uji HA dapat
terurai kembali oleh aktivitas enzim neuraminidase atau disebut juga dengan elusi.
Stabilitas hemaglutinat diantara galur virus ND bervariasi tergantung kepada
patotipe atau tingkat virulensinya. Waktu elusi yang berbeda-beda dapat menjadi
acuan dalam pengelompokkan virus lapang. Virus velogenik mempunyai waktu
elusi dari 84 sampai 189 menit, sedangkan virus mesogenik mempunyai waktu
elusi antara 43 sampai 78 menit. Virus yang termasuk lentogenik mempunyai
waktu elusi 20 sampai 45 menit (Ezeibe dan Ndip 2005; Wibowo et al. 2012).

Keragaman Antigenik Virus Newcastle Disease
Berbagai genotipe yang berbeda dari Avian paramyxovirus serotype 1
(APMV-1) bersirkulasi di penjuru dunia. Family Paramyxovirus mempunyai 10
serogrup, yaitu Paramyxovirus-1 sampai Paramyxovirus-10. Serogrup yang paling
penting dan paling patogen pada ayam adalah Paramyxovirus-1 (dengan prototype
Newcastle Disease virus), Paramyxovirus-2 dan Paramyxovirus- 3. Serogrup
lainnya umumnya menyerang itik, angsa, merpati, betet, dan beberapa jenis
burung lainnya (Saepulloh dan Darminto 2005). Meskipun semua virus ND
adalah anggota dari APMV-1 namun keragaman antigenik dan genetik di dalam
serogrup tersebut telah dikenali dan dikelompokkan berdasarkan tingkat
patogenitasnya (Miller et al. 2013).
Menurut Hines dan Miller (2012) klasifikasi virus ND dilakukan
berdasarkan genotipe dan karakterisasi genomik. Berdasarkan informasi
kemiripan genom, virus ND dibagi menjadi 2 kelas yaitu class I dan class II.
Virus class I dibagi menjadi 9 serotype, sering ditemukan pada unggas domestik
dan unggas air dan bersifat kurang virulen. Virus class II terbagi menjadi 10
genotipe, sering ditemukan pada ayam, burung peliharaan dan unggas air.
Genotipe I, IV dan IX memiliki genom yang pendek yaitu 15,186 nukleotida,
genotipe tersebut merupakan virus awal (early) yang ditemukan (tahun 19301960). Genotipe V, VIII dan IX mempunyai panjang genom 15.192 nukleotida
yang dikelompokkan sebagai virus “late” (setelah tahun1960). Semua virus class
II merupakan virus yang bersifat virulen kecuali isolat yang menyebabkan
outbreak di Australia pada tahun 1998 sampai 2000. Isolat ini dikelompokkan ke

11
dalam virus low virulent yang mengalami peningkatan patogenitas setelah
bersirkulasi pada peternakan ayam.
Isolat-isolat virus ND secara antigenik mempunyai serotipe/kelompok yang
sama. Teknologi monoklonal menyediakan pendekatan baru untuk membedakan
variasi antigenik antar isolat. Antibodi monoklonal (ABM) dapat mendeteksi
sedikit variasi pada antigenisitas misalnya perubahan asam amino tunggal pada
epitop. Beberapa peneliti sudah menggunakan ABM untuk membedakan antara
virus dari galur vaksin yang umum digunakan yaitu Hitchner B1 dan La Sota,
sedangkan ABM yang lain dapat memisahkan virus vaksin dengan virus epizootik
(Alexander dan Senne 2008a)

Epidemiologi dan Transmisi Virus
Inang (Host)
Pada umumnya virus ND menyerang unggas seperti ayam, itik, angsa,
merpati, betet, dan beberapa jenis burung lainnya. Sekitar 236 spesies burung
memiliki catatan dapat diisolasi virus ND dan ayam dianggap spesies unggas yang
paling rentan terhadap infeksi (Tabel 1). Burung air dianggap paling tahan
terhadap infeksi. Beberapa isolat dengan virulensi rendah dari unggas air yang
bermigrasi di Amerika Serikat digunakan sebagai vaksin komersial galur B1 dan
La Sota (EFSA 2007).
Tabel 1 Inang dari masing-masing family Avian paramyxovirus.
Prototipe
Inang sensitif
Keadaan Penyakit
Virus
Primer
Sekunder
PMV-1
Ayam
dan
Berbagai jenis Berakibat luas, dengan
(NDV)
berbagai
jenis
unggas
berbagai gejala (berat)
unggas
PMV-2
Burung
Gereja,
Ayam. Betet,
Gejala pernafasan, produksi
Kalkun
rails
telur menurun
PMV-3
Kalkun
Tidak ada
Gejala pernafasan, produksi
telur menurun
Betet
Burung Gereja Infeksi tidak diketahui
PMV-4
Itik
Angsa, rails
Tidak tampak gejala klinis
pada itik komersil
PMV-5
Bugerigars
Tidak ada
Infeksi tidak diketahui
PMV-6
Itik, Angsa
Kalkun
Pada itik dan angsa tidak
tampak gejala klinis, pada
kalkun gejala pernafasan
dan produksi telur menurun
PMV-7
Merpati dan
Tidak ada
Infeksi tidak diketahui
sebangsanya
PMV-8
Itik, Angsa
Tidak ada
Infeksi tidak diketahui
PMV-9
Itik
Tidak ada
Tidak tampak gejala klInis
pada itik komersil
Alexander dan Senne (2008b).

12
Penyebaran Geografis
Epizootik Avian paramyxovirus (APMV-1) yang berkelanjutan terjadi di
Amerika Tengah, Amerika Selatan, Afrika dan Asia, sedangkan epizootik
sporadik terjadi di Eropa. Galur virulen endemik di Amerika dan Kanada, tetapi
pada peternakan unggas komersial bebas dari galur velogenik. Isolat lentogenik
ditemukan pada unggas di seluruh dunia dan umumnya isolat lapang yang beredar
di Amerika merupakan virus dari galur low virulent. Pada wabah ND di Australia
tahun 1998-2000, ditemukan virus lokal dari galur low virulen yang mengalami
peningkatan virulensi menjadi virus virulen setelah terpapar pada unggas
domestik (Hines dan Miller 2012).
Distribusi ND sangat tergantung pada eradikasi dan kontrol yang dilakukan.
Keberhasilan program eradikakasi juga tergantung pada jenis populasi unggas di
suatu negara. Resiko terjadi ND lebih besar pada negara yang mayoritas memiliki
populasi ayam kampung dibandingkan dengan negara yang mayoritas memiliki
peternakan ayam komersial. Penyebaran virus secara alami juga mempengaruhi
distribusi penyakit (Alexander dan Senne 2008a)

Transmisi/Penularan
Transmisi virus ND dapat terjadi melalui inhalasi dan ingesti. Virus dapat
disebarkan oleh hewan atau media yang berkontak langsung dengan unggas yang
sensitif. Penularan virus ND dapat terjadi secara langsung antar ayam dalam satu
kelompok ternak. Sumber virus berasal dari ekskreta ayam terinfeksi baik melalui
pakan, air minum, lendir, feses, maupun udara yang tercemar virus, peralatan dan
pekerja kandang. Virus ND dapat ditularkan melalui saluran pernafasan atau
pencernaan. Unggas Gallinaceous mengeluarkan virus 1-2 minggu setelah
terinfeksi (Alexander dan Senne 2008a).
Pasar unggas hidup memiliki kontribusi untuk menyebarkan virus. Unggas
yang dipasarkan dapat berasal dari daerah-daerah lain yang akan membawa
variasi patotipe virus dari daerah asal. Virus ini dapat ditularkan pada unggas lain
di area pasar dan juga wilayah yang memiliki lokasi berdekatan dengan pasar.
Burung liar yang bermigrasi juga mampu mentransmisikan virus melalui kontak
langsung atau mengkontaminasi makanan dan minuman dengan agen infeksius
(Hines dan Miller 2012)
Jarak penularan melalui aerosol masih menjadi perdebatan, hasil studi
menyatakan virus masih dapat ditemukan pada jarak 64 meter. Ketahanan virus
pada penularan secara aerosol tergantung pada kelembaban dan faktor lingkungan
lain, serta kepadatan populasi suatu peternakan. Anak ayam yang baru menetas
dapat tertular dari cangkang telur yang terkontaminasi feses yang mengandung
virus ND (OIE 2008). Virus dapat bertahan pada cangkang telur dan terutama
pada feses. Ketahanan virus di lingkungan dipengaruhi oleh kelembaban, suhu,
agen suspensi dan paparan cahaya. Virus ND dapat bertahan pada lantai kandang
selama 10-14 hari, dan pada suhu 20 oC di tanah selama 22 hari. Pada suhu diatas
1-2 oC virus masih bertahan pada kulit ayam selama 60 hari dan dalam sum-sum
tulang dapat bertahan hingga 200 hari (OIE 2008).

13
Penularan virus dari ayam terinfeksi tergantung pada tempat replikasi dari
virus. Ayam yang menunjukkan gejala pernafasan akan mengeluarkan eksudat
dan udara yang mengandung virus dan menginfeksi ayam lain melalui inhalasi.
Virus ND yang bereplikasi dalan saluran pencernaan akan dikeluarkan melalui
feses. Penularan virus dapat terjadi melalui oral akibat ingesti dari feses yang
mengandung virus, makanan dan minuman yang tercemar atau melalui inhalasi
karena terhirup virus dari feses yang telah kering (Tabbu 2003).

Masa Inkubasi
Masa inkubasi penyakit ND pada unggas bervariasi pada kisaran 2-15 hari
tergantung pada tingkat virulensi dan kerentanan dari suatu populasi (Alexander
dan Senne 2008a). Masa inkubasi tergantung pada galur virus, umur, status
immun, spesies dan faktor lingkungan. Pada infeksi alami umumnya masa
inkubasi berlangsung antara 2-6 hari (OIE 2012).

Gejala Klinis Newcastle Disease
Berdasarkan keparahan penyakit secara klinis, galur NDV diklasifikasikan
menjadi 5 patotipe (OIE 2012): Viscerotropic velogenic: merupakan bentuk yang
sangat patogen dimana lesi perdarahan pada usus sering terlihat. Neurotropic
velogenic : bentuk yang memperlihatkan kematian tinggi, biasanya diikuti dengan
gejala pernafasan dan saraf. Mesogenic: bentuk yang memperlihatkan gejala
pernafasan, kadang-kadang gejala saraf tetapi tingkat kematian yang rendah.
Lentogenic: bentuk yang memperlihatkan infeksi ringan dan subklinis.
Asymptomatic enteric: bentuk yang menyebabkan infeksi enterik subklinis oleh
galur lentogenik. Gejala klinis yang muncul pada penyakit ND bervariasi
tergantung dari galur virus dan spesies unggas yang terinfeksi.

A
B
Gambar 5 Gejala klinis ayam yang yang terinfeksi virus ND.
A. Gejala saraf dengan paresis pada kaki B. Ayam menunjukkan
gejala tortikolis (Terregino dan Capua 2009).

14
Menurut Alexander dan Senne (2008a) tipe Viscerotropic Velogenic
Newcastle Disease (VVND) merupakan bentuk akut yang menimbulkan
mortalitas tinggi pada unggas semua umur dengan mortalitas mencapai 100%.
Tipe ini juga dikenal dengan bentuk Doyle yaitu dicirikan dengan adanya lesi
perdarahan pada saluran pencernaan. Gejala yang sering muncul antara lain
unggas terlihat lesu, pembengkakan pada daerah sekitar mata, diare dengan feses
berwarna hijau atau putih yang dapat bercampur darah, gangguan saraf pusat
menyababkan terjadi tortikolis, tremor otot serta paralisis kaki dan sayap.
Neurotropic Velogenic Newcastle Disease (NVND) dikenal dengan bentuk
beach yang menimbulkan gejala klinis pada saluran pernafasan dan saraf yang
menyebabkan mortalitas sampai 50% pada unggas dewasa dan 90% pada unggas
muda. Gejala klinis yang sering muncul adalah sesak nafas, gorok dan tortikolis.
Virus ND galur mesogenik hanya menyebabkan kematian pada unggas muda yang
dikenal dengan bentuk beaudette. Tingkat virulensi bentuk ini kurang ganas
dibandingkan bentuk beach (Hines dan Miller 2012).
Virus ND galur lentogenik memiliki gejala klinis yang bersifat ringan, tidak
menimbulkan kematian pada unggas dewasa dan biasanya banyak digunakan
sebagai vaksin. Infeksi dapat menjadi parah jika ayam yang terinfeksi virus juga
mengalami infeksi skunder oleh mikoorganisme lain. Bentuk asymptomatic
enteric merupakan bentuk yang tidak menunjukkan gejala klinis dan gambaran
patologis, tetapi ditandai dengan infeksi usus ringan oleh virus galur lentogenik
yang tidak menyebabkan penyakit (Alexander 2000)

Perubahan Patologis Infeksi Newcastle Disease
Lesi organ visceral yang signifikan sering ditemukan pada unggas yang
terinfeksi oleh virus dari galur velogenik. Kepala atau daerah periorbital
membengkak, dan jaringan interstisial pada leher mengalami edematous, terutama
didekat toraks. Kongesti atau hemoragi terlihat pada pharing bagian bawah dan
mukosa trakeal, dipteritis membran mukosa orofaring, trakea dan esophagus. Pada
mukosa proventrikulus dapat ditemukan Ptechie dan echimosa kecil. Hemoragi,
ulcer, edema dan/atau nekrosis sering terjadi pada seka tonsil dan jaringan limfoid
usus (termasuk peyer’s patches). Perubahan patologi anatomi yang ditandai
dengan adanya ptechie pada proventrikulus, ventrikulus, usus, seka tonsil, trakea,
dan paru-paru merupakan perubahan patognomonis akibat infeksi VND (Kencana
et al. 2012).
Limpa membengkak, rapuh dan berwarna merah kehitaman atau belangbelang. Kerusakan limposit dapat terlihat pada daerah kortikal dan germinal limpa
dan timus. Nekrosis pada pankreas dan edema pada paru-paru, edematous pada
ovarium atau atropi dan hemoragi, ditemukan pada beberapa unggas. Ayam yang
mati mendadak biasanya lesi yang terlihat hanya sedikit atau tidak ada lesi sama
sekali (Piacenti et al. 2006; Alexander dan Senne 2008a).
Pada ayam yang terinfeksi dengan virus dari galur yang tidak virulen, lesi
yang muncul hanya berupa kongesti dan pengeluaran eksudat dari organ
pernafasan, kantung hawa mengalami penebalan dan berwarna kehitaman. Gejala
yang lebih parah dapat terlihat jika disertai infeksi sekunder oleh mikroorganisme
lain. Infeksi awal biasanya hanya memperlihatkan gejala gangguan pernapasan

15
dan 1 atau 2 hari berikutnya terjadi kelumpuhan kaki, sayap dan tortikolis leher
(Kommers 2001).

Gambar 6 Perubahan patologi anatomi organ visceral ayam.
Derajat ptechi pada proventikulus (a,b) dan kongesti organ visceral
akibat infeksi VND (Abdel-Moneim et al. 2006)

Uji Laboratorium
Uji laboratorium untuk mendiagnosa Newcastle Disease dapat dilakukan
dengan cara konvensional dan molekuler. Deteksi virus secara konvensional
dilakukan dengan mengisolasi virus pada telur ayam berembrio (TAB) dan kultur
sel. Isolasi virus merupakan standar referensi untuk mendiagnosa VND. Isolasi
virus penting untuk mengkonfirmasi keberadaan virus dan untuk karakterisasi
virus selanjutnya (Terregino dan Capua 2009). Telur ayam berembrio spesific
pathogen free (SPF) umur 9-11 hari sering digunakan untuk isolasi karena
merupakan inang yang paling sensitif untuk isolasi virus dan dapat digunakan
pada semua tipe sampel seperti organ, usap kloaka, usap trakea dan oropharingeal
(OIE 2012).
Virus ND virulen dapat bereplikasi pada berbagai kultur sel unggas dan non
unggas. Kultur sel yang banyak digunakan antara lain chicken embryo fibroblast
(CEF), chicken embryo liver (CEL), chicken embryo kidney (CEK), African green
monkey kidney, chicken-embryo-related (CER), baby hamster kidney (BHK-21),
HeLa cells, KB cells dan vero cell (Ahamed et al. 2004). Pertumbuhan virus pada
sel monolayer dapat mengakibatkan perubahan sel atau cytopathic effect dan
syncytia. Umumnya virus ND membentuk plak dengan diameter dari 0.5 mm
sampai 4.0 mm. Mayoritas galur velogenik dan mesogenik membentuk formasi
plak yang jelas, sedangkan galur lentogenik untuk efektifitas pembentukan plak
membutuhkan ion Mg2+ dan diethylaminoethyl dextran atau trypsin (0.01 mg/ml)
dalam kultur medium (Reeve dan Poste 1971; Cattoli et al. 2011).
Uji serologi untuk identifikasi virus dapat dilakukan uji Haemagglutination
inhibition (HI), Virus neutralization dan Enzym linked immunosorbent assay
(ELISA). Isolat virus dari lapang dapat mengandung virus virulen dan avirulen
yang berasal dari vaksin aktif atau infeksi alami. Uji Haemaglutination (HA)
dilakukan untuk melihat kemampuan virus mengaglutinasi eritrosit oleh aktivitas

16
hemaglutinin yang terdapat pada amplop virus. Aktifitas HA virus dapat
dikonfirmasi dengan uji Haemagglutination inhibition (HI) dengan menggunakan
antisera poliklonal spesifik terhadap NDV. Uji HI berdasarkan pada kemampuan
antibodi spesifik untuk menghambat aktifitas hemagglutinin virus (Miller et al.
2013)
Patogenisitas virus ND dapat diketahui dengan beberapa uji: 1). Mean
death time (MDT) pada embrio ayam, 2) Intracerebral pathogenicity index (ICPI)
pada anak ayam umur 1 hari, 3). Intravenous pathogenicity index (IVPI) pada
anak ayam umur 6 minggu. Virus ND dari telur berembrio dan spesimen lapangan
dapat diidentifikasi menggunakan reverse-trancriptation polymerase chain
reaction (RT-PCR), gene sequencing, analisis enzim restriksi (restriction enzyme
analysis) (OIE 2012).
Teknik Molekuler untuk mendiagnosa Virus Newcastle Disease dengan
Polymerase chain reaction (PCR) telah dikembangkan dan menjadi teknik yang
revolusioner. Teknik PCR menggunakan metode enzimatis untuk menggandakan
secara eksponensial sekuen nukleotida secara in vitro. Teknik real-time reversetranscriptation PCR (rRT-PCR) merupakan hasil pengembang